• Tidak ada hasil yang ditemukan

Askep Anak Apendiksitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Askep Anak Apendiksitis"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Askep Anak Appendiksitis

APPENDIKSITIS

A. Pengertian

1. Appendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000).

2. Appendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).

3. Appendiksitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.

B. Etiologi

1. Menurut Syamsyuhidayat,2004:

a. Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat. b. Tumor apendiks.

c. Cacing ascaris.

d. Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica. e. Hiperplasia jaringan limfe.

(2)

b. Fekalit. c. Benda asing.

d. Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya. e. Neoplasma.

3. Menurut Markum,1996: a. Fekolit

b. Parasit

c. Hiperplasia limfoid

d. Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya e. Tumor karsinoid

C. Patofisiologi

Menurut Mansjoer, 2000:

(3)

edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan apendisitis perforasi. Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

Tahapan Peradangan Appendisitis

a. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)

b. Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi)

D. Manifestasi Klinik

1. Menurut Betz, Cecily, 2000:

a. Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kana bawah b. Anoreksia

c. Mual

d. Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).

(4)

f. Nyeri lepas.

g. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali. h. Konstipasi.

i. Diare. j. Disuria. k. Iritabilitas.

l. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.

2. Manifestasi klinis menurut Mansjoer,2000

Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan diagnosa klinis.

(5)

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

E. Komplikasi

1. Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994: a. Perforasi.

b. Peritonitis. c. Infeksi luka.

d. Abses intra abdomen. e. Obstruksi intestinum. 2. Menurut Mansjoer, 2000:

Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.

(6)

kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

F. Pemeriksaan

Pemeriksaan menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain: 1. Anamnesa

Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: a. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu

kemudian menjalar ke perut kanan bawah. b. Muntah oleh karena nyeri viseral.

c. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).

d. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

(7)

Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma

a. Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan fisik meragukan

b. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum)

c. Patognomonik bila terlihat gambaran fekolit. d. Foto polos pada apendisitis perforasi :

1) Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan bawah.

2) Penebalan dinding usus sekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum. 3) Garis lemak pra peritoneal menghilang.

4) Scoliosis ke kanan.

5) Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan akibat paralysis usus-usus lokal di daerah proses interaksi.

3. Laboratorium

(8)

Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer,2000: 1. Sebelum operasi

a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi b. Pemasangan kateter untuk control produksi urin. c. Rehidrasi

d. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.

e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.

f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi. 2. Operasi

a. Apendiktomi.

b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.

c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

3. Pasca operasi a. Observasi TTV.

(9)

c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.

d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.

e. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.

f. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.

g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.

h. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. i. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang

Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai dengan :

a.Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi

b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis

c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.

Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.

Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan :

(10)

b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi.

c. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.

d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

(11)

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Appendiksitis

A. Pengkajian

Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara lain:

1. Wawancara

Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :

a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.

b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.

c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.

d. Kebiasaan eliminasi.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.

b. Sirkulasi : Takikardia.

(12)

d. Aktivitas/istirahat : Malaise.

e. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.

f. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.

g. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

h. Demam lebih dari 380C.

i. Data psikologis klien nampak gelisah.

j. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.

k. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.

l. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).

b. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.

c. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.

(13)

e. Pada enema barium apendiks tidak terisi.

f. Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain:

Pre Operasi

I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.

III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan. IV. Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen. V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur. Post Operasi

I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.

III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain:

Pre Operasi

Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.

(14)

2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah 3. Kegelisahan atau keteganganotot

4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.

5. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

NIC : Penatalaksanaan nyeri

1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya

2. Observasi ketidaknyamanan non verbal

3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru

4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan

5. Anjurkan pasien untuk istirahat

6. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak. 7. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah, anoreksia.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien adekuat.

NOC: Status Gizi, kriteria hasil: 1. Mempertahankan berat badan.

2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.

3. Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi. 4. Turgor kulit baik.

NIC: Pengelolaan Nutrisi

(15)

3. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.

4. Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah. 5. pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

DxIII. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal 370 C

NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:

1. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan 2. Suhu tubuh dalam batas normal

3. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan 4. Perubahan warna kulit tidak ada

NIC : Fever Treatment

1. Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan 2. Pantau warna kulit dan suhu

3. Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia

4. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya selembar pakaian.

5. Berikan cairan intravena

Dx IV. Konstipasi berhubungan dengan pola makan yang buruk.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan konstipasi teratasi. NOC: Eliminasi defekasi, kriteria hasil:

1. Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan 2. Mengeluarkan feses tanpa bantuan.

(16)

1. Pantau pergerakan defekasi meliputi frekuensi, konsistensi,bentuk, volume, dan warna yang tepat.

2. Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya, rutinitas defekasi dan penggunaan laksatif.

3. Instruksikan pada pasien dan keluarga tentang diet, asupan cairan,aktivitas dan latihan.

4. Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan pasien dan keluarga untuk mendorong perilaku positif yaitu perubahan diet.

5. Beri umpan balik positif untuk pasien saat terjadi perubahan tingkah laku. Dx V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien bebas dari gejala peritonitis.

NOC: Pengendalian Resiko, kriteria hasil: 1. Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.

2. Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan,genitourinaria, dan imun dalam batas normal.

3. Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti prosedur dan sendawa karena akumulasi udara, pucat, menggigil, peka rangsang untuk menentukan tindakan yang tepat.

3. Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang motilitas usus dan meningkatkan resiko perforasi.

(17)

5. Lindungi pasien dari kontaminasi silang.

Post Operasi

Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.

NOC : Level nyeri, kriteria hasil: 1. Nyeri berkurang

2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah

3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.

4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan. NIC: Penatalaksanaan nyeri

1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan. 2. Observasi ketidaknyamanan non verbal

3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru

4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan

5. Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.

6. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak. 7. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.

(18)

KH: 1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal

2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab,

4. Tidak ada rasa haus yang berlebihan NIC : Fluid Management

1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat 2. Monitor vital sign dan status hidrasi

3. Monitor status nutrisi

4. Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu

pembekuan.

5. Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi. 6. Atur kemungkinan transfusi darah.

Dx. III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi pada luka bedah.

NOC: Pengendalian Resiko, kriteria hasil: .1 Bebas dari tanda dan gejala infeksi. .2 Higiene pribadi yang adekuat.

.3 Mengikuti prosedur dan pemantauan. NIC: Pengendalian Infeksi

1. Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung, penampilan luka). 2. Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk perlindungan terhadap

infeksi.

3. Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi.

(19)

5. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.

Dx. IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas tanpa mengalami kelemahan.

NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:

1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR

2. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri. NIC : Management Energi

1. Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur periode istirahat dan aktivitas

2. Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas yang berlebihan

3. Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi

4. Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas 5. Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.

6. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

D. Evaluasi

Evaluasi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain:

Pre operasi

Dx 1 : - skala 1 :ekstrem - skala 4 : ringan

- skala 2 : berat - skala 5 : tidak ada gangguan - skala 3 : sedang

Dx 2 : - skala 1 : tidak adekuat - skala 4 : kuat

(20)

Dx 3 : - skala 1 : tidak pernah - skala 4 : sering - skala 2 : jarang - skala 5 : selalu - skala 3 : kadang-kadang

Dx 4 : - skala 1 :ekstrem - skala 4 : ringan

- skala 2 : berat - skala 5 : tidak ada gangguan - skala 3 : sedang

Dx 5 : - skala 1 : tidak pernah - skala 4 : sering - skala 2 : jarang - skala 5 : selalu - skala 3 : kadang-kadang

Post operasi

Dx 1 : - skala 1 :ekstrem - skala 4 : ringan

- skala 2 : berat - skala 5 : tidak ada gangguan - skala 3 : sedang

Dx2 : - skala 1 :berat - skala 4 : ringan

- skala 2 :substansial - skala 5 : tidak ada gangguan - skala 3 : sedang

Dx 3 : - skala 1 :ekstrem - skala 4 : ringan

- skala 2 : berat - skala 5 : tidak ada gangguan - skala 3 : sedang

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC

Catzel, Pincus.1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta: EGC.

Dongoes. Marilyn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.

Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.

Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

(22)

Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.

Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC

Referensi

Dokumen terkait

115. Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dibawa ibunya ke puskesmas dengan keluhan batuk disertai dahak kental sejak satu minggu yang lalu. Dahak sulit dikeluarkan. Keluhan

dilakukan pada umur kehamilan 14-16 minggu, jika terlalu awal cairan amnion belum cukup banyak, sedang bila terlambat akan lebih sulit membuat kultur dari sel-sel janin yang

Efek samping lain, seperti rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg

dalam cairan sendi atau tofus dan/atau bila ditemukan 6 dari 12 kriteria yaitu, Inflamasi maksimum pada hari pertama, serangan akut lebih dari satu kali, artritis monoartikuler,