DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 8
1.3. Rumusan Masalah ... 9
1.4. Tujuan Penelitian ... 9
1.5. Manfaat Penelitian ... 10
1.6. Kerangka Berpikir ... 11
1.7. Definisi Operasional ... 15
1.8. Metode Penelitian ... 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 19
2.2. Kedisiplinan Guru ... 26
2.3. Prasarana Sarana ... 29
2.4. Sikap Profesional Guru ... 31
2.4. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Disain Penelitian ... 37
3.2. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 38
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 43
3.5. Uji Coba Instrumen ... 44
3.6. Revisi Instrumen ... 48
3.7. Prosedur Penelitian dan Teknik analisis Data ... 49
3.8. Hipotesis Statistik ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Sekolah Menengah Negeri 1 Cimahi ... 56
4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 57
4.2.1. Analisis Deskriptif Data Variabel ... 57
4.2.2. Uji Persyaratan Analisis ... 69
4.2.3. Pengujian Hipotesis ... 70
4.2.4. Interpretasi Hasil Penelitian ... 101
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 103
4.4. Keterbatasan Penelitian ... 107
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 108
5.2. Implikasi ... 111
5.3. Saran ... 114
DAFTAR PUSTAKA ... 118
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan merupakan
salah satu penentu mutu sumber daya manusia. Mutu pendidikan ditentukan oleh
banyak faktor antara lain : tenaga kependidikan, prasarana dan sarana, biaya dan
lain-lain. Komponen lebih banyak berperan adalah tenaga kependidikan yang bermutu
yaitu yang mampu menjawab tantangan-tantangan dengan cepat dan bertanggung
jawab. Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang
profesional. Tenaga kependidikan yang profesional perlu pengembangan dengan
dukungan dari pihak yang mempunyai peran penting yaitu kepala sekolah. Salah satu
upaya meningkatkan mutu pendidikan yang ada adalah melakukan pemberdayaan
kepala sekolah. Kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya
sekolah terutama guru-guru dan karyawan sekolah.
Peranan kepala sekolah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan sangat
besar, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan sekolah sebagian
besar ditentukan oleh kualitas kepala sekolah. Penataan fisik dan administrasi atau
ketatalaksanaan perlu dibina agar disiplin dan semangat belajar siswa tetap tinggi.
Semua mensyaratkan perlunya penerapan kepemimpinan pendidikan oleh seorang
kepala sekolah, karena kata pemimpin memberikan konotasi kemampuan
menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberi teladan,
Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan
kebijaksanaan kepala sekolah sebagai salah satu pemimpin pendidikan. Kepala
sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang
bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru
dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
M. Soleh (2007).peran Kepala Sekolah dalam pemberdayaan guru.Tersedia
:http://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/peran kepala
sekolah-dalam-pemberdayaan-guru/ [15 nov 2007], menuliskan :
“Kepala Sekolah memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan, karena atas perannya sebagai manajer di sekolah dituntut untuk mampu : (1) mengadakan prediksi masa depan sekolah, misal nya tentang kualitas yang diinginkan masyarakat, (2) melakukan inovasi dengan mengambil inisiatif dan kegiatan-kegiatan yang kreatif untuk kemajuan sekolah, (3) menciptakan strategi atau kebijakan untuk mensukseskan pikiran-pikiran yang inovatif tersebut, (4) menyusun perencanaan, baik perencanaan strategis maupun perencanaan operasional, (5) menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikan, (6) melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan dan hasilnya. Dan sebagai pemimpin maka kepala sekolah harus mampu menggerakkan orang lain agar secara sadar dan sukarela melaksanakan kewajibannya secara baik sesuai dengan apa yang diharapkan pimpinan dalam mencapai tujuan. “
Perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), memuat tujuh
peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik), (2) manajer, (3)
administrator, (4) supervisor (penyelia), (5) leader (pemimpin), (6) innovator, dan (7)
motivator.
Kepala sekolah sebagai supervisor membina dan membantu guru-guru baik
dengan tujuan memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi
belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas. Kepala sekolah sebagai manajer
sekolah dituntut untuk dapat menciptakan manajemen sekolah yang efektif sesuai
dengan peran dan tugas-tugas di atas,.
Usaha meningkatkan mutu sekolah, oleh seorang kepala sekolah adalah dapat
memperbaiki dan mengembangkan fasilitas sekolah; misalnya gedung, perlengkapan /
peralatan, keuangan, sistem pencatatan / pendataan, kesejahteraan dan lain-lain yang
semuanya ini tercakup dalam bidang administrasi pendidikan, kepala sekolah
berfungsi sebagai administrator pendidikan.
Usaha peningkatan mutu dapat pula dilakukan dengan cara meningkatkan
mutu guru-guru dan seluruh staf sekolah, misalnya melalui rapat-rapat, diskusi,
seminar, observasi kelas, penataran, perpustakaan, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan
dapat digolongkan pada kegiatan supervisi, fungsi kepala sekolah adalah sebagai
supervisor (penyelia)pendidikan.
Guru dituntut untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan
penyesuaian penguasaan kompetensinya untuk mengantisipasi perkembangan dan
tantangan kehidupan global peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang
akan semakin kompleks, sehingga perlu upaya keras dari sivitas lembaga pendidikan
dalam mempersiapkan infrastrukturnya baik perangkat keras, maupun perangkat
lunak. Kepala sekolah sebagai inovator pendidikan dituntut mengatur agar pada guru
dan staff lain bekerja secara optimal, dengan mendayagunakan prasarana/sarana yang
demi ketercapaian tujuan sekolah. Kepala sekolah selaku motivator dituntut memiliki
strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan
dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya agar seluruh komponen pendidikan
dapat diberdayakan secara optimal . Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui
pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan,
penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui
pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).
Waluya dan Zendri (2006) ).Kontribusi Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan terhadap sikap disiplin siswa di sekolah.Tersedia
:http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0606106-103409/[06 juni 2007]
menuliskan :
“Dalam proses pembelajaran, keberhasilan tidak terlepas dari cara guru mengajar dan siswa belajar. Selain itu juga, proses pembelajaran akan berhasil dan berdaya guna secara efektif apabila dilaksanakan dengan baik dan berdisiplin tinggi. Penerapan disiplin yang tinggi akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Manfaat dan kegunaan disiplin akan terasa baik oleh guru, siswa, dan tenaga kependidikan lainnya dalam proses pembelajaran disekolah. Hal ini terjadi jika disiplin ini benar-benar dilakukan, akan tetapi apabila disiplin tidak dilaksanakan secara benar, maka akan menyebabkan terjadinya pelanggaran disiplin. Pelanggaran disiplin ini akan berakibat negatif bagi hasil pembelajaran itu sendiri.”
Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia selain tergantung kepada
kualitas guru, juga harus ditunjang dengan prasarana dan sarana pendidikan yang
memadai. Surya (2004 : 77) mengemukakan :
dipelajari bermakna bagi siswa, (7) lingkungan belajar kondusif serta (8) prasarana dan sarana belajar sangat menunjang.”
Kenyataan dilapangan menunjukkan banyak kepala sekolah yang takut
mengambil inisiatif dalam memimpin sekolahnya. Penyebabnya adalah karena
pengalaman kepemimpinan kepala sekolah yang bersifat instruktif dan top down telah
lama dipraktikkan di sebagian besar sekolah kita, ketika era sentralistik masih lama
dipraktikkan di sebagian besar sekolah kita, ketika era sentralistik masih berlangsung.
Suyanto (2007). Kepemimpinan kepala sekolah.Tersedia :
http://groups.yahoo.com/group/pakguruonline/message/2561/2007/2/8 kepemimpinan
kepala sekolah [8 feb. 2007] menuliskan : ” banyak kepala sekolah yang takut
mengambil inisiatif karena pengalaman kepemimpinan yang bersifat instruktif dan
Top – Down.”
Beberapa fenomena pendidikan persekolahan sebagai hasil dari model kepemimpinan
yang instruktif dan top down dapat kita sebutkan, antara lain, sistem target
pencapaian kurikulum, target jumlah kelulusan, formula kelulusan siswa, dan adanya
disain suatu proyek peningkatan kualitas sekolah yang harus dikaitkan dengan
peningkatan NEM (nilai ebtanas murni) secara instruktif. Sehingga berakibat pada
terbelenggunya seorang kepala sekolah dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknis. Dampak negatifnya ialah tertutupnya sekolah pada proses pembaruan dan
inovasi.
Martono (2007). Kepala Sekolah Jalankan Tipe Kepemimpinan Paternalistik.
jul 2007] menuliskan : “Sampai sekarang mayoritas kepemimpinan kepala sekolah
masih menjalankan tipe kepemimpinan paternalistik, yaitu terlalu ingin dihormati
lebih dan segala kebijakannya harus dilaksanakan sertamasih banyak kepala sekolah
belum berprofesi sebagai pemimpin.”
Kepemimpinan paternalistik akan membatasi munculnya kreativitas semua
unsur pendidikan. Model kepemimpinan paternalistik tidak sejalan dengan
perkembangan dunia pendidikan saat ini.
Kondisi prasarana dan sarana pendidikan yang dimiliki sebagian besar sekolah
di Indonesia masih kurang memadai seperti fasilitas laboratorium dan sebagainya.
Prasarana dan sarana sangat vital dalam kegiatan proses belajar dan mengajar.
Peralatan laboratorium di sebagian daerah masih sangat minim,terutama jika SMK itu
milik swasta, sangat jarang SMK swasta yang memiliki prasarana dan sarana, seperti
laboratorium, yang memadai. Pemberlakuan kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi), lebih menuntut guru untuk mengaitkan pembelajarannya dengan dunia
nyata, atau siswa mendapat gambaran miniatur tentang dunia nyata. Harapan itu tidak
mungkin tercapai tanpa bantuan alat-alat pembelajaran (prasarana dan sarana
pendidikan) yang memadai. Lampung Post 29 juni 2008 menuliskan, banyak orang
tua sekarang yang enggan menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri karena kondisi
gedungnya yang terkesan kumuh dan rapuh, juga kualitas gurunya dan kelengkapan
prasarana sarana pembelajaran yang kurang, misalnya tidak ada pembelajaran
komputer bagi siswa sebagai pilihan kegiatan ekstra. Media Pendidikan 23 maret
guru (kualitas dan kesejahteraan), penyediaan gedung dan sarana akademik yang
memadai, buku-buku pelajaran yang bermutu, dan kelengkapan akademik lainnya
masih sangat kurang dari perhatian pemerintah.
Kedisiplinan guru masih kurang karena masih banyak guru yang tidak
memahami tentang tugas dan tanggungjawabnya, mereka hanya beranggapan jika
proses pembelajaran di kelas telah selesai, maka selesai pula tugasnya. Lampung Post
yang menuliskan guru negeri berbeda dengan guru swasta dalam hal kedisiplinan dan
kreativitas. Siswa tidak hanya mendengar dan mencatat, tetapi juga diajak terlibat
dalam pembelajaran, misalnya dengan membuat kelompok diskusi. Kedisiplinan guru
sangat kurang di sekolah negeri, guru sering masuk terlambat kedalam kelas dan
siswa dipulangkan lebih cepat. Siswa juga jarang diberi pekerjaan rumah (PR),
padahal pekerjaan rumah adalah salah satu cara memotivasi siswa rajin belajar.
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran di sekolah masih tetap memegang
peranan yang penting. Peran kehadiran guru belum dapat diganti dan diambil alih
oleh faktor lain. Unsur-unsur manusiawi tidak dapat diganti oleh unsur lain. Guru
merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal
pada umumnya, karena bagi siswa, guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan
menjadi tokoh identifikasi diri. Guru merupakan unsur yang sangat mempengaruhi
tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid dan fasilitas lainnya di sekolah.
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam
guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan
profesional guru dan mutu kinerjanya.
Salamuddin (2007) Rumus Meningkatkan Mutu Pendidikan.Tersedia :
http://gurukemas.wordpress.com/2007/04/18/rumus-meningkatkan-mutu-pendidikan/.[15 nov 2007] menuliskan :
”Kecanggihan kurikulum dan panduan manajemen sekolah serta sarana prasarana yang memadai tidak akan berarti jika tidak ditangani oleh guru profesional. Karena itu tuntutan terhadap profesinalisme guru yang sering dilontarkan masyarakat dunia usaha/industri, legislatif, dan pemerintah adalah hal yang wajar untuk disikapi secara arif dan bijaksana.”
”Konsep tentang guru profesional ini selalu dikaitkan dengan pengetahuan tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan pembelajaran, penelitian pendidikan (tindakan kelas), evaluasi pembelajaran, kepemimpinan pendidikan, manajemen pengelolaan kelas/sekolah, serta tekhnologi informasi dan komunikasi. Fenomena menunjukkan bahwa kualitas profesionalisme guru kita masih rendah”.
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Cimahi yang mempunyai kelebihan
yaitu : termasuk salah satu sekolah bertaraf internasional dengan lama program 4
tahun, lulusannya banyak diserap oleh industri dan mempunyai program diploma 1
yang bekerjasama dengan Politeknik Manufaktur Bandung merupakan daya tarik
tersendiri untuk dikaji.
Peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “ Pengaruh
Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kedisiplinan Guru dan Kondisi Prasarana Sarana
terhadap Sikap Profesional Guru di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Cimahi”,
berdasarkan latar belakang penelitian.
1.2 Identifikasi Masalah.
1.2.1 Kepemimpinan kepala sekolah yang instruktif dan Top – Down menghambat
pembaharuan atau inovasi.
1.2.2 Kedisiplinan guru dalam menghadiri proses pembelajaran cenderung rendah.
1.2.3 Kondisi prasarana sarana yang masih kurang memadai.
1.2.4 Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi
prasarana sarana terhadap sikap profesional guru belum diketahui.
1.3 Perumusan Masalah.
Rumusan masalah dalam penelitian berdasarkan identifikasi masalah adalah
Bagaimanakah pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan
kondisi prasarana sarana terhadap sikap profesional guru di SMKN 1 Cimahi?
Lebih jelasnya masalah yang akan diteliti sebagai berikut :
1.3.1 Bagaimanakah pengaruh antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap
sikap profesional guru?.
1.3.2 Bagaimanakah pengaruh antara kedisiplinan guru terhadap sikap
profesional guru?.
1.3.3 Bagaimanakah pengaruh antara kondisi prasarana sarana terhadap sikap
profesional guru?.
1.3.4 Bagaimanakah pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru,
kondisi prasarana sarana secara bersama-sama terhadap sikap profesional
guru?.
1.4 Tujuan Penelitian.
“Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana
sarana terhadap sikap profesional guru di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1
Cimahi”.
Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
memperoleh informasi mengenai :
a. Pengaruh Kepemimpinan kepala sekolah terhadap sikap profesional
guru.
b. Pengaruh Kedisiplinan guru terhadap sikap profesional guru.
c. Pengaruh Kondisi prasarana sarana terhadap sikap profesional guru..
d. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan
kondisi prasarana sarana terhadap sikap profesional guru .
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi SMKN 1 Cimahi penelitian ini berguna untuk pengembangan
dan pengambilan keputusan dalam pembinaan sikap profesional guru terkait
kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana
sarana.
1.5.2 Bagi SPS UPI hasil penelitian ini dapat mengembangkan penelitian
tindakan kelas terkait dengan kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan
guru dan kondisi prasarana sarana dan sikap profesional guru.
1.5.3 Bagi peneliti dapat menambah wawasan mengenai penelitian korelatif
yang terkait dengan kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru, kondisi
1.6 Kerangka Berpikir.
Kepala sekolah memiliki peran dan tanggungjawab sebagai : manajer,
pemimpin, supervisor, administrator, inovator dan motivator pendidikan.
M. Sholeh (2007) Peran Kepala Sekolah Dalam Pemberdayaan
Guru.[Online],Tersedian://http://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/peran-kepala-sekolah-dalam-pemberdayaan-guru/[4 Maret 2008] menuliskan : ”Selaku manager
pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk mampu menemukan sumber-sumber
pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikan, serta selaku administrator
pendidikan kepala sekolah dituntut untuk mampu mengelola sarana prasarana”.
Mutu pendidikan salah satunya ditentukan oleh kelengkapan prasarana sarana.
Keberadaan prasarana sarana tersebut perlu dikelola dengan baik agar dapat
memberikan manfaat yang besar. Pengelolaan prasarana dan sarana membutuhkan
orang-orang yang mempunyai kemampuan atau keahlian dalam pengelolaannya atau
dengan perkataan lain dibutuhkan orang-orang yang profesional dalam
menanganinya.
Profesional bukan hanya sekedar dari pengetahuan dan manajemennya tetapi
lebih merupakan sikap. Sikap profesionalisme lebih dari sikap seorang teknisi.
Profesional keterampilan bukan hanya memiliki ketrampilan tinggi tetapi memiliki
suatu tingkah laku yang memiliki standar. Kepala sekolah selaku manajer pendidikan
dituntut melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan dan
realistik agar semua sumber daya yang ada dapat berjalan sesuai dengan yang
diinginkan.
Wahjosumidjo (2002 : 82) tentang kepemimpinan kepala sekolah,
menuliskan bahwa “memimpin” mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan,
membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan,
memberikan bantuan, dan sebagainya. Banyak variabel arti yang terkandung dalam
kata memimpin, memberikan indikasi betapa luas tugas dan peranan seorang
pemimpin organisasi.
Defenisi kunci kepemimpinan adalah upaya seseorang untuk mempengaruhi orang
lain dalam organisasi/sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kepala sekolah sebagai administrator dalam lembaga pendidikan mempunyai
tugas-tugas antara lain : melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian, pengawasan terhadap bidang-bidang seperti ; kurikulum,
kesiswaan, manajemen kantor, kepegawaian, perlengkapan, keuangan, dan
perpustakaan. Kepala sekolah harus mampu melakukan; (1) pengelolaan pengajaran;
(2) pengelolaan kepegawaian; (3) pengelolaan kesiswaan; (4) pengelolaan prasarana
dan sarana ; (5) pengelolaan keuangan dan; (6) pengelolaan hubungan sekolah dan
masyarakat.
Supervisi merupakan kegiatan membina dan dengan membantu pertumbuhan
agar setiap orang mengalami peningkatan pribadi dan profesinya.
Kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi untuk mengetahui sejauh
melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara
langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan
dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sehingga dapat diketahui
kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat
penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, sehingga dapat diupayakan solusi,
pembinaan dan tindak lanjut tertentu dan guru dapat memperbaiki kekurangan yang
ada sekaligus disiplin dalam mempertahankan keunggulannya untuk melaksanakan
pembelajaran.
Kepala Sekolah sebagai inovator adalah pribadi yang dinamis dan kreatif,
yang tidak terjebak pada suatu rutinitas pekerjaan sehari-hari. Kepala Sekolah sebagai
inovator harus mampu menemukan inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran, oleh
karena itu kepala sekolah dituntut untuk menemukan gagasan – gagasan baru sesuai
dengan perkembangan lingkungan internal dan eksternal, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan peserta didik.
Tugas dan tanggung jawab Kepala sekolah Sebagai seorang Manager
terhadap para personil yaitu guru di sekolah yang menjadi tanggungjawabnya adalah
memberdayakan mereka secara optimal. Kegiatan pemberdayaan ( Empowerment )
dianggap pilihan tepat dalam upaya menjawab tantangan, karena dengan
pemberdayaan dapat menjadikan personil atau para guru memiliki kekuatan dalam
profesi yang diembannya. Kepala sekolah diharapkan mampu memberi dorongan
agar seluruh komponen pendidikan dapat berkembang secara profesional, dengan
tinggi sehingga seluruh personil sekolah dapat bermotivasi tinggi dalam
pekerjaannya.
Tujuan disiplin menurut Arikunto, dalam Muhlisin (2008) menuliskan :Agar
kegiatan sekolah dapat berlangsung secara efektif dalam suasana tenang, tentram dan
setiap guru beserta karyawan dalam organisasi sekolah merasa puas karena terpenuhi
kebutuhannya.
Kedisiplinan sangat perlu dalam menjalankan tugas dan kewajiban guru sebagai
pengajar, pendidik dan pembimbing siswa. Disiplin yang tinggi akan mampu
membangun kinerja dan sikap profesionalisme sebab pemahaman disiplin yang baik
guru mampu mencermati aturan-aturan dan langkah strategis dalam melaksanakan
1.7 Definisi Operasional
Defenisi operasional dari variabel-variabel penelitian, adalah :
1.7.1 Kepemimpinan Kepala Sekolah
a. Kepemimpinan.
Tannebaum, Weschler and Nassarik, (1961 : 24) menuliskan :
“Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung
melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu”.
(Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957 : 7) menuliskan : “Kepemimpinan
adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan
yang diinginkan“.
(Rauch & Behling, 1984 : 46) menuliskan : “Kepemimpinan adalah suatu
proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan
bersama.
Kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik
individu maupun masyarakat“.
b. Kepala Sekolah.
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Sekolah bersifat
kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi
yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sekolah bersifat unik
karena sekolah memiliki karakter tersendiri, tempat terjadi proses belajar mengajar,
tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia.
diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga, dan
“sekolah” yaitu sebuah lembaga menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran.
Kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seseorang tenaga fungsional guru yang
diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah tempat diselenggarakan proses belajar
mengajar, atau tempat terjadinya interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan
murid yang menerima pelajaran.
Kepemimpinan kepala sekolah adalah suatu proses mempengaruhi orang-orang yang
terlibat dalam suatu sekolah tempat diselenggarakan proses belajar mengajar agar
tujuan dari sekolah dapat tercapai. Penjaringan data kepemimpinan kepala sekolah
dilakukan melalui kuesioner dan observasi”.
1.7.2 Kedisiplinan.
Maxwell dalam Aribowo (2008) Disiplin.Sinar Harapan
[online],halaman2.Tersedia.:http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/08
1/man01.utml[9 Januari 2008]. menuliskan :”disiplin’ sebagai suatu pilihan dalam
hidup untuk memperoleh hal yang kita inginkan dengan melakukan hal yang tidak
kita inginkan, atau dapat diartikan sebagai ketaatan pada peraturan. Penjaringan data
kedisiplinan guru dilakukan melalui kuesioner dan observasi”.
1.7.3 Prasarana Sarana.
Sarana adalah semua perlengkapan yang dapat dipindah-pindahkan untuk
mendukung kegiatan lembaga dan satuan pendidikan (Mustridwan 2008 : 1).
pendidikan (Mustridwan 2008 : 1). Penjaringan data kondisi prasarana sarana
dilakukan melalui kuesioner dan observasi.
1.7.4 Sikap Profesional
a. Sikap
Walgito dalam Sugeng (2005) Hubungan Kepemimpinan Kepala sekolah dan
sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru matematika SMP
Negeri di Kabupaten Pandeglang(Online), halaman 39. Tersedia. http://www.
damandiri.or.id/detail.php?id=281(20 April 2005), menuliskan bahwa :
”Sikap adalah faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Adapun ciri-ciri sikap yaitu: tidak dibawa sejak lahir, selalu berhubungan dengan obyek sikap, dapat tertuju pada satu obyek saja maupun tertuju pada sekumpulan obyek-obyek, dapat berlangsung lama atau sebentar, dan mengandung faktor perasaan dan motivasi”.
b. Profesional.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:702) menuliskan : ”Professional adalah
bersangkutan dengan profesi dan memerlukan keahlian khusus untuk
menjalankannya. Sehingga dapat diartikan bahwa profesional seorang guru adalah
kemampuan atau keahlian yang harus dimiliki seorang guru didalam menjalankan
profesinya sebagai seorang pendidik atau guru”.
Sikap profesional seorang guru adalah pandangan atau pendirian seorang guru
dalam bertindak sesuai kemampuan atau keahlian yang dimiliki. Sikap profesional
1.8 Metode Penelitian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif
korelasional karena penelitian berusaha menyelidiki hubungan antara beberapa
variabel penelitian yaitu variabel kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru
dan kondisi sarana prasarana sebagai variabel prediktor serta sikap kompetensi
profesional guru sebagai variabel kriterion. Studi korelasi ini akan menggunakan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode dan Disain Penelitian.
3.1.1 Metode.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif
korelasional karena penelitian berusaha menyelidiki hubungan antara beberapa
variabel penelitian yaitu variabel kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru
dan kondisi sarana prasarana sebagai variabel prediktor serta sikap kompetensi
profesional guru sebagai variabel kriterion. Studi korelasi ini akan menggunakan
analisis korelasi dan regresi.
3.1.2 Disain.
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel bebas, yaitu kepemimpinan kepala
sekolah (X1), kedisiplinan guru (X2) dan kondisi sarana prasarana (X3) serta satu
variabel terikat yaitu sikap profesional guru (Y). Ketiga variabel bebas (X1, X2 dan
X3) dihubungkan dengan variabel terikat (Y) dengan pola hubungan: (1) Hubungan
antara variabel X1 dengan variabel Y, (2) Hubungan antara variabel X2 dengan
variabel Y, dan (3) Hubungan antara variabel X3 dengan variabel Y serta (4)
Hubungan antara variabel X1, X2 dan X3 secara bersama-sama dengan variabel Y.
Keempat pola hubungan variabel tersebut merupakan konstelasi masalah dalam
Gambar 3.1 . Disain Penelitian
3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian.
Lokasi penelitian adalah SMKN 1 Cimahi, Jl. Mahar Martanegara No. 48
Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat, sebuah sekolah menengah kejuruan negeri dengan
lama program studinya 4 tahun.
3.2.2 Subjek Penelitian.
Berdasarkan judul maka responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah :
1). Kepala sekolah SMKN 1 Cimahi sebanyak 1 orang.
2). Guru yang mengajar sebanyak 156 orang
Sukmadinata (2006 : 253) salah satu cara pengambilan sampel yang
representatif adalah secara acak atau random. Pengambilan sampel secara acak berarti
X1
X2 Y
rX1Y
Y X r 2
X3
rX3Y
setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan
Berdasarkan rumus di atas maka sampel untuk responden diatas :
75
n dibulatkan menjadi 113 atau 71,97 %.
Pengambilan sampel ini dilakukan secara acak dari 157 populasi.
3.3 Instrumen Penelitian.
3.3.1 Instrumen Pengumpul Data.
Instrumen penelitian ini dikembangkan sesuai dengan variabel yang akan
diukur. Jenis instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:
1). Kuesioner (angket).
Kuesioner (angket) merupakan salah satu alat pengumpul data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawab (Sugiyono, 2005: 162). Angket pada umumnya digunakan untuk
meminta keterangan tentang fakta, pendapat, pengetahuan, sikap dan perilaku
responden dalam suatu peristiwa. Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk
prasarana sarana dan sikap profesional guru. Model skala pengukuran yang
digunakan untuk menjaring data pada variabel-variabel penelitian ini adalah :
Variabel kepemimpinan kepala sekolah : menggunakan angket dengan pola
jawaban tertutup model skalaLikert.
Variabel kedisiplinan guru : menggunakan angket dengan pola jawaban tertutup
model skala Likert.
Variabel kondisi prasarana sarana : menggunakan angket dengan pola jawaban
tertutup model skala Likert.
Variabel sikap profesional guru : menggunakan angket dengan pola jawaban
tertutup model skala Likert.
Angket dirancang menggunakan skala Likert dengan lima alternatif jawaban,
maka responden hanya diminta memilih alternatif jawaban yang telah tersedia. Pola
penskorannya (scoring) adalah sebagai berikut :
TABEL 3.1
POLA PENSKORAN PERNYATAAN
No. Opsi Skor Pernyataan
Positif
Skor Pernyataan
Negatif
1
Sangat setuju/selalu/sangat baik 5 1
2
Setuju/sering/baik 4 2
3 Ragu-ragu/kadang-kadang/cukup baik 3 3
4
Tidak setuju/jarang/kurang baik 2 4
5
Sangat tidak setuju/tidak pernah/tidak baik
1 5
2). Dokumentasi/Observasi.
Dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat
penelitian meliputi data guru dan kondisi prasarana sarana.
Instrumen disusun dan dikembangkan oleh peneliti berdasarkan tinjauan
pustaka.
3.3.2 Kisi-kisi Penelitian.
Penelitian terdiri dari 3 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Variabel
bebasnya (independen) terdiri dari kepemimpinan kepala sekolah (X1), kedisiplinan
guru (X2), kondisi prasarana sarana (X3). Variabel terikat atau dependen (Y) adalah
sikap profesional guru. Keempat variabel tersebut kemudian dibuatkan kisi-kisi
penelitian yang terdiri dari variabel/subvariabel dan dimensi. Dimensi instrumen
penelitian diperinci menjadi bentuk butir-butir pernyataan.
TABEL 3.2
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
No Variabel Dimensi No. Soal
1 Kepemimpinan Kepala Sekolah
Sebagai manager pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk dapat menciptakan manajemen sekolah yang efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sebagai pemimpin kepala sekolah dituntut untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sebagai administrator pendidikan kepala sekolah dituntut untuk mampu mengelola sarana prasarana.
Sebagai supervisor kepala sekolah membina dan membantu guru-guru baik secara individual maupun secara berkelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran dengan tujuan memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas.
Sebagai inovator kepala sekolah secara dinamis dan kreatif melakukan upaya-upaya menemukan gagasan-gagasan baru dan melakukan pembaharuan.
mengembangkan : kemampuan mengatur lingkungan kerja, mengatur suasana kerja, menerapkan prinsip serta memberikan penghargaan/hukuman. 2 Kedisiplinan Guru Sikap mental ( mental attitude ) yang merupakan
sikap taat dan tertib sebagai hasil atau
pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak.
Sistem aturan perilaku, norma, etika dan standar yang demikian rupa sehingga pemahaman tersebut menumbuhkan pengertian yang mendalam terhadap pentingnya aturan.
Sikap kelakuan yang wajar yang menunjukan kesungguhan hati untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib.
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah sikap dan tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan pada waktu bekerja atau praktek dilaboratorium atau bengkel.
Administrasi bengkel adalah semua kegiatan pengelolaan alat dan bahan praktek yang akan digunakan di bengkel atau laboratorium, mulai dari perencanaan sampai pemakaian dan dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi.
Analisa situasi dan kondisi bengkel adalah suatu kegiatan yang akan merumuskan pokok permasalahan yang mengungkapkan kekuatan, kelemahan dan peluang yang dimiliki suatu system manajemen yang telah dianalisis.
Penataan dan optimasi bengkel adalah suatu usaha untuk mengoptimalkan pemakaian bengkel sehingga bengkel tersebut secara optimal memberikan manfaat dan menunjang pencapaian tujuan bengkel.
Teknik pengelolaan pemeliharaan dan perbaikan adalah suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan dalam rangka mempertahankan atau mengembalikan suatu peralatan pada kondisi yang dapat diterima.
Perpustakaan dan Media Pembelajaran.
1,2,3. 4 Sikap Profesional Guru Kedisiplinan :
Kebiasaan guru pada saat awal masuk dan pulang dari sekolah.
Kegiatan guru di sekolah .
Kompetensi :
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran.
Kompetensi sosial adalah kemampuan
3.4 Teknik Pengumpulan Data.
Data yang dikumpulkan pada penelitian terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan peneliti (atau melalui
petugas yang dilibatkan) dari sumber pertamanya. Data sekunder adalah merupakan
data pendukung , yakni berupa dokumen-dokumen dan data/informasi lainnya.
Teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah :
3.4.1 Observasi (Pengamatan Langsung) dan Dokumentasi.
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara
sistematis dan disengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang
diselidiki. Peneliti melakukan observasi pasif karena peneliti tidak ikut serta dalam
aktivitas guru baik dalam memilih dan mengembangkan bahan kajian, menyusun dan
merencanakan proses belajar mengajar.Observasi dilakukan untuk mengamati
aktivitas sehari-hari semua yang terlibat dalam populasi penelitian. Kegiatan
observasi akan difokuskan pada pengamatan kepemimpinan kepala sekolah,
kedisiplinan guru, kondisi prasarana sarana dan sikap profesional guru. Kegiatan ini
dilakukan dalam selang waktu dari bulan Maret sampai April 2009 sehingga
diperoleh data yang meyakinkan.
3.4.2 Kuesioner.
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan
sekumpulan pertanyaan tertulis kepada responden yang telah ditetapkan sasaran dan
jumlahnya (Sugiyono, 2005 :162). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian
3.5 Uji Coba Instrumen.
Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang
digunakan betul-betul mengukur yang seharusnya diukur dan untuk melihat
konsistensi dari instrumen tersebut dalam mengungkap fenomena dari sekelompok
individu meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda (Sugiyono 2005 :137).
3.5.1 Uji Validitas Instrumen.
Uji validitas digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur
(Sugiyono 2005 : 137) sehingga instrumen penelitian bisa memenuhi persyaratan.
Arikunto dikutip oleh Akdon (2005 :143) menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kehandalan atau
kesahihan suatu alat ukur. Untuk mengungkap data yang sesungguhnya, maka
terlebih dahulu instrumen tersebut perlu diujicoba untuk menguji validitas instrumen
tersebut. Hasilnya dihitung dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment
dengan rumus :
Dimana :
= Koefisien Korelasi
∑x = Jumlah skor item
∑y = Jumlah skor total (seluruh item)
Setelah perhitungan selesai dan instrumen valid, maka dilihat kriteria
penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) sebagai berikut :
TABEL 3.3
INTERPRETASI KOEFISIEN KORELASI
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
Untuk menguji signifikansi hubungan yaitu apakah hubungan yang ditemukan
itu berlaku untuk seluruh populasi yang berjumlah 157 orang, maka perlu diuji
signifikansinya. Rumus uji signifikansi korelasi product moment adalah sebagai
berikut :
Yaitu :
t = Nilai t hitung
r = Koefisien korelasi hasil r hitung
n = Jumlah responden
Harga thitung selanjutnya dibandingkan dengan harga ttabel, untuk kesalahan 5%.
3.5.1.1Hasil Uji Validitas Instrumen Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1) Variabel ini terdiri dari 40 butir/item pernyataan positif maupun negatif.
Instrumen tersebut telah diuji cobakan kepada 28 orang guru, dengan hasil seperti
pada lampiran 3 halaman 139.
Analisis data menunjukkan hasil bahwa ke 40 butir/item pernyataan
dinyatakan valid.
3.5.1.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Kedisiplinan Guru (X2)
Variabel ini terdiri dari 40 butir/item pernyataan positif maupun negatif.
Instrumen tersebut telah diuji cobakan kepada 28 orang guru, dengan hasil seperti
pada lampiran 3 halaman 140.
Analisis data menunjukkan hasil bahwa ke 40 butir/item pernyataan
dinyatakan valid.
3.5.1.3Hasil Uji Validitas Instrumen Kondisi Prasarana Saranna (X3)
Variabel ini terdiri dari 40 butir/item pernyataan positif maupun negatif.
Instrumen tersebut telah diuji cobakan kepada 28 orang guru, dengan hasil seperti
pada lampiran 3 halaman 141.
Analisis data menunjukkan hasil bahwa ke 40 butir/item pernyataan
dinyatakan valid.
Variabel ini terdiri dari 40 butir/item pernyataan positif maupun negatif.
Instrumen tersebut telah diuji cobakan kepada 28 orang guru, dengan hasil seperti
pada lampiran 3 halaman 142.
Analisis data menunjukkan hasil bahwa ke 40 butir/item pernyataan
dinyatakan valid.
3.5.2 Uji Reliabilitas Instrumen.
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat konsistensi dari instrumen dalam
mengungkap fenomena dari sekelompok individu meskipun dilakukan dalam waktu
yang berbeda. Reliabilitas instrumen adalah keajegan (konsistensi) alat ukur dalam
mengukur yang diukurnya, sehingga perbedaan dimensi waktu alat digunakan akan
memberikan hasil yang relatif sama. Uji reliabilitas instrumen dengan internal
consistency dilakukan satu kali. Data kemudian yang diperoleh dianalisis. Hasil
analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen. Instrumen yang
valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang
baik.
Beberapa teknik atau cara menghitung reliabilitas instrument dapat dilakukan.
Penelitian menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach. (Usman 2003 : 291).
Uji reabilitas menggunakan rumus Cronbach Alpha sebagai berikut :
St² = jumlah varians skor total.
Si² = varians responden untuk item ke i.
Menurut Usman, koefisien reabilitas (α) di atas 0,80 sudah memperlihatkan
bahwa instrumen itu reliabel.(Usman, 2003 :291)
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen.
TABEL 3.4
HASIL UJI RELIABILITAS VARIABEL X1, X2, X3 dan Y
Variabel Nilai Alpha Keputusan Kepemimpinan Kepala sekolah 0,903 Reliabilitas Tinggi
Kedisiplinan Guru 0,880 Reliabilitas Tinggi
Kondisi Prasarana Sarana 0,936 Reliabilitas Tinggi
Sikap Profesional Guru 0,897 Reliabilitas Tinggi
3.6 Revisi Instrumen.
Hasil uji coba instrumen diatas menghasilkan reliabilitas yang sangat baik.
Semua item pernyataan dinyatakan valid dan mempunyai reabilitas yang tinggi, tetapi
karena jumlah item pernyataannya terlalu banyak (40 item setiap variabel) maka
melalui pertimbangan : akan memberikan dampak yang membosankan kepada objek
penelitian dalam menjawab setiap item pernyataan, dapat mengganggu tugas-tugas
objek penelitian sehingga akan berdampak kepada kurang seriusnya objek penelitian
keputusan untuk mengurangi jumlah item pernyataan menjadi 20 setiap variabel.
Sebagai dasar pertimbangan didalam memilih item yang akan digunakan :
(1).Memilih item yang mempunyai validitas yang tinggi.
(2).Item-item yang dipilih harus mewakili setiap dimensi yang diukur didalam setiap
variabel.
3.7 Prosedur Penelitian dan Teknik Analisis Data. 3.7.1 Prosedur Penelitian.
Prosedur pengumpulan data ini termasuk pada saat pengambilan data uji coba
instrumen sampai pada pengumpulan data penelitian yang sesungguhnya. Adapun
langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian adalah : (1) Penggandaan
instrumen, (2) mempersiapkan surat izin melaksanakan penelitian. (3) Penyebaran
kuesioner.
3.7.2 Prosedur Pengolahan data.
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau
angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu. Hasil
pengolahan data dapat membebrikan makna data yang dikumpulkan sehingga hasil
penelitianpun segera diketahui. Langkah-langkah pengolahan data dalam penelitian
adalah :
(1) Menyeleksi (editing) data yang telah dikumpulkan dengan memeriksa jawaban
responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tujuan editing adalah
89) menyatakan bahwa kesalahan data dapat dilengkapi atau diperbaiki dengan
pengumpulan data ulangataupun dengan penyisipan (interpolasi).
(2) Memberi skor terhadap item-item kuesioner berdasarkan pola skor ke dalam tabel
rekapitulasi data (tabulasi).
(3) Menganalisis data kemudian diinterpretasikan untuk dapat menarik kesimpulan.
3.7.3 Teknis Analisa Data.
Analisis data dilakukan melalui tiga tahapan yaitu tahap deskripsi data, tahap
uji persyaratan analisis, dan tahapan pengujian hipotesis.
3.7.3.1 Tahap Deskripsi Data.
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap deskripsi data ini adalah
membuat tabulasi data untuk setiap variabel, mengurutkan data secara interval dan
menyusunnya dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, mencari modus, median,
rata-rata (mean), dan simpangan baku. Deskripsi data dilakukan dengan menggunakan
program MS Exel dan kalkulator jenis Casio FX 4500 PA.
3.7.3.2 Tahap Uji Persyaratan Analisis
Uji persyaratan analisis yang akan dilakukan adalah uji normalitas dan uji
homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran
data yang akan dianalisis.Uji homogenitas untuk memastikan kelompok data berasal
dari populasi yang homogen. Uji normalitas menggunakan uji Lilliefors, sedangkan
uji homogenitas menggunakan uji Bartleth.
Untuk melakukan pengujian homogenitas menggunakan uji Bartlet yaitu dengan
χ2
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis
korelasi dan regresi. Untuk menguji hipotesis pertama, kedua dan ketiga digunakan
teknik analisis korelasi dan regresi linear sederhana sedangkan untuk menguji
hipotesis keempat digunakan teknik korelasi dan regresi linear ganda. Uji keberartian
menggunakan uji t dan uji F pada taraf signifikansi α = 0,05.
Sesuai dengan hipotesis dan desain penelitian yang telah dikemukakan, maka
dalam pengujiannya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Untuk mengetahui hubungan antara X1 dengan Y; X2 dengan Y; dan X3
dengan Y digunakan rumus korelasi sederhana Pearson Product Moment berikut:
∑y = Jumlah skor total (seluruh item)
n = Jumlah sampel
Nilai korelasi PPM dilambangkan (r), apabila nilai r telah diperoleh dari hasil
perhitungan, selanjutnya ditafsirkan dengan tabel interpretasi (tabel 3.3).
Untuk menyatakan besar kecilnya kontribusi variabel X terhadap Y dapat
ditentukan dengan rumus koefisien determinan sebagai berikut :
Dimana :
KD = Nilai koefisien determinan
r = Nilai koefisien korelasi
Untuk uji signifikansi variabel X terhadap Y digunakan rumus seperti
dibawah ini, sedangkan mencari ttabel menggunakan bantuan MsExcel.
Dimana :
t = Nilai t hitung
r = Koefisien korelasi hasil r hitung
n = Jumlah responden
Untuk mengetahui hubungan secara simultan X1, X2, X3 terhadap Y
menggunakan koefisien korelasi ganda, perhitungan dilakukan dengan bantuan
program SPSS for Windows 14.
KD = r2 x 100% Akdon (2002: 188)
Sugiyono (2005: 214) 2
1 2
r
n
r
t
Untuk mengetahui hubungan fungsional antar variabel digunakan metode
regresi :
a. Regresi Linear Sederhana
Uji regresi ini ini bertujuan untuk mencari pola hubungan fungsional antara
variabel X dan Y. Persamaan regresi ini dinyatakan dengan rumus :
bX a
Y
Dimana :
Y = Variabel terikat (variabel yang diduga)
X = Variabel bebas
a = Intersep
b = Koefisien regresi
Untuk melihat bentuk korelasi antar variabel dengan persamaan regresi
tersebut, maka nilai a dan b harus ditentukan terlebih dahulu melalui persamaan
Selanjutnya persamaan tersebut diuji keberartian (signifikansi) arah koefisien
dengan menggunakan analisis varians (ANAVA) yang diolah dengan bantuan
MsExcel.
Sugiyono (2005: 238)
b. Regresi Linear Ganda
Uji regresi linear ganda bertujuan untuk membuktikan ada atau tidak adanya
hubungan fungsional atau kausal antara variabel bebas X1, X2, dan X3 terhadap Y.
Pengujian data dilakukan menggunakan bantuan program SPSS for Windows 14.
Persamaan regresi linear ganda dinyatakan dalam rumus : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3
3.8 Hipotesis Statistik.
Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut :
Hipotesis I : Ho :
ρ
y1 = Tidak terdapat hubungan yang signifikanantara kepemimpinan kepala sekolah
dengan sikap profesional guru.
H1 :
ρ
y1 ≠ Terdapat hubungan yang signifikan antarakepemimpinan kepala sekolah dengan
sikap profesional guru.
Hipotesis II : Ho :
ρ
y1 = Tidak terdapat hubungan yang signifikanantara kedisiplinan guru dengan sikap
profesional guru.
H1 :
ρ
y1 ≠ Terdapat hubungan yang signifikan antarakedisiplinan guru dengan sikap
Hipotesis III : Ho :
ρ
y1 = Tidak terdapat hubungan yang signifikanantara kondisi prasarana sarana dengan
sikap profesional guru.
H1 :
ρ
y1 ≠ Terdapat hubungan yang signifikan antarakondisi prasarana sarana dengan sikap
profesional guru.
Hipotesis IV : Ho :
ρy1
= Tidak terdapat hubungan yang signifikanantara kepemimpinan kepala sekolah,
kedisiplinan guru, kondisi prasarana
sarana secara bersama-sama dengan sikap
profesional guru.
H1 :
ρ
y1 ≠ Terdapat hubungan yang signifikan antarakepemimpinan kepala sekolah,
kedisiplinan guru, kondisi prasarana
sarana secara bersama-sama dengan sikap
profesional guru.
Keterangan :
Ho : Hipotesis Nol.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
5.1.1 Terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepemimpinan kepala
sekolah dengan sikap profesional guru.
Hal ini memberikan pengertian bahwa semakin positif kepemimpinan kepala
sekolah, akan diiringi dengan meningkatnya sikap profesional guru. Demikian pula
sebaliknya, semakin negatif kepemimpinan kepala sekolah, akan diiringi dengan
menurunnya sikap profesional guru. Hubungan kedua variabel ini ditunjukkan oleh
persamaan regresi sederhana Y’= 26,918 + 0,677 X1 yang telah teruji linear dan
signifikan. Kekuatan hubungan antara variabel X1 dan Y ditunjukkan oleh
koefisien korelasi rx1y sebesar 0,606 dan koefisien determinasi KD = r 2
x 100 % =
0,3672, sehingga kontribusi variabel X1 terhadap Y sebesar 36,72 %. Hal ini berarti
36,72 % variasi nilai sikap profesional guru ditentukan oleh kepemimpinan kepala
sekolah. Oleh karena itu hipótesis yang menyatakan “Terdapat hubungan yang
signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan sikap profesional guru “ dapat
diterima.
5.1.2 Terdapat hubungan positif yang signifikan antara kedisiplinan guru dengan
Hal ini memberikan pengertian bahwa semakin positif kedisiplinan guru, akan
diiringi dengan meningkatnya sikap profesional guru. Demikian pula sebaliknya,
semakin negatif kedisiplinan guru, akan diiringi dengan menurunnya sikap
profesional guru. Hubungan kedua variabel ini ditunjukkan oleh persamaan regresi
sederhana Y’= 20,137 + 0,751 X2 yang telah teruji linear dan signifikan.
Kekuatan hubungan antara variabel X2 dan Y ditunjukkan oleh koefisien korelasi
y x
r2 sebesar 0,63 dan koefisien determinasi KD = r2 x 100 % = 0,3969, sehingga
kontribusi variabel X2 terhadap Y sebesar 39,69 %. Hal ini berarti 39,69 % variasi
nilai sikap profesional guru ditentukan oleh kedisiplinan guru. Oleh karena itu
hipótesis yang menyatakan “Terdapat hubungan yang signifikan antara kedisiplinan
guru dengan sikap profesional guru “ dapat diterima.
5.1.3 Terdapat hubungan positif yang signifikan antara kondisi prasarana sarana
dengan sikap profesional guru.
Hal ini memberikan pengertian bahwa semakin positif kondisi prasarana
sarana, akan diiringi dengan meningkatnya sikap profesional guru. Demikian pula
sebaliknya, semakin negatif kondisi prasarana sarana, akan diiringi dengan
menurunnya sikap profesional guru. Hubungan kedua variabel ini ditunjukkan oleh
persamaan regresi sederhana Y’ = 44,028 + 0,482 X3 yang telah teruji linear dan
signifikan.
Kekuatan hubungan antara variabel X3 dan Y ditunjukkan oleh koefisien korelasi
y x
kontribusi variabel X3 terhadap Y sebesar 16,40 %. Hal ini berarti 16,40 % variasi
nilai sikap profesional guru ditentukan oleh kondisi prasarana sarana. Oleh karena
itu hipótesis yang menyatakan “Terdapat hubungan yang signifikan antara
kondisi prasarana sarana dengan sikap profesional guru “ dapat diterima.
5.1.4 Terdapat hubungan positif yang signifikan secara bersama-sama antara
kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana dengan
sikap profesional guru.
Hal ini memberikan pengertian bahwa semakin positif baik kepemimpinan
kepala sekolah, kedisiplinan guru maupun kondisi prasarana sarana, maka semakin
tinggi pula sikap profesional guru. Sebaliknya semakin negatif kepemimpinan kepala
sekolah, kedisiplinan guru maupun kondisi prasarana sarana, maka semakin rendah
pula sikap profesional guru.
Hubungan variabel bebas dengan variabel terikat ditunjukkan oleh persamaan
regresi Y’ = -1,913 + 0,372 X1 + 0,47 X2 + 0,156 X3. Berdasarkan uji linearitas dan
signifikansi persamaan tersebut telah teruji linear dan signifikan. Kekuatan hubungan
ditunjukkan oleh koefisien korelasi multiple sebesar Rx1x2x3y sebesar 0,693 sehingga
koefisien determinannya 0,4802. Hal ini menunjukkan 48,02 % variasi yang terjadi
pada sikap profesional guru ditentukan secara bersama-sama oleh kepemimpinan
kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana. Walaupun diakui
bahwa ada hubungan yang positif dari ketiga variabel bebas secara bersama-sama
semata-mata dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut, tetapi masih ada lagi
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya namun tidak menjadi fokus dalam penelitian ini.
5.2 Implikasi.
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan positif antara kepemimpinan
kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana serta secara
bersama-sama antara kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana
sarana terhadap sikap profesional guru. Hal ini menegaskan bahwa sebagai komponen
utama suatu sekolah kepala sekolah, guru dan prasarana sarana memiliki peranan
besar terhadap tinggi rendahnya sikap profesional guru.
Kepala sekolah merupakan tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah. Fungsi dari kepemimpinan kepala sekolah antara lain
mempengaruhi, menggerakkan dan membangkitkan kepercayaan dan loyalitas
bawahannya. Hal ini menunjukkan seorang kepala sekolah memiliki peranan yang
cukup menentukan terhadap sikap profesional guru didalam membina dan memimpin
guru-guru. Kepemimpinan yang memberdayakan mengimplikasikan suatu keinginan
untuk melimpahkan tanggungjawab dan berusaha membantu dalam menentukan
kondisi dimana orang lain dapat berhasil. Oleh karena itu seorang pemimpin harus
menjelaskan apa yang diharapkannya, harus menghargai kontribusi setiap orang, serta
harus didukung oleh sejumlah etika yang konsisten. Etika dari pemimpin yang
memberdayakan adalah menghormati orang dan menghargai kekuatan dan kontribusi
mereka yang berbeda-beda, menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka, jujur,
dan perkembangan pribadi, mementingkan kepuasan pelanggan, berusaha memenuhi
kebutuhan akan adanya perbaikan sebagai suatu proses yang tetap dimana setiap
orang harus ikut ambil bagian secara aktif .
Disiplin merupakan suatu sikap yang menunjukkan kesediaan untuk menepati
atau mematuhi dan mendukung ketentuan, tata tertib peraturan, nilai serta
kaidah-kaidah yang berlaku. Dengan demikian disiplin bukanlah suatu yang dibawa sejak
awal, tetapi merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh faktor ajar atau pendidikan.Di
lingkungan sekolah guru memegang peranan penting dalam proses pembentukan dan
perkembangan akhlak peserta didik. Sebagai pendidik guru tidak hanya bertugas
untuk menyampaikan mata pelajaran tertentu saja, tetapi juga dituntut untuk dapat
membimbing, mengarahkan dan memberikan teladan yang terpuji sehingga dapat
membantu menumbuhkan perilaku yang baik serta akhlak mulia pada peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari. Guru pada idealnya harus dijadikan idola dan dihormati
oleh peserta didik, maka guru harus mampu memanfaatkan setiap kesempatan untuk
menunjukkan perilaku yang baik, berdisiplin dan menanamkan nilai-nilai moral yang
sangat penting bagi perkembangan kejiwaan siswanya. Perilaku guru akan
memberikan warna dan corak tersendiri terhadap watak peserta didik di kemudian
hari. Oleh karena itu sikap disiplin perlu ditumbuhkan melalui a). ketaatan dan
kepatuhan terhadap aturan, norma atau etika yang berlaku. b). membudayakan sikap
malu berbuat yang menyimpang. c). menumbuhkan sikap loyal terhadap norma
aturan. d). menumbuhkan cinta terhadap keteraturan dan ketertiban. e). membedakan
Banyak komponen yang mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, antara lain kompetensi guru, sarana dan prasarana yang
memadahi, pembiayaan yang cukup, administrasi dan manajemen yang baik. Dari
sekian banyak komponen, guru merupakan komponen yang paling penting dalam
mencapai suatu keberhasilan, bagaimanapun baiknya komponen yang ada di sekolah,
jika guru kurang memiliki kompetensi yang cukup memadai, maka hasil belajar yang
diperoleh kurang baik.
Oleh karena SMK kelompok Teknologi dan Industri banyak menekankan pada
pelajaran praktik, maka keberadaan fasilitas yang berupa sarana dan prasarana praktik
sangat memegang peranan penting. Sarana yang berupa gedung dan prasarana yang
berupa alat-alat praktik atau mesin-mesin adalah merupakan identitas dari suatu
Sekolah Kejuruan yang memiliki investasi yang sangat mahal. Oleh karena itu, maka
kompetensi guru teknik dalam mengelola sarana dan prasarana praktik sangat
diperlukan. Dengan pengelolaan sarana dan prasarana praktik yang baik, maka
kelancaran pelaksanaan proses belajar mengajar praktik akan dapat ditingkatkan.
Pengelolahan sebagai seni merupakan aktivitas dalam menajemen, karena kegiatan
dalam pengelolaan itu menunjukkan pada kemampuan seseorang dalam menerapkan
pengetahuan pengelolaan itu kedalam bentuk aktivitas yang memungkinkan mencapai
hasil yang maksimal melalui perencanaan yang meliputi :1). Perencanaan kebutuhan
peralatan, 2) perencanaan penggunaan dan 3) perencanaan pemeliharaan dan
Pengorganisasian untuk menciptakan ruang gerak yang aman sehingga dapat
mencegah resiko kecelakaan verja, mempermudah melakukan perawatan dan
perbaikan, menciptakan kenyamanan verja, menggunakan bengkel agar lebih efisien
dan mempercepat proses produksi.
Pengawasan mutlak diperlukan karena sarana dan prasarana praktek merupakan unit
yang sangat vital pada Sekolah Menengah Kejuruan. Oleh karenanya guru hendaknya
memiliki kemampuan dalam melaksanakan pengawasan/pengendalian dan perawatan
serta perbaikan.
5.3 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi seperti diuraikan di atas, di bawah ini
diajukan beberapa saran sebagai berikut :
5.3.1 Sikap profesional guru masih rendah mengisyaratkan perlunya diupayakan
usaha-usaha guna meningkatkan sikap profesional guru di Sekolah Menengah
Kejuruan.
5.3.2 Peningkatan sikap profesional guru dapat dilakukan dengan peningkatan
kualitas kepemimpinan dari kepala sekolah, sehingga seorang kepala sekolah harus
memiliki kapasitas yang memadai sehingga mampu mempengaruhi dan
menggerakkan para guru guna meningkatkan sikap profesionalnya.
5.3.3 Peningkatan sikap profesional guru dapat pula dilakukan melalui peningkatan
kedisiplinan para guru melalui ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan, norma atau
etika yang berlaku, membudayakan sikap malu berbuat yang menyimpang dan
5.3.4 Peningkatan sikap profesional guru dapat pula dilakukan melalui peningkatan
pengelolaan yang merupakan aktivitas dalam manajemen, karena kegiatan dalam
pengelolaan itu menunjukkan pada kemampuan seseorang dalam menerapkan
pengetahuan dan kepeduliannya.
Dengan terujinya hubungan signifikan antara variable bebas dan variable
terikat, maka sikap profesional guru dapat ditingkatkan dengan jalan meningkatkan
kepemimpinan kepala sekolah, kedisiplinan guru dan kondisi prasarana sarana.
Peningkatan kepemimpinan kepala sekolah dapat dilakukan melalui tiga hal
yaitu dengan meningkatkan conceptual skills, human skill dan technical skill dari
kepala sekolah.
(1). Peningkatan technical skill yaitu melalui usaha peningkatan kecakapan
spesifik tentang proses, prosedur atau teknik-teknik atau merupakan kecakapan
khusus dalam menganalisis hal-hal khusus dan penggunaan fasilitas, peralatan serta
teknik pengetahuan yang spesifik.
(2). Peningkatan human skill, yaitu melalui usaha peningkatan kecakapan
pemimpin untuk bekerja sama secara efektif sebagai anggota kelompok dan untuk
menciptakan usaha kerjasama dilingkungan kelompok yang dipimpinnya.
(3). Peningkatan conceptual skills, yaitu melalui usaha peningkatan kemampuan
seorang pemimpin dalam melihat organisasi sebagai suatu keseluruhan, dimana
seorang pemimpin harus mengetahui bagaimana fungsi organisasi dan mampu
Peningkatan kedisiplinan guru dapat dilakukan melalui beberapa langkah
sebagai berikut :
(1). Tetapkan tujuan atau target yang ingin dicapai dalam waktu dekat. Buat
urutan prioritas hal-hal yang ingin kita lakukan.
(2). Buat jadwal kegiatan secara tertulis.
(3). Lakukan kegiatan sesuai jadwal yang kita buat, tetapi jangan terlalu kaku. Jika
perlu, kita dapat mengubah jadwal tersebut sesuai dengan kondisi dan situasi.
(4). Berusahalah untuk senantiasa disiplin dengan jadwal program kegiatan yang
sudah kita susun sendiri. Sekali kita tidak disiplin atau menunda kegiatan tersebut,
akan sulit bagi kita untuk kembali melakukannya.
Pengendalian/pengelolaan prasarana sarana agar kontinuitas praktek tetap
terjaga dapat dilakukan melalui :
(1). Mengatur tata letak alat dan fasilitas produksi sesuai tata urutannya.
(2). Mengatur tata ruang bengkel sedemikian rupa agar proses praktek dapat
berjalan secara efektif dan efisien.
(3). Pemeliharaan harus bersifat preventif dan dilakukan secara berkala, teliti dan
cermat.
(4). Senantiasa menyediakan suku cadang untuk mengantisipasi kalau ada
kerusakan.
(5). Menyediakan alat pengamanan.
Sedangkan untuk meningkatkan sikap profesional seorang guru dituntut
(1). Mempunyai komitmen dalam proses belajar mengajar.
(2). Menguasai dengan baik mata pelajaran yang diajarkan serta cara
mengajarkan.
(3). Bertanggungjawab dalam memantau hasil belajar siswa.
(4). Berpikir sistematis terhadap apa yang akan dilakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih N, (2002). Kualitas dan Profesionalisme Guru. Pikiran Rakyat 15 Oktober 2002. http://www.Pikiran Rakyat.com/102002/15 Opini
Agusampurno (2008). 4 resep membuat atmosfir yang kondusif demi tercapainya kedisiplinan di sekolah [Online]. Tersedia:
http://gurukreatif.wordpress.com/2008/03/23/4-resep-membuat-atmosfir-yang-kondusif-demi-tercapainya-kedisiplinan-di-sekolah/ [23 Maret 2008]
Akdon dan Sahlan, Hadi. (2005). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.
Akadum. (1999). Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online)(http://www.SuaraPembaharuan.com/News/1999/01/220199/ OpEd.
Akadum dalam Isjoni Iskak [17 Februari 2008]. Penyebab Rendah Profesionalisme Guru. Riau Pos [Online]. Halaman 1. Tersedia :
http://www.riaupos.com/v2/content/view/2788/109/
Ani M Hasan (2003). Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan. [Online]. Tersedia http://re-searchengines.com/amhasan.html [13 Juli 2003]
Aqib, Zainal. (2002). Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Cendekia.
Arifin dalam Ani M Hasan (2003). Pengembangan Profesionalisme guru di abad pengetahuan [Online]. Tersedia :http//re-searchengines.com/amhsan.html [13 Juli 2003]
Arikunto, S dalam Muhlisin (mei 2008) Profesionalisme Kinerja Guru Menyongsong
Masa Depan [Online] , halaman 57.Tersedia:
http//muhlis.files.wordpress.com/2008/05/ profesionalisme-kinerja-guru-masa-depan.doc [Mei 2008]
Supriyadi, Dedi (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru.. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Hasan,A (2003). Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan. (Online).Tersedia.http://re-searchengines.com/amhasan.html(13 Juli 2003) Hasan, Iqbal. (2002). Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.