Yunita, 2016
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam Bab pertama ini, penulis akan menguraikan fokus masalah yang
dijadikan sebagai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan,
manfaat penelitian dan struktur organisasi penulisan tesis. Uraian dalam bab ini
antara lain sebagai berikut:
A. Latar Belakang Penelitian
Guru adalah salah satu pekerjaan yang dipilih seseorang, disesuaikan
dengan minat dan kemampuannya. Menurut Sumsion (2005) profesi guru di
Taman Kanak-kanak adalah pekerjaan yang kental dengan isu gender (Moss,
2000) karena profesi ini banyak dilakukan oleh wanita dibandingkan
laki-laki.
Hal tersebut dapat dilihat dari data-data di bawah ini yang menyatakan
guru laki-laki sangat sedikit di TK. Disebagian besar negara Eropa hanya
1-4% guru laki-laki yang mengajar di Taman Kanak-kanak (Peteers, 2007;
Sumsion, 2005; Tsigra, 2010) dan 8% di negara Denmark dan Spanyol
(Sumsion, 2005; Tsigra, 2010), sedangkan data yang peneliti dapatkan saat
mengikuti tes Program Latihan Profesi Guru di Bandung, dari 40 guru di
kelas hanya ada 2 orang guru laki-laki dan sisanya adalah guru perempuan.
Kedua guru laki-laki tersebut hanya mengajar sebagai guru B.Inggris dan
bekerja dibagian administrasi. Selanjutnya saat peneliti menjadi operator
sekolah kecamatan coblong ternyata hanya ada 1 orang guru laki-laki yang
mengajar di TK dari 157 orang guru yang terdiri dari 31 sekolah (IGTKI
Coblong, 2014). Dari dua hal tersebut dapat dilihat bahwa masih sedikit guru
laki-laki yang mengajar di TK dan menjadi Guru Kelas.
Banyaknya hambatan yang dihadapi oleh laki-laki ketika ingin
menjadi guru maupun setelah menjadi guru di Taman Kanak-kanak
(Capuozzo, 2011; Daitmans, 2011; Gundling, 2011; Sheppard, 2011; Wardle,
Yunita, 2016
perempuan dalam profesi ini lebih dominan dibandingkan laki-laki karena
jumlahnya yang lebih banyak. Meskipun tidak ada peraturan dalam
Permendikbud No. 137 tahun 2014 dan Permen Pendidik PAUD No. 16 tahun
2007 yang menyatakan bahwa profesi ini hanya cocok untuk salah satu
gender (Kemendikbud, 2007a; Kemendikbud, 2014b) namun Taman
Kanak-kanak masih kental dengan budaya perempuan di masyarakat. Pandangan
orang tua dan lembaga-lembaga sekolah masih menganggap bahwa
perempuan adalah sosok yang tepat untuk mengajar di Taman Kanak-kanak
(Daitsman, 2011). Dominasi perempuan menyebabkan guru laki-laki
dianggap gay ketika mengambil profesi ini (Capuozzo, 2011; Sheppard, 2011;
Wardle, 2011). Gaji yang kecil dan kualifikasi yang tinggi menyebabkan
minat laki-laki berkurang. Menurut Skelton (2002), Brownhill &
MacCromack (2014) karena beberapa hal tersebut menyebabkan adanya
pandangan tentang feminisasi dalam pengajaran di Taman Kanak-kanak dan
hal tersebut akan mengakibatkan dampak yang negatif bagi anak. Meskipun
demikian, hal tersebut menyebabkan permintaan guru laki-laki di TK menjadi
bertambah banyak dan motivasi guru laki-laki untuk mengajar di Taman
Kanak-kanak lebih besar.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa guru laki-laki sosoknya
memberikan banyak manfaat bagi perkembangan anak (Scelfo, 2007;
Sommers, 2000; Maine Boys Network, 2007; Johnson, 2008). Seimbangnya
sosok guru laki-laki dan perempuan di sekolah akan memberikan dampak
lebih baik dibanding hanya didominasi oleh salah satu sosok guru saja.
Di bawah ini manfaat adanya sosok laki-laki di Taman Kanak-kanak,
Pertama, guru laki-laki dapat dijadikan contoh sebagai laki-laki tradisional
bagi anak yang tidak memiliki figur ayah dirumah (Jensen, 1996), dan hal
tersebut, diyakini oleh salah satu TK yang dijadikan tempat penelitian dalam
penelitian ini. Kepala sekolah di TK tersebut menyatakan bahwa TK nya
biasanya akan memasukan anak yang tidak memiliki sosok ayah untuk masuk
ke kelas yang diajar oleh guru laki-laki di sekolahnya selama rasio anak dan
Yunita, 2016
mendisiplinkan anak, memiliki otoritas atau man power (Jensen, 1996; Owen,
2003, Sargent, 2005; Tsigra, 2010). Ketiga, dapat mengkonstruksi
perkembangan gender anak laki-laki dengan mengajarkan bagaimana
seharusnya anak laki-laki bersikap atau berprilaku serta memperlihatkan
sosok laki-laki yang positif bagi anak perempuan. Keempat, lebih fleksible
dalam memberikan kesempatan pengalaman dan tidak mengintervensi agar
anak tidak membentuk pelabelan atau steriotyfe terhadap gender (Jensen,
1996; Tsigra, 2010). Kelima, menjadi role model bagi anak laki-laki (Tsigra,
2010). Keenam, dapat menghilangkan paradigma bahwa guru TK adalah
profesi perempuan karena laki-laki mengerjakan tugas-tugas mengajar seperti
guru perempuan (Sargent, 2005; Tsigra, 2010).
Dari semua hal di atas, maka guru laki-laki sangat penting
keberadaannya bagi anak. Hanya jarang sekali sosok guru laki-laki yang
dilihat dari cara atau gaya mereka mengajar di kelas. Ada hal yang terlupakan
dalam pentingnya guru laki-laki di Taman Kanak-kanak, bahwa guru laki-laki
sosoknya bukan hanya sebagai pengganti figur ayah, ataupun sebagai role
model. Role model tidak dipengaruhi oleh gender karena hal tersebut hanya
sebagian dari tugas seorang guru (Brownhill 2010; Brownhill & McCormack,
2014, Skelton, 2009).
Salah satu yang terlupakan bahwa guru laki-laki juga memiliki tugas
yang sama sebagai pengajar yaitu mengajar di kelas. Meskipun sosok wanita
identik dengan mendidik anak karena wanita melahirkan dan menyusui
(Daitsman, 2011) namun pandangan tersebut kurang tepat karena tugas guru
hanya dilihat sebagai pengasuhan dan bukan sebagai pengajaran pada anak
(Acker, 1989; De Lyon & Migniuolo, 1989; Skelton, 2009). Guru laki-laki
memiliki kewajiban yang sama dengan guru perempuan (Sargent, 2005).
Parnell (2011) menyatakan bahwa guru laki-laki belajar bagaimana menjadi
lembut, penuh kasih sayang, mengeksplorasi dan mengajar dengan
menyenangkan, rapat dipagi hari, belajar merencanakan aktivitas harian untuk
berbagai macam tingkatan kelas (RPP atau SKH), berdiskusi tentang topik
Yunita, 2016
Taman Kanak-kanak. Dalam penelitiannya Skelton (2009) menyatakan
bahwa ketika guru laki-laki dan perempuan mengajar di kelas, mereka hanya
fokus dengan bagaimana mereka mengajar serta membantu perkembangan
anak dengan baik.
Mengajar berkaitan dengan bagaimana seorang guru menerapkan gaya
mengajarnya sesuai dengan karakteristik anak agar semua aspek
perkembangannya tercapai. Menurut Grasha (2002) gaya mengajar adalah
bagaimana penampilan seorang guru saat berada di kelas, meliputi prilaku
fisik, mental, spiritual, mendengarkan, berbicara, merespon, suara, gaya,
gesture, memfasilitasi, mendorong, peka terhadap suatu hal yang terjadi serta
terbuka dalam semua pertanyaan yang ada.
Gaya mengajar guru laki-laki yaitu mendominasi, cerewet,
mengontrol kelas (Wood, 2012; McDowell, 1993; Lacey, Saleh, & Gorman,
1998), menekankan kepada kelompok belajar dan kegiatan yang lebih
terstruktur (Lacey, Saleh, & Gorman, 1998), lebih banyak bertanya kepada
anak agar terjadi interaksi antara anak dan guru, meskipun pertanyaannya
pendek namun berkelanjutan (Rashidi & Naderi, 2012). Guru laki-laki
menggunakan kewenangan mereka untuk melibatkan siswa dalam kegiatan
pembelajaran dengan memberikan tugas yang memiliki tujuan tertentu untuk
kepentingan anak (Chudgar & Sankar, 2008).
Penelitian tentang gaya mengajar laki-laki di Taman Kanak-kanak
belum pernah ada sebelumnya namun penelitian tentang perbandingan gaya
mengajar laki-laki dan perempuan pernah dilakukan pada guru Sekolah
Menengah Pertama dan Perguruan Tinggi. Islahi & Nasreen (2013) dalam
penelitiannya pada guru laki-laki dan perempuan di SMP menyatakan bahwa
gender bukanlah salah satu yang menyebabkan gaya mengajar seorang guru
lebih efektif bagi perkembangan anak, laki-laki dan perempuan memiliki
kesempatan yang sama untuk memberikan pengajaran yang efektif bagi anak.
Dalam penelitian lainnya, Laird (2007) menyatakan bahwa laki-laki
dan perempuan di Perguruan Tinggi menggunakan berbagai macam gaya
Yunita, 2016
dicapai untuk kepentingan siswa. Dari kedua penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa gaya mengajar guru laki-laki dan perempuan tidaklah
berbeda, yang membuat gaya mengajar berbeda tergantung settingan kelas,
lingkungan, jurusan, dan tujuan yang akan guru capai. Meskipun demikian,
Grasha (2002) menyatakan dalam penelitiannya bahwa laki-laki biasanya
menggunakan gaya mengajar formal authority dan personal model saat berada
di kelas pada tingkat Perguruan Tinggi. Dalam keefektifan pengajaran di
kelas pun, gaya mengajar laki-laki dan perempuan tidak dapat dibandingkan
mana yang lebih baik karena laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan
yang sama dalam menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dan bukan
berdasarkan kepada gender. Sama halnya dalam tingkat pendidikan di Taman
Kanak-kanak, guru laki-laki dan perempuan seharusnya memiliki kesempatan
yang sama untuk mengajar dan menyesuaikan gaya mengajarnya sesuai
dengan kebutuhan anak di kelas.
Berdasarkan uraian di atas dan research yang telah dilakukan
sebelumnya, maka studi ini ingin mengkritisi, mencari tahu dan membuktikan
bahwa guru laki-laki dapat mengajar di Taman Kanak-kanak dengan melihat
bagaimana gaya mengajar guru laki-laki dalam tahapan proses pembelajaran
serta hambatannya di Taman Kanak-kanak. Selain itu, penelitian ini ingin
melihat manfaat yang dapat diberikan oleh guru laki-laki terhadap
perkembangan anak di Taman Kanak-kanak. Implikasi dari penelitian ini
yaitu menemukan gaya mengajar yang tepat dan sesuai yang dapat diterapkan
oleh guru laki-laki di Taman Kanak-kanak. Oleh sebab itu, judul dari
penelitian ini adalah Gaya Mengajar Guru Laki-Laki di Taman Kanak-kanak.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Isu yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini yaitu masih
banyaknya masyarakat yang berpandangan bahwa guru perempuan lebih
pantas mengajar di TK dan tidak untuk guru laki-laki. Terutama dalam
mendidik dan mengajar anak, gaya mengajar guru laki-laki dianggap kurang
Yunita, 2016
anak sedangkan laki-laki tidak. Hal tersebut dikuatkan bahwa guru laki-laki
biasanya menggunakan gaya mengajar formal authority dan personal model
(Grasha, 2002), yang biasanya digunakan kepada siswa tingkat atas.
Meskipun demikian, dalam penelitian Laird (2007), Islahi & Nasreen (2013)
dalam setting tingkat pendidikan yang berbeda menyatakan bahwa gaya
mengajar guru laki-laki dan perempuan tidaklah berbeda, yang membuat gaya
mengajar berbeda tergantung settingan kelas, lingkungan, jurusan, dan tujuan
yang akan guru capai. Dalam keefektifan pengajaran di kelas pun, gaya
mengajar laki-laki dan perempuan tidak dapat dibandingkan mana yang lebih
baik karena laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam
menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dan bukan berdasarkan kepada
gender. Sama halnya dalam tingkat pendidikan di Taman Kanak-kanak, guru
laki-laki dan perempuan seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk
mengajar dan menyesuaikan gaya mengajarnya sesuai dengan kebutuhan
anak di kelas.
Adapun uraian dari pokok permasalahan di atas terkait dengan
kekeliruan pemahaman tentang guru laki-laki dihubungkan dengan
bagaimana gaya mengajarnya di kelas antara lain sebagai berikut:
1. Banyaknya pandangan bahwa guru laki-laki tidak dapat mengajar di TK
karena yang melahirkan dan mengasuh anak adalah perempuan. Hal
tersebut menyebabkan guru perempuan lebih dibutuhkan di Taman
Kanak-kanak.
2. Gaya mengajar guru laki-laki tidak tepat dalam setting Taman
Kanak-kanak.
3. Gaya mengajar laki-laki menggunakan gaya mengajar formal authority
dan personal model.
4. Gaya mengajar guru laki-laki dan perempuan tidaklah berbeda, yang
membuat gaya mengajar berbeda tergantung settingan kelas,
lingkungan, jurusan, dan tujuan yang akan guru capai (Laird, 2007).
5. Gaya mengajar laki-laki dan perempuan tidak dapat dibandingkan mana
Yunita, 2016
yang sama dalam menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dan
bukan berdasarkan kepada gender (Islahi & Nasreen, 2013).
6. Gaya mengajar yang ditampilkan oleh guru laki-laki dalam proses
pembelajaran dapat membantah ataupun mengkuatkan bahwa laki-laki
dapat mengajar di Taman Kanak-kanak atau tidak.
Sesuai dengan latar belakang dan fokus masalah di atas maka
pertanyaan penelitian dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana pandangan guru laki-laki tentang jarangnya laki-laki mengajar
di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab guru laki-laki berminat mengajar di
Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini?
3. Bagaimana gaya mengajar laki-laki pada proses pembelajaran di Taman
Kanak-kanak dalam penelitian ini?
4. Apa kesulitan dan hambatan yang dihadapi laki-laki saat mengajar di
Taman kanak-kanak dalam penelitian ini?
5. Apa manfaatnya gaya mengajar laki-laki di Taman Kanak-kanak untuk
perkembangan anak dalam penelitian ini?
C. Tujuan Penelitian
Dengan rumusan masalah penelitian di atas maka tujuan penelitian ini
adalah
1. Untuk mengetahui pandangan guru laki-laki tentang jarangnya laki-laki
mengajar di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab guru laki-laki berminat
mengajar di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini.
3. Untuk mengetahui gaya mengajar pada proses pembelajaran di Taman
Kanak-kanak dalam penelitian ini.
4. Untuk mengetahui kesulitan dan hambatan yang dihadapi laki-laki saat
Yunita, 2016
5. Untuk mengetahui manfaat gaya mengajar laki-laki di Taman
Kanak-kanak terhadap perkembangan anak dalam penelitian ini.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
pengetahuan tentang pandangan, faktor yang mempengaruhi guru laki-laki
mengajar di Taman kanak-kanan. Selain itu memberikan informasi gaya
mengajar guru laki-laki dalam tahapan proses pembelajaran yang sesuai bagi
anak di Taman Kanak-kanak, hambatan dan kesulitan yang dihadapi laki-laki
saat mengajar di Taman Kanak-kanak serta mengetahui manfaatnya bagi
perkembangan anak sebagai rujukan bagi peneliti-peneliti lainnya yang ingin
melanjutkan penelitian yang serupa.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan rujukan yang dapat diaplikasikan oleh guru dalam proses belajar
mengajar di Taman Kanak-kanak khususnya bagi guru laki-laki.
E. Struktur Organisasi Penulisan Tesis
Sitematika penulisan dalam penelitian ini meliputi beberapa bagian
antara lain sebagai berikut:
1. Bab I berisi tentang latar belakang masalah yang dikaji oleh penulis
terkait dengan isu gaya mengajar laki-laki di Taman Kanak-kanak serta
berbagai faktor dan hambatan di dalamnya serta keikutsertaan laki-laki
dalam mengajar di Taman Kanak-kanak. Bab ini juga berisi tentang
rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian beserta
sistematika penulisan.
2. Bab II berisi tentang landasan teori dalam penelitian ini yang terdiri teori
terkait dengan gaya mengajar guru di Taman Kanak-kanak yang meliputi
definisi, tipe, karakteristik, dan gaya mengajar secara umum dan gaya
mengajar laki-laki secara khusus. Teori lain yang dikaji dalam bab ini
Yunita, 2016
Selain dua teori pokok tersebut, bab ini juga disertai dengan kajian
penelitian-penelitian terdahulu yang dapat menjadi penunjang dan
landasan dalam pelaksanaan penelitian ini.
3. Bab III berisi tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi subjek dan lokasi penelitian, metode dan desain
penelitian, penjelas istilah, teknik pengumpulan data, instrumen
penelitian hingga teknik analisis data.
4. Bab IV berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan. Bab IV ini akan
menguraikan tentang hasil dan uraian pembahasan terkait dengan gaya
mengajar guru laki-laki di TK beserta hambatan dan manfaatnya bagi
perkembangan anak.
5. Bab V berisi tentang kesimpulan penelitian dan rekomendasi yang