i SKRIPSI
PENERAPAN METODE FULL COSTING DALAM MENENTUKAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA XIV (PERSERO) PABRIK KELAPA SAWIT LUWU UNIT BURAU MAKASSAR
SUKMAWATI 105730236011
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR 2015
ii SKRIPSI
PENERAPAN METODE FULL COSTING DALAM MENENTUKAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA XIV (PERSERO) PABRIK KELAPA SAWIT LUWU UNIT BURAU MAKASSAR
SUKMAWATI 105730236011
Skripsi ini Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Strata Satu (SI) pada Jurusan Akuntansi Fakultas ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR 2015
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi atas nama Sukmawati dengan No. Stambuk 105730236011 telah diterima dan disahkan oleh panitia Ujian Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar No.74 Tahun 1436 H / 2015 M sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar pada hari Sabtu, 22 Agustus 2015/7 Dzulqaidah 1436 H.
Makassar, Dzulqaidah 1436 H Agustus 2015 M
Panitia Ujian :
Pengawas : Dr. H. Irwan Akib, M.Pd
(Rektor Unismuh Makassar) (...)
Ketua : Dr. H. Mahmud Nuhung , M.A
(Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis) (...)
Sekretaris : Drs. H. Sultan Sarda, MM
(PD. 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis) (...) Penguji :
1. Dr. Hj. Euis Eka Pramiarsih. M.Pd (...)
2. Muchriana Muchram, SE.,M.Si,Ak,CA (...)
3. Dr. H. Muhammad Rusydi, SE.,M.Si (...)
4. Moch. Aris Passigai, SE.,MM (...)
iv
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Penelitian : PENERAPAN METODE FULL COSTING DALAM MENENTUKAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XIV (PERSERO) PABRIK KELAPA SAWIT LUWU UNIT BURAU MAKASSAR
Nama : SUKMAWATI
Stambuk : 105730236011
Jurusan : AKUNTANSI
Fakultas : EKONOMI DAN BISNIS
Perguruan Tinggi : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Telah diujiankan pada hari Sabtu, tanggal 22 Agustus 2015.
Makassar, Agustus 2015 Disetujui Oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hj. Euis Eka Pramiarsih. M.Pd Ismail Badollahi, SE, M.Si, Ak, CA
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi & Bisnis Ketua Jurusan Akuntansi
Dr. H. Mahmud Nuhung, SE, MA Ismail Badollahi, SE, M.Si,Ak,CA
KTAM: 497794 NBM:1073428
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil alamin, puji dan syukur senantiasa teriring dalam setiap hela nafas atas kehadirat dan junjungan Allah SWT. Bingkisan salam dan shalawat tercurah kepada kekasih Allah, Nabiullah Muhammad SAW, para sahabat dan keluarganya serta umat yang senantiasa istiqamah dijalan-Nya.
Tiada jalan tanpa rintangan, tiada puncak tanpa tanjakan, tiada kesuksesan tanpa perjuangan. Dengan kesungguhan dan keyakinan untuk terus melangkah, akhirnya sampai dititik akhir penyelesaian skripsi. Namun, semua tak lepas dari uluran tangan berbagai pihak lewat dukungan, arahan, bimbingan, serta bantuan moril dan materil. Maka melalui kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Kedua orang tua tercinta Bomba dan Samu, yang tiada henti-hentinya mendoakan, memberi dorongan moril maupun materi selama menempuh pendidikan.Untuk Saudara penulis yang tersayang, Kak Aspa, dek Narti, Juleha, dan Nasruddin yang senantiasa mendoakan dan memotivasi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. H. Irwan Akib, M.Pd. selaku Rektor Universitas Muhammmadiyah Makassar
3. Bapak Drs. H. Mahmud Nuhung, SE, MA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
4. Bapak Ismail Badollahi, SE, M.Si,Ak selaku ketua Jurusan Akuntansi sekaligus pembimbing II penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
vi
5. Ibu Euis Eka Pramiarsih, M.Pd, selaku pembimbing I penulis dalam menyelesaaikan skripsi ini.
6. Bapak/ibu para dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.
7. Teman dan sahabat penulis, yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Terakhir ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mereka yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu tetapi banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih banyak kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Namun dengan banyaknya pihak yang memberikan bantuan serta dukungannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Makassar, Agustus 2015
Penulis
vii ABSTRAK
Sukmawati, Penerapan Metode Full Costing Dalam Menentukan Harga Pokok Produksi Pada PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Luwu Unit Burau Makassar. (dibimbing oleh Ibu Euis Eka Pramiarsih dan Bapak Ismail Badullahi).
Penentuan Harga Pokok Produksi sangat penting, karena semakin meningkatnya persaingan yang terjadi antar perusahaan dalam menghasilkan produk-produk yang berkualitas dengan harga yang cukup bersaing.
Penelitian ini dilakukan pada PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Luwu Unit Buarau yaitu perusahaan yang memproduksi bahan mentah berupa kelapa sawit menjadi barang jadi berupa minyak goreng dan karnel. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan metode full costing yang diterapkan di perusahaan sudah tepat atau belum dalam menghitung harga pokok produksi.
Penerapan metode full costing pada PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Luwu Unit Burau Makassar belum diterapkan dengan baik, hal ini ditandai dengan adanya perbedaan hasil perhitungan Harga Pokok Produksi antara metode full costing yang diterapkan dalam peruisahaan dengan metode full costing secara teori. Perbedaan tersebut terletak pada pembebanan biaya overhead pabrik, perhitungan yang dihitung oleh perusahaan tidak membebankan biaya overhead pabrik tetap secara keseluruhan sehingga hasilnya kurang tepat dan akurat. Kesalahan yang terjadi dalam perhitungan Harga Pokok Produksi dapat berpengaruh pada penentuan harga jual dan laba yang diinginkan oleh perusahaan.
Kata kunci: Harga Pokok Produksi (HPP), Full Costing
viii DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN . ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI . ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK . ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL . ... Viii DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitan ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Akuntansi Biaya ... 8
B. Konsep Biaya dan Klasifikasi Biaya ... 8
C. Harga Pokok Produksi . ... 21
D. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi . ... 24
E. Kerangka Pikir ………... 38
F. Hipotesis ... 39
BAB III METODE PENELITIAN
ix
A. Objek Penelitian ... ... 40
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40
C. Metode Pengumpulan Data ... 40
D. Jenis dan Sumber Data ... 41
E. Metode Analisis ... 42
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Pendirian PT. PN XIV (Persero) ... 43
B. Diskripsi Bidang Usaha ... 44
C. Visi dan Misi PT. PN XIV (Persero) . ... 45
D. Susunan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi ... 46
E. Gambaran Umum PT PN (Persero) PKS Luwu Unit Burau ... 47
F. Struktur Organisasi ... 50
G. Job Description ... 52
BAB V HASL PENELITAN DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Akuntansi PT. PN XIV (Persero) ... 60
B. Penentuan Harga Pokok Produksi ... 69
C. Pembahasan... 73
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan. ... 75
B. Saran... 75
DAFTAR PUSTAKA. ... 76
LAMPIRAN ... 78 RIWAYAT HIDUP ...
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Full Costing dengan variable costing ...35
Tabel 4.1 Susunan Dewan Komisaris ...46
Tabel 4.2 Susunan Dewan Direksi ... 47
Tabel 4.3 Penggunaan Lahan HGU ... 49
Tabel 4.4 Daftar Curah Hujan Pertahun ... 50
Tabel 5.1 Perbandingan hasil perhitungan Harga Pokok Produksi metode Full Costing dengan metode Full Costing menurut perusahaan ... 73
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Biaya Variabel ...16
Gambar 2.2 Perilaku Biaya ...16
Gambar 2.3 Grafik Biaya Variabel ...17
Gambar 2.4 Grafik Biaya Tetap ...19
Gambar 2.5 Biaya Semi Variabel ...20
Gambar 2.6 Kerangka Pikir ...38
Gambar 2.7 Struktur Organisasi ...51
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 4 Laporan Laba Rugi PT. PN XIV (Persero) PKS Luwu Unit Burau
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan bisnis telah menjadi global dan kompotitif menuntut perusahaan untuk menghasilkan value terbaik bagi costumer. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan value bagi costumer ini merupakan faktor penentu keberhasilan perusahaan untuk bertahan hidup dan bertumbuh dalam lingkungan bisnis yang global dan kompotitif ini. Costumer value cepat sekali mengalami perubahan dalam lingkungan bisnis sekarang ini, baik karena tuntutan kebutuhan costumer yang meningkat maupun karena pesaing secara inovatif berusaha menawarkan manfaat lebih banyak.
Berkembangnya dunia industri sekarang ini sangat pesat khususnya perusahaan atau industri menengah ke bawah. Perusahaan atau industri biasanya bersaing ketat untuk mendapatkan profit atau laba semaksimal mungkin dengan menekan biaya-biaya produksi yang digunakan. Tidak jarang perusahaan atau industri menengah ke bawah dalam menentukan harga pokoknya kurang tepat atau kurang akurat.
Perusahaan yang telah berdiri tentunya ingin berkembang dan terus menjaga kelangsungan hidupnya, untuk itu pihak manajemen perusahaan perlu membuat kebijakan yang mengacu pada terciptanya efisiensi dan efektivitas kerja.
Kebijakan tersebut dapat berupa penetapan harga pokok produksi, yaitu dengan cara menekan biaya produksi serendah mungkin dan tetap menjaga kualitas dari barang atau produk yang dihasilkan, sehingga harga pokok produk satuan yang
dihasilkan perusahaan lebih rendah dari yang sebelumnya. Kebijakan ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk menetapkan harga jual yang tepat dengan laba yang ingin diperoleh perusahaan, sehingga perusahaan tersebut dapat bersaing dengan perusahaan–perusahaan lain yang memproduksi produk sejenis.
Tidak banyak orang memahami bahwa harga pokok produk dan jasa merupakan refleksi kemampuan suatu organisasi dalam memproduksi barang dan jasa. Semakin tinggi kemampuan mengelola biaya (cost), maka akan semakin baik produk dan jasa yang ditawarkan kepada pelanggan baik dari sisi harga maupu kualitas.
Salah satu yang mungkin dapat ditempuh oleh perusahaan adalah dengan mengendalikan faktor-faktor dalam perusahaan, seperti mengurangi dan mengendalikan biaya, tanpa harus mengurangi kualitas dan kuantitas produk yang telah ditetapkan.
Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi dapat mengakibatkan penentuan harga jual pada suatu perusahaan menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kedua kemungkinan tersebut dapat mengakibatkan keadaan yang tidak menguntungkan bagi perusahaan, karena dengan harga jual yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan produk yang ditawarkan perusahaan akan sulit bersaing dengan produk sejenis yang ada di pasar, sebaliknya jika harga jual produk terlalu rendah akan mangakibatkan laba yang diperoleh perusahaan rendah pula. Kedua hal tersebut dapat diatasi dengan penentuan harga pokok produksi yang tepat.
Semakin menjamurnya perusahaan dagang terutama yang bergerak dalam bidang produksi, menyebabkan semakin ketatnya persaingan anta produk yang ditawarkan. Keberhasilan dalam memenangkan persaingan tersebut ditentukan oleh beberapa hal antara lain quality dan price.
Quality merupakan suatu produk dan jasa yang melalui beberapa tahapan proses dengan memperhitungkan nilai produk dan jasa tanpa adanya kekurangan sedikitpun dari nilai produk dan jasa, dan menghasilkan produk dan jasa sesuai harapan pelanggan. Price adalah suatu nilai tukar dari produk, barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter.
Untuk mencapai hal tersebut, maka perusahaan dituntut untuk bisa menjalankan manajemen perusahaannya agar menjadi efisien dan kompotitif.
Semakin tinggi pesaingan perusahaan yang bergerak dibidang industri yang sama, maka tingkat persaingan akan semakin tinggi. Oleh karena itu diperlukan strategi- strategi perusahaan yang bisa memenangkan dalam persaingan adalah penekanan harga jual produk. Dengan harga jual yang semakin rendah, maka tingkat penjualan produk menjadi tinggi.
Perusahaan yang menghasilkan suatu produk dalam proses produksinya memerlukan informasi mengenai berapa besar jumlah biaya yang dgunakan dalam menghasilkan produk dan sekaligus diharapkan dapat menghitung biaya-biaya yang diperlukan seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik untuk dapat menentukan harga pokok produksi yang tepat terhadap produk yang dihasilkan.
Harga pokok produksi mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan harga produk. Penetapan biaya yang lebih tepat akan menghasilkan biaya harga pokok jual prduksi barang yang lebih akurat. Oleh karena itu, perusahaan harus benar-benar serius menangani harga pokok produksinya.
Untuk memperkecil kesalahan yang terjadi dalam perhitungan harga pokok produksi dan manghasilkan harga jual yang tepat dan akurat diperlukan suatu metode yang baik. Metode yang tepat digunakan dalam Pabrik Kelapa Sawit untuk menghitung harga pokok produksi adalah metode full costing. Dengan menerapkan metode ini diharapkan akan membantu pabrik tersebut khususnya pada pihak manajemen Pabrik Kelapa Sawit dalam penentuan harga pokok produksi dan harga jual dapat berfungsi lebih optimal, efektif, dan efisien. Serta penetapan harga jual yang tepat dan akurat untuk mencapai penetapan harga yang sewajarnya.
Konsep penerapan metode full costing merupakan alternatif solusi yang ditempuh oleh perusahaan untuk mendapatkan informasi akuntansi yang relevan dalam penerapan metode full costing, dapat diterapkan pada PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Unit Luwu tentunya disesuaikan dengan kondisi manajemen perusahaan. Manajemen memerlukan informasi untuk memungkinkan mereka melakukan pengelolaan terhadap biaya-biaya yang timbul selama proses produksi.
Berikut ini perhitungan Harga Pokok Produksi berdasarkan metode Full Costing menurut teori :
Persediaan awal Rp. 8. 677.371.296,- Biaya Bahan Baku Rp. 154.377.248.070,-
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp. 11.437.706.437,- Biaya Overhead Pabrik Tetap Rp. 8.361.248.812,- Biaya Overhead Pabrik Variabel Rp. 14.984.713.803,-
Total Biaya Produksi Rp. 189.160.917.122,-
Rp. 197.838.288.418,-
Persediaan akhir Rp. 0
Harga Pokok Produksi Rp. 197.838.288.418,-
Harga Pokok Produksi per kilogram :
Harga Pokok produksi = Rp. 197.838.288.418,- Jumlah Produksi 32.432.318 Kg
= Rp. Rp. 6.100,-
Dari hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa perhitungan harga pokok produksi pada tahun 2014 dengan menggunakan metode full costing yang diterapkan sebesar Rp. 197.838.288.418,- yang diperoleh dari total persediaan hasil jadi awal, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, dan biaya overhead tetap.
PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Luwu Unit Burau adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi pengolahan perkebunan negara, memproduksi minyak goreng dan karnel dari kelapa sawit.
Untuk menghitung harga pokok produksinya PT. Perkebunan Nusantara XIV
(Persero) Pabrik Kelapa Sawit Luwu Unit Buarau sebelumnya telah melakukan perhitungan dengan metode full costing tetapi belum akurat karena masih ada biaya-biaya overhead pabrik yang belum dihitung secara keseluruhan di antaranya adalah overhead pabrik tetap.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul “Penerapan Metode Full Costing Dalam Menentukan Harga Pokok Produksi Pada PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Luwu Unit”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
“Bagaimana penerapan metode Full Costing dalam menentukkan harga pokok
produksi pada PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Luwu Unit Burau Makassar?”.
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, penelitian ini mempunyai tujuan yaitu :
“Untuk mengetahui penerapan metode Full Costing dalam menentukan harga pokok produksi pada PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Luwu Unit Burau Makassar”.
D. Manfaat Penelitian
Penulisan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai kalangan yaitu, sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis tentang harga pokok produksi khususnya penerapan metode full costing.
2. Manfaat praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Unit Luwu Makassar dalam mengurangi biaya produksi selama proses produksi dan memaksimalkan laba.
3. Kebijakan
Kebijakan ini mencakup pihak perusahaan harus mengetahui konsep biaya yang efisien dalam menjalankan proses produksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Akuntansi Biaya
Akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya. Objek kegiatan akuntansi biaya adalah biaya.
B. Konsep Biaya dan Klasifikasi Biaya 1. Konsep Biaya
Dalam melaksanakan tangguang jawab perencanaan dan pengendalian manajemen membutuhkan pemahaman akan arti biaya dan triminologi yang berkaitan dengan biaya. Pembebanan biaya atas produk, jasa, pelanggan, dan objek lain yang merupakan kepentingan manajemen, adalah salah satu tujuan dasar sistem informasi akuntansi manajemen. Peningkatan keakuratan pembebanan biaya menghasilkan informasi yang lebih bermutu tinggi yang kemudian dapat digunakan untuk membuat keputusan yang lebih baik.
Memperbaiki penentuan biaya telah menjadi pengembangan utama dalam bidang manajemen biaya.
Biaya (cost) dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu: aktiva atau asset dan beban atau expense. Biaya akan dicatat sebagai aktiva atau asset apabila memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Sedangkan biaya akan
dikategorikan sebagai beban atau expense jika memberikan manfaat pada periode akuntansi berjalan.
Aktiva atau asset juga dapat menjadi dua bagian, yaitu: aktiva atau asset dan beban atau expense.jika aktiva atau asset tersebut belum terpakai, maka tetap dicatat sebagai aktiva atau asset. Sedangkan apabila ativa atau asset tersebut telah digunakan, maka akan dicatat sebagai beban.
Hansen dan Mowen (2006:40) mendefinisikan biaya sebagai berikut :
“biaya adalah sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi”.
Dikatakan sebagai ekuivalen kas karena sumber nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Sebagai contoh, peralatan dengan menukar peralatan dengan bahan yang digunakan untuk produksi. Dalam usaha menghasilkan manfaat saat ini di masa depan, manajemen suatu organisasi harus melakukan berbagai usaha untuk meminimumkan biaya yang dibutuhkan dalam mencapai keuntungan tertentu. Mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk mencapai manfaat tertentu memiliki arti bahwa perusahaan menjadi lebih efisien.
Biaya tidak harus ditekan, tetapi juga harus dikelola secara strategis.
Adapun definisi biaya menurut Mulyadi (2007:8), yaitu :
“Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu”.
Menurut Wiliam K dan Carter (2009:30), sebagai berikut :
“Biaya adalah suatu nilai tukar, pengeluaran, atau pengorbanan yang dilakukan untuk menjamin perolehan manfaat”.
2. Pengklasifikasian Biaya
Pengklasifikasian biaya sangat diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat membantu pihak manajemen dalam mencapai tujuannya. Untuk tujuan perhitungan biaya produk dan jasa, biaya dapat diklasifikasikan menurut tujuan khusus atau fungsi-fungsi. Menurut Hansen dan Mowen (2006:50), biaya dikelompokkan kedalam dua kategori fungsional utama, antara lain :
a. Biaya produksi (manufacturing cost) adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan jasa. Biaya produksi dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai :
1) Bahan baku langsung, adalah bahan yang dapat ditelusuri ke barang atau jasa yang sedang diproduksi. Biaya bahan langsung ini dapat dibebankan ke produk karena pengamatan fisik dapat digunakan untuk mengukur kuantitas yang dikonsumsi oleh setiap produk. Bahan yang menjadi bagian produk berwujud atau bahan yang digunakan dalam penyediaan jasa pada umumnya diklasifikasikan sebagai bahan langsung.
2) Tenaga kerja langsung, adalah tenaga kerja yang dapat ditelusuri pada barang atau jasa yang sedang diproduksi. Seperti halnya biaya langsung, pengamatan fisik dapat digunakan dalam mengukur kuantitas karyawan yang digunakan dalam memproduksi suatu produk dan jasa. Karyawan yang mengubah bahan baku menjadi produk atau menyediakan jasa kepada pelanggan diklasifikasikan sebagai tenaga kerja langsung.
3) Overhead. Semua biaya produksi selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung dikelompokkan kedalam kategori biaya overhead.
Kategori biaya overhead memuat berbagai item yang luas. Banyak input selain dari bahan langsung dan tenaga kerja langsung diperlukan untuk membuat produk. Bahan langsung yang merupakan bagian yang tidak signifikan dari produk jadi umumnya dimasukkan dalam kategori overhead sebagai jenis khusus dari bahan tidak langsung. Hal ini dibenarkan atas dasar biaya dan kepraktisan. Biaya penelusuran menjadi lebih besar dibandingkan dengan manfaat dari peningkatan keakuratan. Biaya lembur tenaga kerja langsung biasanya dibebankan ke overhead. Dasar pemikirannya adalah bahwa tidak semua operasi produk tertentu secara khusus dapat diidentifikasikan sebagai penyebab lembur. Oleh sebab itu, biaya lembur adalah hal yang umum bagi semua operasi produksi, dan merupakan biaya manufaktur tidak langsung.
b. Biaya nonproduksi (non-manufacturing cost) adalah biaya yang berkaitan dengan fungsi perancangan, pemngembangan, pemasaran, distribusi, layanan pelanggan, dan administrasi umum. Terdapat dua kategori biaya nonproduksi yang lazim, antara lain :
1) Biaya penjualan atau pemasaran, adalah biaya yang diperlukan untuk memasarkan, mendistribusikan, dan melayani produk atau jasa.
2) Biaya administrasi, merupakan seluruh biaya yang berkaitan dengan penelitian, pengembangan, dan administrasi umum pada organisasi
yang tidak dapat dibebankan ke pemasaran ataupun produksi.
Administrasi umum bertanggung jawab dalam memastikan bahwa berbagai aktivitas organisasi terintegrasi secara tepat sehingga misi perusahaan secara keseluruhan dapat terealisasi.
a. Pengklasifikasian Biaya Berdasarkan Hubungannya Dengan Produksi Biaya dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu :
1) Biaya utama (prime cost), yaitu biaya yang terdiri atas biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung, yang berhubungan langsung dengan produksi.
2) Biaya konversi (conversion cost), merupakan biaya untuk mengkonversi atau mengubah bahan baku menjadi produk jadi.
b. Pengklasifikasian Biaya Berdasarkan Hubungannya Dengan Volume Biaya akan berubah sejalan dengan perubahan volume produksi.
Klasifikasi biaya ini dibedakan atas biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semi variabel.
c. Pengklasifikasian Biaya Berdasarkan Kemampuannya Untuk ditelusuri
Biaya dapat dianggap sebagai biaya langsung atau tidak langsung tergantung pada kemampuan manajemen untuk menelusuri biaya tersebut pada pekerjaan, produk, atau departemen tertentu. Biaya dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu :
1) Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang dapat ditelusuri secara langsung ke objek biaya atau pusat biaya tertentu. Contoh, biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
2) Biaya tidak langsung (inderect cost) adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke objek atau pusat biaya tertentu.
d. Pengklasifikasian Biaya Berdasarkan Departemen Dimana Dilakukan Pembebanan
Penetapan biaya perdepartemen membantu manajemen mengawasi biaya overhead dan mengukur pendapatan. Departemen-departemen yang dapat dijumpai pada perusahaan industri, yaitu :
1) Departemen produksi, merupakan departemen yang secara langsung berhubungan dengan produksi barang dan meliputi berbagai departemen yang terlibat untuk mengkonversi atau memproses barang.
2) Departemen jasa, yaitu departemen yang tidak berhubungan secara langsung dengan produksi suatu barang.
e. Pengklasifikasian Biaya Berdasarkan Biadang Fungsional
Fungsi pokok perusahaan manufaktur ada empat, sesuai dengan aktivitas yang dikerjakan, sehingga dalam hal ini biaya dikelompokka atas :
1) Biaya produksi (manufacturing cost), yaitu biaya yang berhubungan dengan produksi dari suatu barang.
2) Biaya pemasaran (marketing cost), yaitu biaya yang terjadi karena penjualan produk atau jasa dan biaya distribusi.
3) Biaya administrasi (adminitrative cost), yaitu biaya yang terjadi dalam menjalankan operasi perusahaan secara keseluruhan. Misalnya, gaji manajer dan staff serta biaya perlengkapan kantor.
4) Biaya keuangan (financial cost), yaitu biaya yang berhubungan dengan perolehan untuk menjalankan perusahaan. Misalnya, biaya bunga untuk memberikan kredit kepada para pelanggan.
f. Pengklasifikasian Biaya Berdasarkan Hubungannya Dengan Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan.
Pengklasifikasian biaya berdasarkan hubungannya dengan persencanaan, pengawasan, dan pengambilan keputusan, yaitu :
1) Standard and budgeting cost. Standard cost adalah biaya yang terjadi dalam suatu proses produksi dalam kondisi normal. Budgeting cost adalah pernyataan kualitatif dari tujuan manajemen dan digunakan sebagai alat untuk memantau usaha pencapaian tujuan.
2) Controllable and uncontrollable. Controllable cost adalah biaya yang secara langsung dipengaruhi oleh manajer tertentu. Uncontrollable cost adalah biaya yang tidak dapat dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan manajemen.
3) Committed and discretionary fixed cost. Comited fixed cost terjadi karena adanya suatu dasar strruktur organisasi, misalnya properti, pabrik.
Disretionary fixed cost terjadi karena adanya kebijakan manajemen seperti biaya perbaikan dan pemeliharaan mesin.
4) Relevant and irrelevant cost. Relevant cost adalah expected future cost yang berada diantara serangkaian kegiatan dan kemungkinan dapat dieliminasi jika beberapa kejadian ekonomi diubah atau ditiadakan.
Irrelevant cost tidak dipengaruhi oleh tindakan manajemen.
5) Differential cost, adalah perbedaan antara biaya dari beberapa alternatif kegiatan.
6) Opportunity cost, adalah nilai manfaat yang dapat diukur dengan cara memilih serangkaian tindakan alternatif..
7) Shutdown cost merupakan biaya yang tetap yang terjadi jika ada produksi.
3. Perilaku Biaya
Perilaku biaya (cost behavior), dapat diartikan sebagai kecenderungan perubahan biaya sebagai respon atas perubahan tingkat aktivitas dalam bisnis.
Biaya yang diidentifikasi berubah secara proposional dengan perubahan aktivitas disebut biaya variabel. Biaya yang berubah secara tidak proporsional dengan perubahan volume aktivitas disebut biaya semivariabel. Kisaran relevan (relevant range) adalah suatu kisaran tingkat aktivitas dimana asumsi relative perilaku biaya variabel dan biaya tetap dianggap valid.
Berdasarkan dari pengertian di atas perilaku biaya dapat digolongkan ke dalam tiga golongan yaitu :
a. Biaya variabel (variable cost) yaitu biaya yang secara total berubah secara proporsional dengan perubahan dalam tingkat aktivitas. Suaatu biaya variabel konstan per unit. Biaya variabel dapat dikelompokkan menjadi engiered variable cost dan disctionary variable cost.
Gambar 2.1 Biaya variabel Sumber Bustami dan Nurlela. 2009
Gambar 2.2 Perilaku biaya variabel Sumber Garrison, 2006
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa biaya variabel merupakan biaya berubah-ubah sebanding dengan biaya dengan volume kegiatan atau output. Contohnya, biaya bahan baku komisi penjualan, dan biaya tenaga kerja langsung. Jika tingkat aktivitasnya dilipatduakan, total biaya variabel juga akan berlipat dua. Jika aktivitasnya naik 10%, maka total biaya variabel akan naik sebesar 10% juga. Jadi semakin besar volume kegiatan, maka semakin besar pula total biaya variabel. Sedangkan biaya variabel per unit konstan dengan adanya perubahan volume kegiatan.
Besarnya volume kegiatan tidak akan berpengaruh terhadap biaya variabel per unit.
Gambar 2.3 Grafik Biaya Variabel Sumber: Bustami dan Nurlela 2009
Garison (2006:260), “Tidak semua variabel memmiliki pola yang
sama. Biaya variabel berperilaku sebagai biaya variabel sejati (true variable) atau variabel proporsional (proportionately variable). Sedangkan yang lainnya memiliki pola terhadap (step variable)”. Proportionately variable cost berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
Setiap peningkatan atau penurunan dalam tiap unit kegiatan akan mempengaruhi total biaya variabel dalam jumlah yang sama.
Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya ini berperilaku sebagai biaya variabel sejati karena jumlah yang digunakan selama satu periode akan memiliki proporsi langsung dengan tingkat aktivitas produksi. Lebih jauh lagi, bahan langsung yang dibeli tetapi tidak digunakan dapat disimpan digudang dan digunakan lagi pada periode berikutnya.
Step variable cost merupakan jenis biaya yang berubah tidak selalu sebanding dengan setiap kegiatan, tetapi diperlukan sebagai biaya variabel.
Biaya ini dapat digambarkan dengan garis lurus bertingkat seperti tangga.
Contoh biaya ini adalah biaya tenaga kerja. Waktu kerja bagi tenaga pemeliharaan biasanya ditentukan dalaam bentuk borongan. Selain itu, jam kerja pemeliharaan yang dapat dimanfaatkan tidak dapat disimpan dan digunakan pada periode mendatang.
Jika waktu yang tersedia tidak digunakan secara efektif, maka akan hilang begitu saja. Selain itu, para tenaga pemeliharaan akan bekerja secara asal apabila pengawasannnya tidak baik tetapi mereka akan bekerja secara intensif kalau diawasi secara ketat. Dengan alasan ini, perubahan kecil dalam tingkat produksi tidak akan memiliki dampak terhadap jumlah pegawai pemeliharaan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemeliharaan peralatan.
b. Biaya tetap (fixed cost)
Menurut Mulyadi (2014:507), yaitu “biaya tetap adalah biaya yang jumlah
totalnya tetap dalam kisar perubahan volume tertentu. Biaya per satuan berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan.
Karakteristik biaya tetap menurut Kamaruddin, yaitu :
1) Biaya total yang tidak berubah atau tidak dipengaruhi oleh periode yang ditentukan atau kegiatan tertentu.
2) Biaya perunitnya berbanding terbalik dengan perubahan volume, pada volume rendah fixed cost unitnya tinggi, sebaliknya pada volume tinggi fixed cost per unitnya rendah
Gambar 2.4 Grafik biaya tetap Sumber: Bustami dan Nurlela 2009
Pengertian di atas menunjukkan bahwa total biaya tetap tidak berubah karena adanya perubahan volume aktivitas dalam rentang kegiatan tertentu (relevant range), sedangkan biaya tetap per unit akan berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan.
Relevant range adalah suatu kisaran tingkat aktivitas yang mana relatif perilaku biaya variabel dan biaya tetap dianggap valid. Perubahan biaya tetap per unit berbanding terbalik dengan perubahan volume aktivitas. Semakin tinggi volume aktivitas maka semakin rendah biaya tetap per unit, sebaliknya semakin rendah volume aktivitas, semakin tinggi biaya per unit.
Jadi adanya perubahan biaya tetap per unit akibat perubahan aktivitas tidak berarti bahwa biaya tetap per unit harus diberlakukan sebagai biaya variabel, karena peningkatan volume aktivitas dalam rentang
relevan akan menurunkan biaya total per unit tetapi total biaya tetap tidak akan berubah.
c. Biaya semivariabel
Menurut Mulyadi (2014:512), yaitu biaya yang memiliki unsur tetap dan variabel di dalamnya. Unsur biaya tetap merupakan jumlah biaya minimum untuk menyediakan jasa sedangkan unsur biaya variabel merupakan bagian dari biaya semivariabel yang dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan.
Sedangkan menurut Garrison (2006:270), yaitu biaya biaya yang terdiri atas elemen biaya variabel maupun biaya tetap. Mixed cost atau semivariable cost merupakan biaya yang di dalamnya terdiri dari elemen- elemen biaya tetap dan biaya variabel. Biaya ini mencakup suatu jumlah yang sebagian tetap dalam rentang kegiatan yang relevan dan sebagian lagi berubah karena adanya perubahan volume kegiatan. Contoh biaya listrik dan air.
Gambar 2.5 Biaya Semi Variabel Sumber: Bustami dan Nurlela 2009
Agar dapat dimanfaatkan dengan cara yang lebih baik, informasi biaya semivariabel sebaiknya dipisahkan lebih dahulu dari unsur-unsur
biaya tetapnya. Apabila pemisahan ini tidak dilakukan maka alternatif keputusan yang dihasilkan juga kurang memuaskan akurasinya terutama bila jumlah biaya semivariabel ini cukup signifikan dibanding total biaya secara keseluruhan.
C. Harga Pokok Produksi
1. Pengertian Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi merupakan jumlah daripada produksi yang melekat pada produksi yang dihasilkan yaitu meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan mmulai pada saat pengadaan bahan baku tersebut sampai dengan proses akhir produk, yang siap digunakan atau dijual.
Untuk mmenentukan laba rugi perusahaan dan sarana informasi untuk menetapkan harga jual pada produk tersebut diperlukan penentuan harga pokok produksi. Dalam hal ini harga pokok produksi sangat penting dalam menentukan harga jual. Berikut ini beberapa pengertian harga pokok produksi dari beberapa pengamat akuntansi :
Menurut Iman Firmansyah (2014:57), harga pokok produksi adalah :
“Penjumlahan seluruh pengorbanan sumber ekonomi yang digunakan dalam penolahan bahan baku menjadi produk jadi”.
Sedangkan menurut Blocher dkk (2007:90),
“Harga pokok produksi adalah harga pokok produk yang sudah selesai dan ditransfer ke produk dalam proses pada periode berjalan”.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa harga pokok produksi merupakan semua biaya-biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang atau jasa yang dinyatakan dalam satuan uang.
Suatu perusahaan perlu menentukan harga pokok produksi yang dihasilkan karena hargga pokok merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi harga jual dasar penentuan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pengolahan perusahaan. Harga pokok produksi juga digunakan untuk menentukan keuntungan yang diperoleh suatu perushaan. Suatu harga dapat diketahui jumlahnya dari jumlah biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memproduksi suatu produk tersebut.
Jumlah seluruh biaya yang diperlukan untuk memperoleh dan mempersiapkan barang untuk dijual disebutt dengan harga pokok penjualan (cost of good sold).
2. Tujuan Penentuan Harga Pokok Produksi
Penentuan harga pokok produksi bertujuan untuk mmengetahui berapa besarnya biaya yang dikorbankan dalam hubungannya dengan pengolahan bahan baku menjadi barang jadi yang siap untuk dipakai atau dijual. Penentuan harga pokok produksi sangat penting dalam suatu perusahaan, karena merupakan salah satu elemen yang dapat digunakan sebagai pedoman dan informasi bagi pimpinan untuk mengambil keputusan.
Adapun tujuan penentuan harga pokok produksi yang lain, diantaranya adalah :
a. Sebagai dasar untuk menilai efisiensi perusahaan
b. Sebagai dasar dalam penentuan kebijakan pimpinan perusahaan
c. Sebagai dasar penilaian penyusunan neraca menyangkut penilaian terhadap aktiva.
d. Sebagai dasar untuk menetapkan harga penawaran atau harga jual kepada konsumen
e. Menentukan nilai persediaan dalam neraca, yaitu harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses akhir periode
f. Untuk menghitung harga pokok produksi dalam laporan rugi laba perusahaan
g. Sebagai evaluasi hasil kerja
h. Pengawasan terhadap efisiensi biaya, terutama biayaa produksi i. Sebagai dasar pengambilan keputusan
j. Untuk tujuan perencanaan laba.
3. Komponen Harga Pokok Produksi
Komponen biaya produksi dimulai dengan menghubungkan biaya ketahap yang berbeda dalam operasi bisnis. Pada akhir suatu jangka waktu operasi, penghitungan persediaan secara fisik harus dilakukan atas bahan baku, persediaan dalam proses, dan persediaan barang jadi. Kemudiaan, pada akhir periode dibuat kalkulasi biaya barang yang dihasilkan (laporan beban pokok produksi). Dalam akuntansi yang konvesional, komponen harga pokok produksi terdiri atas biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
a. Biaya bahan baku
Biaya ini timbul akibat adanya pemakaian bhan baku. Biaya bahan baku merupakan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi untuk membuat barang atau produk.
b. Biaya tenaga kerja langsung
Biaya ini timbul akibat adanya pemakaian tenaga kerja yang dipergunakan untuk mengolah bahan menjadi barang jadi.
c. Biaya overhead pabrik
Biaya ini timbul akibat adanya pemakaian fasilitas untuk mengolah barang berupa mesin, alat-alat, tempat kerja, dan lain-lain.
4. Manfaat Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2014) informasi harga pokok produksi bermanfaat bagi manajemen dalam :
a. Menentukan harga jual produk tersebut
Perusahaan yang berproduksi massa memproses produknya untuk memenuhi persediaan dipersatuuan produk. Dalam penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan salah satu informasi yang dipertimbangkan di samping informasi biaya lain serta informasi non biaya.
b. Memantau realisasi biaya produksi
Akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sessuai yang diperhitungkan sebelumnya.
c. Menghitung laba atau rugi bruto periode tertentu
Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasarran perusahaan dalam periode tertentu mampu menghasilkan laba bruto atau mengakibatkan rugi bruto. Menentukan harga pokok persediaan barang jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca. Pada saatnya manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laba rugi.
5. Penghitungan Harga Pokok Produksi
Didalam akuntansi biaya yang konvesional komponen-komponen harga pokok produk terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan overhead pabrik baik yang berssifat tetap maupun variabel.
Konsep harga pokok tersebut tidak selalu relevan dengan kebutuhan manajemen. Oleh karena itu timbul konsep lain yang tidak diperhitungkan semua biaya produksi sebagai komponen harga pokok produk.
Perhitungan harga pokok produksi pada produk diperhitungkan secara menyeluruh mulai dari perhitungan biaya administrasi dan penjualan suatu produk. Adanya perbedaan perlakuan terhadap FOH (Factory Over Head) tetapi ini akan mempunyai pengaruh terhadap perhitungan harga pokok produk dan penyajian laporan rugi laba.
Pendekatan Full Costing elemen biaya periodik hanya terdiri dari biaya administrasi dan penjualan. Elemen harga pokok produk. Dalam pendekatan Variable Costing dari semua unsur biaya produksi hanyalah biaya-biaya produksi
variabel yang diperhitungkan sebagai elemen harga pokok produk. Oleh karena itu pendekatan Full costing bagi manajemen lebih baik digunakan sebagai alat perencanaan dan pengambilan keputusan-keputusan jangka panjang yang mengharuskan untuk mempertimbangkan biaya-biaya produksi dan non produksi.
Dalam arus biaya Full Costing elemen biaya periodik hanya terdiri dari biaya administrasi dan penjualan. Elemen harga pokok produknya terdiri dari biaya overhead tetap, biaya overhead variabel serta biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung. Dalam arus biaya Variable Costing elemen biaya periodik terdiri dari biaya overhead tetap ditambah dengan biaya administrasi penjualan.
Metode Full Costing dalam laporan laba rugi hasil perhitungan harga pokok tersebut akan ditempatkan sebagai pengurang atas total penjualan sebagai elemen bahan pokok penjualan dalam menghitung laba bruto.
Perbedaan antara metode Full Costing dan Variable Costing adalah pada tiap elemen biaya yang disebabkan oleh proses klasifikasi sesuai dengan kebutuhan dalam masing-masing pendekatan penyusunan laporan laba rugi.
5. Unsur-Unsur Harga Pokok Produksi
Biaya produksi perlu diklasifikasikan menurut jenis atau objek pengeluarannya. Hal ini penting agar pengumpulan data biaya dan alokasinya yang sering kali menuntut adanya ketelitian yang tinggi. Menurut Witjaksono (2006) biaya-biaya dalam penentuan harga pokok produksi terdiri dari tiga unsur :
a. Bahan Langsung (Direct Materials) Adalah semua bahan yang membentuk bagian integral dari barang jadi. Contoh : tepung terigu sebagai bahan baku dasar pembuatan mie atau roti.
b. Tenaga Kerja Langsung (Direct Labour) Adalah tenaga kerja yang dikerahkan untuk mengubah bahan langsung menjadi barang jadi. Contoh : upah pekerja pabrik pengolahan tepung terigu menjadi roti, dimulai dari pekerja yang mengolah campuran bahan baku hingga pengemasannya.
c. Biaya Overhead Pabrik (BOP) Adalah biaya-biaya produk selain biaya bahan langsung dan baiya tenaga kerja. BOP ini dibagi menjadi tiga:
1. Bahan tidak langsung Adalah bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk, tetapi pemakaiannya sedemikian kecil atau sulit diukur per unit produk. Contoh : dalam perusahaan percetakan buku, adalah sangat sulit mengukur konsumsi / kebutuhan lem per unit buku.
2. Tenaga kerja tidak langsung Adalah tenaga kerja yang dikerahkan secara tidak langsung mempengaruhi pembuatan barang jadi. Contoh : supervisor produksi yang mengawasi mutu proses pembuatan roti dan melakukan uji petik kualitas atas produk akhir.
3. Biaya tidak langsung lainnya Adalah didefinisikan sebagai BOP selain BOP bahan tidak langsung dan BOP tenaga kerja tidak langsung.
Contoh : berbagai macam pungutan atau retribusi seperti keramaian / kebisingan, pemakaian air tanah, kebersihan dan sebagainya.
D. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2014) dua pendekatan tersebut yaitu full costing dan variabel costing, berikut penjelasannya:
1. Metode Full Costing
Konsep full costing method membebankan seluruh biaya produksi baik yang berperilaku tetap maupun variabel ke dalam harga pokok produk. Oleh karena itu, elemen biaya produksi dalam full costing method meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik tetap dan biaya overhead pabrik variabel.
Full Costing adalah pendekatan tradisional menghasilkan laporan laba rugi dimana biaya-biaya diorganisir dan disajikan berdasarkan fungsi-fungsi produksi, administrasi, dan penjualan.
Full Costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik baik yang berperilaku variabel maupun tetap. Di dalam metode Full Costing, biaya overhead pabrik yang bersifat variabel maupun tetap dibebankan kepada produk yang dihasilkan atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya.
Karena biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal, maka jika dalam suatu periode biaya overhead pabrik sesungguhnya berbeda dengan yang dibebankan tersebut, akan terjadi pembebanan overhead pabrik berlebih (overapplied factory overhead) atau pembebanan biaya overhead pabrik kurang (underapplied factory overhead).
Jika semua produk yang telah diolah dalam periode tersebut belum laku dijual, maka biaya overhead pabrik lebih atau kurang tersebut digunakan untuk
mengurangi atau menambah harga pokok produk yang masih dalam persediaan tersebut (baik yang berupa persediaan produk dalam proses maupun produk jadi).
Namun jika dalam suatu periode akuntansi tidak terjadi pembebanan overhead pabrik lebih atau kurang, maka biaya overhead pabrik tetap tidak mempunyai pengaruh terhadap perhitungan laba–rugi sebelum produknya laku dijual.
Oleh karena itu biaya overhead pabrik akan melekat pada harga pokok persediaan produk selesai yang belum dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (elemen harga pokok penjualan) apabila produk selesai tersebut tidak dijual.
Menurut metode Full Costing, karena produk yang dihasilkan ternyata menyerap jasa FOH tetap walaupun tidak secara langsung, maka wajar apabila biaya tidak dimasukkan sebagai komponen pembentuk produk tersebut.
Perhitungan metode harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing, yaitu:
Persediaan awal Rp. xxx.xxx
Biaya bahan baku Rp. xxx.xxx
Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx.xxx Biaya overhead pabrik tetap Rp. xxx.xxx Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx.xxx
Persediaan akhir Rp. xxx.xxx
Harga Pokok Produk Rp. xxx.xxx
Penyajian laporan laba rugi berdasarkan metode Full Costing, yaitu :
Laporan Laba Rugi
Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember...
Penjualan (sales) xxx
Biaya Produksi (production cost):
Persed.awal brg jadi (beginning finished goods inventory) xxx
BBB (raw material cost) xxx
BTKL direct labor cost) xxx
BOP variabel (variable FOH) xxx
BOP tetap (fixed FOH) xxx +
HP.Produksi (cost of goods manufactured) xxx +
Brg tersedia untuk dijual ( goods available for sales) xxx Persed. Akhir brg jadi (ending finished goods inventory) xxx –
HPP (cost of goods sold) xxx -
Laba kotor (gross income) xxx
Biaya Non Produksi (Non production cost):
Biaya pemasaran (marketing expense) xxx
Biaya administrasi dan umum (general & adiminstrative expense) xxx +
Total biaya non produksi xxx -
Laba bersih sebelum pajak (EBT) xxx
Dengan menggunakan Metode Full Costing,
1. Biaya Overhead pabrik baik yang variabel maupun tetap, dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead yang sesungguhnya.
2. Selisih BOP akan timbul apabila BOP yang dibebankan berbeda dengan BOP yang sesungguh- nya terjadi.
Catatan :
a. Pembebanan BOP lebih (overapplied factory overhead), terjadi jika jumlah BOP yang dibebankan lebih besar dari BOP yang sesungguhnya terjadi.
b. Pembebanan BOP kurang (underapplied factory overhead), terjadi jika jumlah BOP yang dibebankan lebih kecil dari BOP yang sesungguhnya terjadi.
3. Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual, maka pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang tsb digunakan untuk mengurangi atau menambah harga pokok yang masih dalam persediaan (baik produk dalam proses maupun produk jadi)
4. Metode ini akan menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya samapi saat produk yang bersangkutan dijual.
Kelemahan dan Kekurangan Metode Full Costing
Kelemahan dari konsep full costing method adalah seringkali tidak relevan untuk tujuan managerial control di dalam jangka pendek. Misalnya untuk menganalisis perubahan biaya–volume–laba jangka pendek, dalam batas kapasitas produksi normal yang dimiliki oleh perusahaan diperlukan pendekatan yang memusatkan perhatian pada elemen biaya variabel, yaitu biaya relevan yang berubah sesuai dengan tingkat volume kegiatan dalam jangka pendek.
Di samping memiliki kelemahan, konsep full costing method juga mempunyai kelebihan yaitu konsep full costing method adalah konsep baku yang sudah diterima umum, di mana pihak extern lebih mudah memahaminya. Pihak
fiskus/pajak menentukan besarnya pajak penghasilan suatu perusahaan juga berdasarkan konsep full costing method.
2. Metode Variable Costing
variabel costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berprilaku variabel kedalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langung dan biaya overhead pabrik variabel.
Perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode Variable Costing, yaitu :
Persediaan awal Rp. xxx.xxx
Biaya bahan baku Rp. xxx.xxx
Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx.xxx Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx.xxx
Persediaan akhir Rp. xxx.xxx
Harga Pokok Produk Rp. xxx.xxx
Penyajian laporan laba rugi berdasarkan metode variable costing, yaitu :
Laporan Laba Rugi
Untuk periode Yang Berakhir 31 Desember...
Penjualan (sales) xxx
Biaya variabel (variable cost):
Persed.awal brg jadi (beginning finshed goods inventory) xxx
BBB (raw material cost) xxx
BTKL (direct labor cost) xxx
BOP (FOH) variabel xxx +
HP.Produksi (cost of goods manufactured) xxx +
BTUD (goods available for sales) xxx
Persed. Akhir brg jadi (ending finished goods inventory) xxx –
HPP(cost of goods sold) xxx –
Margin kontribusi kotor (gross CM) xxx
Biaya komersial variabel (variable of commercial expenses);
Biaya pemasaran variabel (variable of marketing expenses) xxx Biaya adm.& umum variabel
(variable of general and administrative expenses) xxx +
xxx –
Batas kontibusi bersih (net CM) xxx
Biaya tetap (fixed cost);
BOP tetap (fixed FOH) xxx
Biaya pemasaran tetap (fixed marketing expenses) xxx Biaya adm.& umum tetap
(fixed general and administrative expenses) xxx +
xxx –
Laba bersih setelah pajak (EAT) xxx
3. Perbedaan Metode Full Costing Dengan Metode Variable Costing
Perbedaan antara konsep Variable Costing dengan Full Costing tersebut terletak pada tujuan utamanya, yaitu konsep variabel costing mempunyai tujuan utama untuk pelaporan internal sedangkan konsep full costing mempunyai tujuan utama untuk pelaporan eksternal. Adanya kedua perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan perlakuan terhadap biaya produksi tetap yang selanjutnya mempengaruhi:
1. Penentuan harga pokok produk
Pada metode full costing, semua elemen biaya produksi baik tetap maupun variabel dibebankan ke dalam harga pokok produk. Oleh karena itu elemen harga pokok produk meliputi:
a. BBB (raw material cost) b. BTKL (direct labor cost) c. BOP variabel (variable FOH) d. BOP tetap (fixed FOH)
Sedangkan pada metode variabel costing hanya memasukkan atau membebankan biaya produksi variabel ke dalam harga pokok produk.
Elemen harga pokok produk meliputi:
a. BBB (raw material cost) b. BTKL (direct labor cost) c. BOP variabel (variable FOH)
Tabel 2.1
Perbedaan full costing dengan variabel costing
Elemen biaya Full costing Variable costing BBB(raw material cost)
BTKL(direct labor cost) BOP variabel (variable FOH) BOP tetap (fixed FOH) Jumlah Harga Pokok Produk
Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx Rp. Xxx
Rp.xxx Rp.xxx Rp.xxx _ Rp.xxx
2. Penentuan harga pokok persediaan
Dengan adanya perbedaan pembebanan elemen biaya produksi (production cost) kepada produk antara metode full costing dengan metode variable costing, mengakibatkan pula perbedaan harga pokok persediaan.
Pada metode full costing BOP tetap (fixed FOH) dibebankan ke dalam harga pokok produk. Oleh karena itu jika sebagian produk masih ada dalam persediaan atau belum terjual maka sebagian BOP tetap (fixed FOH) masih melekat pada harga pokok persediaan. Metode variable costing tidak membebankan BOP tetap (fixed FOH) ke dalam harga pokok produk, akan tetapi BOP tetap (fixed FOH) langsung dibebankan ke dalam laba-rugi sebagai biaya periode. Oleh karena itu produk yang masih ada dalam persediaan atau belum terjual hanya dibebani biaya produksi variabel atau BOP tetap (fixed FOH) tidak melekat pada harga pokok persediaan.
3. Penyajian Laporan Laba-Rugi
Perbedaan di dalam penyajian laporan laba-rugi antara metode full costing dengan variable costing dapat ditinjau dari segi:
a. Penggolongan biaya dalam laporan laba-rugi
Pada metode full costing, biaya digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Biaya produksi, meliputi BBB (raw material cost), BTKL(direct labor cost) dan BOP tetap (fixed FOH) maupun BOP variabel (variable FOH).
2. Biaya non produksi atau biaya periode (period cost), meliputi semua biaya yang tidak termasuk dalam harga pokok produk sehingga harus dibebankan langsung ke laporan laba-rugi periode terjadinya.
Pada metode variable costing, biaya digolongkan menjadi:
1. Biaya variabel (variable costs), meliputi semua biaya yang jumlah totalnya berubah secara proporsioanal sesuai dengan perubahan volume kegiatan. Biaya ini dikelompokkan ke dalam:
a. Biaya variabel produksi, yaitu BBB, BTKL dan BOP variabel.
b. Biaya variabel non produksi, yaitu biaya pemasaran variabel (variable of marketing expense), biaya adminstrasi dan umum variabel (variable of general &
administative expense), biaya finansial variabel (variable of financial expense).
2. Biaya tetap (fixed costs), meliputi semua biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. Biaya tetap pada konsep variable costing disebut pula dengan biaya periode (period cost) atau disebut pula biaya kapasitas(capacity cost).
E. Kerangka Pikir
Berikut merupakan gambaran kerangka pemikiran dari penelitian ini :
Gambar 2.6 Kerangka Pikir
PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit
Luwu Unit Buarau Makassar
Penerapan Metode Full Costing
Kesimpulan dan Implikasi Hasil Pengujian dan
Pembahasan Penentuan Harga Pokok
Produksi
F. Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara yang dianggap benar tapi masih memerlukan pembuktian.
Berdasarkan masalah di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut : “diduga bahwa penentuan harga pokok produksi menggunakan metode Full Costing pada PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Unit Luwu telah diterapkan dengan baik”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Objek Penelitian
Pada penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah penerapan metode Full Costing dalam menentukan harga pokok produksi pada PT.
Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Luwu Unit Burau.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Pada penelitian ini penulis melakukan penelitian di PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Luwu Unit Burau yang berlokasi di Jl. Urip Sumiharjo Makassar. Waktu penelitian kurang lebih dua bulan.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian kepustakaan (Library research), yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara mempelajari dan mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan, dan literatu-literatur yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini.
2. Penelitian lapangan (Filed research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan teknik :
a. Observasi, yaitu teknik penelitian yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung dalam perusahaan untuk mendapatkan data-data yang berhubungan dengan pembahasan penelitian yang dilakukan.
b. Wawancara, yaitu teknik penelitian yang dilakukan dengan mengadakan wawancara atau tanya-jawab dengan pihak perusahaan yang ditunjuk atau pejabat berwenang yang ada hubungannya dengan data-data proses produksi dan biaya produksi yang dibahas dalam penelitian ini.
D. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah :
1. Data kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari dalam perusahaan yang bukan dalam bentuk angka-angka tetapi dalam bentuk lisan maupun tertulis seperti gambaran umum perusahaan, prosedur-prosedur perusahaan, dan pembagian tugas masing-masing departemen dalam perusahaan.
2. Data kuantitatif, yaitu data atau informasi yang diperoleh dari perusahaan dalam bentuk angka-angka, seperti laporan rugi laba perusahaan, laporan biaya-biaya yang terkait, dan lain-lain.
Sedangkan sumber data yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada perusahaan serta melakukan wawancara langsung dengan pihak pimpinan dan sejumlah personil yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan jalan mengumpulkan dokumen-dokumen serta arsip-arsip perusahaan yang ada kaitannya dengan penulisan ini.
E. Metode Analisis
Dalam melakukan penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif yaitu suatu analisis data dengan merekomendasikan penyusunan harga pokok produksi yang seharusnya dimana metode ini dinyatakan dengan angka-angka.
Perhitungan metode Full Costing
Persediaan awal Rp. xxx.xxx
Biaya Bahan Baku Rp. xxx.xxx Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp. xxx.xxx Biaya Overhead Pabrik Tetap Rp. xxx.xxx Biaya Overhead Pabrik Variabel Rp. xxx.xxx
Total Biaya Produksi Rp. xxx.xxx
Persediaan akhir Rp. xxx.xxx
Harga Pokok Produksi Rp. xxx.xxx
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Pendirian Perusahaan
PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV (Persero) didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tanggal 14 Februari 1995 dan Akta Notaris Harun Kamil, SH. Nomor 47 tanggal 11 Maret 1996. Proses pembentukannya diawali dengan pengelompokan 26 buah PT Perkebunan (Persero) menjadi 9 kelompok pada tahun 1994, sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 361/Kpts/07.210/5/1994 tentang Restrukturisasi BUMN Sektor Pertanian.
Pengelompokan tersebut dalam rangka optimalisasi skala usaha untuk meningkatkan daya saing menghadapi pasar bebas. Setelah tahap pengelompokan, maka pada tanggal 11 Maret 1996 dibentuklah 14 buah PT Perkebunan Nusantara, salah satu diantaranya adalah PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero) yang merupakan peleburan (merger murni) dari :
1. PT. Perkebunan XXVIII (Persero), 2. PT. Perkebunan XXXII (Persero), 3. PT. Bina Mulya Ternak (Persero), dan
4. Eks Proyek PT. Perkebunan XXIII (Persero) di Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara.
Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami perubahan, terakhir dengan Akta Nomor 13 tanggal 11 Agustus 2008 dari Notaris Lola Rosalina, SH tentang Pernyataan Keputusan Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT
Perkebunan Nusantara XIV Di Luar Rapat Umum Pemegang Saham tentang Penambahan Modal Disetor dan Perubahan Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara XIV dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Nomor AHU-76872.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 23 Oktober 2008 tentang Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan. Perubahan modal menjadi sebagai berikut: Modal Dasar sebesar Rp 540.000.000.000,-, Modal Belum Ditempatkan/Disetor sebesar Rp 305.000.000.000,-, dan Modal Ditempatkan/Disetor sebesar Rp 235.000.000.000,-. Pasal 11 Akta Nomor 13 mengalami perubahan sesuai
Pasal 11 Akta Nomor 13 mengalami perubahan sesuai Keputusan Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara XIV Di Luar Rapat Umum Pemegang Saham tentang Perubahan Anggaran Dasar Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara XIV Nomor KEP-83/S.MBU/2009 dan KEP- 16/D4.MBU/2009 tanggal 14 September 2009, dan telah dicatatkan dengan Akta Nomor 18 tanggal 27 Maret 2012 yang dibuat oleh Notaris Lola Rosalina, SH.
B. Deskripsi Bidang Usaha
PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV (Persero) mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet, kakao, kelapa hibrida, kelapa Nias/Tall, pala, kopi dan budidaya semusim tebu yang ditanam pada areal konsesi seluas 55.425,25 ha.
Areal tanaman kelapa sawit seluas 16.228 ha, karet 2.513,5 ha, kakao seluas 995
ha (juga ditanam sebagai tanaman sela pada areal seluas 2.030 ha), kelapa hibrida 3.600 ha, kelapa Nias/tall 360 ha, pala 275 ha dan kopi 23 ha serta tanaman tebu pada areal seluas 14.312 ha. Selain penanaman komoditi pada areal sendiri (inti), PTPN XIV (Persero) juga mengelola areal Plasma budidaya tahunan milik petani seluas 14.514,75 ha untuk tanaman kelapa sawit seluas 10.068 ha, karet 2.556 ha dan kakao 1.890,75 ha, sedangkan tanaman tebu rakyat hanya seluas 88 ha. PTPN XIV (Persero) juga mengelola komoditi ubi kayu pada areal bekas milik PT BMT seluas 2.500 ha dan usaha peternakan sapi di areal seluas 19.581 ha.
C. Visi dan Misi Perusahaan
PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV (Persero) memiliki visi dan misi serta tujuan dan strategi bisnis, sebagai berikut:
1. Visi :
Menjadi perusahaan agribisnis dan agroindustri di Kawasan Timur Indonesia yang kompetitif, mandiri, dan memberdayakan ekonomi rakyat.
2. Misi :
a. Menghasilkan produk utama perkebunan berupa gula dan minyak sawityang berdaya saing tinggi, serta produk lain seperti karet, kopra dan ternak sapi, untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan/atau internasional,
b. Mengelola bisnis dengan teknologi akrab lingkungan yang memberikan kontribusi nilai kepada produk dan mendorong pembangunan berwawasan lingkungan,
c. Melalui kepemimpinan, teamwork, inovasi, dan SDM yang kompeten, dalam meningkatkan nilai secara terus-menerus kepada shareholder dan stakeholders,
d. Menempatkan Sumber Daya Manusia sebagai pilar utama penciptaan nilai (value creation) yang mendorong perusahaan tumbuh dan berkembang bersama mitra strategis.
D. Susnan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi a. Susunan Dewan Komisaris
Tabel 4.1
Susunan Dewan direksi PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero)
JABATAN NAMA SURAT KEPUTUSAN
Komisaris Utama
Mayjen TNI (Purn) H. Abdul Rivai
Nomor : SK-394/MBU/2013 Tanggal : 21 November 2013 Komisaris Prof. Dr. Ir. H. Ambo Ala, MS Nomor : SK-289/MBU/2012
Tanggal : 06 Agustus 2012 Komisaris Drs. Riyadi Widiasmoro, M.Si Nomor : SK-16/MBU/2013
Tanggal : 16 Januari 2013
Komisaris H. Ahmad Yahya Nomor : SK-394/MBU/2013
Tanggal : 21 November 2013 Sumber : PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero)
b. Susunan Dewan Direksi
Tabel 4.2
Susunan Dewan Direksi PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero)
JABATAN NAMA SK PENGANGGKATAN
Direktur Utama Budi Purnomo Nomor : SK-99/MBU/2012 Tanggal : 01 Maret 2012
Direktur Produksi Amrullah Haris
Nomor : SK-99/MBU/2012 Tanggal : 01 Maret 2012 Nomor : 05/SK/2012.22 Tanggal : 02 Maret 2012
Direktur Keuangan Mardiyanto
Nomor : SK-99/MBU/2012 Tanggal : 01 Maret 2012 Nomor : 05/SK/2012.22 Tanggal : 02 Maret 2012
Direktur SDM &
Umum Rispan Adi Idris
Nomor : SK-99/MBU/2012 Tanggal : 01 Maret 2012 Nomor : 05/SK/2012.22 Tanggal : 02 Maret 2012 Sumber : PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero)
E. Gambaran Umum PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) Pabrik Kelapa Sawit Luwu Unit Burau
Pabrik Kelapa Sawit Unit Burau merupakan salah satu unit usaha PT.
Perkebunan Nusantara XIV (Persero).
Profil Perkebunan Kelapa Sawit Luwu Unit Burau berawal dari perusahaan perkebunan Belanda yang dinasionalisasikan dengna UU No. 84 tahun 1958 yang pelaksanaannya tahun 1959 menjadi Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Aneka Tani Cabang Maluku.
Tahun 1965 diubah menjadi Proyek Kebun-Kebun di Indonesia Bagian Timur (PIPREK-INTIM) dengan SK Menteri Perkebunan RI No.