Hal
Halaman Judul ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
E. Definisi Operasional ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
A. Tinjauan Umum Kreativitas ... 14
B. Persepsi terhadap Kreativitas... 18
C. Dimensi Kreativitas ... 21
D. Berpikir Kreatif Matematis ... 26
E. Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 30
F. Pemecahan Masalah Matematis ... 32
G. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 42
H. Disposisi Matematis …………... 48
I. Strategi Mathematical Habit of Mind (MHM) ……… 54
J. Pembelajaran Berbasis Masalah ………. 66
K. Strategi Mathematical Habit of Mind (MHM) Berbasis Masalah ……… 75
BAB III METODE PENELITIAN ………. 79
A. Desain Penelitian ... 79
B. Subjek Penelitian ... 82
C. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 82
1. Tes Kemampuan Awal Matematis ... 84
2. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 86
3. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 87
4. Skala Disposisi Matematis ... 88
5. Skala Persepsi terhadap Kreativitas ... 90
6. Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran ... 92
D. Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 92
1. Lembar Kegiatan Siswa ... 92
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 94
E. Jadwal Penelitian ... 94
F. Teknik Analisis Data ... 95
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 97
A. Hasil Penelitian ... 97
1. Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 97
2. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. 104 3. Analisis Disposisi Matematis ... 108
4. Analisis Persepsi terhadap Kreativitas ... 113
5. Analisis Antarvariabel ... 117
B. Pembahasan ... 121
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 147
A. Simpulan ... 147
B. Implikasi ... 148
C. Rekomendasi ... 156
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam
skala sempit maupun luas, sederhana maupun kompleks. Kesuksesan individu
sangat ditentukan oleh kreativitasnya dalam menyelesaikan masalah. Individu
kreatif memiliki karakteristik-karakteristik kreatif yang membedakannya dengan
individu pada umumnya. Individu kreatif memandang masalah sebagai tantangan
yang harus dihadapi, bukan dihindari. Individu kreatif juga memandang masalah
dari berbagai perspektif sehingga memungkinkannya memperoleh
alternatif-alternatif solusi.
Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu karakteristik yang
dikehendaki dunia kerja (Career Center Maine Department of Labor USA, 2001).
Karakteristik-karakteristik itu selengkapnya adalah: (1) memiliki kepercayaan
diri; (2) memiliki motivasi berprestasi; (3) menguasai keterampilan-keterampilan
dasar, seperti keterampilan membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, dan
melek komputer; (4) menguasai keterampilan berpikir, seperti mengajukan
pertanyaan, mengambil keputusan, berpikir analitis, dan berpikir kreatif; dan (5)
menguasai keterampilan interpersonal, seperti kemampuan berkerja sama dan
bernegosiasi.
Pengembangan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan
masalah merupakan salah satu fokus pembelajaran matematika. Melalui
2
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama
(Depdiknas, 2004). Secara terperinci, pembelajaran matematika dimaksudkan
untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut.
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik simpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan; eksplorasi; eksperimen; menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsistensi, dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil,
keingintahuan, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,
grafik, peta, dan diagram.
Institusi pendidikan memiliki peran dan tanggung jawab untuk membekali
peserta didik kemampuan-kemampuan yang berguna bagi kehidupan mereka
kelak. Peran dan tanggung jawab demikian tampaknya belum dilakukan secara
optimal. Hasil penelitian McGregor (2007) menunjukkan bahwa sekitar dua
pertiga orang di Amerika yang berusia 16 sampai 25 tahun menyatakan bahwa
institusi pendidikan tidak membekali mereka kemampuan-kemampuan penting
yang diperlukan untuk menghadapi tantangan kehidupan.
Kemampuan-kemampuan tersebut diantaranya adalah Kemampuan-kemampuan berpikir kreatif dan
Pengembangan kemampuan berpikir kreatif dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Salah satu faktor tersebut adalah persepsi terhadap kreativitas. Secara
umum terdapat dua pandangan berbeda mengenai kreativitas. Pandangan pertama
menyatakan bahwa kreativitas hanya dimiliki oleh individu dengan karakteristik
tertentu (Berg, 1999; Getzel & Jackson dalam Alexander, 2007; Briggs dan Davis,
2008). Menurut Berg (2009), kreativitas hanya dimiliki oleh individu jenius
berkemampuan luar biasa pada bidang-bidang tertentu, seperti sains, sastra, atau
seni. Kreativitas juga dipandang bersifat magis dan misterius yang melibatkan
aktivitas bawah sadar. Sementara menurut Getzel dan Jackson (Alexander, 2007),
kreativitas sering dikaitkan dengan sikap menganggu dan sikap membuat gaduh
yang sulit dikendalikan. Sementara Briggs dan Davis (2008) melaporkan bahwa
hanya sedikit mahasiswa yang memandang bahwa kreativitas berkaitan dengan
cara berpikir
Pandangan kedua mengenai kreativitas menyatakan bahwa kreativitas dapat
dimiliki oleh individu dengan kemampuan biasa (Dunbar dan Weisberg dalam
Matlin, 2003 dan Treffinger dalam Alexander, 2007). Dunbar dan Weisberg
(Matlin, 2003) menyatakan bahwa kreativitas merujuk pada penggunaan
kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah sehari-hari yang dapat
dilakukan oleh individu berkemampuan biasa. Sementara Treffinger (Alexander,
2007) mengemukakan bahwa setiap individu pada dasarnya mempunyai potensi
kreatif. Pandangan-pandangan tersebut menegaskan bahwa kreativitas dapat
4
Pengembangan kemampuan berpikir kreatif perlu dilakukan secara simultan
dengan pengembangan persepsi yang tepat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Mann (2005) yang menunjukkan bahwa persepsi terhadap kreativitas merupakan
salah satu penduga bagi kreativitas. Siswa yang memiliki persepsi positif terhadap
kreativitas lebih berpotensi menjadi kreatif. Sebaliknya, persepsi-persepsi yang
tidak tepat menjadikan pengembangan kreativitas tidak mudah dilakukan. Hal ini
dapat dipahami karena individu yang memiliki persepsi tidak tepat, seperti
meyakini diri tidak kreatif dan di sisi lain ia juga meyakini bahwa kreativitas
hanya dimiliki oleh individu jenius, tentu tidak akan melakukan upaya produktif
untuk menjadikan diri kreatif.
Memang tidak tepat berpandangan bahwa kreativitas hanya dimiliki oleh
individu cerdas. Meski demikian, bagaimanapun juga, individu cerdas memiliki
potensi lebih untuk menjadi kreatif. Hasil penelitian Mann (2005) menunjukkan
bahwa kecerdasan, yang ditunjukkan oleh prestasi belajar, merupakan salah satu
penduga bagi kreativitas. Individu cerdas memiliki kemampuan lebih untuk
mensintesis berbagai konsep dan melihat keterkaitan antarkonsep-konsep tersebut
serta memanfaatkannya untuk menyelesaikan masalah. Hal demikian mendorong
peneliti untuk mengkaji pengaruh faktor kecerdasan terhadap kemampuan
berpikir kreatif matematis. Dalam penelitian ini, faktor kecerdasan ditunjukkan
oleh faktor kemampuan awal matematis.
Pembelajaran matematika tidak hanya dimaksudkan untuk mengembangkan
aspek kognitif, melainkan juga aspek afektif, seperti disposisi matematis.
menyelesaikan masalah; apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir
terbuka untuk mengeksplorasi berbagai alternatif strategi penyelesaian masalah.
Disposisi juga berkaitan dengan kecenderungan siswa untuk merefleksi pemikiran
mereka sendiri (NCTM, 1991).
Disposisi matematis merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan
belajar matematika siswa. Siswa memerlukan disposisi matematis untuk bertahan
dalam menghadapi masalah, mengambil tanggung jawab, dan mengembangkan
kebiasaan kerja yang baik dalam belajar matematika. Oleh karena itu,
pengembangan disposisi matematis menjadi keniscayaan. Kelak, siswa belum
tentu memanfaatkan semua materi matematika yang mereka pelajari. Namun,
dapat dipastikan bahwa mereka memerlukan disposisi positif untuk menghadapi
situasi problematis dalam kehidupan mereka.
Kesuksesan individu sangat ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan. Kebiasaan-kebiasaan positif yang dilakukan secara konsisten
berpotensi dapat membentuk kemampuan-kemampuan positif. Cara berpikir
demikian dirujuk oleh Millman dan Jacobbe (2008) untuk mengembangkan
strategi Mathematical Habits of Mind (MHM) yang dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan
masalah matematis melalui pembiasaan atau pembudayaan berpikir matematis.
Mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis dengan cara
mengembangkan kebiasaan berpikir matematis sejalan dengan pendapat Sternberg
6
Menurut Millman dan Jacobbe (2008), strategi MHM terdiri atas 6 kegiatan,
yaitu (1) mengeksplorasi ide-ide matematis; (2) merefleksi kebenaran atau
kesesuaian jawaban; (3) mengidentifikasi strategi yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang lebih luas; (4) bertanya pada diri sendiri apakah
terdapat “sesuatu yang lebih” dari aktivitas matematika yang dilakukan
(generalisasi); (5) memformulasi pertanyaan; dan (6) mengkonstruksi contoh.
Kegiatan-kegiatan ini dapat dipandang sebagai kebiasaan-kebiasaan berpikir
matematis yang apabila dilakukan secara konsisten berpotensi dapat membentuk
kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematis.
Kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah tidak
tumbuh di ruang hampa, melainkan memerlukan daya dukung. Menurut Isaksen
(Alexander, 2007), daya dukung tersebut dapat berupa konteks, situasi, atau faktor
sosial. Konteks tersebut dapat berupa masalah yang menantang sebagai pemicu
bagi proses belajar siswa. Dalam hal ini, masalah tidak lagi dipandang sebagai
penerapan suatu konsep yang ditempatkan di tahap akhir pembelajaran, melainkan
di tahap awal pembelajaran sebagai pemicu proses belajar siswa dalam
membangun pengetahuan dan mengembangkan kemampuan matematis.
Pembelajaran yang memiliki karakteristik demikian disebut pembelajaran berbasis
masalah (Fogarty, 1997; CIDR, 2004; dan Roh, 2003). Dengan demikian,
pembelajaran berbasis masalah berpotensi sebagai sarana pendukung
pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan
Uraian di atas menunjukkan bahwa strategi MHM dan pembelajaran
berbasis masalah memiliki potensi sebagai sarana untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan pemecahan masalah
matematis. Hal demikian mendorong peneliti untuk mengintegrasikan
pembelajaran berbasis masalah dengan strategiMHM. Selanjutnya pembelajaran
demikian disebut pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah. Melalui
pembelajaran demikian, siswa melakukan kebiasaan-kebiasaan berpikir kreatif
untuk mengeksplorasi masalah kontekstual. Masalah kontekstual tersebut
diberikan di tahap awal pembelajaran sebagai pemicu bagi proses belajar siswa
dalam membangun pengetahuan dan mengembangkan kemampuan berpikir
kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematis.
Dengan melakukan kebiasaan mengeksplorasi ide-ide matematis dalam
rangkaian kegiatan pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah, siwa
dapat mengembangkan kemampuan berpikir fleksibel. Demikian pula, kebiasaan
memformulasi pertanyaan dapat menstimulasi keingintahuan siswa. Berpikir
fleksibel dan keingintahuan merupakan aspek-aspek disposisi matematis. Selain
itu, kebiasaan memeriksa kesesuaian solusi atau strategi penyelesaian masalah
juga menumbuhkan aspek disposisi matematis lainnya, yaitu memonitor dan
merefleksi pemikiran serta kinerja sendiri. Dengan demikian, pembelajaran
dengan strategi MHM berbasis masalah berpotensi untuk mengembangkan
disposisi matematis. Pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah juga
berpotensi sebagai sarana untuk mengembangkan persepsi yang tepat terhadap
kreativitas. Misalnya, melalui pembelajaran demikian, siswa meyakini bahwa soal
8
Strategi MHM berbasis masalah perlu dipraktikkan dalam pembelajaran
matematika untuk selanjutnya dikaji pengaruhnya terhadap kemampuan berpikir
kreatif matematis dan persepsi terhadap kreativitas.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah terhadap kemampuan
berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta
persepsi terhadap kreativitas. Secara terperinci, masalah-masalah dalam penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Apakah siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi MHM berbasis
masalah memiliki kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan
masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas yang
lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional?
2. Apakah terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor KAM
maupun dengan faktor kategori sekolah terhadap kemampuan berpikir kreatif,
kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi
terhadap kreativitas?
3. Apakah terdapat asosiasi antara (a) kemampuan berpikir kreatif matematis
masing-masing dengan kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi
matematis, dan persepsi terhadap kreativitas; (b) kemampuan pemecahan
matematis dengan disposisi matematis; dan (c) disposisi matematis dengan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengaruh pembelajaran
dengan strategi MHM berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif,
kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap
kreativitas. Secara terperinci, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan apakah siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi
MHM berbasis masalah memiliki kemampuan berpikir kreatif, kemampuan
pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap
kreativitas yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran
secara konvensional.
2. Mendeskripsikan interaksi atau pengaruh bersama antara faktor pembelajaran
dengan faktor KAM maupun dengan faktor kategori sekolah terhadap
kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi
matematis, serta persepsi terhadap kreativitas.
3. Mendeskripsikan asosiasi antara (a) kemampuan berpikir kreatif matematis
dengan kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan
persepsi terhadap kreativitas; (b) kemampuan pemecahan matematis dengan
disposisi matematis; dan (c) disposisi matematis dengan persepsi terhadap
kreativitas.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan mengenai
strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan
10
presepsi terhadap kreativitas. Hal ini dapat menjadi acuan bagi peneliti dan
praktisi pendidikan matematika seperti dosen, guru, maupun mahasiswa calon
guru matematika dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan matematis,
terutama kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah
matematis.
Dalam penelitian ini dikaji interaksi atau pengaruh bersama antara faktor
pembelajaran dengan faktor kategori KAM maupun dengan faktor kategori
sekolah terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah,
dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas. Dari hasil pengkajian
ini akan diketahui apakah pengaruh faktor pembelajaran terhadap kemampuan
berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta
persepsi terhadap kreativitas masing-masing bergantung pada kategori-kategori
KAM dan kategori sekolah. Hasil kajian ini dapat menjadi acuan untuk
mengidentifikasi apakah strategi pembelajaran MHM berbasis masalah lebih
sesuai untuk siswa sekolah kategori atas atau sekolah kategori sedang, serta
apakah strategi tersebut lebih sesuai untuk siswa dengan kategori kemampuan
awal matematis tinggi, sedang, atau rendah.
Bagi guru mitra, penelitian ini memberikan pengalaman nyata dan baru
mengenai bagaimana merancang dan melaksanakan pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
dan kemampuan pemecahan masalah matematis. Pengalaman ini menjadi acuan
Penelitian ini juga memberikan pengalaman berharga bagi siswa mengenai
bagaimana berinteraksi secara aktif dan produktif dalam kegiatan pembelajaran;
seperti berdiskusi, bertanya, melakukan eksplorasi, mengajukan dugaan,
mengemukakan pendapat, melakukan penyelidikan, menganalisis, mengajukan
dugaan, mengkonstruksi contoh, mengidentifikasi kesesuaian solusi dan strategi
penyelesaian masalah, dan menggeneralisasi. Pengalaman ini menjadi acuan bagi
siswa untuk mengikuti pembelajaran matematika pada topik-topik lainnya.
E. Definisi Operasional
Berikut didefinisikan istilah-istilah penting dalam penelitian ini.
1. Kemampuan berpikir kreatif matematis meliputi aspek kelancaran,
keluwesan, kebaruan, dan keterincian.
a. Kelancaran meliputi kemampuan (1) menyelesaikan masalah dan
memberikan banyak jawaban terhadap masalah tersebut; atau (2)
memberikan banyak contoh atau pernyataan terkait konsep atau situasi
matematis tertentu.
b. Keluwesan meliputi kemampuan (1) menggunakan beragam strategi
penyelesaian masalah; atau (2) memberikan beragam contoh atau
pernyataan terkait konsep atau situasi matematis tertentu.
c. Kebaruan meliputi kemampuan (1) menggunakan strategi yang bersifat
baru, unik, atau tidak biasa untuk menyelesaikan masalah; atau (2)
memberikan contoh atau pernyataan yang bersifat baru, unik, atau tidak
12
d. Keterincian meliputi kemampuan menjelaskan secara terperinci, runtut,
dan koheren terhadap prosedur matematis, jawaban, atau situasi matematis
tertentu. Penjelasan ini menggunakan konsep, representasi, istilah, atau
notasi matematis yang sesuai.
2. Kemampuan pemecahan masalah matematis meliputi aspek pemahaman,
penggunaan strategi dan prosedur, dan komunikasi.
a. Pemahaman mencakup kemampuan (1) mengidentifikasi data atau
informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah; dan (2)
menyusun model matematis dari masalah yang akan diselesaikan.
b. Penggunaan strategi dan prosedur mencakup kemampuan (1) memilih
dan menggunakan strategi pemecahan masalah; dan (2) melakukan
prosedur matematis untuk menyelesaikan masalah.
c. Komunikasi mencakup kemampuan (1) memberikan penjelasan terhadap
strategi, konsep-konsep terkait, dan prosedur matematis yang dilakukan
untuk menyelesaikan masalah; (2) menggunakan representasi, istilah, atau
notasi matematis yang sesuai; dan (3) memaknai atau
mengkomunikasikan solusi.
3. Strategi Mathematical Habits of Mind (MHM) adalah strategi pembelajaran
matematika yang terdiri atas enam komponen pembelajaran sebagai berikut.
a. Mengeksplorasi ide-ide matematis
b. Merefleksi kebenaran atau kesesuaian jawaban
c. Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk
d. Bertanya pada diri sendiri apakah terdapat “sesuatu yang lebih” dari
aktivitas matematika yang telah dilakukan (generalisasi)
e. Memformulasi pertanyaan
f. Mengkonstruksi contoh
4. Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan
konteks, situasi, pertanyaan, atau masalah sebagai pemicu proses belajar
siswa dalam membangun pengetahuan dan kemampuan-kemampuan
matematis, seperti kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan
masalah matematis.
5. Strategi Mathematical Habits of Mind (MHM) berbasis masalah adalah
strategi MHM yang diintegrasikan dengan pembelajaran berbasis masalah.
6. Disposisi matematis adalah dorongan, kesadaran, atau kecenderungan yang
kuat untuk belajar matematika serta berperilaku positif dalam menyelesaikan
masalah matematis. Disposisi matematis meliputi aspek-aspek
(1) kepercayaan diri, (2) kegigihan atau ketekunan, (3) fleksibilitas dan
keterbukaan berpikir, (4) minat dan keingintahuan, dan (5) kecenderungan
untuk memonitor proses berpikir dan kinerja sendiri.
7. Persepsi terhadap kreativitas adalah cara pandang terhadap kreativitas dan
pengembangannya. Cara pandang tersebut meliputi aspek-aspek (1) potensi
kreatif, (2) lingkup kreativitas, (3) karakteristik ide kreatif, (4) karakteristik
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimen dengan desain
perbandingan kelompok statis (Ruseffendi, 2005). Desain penelitian ini
diilustrasikan sebagai berikut.
X
O
---
O
Penelitian ini melibatkan dua kategori kelas sampel, yaitu kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Kelas-kelas sampel tersebut tidak dibentuk dengan cara
menempatkan secara acak subjek-subjek penelitian ke dalam kelas-kelas sampel
tersebut, melainkan menggunakan kelas-kelas yang ada. Di kelas eksperimen dan
kelas kontrol berturut-turut dilaksanakan pembelajaran dengan strategi MHM
berbasis masalah (X) dan pembelajaran secara konvensional. Pada akhir
pembelajaran, siswa kedua kelas diberi tes akhir (O), yaitu tes kemampuan
berpikir kreatif matematis dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis.
Siswa kedua kelas juga diberi skala disposisi matematis dan skala persepsi
terhadap kreativitas.
Siswa tidak diberi tes awal dengan pertimbangan bahwa tes yang digunakan,
yaitu tes kemampuan berpikir kreatif dan tes kemampuan pemecahan masalah
matematis dikategorikan baru bagi siswa. Untuk mengerjakan tes ini diperlukan
penguasaan materi dan strategi yang akan dipelajari siswa dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, pemberian tes awal dipandang kurang relevan.
Penelitian ini mengkaji pengaruh faktor pembelajaran terhadap kemampuan
berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta
persepsi terhadap kreativitas. Pengkajian lebih komprehensif dilakukan dengan
meninjau atau melibatkan faktor Kemampuan Awal Matematis (KAM) dan faktor
kategori sekolah. Kemampuan Awal Matematis dikelompokkan menjadi tiga
kategori, yaitu kategori tinggi, kategori sedang, dan kategori rendah. Demikian
pula, sekolah dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu kategori atas, kategori
sedang, dan kategori bawah.
Kategori KAM didasarkan pada hasil tes KAM dan kategori sekolah
didasarkan pada nilai UAN Matematika SMP tahun pelajaran 2007/2008. Berikut
disajikan kriteria pengkategorian tersebut.
Tabel 3.1 Kriteria Kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM)
Skor Kemampuan Awal Matematis (KAM) Kategori
KAM ≥ 75% skor ideal = 17 Tinggi
55% skor ideal = 12 < KAM < 75% skor ideal = 16 Sedang
KAM ≤ 55% skor ideal = 12 Rendah
Keterangan: Skor ideal adalah 22
Tabel 3.2 Kriteria Kategori Sekolah
Rata-rata nilai UAN Matematika Kategori Sekolah Banyak Sekolah
UAN ≥ 8,00 Atas 5
6,00 ≤ UAN < 8,00 Sedang 6
81
Penelitian ini hanya melibatkan sekolah kategori atas dan kategori sedang
dengan pertimbangan bahwa kemampuan-kemampuan yang dikembangkan dalam
penelitian ini merupakan kemampuan matematis tingkat tinggi yang memerlukan
penguasaan kemampuan awal matematis yang memadai. Pelibatan sekolah
kategori rendah dipandang tidak relevan karena siswa sekolah kategori ini secara
umum diasumsikan memiliki kemampuan awal matematis kurang memadai.
Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat,
dan variabel kontrol. Variabel bebas tersebut adalah pembelajaran, yaitu
pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah dan pembelajaran secara
konvensional. Variabel terikat tersebut adalah kemampuan berpikir kreatif,
kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap
kreativitas. Sedangkan variabel kontrol tersebut adalah Kemampuan Awal
Matematis (KAM) dan kategori sekolah. Berikut disajikan desain faktorial
variabel penelitian ini.
Tabel 3.3 Desain Faktorial Variabel Penelitian
Kategori
B. Subjek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa dari dua SMP di Kota
Yogyakarta dengan kategori berbeda, yaitu kategori atas dan sedang. Dari
masing-masing sekolah dipilih dua kelas sampel, yaitu kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Pemilihan kelas-kelas ini tidak dilakukan secara acak, melainkan dipilih
kelas-kelas yang memiliki jadwal tidak beririsan karena peneliti bertindak sebagai
pengajar. Pada sekolah kategori atas, banyaknya siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol masing-masing adalah 31 siswa, sedangkan pada sekolah kategori sedang,
masing-masing adalah 32 siswa.
C. Pengembangan Instrumen Penelitian
Sebelum digunakan, instrumen penelitian yang disusun ditelaah atau dinilai
oleh ahli, yaitu dosen pendidikan matematika yang bergelar doktor atau sedang
menempuh pendidikan doktor pendidikan matematika, terkait validitas muka dan
validitas isi instrumen ini. Validitas muka mencakup aspek-aspek (1) kejelasan
dan kekomunikatifan bahasa yang digunakan dan (2) kemenarikan penampilan
sajian instrumen. Sedangkan validitas isi mencakup kesesuaian butir-butir
instrumen dengan aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif, kemampuan
pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas.
Selanjutnya dilakukan uji Q-Cochran untuk menguji apakah para penilai
memberikan penilaian yang sama terhadap validitas instrumen penelitian.
Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut. Hipotesis ini diuji dengan taraf
signifikansi 0,05.
H0 : Para penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam
83
Hasil penilaian ahli digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki instrumen
penelitian. Instrumen penelitian yang telah diperbaiki selanjutnya diujicobakan
untuk mengetahui keterbacaan butir-butir instrumen dan kesesuaian alokasi
waktu. Uji coba juga dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik instrumen yang
mencakup validitas butir dan reliabilitas instrumen. Uji coba tes kemampuan
berpikir kreatif dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis juga
dimaksudkan untuk mengetahui indeks kesukaran butir instrumen-instrumen ini.
Validitas butir instrumen dihitung dengan rumus korelasi Product Moment
Pearson. Reliabilitas tes KAM dihitung dengan rumus KR-21, sedangkan
reliabilitas tes kemampuan berpikir kreatif, tes kemampuan pemecahan masalah,
skala disposisi matematis, dan skala persepsi terhadap kreativitas dihitung dengan
rumus Cronbach Alpha (Ruseffendi, 2005).
Dalam penelitian ini, butir tes kemampuan awal matematis, tes kemampuan
berpikir kreatif matematis, dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis
masing-masing dikategorikan valid jika rhitung lebih dari rtabel = r0,05;35 = 0,287.
Sementara butir skala disposisi matematis dan butir skala persepsi terhadap
kreativitas dikategorikan valid jika rhitung lebih dari rtabel = r(0,05;28) = 0,306. Kriteria
kategori koefisien reliabilitas instrumen disajikan sebagai berikut.
Tabel 3.4 Kategori Reliabilitas Instrumen
Koefisien Reliabilitas (r) Kategori
r ≤ 0,2 Sangat Rendah
0,20 < r ≤ 0,40 Rendah
0,40 < r ≤ 0,70 Sedang
0,70 < r ≤ 0,90 Tinggi
Indeks Kesukaran (IK) butir tes kemampuan berpikir kreatif matematis dan
butir tes kemampuan pemecahan masalah dihitung dengan membandingkan skor
butir dengan skor ideal (Nurgiyantoro et al, 2000). Kategori indeks kesukaran
butir tes disajikan sebagai berikut.
Tabel 3.5 Kategori Indeks Kesukaran Butir Tes
Indeks Kesukaran (IK) Kategori
IK = 0 Sangat Sukar
0 < r ≤ 0,30 Sukar
0,30 < r ≤ 0,70 Sedang 0,70 < r ≤ 1,00 Mudah
IK = 1 Sangat Mudah
Berikut diuraikan masing-masing instrumen penelitian ini.
1. Tes Kemampuan Awal Matematis
Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan awal matematis siswa
terkait materi-materi yang telah dipelajari. Tes ini mencakup aspek-aspek
pemahaman, penerapan, dan pemecahan masalah terkait topik-topik Bilangan,
Bentuk Aljabar, Persamaan Linier Satu Variabel, Perbandingan, Geometri,
Fungsi, Statistika, dan Himpunan. Tes ini terdiri atas 30 butir soal pilihan ganda
dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran atau 80 menit.
Hasil penilaian ahli terhadap validitas muka dan validitas isi tes ini disajikan
pada Lampiran A.1.2. Semua ahli menilai bahwa tes ini telah memenuhi validitas
isi. Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai
memberikan penilaian yang sama atau seragam terhadap validitas muka tes ini.
Tabel 3.6 Hasil Uji Q-Cochran terhadap Penilaian Validitas Tes KAM
Banyak Butir Soal Q Sig
85
Dari Tabel 3.7 diketahui bahwa nilai probabilitas (Sig) uji ini adalah 0,532;
lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti para penilai memberikan penilaian
yang seragam terhadap validitas muka tes isi. Semua penilai menyimpulkan
bahwa tes ini dapat digunakan dengan revisi kecil. Para penilai juga memberikan
saran perbaikan terkait dengan kejelasan gambar atau notasi matematis dan
penggunaan istilah matematis yang lebih tepat.
Hasil analisis validitas dan indeks kesukaran butir serta reliabilitas tes KAM
disajikan pada Lampiran A.1.4. Dari hasil analisis diketahui bahwa reliabilitas tes
ini adalah 0,585; dikategorikan sedang. Terdapat 8 butir soal yang tidak valid,
sehingga digugurkan atau tidak digunakan dalam penelitian ini.
Banyaknya butir soal yang valid dipandang masih memadai karena secara
proporsional masih mewakili aspek-aspek yang diukur maupun materi-materi
yang ditentukan. Selain itu, butir-butir soal yang valid ini juga masih proporsional
ditinjau dari aspek tingkat kesukaran. Dari 22 butir soal yang valid, 10 butir soal
dikategorikan mudah, 6 butir soal dikategorikan sedang, dan 6 butir soal
dikategorikan sukar. Berikut disajikan deskripsi KAM siswa berdasarkan kategori
pembelajaran dan kategori sekolah.
Tabel 3.7 Kemampuan Awal Matematis Siswa Berdasarkan Kategori Sekolah dan Kategori Pembelajaran
Berikut disajikan distribusi siswa berdasarkan kategori KAM, kategori
pembelajaran, dan kategori sekolah.
Tabel 3.8 Distribusi Siswa Berdasarkan Kategori KAM, Kategori Pembelajaran, dan Kategori Sekolah
2. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Tes ini untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis yang
meliputi aspek kelancaran, keluwesan, kebaruan, dan keterincian terkait materi
Persamaan Linier dan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV). Tes ini
terdiri atas 6 butir soal uraian dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran atau 80 menit.
Hasil penilaian ahli terhadap validitas tes ini disajikan pada Lampiran A.2.2.
Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai
memberikan penilaian yang sama terhadap validitas muka dan validitas isi tes ini.
Tabel 3.9 Hasil Uji Q-Cochran terhadap Hasil Penilaian Validitas Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Validitas Muka Validitas Isi
Banyaknya butir soal (n) Q Sig n Q Sig
6 3,000 0,558 6 4,000 0,406
Dari Tabel 3.9 diketahui bahwa nilai probabilitas (sig) uji tersebut
berturut-turut adalah 0,558 dan 0,406; masing-masing lebih dari taraf signifikansi 0,05.
Berarti penilai memberikan penilaian yang sama terhadap validitas muka dan
87
Semua penilai menyimpulkan bahwa tes ini dapat digunakan dengan revisi
kecil. Para penilai memberikan komentar atau saran terkait kesesuaian alokasi
waktu, penggunaan istilah, dan tata tulis. Para penilai juga menyarankan untuk
menyederhanakan atau mengurangi banyaknya pertanyaan. Setelah diperbaiki, tes
ini diujicobakan untuk mengetahui validitas dan indeks kesukaran butir soal serta
reliabilitas tes ini.
Hasil analisis validitas dan indeks kesukaran butir serta reliabilitas tes ini
disajikan pada Lampiran A.2.4. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa semua
butir tes ini valid. Koefisien reliabilitas tes ini adalah 0,526; dikategorikan sedang.
Ditinjau dari tingkat kesukaran, 4 butir soal dikategorikan sedang dan 2 butir soal
dikategorikan sukar.
3. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Tes ini untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
yang meliputi aspek pemahaman; aspek strategi dan prosedur; dan aspek
komunikasi terkait materi Persamaan Linier atau Persamaan Garis Lurus dan
Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV). Tes ini terdiri atas 6 butir soal
uraian dengan alokasi waktu dua jam pelajaran atau 80 menit.
Hasil penilaian ahli terhadap validitas isi dan validitas muka tes ini disajikan
pada Lampiran A.3.2. Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk menguji
apakah penilai memberikan penilaian yang sama terhadap validitas tes ini.
Tabel 3.10 Hasil Uji Q-Cochran terhadap Hasil Penilaian Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Validitas Muka Validitas Isi
Banyaknya butir soal (n) Q Sig n Q Sig
Dari Tabel 3.10 diketahui bahwa nilai probabilitas (sig) uji tersebut
berturut-turut adalah 0,736 dan 0,558; masing-masing lebih dari taraf signifikansi 0,05.
Hal ini berarti para penilai memberikan penilaian yang sama terhadap validitas
muka maupun validitas isi tes ini. Jadi, tes ini memenuhi validitas muka dan
validitas isi.
Semua penilai memberikan simpulan bahwa tes ini dapat digunakan dengan
revisi kecil. Para penilai juga memberikan saran terkait tata tulis dan penggunaan
istilah, misalnya terkait konsistensi penggunaan istilah linier atau linear. Setelah
diperbaiki, tes ini diujicobakan untuk mengetahui validitas dan indeks kesukaran
butir serta reliabilitas tes ini.
Hasil analisis validitas dan indeks kesukaran tes serta reliabilitas tes ini
disajikan pada Lampiran A.3.4. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa semua
butir tes ini valid. Koefisien reliabilitas tes ini adalah 0,865; dikategorikan tinggi.
Ditinjau dari tingkat kesukaran, 4 butir soal dikategorikan sedang dan 2 butir soal
dikategorikan sukar.
4. Skala Disposisi Matematis
Skala disposisi matematis digunakan untuk mengukur disposisi matematis
siswa yang mencakup aspek-aspek (1) kepercayaan diri; (2) kegigihan atau
ketekunan; (3) fleksibilitas dan keterbukaan berpikir; (4) minat dan keingintahuan;
dan (5) kecenderungan untuk memonitor proses berpikir dan kinerja sendiri. Skala
disposisi matematis ini terdiri atas 35 pernyataan dengan 4 kategori respon, yaitu
89
Hasil penilaian ahli terhadap validitas isi dan validitas muka skala disposisi
ini disajikan pada Lampiran A.4.2. Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk
menguji apakah para penilai memberikan penilaian yang sama atau seragam
terhadap validitas muka maupun validitas isi skala disposisi matematis ini.
Tabel 3.11 Hasil Uji Q-Cochran
terhadap Hasil Penilaian Validitas Skala Disposisi Matematis
Validitas Muka Validitas Isi
Banyaknya butir instrumen (n) Q Sig n Q Sig
35 1,600 0,449 35 2,000 0,368
Dari Tabel 3.11 diketahui bahwa nilai probabilitas (sig) uji tersebut
berturut-turut adalah 0,449 dan 0,368; masing-masing lebih dari taraf signifikansi 0,05.
Hal ini berarti para penilai memberikan penilaian yang sama terhadap validitas
muka maupun validitas isi skala disposisi matematis ini. Jadi, skala disposisi
matematis ini memenuhi validitas muka dan validitas isi. Semua penilai
memberikan simpulan bahwa skala disposisi matematis ini dapat digunakan
dengan revisi kecil. Para penilai juga memberikan saran perbaikan terkait tata tulis
dan penggunaan istilah. Setelah diperbaiki, skala disposisi matematis ini
diujicobakan untuk mengetahui validitas butir atau pernyataan dan reliabilitas
skala disposisi matematis ini.
Hasil analisis terhadap validitas butir dan reliabilitas skala disposisi
matematis ini disajikan pada Lampiran A.4.4. Dari hasil analisis tersebut diketahui
bahwa terdapat 7 pernyataan yang tidak valid, sehingga digugurkan. Dengan
demikian, skala disposisi matematis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
atas 28 pernyataan yang valid. Banyaknya pernyataan yang valid ini dipandang
memadai karena secara proposional masih mewakili aspek-aspek yang diukur.
Hasil uji coba juga digunakan untuk melakukan penskalaan terhadap
kategori-kategori respon (SS, S, TS, STS) skala disposisi matematis. Penskalaan
adalah prosedur penempatan kategori-kategori respon pada titik tertentu di
sepanjang suatu kontinum (Azwar, 2009). Dengan kata lain penskalaan adalah
penentuan skor masing-masing kategori respon. Penskalaan ini dilakukan dengan
pendekatan yang berorientasi respon, yaitu penskalaan yang menggunakan data
respon untuk menempatkan kategori-kategori respon pada suatu titik di sepanjang
kontinum tersebut. Salah satu metode dari pendekatan yang berorientasi respon
adalah metode penjumlahan rating (method of summated rating). Metode ini
digunakan untuk menentukan jarak antarkategori respon. Apabila titik awal
kontinum sebagai letak kategori respon pertama telah ditetapkan, maka letak
kategori respon lainnya dapat pula ditentukan dengan memperhatikan jarak
antarkategori yang telah diketahui tersebut.
Prosedur penskalaan dan skor masing-masing kategori respon untuk setiap
pernyataan valid dari skala disposisi matematis ini disajikan pada Lampiran A.4.5.
Skor kategori skala disposisi matematis ini bervariasi antara 0 sampai dengan
4,99. Skor ideal skala disposisi matematis ini adalah 120,57.
5. Skala Persepsi terhadap Kreativitas
Skala persepsi terhadap kreativitas digunakan untuk mengukur persepsi atau
cara pandang siswa terhadap kreativitas yang meliputi aspek potensi kreatif,
lingkup kreativitas, karakteristik ide kreatif, karakteristik individu kreatif, dan
pengembangan kreativitas. Skala persepsi terhadap kreativitas ini terdiri atas 20
pernyataan dengan empat kategori respon, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
91
Hasil penilaian ahli terhadap validitas isi dan validitas muka skala persepsi
terhadap kreativitas ini disajikan pada Lampiran A.5.2. Berikut disajikan hasil uji
Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai memberikan penilaian yang
sama terhadap validitas muka maupun validitas isi skala persepsi terhadap
kreativitas ini.
Tabel 3.12 Hasil Uji Q-Cochran terhadap Hasil Penilaian Validitas Skala Persepsi terhadap Kreativitas
Validitas Muka Validitas Isi
Banyaknya butir instrumen (n) Q Sig n Q Sig
20 2,600 0,368 20 4,00 0,135
Dari Tabel 3.12 diketahui bahwa nilai probabilitas (sig) uji tersebut
berturut-turut adalah 0,368 dan 0,135; masing-masing lebih dari taraf signifikansi
0,05. Hal ini berarti para penilai memberikan penilaian yang sama terhadap
validitas muka maupun validitas isi skala persepsi terhadap kreatvitas ini. Jadi,
skala persepsi terhadap kreativitas ini memenuhi validitas muka dan validitas isi.
Semua penilai memberikan simpulan bahwa skala persepsi terhadap
kreativitas ini dapat digunakan dengan revisi kecil. Para penilai juga memberikan
saran terkait tata tulis dan penggunaan istilah. Setelah diperbaiki, skala persepsi
terhadap kreativitas ini diujicobakan untuk mengetahui validitas butir dan
reliabilitas instrumen ini.
Hasil analisis validitas butir dan reliabilitas instrumen ini disajikan pada
Lampiran A.5.4. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa terdapat 5
pernyataan yang tidak valid, sehingga digugurkan. Banyaknya pernyataan yang
valid, yaitu 15 butir, dipandang memadai karena secara proposional masih
mewakili aspek-aspek yang diukur. Koefisien reliabilitas instrumen ini adalah
Hasil uji coba terhadap instrumen ini juga digunakan untuk menentukan
skor masing-masing kategori respon untuk setiap pernyataan. Prosedur penskoran
dan skor masing-masing kategori respon untuk setiap pernyataan valid dari skala
persepsi terhadap kreativitas ini disajikan pada Lampiran A.5.5. Skor kategori
respon skala persepsi terhadap kreativitas ini bervariasi antara 0 sampai dengan
4,77. Skor ideal skala persepsi terhadap kreativitas ini adalah 58,23.
6. Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran
Lembar observasi kegiatan pembelajaran digunakan untuk mengobservasi
kesesuaian pelaksanaan pembelajaran dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
dan karakteristik strategi MHM berbasis masalah. Observasi juga difokuskan
untuk mengamati perilaku-perilaku yang menunjukkan disposisi matematis siswa.
Hasil observasi digunakan sebagai bahan diskusi dengan guru setelah
pembelajaran berakhir (postclass discussion) terkait pelakasaan pembelajaran.
Lembar obeservasi ini disajikan pada Lampiran B.6.
D. Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Terdapat dua perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Berikut diuraikan masing-masing perangkat pembelajaran tersebut.
1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
LKS digunakan sebagai sumber belajar bagi siswa. LKS ini memuat
masalah kontekstual yang disertai pertanyaan-pertanyaan sebagai acuan bagi
proses belajar siswa. LKS ini disajikan pada Lampiran B.7. LKS yang disusun
93
LKS ini. Penilai tersebut adalah dosen-dosen pendidikan matematika yang
bergelar doktor pendidikan matematika atau yang sedang menempuh studi doktor
pendidikan matematika. Penilaian terhadap validitas muka mencakup aspek-aspek
(1) kejelasan dan kekomunikatifan bahasa yang digunakan; dan (2) kejelasan dan
kemenarikan sajian yang terkait gambar, ilustrasi, atau tabel. Sedangkan penilaian
terhadap validitas isi mencakup aspek-aspek (1) kesesuaian dengan standar
kompetensi dan kompetesi dasar; (2) kesesuaian dengan tingkat perkembangan
siswa; (3) kesesuaian dengan aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif,
kemampuan pemecahan masalah matematis, dan disposisi matematis; dan (4)
kesesuaian sajian materi dengan strategi Mathematical Habit of Mind (MHM)
berbasis masalah. Hasil penilaian tersebut disajikan pada Lampiran A.6.2.
Berikut disajikan hasil uji Q-Cochran untuk mengetahui apakah para penilai
memberikan penilaian yang sama atau seragam terhadap validitas muka maupun
validitas LKS ini.
Tabel 3.13 Hasil Uji Q-Cochran terhadap Hasil Penilaian Validitas LKS
Banyaknya Aspek Q Sig
6 6,200 0,112
Dari Tabel 3.13 diketahui bahwa nilai probabilitas (Sig) uji tersebut adalah
0,112; lebih dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti para penilai memberikan
penilaian yang sama atau seragam terhadap validitas muka maupun validitas isi
LKS ini. Dengan demikian, LKS ini memenuhi validitas muka dan validitas isi.
Semua penilai menyimpulkan bahwa LKS ini dapat digunakan dengan revisi
kecil. Para penilai juga memberikan saran perbaikan terkait pemilihan konteks,
beserta saran perbaikan tersebut dijadikan dasar untuk memperbaiki LKS ini.
Selanjutnya LKS yang sudah diperbaiki diujicobakan untuk mengetahui
keterbacaan, kesesuaian alokasi waktu, dan kemudahan penggunaan bahan ajar
tersebut dalam kegiatan pembelajaran.
Hasil uji coba menunjukkan bahwa siswa secara umum memahami
tugas-tugas atau pertanyaan yang disajikan di LKS. Meski begitu, mereka menyatakan
tidak terbiasa dengan jenis LKS yang diberikan tersebut. Hal itu juga tampak dari
beberapa komentar atau pertanyaan siswa di kelas seperti ”setelah ini diapakan
Pak?”, ”cara ngerjakannya gimana Pak?”, atau ”kasih tahu aja Pak caranya, biar
cepet”, dan sebagainya.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun sebagai panduan bagi
guru dalam melaksanakan pembelajaran, khususnya terkait bagaimana
mempraktikkan strategi MHM berbasis masalah dengan memanfaatkan LKS
sebagai sumber belajar siswa. RPP ini disajikan pada Lampiran B.8.
E. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian secara umum disajikan sebagai berikut.
Tabel 3.14 Jadwal Penelitian
No Kegiatan Waktu
1 Persiapan Maret – Juni 2009
2 Pelaksanaan penelitian Juli – Desember 2009
3 Analisis data dan pembahasan Desember 2009 – Maret 2010
95
F. Teknik Analisis Data
Data penelitian dianalisis dengan ANAVA dua jalur untuk mengetahui
pengaruh faktor pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan
pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas
dengan meninjau atau melibatkan faktor KAM maupun faktor kategori sekolah.
Sebelum dilakukan uji ANAVA, terlebih dilakukan uji prasyarat, yaitu uji
normalitas distribusi data dan uji homogenitas varians kelompok data;
berturut-turut dengan uji Kolmogorov-Smirov dan uji Levene. Menurut Rogan dan
Keselman (Minium et al (2000), untuk melakukan uji ANAVA, syarat
homogenitas varians dapat diabaikan bila sampel-sampel pada kelompok data
yang bersesuaian dalam uji homogenitas varians ini berukuran sama dan varians
terbesar pada kelompok data tersebut tidak lebih dari 10 kali varians terkecil.
Selanjutnya dilakukan uji-t untuk menguji apakah pada masing-masing
kategori pembelajaran, siswa sekolah kategori atas memiliki kemampuan berpikir
kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi
terhadap kreativitas yang lebih baik daripada siswa sekolah kategori sedang.
Sebelum dilakukan uji-t, dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas varians.
Uji homogenitas diperlukan untuk menentukan jenis rumus uji-t yang digunakan.
Selanjutnya dilakukan uji asosiasi antara (1) kemampuan berpikir kreatif
matematis masing-masing dengan kemampuan pemecahan masalah matematis,
disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas; (2) kemampuan pemecahan
persepsi terhadap kreativitas. Analisis ini menggunakan uji Chi-Square (χ2).
Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pengkategorian data
dengan kriteria sebagai berikut.
Tabel 3.15 Kategori Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (KPMM), Disposisi Matematis,
dan Persepsi terhadap Kreativitas
KBKMM dan KPMM Disposisi Matematis dan Persepsi terhadap Kreativitas
Skor Kategori Skor Kategori
Skor < 55% Rendah Skor < 60% Sangat Rendah
55% ≤ Skor < 75% Sedang 60% ≤ Skor < 70% Rendah
Skor ≥ 75% Tinggi 70% ≤ Skor < 80% Sedang
80% ≤ Skor < 90% Tinggi
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian yang disajikan pada bab
sebelumnya disimpulkan sebagai berikut.
1. a. Siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah
memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis yang lebih baik daripada
siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional.
b. Pada sekolah kategori sedang, siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
strategi MHM berbasis masalah memiliki kemampuan pemecahan masalah
matematis yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran
secara konvensional. Sementara pada sekolah kategori atas maupun secara
keseluruhan, tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa antarkategori pembelajaran.
c. Pada sekolah kategori sedang dan secara keseluruhan, siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan strategi MHMBM memiliki disposisi matematis dan
persepsi terhadap kreativitas yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti
pembelajaran secara konvensional. Sementara pada sekolah kategori atas,
tidak terdapat perbedaan disposisi matematis maupun persepsi siswa
terhadap kreativitas antarkategori pembelajaran.
2. Pada sekolah kategori atas, terdapat interaksi antara faktor pembelajaran
dengan faktor KAM terhadap persepsi terhadap kreativitas. Sementara pada
interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor KAM terhadap kemampuan
berpikir kreatif matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis,
maupun disposisi matematis. Di sisi lain, terdapat interaksi antara faktor
pembelajaran dengan faktor kategori sekolah terhadap disposisi matematis
maupun persepsi terhadap kreativitas. Sebaliknya, tidak terdapat interaksi
demikian terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis maupun kemampuan
pemecahan masalah matematis.
3. Terdapat asosiasi antara persepsi terhadap kreativitas dengan kemampuan
berpikir kreatif matematis maupun disposisi matematis. Sebaliknya, tidak
terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kreatif matematis dengan
kemampuan pemecahan masalah matematis maupun disposisi matematis. Juga,
tidak terdapat asosiasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis
dengan disposisi matematis.
B. Implikasi
Penelitian ini mengkaji pengaruh pembelajaran dengan strategi MHM
berbasis masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan
masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap kreativitas. Melalui
pembelajaran demikan, siswa melakukan kebiasaan-kebiasaan berpikir matematis
untuk menyelesaikan masalah kontekstual dengan pengetahuan yang mereka
miliki. Masalah kontekstual tersebut berfungsi sebagai pemicu bagi proses belajar
siswa dalam membangun pengetahuan dan mengembangkan kemampuan berpikir
kreatif, kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi
149
Kebiasaan-kebiasaan matematis dalam pembelajaran dengan strategi MHM
berbasis masalah itu adalah (1) mengeksplorasi ide-ide matematis; (2) merefleksi
kebenaran atau kesesuaian jawaban; (3) mengidentifikasi strategi pemecahan
masalah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam skala yang
lebih luas; (4) bertanya pada diri sendiri apakah terdapat “sesuatu yang lebih” dari
aktivitas matematika yang telah dilakukan (generalisasi); (5) memformulasi
pertanyaan; dan (6) mengkonstruksi contoh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan strategi MHM berbasis masalah memiliki kemampuan berpikir kreatif
matematis yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara
konvensional. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada sekolah kategori
sedang, siswa yang mengikuti demikian memiliki kemampuan pemecahan
masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas yang
lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional.
Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa kebiasaan-kebiasaan berpikir matematis
yang dilakukan secara bersinambung untuk mengeksplorasi masalah-masalah
kontekstual melalui aktivitas diskusi kelompok berimplikasi pada terbentuknya
kemampuan berpikir kreatif matematis. Kebiasaan-kebiasaan demikian juga
berimplikasi pada terbentuknya kemampuan pemecahan masalah matematis,
disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas, terutama pada siswa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kategori sekolah berpengaruh
secara signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi
matematis, dan persepsi terhadap kreativitas. Hal ini berarti siswa sekolah
kategori atas memiliki kemampuan pemecahan masalah, disposisi matematis, dan
peprsepsi terhadap kreativitas yang secara signifikan lebih baik daripada siswa
sekolah kategori sedang. Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa faktor kognitif
yang tercermin dari faktor kategori sekolah berpengaruh dalam pengembangan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa faktor kognitif, yang ditunjukkan oleh kemampuan
pemecahan masalah matematis, sejalan dengan faktor afektif, yang ditunjukkan
oleh disposisi matematis dan persepsi terhadap kreativitas.
Signifikansi pengaruh faktor kategori sekolah terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi terhadap
kreativitas sebagaimana diuraikan di atas sejalan dengan fakta di kelas.
Berdasarkan pengamatan peneliti, siswa sekolah kategori atas telah menunjukkan
budaya belajar yang cukup baik dan positif. Keingintahuan yang tinggi, hasrat
untuk maju, kemauan untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, atau
kemauan untuk memberikan respon positif terhadap pertanyaan guru maupun
terhadap tugas, secara umum, telah tampak pada diri siswa sekolah kategeri ini.
Budaya belajar demikian secara umum belum tumbuh pada diri siswa sekolah
kategori sedang. Budaya belajar yang berbeda antara siswa sekolah kategori atas
dengan siswa sekolah kategori sedang tersebut tercermin pada perbedaan skor
151
disposisi matematis berperan dalam mendukung tumbuhnya kemampuan berpikir
kreatif matematis maupun kemampuan pemecahan masalah matematis, maka
pengembangan disposisi matematis yang secara operasional dilakukan dengan
pengembangan budaya belajar yang positif juga penting dilakukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara faktor
pembelajaran dengan faktor KAM maupun dengan faktor kategori sekolah
terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan pemecahan
masalah matematis. Hal ini berarti pengaruh faktor pembelajaran terhadap
kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan pemecahan masalah
matematis tidak bergantung pada faktor KAM maupun faktor kategori sekolah.
Dengan kata lain, pengaruh pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah
terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan pemecahan
masalah matematis pada masing kategori KAM maupun pada
masing-masing kategori sekolah adalah serupa. Hal ini berimplikasi bahwa pembelajaran
dengan strategi MHM berbasis masalah relatif sesuai untuk semua kategori KAM
maupun kategori sekolah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pembelajaran berinteraksi
dengan faktor kategori sekolah dan sebaliknya tidak berinteraksi dengan faktor
kategori KAM terhadap disposisi matematis. Hal ini berarti, pengaruh faktor
pembelajaran terhadap disposisi matematis bergantung pada kategori sekolah dan
sebaliknya tidak bergantung pada kategori KAM. Dengan kata lain, pengaruh
pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah terhadap disposisi
pada masing-masing kategori sekolah. Dalam hal ini, pada sekolah kategori
sedang, pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah berpengaruh secara
signifikan terhadap disposisi matematis, sedangkan pada sekolah kategori atas
tidak demikian. Hal ini berimplikasi bahwa pembelajaran demikian cenderung
lebih sesuai untuk siswa sekolah kategori sedang untuk mengembangkan disposisi
matematis siswa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis
berasosiasi dengan persepsi terhadap kreativitas. Di sisi lain, kemampuan
pemecahan masalah cenderung berasosiasi dengan disposisi matematis.
Temuan-temuan ini berimplikasi bahwa pengembangan kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah perlu dilakukan secara simultan dengan
pengembangan persepsi terhadap kreativitas dan disposisi matematis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sekolah kategori sedang, siswa
yang mengikuti pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah memiliki
kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan persepsi
terhadap kreativitas yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran
secara konvensional. Sedangkan pada sekolah kategori atas, tidak terdapat
perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis, disposisi matematis, dan
persepsi terhadap kreativitas dari siswa antarkategori pembelajaran. Temuan lain
menunjukkan bahwa siswa sekolah kategori atas yang mengikuti pembelajaran
secara konvensional memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis yang lebih
baik daripada siswa sekolah kategori sedang yang mengikuti pembelajaran
demikian. Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif
153
strategi MHM berbasis masalah. Temuan demikian berimplikasi bahwa siswa
sekolah kategori sedang memperoleh manfaat lebih dari praktik pembelajaran
dengan strategi MHM berbasis masalah dalam mengembangkan kemampuan
berpikir kreatif matematis.
Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini berupa LKS yang memuat
masalah-masalah kontekstual yang disertai langkah-langkah terstruktur atau
sistematis yang memandu siswa dalam membangun pengetahuan dan
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan
masalah matematis. Diduga kuat karakteristik bahan ajar demikian sangat
membantu siswa sekolah kategori sedang atau siswa dengan kemampuan awal
matematis relatif rendah dalam membangun pengetahuan dan mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan pemecahan masalah
matematis. Hal demikian dapat menjelaskan mengapa siswa sekolah kategori
sedang memperoleh manfaat lebih dari pembelajaran dengan strategi MHM
berbasis masalah dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis.
Temuan yang menunjukkan bahwa siswa sekolah kategori sedang
memperoleh manfaat lebih dari praktik pembelajaran dengan strategi MHM
berbasis masalah dalam mengembanhkan kemampuan berpikir kreatif matematis
berimplikasi bahwa penggunaan bahan ajar perlu memperhatikan kategori
sekolah. Pada sekolah kategori sedang, bahan ajar yang menyajikan
langkah-langkah terstruktur sangat diperlukan siswa dalam membangun pengetahuan dan
kemampuan matematis mereka. Sementara pada sekolah kategori atas,
langkah-langkah terstruktur tersebut perlu dikurangi guna memberikan kesempatan kepada
Faktor lain yang dapat menjelaskan mengapa siswa sekolah kategori sedang
atau siswa berkemampuan matematis relatif rendah memperoleh manfaat lebih
dari pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah adalah keterlibatan
siswa dalam aktivitas diskusi kelompok. Dalam penelitian ini, kelompok diskusi
dibentuk dengan mempertimbangkan keberagaman kemampuan siswa. Melalui
diskusi kelompok, siswa saling berbagi manfaat dengan teman diskusi mereka.
Siswa dengan kemampuan tinggi dapat memantapkan pemahaman mereka ketika
menjelaskan ide-idenya. Demikian pula, siswa dengan kategori berkemampuan
matematis rendah dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dari penjelasan
teman mereka yang mungkin lebih mudah dipahami.
Menurut Vigotsky (1978), melalui aktivitas diskusi, siswa dapat
mengembangkan kemampuan aktualnya. Perkembangan kemampuan kognitif
siswa terbagi ke dalam dua tahap, yaitu perkembangan aktual dan perkembangan
potensial. Perkembangan aktual diperoleh ketika siswa melakukan aktivitas
matematis seperti menyelesaikan masalah matematis secara individual. Sedangkan
perkembangan potensial dicapai ketika siswa berinteraksi dengan orang lain
dengan kemampuan lebih tinggi. Dalam konteks pembelajaran, orang lain tersebut
adalah guru atau teman diskusi kelompok yang memiliki kemampuan lebih. Jarak
antara perkembangan aktual dan perkembangan potensial itu disebut Zone of
Proximal Development (ZPD). Perkembangan potensial ini dipicu dengan masalah
yang menantang.
Salah satu kebiasaan berpikir matematis yang dibangun melalui
pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah adalah mengidentifikasi
155
dalam skala lebih luas dan bertanya pada diri sendiri apakah terdapat “sesuatu
yang lebih” dari aktivitas matematika yang telah dilakukan. Kebiasaan-kebiasaan
demikian memungkinkan siswa membangun pengetahuan atau konsep dan strategi
mereka sendiri untuk menyelesaikan masalah. Kebiasaan demikian merupakan
sejalan dengan filosofi konstruktivisme. Menurut Hein (1996), konstruktivisme
mengasumsikan bahwa siswa harus mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri.
Kebiasaan demikian memungkinkan siswa mengembangkan potensi kreatifnya.
Konstruktivisme dan berpikir kreatif mempunyai ide atau kata kunci sama, yakni
mengkonstruksi atau mencipta. Individu dikatakan kreatif apabila ia mampu
mencipta atau mengkonstruksi. Sebaliknya dapat dikatakan bahwa pembelajaran
dengan filosofi konstruktivisme sebagai proses kreatif.
Melalui pembelajaran dengan strategi MHM berbasis masalah, faktor
kebiasaan berpikir matematis, masalah kontekstual, bahan ajar, aktivitas diskusi
saling bertalian dalam mempengaruhi pengembangan kemampuan berpikir kreatif,
kemampuan pemecahan masalah, dan disposisi matematis, serta persepsi terhadap
kreativitas. Keterkaitan tersebut diilustrasikan sebagai berikut.
Gambar 5.1 Pengembangan KBKM, KPMM, Disposisi Matematis, dan Persepsi terhadap Kreativitas
Perkembangan Potensial
Perkembangan Aktual Interaksi dg individu
bekemampuan lebih tinggi KBKM, KPMM, & Disposisi Matematis,
C. Rekomendasi
Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian, berikut ini disajikan
beberapa rekomendasi yang bersesuaian.
1. Strategi MHM berbasis masalah perlu diterapkan dalam skala lebih luas
sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif matematis. Strategi ini juga dapat dijadikan
alternatif untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis,
disposisi matematis, dan persepsi terhadap kreativitas, terutama pada siswa
dengan kemampuan matematis relatif rendah.
2. Penerapan strategi MHM berbasis masalah hendaknya memperhatikan faktor
kategori sekolah. Di sekolah kategori sedang, bahan ajar yang memuat
langkah-langkah terstruktur sangat diperlukan guna membantu proses belajar
siswa, sedangkan pada sekolah kategori atas, langkah-langkah tersebut dapat
disederhanakan guna memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengeksplorasi strategi mereka sendiri.
3. Pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemampuan
pemecahan masalah matematis hendaknya dilakukan secara simultan dengan
pengembangan persepsi terhadap kreativitas dan disposisi matematis.
4. Aktivitas diskusi kelompok hendaknya dipraktikkan dalam pembelajaran
matematika. Melalui aktivitas diskusi kelompok, siswa berkemampuan
matematis relatif tinggi dapat lebih memantapkan pemahamannya, sedangkan
siswa berkemampuan matematis rendah dapat memperoleh pemahaman yang
lebih baik dari penjelasan teman mereka yang mungkin lebih mudah