• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN TEORI. Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. TINJAUAN TEORI. Universitas Kristen Petra"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep dan Definisi

Konsep dan definisi branding dimulai dari sudut pandang teori pemasaran dengan elemen-elemen marketing mix, promotional mix, dan implementasi elemen-elemen ini dalam konsep integrated marketing communications/

komunikasi pemasaran terpadu, dimana peran dari branding menjadi suatu hal yang krusial/penting sebagai foundation/dasar yang memberi arah dalam menjalankan implementasi komunikasi pemasaran yang terpadu. Penjabaran konsep marketing mix lebih difokuskan pada konsep produk dengan memaparkan strategi merek (branding strategy) dan analisanya. Konsep strategis brand analysis ini kemudian dijabarkan ke dalam tiga bagian utama yaitu customer analysis, competitor analysis, dan self-analysis.

Berikut ini dipaparkan secara kronologis konsep dan teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini:

• Konsep pemasaran secara umum

• Konsep bauran pemasaran (marketing mix)

• Konsep produk sebagai salah satu elemen bauran pemasaran yang difokuskan pada konsep branding yang diklasifikasikan sebagai berikut:

a. A strong brand, definisi brand/brand equity dan bagaimana membangunnya.

b. Strategic brand analysis (customer, competitor, self analysis).

c. Brand identity.

d. Creation of brand’s value propositions.

e. Brand as organizations.

f. Rebranding.

2.1.1. Teori Pemasaran

Setiap ahli ataupun praktisi pemasaran memiliki opini dan pengertian yang berbeda-beda mengenai definisi dari konsep pemasaran ini. Berikut ini beberapa

(2)

pendapat ahli pemasaran yang memberi definisi baku dari pemasaran sebagai berikut:

• American Marketing Association (AMA) mendefinisikan pemasaran sebagai:

“The process of planning and executing the conception, pricing, promotion, and distribution of ideas, goods, and services to create exchanges that satisfy individual and organizational goals.”

• Kotler (1996) mendefinisikan pemasaran sebagai:

“Marketing is a social and managerial process by which individuals and groups obtain what they need and want through creating and exchanging value with others.” (p. 6).

• Lamb, Hair dan McDaniel (2004) mendefinisikan pemasaran sebagai:

“The idea that the social and economic justification for an organization’s existence is the satisfaction of customer wants and needs while meeting organizational objectives.” (p. 8).

Proses untuk merencanakan dan mengeksekusi konsep produk, harga, promosi dan distribusi barang/jasa menurut American Marketing Association (AMA) yang disebutkan diatas merupakan strategi yang digunakan oleh tiap pemasar untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, yang lebih dikenal dengan konsep bauran pemasaran (marketing mix) yang dipaparkan berikut ini.

2.1.2. Teori Bauran Pemasaran

Seperangkat alat bantu pemasaran yang digunakan untuk membantu pencapaian tujuan pemasaran tergabung dalam konsep bauran pemasaran. Dahulu dikenal dengan istilah “4 Ps”, yang dipopulerkan oleh Profesor Jerome E. Mc.

Carthy (1967), yang kemudian telah beradaptasi hingga melebihi empat konsep strategis utama, namun tetap berlandaskan pada empat konsep tersebut. Pendapat para ahli mengenai teori ini dipaparkan sebagai berikut.

• Mc. Carthy (1967) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai berikut :

”marketing mix is known as “4 Ps” which are product, place, promotion, and price which together make up the marketing mix.” (p. 41).

(3)

• Kerin et al (2003) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai:

“the marketing actions of product, price, promotion, and place that can take to solve a marketing problem.” (p. 15).

• Lamb, Hair, dan McDaniel (2004) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai berikut:

“marketing mix is an unique blend of product, distribution, promotion, and pricing strategies designed to produce mutually satisfying exchanges with a target market.” (p. 42).

• Kotler dan Keller (2006), mendefinisikan bauran pemasaran sebagai berikut:

“The set of marketing tools the firm uses to pursue its marketing objectives”.

(p. 19).

Menurut pandangan peneliti sendiri, konsep bauran pemasaran yang paling aplikatif ada pada konsep yang dikemukakan oleh Lamb, Hair, dan McDaniel (2004) diatas, karena konsep strategis ini harus benar-benar terintegrasi (blended uniquely) agar pesan-pesan pemasaran dapat tersampaikan secara konsisten dan jelas. Adapun konsep sentral dari bauran pemasaran ini dijabarkan sebagai berikut:

• Product, merupakan sebuah barang, jasa, ataupun ide-ide untuk memuaskan kebutuhan konsumen.

• Price, merupakan elemen nilai yang dipertukarkan untuk produk yang ada.

• Promotion, merupakan media yang mengkomunikasikan produk antara penjual dan pembeli.

• Place, merupakan tempat diadakannya pertukaran produk.

Menurut Kotler dan Keller (2006), sebuah strategi pemasaran yang efektif merupakan strategi yang berfokus pada kegiatan menemukan keinginan dan kebutuhan konsumen. Informasi mengenai keinginan dan kebutuhan konsumen ini kemudian dipakai untuk membuat suatu program pemasaran yang jelas dan tepat sasaran yang mengintegrasikan elemen-elemen dalam bauran pemasaran ini.

Bagan berikut ini menjelaskan alur dalam kegiatan menemukan keinginan dan kebutuhan konsumen dan penggunaannya dalam departemen pemasaran sebagai pendukung dalam konsep produk aktual yang disediakan kepada konsumen.

(4)

Gambar 2.1. Bauran Pemasaran

Sumber : Kerin, Eric, Hartley, Rudelius (2003, p. 17).

Dari bagan di atas jelas dapat dilihat bahwa informasi mengenai keinginan dan kebutuhan konsumen merupakan muara atau sumber dari penyusunan konsep produk yang akan diberikan kepada konsumen di kemudian hari, yang kemudian dituangkan dan di detailkan lebih lanjut pada konsep branding sebagai dasar untuk proses produksi barang / jasa yang akan dilempar ke pasar.

2.1.3. Teori Branding 2.1.3.1. Brand

Apakah “brand” itu? Apakah brand sama dengan nama, simbol, ilustrasi, ataupun kombinasi diantaranya? Berikut pendapat beberapa ahli mengenai

“brand”.

• Oxford American Dictionary mendefinisikan brand sebagai:

“A trademark, goods of a particular make : a mark of identification made with a hot iron, the iron used for this: a piece of burning or charred woods.”

• American Marketing Association (Kerin, Eric, Hartley, Rudelius, 2003, p. 305) mendefinisikan brand sebagai:

Finding the right combination of : product, price, promotion, place

Information about needs

Discover Consumer’s Needs

Potential consumer : The market

Creation of goods, services, ideas

CONCEPT FOR PRODUCTS

(5)

“Name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them intended to identify the goods or services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors.”

• Menurut Kartajaya (2004, p. 11), definisi merek adalah:

“Merek bagi saya adalah indikator value yang ditawarkan kepada pelanggan.

Merek merupakan aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat kepuasan dan loyalitasnya.”

• Menurut Aaker (1996, p. 121), definisi dari merek adalah :

"A brand is a distinguishing name or symbol designed to: identify the origins of a good or service, differentiate those goods or services from those of the competition, protect the consumer and producer from competitors who would attempt to provide products that appear to be identical.

Kerin et al (2003) memaparkan bahwa sebuah brand yang baik merupakan elemen yang melengkapi sebuah produk. Sebuah brand mampu memberikan nilai tambah keunikan disamping nilai fungsional yang dapat diberikan oleh sebuah produk. Seluruh kegiatan branding dalam proses penawaran produk ke pasar merupakan kegiatan yang memberikan kombinasi antara kegunaan fungsional dari suatu produk dan karakteristik unik yang mampu mengarahkan konsumen untuk lebih memilih satu produk dibandingkan sejumlah produk sejenis lainnya yang beredar di pasar.

Proses menciptakan keunikan ini merupakan proses yang berfokus pada penciptaan nilai-nilai tambah yang positif dan berbeda untuk memposisikan sebuah produk, atau sebuah brand ke suatu pasar sasaran. Dimensi nilai-nilai tambah yang unik ini pada akhirnya akan menentukan karakteristik dari sebuah brand yang kuat (Aaker, 1996). Sebuah brand yang bagus seringkali diasosiasikan dengan nama yang mudah diucapkan, mudah dieja, dan mudah diingat. Untuk menciptakan sebuah brand yang menancap kuat di benak konsumen, perusahaan perlu mengidentifikasikan, menyatakan, atau memposisikannya secara unik dan jelas, seperti halnya mengajukan suatu proposal terbaik bagi konsumen (Aaker, 1996).

Menurut Aaker (1996), membangun sebuah brand yang kuat tidaklah mudah, namun dapat diupayakan dengan baik. Hal ini dicapai dengan membangun

(6)

dan memanage aset-aset dari brand itu sendiri dengan baik (building brand equity).

• Brand equity menurut Aaker (1996) adalah:

“Set of assets (and liabilities) linked to a brand’s name and symbol that adds to (or subtracts from) the value provided by a product or service to a firm and/or that firm’s customers (p. 8).

Kategori-kategori utama dari aset-aset tersebut adalah :

• Brand name awareness, yaitu kekuatan dari kehadiran/kesadaran mengenai sebuah brand di benak konsumen. Jika pikiran dari konsumen dipenuhi oleh sejumlah billboard, yang masing-masing memuat sebuah nama, maka ukuran billboard yang tergambarkan besar di benak konsumen merupakan brand awareness-nya. Kesadaran merek ini diukur berurutan dari posisinya, dimulai dari recognition (apakah konsumen mengetahui/mengenal brand ini sebelumnya?), recall (apakah konsumen dapat mengingat sejumlah brand yang ada pada kategori produk tertentu?), top of mind (the “first” brand yang diingat konsumen), hingga yang terakhir adalah dominant (the “only” brand yang diingat).

• Perceived quality, yaitu persepsi konsumen mengenai kualitas yang dimiliki oleh sebuah brand dalam produk yang dilabelinya dan seringkali merupakan alasan yang paling kuat yang digunakan oleh konsumen dalam menilai sebuah brand.

• Brand loyalty, yaitu tingkat kesetiaan konsumen terhadap sebuah brand.

Tanpa kesetiaan, sebuah brand akan sangat rentan dan mudah tergantikan oleh brand lainnya. Dan para pemasar harus memiliki perspektif yang jelas dalam membangun loyalitas, karena biaya untuk mempertahankan konsumen lama adalah jauh lebih kecil daripada menarik konsumen baru untuk setia terhadap brand yang bersangkutan.

• Brand associations, merupakan asosiasi yang terhubungkan antara sebuah brand dengan identitas yang tercermin ketika brand yang bersangkutan digunakan oleh konsumen. Asosiasi ini dapat berupa atribut produk, public figure/a celebrity, ataupun simbol unik tertentu.

(7)

Menurut Aaker (1996), brand association sangat dipengaruhi oleh identitas merek itu sendiri (brand identity). Kunci utama dalam membangun sebuah merek yang kuat, adalah dengan mengembangkan brand identity dan mengaplikasikannya tepat sasaran. Pengembangan dan implementasi dari brand identity merupakan keputusan yang sifatnya strategik yang perlu dilakukan dengan persiapan matang dan hati-hati dalam implementasinya. Oleh karena itu diperlukan perspektif yang strategis, yang diambil dari tiga tolok ukur utama yaitu customer analysis, competitor analysis, dan self analysis. Bagan berikut ini merupakan kerangka berpikir yang ada dalam strategic brand analysis.

2.1.3.2. Customer Analysis

Sebuah analisa konsumen dapat dilakukan dengan meneliti tren, motivasi, segmentasi, dan kebutuhan yang tidak terpenuhi (unmet needs). Adapun penjabaran dari semua elemen diatas dipaparkan berikut ini (Aaker, 1996):

• Trends. Cara yang baik untuk memulai analisa konsumen adalah dengan meneliti tren-tren yang secara dinamis terjadi di lingkungan konsumen itu sendiri. Tren ini sangat dominan menyumbang analisa konsumen dengan menyediakan insights atau hidden needs yang dapat digunakan untuk mengubah motivasi dan kepentingan konsumen dalam mengkonsumsi produk yang diwakili oleh sebuah brand.

• Customer motivations. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan melekatkan atribut-atribut fungsional maupun emosional dari sebuah brand yang menjadi benefit yang akan memotivasi konsumen untuk membelanjakan uangnya dan menggunakan brand yang bersangkutan.

• Segmentation. Tugas utama dalam bagian ini adalah dengan memilah konsumen ke dalam bagian-bagian atau segmen-segmen yang merupakan target yang paling atraktif untuk sebuah brand dan yang memiliki hubungan yang paling relevan dalam membangun brand identity. Segmentasi ini dapat dilakukan secara demografis, geografis, psikografis, hingga ke hobbies, preferences, lifestyles, dan personal interests.

• Unmet needs. Kebutuhan yang belum terpenuhi merupakan kondisi yang sangat strategis karena hal ini merepresentasikan peluang bagi perusahaan

(8)

yang ingin melakukan pergerakan besar di pasar. Banyak cara yang digunakan untuk menemukan unmet needs ini. Salah satu cara yang paling sering digunakan adalah dengan melakukan survei secara written maupun experienced. Secara tertulis dilakukan dengan menyebar kuesioner, dan cara kedua adalah dengan melakukan eksperimen langsung menggunakan prototype produk dari sebuah brand yang telah dirancang sebelumnya untuk mengetahui gejala/masalah yang muncul sebagai peluang untuk dibenahi.

Menurut Clow dan Baack (2007) aktivitas utama dalam upaya mengkomunikasikan sebuah produk atau sebuah brand adalah dengan mengupayakan serangkaian cara untuk mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Oleh karena itu, pesan pemasaran haruslah dirancang dengan hati-hati yang dapat mendorong konsumen untuk melakukan pembelian produk dari brand yang bersangkutan. Analisa berikutnya yang tidak kalah penting dalam analisa konsumen adalah pemilahan pasar atau yang disebut sebagai market segmentation. Berikut dipaparkan penjelasan mengenainya.

2.1.3.3. Analisa Konsumen - Teori Motivasi

Memahami motivasi adalah membangun pengertian alasan yang mendasari konsumen melakukan suatu hal (Solomon, 2004). Menurut Solomon (2004, p. 114), motivasi didefinisikan sebagai berikut:

“The process that lead people to behave as they do.It occurs when a need is aroused that the consumer wishes to satisfy.”

Ketika sebuah kebutuhan telah menjadi aktif di benak konsumen, ada penekanan dalam benak konsumen yang mendorongnya untuk memenuhinya, atau memenuhi tujuannya (Solomon, 2004). Derajat dimana seseorang berkehendak untuk melebarkan energinya untuk mencapai tujuan tersebut merefleksikan motivasinya.

Menurut Blackwell, Miniard, dan Engel (2001), ada beberapa pendekatan yang dilakukan untuk memotivasi konsumen, yaitu:

• Overcoming price barriers. Ketika motivasi konsumen telah terbentuk untuk membeli sebuah produk namun tidak dapat terpenuhi seringkali dipengaruhi oleh faktor biaya yang harus dikeluarkan olehnya untuk memperoleh produk

(9)

tersebut. Oleh karena itu untuk memberi dorongan agar konsumen termotivasi untuk membeli, para pemasar harus memberikan kemudahan untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut dengan memberikan harga yang lebih rendah untuk kualitas produk yang sama dengan competitor.

• Provide other incentives. Mendorong motivasi konsumen untuk membeli dengan memberikan insentif ataupun tambahan produk maupun barang-barang yang diberikan gratis untuk pembelian barang tertentu.

• Implement a loyalty program. Program kesetiaan pelanggan digunakan untuk memotivasi pembelian berulang atau repeat buying.

• Enhanced perceived risk. Salah satu program pemasaran populer yang digunakan untuk mengurangi persepsi konsumen akan resiko yang timbul ketika mengkonsumsi suatu produk, yaitu dengan memberi pemahaman mendasar dan kredibel mengenai pengurangan resiko yang ada pada produk yang dijual, misalnya dengan menggunakan medical research untuk membuktikan bahwa produk aman dikonsumsi.

• Arousing consumer’s curiosity. Mencoba mendorong motivasi konsumen dengan membuatnya penasaran atau tertarik dengan penawaran-penawaran khusus yang memberikan energi baginya untuk membeli produk tertentu.

2.1.3.4. Customer Analysis-Market Segmentation

Menurut Pelsmacker, Geuens, dan Bergh (2004, p. 109), definisi dari market segmentation adalah:

“The process of dividing consumers into homogeneous groups, i.e. groups that share needs or react in a comparable way to marketing and communication efforts.”

Ada beberapa kriteria atau variabel yang digundakan untuk memilah pasar, yang digambarkan oleh Pelsmacker, Geuens, dan Bergh (2004, p. 110) dalam bagan berikut ini:

(10)

Tabel 2.1. Consumer market segmentation variables

Objective Inferred (psychographic)

General Geographic.

Demographic (income, gender, age, education, profession, life cycle).

Social class.

Personality.

Lifestyle.

Specific (behavioural) Occasion.

Loyalty status.

User status.

Usage rate.

Benefit.

Buyer readiness.

Sumber : Pelsmacker, Geuens, dan Bergh (2004, p. 110).

Analisa konsumen yang baik difokuskan pada audiens target atau ciri kepribadian yang dimiliki oleh konsumen yang akan dituju. Dalam segala kepentingan, semua pengguna akhir merupakan target pasar primer dari penawaran-penawaran yang sedang dilakukan oleh sebuah perusahaan ataupun sebuah brand (Clow dan Baack, 2007). Dasar-dasar pemilahan pasar atau segmentasi ini diklasifikasikan ke dalam tujuh bagian utama yaitu:

• Geografis.

• Demografis.

• Psikografis.

• Perilaku.

• Generasi.

• Geodemografis.

• Benefit.

• Penggunaan.

Menurut Kotler (2004), dua kelompok variabel yang paling luas digunakan untuk melakukan segmentasi konsumen dengan meneliti ciri-ciri konsumen dari kategori demografis dan psikografis. Kemudian merek yang dirancang diperiksa apakah segmen-segmen konsumen yang ada dapat menunjukkan kebutuhan atau tidak terhadap produk tersebut. Para periset lainnya berusaha membentuk segmen

(11)

waktu penggunaan, dan melihat apakah ciri-ciri konsumen yang berbeda yang berhubungan dengan masing-masing tanggapan konsumen tersebut. Lebih lanjut menurut Kotler (2004), terdapat empat variabel segmentasi utama yang digunakan dalam penelitian yaitu segmentasi geografis, demografis, psikografis, dan perilaku, yang akan dijelaskan pada pemaparan detail di bawah ini (dalam penelitian ini untuk kategori segmentasi pasar akan difokuskan pada empat kategori utama tersebut).

2.1.3.5. Customer Analysis-Market Segmentation-Geographic

Merupakan strategi segmentasi berdasarkan area domisili dari audiens yang ditarget. Kelemahannya adalah bahwa setiap individu pada daerah yang sama terekspos oleh pesan pemasaran yang dijalankan sehingga kurang efektif dalam seleksi audiens target yang lebih spesifik.

2.1.3.6. Customer Analysis-Market Segmentation-Demographic

Merupakan cara pertama yang dilakukan oleh seorang pemasar dalam memilah pasar berkaitan dengan karakteristik populasi yang ada. Secara umum, strategi segmentasi berdasarkan demografis meliputi variabel-variabel jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan/pengeluaran, ras dan kebangsaan. Konsumen dengan karakteristik demografi yang berbeda memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda pula, dimana penciptaan produk dari sebuah brand diakomodasikan untuk memenuhi kebutuhan unik dari audiens yang dituju.

2.1.3.7. Customer Analysis-Market Segmentation-Psychographic.

Menurut Kotler (2004), segmentasi psikografis dibagi ke dalam dua kategori utama yaitu:

• Gaya hidup, dengan indikator psikografis konvensional/lurus, santai.

• Kepribadian, dengan indikator psikografis kompulsif (dorongan bertindak yang kurang rasional, berulang, dan kurang bisa bertahan), suka berteman, dan ambisius.

(12)

2.1.3.8. Customer Analysis-Market Segmentation-Behaviour

Menurut Kotler (2004), segmentasi perilaku atau behaviour dibagi ke dalam tujuh kategori utama yaitu:

• Kejadian, digolongkan ke dalam kejadian biasa atau kejadian khusus.

• Manfaat, digolongkan ke dalam kualitas, pelayanan, ekonomis, kecepatan atau kepraktisan mengkonsumsi produk.

• Status pemakai, digolongkan ke dalam bukan pemakai, bekas pemakai, pemakai potensial, pemakai pertama kali, pemakai teratur (dalam penelitian ini kategori ini tidak dipakai karena produk Ades Premium ini belum diluncurkan ke pasar).

• Tingkat pemakaian, digolongkan ke dalam pemakai ringan, pemakai sedang, pemakai berat.

• Status kesetiaan, digolongkan ke dalam status tidak setia, sedang, kuat, mutlak.

• Tahap kesiapan pembeli, digolongkan ke dalam tidak sadar, sadar, mengetahui, tertarik, menginginkan, bermaksud membeli.

• Sikap terhadap produk, digolongkan ke dalam antusias, positif, tidak acuh, negatif, membenci.

2.1.3.9. Customer Analysis-Market Segmentation-Generations

Menurut Rhenald Kasali (2003), segmentasi berdasarkan generasi didasarkan pada generasi yang memiliki sikap dan pandangan yang berbeda-beda tentang suatu hal/produk. Sikap itu dibentuk oleh kejadian-kejadian penting yang sangat membekas ketika generasi ini memasuki usia dewasa. Berdasarkan ide ini, telah terbagi sebanyak lima generasi yang dapat disegmentasikan sebagai berikut:

• Kohor Kemerdekaan, lahir antara tahun 1921-1935, pada generasi ini kita mengasumsikan sudah dianggap dewasa meski baru berusia 10 tahun karena tuntutan perang dan berorientasi pada keluarga besar karena keluarga besar berperan sebagai semacam lembaga jaminan sosial bagi anggota-anggotanya.

• Kohor Tritura, lahir antara tahun 1936-1950, kebanyakan tokoh-tokoh generasi ini sekarang sudah berusia 50-60 tahun. Pada generasi ini banyak

(13)

terjadi peristiwa-peristiwa politik dan ekonomi yang sangat tidak stabil yang mengorbankan banyak korban jiwa dan harta.

• Kohor Perang Dingin, lahir antara tahun 1951-1960, yaitu mulai menanjak dewasa ketika Indonesia mulai menegakkan stabilitas politik dan ekonomi.

Kohor ini merupakan kohor peralihan menuju human capital generation.

• Kohor Komputer, lahir antara tahun 1961-1970, pada generasi ini sudah memasuki tahap human capital generation yaitu suatu generasi yang hidup dalam keadaan yang sudah jauh lebih tenang, damai dan ekonominya tumbuh dengan sangat tinggi (6-9% per tahun) dan generasi ini sudah mengenal komputer sejak tamat SMA.

• Kohor Internet, lahir setelah tahun 1970, generasi ini juga telah masuk dalam tahap human capital generation. Orang tua generasi ini rata-rata memiliki double-income (ayah dan ibu sama-sama bekerja). Berorientasi pada pasar, asuransi kredit, konsumsi modern, keterbukaan, informasi serta demokrasi.

2.1.3.10. Customer Analysis-Market Segmentation-Geographic

Merupakan strategi segmentasi berdasarkan area domisili dari audiens yang ditarget. Kelemahannya adalah bahwa setiap individu pada daerah yang sama terekspos oleh pesan pemasaran yang dijalankan sehingga kurang efektif dalam seleksi audiens target yang lebih spesifik.

2.1.3.11. Customer Analysis-Market Segmentation-Geodemographic

Merupakan perluasan strategi segmentasi geografis dimana strategi segmentasi ini menggabungkan data sensus kependudukan dengan informasi psikografis pada setiap area yang ada.

2.1.3.12. Customer Analysis-Market Segmentation-Benefit Segmentation

Segmentasi berdasarkan benefit merupakan strategi segmentasi populer yang difokuskan pada keunggulan atau nilai tambah produk atau suatu brand ketika dikonsumsi oleh sejumlah audiens target. Strategi ini berfokus pada benefit yang diterima oleh konsumen, dan memberikan pemahaman mendalam mengenai apa yang dicari oleh konsumen dalam sebuah produk atau brand.

(14)

2.1.3.13. Customer Analysis-Market Segmentation-Usage

Merupakan strategi segmentasi yang dilakukan ketika basis konsumen telah terbentuk oleh suatu produk atau brand. Para pemasar kemudian mengklasifikasikan pelanggan ke dalam terminologi heavy buyers, medium, dan casual/light buyers. Tujuan dari segmentasi berdasarkan penggunaan produk ini adalah untuk memaksimalkan penjualan pada setiap kelompok pengguna yang telah tersegmentasi tersebut.

2.1.3.14. Competitor Analysis

Analisa kompetitor difokuskan pada posisi dan citra merek serta kekuatan dan kelemahan dari kompetitor utama dalam kategori produk sejenis. Penjabaran dari pendekatan ini dipaparkan sebagai berikut (Aaker, 1996):

• Competitor brand image/position. Merupakan input fundamental dengan meneliti bagaimana konsumen berpersepsi terhadap brand dari kompetitor, khususnya pada benefit-benefit yang disediakan oleh brand tersebut.

Informasi akurat mengenai brand image kompetitor dapat diakses melalui survei kualitatif dan kuantitatif dimana konsumen berbicara mengenai perspesinya terhadap brand yang bersangkutan.

• Competitor strengths and vulnerabilities. Pendekatan yang dilakukan ada dua, yaitu menyerang pada kekuatannya dan menyerang pada kelemahannya. Jika berpusat pada kekuatan kompetitor, membutuhkan strategi yang kuat dan unik, dan hasilnya sangat beresiko karena kompetitor telah berada di pasar untuk sekian waktu lamanya. Pendekatan yang lebih mudah adalah dengan menyerang kelemahannya, pada aspek-aspek yang tidak dipenuhi dengan baik oleh kompetitor.

Menurut Clow dan Baack (2007), tujuan dari analisa competitor adalah untuk mengeksplorasi apa yang telah dilakukan oleh mereka pada area komunikasi pemasarannya. Taktik pemasaran yang digunakan oleh competitor harus diidentifikasikan untuk membangun pemahaman mengenai bagaimana mereka berkomunikasi di pasar sasaran. Setiap pesaing akan memiliki pesan yang mewakili mereka dan produk ataupun brand mereka secara jelas, yang dapat ditemukan pada:

(15)

• Advertisements.

• Promotional materials.

• Annual reports.

• Prospectus.

• Web sites.

Setiap pemasar yang berhasil merupakan individu yang mengenali karakteristik pesaingnya dengan baik, dan pandai memanfaatkan teknologi informasi untuk mengumpulkan data observasi mengenai identitas pesaing yang akan digunakan untuk merancang pesan yang mengungguli pesaing di masa yang akan datang.

2.1.3.15. Self Analysis of the brand

Merupakan input penting dalam mengembangkan brand identity dengan melakukan pendekatan analisa organisasional. Area-area yang dapat dianalisa dari pendekatan ini dipaparkan sebagai berikut (Aaker, 1996):

• Current brand image. Analisa ini dimulai dengan mempertanyakan : a. bagaimana brand yang dirancang dipersepsikan oleh konsumen, b. asosiasi apakah yang dikaitkan dengannya,

c. bagaimanakah diferensiasinya dari kompetitor, d. benefit apa yang dirasakan oleh konsumen

e. apakah brand yang dirancang telah memiliki kepribadian (brand personality)

f. apa atribut intangible dari brand yang dirancang.

g. citra visual atau imajinasi apakah yang dapat dibangun dari brand yang dirancang.

• Brand heritage. Sebagai tambahan pada analisa persepsi konsumen diatas, sangatlah penting untuk memahami asal-usul dari brand yang dirancang.

Misalnya, brand apa sajakah yang menjadi pionir sebelumnya, bagaimana brand ini diturunkan dari brand sebelumnya, citra apakah yang melekat pada brand sebelumnya.

• Strenghts and weaknesses. Untuk menjadi sustainable brand, harus didukung oleh kekuatan organisasi di balik brand yang dirancang. Apa kekuatan

(16)

perusahaan yang dapat menjadi sumber kredibilitasnya, dan apa kelemahan perusahaan yang perlu dieliminasi dan dibenahi untuk menjadikannya kekuatan yang dapat memberi kontribusi positif. Merupakan hal yang sia-sia dilakukan jika merancang brand yang tidak dapat didukung oleh kekuatan organisasi yang solid.

• Soul of the brand. Apa visi dan mimpi perusahaan atau organisasi yang mengeluarkan brand yang dirancang? Kebanyakan brand yang kuat memiliki

“jiwa” yaitu nilai dasar dari sebuah brand yang merefleksikan karakter dan arti pada bisnisnya.

• Links to other brands. Apakah brand yang dirancang memiliki kontribusi sinergis dengan brand lainnya pada organisasi yang sama.

Elemen-elemen yang terkandung dalam strategic brand analysis ini meletakkan dasar untuk membangun dan mengimplementasikan brand identity.

2.1.3.16. Brand Identity

Identitas merek (brand identity) memberikan arah, tujuan, dan arti, serta merupakan figur sentral yang merepresentasikan visi strategis yang merupakan hati dan jiwa dari merek tersebut. Apa definisi baku dari identitas merek? Berikut ini didefinisikan oleh Aaker (1996) :

• “A unique set of brand associations that the brand strategist aspires to create or maintain. These associations represent what the brand stands for and imply a promise to customers from the organization members (p. 68).

• “Brand identity should help establish a relationship between the brand and the customer by generating a value proposition involving functional, emotional or self-expressive benefits”

Menurut Aaker (1996), identitas merek merupakan seperangkat asosiasi yang akan diciptakan atau dipertahankan terhadap merek, yang merepresentasikan apa yang menjadi dasar nilai dan menyiratkan janji khusus pada konsumen dari merek tertentu. Identitas merek ini juga harus membangun hubungan antara konsumen dengan merek itu sendiri dengan menyediakan keunikan dari benefit- benefit fungsional, emosional, dan ekspresi diri.

(17)

Proses menciptakan keunikan ini merupakan proses yang berfokus pada penciptaan nilai-nilai tambah yang positif dan berbeda untuk memposisikan sebuah produk, atau sebuah brand ke suatu pasar sasaran. Penciptaan nilai-nilai tambah yang unik ini dikenal dengan istilah brand’s value proposition. (Aaker, 1996). Sebuah brand yang bagus seringkali diasosiasikan dengan nama yang mudah diucapkan, mudah dieja, dan mudah diingat. Untuk menciptakan sebuah brand yang menancap kuat di benak konsumen, perusahaan perlu mengidentifikasikan, menyatakan, atau memposisikannya secara unik dan jelas, seperti halnya mengajukan suatu proposal terbaik bagi konsumen.

• Kunde (2002), memaparkan tentang proposal ini dengan pernyataan:

“The company must define itself in relation to the position it wishes in the market. (p. 110). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebuah brand harus diekspresikan dengan cara yang terarah dan dengan pernyataan yang sangat jelas yang mampu menciptakan kesan khusus di benak konsumen.

• Aaker (1996) mendefinisikan brand’s value proposition sebagai berikut:

“A statement of the functional, emotional, and self-expressive benefits delivered by the brand that provide value to the customer. An effective value proposition should lead to a brand-customer relationship and drive purchase decisions.” (p. 95).

Adapun konsep sentral dari benefit-benefit diatas adalah:

• Functional Benefits, yaitu benefit yang didasarkan pada atribut produk yang menyediakan kegunaan fungsional kepada pelanggan. Benefit yang dimaksud biasanya terkait langsung dengan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh produk atau servis bagi pelanggan itu sendiri.

• Emotional Benefits. Ketika pembelian ataupun penggunaan suatu produk mendatangkan perasaan positif bagi penggunanya, maka sebuah brand telah menyediakan emotional benefit.

• Self-expressive benefits. Ide dasar dari self-expressive benefits adalah bahwa beberapa brand telah menjadi kendaraan utama untuk mengekspresikan identitas diri para penggunanya. Identitas diri ini bisa merupakan identitas asli mereka ataupun identitas ideal yang menginspirasi mereka. Orang-orang mengekspresikan diri mereka lewat banyak cara, misalnya pemilihan bidang

(18)

kerja, pertemanan, sikap diri, opini-opini, aktivitas sehari-hari, dan juga gaya hidup. Pembelian atau penggunaan sebuah branded product, entah itu sebuah Apple iPod, sepatu Nike, atau sebuah Harley, merupakan kendaraan para pembelinya untuk mengekspresikan personality dan gaya hidup mereka, artinya brand-brand tersebut dapat menciptakan perasaan puas dan dapat membuat penggunanya lebih merasa terpenuhi jiwanya, dengan kata lain brand-brand ini mampu mengekspresikan diri mereka secara personal.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebuah brand harus diekspresikan dengan cara yang terarah dan dengan pernyataan yang sangat jelas yang mampu menciptakan kesan khusus di benak konsumen. Untuk menempatkan sebuah brand di benak konsumen, maka seorang brand strategist harus mampu memahami apa yang diinginkan oleh konsumen dengan baik, atau bahkan mencoba berpikir dari sudut pandang konsumen dan benar-benar menjadi konsumen itu sendiri.

2.1.3.17. Rebranding

Menurut pendapat Larslong (2004) mengatakan bahwa “rebranding simply means that one company is trying to positioning themselves differently in marketplace. This could be a positive thing like launching a whole new product line. Or even a negative thing where company had a bad even, that they did not want their company going forward” (pp 16 – 17 ). Sehingga rebranding dapat diartikan bahwa suatu perusahaan mencoba untuk melakukan penempatan posisi atau alokasi secara berbeda dalam pasar. Dimana hal positif yang didapat seperti produk yang benar-benar baru. Bahkan rebranding dapat terjadi dikarenakan hal yang negatif seperti adanya keterbatasan bagi perusahaan untuk berkreasi sendiri.

Menurut Encyclopedia ( 2006 ), menyatakan

“ Rebranding is the process by which a product or service developed with one brand or company product line affiliation is marketed or distributed with different identity. This involves radical changes to the brand`s logo, brand name, image, marketing strategy, and advertising themes. It usually result in the repositioning of the brand or company. Rebranding can be applied to either new product, mature product, or even unfinished product.

(19)

The process can be done purposely ( for example as a result of a deliberate change in strategy ). Or result from unplanned, emergent, or reactive dynamic ( for example out of necessity following corporate restructuring )”.

Dapat diartikan bahwa rebranding adalah suatu proses dimana suatu produk atau jasa yang mempresentasikan suatu perusahaan yang didistribusikan.

Hal ini menyangkut perubahan secara radikal baik pada logo, nama, persepsi, strategi pemasaran, ataupun tema-tema iklan. Rebranding dapat diaplikasikan dalam produk/jasa yang baru, yang sudah beredar dipasaran, ataupun pada produk/jasa yang belum terealisasikan. Proses yang dilakukan dengan sengaja contohnya perubahan yang dilakukan dalam strategi perusahaan. Atau bahkan perubahan terjadi karena suatu perubahan yang tidak terencana, darurat, atau perubahan untuk mengikuti arus. Contohnya keharusan karena restrukturisasi perusahaan.

(20)

Dalam penelitian ini penulis mengembangkan teori dan konsep berdasarkan hubungan antar konsep yang digambarkan melalui bagan berikut ini:

Gambar 2.2. Strategic Brand Analysis Sumber : Aaker (1996, p. 190).

Competitor Analisy - Brand image/position.

- Strengths/vulnerabilities.

Strategic Brand Analysis Customer Analysis

- Trends.

- Motivations.

- Segments.

- Unmet needs.

Self Analysis

- Existing brand image.

- Brand heritage.

- Strenghts/weaknesses.

- The brand’s soul.

- Links to other brands.

(21)

2.1.3.18. Kerangka Berpikir

Gambar 2.3. Kerangka Berpikir

Fenomena Persaingan AMDK Premium :

- Berdasar data TOM maka competitor Ades Premium adalah Equil, Evian, Perier, Volvic.

- Coca – Cola mengakuisisi Ades sehingga memberi peluang yang cukup besar untuk masuk pasar bagi Ades premium, dengan mengikuti jalur distribusi dari Coca – Cola company.

- Alasan dilakukannya rebranding didasarkan fakta financial yang memproyeksikan Ades terus merugi di tahun 2006 hingga 2007, dengan tetap bermain di segmen AMDK reguler yang telah dikuasai oleh Aqua sebagai market leader

Ades Premium

Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah deskripsi segmentasi konsumen dari merek yang dirancang? Bagaimanakah profil konsumen yang paling tepat untuk merek Ades premium tersebut?

2. Bagaimanakah deskripsi pesaing yang berada di pasar untuk kategori produk yang sama?

Merek manakah dari pesaing yang merupakan kompetitor langsung dari merek yang dirancang?

3. Bagaimanakah deskripsi persepsi responden terhadap merek yang dirancang dari elemen- elemen visualisasi merek (logo, warna, kemasan produk) yang dikaitkan kesesuaiannya dengan citra produk AMDK premium yang telah beredar di pasaran saat ini?

Self Analysis

- Existing brand image.

- Brand heritage.

- Strenghts/weaknesses.

- The brand’s soul.

- Links to other brands.

Analisa Data Target Audience

Strategic Brand Analysis

Competitor Analisy - Brand image/position.

- Strengths/vulnerabilities.

Customer Analysis - Trends.

- Motivations.

- Segments.

- Unmet needs.

Descriptive Statistic

Gambar

Gambar 2.1. Bauran Pemasaran
Tabel 2.1. Consumer market segmentation variables
Gambar 2.2.  Strategic Brand Analysis  Sumber : Aaker (1996, p. 190).  Competitor Analisy  - Brand image/position
Gambar 2.3.  Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian Ikhsan (2013), sifat kimia yang mengalami perubahan diantaranya adalah pH Tanah meningkat pada penanaman Acacia crasicarpa pada umur 3 Tahun dengan

Meskipun ada saja sejumlah masalah pelanggan yang tidak dapat diselesaikan dengan sukses, organisasi yang memiliki tim dengan posisi terbaik, menggunakan alat terbaik,

Sales promotion atau promosi penjualan adalah suatu teknik dalam mencapai tujuan pemasaran, yang gunanya untuk merangsang konsumen untuk membeli atau memakai barang atau jasa

pengaruh yang signifikan terhadap intensi berwirausaha. Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikaji kembali dan dikembangkan pada penelitian

Dalam pembangunan suatu aplikasi diperlukan suatu pendekatan dan pengembangan sistem yang akan menentukan proses penyelesaian rekayasa perangkat lunak, adapun pendekatan sistem

Divisi Kerjasama Antar Masjid (DKAM) Forum Kerjasama Masjid seluruh Indonesia Bersatu disingkat (KAM-F1) sepakat untuk menyusun program kerja yang bersumber dari kebutuhan dan

Untuk membangun kinerja karyawan, yaitu upaya yang terkontrol oleh karyawan dan berkontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi, diperlukan kepuasan penilaian