vi BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah BAB II LANDASAN TEORETIS PENELITIAN
A. Pendidikan dalam Keluarga 1. Konsep Keluarga 2. Fungsi Keluarga
3. Makna Anak Bagi Keluarga 4. Pendidikan dalam Keluarga
5. Peranan Keluarga dalam Pendidikan Anak B. Pola Komunikasi dalam Keluarga
1. Pola Komunikasi
2. Komunikasi dalam Keluarga 3. Struktur Keluarga
4. Pola Komunikasi yang Efektif dalam Keluarga C. Gaya Perlakuan dalam Keluarga
1. Authoritarian 2. Permessive 3. Authoritative
D. Perilaku Sosial Anak Usia 4-6 tahun 1. Pengertian Perilaku Sosial Anak
2. Perkembangan Perilaku Sosial Anak Usia 4-6 Tahun 3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sosial Anak E. Pengaruh Pola Komunikasi dan Gaya Perlakuan Orang
Tua terhadap Pembentukan Perilaku Sosial Anak
20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.Desain Penelitian B.Populasi dan Sampel
C.Definisi Operasional Variabel D.Teknik dan Alat Pengumpulan Data E. Rancangan Uji Hipotesis
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1.Deskripsi Data
a. Pola Komunikasi Orang Tua di Dusun Godebag b. Gaya Perlakuan Orang Tua di Dusun Godebag c. Perilaku Sosial Anak Usia 4-6 Tahun di Dusun
Godebag
2.Pengujian Persyarat Analisis a. Uji Normalitas Data b. Uji Linieritas Data 3.Pengujian Hipotesis Penelitian
a. Pola Komunikasi Orang Tua Berkontribusi Secara Signifikan terhadap Perilaku Sosial Anak Usia (Hipotesis Pertama)
b. Gaya Perlakuan Orang Tua Berkontribusi Secara Signifikan terhadap Perilaku Sosial Anak Usia (Hipotesis Kedua)
c. Pola Komunikasi dan Gaya Perlakuan Orang Tua Berkontribusi Bersama-sama Secara Signifikan terhadap Perilaku Sosial Anak Usia (Hipotesis Ketiga)
B. Pembahasan
1. Pola Komunikasi Orang Tua di Dusun Godebag 2. Gaya Perlakuan Orang Tua di Dusun Godebag 3. Perilaku Sosial Anak di Dusun Godebag
97 BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Ada fenomena yang menarik perhatian penulis dari anak-anak di wilayah
Dusun Godebag Tasikmalaya. Anak-anak di wilayah tersebut cenderung
menunjukkan perilaku sosial yang negatif seperti ingin menang sendiri, berani
menentang orang tua orang tua, kurang bersahabat dengan teman, tidak memiliki
rasa percaya diri, dan susah bersosialisasi dengan teman sebaya.
Gambaran tersebut, diperoleh hasil dari pengamatan prapenelitian penulis
terhadap anak-anak usia 4-6 tahun di wilayah Dusun Godebag Desa Tanjungkerta
Kecamatan Pagerageung Tasikmalaya. Temuan awal penulis ini diperkuat dengan
hasil temuan beberapa peneliti sebelumnya, Otoy (1996) dan Ahman (1998)
misalnya, menemukan persoalan-persoalan mendasar pada anak-anak usia
Sekolah Dasar rendah (kelas I-III) yakni ketidakmampuan mereka dalam
bersosialisasi dan mengendalikan diri. (Ernawulan, 1999: 1).
Sesungguhnya perilaku-perilaku sosial yang negatif tersebut tidak dapat
dibiarkan. Ketidakmampuan anak dalam menunjukkan perilaku sosial akan
menimbulkan dampak yang lebih besar pada anak itu sendiri manakala ia
memasuki kehidupan yang sesungguhnya. Anak akan mengalami kesulitan dalam
bersosialisasi dengan teman sebaya, sulit beradaptasi dengan lingkungan sekitar,
dan tidak mampu mengendalikan diri.
Dari kekhawatiran-kekhawatiran tersebut, menurut hemat penulis perlu
sejak dini telah memiliki kemampuan untuk berperilaku sosial dengan baik.
Pembentukan perilaku sosial yang baik bagi anak sejak dini memiliki makna yang
sangat penting. Sebab usia dini bagi seseorang merupakan fase emas (golden age)
bagi perkembangannya. Fase ini sangat menentukan perkembangan berikutnya
hingga mereka mamasuki masa dewasa. Ketika fase emas yang datangnya cuma
sekali dalam hidup seorang manusia ini terlewati dengan sia-sia, lenyaplah pula
peluang anak berkembangan secara maksimal pada fase selanjutnya.
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan, Rahman (2000: 15) :
”Sesungguhnya masa kanak-kanak merupakan fase yang paling subur, paling panjang, dan paling dominan bagi seorang murrobi (pendidik) untuk menanamkan norma-norma yang mapan dan arahan yang bersih ke dalam jiwa dan sepak terjang anak-anak didiknya. Apabila masa ini dapat dimanfaatkan oleh seorang murobbi secara maksimal dengan sebaik-baiknya, tentu harapan yang besar untuk berhasil akan mudah diraih pada masa mendatang, sehingga kelak sang anak akan tumbuh menjadi seorang pemuda yang tahan dalam menghadapi berbagai macam tantangan, beriman, kuat, kokoh, lagi tegar”.
Pernyataan di atas mengisyaratkan bahwa kesuksesan dan keberhasilan
seorang anak di masa yang akan datang akan sangat bergantung pada upaya orang
tua dan lingkungan dalam membantu menuntaskan tahapan perkembangan anak
dengan baik. Inilah makna sebuah perkembangan sebagai ”the progressive and
continous change in the organism from birth to death”, yakni perubahan yang
progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir
sampai mati.
Dalam makna lain perkembangan dimaknai sebagai perubahan-perubahan
kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).
(Yusuf, 2007: 15). Perkembangan perilaku sosial anak meliputi proses dua arah
bahwa anak bersosialisasi dengan orang tua seperti orang tua bersosialisasi
dengan anak-anak. (Santrock, 1995: 195).
Dalam perkembangannya, perilaku sosial anak ditandai dengan adanya
minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat
untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan merasa tidak puas bila tidak
bersama teman-temannya. Anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau
dengan saudara-saudara kandungnya atau melakukan kegiatan dengan
anggota-anggota keluarga. Anak ingin bersama teman-temannya dan akan merasa kesepian
serta tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. (Nurihsan (2007: 163). Pada
konsep inilah keberadaan lingkungan keluarga sangat menentukan.
Secara umum perilaku sosial pada anak usia 4-6 tahun terbagi atas dua
kelompok, yaitu perilaku sosial dalam perilaku tidak sosial. Perilaku yang
termasuk sosial antara lain kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan
penerimaan sosial, simpati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak
mementingkan diri sendiri, meniru, dan adanya perilaku kelekatan. (Hurlock,
1978: 239). Adapun perilaku tidak sosial adalah negativisme, agresi,
pertengkaran, mengejek dan menggertak, sok kuasa, egosentrisme, prasangka,
antagonisme jenis kelamin. (Ernawulan, 1999: 31-35).
Pola perilaku sosial anak dapat dilihat dari empat sisi yaitu : (a) anak dapat
teman, (c) anak mampu berbagi (sharing) kepada teman, dan (d) anak mampu
membantu (helping other) orang lain. (Helm &Tuner dalam Ernawulan, 1999:
31-35).
Salah satunya upaya yang dapat dilakukan dalam proses pembentukan
perilaku sosial anak adalah melalui proses pendidikan dalam lingkungan keluarga
yang mampu menstimulasi, merangsang dan mengembangkan berbagai
perkembangan anak secara integral.
Saat ini keluarga sebagai suatu sistem sosial, dipandang sebagai interaksi
timbal balik antara orang tua dengan anak. Anak tidak lagi dipandang sebagai
produk dari teknik sosialisasi yang diterapkan orang tua melainkan sebagai hasil
proses timbal balik. (Santrock, 1995: 195). Hal ini menggambarkan bahwa dalam
lingkungan keluarga pasti terjadi proses pembelajaran sekaligus praktek
bersosialisasi bagi anak.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) ditegaskan :
”keluarga merupakan pendidikan informal, dimana fungsi dan perannya diharapkan mampu menjembatani sebuah proses (pendidikan) dalam membantu penuntasan fase dan tugas pertumbuhan serta perkembangan peserta didik dalam berbagai kapasitas (intelektual, sosial emosional, moral, dan fisik) secara maksimal, sehingga pada gilirannya anak-anak akan sukses dalam memasuki dunia yang sesungguhnya di masa yang akan datang”.
Dalam pendidikan keluarga (pendidikan informal) terkandung makna
segala kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri melalui pola pengasuhan dan
Menurut pandangan ahli antropologi, keluarga adalah suatu kesatuan
sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki
tempat tinggal dan ditandai oleh kerja sama ekonomi, berkembang, mendidik,
melindungi, merawat, dan sebagainya. (Muhaemin dan Mujib, 1993: 289).
Keluarga juga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yakni
persekutuan antar sekelompok orang yang mempunyai pola-pola kepentingan
masing-masing dalam mendidik anak yang belum ada di lingkungannya.
(Ramayulis, 2006: 281).
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya
mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan
pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang
diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak
menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. (Yusuf, 2007: 37). Dari
lingkungan keluarga anak juga memperoleh berbagai informasi pertama kalinya
sebagai bekal bergaul di luar lingkungan keluarga.
Keluarga yang mampu menjawab harapan-harapan tersebut adalah
manakala keberfungsian keluarga dapat dirasakan oleh seluruh anggotanya.
Fungsi-fungsi tersebut adalah keluarga sebagai; (1) fungsi biologis, (2) fungsi
ekonomis, (3) fungsi pendidikan (edukatif), (4) fungsi perlindungan (protektif),
(5) fungsi sosialitatif, (6) fungsi rekreatif, (7) fungsi agama (religius). (Yusuf,
2007: 39 –42).
Namun seiring dengan kemajuan jaman yang serba cepat, anak-anak
ilmu pengetahuan, pendidikan, teknologi, industri, lingkungan dan lainnya.
Dengan demikian lingkungan keluarga dituntut mampu menstimulasi berbagai
potensi anak dengan berbagai kegiatan yang mampu merangsang seluruh
potensinya serta dibekali dengan berbagai kompetensi agar dapat menghadapi
tantangan jaman, baik potensi fisik, sosial emosi, bahasa, intelektual, moral, seni,
disiplin dan lainnya sehingga kelak anak-anak siap menghadapi suasana
lingkungan yang sesungguhnya. Sampai disini jelaslah bahwa pendidikan
keluarga (pendidikan informal) memiliki nilai strategis dalam pembentukan
perilaku sosial anak.
Sejak kecil anak sudah melakukan komunikasi dan interaksi dengan
anggota keluarga khususnya kedua orang tua. Sejak itu pula anak sudah
mendapatkan pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan
pembiasaan hidup sehari-hari. Baik tidaknya keteladanan dan pembiasaan yang
diberikan kedua orang tua akan sangat berpengaruh terhadap perilaku sosial anak
dan inilah salah satu makna penidikan.
Pendidikan dalam keluarga juga dimaknai sebagai suatu proses
pemberdayaan dan pembudayaan individu agar ia mampu memenuhi kebutuhan
perkembangannya dan sekaligus memenuhi tuntunan sosial, kultural, dan religius
dalam lingkungan kehidupannya. (Hatimah, 2007: 1091).
Dari pengertian di atas mengimplikasikan bahwa upaya apapun yang
dilakukan oleh orang tua dalam lingkungan keluarga seharusnya terfokus pada
upaya bagaimana memfasilitasi perkembangan individu anak sesuai dengan
Terkait dengan pendidikan keluarga bagi anak usia dini (informal),
diartikan sebagai segenap upaya pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa
lainnya) dalam menfasilitasi perkembangan dan belajar anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun melalui penyediaan berbagai pengalaman dan rangsangan
yang bersifat mengembangkan, terpadu, dan menyeluruh sehingga anak dapat
bertumbuh-kembang secara sehat dan optimal sesuai dengan nilai dan norma
kehidupan yang dianut. (Hatimah, 2007: 1093).
Lebih rinci tentang tujuan adanya pendidikan prasekolah atau PAUD
adalah :
1. Dapat mengidentifikasi perkembangan fisiologis anak usia dini dan
mengaplikasikan hasil indentifikasi tersebut dalam pengembangan
fisiologis yang bersangkutan.
2. Dapat memahami perkembangan kreativitas anak usia dini dan
usaha-usaha yang terkait dengan pengembangannya.
3. Dapat memahami kecerdasan jamak dan kaitannya dengan perkembangan
anak usia dini.
4. Dapat memahami arti bermain bagi perkembangan anak usia dini.
5. Dapat memahami pendekatan pembelajaran dan aplikasinya bagi
perkembangan anak usia kanak-kanak. (Nurani, 2007: 36).
Dengan memperhatikan tujuan PAUD di atas, maka setiap penyelenggara
pendidikan prasekolah atau PAUD termasuk pada jalur informal (keluarga)
dituntut harus memahami konsep dasar dan hakikat PAUD dengan baik dan benar
dini akan mengakibatkan kesalahan pula dalam melakukan pembimbingan dan
pengasuhan kepada anak.
Dalam proses pengembangan anak usia dini, menurut pasal 28 UU No. 20
tahun 2003 ada empat unsur yang harus dipenuhi di dalamnya antara lain ;
Pertama, pembinaan anak usia dini merupakan pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai usia enam tahun. Kedua, pengembangan anak usia dini
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan. Ketiga, pendidikan anak
usia dini bertujuan untuk membantu pertumbuhan dan pengembangan jasmani dan
rohani (holistik). Keempat pengembangan dan pendidikan anak usia dini
merupakan persiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Keempat unsur ini
hanya bisa terrealisasi jika terjadi kerjasama antara berbagai pihak mulai keluarga
sebagai jalur informal, nonformal, dan formal. (Forum PAUD, 2004: 4).
Terkait dengan tanggung jawab pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan informal (keluarga) pihak yang memikul tanggung jawab pertama dan
utama adalah orang tua, sebab anak merupakan amanat dan titipan Allah Swt yang
harus dibimbing, diasuh dan diarahkan sesuai dengan fitrahnya.
Mendidik anak bukanlah hal yang mudah, bukan pekerjaan yang dapat
dilakukan secara serampangan, dan bukan pula hal yang bersifat sampingan.
Mendidik anak sama kedudukannya dengan kebutuhan pokok dan kewajiban yang
harus dipenuhi oleh setiap muslim yang mengaku dirinya memeluk agama yang
hanif. Bahkan dalam Islam, mendidik anak merupakan tugas yang harus dan
mesti dilakukan oleh setiap orang tua, karena perintahnya datang dari Allah
(٦ :
ا)...
َْااو ْ◌ُقاو ْ◌ ْ◌ ُ َ َا َ ْ ِ◌ﱠ ا َ ﱡ اَ َ ْ ُ ْ ِ◌ْهَاَو ْ ُ َ َ◌ ُ
اًرَ َ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka… (QS. At-Tahriim: 6).
Ali Ibn Abu Tholib menafsirkan ayat tersebut bahwa cara untuk sampai ke
arah itu adalah dengan mendidik dan mengajar mereka. Dengan demikian
mendidik dan memberikan tuntunan kepada anak sama artinya dengan upaya
untuk meraih surga. Sebaliknya, menelantarkannya berarti menjerumuskan diri ke
dalam neraka. (Rahman, 2000: 17).
Keberhasilan anak dalam mengembangkan seluruh fitrahnya sangat
banyak ditentukan oleh usaha serta perjuangan orang tua. Hal itu sesuai dengan
sabda rasulullah :
Artinya : “Tidak ada manusia yang dilahirkan kecuali atas fitrahnya, orang
tuanya yang menjadikan ia Yahudi atau Nasrani atau Majusi,”
(Hr. Bukhari Muslim).
Dalam perspektif pendidikan, ada tiga alasan yang mendasari mengapa
tugas untuk memelihara hasil-hasil penting yang dicapai oleh bangsanya
(konservatif). Kedua, anak-anak diharapkan dapat menguasai dan
mengembangkan seluruh potensinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan
sosial masyarakat yang senantiasa terus bergerak dinamis.
Adapun yang Ketiga, setelah mereka dewasa diharapkan mampu
menyeleksi nilai dan budaya yang perlu dipertahankan dan nilai serta budaya baru
yang mana yang harus dimiliki. Hal ini sesuai dengan hadits rasul yang artinya :
“Didiklah anak-anakmu sebab mereka dilahirkan untuk hidup dalam jaman yang
berbeda dengan jamanmu”. (Hr. Bukhari Muslim).
Bagi anak, orang tua merupakan guru yang terpenting dan rumah tangga
merupakan lingkungan belajar utamanya dengan tugas utama mendidik,
membimbing, mengasuh, dan melatih anak-anak sesuai dengan karakteristiknya.
Dalam ajaran Islam, kita mendapatkan sebuah pembelajaran berharga yang
diajarkan baginda rasul dalam mendidik dan mengasuh anak diantaranya :
Artinya: “Cintailah anak-anak, sayangilah mereka. Apabila kamu sekalian
menjanjikan sesuatu kepada meraka penuhilah, karena mereka
memandang sebagai orang yang bertanggung jawab memberikan
rezeki kepada mereka”. (Hr. Bukhari Muslim).
Hadits tersebut menggariskan pokok-pokok yang sangat baik dalam
mendidik anak sebagai berikut :
a. Cinta. Cinta adalah tali pengikat antara sesama manusia agar mereka
hidup bersama dalam keakraban dan ‘itikad baik, terutama antara anggota
b. Kasih sayang. Suatu gantungan utama orang mengharapkan pertolongan
yang menyimpan sifat keakraban dan kesetiaan yang menjadikan orang
memiliki kasih sayang tersebut sebagai manusia yang agung.
c. Memenuhi janji. Pemenuhan janji orang tua kepada anak-anaknya
merupakan contoh cinta serta ikatan yang sangat dalam yang mewarnai
ikatan antara meraka. (Hasyim dalam Rahminawati, 2004: 2).
Pendidikan keluarga sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan
nasional, dalam prakteknya tentu diperlukan beberapa faktor yang menentukan
kesuksesan anak dalam menjalani tugas-tugas perkembangan sosialnya. Dari
sekian banyak faktor antara lain adalah kegiatan interaksi dan komunikasi yang
dilakukan orang tua dalam keluarga. Curtis (Pines, 1981) dalam penelitiannya
misalnya menyimpulkan bahwa komunikasi amat esensi buat pertumbuhan
kepribadian manusia. Davis (1940) dan Waserman (1924) juga berpendapat
bahwa kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan komunikasi pada
anak. (Rahmat, 2008: 2).
Dari dua pendapat di atas, digambarkan bahwa komunikasi dalam
keluarga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan perilaku
sosial anak. Artinya efektif dan tidaknya komunikasi yang dilakukan orang tua
akan sangat berdampak pada pembentukan perilaku sosial anak.
Faktor lain yang juga harus ada dalam proses perkembangan perilaku
sosial anak adalah gaya perlakuan (parenting style) orang tua. Hal ini diperkuat
telah mencari ramuan-rauan pengasuhan yang dapat meningkatkan kompetensi
sosial pada anak.
Dari sekian banyak pandangan yang terkenal adalah pandangan dari
Baumrind (1971) yaitu para orang tua tidak boleh menghukum atau mengucilkan
anak, tetapi orang tua harus mengembangkan aturan-aturan bagi anak dan
mencurahkan kasih sayang kepada mereka. Baumrind menekankan tiga tipe
pengasuhan yang dikaitakan dengan aspek-aspek yang berberbeda dalam perilaku
sosial anak yaitu; otoriter, otoritatif, dan laissez-faire (permisif).
Sikap dan perlakuan yang hangat, kasih sayang, atau penuh perhatian
dapat mengembangkan kepribadian anak yang sehat dan keterampilan berinteraksi
yang baik dan akan menyebabkan anak mampu menuntaskan tugas
perkembangannya. Sebaliknya gaya perlakuan (parenting style) yang bersifat
dingin, kaku atau keras dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam
menuntaskan perkembangannya, khususnya dalam berinteraksi dengan orang
lain. (Yusuf, 2007: 105). Dengan demikian jelaslah bahwa perilaku sosial anak
akan dapat dibentuk melalui pola komunikasi dan gaya perlakuan orang tua yang
sesuai dengan tahapan perkembangannya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian terhadap faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku
soaial anak dengan fokus penelitian pada masalah ; ”Seberapa besar kontribusi
pola komunikasi dan gaya perlakuan (parenting style) orang tua terhadap perilaku
sosial anak ?”
B. Rumusan Masalah
Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku
sosial anak, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada faktor pola
komunikasi dan gaya perlakuan (parenting style) orang tua. Oleh karena itu,
masalah yang akan diungkap jawabannya dalam penelitian ini adalah ”Seberapa
besar kontribusi pola komunikasi dan gaya perlakuan orang terhadap
perkembangan sosial anak usia dini anak uisa 4-6 tahun” ?
Untuk lebih mengarahkan peneliti dalam melakukan penelitian, maka
masalah utama tersebut dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut :
1. Bagaimana pola komunikasi orang tua di Dusun Godebag Desa
Tanjungkerta Tasikmalaya ?
2. Bagaimana gaya perlakuan orang tua di Dusun Godebag Desa
Tanjungkerta Tasikmalaya ?
3. Bagaimana perilaku sosial anak usia 4-6 tahun di Dusun Godebag Desa
Tanjungkerta Tasikmalaya ?
4. Seberapa besar kontribusi pola komunikasi orang tua terhadap
pembentukan perilaku sosial anak usia 4-6 tahun di Dusun Godebag Desa
Tanjungkerta Tasikmalaya ?
5. Seberapa besar kontribusi gaya perlakuan orang tua terhadap pembentukan
perilaku sosial anak 4-6 tahun di Dusun Godebag Desa Tanjungkerta
6. Seberapa besar kontribusi pola komunikasi dan gaya perlakuan terhadap
pembentukan perilaku sosial anak usia 4-6 tahun di Dusun Godebag Desa
Tanjungkerta Tasikmalaya ?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian itu bertujuan untuk melihat bagaimana pola
komunikasi dan gaya perlakuan orang tua berkontribusi terhadap perilaku sosial
anak. Untuk itu tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran empirik
(nyata) tentang :
1. Pola komunikasi orang tua di Dusun Godebag Desa Tanjungkerta
Tasikmalaya.
2. Gaya perlakuan orang tua di Dusun Godebag Desa Tanjungkerta
Tasikmalaya.
3. Perilaku sosial anak usia 4-6 tahun di Dusun Godebag Desa Tanjungkerta
Tasikmalaya.
4. Besarnya kontribusi pola komunikasi orang tua terhadap pembentukan
perilaku sosial anak usia 4-6 tahun di Dusun Godebag Desa Tanjungkerta
Tasikmalaya.
5. Besarnya kontribusi gaya perlakuan orang tua terhadap pembentukan
perilaku sosial anak 4-6 tahun di Dusun Godebag Desa Tanjungkerta
6. Besarnya kontribusi pola komunikasi dan gaya perlakuan terhadap
pembentukan perilaku sosial anak usia 4-6 tahun di Dusun Godebag Desa
Tanjungkerta Tasikmalaya.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi
orang tua dalam menerapakan pola komunikasi dan gaya perlakuan terhadap
anak sehingga mampu membantu anak dalam membentukan perilaku sosial anak.
Adapun manfaat lain yang diharapkan antara lain :
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
terhadap teori pembentukan perilaku sosial anak, minimal penguatan terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan perilaku sosial anak.
2. Manfaat Praktis
a. Membantu orang tua untuk lebih memahami pola komunikasi dan gaya
perlakuan yang tepat untuk membentuk perilaku sosial anak.
b. Bagi peneliti lain, temuan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai
langkah awal untuk kegiatan penelitian yang lebih menyeluruh.
E. Asumsi
Penelitian ini didasarkan pada beberapa asumsi atau anggapan dasar
1. Pembentukan perilaku sosial merupakan hasil interaksi dengan
lingkungannya. Lingkungan yang pertama dimasuki anak adalah
lingkungan keluarga. Dalam keluarga anak berinteraksi dan berkomunikasi
dengan anggota keluarga lainnya, anak mulai mengenal kasih sayang,
saling memiliki dan bahkan mengenal dirinya sendiri. (Kartadinata, 1999:
4-5).
2. Kekuatan dari komunikasi efektif muncul dari orang tua karena kekuatan
kemampuan orang tua dalam memahami anak dan cara orang tua menjalin
kedekatan dengan anak. (Junita, 2005: 21-22).
3. Perlakuan orang tua dalam pengasuhan anak sangat menentukan perilaku
anak menjadi perilaku prososial atau anti sosial. (Hoffman dalam
Ernawulan, 1999: 5).
F. Hipotesis
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar kontribusi
pola komunikasi dan gaya perlakuan orang tua terhadap pembentukan perilaku
sosial anak. Hipotesis yang perlu diuji adalah mengetahui berapa besar kontribusi
tersebut. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai
berikut :
1. Pola komunikasi orang tua berkontribusi terhadap pembentukan perilaku
sosial anak.
2. Gaya perlakuan orang tua berkontribusi terhadap pembentukan perilaku
3. Pola komunika
bersama-sama te
Bagaimana ko
dalam bagan 1.1 berik
Kontr
a terhadap pembentukan perilaku sosial anak.
kontribusi antara variabel X , 1 X dan Y dap2
erikut ini :
Bagan 1.1
ntribusi Variabel X dan 1 X terhadap varibel Y2
la komunikasi orang tua
aya perlakuan orang tua
rilaku sosial anak
rameter struktur berkontribusi terhadap Y
ramter struktrur berkontribusi terhadap Y
rameter struktur dan berpengaruh secara b
G. Metode Penelitian
Sesuai dengan identifikasi masalah dan tujuan penelitian, maka dalam
penelitian ini digunakan pendektan kuantitatif dengan metode deskriptif analitik
korelatif, yaitu penelitian yang berusaha memperoleh gambaran (deskripsi)
gabungan (korelasional) antara berbagai variabel yang diteliti.
Dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara
empirik tentang ; “Seberapa besar kontribusi pola komunikasi orang tua (variabel
X1), gaya perlakuan (variabel X2) terhadap perilaku sosial anak usia 4-6 tahun
(variabel Y)” ?
Untuk memperoleh gambaran empirik tentang besarnya kontribusi antar
ketiga variabel tersebut maka perlu ditetapkan populasi dan sampel. Yang
dijadikan populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah orang tua yang ada di
wilayah Dusun Godebag Desa Tanjungkerta Kabupaten Tasikmalaya sebanyak
sampel 40 orang.
Dari responden sebanyak 40 orang itu diharapkan peneliti memperoleh
data yang akurat. Dan untuk memperoleh data tersebut peneliti menggunakan
teknik angket, wawancara terstruktur, dan observasi non partisipan. Dari hasil
angket yang disebarkan kepada responden akan diolah melalui teknik analisis
korelasi Pearson Product Moment (PPM ) dari Karl Pearson. (Sudjana, 2007:
148-149).
Hal itu dilakukan mengingat data dalam penelitian ini berupa data interval
dan rasio dengan persyaratan tertentu (Akdon, 2008: 188), maka rumus yang
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
1. Pendekatan dan Teknik Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan teknik deskriptif analitik korelasional, yaitu penelitian yang
menggambarkan hubungan antara berbagai variabel yang diteliti. Melalui
pendekatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan menemukan
hubungan antara satu variabel lain atau berbagai objek penelitian.
Dengan desain ini juga diharapkan dapat menguji hipotesis utama yang
dirumuskan ; “Pola komunikasi dan gaya perlakuan orang tua berkontribusi
terhadap perilaku sosial anak usia 4-6 tahun. Pola hubungan dan pengaruh ketiga
varaibel yang akan diteliti dapat digambarkan dalam bagan berikut ini.
Bagan 3.1
Model Hubungan antara Variabel Penelitian
Keterangan :
: Pola komunikasi orang tua
: Gaya perlakuan orang tua
Y : Perilaku sosial anak
: Parameter struktur berkontribusi terhadap Y
PY : Paramter struktrur berkontribusi terhadap Y
PY : Parameter struktur dan berpengaruh secara bersama-sama
terhadap Y
r : Korelasi variabel dengan .
2. Lokasi dan Sumber Data Penelitian
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian di Dusun Godebag
Desa Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung Tasikmalaya. Sedangkan sumber
data dalam penelitian ini adalah orang tua di wilayah tersebut. Data yang
diperoleh dari orang tua adalah terkait dengan pola komunikasi, gaya perlakuan
orang tua dan perilaku sosial anak.
B. Populasi dan Sampel Peneltiian
1. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah orang tua di wilayah
Dusun Godebag Desa Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung Kabupaten
Keluarga (KK) pada tahun 2009 ini berjumlah 399 KK, terbagi dalam lima rukun
tetangga (RT). Gambaran populasi tergambar dalam tabel 3.1 berikut ini :
Tabel 3.1
Keadaan Kepala Keluarga di Dusun Godebag
Desa Tanjungkerta Kecamatan Pageraegung Tasikmalaya
RT Jml
Sumber : Data Penduduk Dusun Godebag Tahun 2009
2. Sampel
Penelitian dilakukan berfokus pada pola komunikasi dan gaya perlakuan
yang dilakukan orang tua dalam keluarga dan perilaku sosial anak usia 4-6 tahun
di lingkungan Dusun Godebag Desa Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung
Kabupaten Tasikmalaya.
Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus dari (Yamane;
Rakhmat, 1998; Riduwan dan Akdon, 2007 : 249 -151). Hal ini dilakukan karena
Adapun rumusnya sebagai berikut :
Dimana : n = Jumlah sampel
N = Jumlah Populasi
2
d = Presisi yang ditetapkan.
Diketahui jumlah populasi sebanyak N = 399 orang dan tingkat presisi
Dusun Godebag Desa Tanjungkerta Kecamatan Pagerageung Tasikmalaya
sebanyak 40 orang dengan rincian sebagai berikut :
C. Defisini Operasional Variabel
Penelitian ini mengkaji tiga variabel penelitian, yaitu pola komunikasi
orang tua (Variabel X1), gaya perlakuan (Variabel X2) dan perilaku sosial anak
usia 4-5 tahun (Variabel Y).
Selanjutnya untuk menghindari salah penafsiran terhadap istilah yang
diteliti, maka istilah-istilah tersebut perlu didefinisikan sebagai berikut :
1. Pola komunikasi diartikan sebagai cara-cara hubungan antara dua orang atau
lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. (Djamarah, 2004: 1). Pola
komunikasi yang dilakukan oleh orang tua dalam keluarga sebagai upaya
untuk menstimulasi berbagai potensi anak sehingga dapat berkembang secara
maksimal. Pola komunikasi yang sering terjadi dalam lingkungan keluarga
meliputi : (a) komunikasi verbal, (b) komunkasi non verbal, (c) komunikasi
interpersonal, dan komunikasi kelompok). (Djamarah, 2004: 43-48).
2. Gaya perlakuan orang tua diartikan sebagai sikap perlakuan orang tua dalam
mengembangkan keterampilan berinteraksi yang baik kepada anak (Yusuf,
200 : 106). Seperti juga pola komunikasi orang tua, gaya perlakuan orang tua
dilakukan sebagai upaya untuk menstimulasi berbagai potensi anak sehingga
dapat berkembang secara maksimal. Keberhasilan memaksimalkan potensi
anak, akan memberikan arti penting bagi kelanjutan kehidupan anak tersebut.
Gaya perlakuan tersebut meliputi : (a) authoritarian, (b) authoritative , dan
(c) permisive. (Santrock, 1995: 257-258;
3. Perilaku sosial adalah menggambarkan kemampuan anak untuk beradaptasi
dengan lingkungan sosialnya secara efektif. (Suyanto, 2005: 69).
Kemampuan tersebut ditandai dengan kemampuan : (a) kerjasama, (b)
menghargai, (c) berbagi, (d) membantu orang lain. (Helms & Turner dalam
Ernawulan, 1999: 11).
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data disusun perangkat alat pengumpul data sebagai
berikut :
a. Angket, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis disertai alternatif jawabaan yang
diberikan kepada responden. Jenis angket yang digunakan adalah angket
tertutup, yakni responden diberikan alternatif jawaban, sehingga responden
tinggal memilih alternatif jawaban yang telah disediakan. Angket yang
digunakan dalam penelitian ini merujuk pada skala model Linkert. Skala
berisi sejumlah pertanyaan yang menyatakan objek yang hendak diungkap.
Pensekoran atas kuesioner skala ini yang digunakan dalam penelitian ini
merujuk pada lima alternatif jawaban. Untuk keperluan analisis secara
kuantitatif, maka jawaban dalam angket diberi skor (angka) sebagai berikut :
1) Selalu skor : 5
2) Sering skor : 4
3) Kadang-kadang skor : 3
5) Tidak pernah skor : 1.
b. Studi kepustakaan, yakni pengumpulan data dengan cara mempelajari dan
menganalisis teori-teori yang relevan dengan masalah yang sedang dikaji.
c. Wawancara. Untuk melengkapi data yang telah dikumpulkan melalui
angket, penulis berusaha mencari data yang lebih akurat dan menyakinkan
kepada para orang tua. Teknik wawancara yang digunakan adalah
wawancara langsung dengan responden.
d. Observasi. Teknik ini dilakukan menambah daya akurasi data yang telah
dihimpun peneliti. Observasi dilakukan kepada orang tua sebanyak 8 orang
sebagai responden dan anak-anak usia 4-6 tahun. Adapun teknik yang
digunakan adalah obervasi bebas. Maksudnya peneliti mengamati fenomena
yang diteliti secara bebas tanpa bantuan alat tertentu.
2. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analitik deskriptif, yaitu
mendeksripiskan data yang terkumpul sebagaimana adanya. Sedangkan teknik
korelasional berusaha melihat hubungan antara variabel yang diteliti.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan analisis data adalah :
a. Mengumuplkan dan menyeleksi data yang terkumpul
b. Mengklasifikasikan data
c. Menskor data
d. Mentabulasi data
f. Melakukan uji statistik
g. Mendeskripsikan data (menganalisis data).
3. Perhitungan Nilai Kooefisien Korelasi Sederhana (r)
Alat analisis korelasi sederhana digunakan untuk menilai tingkat keeratan
hubungan antara variabel perilaku sosial anak sebagai variabel terikat (Y) dengan
pola komunikasi orang tua sebagai variabel bebas pertama ( ) dan gaya
perlakuan orang tua sebagai variabel bebas kedua ( ).
Tinggi rendahnya hubungan keeratan antara variabel penelitian dapat
dilihat dari besar kecilnya nilai kooefisen nilai korelasi sederhana (r) yang
diperoleh dari hasil analisis data penelitian. Alat analisis koefisien kerelasi yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan formula dari Sudjana (1992 : 369)
sebagai berikut :
Dimana :
= Koefisien korelasi
(∑ ) = Kuadrat jumlah skor pola komunikasi orang tua
∑ = Jumlah kuadrat skor pola komunikasi orang tua
∑ = Jumlah kuardat skor perilaku anak
(∑ ) = Kuadrat jumlah skor perilaku anak.
4. Perhitungan Nilai Koefisien Korelasi Ganda (R)
Analisis koefisien korelasi berganda digunakan untuk menilai tingkat
keeratan gubungan antara perilaku sosial anak sebagai varaibel terikat (Y) dengan
pola komunikasi sebagai variabel bebas ( ) dan gaya perlakuan orang tua
sebagai variabel bebas ( ) secara bersama-sama.
Tinggi rendahnya tingkat keeratan hubungan antara variabel penelitian
dapat dilihat dari besar kecilnya nilai koefisien korelasi berganda (R) yang
diperoleh dari hasil analisis data penelitian. Alat analisis koefiesien korelasi
berganda yang digunakan dalam penelitian ini mengggunakan formula dari
Sugiyono (1998 : 145) sebagai berikut :
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat hubungan antara hipotesis
penelitian digunakan pedoman interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut :
Tabel 3. 2
Pedoman Interpretasi Koefisien
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0, 00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 1,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat kuat
5. Perhitungan Nilai Koefisien Determinasi Sederhana
Alat analisis koefisein determinasi sederhana ( ), digunakan untuk
mengetahui persentase besarnya peubah variabel terikat, yaitu perilaku sosial anak
(Y) yang disebabkan oleh dua variabel bebas, yaitu pola komunikasi( ) dan gaya
perlakuan orang tua ( ).
Artinya nilai koefisien determinasi sederhana memberikan gambaran
tentang besarnya persentase peubah nilai variabel terikat terhadap perubahan
variabel bebas yang dapat dijelaskan dengan model penelitian yang diajukan.
Adapun sisa dari nilai koefisien determinasi sederhana ( ) yang
digunakan dalam penelitian ini adalah formula dari Suprapto (1990 : 80) sebagai
berikut :
Dimana :
KD = Koefisien determinasi
= Koefisien korelasi.
6. Perhitungan Nilai Koefisein Determinasi Berganda ( )
Alat analisis koefisien determinasi berganda ( ), digunakan untuk
mengetahui persentase besarnya perubahan perilaku sosial anak sebagai variabel
terikat (Y) yang disebabkan oleh pola komunikasi dan gaya perlakuan orang tua
sebagai variabel bebas ( dan ) secara bersama-sama.
Dengan kata lain nilai koefisein determinasi sederhana memberikan
gambaran petunjuk terhadap besarnya persentase perubahan nilai variabel terikat
sebagai akibat dari adanya perubahan variabel bebas yang dijelaskan dengan
model penelitian yang diajukan.
Adapun sisa dari nilai koefisien determinasi berdanga ( ), dijelaskan
oleh variebl lain yang tdiak diajukan dalam penelitian ini. Alat analisis koefisien
berganda ( ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah formula dari
Mendenhall dan Reinmuth (1988 : 62) sebagai berikut :
Dimana :
= Koefisien determinasi berganda
SST = Jumlah kuadrat nilai Y
SSE = Jumlah kuadrat kesalahan.
7. Regresi Linier Sederhana
Alat analisis regresi sederhana digunakan untuk memprediksikan variabel
terikat dengan melihat sifat hubungan dan besar kecilnya pengaruh antara perilaku
sosial anak (Y) dengan semua variabel besar yaitu pola komunikasi ( ) dan gaya
perlakuan orang tua ( ).
Sifat hubungan dan besar kecilnya pengaruh antara variabel penelitian
dapat dilihat dari tanda (+/-) koefisien regresi sederhana dan besarnya kecilnya
nilai regresi sederhana pada persamaan regresi sederhana yang digunakan dalam
penelitian ini. Alat analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini addalah
formula yang diajukan oleh Sudjana (1996 : 6) sebagai berikut :
Ŷ = Prediksi variabel Y
a = Konstanta
b = Koefisein regresi
X = Subjek variabael independen.
8. Regresi Linier Berganda
Alat analisis regresi berganda digunakan untuk memprediksikan variabel
terikat dengan melihat sifat hubungan dan besar kecilnya pengaruh antara perilaku
sosial anak (Y) dengan semua variabel bebas yaitu pola komunikasi ( ) dan gaya
perlakuan orang tua ( ).
Sifat hubungan dan besar kecilnya pengaruh variabel penelitian dapat di
dari tanda (+/-) koefisien regresi berganda dan besarnya kecilnya nilai regresi
berganda dari setiap variabel bebas pada persamaan regresi berganda yang yang
diperoleh dari analisis data dalam penelitian ini. Alat analisis regresi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah formula yang diajukan oleh Sudjana (1996 :
76) sebagai berikut :
Dimana :
Ŷ = Prediksi variabel Y
a = Konstanta
= Koefisien regresi variabel
= Koefisien regresi variabel
= Variabel
= Variabel .
9. Uji t
Untuk pengujian signifikansi koefisien sederhana dan koefisien regresi
sederhana menggunakan formula t-test dalam Putrawan (1990 : 122), sebagai
berikut :
Hipotesis yang diajukan dalam melakukan pengujian koefisien sederhana
dan koefisien regresi sederhana adalah :
H : b = 0 (koefisien korelasi atau koefisien regresi tidak signifikan).
Ha : b > 0 (koefisein korelasi atau koefisien regresi signifikan).
Kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut :
Jika nilai t-test < nilai !"#$%& , maka H diterima.
Jika nilai t-test > nilai !"#$%& , maka H diterima.
Untuk mengetahui !"#$%& digunakan ketentuan derajat kebebasan (dk) =
n-2 pada level of significance (a) sebesar 5% (tingkat kesalahan 5% atau 0,50) atau
tarap keyakinan 95% atau 0,95. Jadi apabila tingkat kesalahan suatu variabel lebih
dari 5% berarti variabel tersebut tersebut tidak signifikan.
t-test = √)
*
10.Uji F
Untuk menguji signifakn koefisien regresi berganda dan model regresi
berganda menggunakan formula f-test dari Mendehall dan Reinmuth (1988 : 68)
sebagai berikut :
Hipotesis yang diajukan dalam melakukan pengujian signifikan koefisien
regresi berganda adalah :
H : = 0 (tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel
dan terhadap variabel Y.
Ha : = 0 ) ada hubungan yang signifikan antara variabel
dan terhadap variabel Y.
Kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut :
Jika nilai F-test < nilai ,"#$%& , maka Ha ditolak, H diterima
Jika nilai F-test > nilai ,"#$%& , maka H ditolak, Ha diterima.
E. Rancangan Uji Hipotesis
Hipotesis yang diuji dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. H : Tidak terhadap kontribusi positif dan signifikan antara pola
komunikasi terhadap perilaku sosial anak.
Ha : Terdapat kontribusi positif dan signifikan antara pola komunikasi
orang tua terhadap perilaku sosial anak.
F-test = - .
2. H : Tidak terdapat kontribusi positif dan signifkan antara gaya
perlakuan orang tua terhadap perilaku sosial anak.
Ha : Terdapat kontribusi positif dan signifkan antara gaya perlakuan
orang tua terhadap perilaku sosial anak.
3. H : Tidak terdapat kontribusi positif dan signifkan antara pola
kumunikasi dan gaya perlakuan orang tua terhadap perilaku
sosial anak.
Ha : Terdapat kontribusi positif dan signifkan antara pola
komunikasi dan gaya perlakuan orang tua terhadap perilaku
sosial anak.
py 12 = 0 ⇒ 1 diterima, bila ,23"4)5 < ,"%$%&
py 12 = 0 ⇒ 1 diterima, bila ,23"4)5 > ,"%$%& .
F. Jadual Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan yaitu sejak bulan Januari
sampai dengan Juni 2009, dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
Tabel 3. 3
Jadual Penelitian
Kegiatan Bulan
Jan Feb Mart April Mei Juni Juli Agus.
Persiapan √
Penyusunanan dan
seminar proposal
penelitian
Pengumpulan data √ √
Pengolahan dan analisis
data
√ √ √ √
Penyelesian tesis dan
sidang
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pola komunikasi orang tua baik verbal, nonverbal, interpersonal maupun
kelompok memegang peranan penting dalam pembentukan perilaku sosial
anak. Semakin tepat penerapan pola komunikasi dalam lingkungan
keluaraga akan semakin berkontribusi positif terhadap perilaku sosial
anak.
2. Gaya perlakuan orang tua baik gaya authoritarian, authoritative, maupun
permessive memberikan kontribusi terhadap perilaku sosial anak.
Semakin tepat penerapan gaya perlakuan dalam lingkungan keluarga akan
semakin berkontribusi positif terhadap perilaku sosial anak.
3. Perilaku sosial anak usia 4-6 tahun merupakan perilaku yang harus
distimulasi dan dibentuk sejak dini melalui pola komunikasi dan gaya
perlakuan orang tua. Kemampuan anak dalam bersosialisasi sejak dini
akan memberikan dampak yang lebih signifikan terhadap kemampuan
anak dalam memasuki dunia yang sesungguhnya. Upaya menstimulasi dan
membentuk perilaku sosial anak dapat dilakukan melalui penerapan pola
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil akhir penelitian, penulis mengajukan beberapa
rekomendasi sebagai berikut :
1. Bagi Orang Tua
Hasil penelitian menunjukan bahwa pola komunikasi dan gaya perlakuan
orang tua berkontribusi sangat tinggi terhadap perilaku sosial anak. Oleh karena
itu orang tua perlu lebih memperhatikan pola komunikasi dan gaya perlakuan
yang sesuai dengan situasi. Suatu saat orang tua perlu menerapkan pola
komunikasi verbal dibanding pola yang lain, begitu sebaliknya. Pada waktu yang
lain mungkin juga orang tua perlu menerapkan gaya perlakuan authoritarian,
dibanding gaya yang lain hal itu bergantung pada kebutuhan.
Melalui penerapan pola komunikasi dan gaya perlakuan yang lebih sesuai
sesuai dengan kebutuhan anak akan memberikan peluang yang lebih luas kepada
anak untuk mengembangkan potensi sosialnya. Selain itu orang tua perlu
memanfaatkan waktu yang ada untuk melakukan komunikasi dan interkasi dalam
lingkungan keluraga dengan anak sebagai sebuah usaha membentuk dan
mengembangkan potensi sosial anak sejak dini. Disela-sela kesibukan atau ketika
santai disitulah kesempatan untuk membangun komunikasi dan interakasi dalam
upaya membentuk dan membimbing perilaku sosial anak.
2. Bagi Peneliti Berikutnya
Penelitian ini baru melihat sebarapa besar kontribusi pola komunikasi dan
yang dapat memberikan kontribusi terhadap perilaku sosial anak. Oleh karena itu
perlu penelaahan terhadap faktor lain yang mampu berkontribusi terhadap
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir. (2007). Filsafat Pendidikan Islami, Integrasi Jasmani, Rohani, dan
Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung:Rosdakarya.
______ (2002). Pendidikan Agama dalam Keluarga. Bandung. Rosdakarya.
Akdon. (2008). Aplikasi Statistik dan Metode Penelitian untuk Administrasi &
Manajeman. Bandung: Dewa Ruci.
Chaplin, JP. (2001). Dictionary of Psikologi. New York:Dell Publising Co.Inc.
Darajat , Zakiyah. (1970). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
________. (1995). Psikologi Agama. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Agama RI. (1992). Al-Quran dan Terjemahnya. Surabaya. Surya Cipta Aksara.
Dewantara, Hajar, KI. (1962). Buku I: Pendidikan. Jogyakarta: Majlis Luhur Taman Siswa.
Djamarah, Bahri , Syaeful. (2004). Pola Komuniaksi Orang Tua dan Anak Dalam
Keluarga. Jakarta: PT. Reineka Cipta.
Dini P. Daeng, S. (1996). Metode Mengajar di Taman Kanak-Kanak, Bagian 2. Jakarta: Depdikbud.
Ernawulan. (1999). Peranan Bimbingan Guru, Pengasuhan Orang Tua, dan
Interaksi Teman Sebaya terhadap Perkembangan Perilaku Sosial Anak Taman Kanak-Kanak Aisiyah XI, Bumi Siliwangi, dan Angkasa I Bandung (Tesis). Bandung: SPs IKIP. Tidak diterbitkan.
Effendy, Uchjana, Onong. (2000). Dinamika Komunikasi. Cet. IV. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Fakultas Tarbiyah UIN Bandung (2008). Media Pendidikan, Jurnal Pendidikan
Keagamaan.Vol. XXIII. No. 3 Desember 2008.
Forum PAUD (2004). Buletin PADU (Jurnal Ilmiah Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat PAUD.
Hasyim, Umar. (1983).Cara Mendidik Anak dalam Islam. Surabaya. Bina Ilmu.
Harini, Sri dan Firdaus, Aba. (2003). Mendidik Anak Sejak Dini. Yogyakarta: Kreaasi Wacana.
Halim, M. Nipan, Abdul. (2001). Anak Saleh Dambaan Keluarga. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Hurlock, Elizabeth, B. (1978). Child Development. Sizth Edition. New York:Mc.Graw Hill,Inc.
Junita, Ike. (2005). Prinsip Komunikasi Efektif (Untuk Meningkatkan Minat
Belajar Anak). Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Kartadinata, Sunaryo. (1983). Kontribusi Iklim Kehidupan Keluarga dan Sekolah
terhadap Adekuasi Penyesuaian Disi. (Tesis). Bandung: FPS IKIP. Tidak
diterbitkan.
Muheminin dan Abd. Mujib.(1993). Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda Karya.
Nurihsan, Juntika. (2007). Perkembangan Peserta Didik (Modul). Bandung.: SPs UPI.
Peraturan Pemerintah RI. No. 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Rifai, SS, Melly. (2007). Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. (Ilmu dan Aplikasi Pendidikan). Penyunting Moh. Ali. et.al. Bandung:Pedagogia Press.
Purwato, Ngalim. 2004 :82-84). Ilmu Pendidikan Teroretis dan Praktis. Bandung. Rosdakarya.
Rahman,’Abdur, Jamal. (2000). Athfalul muslimin, Kaifa Robbahuum Nabiyyul
Amin. Edisi Bahasa Indonesia, Tahapan Mendidik Anak Teladan
Rasulullah oleh Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi. (2005). Bandung: IBS.
Ramayulis. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rakhmat, Jalaludin. (2008). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rahmayanti;Tersedia:http://www.tokoislamonline.com/artcle_info.php?articles_id =4 [14 Agustus 2009].
Riduwan dan Akdon. (2006). Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika. Bandung. Alfabeta.
Salim, Abdullah, Husaen. (1992). Sahih Bukhori Muslim. Beirut. Darul Fikri.
Santrock, W, John. (1995). Life-Span Development. (Perkembangan Masa
Hidup). Jakarta: Erlangga.
Sarwono, W, Sarlito. (2004). Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta. Rajawali Pers
Sudjana. (1996). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sujiono, Nurani. (2007). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan.
Sudjana, Nana.(2007). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensido.
Shochib, Moch (1998). Pola Asuh Orang Tua. Dalam Membentuk Anak
Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: Reineka Cipta.
Soelaeman, MI. (1994). Pendidikan dalam Keluarga. Bandung: IKIP.
Surya, Muhamad. (2008). Pengembangan Kualitas Profesional Guru Pendidikan
Anak Usia Dini dan Taman Kanak-Kanak. (Makalah) disampaikan pada
Seminar Nasional PAUD dan PENDAS , Sabtu, 13 Desember 2008 di Tasikmalaya.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
University, Oxford (1995). Oxford Advanced Learners Dictionary, Oxford University Press, Oxford.
Yandianto. (2001). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: Penerbit M25.
Yusuf, Syamsu. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosdakarya.
______(2007). Pedagodik Pendidikan Dasar (Modul). Bandung: SPs UPI.
Tersedia:http://www.alhikmahonline.com/content/view/156/5/ [14 Agustus 2009].
Tersedia:http://www.kidsource.com/better.world.press/parenting.html[14 Agustus 2009].
Tersedia;http://www.arthazone.com/article_detail.php?nid=2316[14Agustus200].
Tersedia;http//www.blogcatalog.com/search.frame.php.[14 Agustus 2009].