• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINETIKA PENURUNAN MUTU dan PENDUGAAN UMUR SIMPAN EKSTRAK TEH HIJAU dengan MODEL PERSAMAAN ARRHENIUS OLEH: EKO WAHYU PAMUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KINETIKA PENURUNAN MUTU dan PENDUGAAN UMUR SIMPAN EKSTRAK TEH HIJAU dengan MODEL PERSAMAAN ARRHENIUS OLEH: EKO WAHYU PAMUJI"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

KINETIKA PENURUNAN MUTU dan PENDUGAAN UMUR SIMPAN EKSTRAK TEH HIJAU dengan MODEL PERSAMAAN

ARRHENIUS

OLEH:

EKO WAHYU PAMUJI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

KINETIKA PENURUNAN MUTU EKSTRAK TEH HIJAU dan PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA dengan MODEL

PERSAMAAN ARRHENIUS

EKO WAHYU PAMUJI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan

pada Program Magister Profesi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(3)

ABSTRACT

EKO WAHYU PAMUJI. Decreasing kinetics and shelf life prediction of green tea extract quality using Arrhenius model. Under the direction of DEDDY MUCHTADI and FERI KUSNANDAR.

The main objective of this research is to determine the decreasing kinetics of green tea extract quality and predicting its shelf life using Arrhenus model. The quality of green tea extract was characterized by the total polyphenol, EGCG compound, and sensory test on taste and colour. Critical limit used for quality parameters were 35% for total polyphenol, 5% EGCG, and 5 for sensory taste and color score.

Determination of decreasing kinetics of green tea quality was conducted by storing green tea extract at extreme temperature conditions (35, 45, and 55 ºC), packed in LDPE plastic and cardboard. The humidity during the experiment was kept fixed at 70%. In days of 0, 7, 14, 28, and 35 the sample was carried out and examined for microbiological, chemical and sensory evaluation.

Decreasing kinetics of green tea extract quality was predicted by creating a curve of zero and first order reactions from each temperature. Its corelation could be determined by using regression equation program available on Microsoft Excel. Its slope value showed the reaction constant (K). The reaction constant was then used for creating Arrhenius equation curve of zero and first order reactions by plotting ln K with 1/T (1/°K) value. Kinetics reaction type of each critical quality parameters were determined by correlation level of curve of zero order and first order reaction from each temperature. Arrhenius equation curve was used for determining K value at storage temperature (28 ºC). Shelf life of green tea extract determined by entering K value at storage temperature to its equation of kinetics reaction types.

In this research, reaction kinetics types of all critical quality parameters of green tea extract could not be yet determined except for the total polyphenol parameter which followed first order reaction. Based on its total polyphenol and EGCG content, shelf lifes of green tea extract were 2.8 months and 2.5 months respectively. The shelf life of green tea extract solution was 5.7 months. While based on its sensory parameter of color and taste, the shelf lifes of green tea extract were 8,7 and 8,8 months respectively.

Keywords: Green Tea, Epigalokatechin gallate, Arrhenius, kinetics, shelf life

(4)

KINETIKA PENURUNAN MUTU EKSTRAK TEH HIJAU dan PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA dengan MODEL

PERSAMAAN ARRHENIUS

EKO WAHYU PAMUJI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan

pada Program Magister Profesi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(5)

Judul Tesis : Kinetika Penurunan Mutu dan Pendugaan Umur Simpan Ekstrak Teh Hijau dengan Model Persamaan Arrhenius

Nama : Eko Wahyu Pamuji

NIM : F 252050115

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Dr. Feri Kusnandar (Ketua) (Anggota)

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :

(6)

Judul Tesis : Kinetika Penurunan Mutu dan Pendugaan Umur Simpan Ekstrak Teh Hijau dengan Model Persamaan Arrhenius

Nama : Eko Wahyu Pamuji

NIM : F 252050115

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Dr. Feri Kusnandar (Ketua) (Anggota)

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa, Pengasih lagi maha Penyayang. Atas rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Kinetika Penurunan Mutu dan Pendugaan Umur Simpan Ekstrak Teh Hijau dengan Model Persamaan Arrhenius.

Pada penyelesaian tugas akhir ini penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan, saran, dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS serta Bapak Dr.

Ir. Feri Kusnandar, M.Sc selaku pembimbing, serta rekan-rekan laboratorium pengendalian mutu dan laboratorium penelitian dan pengembangan PT Haldin Pacific Semesta.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan penelitian berikutnya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bekasi, Juli 2009

ESko Wahyu Pamuji

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTA LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Senyawa Polifenol dalam Teh Hijau... 3

Manfaat Teh Hijau Terhadap Kesehatan... 7

Penurunan Kualitas Teh Selama Penyimpanan ... 14

Stabilitas Senyawa Katekin Terhadap Suhu ... 15

Laju Penurunan Mutu Bahan Pangan... 17

Persamaan Arrhenius ... 19

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

Bahan dan Alat... 21

Desain Percobaan ... 21

Analisa Mikrobiologi ... 22

Analisa Total Polifenol Ekstrak Teh Hijau ... 24

Pembuatan Folin Ciocalteau reagent 10% dan Larutan natrium karbonat ... 24

Pembuatan larutan standar asam galat ... 25

Penentuan Kadar Polifenol Sample Ekstrak Teh Hijau ... 25

Analisa Senyawa Katekin dengan Metode KCKT... 26

Evaluasi Sensori dari Ekstrak Teh Hijau ... 26

Analisis Data ... 27

Analisis kinetika reaksi ... 27

Penentuan umur simpan ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar polifenol dalam Ekstrak Teh Hijau ... 25

Kandungan EGCG dalam Ekstrak Teh Hijau ... 29

Evaluasi Perubahan Sensori Ekstrak Teh Hijau... 35

Kandungan Mikrobiologi Ekstrak Teh Hijau... 46

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 51

(9)

Saran... 51 DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN... 55

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Golongan utama senyawa polifenol ... 4 2. Klasifikasi senyawa flavonoid berdasarkan struktur dasarnya ... 5 3. Komposisi senyawa kimia dalam daun teh ... 8 4. Potensial reduksi standar senyawa katekin dan polifenol dalam teh

serta antioksidan fisiologis lainnya ... 11 5. Nilai TPC ekstrak teh hijau pada berbagai suhu perlakuan

terhadap waktu penyimpanan... 30 6. Nilai konstanta dan korelasai kinetika reaksi orde nol dan orde satu

pada berbagai nilai mutu kritis ekstrak teh hijau ... 42 7. Nilai konstanta reaksi pada suhu penyimpanan (28°C) menggunakan

persamaan reaski orde nol dan orde satu... 43 8. Nilai korelasi dan persamaan garis kurva Arrhenius pada berbagai

parameter mutu kritis ... 43 9. Nilai umur simpan ekstrak teh hijau pada berbagai parameter

mutu kritis ... 49

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur dasar dan sistem penomoran pada senyawa Flavonoid...3

2. Struktur kimia senyawa golongan katekin utama dalam teh hijau...9

3. Klasifikasi senyawa katekin ekstrak teh hijau ...10

4. Gugus fungsional yang berperan terhadap aktifitas antioksidan pada senyawa golongan katekin ...12

5. Pembentukan gallyl moiety dan galloyl moiety radikal pada senyawa EGCG ...13

6. Oksidasi senyawa katekin membentuk senyawa kuinon ...14

7. Uji stabilitas senyawa katekin teh hijau yang dilakukan pada suhu 37° C dan 98° C ...15

8. Perubahan struktur kimia senyawa katekin oleh pengaruh suhu pada minuman teh dalam botol...13

9. Laju penurunan mutu bahan pangan pada orde raski nol (A) dan satu (B)...15

10. Kurva perubahan kadar polifenol ekstrak teh hijau pada ordo reaksi nol ...32

11. Kurva perubahan kadar polifenol ekstrak teh hijau pada ordo reaksi satu...32

12. Kurva penurunan EGCG selama penyimpanan pada ordo reaksi nol...35

13. Kurva penurunan EGCG selama penyimpanan pada ordo reaksi satu ...35

14. Epimerisasi EGCG menjadi GCG...36

15. Kurva perubahan sensori rasa ekstrak teh hijau selama

penyimpanan pada orde reaksi nol...38

16. Kurva perubahan sensori rasa ekstrak teh hijau selama

(12)

penyimpanan pada ordo reaksi satu ...38 17. Kurva perubahan Warna powder ekstract teh hijau

selama penyimpanan pada ordo nol ...40 18. Kurva perubahan Warna powder ekstract teh hijau

selama penyimpanan pada ordo reaksi satu ...40 19. Kurva perubahan Warna air seduhan teh hijau

selama penyimpanan pada ordo reaksi nol...41 20. Kurva perubahan Warna air seduhan teh hijau

selama penyimpanan pada ordo reaksi satu ...41 21. Kurva persamaan Arrhenius untuk reaksai ordo nol pada degradasi

kadar polifenol ekstrak teh hijau ... 44 22. Kurva persamaan Arrhenius untuk reaksai ordo satu pada degradasi

kadar polifenol ekstrak teh hijau ...44 23. Kurva persamaan Arhenius reaksai ordo nol pada penurunan

kadar EGCG ekstrak teh hijau...38 24. Kurva persamaan Arhenius reaksai ordo satu pada penurunan

kadar EGCG ekstrak teh hijau...40 25. Kurva persamaan Arhenius untuk reaksai ordo 0 pada degradasi

rasa ekstrak teh hijau... 46 26. Kurva persamaan Arhenius untuk reaksai ordo 1 pada degradasi

rasa ekstrak teh hijau ...46 27. Kurva perubahan Warna powder ekstract teh hijau selama

penyimpanan pada ordo reaksi satu ...47 28. Kurva perubahan Warna powder ekstract teh hijau selama

penyimpanan pada ordo nol ...47 29. Kurva persamaan Arhenius reaksai ordo satu pada perubahan warna

ekstrak kering teh hijau ...48 30. Kurva persamaan Arhenius reaksai ordo nol pada perubahan warna

ekstrak kering teh hijau ...48

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-0 ... 56 2. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-7

pada suhu 35°C ... 56 3. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-7

pada suhu 45°C ... 57 4. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-7

pada suhu 55°C ... 57 5. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-14

pada suhu 35°C ... 58 6. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-14

pada suhu 45°C ... 58 7. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-14

pada suhu 55°C ... 59 8. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-28

pada suhu 35°C ... 59 9. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-28

pada suhu 45°C ... 60 10. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-28

pada suhu 55°C ... 60 11. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-35

pada suhu 35°C ... 61 12. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-35

pada suhu 45°C ... 61 13. Hasil analisa kandungan EGCG ekstrak teh hijau pada hari ke-35

pada suhu 55°C ... 62

14. Data sensori rasa ekstrak teh hijau ... 63

15. Data sensori warna ekstrak kering teh hijau ... 63

(14)

16. Data sensori warna air seduhan ekstrak teh hijau ... 64

17. Data kadar polifenol ekstrak teh hijau ... 64

18. Data kadar EGCG ekstrak teh hijau ... 65

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Tanaman teh (Camellia sinesis) telah lama dikenal dan dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat minuman sejak hampir 50 abad yang lalu dan merupakan minuman yang paling populer di dunia setelah air, dengan konsumsi per kapita sebesar ~120 mL/hari (Mukhtar & Ahmad 2000). Meskipun manfaat kesehatan dari konsumsi teh telah dirasakan sejak awal sejarah penemuannya, studi ilmiah mengenai manfaat teh baru dimulai sejak kurang dari tiga dekade yang lalu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa teh bermanfaat untuk mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler dan kanker, sementara hasil percobaan terhadap kultur sel dan hewan percobaan menunjukkan bahwa teh dapat mempengaruhi transkripsi gen, proliferasi sel, enzim hepatik fase I dan II, serta berbagai fungsi molekuler lainnya (McKay &

Blumberg 2002). Para peneliti percaya bahwa senyawa polifenol dalam teh merupakan senyawa aktif yang bermanfaat bagi kesehatan.

Tiga jenis teh komersial utama yang telah dikenal adalah: teh hijau, teh hitam dan oolong tea. Dari ketiga jenis teh tersebut teh hijau memiliki kandungan senyawa polifenol yang paling tinggi. Senyawa polifenol dalan teh hijau terdiri dari flavonol, flavandiol, flavonoid, dan asam fenolik. Kandungan total polifenol teh hijau sebesar 30% dari bobot kering. Senyawa polifenol utama dalam teh hijau adalah flavonol yang lebih umum dikenal sebagai katekin.

Berkembangnya tren akan manfaat kesehatan yang diperoleh dari minuman teh mendorong berkembangnya industri teh. Umumnya mereka menggunakan bahan aktif katekin sebagai bahan utama yang bermanfaat bagi kesehatan. Uji stabilitas akan kandungan bahan aktif katekin penting dilakukan untuk memperkirakan umur simpan dari produk teh.

Uji stabilitas bahan aktif umumnya mulai dilakukan pada saat proses awal

pengembangan produk (Sungthongjeen, 2004). Uji stabilitas pada suhu ruang

biasanya memerlukan waktu yang cukup lama, untuk mengatasi hal tersebut maka uji

stabilitas bahan aktif dilakukan pada kondisi suhu yang ekstrim untuk mempercepat

(16)

2

proses degradasi komponen kimia. Prinsip kinetika kimia digunakan sebagai pendekatan untuk menentukan stabilitas bahan aktif suatu produk (jitpukdeeboddintra 2005; Sungthongjeen 2004). Stabilitas produk aktif pada suhu ruang ataupun pada suhu yang lebih rendah dapat ditentukan dengan mengekstrapolasikan data dari hasil akselerasi ke kondisi penyimpanan normal dengan menggunakan model persamaan Arrhenius.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Kinetika Penurunan Mutu dan Pendugaan Umur Simpan Ekstrak Teh Hijau dengan Model Persamaan Arrhenius.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memperkirakan kinetika reaksi dan umur

simpan ekstrak teh hijau berdasarkan kandungan polifenol, epigalokatekin galat

(EGCG) dan sifat sensori yang menyertainya (rasa dan warna).

(17)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengendalian Mutu PT Haldin Pacific Semesta.

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2008 sampai dengan bulan Juni 2008.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan adalah ekstrak kering teh hijau (powder extract) standar senyawa EGCG, asetonitril, asam asetat, etil asetat, etanol, Folin Ciocalteau

reagent 10 %, Larutan natrium karbonat 7,5 %, larutan standar asam galat, larutan

H

2

SO

4

, media PCA (Plate Count Agar), Larutan buffer fosfat pH 7,2, akuades, serta bahan pengemas.

Alat

Alat yang digunakan adalah Kromatogafi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), Inkubator (memmert), sonikator, biosafety cabinet, autoclave, neraca analitis, serta alat-alat gelas.

Metode Penelitian

Desain percobaan

Pada percobaan kali ini dilakukan penentuan kinetika reaksi degradasi senyawa aktif ekstrak teh hijau (kandungan total polifenol dan EGCG) dan perubahan sifat sensorinya (rasa, warna ekstrak kering, dan warna air seduhan ekstrak teh hijau).

Persamaan kinetika reaksi yang telah diperoleh kemudian digunakan untuk

(18)

22

menentukan umur simpan ekstrak teh hijau berdasarkan parameter mutu kritisnya (kandungan total polifenol, kandungan EGCG, perubahan rasa, dan perubahan warna).

Kinetika reaksi degradasi senyawa aktif maupun perubahan sifat sensori ekstrak teh hijau dilakukan dengan metode akselerasi. Ekstrak kering teh hijau yang digunakan sebanyak 2100 gram yang dibagi ke dalam 3 kelompok. Dari setiap kelompok tersebut kemudian dibagi lagi menjadi empat kelompok kecil dan diberi label sesuai dengan hari pengamatan (0, 7, 14, 28, dan 35). Ketiga kelompok tersebut kemudian dikemas ke dalam kemasan LDPE (Low Density Poly Etilene) kemudian di kemas kembali dengan kemasan karton. Dari setiap kemasan tersebut selanjutnya disimpan dalam inkubator yang terkontrol secara termostatis pada suhu 35ºC, 45ºC, dan 55ºC selama 35 hari. Kelembaban udara selama percobaan dijaga tetap yaitu menggunakan kelembaban ruangan ( ± 70%).

Pada pengamatan hari ke-0, 7, 14, 28, dan 35, dilakukan sampling terhadap sampel hasil akselerasi, kemudian dilakukan uji kandungan mikrobiologi, total polifenol, EGCG, serta sifat sensori rasa dan warna.

Batas kritis yang digunakan pada masing-masing parameter mutu kritisnya adalah 35% kandungan total polifenol, 5% kandungan EGCG, serta 5 untuk skor sensori rasa dan warna.

Analisis Mikrobiologi

Analisis kandungan mikrobiologi dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk memastikan bahwa selama percobaan berlangsung (Hari ke-0, 7, 14, 28, dan 35) tidak terdapat aktivitas mikroorganisme yang dapat mempengatuhi komposisi kimiawi maupun perubahan sensori pada ekstrak teh hijau.

Kandungan mikroorganisme ekstrak teh hijau akan diamati selama uji

stabilitas meliputi uji TPC ( total plate count). Metode analisis merujuk kepada

Bacteriological Analytical Manual (BAM), Chapter 3, Januari 2001.

(19)

23

Secara aseptis dilakukan pengenceran sampel ekstrak teh hijau dengan faktor pengenceran sebesar 10

-1

, 10

-2

, 10

-3

, dan 10

-4

. Homogenkan sampel tersebut selama kurang lebih 1 menit dengan alat vortex, hindari pengambilan sampel yang masih berbusa. Tempatkan masing-masing 1 mL sampel homogen dengan pipettor dan tip steril 1000 μL dan pada bagian tengah cawan petri steril. Lakukan pengaduka ulang bila sample telah didiamkan selama 3 menit. Secepatnya ditambahkan PCA steril yang telah didinginkan sampai suhu 45°C ± 1

0

C, sebanyak 12 - 15 mL, waktu yang diperlukan sejak pengenceran sampel sampai penuangan media sebaiknya tidak lebih dari 15 menit. Inkubasi pada suhu 35°C selama 48 ±2 jam. Hitung cawan petri (duplo) yang menunjukkan jumlah koloni antara 25 – 250. Pilih cawan petri (simplo atau duplo) dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25– 250 setiap cawan. Hitung semua koloni dalam cawan petri dengan colony counter kalikan dengan faktor pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per mililiter atau gram dengan menggunakan persamaan :

N = Σ C / [(1 * n

1

) + (0.1 * n

2

)]*(d) Dimana N = Jumlah koloni dalanm Cfu/ml atau Cfu/g

Σ C = Jumlah semua koloni pada semua petri

n

1

= Jumlah cawan petri yang dilitung pada pengenceran pertama n

2

= Jumlah cawan petri yang dilitung pada pengenceran kedua d = Faktor pengenceran terendah

Jika semua cawan petri jumlah koloninya kurang dari 25, maka catat jumlah

aktual dan nyatakan hasilnya kurang dari 25 x 1/d, dimana d adalah faktor

pengenceran terkecil. Jika semua cawan petri jumlah koloninya lebih besar dari 250

cfu (kurang dari 100 cfu/cm

2

), perkirakan jumlah koloni yang mendekati 250 dan

kalikan dengan factor pengenceran. Jika tidak ada koloni yang tumbuh pada cawan

petri, nyatakan jumlah bakteri perkiraan lebih kecil dari satu, dikalikan dengan

pengenceran terendah (<10 x faktor pengenceran). Jika terdapat koloni yang

merambat seperti rantai yang tidak terpisah-pisah, maka koloni dianggap satu. Tetapi

bila 1 atau lebih rantai terbentuk dan berasal dari sumber yang berpisah-pisah maka

tiap sumber dihitung sebagai satu koloni. Jika terdapat koloni yang merambat

(20)

24

diantara dasar cawan dan agar, dan merambat pada pinggir atau permukaan agar, sebaiknya pemeriksaan diulangi karena sukar dihitung.

Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya menggunakan 2 angka penting. Jika angka ketiga lebih besar dari 5, maka dilakukan pembulatan ke atas, yaitu angka penting kedua ditambahkan 1 satuan, kemudian angka ketiga menjadi 0 (nol). Jika angka ketiga lebih kecil dari 5, maka dilakukan pembulatan ke bawah, yaitu angka penting kedua tidak ditambahkan 1 satuan, kemudian angka ketiga menjadi 0 (nol). Jika angka ketiga sama dengan 5 dan angka kedua adalah ganjil, maka dilakukan pembulatan ke atas, yaitu angka penting kedua ditambahkan 1 satuan, kemudian angka ketiga menjadi 0. Jika angka ketiga sama dengan 5 dan angka kedua adalah genap, maka dilakukan pembulatan ke bawah, yaitu angka penting kedua tidak ditambahkan 1 satuan, kemudian angka ketiga menjadi 0.

Analisis total polifenol ekstrak teh hijau

Selama uji stabilitas kandungan total senyawa polifenol ekstrak teh hijau ditentukan dengan metode Folin-Ciocalteu assay. Sampel ekstrak teh hijau diencerkan sebesar lima kali, kemudian kandungan total senyawa polifenol ditentukan berdasarkan kurva standar asam galat.

Pembuatan Folin Ciocalteau reagent 10% dan Larutan natrium karbonat

Dipipet sebanyak10 mL larutan Folin Ciocalteau pekat, kemudian tambahkan

90 ml akuades, larutkan dan homogenkan. Larutan tersebut kemudian disimpan

dalam botol coklat agar terlindung dari sinar matahari untuk digunakan pada analisis

selanjutnya. Larutan natrium karbonat 7,5% dibuat dengan cara melarutkan 7,5 gram

natrium dengan akuades 100 ml, kemudian homogenkan larutan tersebut dengan

magnetic stirrer.

(21)

25

Pembuatan larutan standar asam galat

Larutan deret standard dibuat dengan cara terlebih dahulu membuat larutan induk asam galat 250 ppm, agar terbentuk larutan yang homogen dapat dilakukan proses sonikasi selama kuranglebih 10 menit, amati hingga terbentuk larutan yang benar-benar homogen. Dari larutan induk asam galat tersebut kemudian dibuat larutan standar asam galat dengan konsentrasi masing –masing sebesar10, 25, 50, 75, dan 100 ppm. Diambil sebanyak 1 ml dari masing-masing larutan standar tersebut kemudian ditempatkan ke dalam tabung reaksi kapasitas 15 ml, lindungi tabung tersebut dari pengaruh cahaya. Tambahkan 5 ml larutan Folin Ciocalteau 10%, diamkan selama 3-8 menit kemudian tambahkan 4 ml larutan sodium karbonat 7,5 %, aduk menggunakan vortex mixer hingga homogen. Diamkan selama 2 jam dan lindungi dari pengaruh cahaya. Ukur absorbansi masing – masing standar pada panjang gelombang 740 nm. Buatlah grafik lineritas standar, konsentrasi (ppm) sebagai sumbu X dan absorbansi sebagai sumbu Y.

Penentuan Kadar Polifenol Sample Ekstrak Teh Hijau

Ditimbang sebanyak 0.150 gram sampel ekstrak the hijau kemudian dimasukan

ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan kurang lebih 25 ml akuades, sonikasi

larutan tersebut selama kurang lebih 10 menit hingga benar-benar larut. Tambahkan

akuades hingga tanda tera. Diambil sebanyak 5 ml dari larutan tersebut kemudian

ditempatkan ke dalam labu ukur 50 ml, tambahkan akuades hingga tanda tera

kemudian dihomogenkan. Diambil sebanyak 1 ml dari larutan tersebut kemudian

ditempatka ke dalam tabung reaksi 15 ml, lindungi dari pengaruh cahaya. Tambahkan

5 ml larutan Folin Ciocalteau 10%, diamkan selama 3-8 menit kemudian tambahkan

4 ml larutan sodium karbonat 7,5 %, aduk menggunakan vortex mixer hingga

homogen. Diamkan selama 2 jam dan lindungi dari pengaruh cahaya. Ukur

absorbansi masing – masing standar pada panjang gelombang 740 nm. Hitung kadar

polifenol dengan menggunakan persamaan :

(22)

26

Polifenol % =

[ − ] / × 100 / 5 × 50 / 1000 × 100 %

Wsample

b a Absorbansi

Analisis Senyawa Katekin dengan Metode KCKT

Senyawa EGCG pada ekstrak teh hijau dianalisis dengan metode KCKT model Shimadzu LC-10AD, senyawa katekin ekstrak teh hijau diinjeksikan pada kolom (Waters μ-Bondapak C-18, 3,9 X 300 mm). Fase gerak menggunakan metode isokratik yang terdiri dari campuran asetonitril, etil asetat, dan asam fosfat 0,05%

dengan perbandingan 120: 20 : 860 berdasarkan volume. Detektor yang digunakan adalah jenis detektor UV pada panjang gelombang 280 nm, identifikasi senyawa golongan katekin dengan membandingkan waktu retensi senyawa tersebut dengan standar (EGCG).

Evaluasi Sensori dari Ekstrak Teh Hijau

Sifat sensori dari ekstrak teh hijau akan diamati selama uji stabilitas dengan melibatkan 10 panel terlatih, uji yang dilakukan adalah memberikan penilaian organoleptik yang meliputi, rasa, dan warna ekstrak kering dan air seduhan dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 10. Batas kritis ditentukan pada skala 5. Skala 1-2 menunjukan peringkat penilaian yang sangat berbeda, 3-4 sangat berbeda, 5-6 cukup berbeda, 7-8 sedikit berbeda, dan 9-10 tidak berbeda.

Uji sensori dilakukan pada hari ke-7,14,21,28,dan 35. Cara penyajian untuk

uji sensori dlakukan dengan cara melarutkan 0,2 gram ekstrak teh hijau ke dalam 100

ml aquademineralisasi yang mempunyai suhu ± 100 °C, kemudian dilarutkan hingga

larutan menjadi homogen. Biarkan sesaat hingga larutan tersebut sesuai untuk

dilakukan uji sensori. Pada pengujian sensori antar sampel dilakukan penetral air

putih untuk mengurangi efek bias akibat pengaruh sampel sebelumnya. Uji sensori

dalakukan pada ruangan tertutup, tidak bising, terbebas dari kontaminasi bau yang

dapat mempengaruhi hasil dari uji sensori.

(23)

27

Analisis Kinetika Reaksi

Kinetika reaksi dari masing-masing parameter mutu kritis ditentukan dengan cara menggambarkan hasil pengamatan penurunan mutu paramenter kritis selama percobaan terhadap waktu penyimpanan menggunakan kurva persamaan reaksi ordo nol dan ordo satu. Dari hasil pengamatan tersebut kemudian ditentukan tingkat korelasinya menggunakan persamaan regresi linear yang teredia pada program Microsoft Excel. Nilai kemiringan kurva (slope) pada masing-masing suhu percobaan menunjukan nilai konstanta reaksi (K). Nilai K yang telah diperoleh selanjutnya digunakan untuk menggambarkan kurva persamaan Arrhenius pada ordo nol maupun ordo satu dengan menghubungkan nilai ln K dengan 1/T (1/°K). Jenis kinetika reaksi dari masing-masing parameter mutu kritis ditentukan berdasarkan tingkat korelasi yang diperoleh dari kurva penurunan mutu ekstrak teh hijau pada persamaan orde rekasi nol dan satu. Nilai korelasi yang lebih besar menunjukan kesesuaian jenis reaksi yang lebih baik.

Penentuan Umur Simpan

Umur simpan ekstrak teh hijau ditentukan berdasarkan jenis kinetika reaksi yang diperoleh dari parameter mutu kritis yang diamati. Umur simpan pada suhu penyimpanan diperoleh dengan terlebih dahulu menentukan konstanta reaksi pada suhu penyimpanan. Konstanta reaksi ditentukan dengan memasukan nilai suhu penyimpanan pada persamaan garis yang diperoleh dari kurva persamaan Arrhenius.

Selanjutnya nilai konstanta reaksi yang diperoleh digunakan untuk menentukan umur

simpan ekstrak teh hijau dengan cara memasukan nilai konstanta reaksi pada

persamaan kinetika reaksi (ordo nol dan satu). Dengan menyelesaikan persamaan

matematika maka diperoleh waktu umur simpan, yaitu waktu yang diperlukan hingga

produk mencapai nilai mutu kritisnya.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Miikroba Ekstak Teh Hijau

Analisis kandungan mikroba ekstrak teh hijau dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu akselerasi terhadap kandungan mikroba ekstrak teh hijau. Selain itu, untuk memastikan bahwa tidak ada pengaruh aktivitas mikroba terhadap sifat sensori maupun kandungan kimiawi ekstrak teh hijau. Dari hasil pengematan TPC ( total plate count) pada ektrak teh hijau menunjukan tidak ada perubahan yang cukup signifikan baik pada kontrol maupun sampel hasil akselerasi. Jumlah koloni seluruh sampel pada pengenceran terkecil tidak lebih dari 25 cfu (coloni forming unit) per cawan petri, sehingga berdasarkan cara perhitungan yang diajukan oleh Bacteriological Analytical Manual (BAM) jumlah koloni pada setiap sampel tidak lebih dari 10 atau 250. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak teh hijau dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

Tabel 5. Nilai TPC ekstrak teh hijau pada berbagai suhu perlakuan terhadap waktu penyimpanan

Waktu Penyimpanan (hari) Suhu

Penyimpanan 0 7 14 28 35

35 <10 cfu/g <10 cfu/g <250 cfu/g <10 cfu/g <10 cfu/g 45 <10 cfu/g <10 cfu/g <10 cfu/g <10 cfu/g <10 cfu/g 55 <10 cfu/g <10 cfu/g <10 cfu/g <250 cfu/g <10 cfu/g

Hasil analisis kandungan TPC pada ekstrak teh hijau dapat disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil percobaan dapat ditunjukan bahwa secara umum kandungan total mikroba ekstrak teh hijau tetap hinggga waktu penyimpanan selama 35 hari, pada semua suhu penyimpanan. Dari hasil jumlah kandungan total mikroba yang disajikan menunjukan semua hasil pengukuran tidak menghasilkan angka pasti, hal tersebut disebabkan karena berdasarkan perhitungan jumlah kandungan total mikroba yang mengacu pada prosedur perhitungan yang diajukan oleh BAM (Bacteriological Analytical Manual), jumlah mikroba hanya akan memiliki nilai yang pasti jika berada pada selang 25 sampai dengan 250 koloni terhitung pada setiap cawan petri, sehingga jika jumlah koloni berada dibawah selang tersebut tidak akan dihitung sebagai angka pasti melainkan sebagai selang nilai angka ( contoh: <10 atau

<250). Dengan kata lain, jumlah kandungan mikroba pada ekstrak teh hijau berada dibawah limit deteksi prosedur pengujian, namun dapat dipastikan bahwa jumlah

(25)

30

kandungan mikroba pada ekstrak teh hijau tidak lebih dari 10 cfu/g ataupun 250 cfu/g, sehingga dapat dipastikan bahwa tidak terdapat pertumbuhan muikroorganisme pada seluruh sampel percobaan.

Ada bebrapa faktor yang menyebabkan ekstrak teh hijau dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pertama, kadar air sampel ekstrak teh hijau cukup rendah (ekstrak kering) sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Kedua, adalah karena ekstrak teh hijau dapat berperan sebagai zat anti mikroba. Menurut Wang dan Zhou (2004), teh dapat pula dimanfaaatkan sebagai zat antimikroba sehingga dapat dimanfaatkan sebagai food additive pada bahan pangan untuk memperpanjang umur simpan tanpa mengakibatkan kerusakan bahan pangan maupun kandungan nutrisinya, bahkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Friedman et al.

(2006) senyawa aktif pada teh (epigalokatekin-3-galat, galokatekin-3-galat, theaflavin-3’-galat, dan theaflavin-3,3’-digalat) memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi tehadap Bacillus cereus daripada senyawa antibiotik yang telah biasa digunakan secara medis seperti tertrasiklin dan vankomisin. Senyawa katekin pada teh yang memiliki aktivitas antimikroba paling tinggi hingga paling rendah terhadap Bacillus cereus secara berturut-turut adalah galokatekin galat, epigalokatekin galat, katekin galat, epikatekin galat, epigalokatekin dan galokatekin. Aktivitas antimikroba senyawa katekin yang merupakan epimernya relatif tidak jauh berbeda, galokatekin-3- galat memiliki aktivitas antimikroba yang hampir sama dengan epigalokatekin-3- galat, hal yang sama juga terjdai pada senyawa galokatein dan epigalokatekin sedangkan senyawa katekin-3-galat memiliki aktivitas antimikroba empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan epikatekin-3-galat.

Kinetika Penurunan Kadar Polifenol Ekstrak Teh Hijau

Pengukuran kadar polifenol ekstrak teh hijau pada suhu 35, 45, dan 55°C diamati pada selang waktu 7, 14, 28, dan 35 hari. Dari hasil pengukuran tersebut selanjutnya dilakukan perhitungan kinetika reaksi degradasinya dengan menggunakan persaaan reaksi orde 0 dan orde 1.

Kurva kinetika reaksi degradasi senyawa polifenol menggunakan persamaan reaski ordo nol disajikan pada Gambar 10. Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa semua plot persamaan garis pada suhu pengamatan 35°C, 45°C, dan 55°C

(26)

31

menghasilkan kurva yang linear. Tingkat linearitas reaksi orde nol disajikan pada Tabel 6.

Perhitungan laju reaksi juga dilakukan dengan menggunakan persamaan reaksi orde satu. Seperti halnya pada reaksi orde nol, pada reaski orde satu seluruh plot persamaan garis pada suhu pengamatan 35°C, 45°C, dan 55°C menghasilkan kurva yang linear (Gambar 11). Tingkat linearitas reaksi orde nol disajikan pada Tabel 4.

Hasil perhitungan nilai konstanta reaksi degradasi senyawa polifenol baik pada ordo reaksi nol maupun ordo reaksi satu menunjukkan bahwa dengan semakin tingginya nilai suhu maka akan diperoleh nilai konstanta reaksi yang lebih besar (Tabel 5), hal ini menunjukan bahwa degradasi senyawa polifenol pada ekstrak teh hijau merupakan reaksi yang tergantung oleh suhu. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan oleh Kyi et al. (2005) yang mengamati pengaruh proses pengeringan terhadap laju degradasi senyawa polifenol pada biji coklat. Nilai konstanta reaksi pada ordo reaksi nol maupun satu yang diamati pada suhu 35°C, 45°C, dan 55°C disajikan pada Tabel 6.

Hasil perhitungan nilai korelasi pada ordo nol dan ordo satu yang diamati pada suhu 35°C, 45°C, dan 55°C disajikan pada Tabel 6. Dari hasil tersebut menunjukan kinetika reaksi pada ordo satu memiliki nilai korelasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan ordo nol, dengan tingkat korelasi, r2 ≥ 95%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang diperoleh oleh Kyi et al. (2005) yang menyebutkan bahwa kinetika degradasi senyawa polifenol pada biji coklat terhadap proses pengeringan mengikuti jenis kinetika reaksi ordo satu dengan tingkat korelasi, r2 >

95%. Namun, nilai korelasi orde reaksi nol dan satu memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebenarnya tingkat kelajuan degradasi senyawa polifenol pada orde reaksi nol maupun satu sampai pada akhir pengamatan belum dapat dibedakan secara signifikan.

Pengukuran kadar polifenol pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteu. Reaksi Folin-Ciocalteu adalah metode pengujian yang umum digunakan untuk menentukan kadar total polifenol pada suatu bahan. Pengujian didasarkan kepada prinsip oksidasi reduksi suatu bahan. Pada umumnya, reaksi oksidasi senyawa polifenol sangat dipengaruhi oleh adanya perbedaan proses hidroksilasi dan tingkat polimerisasinya. Adanya penurunan kadar total polifenol menunjukan bahwa senyawa fenolik pada teh telah teroksidasi atau terpolimerisasi selama penyimpanan ( Wang et al. 2000).

(27)

32

y = -0.1365x + 44.841 y = -0.1652x + 45.258 y = -0.2019x + 43.919

35.00 40.00 45.00 50.00

0 10 20 30 40

Waktu penyimpanan (hari)

Kada Polifenol

35oC 45oC 55oC

Gambar 10. Kurva perubahan kadar polifenol ekstrak teh hijau pada ordo reaksi nol

y = -0.0032x + 3.804 y = -0.0039x + 3.8135 y = -0.005x + 3.7832 3.500

3.600 3.700 3.800 3.900 4.000

0 10 20 30 40

Waktu penyimpanan (hari)

Ln Kadar Polifenol

35oC 45oC 55oC

Gambar 11. Kurva perubahan kadar polifenol ekstrak teh hijau pada ordo reaksi satu

(28)

33

Kinetika Penurunan Kandungan EGCG Dalam Ekstrak Teh Hijau

Kurva kinetika reaksi degradasi senyawa EGCG menggunakan persamaan reaski ordo nol yang diamati pada tiga suhu yang berbeda disajikan pada Gambar 12.

Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa semua plot persamaan garis pada suhu pengamatan 35°C, 45°C, dan 55°C menghasilkan kurva yang linear. Tingkat linearitas reaksi orde nol disajikan pada Tabel 6.

Perhitungan laju reaksi juga dilakukan dengan menggunakan persamaan reaksi orde satu. Seperti halnya pada reaski orde nol, pada reaski orde satu seluruh plot persamaan garis pada suhu pengamatan 35°C, 45°C, dan 55°C menghasilkan kurva yang linear (Gambar 13).

Hasil pengamatan kandungan EGCG pada ekstrak teh hijau terhadap waktu menunjukan adanya penurunan kandungan senyawa EGCG yang lebih cepat dengan meningkatnya suhu percobaan baik pada ordo reaksi nol maupun satu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai tetapan reaksi degradasi senyawa EGCG akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu percobaan. Peningkatan nilai tetapan reaski terhadap suhu percobaan menunjukan bahwa reaksi degradasi senyawa EGCG merupakan jenis reaksi yang tergantung dengan suhu (temperature dependent).

EGCG merupakan senyawa golongan polifenol utama yang terkandung pada ekstrak teh hijau. Telah disebutkan pada percobaan sebelumnya bahwa senyawa polifenol merupakan senyawa yang tergantung terhadap suhu (temperature dependent), sehingga terdapat korelasi yang positif antara penurunan kadungan polifenol dengan penurunan kandungan EGCG pada teh hijau. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penurunan kandungan senyawa polifenol pada ekstrak hijau salah satunya disebabkan karena penurunan senyawa EGCG. Ditinjau dari nilai potensial reduksi standarnya senyawa EGCG memiliki nilai yang paling rendah dibandingkan dengan senyawa katekin lainnya, sehingga lebih mudah untuk mengalami proses oksidasi.

Hasil penentuan nilai korelasi reaksi degradasi senyawa EGCG pada orde reaski nol dan satu disajikan pada Tabel 6, dari tabel tersebut diperoleh nilai korelasi degradasi senyawa EGCG yang diamati pada suhu 35°C, 45°C, dan 55°C pada orde reaksi nol adalah 95, 96, dan 93% sedangkan nilai korelasi pada orde reaksi satu adalah 95, 96, dan 92%. Nilai korelasi dari nol dan satu tidak semuanya memiliki korelasi > 95% selain itu, korelasi pada dua orde reaksi tersebut memiliki nilai yang

(29)

34

hampir sama, sehingga reaksi degradasi senyawa EGCG belum dapat ditentukan jenis kinetika reaksinya. Alasan yang menyebabkan nilai korelasi yang hampir sama pada ordo reaksi nol dan satu adalah karena jumlah senyawa EGCG yang terdegradasi masih sedikit sehingga belum dapat dibedakan perbedaan kelajuan reaksi antara orde reaksi nol dengan satu.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zimeri dan Tong (1999), kinetika degradasi senyawa EGCG sebagai fungsi dari pH dan oksigen terlarut pada sistem model larutan mengikuti model pseudo-first order. Reaksi degradasi EGCG pada waktu tertentu akan berjalan sangat lambat, sehingga digolongkan sebagai reaksi non- zero equilibrium, artinya penurunan kosentrasi EGCG sebagai fungsi dari pH dan oksigen tidak akan mencapai nilai nol. Istilah pseudo digunakan untuk proses mekanisme dan kinetika reaksi yang kompleks dan tidak menggambarkan reaksi aktual yang terjadi sehingga hanya merupakan pendekatan semiempirik pada proses yang sebenarnya terjadi di alam.

Penurunan senyawa EGCG pada ekstrak teh hijau disebabkan oleh proses epimerisasi. Proses epimerisai senyawa EGCG terjadi akibat adanya pengaruh suhu yang menyebabkan perubahan konfigurasi stereokimia senyawa EGCG menjadi GCG. Senyawa EGCG memiliki konfigurasi struktur 2,3-cis sedangkan GCG memiliki konfigurasi struktur 2,3-trans. Secara termodinamika senyawa 2,3-trans memiliki tingkat stabilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan senyawa 2,3-cis sehingga pada kondisi suhu tertentu senyawa GCG akan ditemui dalam jumlah yang lebih banyak daripada senyawa EGCG. Proses epimerisasi EGCG menjadi GCG digambarkan oleh sebuah reaski kesetimbangan (Gambar 14). Pada gambar 14 dapat dijelaskan bahwa kelajuan perubahan senyawa epigalokatekin galat menjadi galokatekin galat lebih besar daripada kelajuan perubahan senyawa galokatekin galat menjadi epigalokatekin galat sehingga pada suhu tertentu jumlah galokatekin galat akan ditemui lebih banyak daripada epigalokatekin galat.

Selain proses epimerisasi, penurunan jumlah EGCG pada ekstrak teh hijau juga dapat terjadi melalui proses oksidasi. Selama proses oksidasi EGCG akan melepaskan satu atom hidrogen radikal membentuk senyawa semikuinon radikal.

Senyawa semikuinon radikal terjadi karena adanya pemutusan ikatan hidroksi menghasilhan satu atom hidrogen radikan dan oksigen radikal. Menurut Wang et al.

(2000), hidrogen radikal akan lebih mudah terbentuk pada cincin yang mengikat tiga gugus hidroksi dibandingkan pada cincin yang hanya mengikat dua gugus hidroksi,

(30)

35

hal tersebut merupakan alasan mengapa senyawa galo-flavanol memiliki potensial reduksi yang lebih rendah dibandingkan dengan senyawa katekol-flavanol.

y = -0.049x + 8.0597 y = -0.0429x + 7.9436 y = -0.0414x + 7.9629

6,00 6,50 7,00 7,50 8,00 8,50

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Waktu Penyimpanan

Kadar EGCG

35oC 45oC 55oC

Gambar 12. Kurva penurunan EGCG selama penyimpanan pada ordo reaksi nol

y = -0,0058x + 2,0777 y = -0,006x + 2,0755 y = -0,007x + 2,0918 1,750

1,850 1,950 2,050 2,150

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Waktu Penyimpanan

Ln Kadar EGCG

35oC 45oC 55oC

Gambar13. Kurva penurunan EGCG selama penyimpanan pada ordo reaksi satu

(31)

36

Senyawa EGCG merupakan senyawa yang termasuk pada golongan galo- flavanol. Dibandingkan dengan senyawa polifenol lainnya EGCG mempunyai potensial reduksi yang paling rendah, sehingga paling mudah berperan sebagai penangkap radikal bebas, dalam perspektif farmakokimia EGCG merupakan senyawa yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai antioksidan.

O O

OH OH

OH O

H

O

O H

OH OH

OH O

O OH

OH

OH O

H

O

O H

OH OH OH

epigalokatekin galat galokatekin galat Gambar14. Epimerisasi EGCG menjadi GCG (Wang et al. 2000)

Kinetika perubahan sensori ekstrak teh hijau

Kinetika perubahan rasa ekstrak teh hijau

Parameter mutu rasa pada teh ditentukan oleh sifat kesepatan (astingenccy), kepahitan ( bitterness) dan sweet after taste. Pada uji sensori rasa kali ini hanya akan menitikberatkan pada uji kepahitan dan kesepatan, karena parameter sweet after taste bukan merupakan parameter mutu yang utama sehingga faktor keberadaan mutunya dapat diabaikan. Sifat kesepatan dan kepahitan pada teh mempunyai korelasi yang hampir sama yaitu merupakan fungsi dari waktu, dengan semakin bertambahnya waktu maka akan terjadi penurunan kepahitan dan kesepatan pada teh, sehingga pada uji sensori rasa, panelist sekaligus membedakan sifat kepahitan dan kesepatan sampel teh hasil akselerasi dengan kontrol.

Perubahan sensori rasa ekstrak teh hijau hasil akselerasi yang dibandingkan terhadap kontrol berdasarkan ordo nol dan ordo satu disajikan pada Gambar 15 dan

(32)

37

Gambar 16. Pada gambar tersebut terlihat bahwa skor sensori rasa ekstrak teh hijau mempunyai nilai yang semakin menurun dengan bertambahnya suhu, dengan tingkat linearitas yang cukup baik. Dari hasil penentuan nilai konstanta reaksi baik pada ordo nol maupun ordo satu menunjukan bahwa semakin meningkatnya suhu akan menghasilkan nilai kemiringan kurva yang semakin besar yang berarti akan menghasilkan nilai K yang semakin besar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sifat sensori ekstrak teh hijau dapat dipengaruhi oleh suhu.

Nilai korelasi kinetika reaksi perubahan rasa ekstrak teh hijau disajikan pada Tabel 6. Nilai korelasi perubahan rasa ekstrak teh hijau pada suhu 35°C, 45°C, dan 55°C menggunakan persamaan orde reaksi nol adalah 93%, 98%, 94% sedangkan nilai korelasi pada orde reaksi satu adalah 92%, 97%, dan 96%. Ditinjau dari nilai korelasinya, kinetika reaksi pada orde nol maupun orde satu memilki nilai yang hampir sama, hal tersebut menunjukan bahwa pada perubahan sensori rasa ekstrak teh hijau belum dapat ditentukan jenis kinetika reaksinya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2000), sifat sensori ekstrak teh mempunyai korelasi dengan kandungan senyawa polifenolnya, semakin tinggi kandungan polifenol akan memberikan rasa sepat dan pahit yang semakin kaut.

Penurunan tingkat kepahitan dan kesepatan yang terjadi pada ekstrak teh hijau mengindikasikan telah terjadi perubahan kandungan senyawa polifenol pada teh, hal tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukan adanya penurunan kandungan senyawa polifenol pada ekstrak teh hijau, sehingga indikasi penurunan kualitas ekstrak teh hijau selain dapat dideteksi secara kimiawi dapat pula dideteksi secara sensori dengan adanya penurunan sifat kepahitan dan kesepatan. Hasil dari kedua percobaan tersebut sesuai dengan hipotesis awal yaitu bahwa penurunan kadar polifenol pada teh dapat dicirikan oleh adanya penurunan sifat kepahitan dan kesepatan pada ekstrak teh hijau.

Meskipun telah umum diketahui bahwa kafein sebagai salah satu komponen utama pada teh selain polifenol dapat memberikan kontribusi terhadap rasa pahit, namun dari hasil pengamatan yang dilakukan menunjukan bahwa kandungan kafein pada teh relatif tidak berubah dibandingkan dengan kondisi awal, sehingga kandungan kafein pada teh tidak memiliki korelasi yang positif serta tidak berkontribusi terhadap penurunan rasa pahit pada ekstrak teh. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa polifenol pada teh merupakan faktor penentu penurunan kualitas pada teh.

(33)

38

y = -0,0982x + 9,8093 y = -0,0271x + 9,2349 y = -0,0467x + 9,3442

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00

0 10 20 30 40

Waktu penyimpanan (Hari)

S k or s ens or i r as a

35oC 55oC 45oC

Gambar 15. Kurva perubahan skor sensori rasa ekstrak teh hijau selama penyimpanan pada orde reaksi nol

y = -0,0031x + 2,2235 y = -0,0055x + 2,2361 y = -0,0125x + 2,2952 1,500

1,700 1,900 2,100 2,300 2,500

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Waktu penyimpanan (Hari)

Ln (Skor sensori rasa)

35oC 45oC 55oC

Gambar 16. Kurva perubahan skor sensori rasa ekstrak teh hijau selama penyimpanan pada ordo reaksi satu

(34)

39

Kinetika perubahan warna ekstrak teh hijau

Perubahan warna ekstrak teh hijau diamati dalam dua fase wujud yaitu ekstrak kering (powder extract) dan air seduhan. Kurva perubahan warna ekstrak kering teh hijau yang diamati pada berbagai nilai suhu dengan menggunakan persamaan ordo nol dan satu dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18, sedangkan kurva perubahan warna air seduhan ekstrak teh hijau ditunjukan pada Gambar 19 dan 20. Nilai konstanta reaksi perubahan warna ordo nol dan ordo satu dari ekstrak kering dan air seduhan esktrak teh hijau disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12. Dari hasil pengamatan perubahan warna ekstrak teh hijau yang dilakukan pada tiga perlakuan suhu yaitu 35°C 45°C dan 55°C (Gambar 23, 24, 25,& 26) maupun dari hasil perhitungan konstanta reaksi ordo nol dan ordo satu ( Tabel 6) dapat disimpulkan bahwa perubahan warna yang terjadi merupakan jenis reaksi yang tergantung dengan suhu (temperature dependent), Secara matematis fenomena tersebut dapat ditunjukan dengan semakin meningkatnya nilai konstanta reaksi ordo nol maupun ordo satu yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya suhu reaksi.

Nilai korelasi kinetika perubahan warna ekstrak kering dan air seduhan ekstrak teh hijau pada orde reaksi nol dan satu disajikan pada Tabel 6. Dari nilai korelasinnya, tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara persamaan laju reaksi orde nol dengan orde satu. Selain itu, tidak semua nilai korelasi baik reaksi orde nol dan satu memiliki nilai >95%, sehingga pada penelitian kali ini belum dapat ditentukan jenis kinetika reaksinya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2000) terhadap ekstrak teh hijau yang mengalami proses pemanasan (roasting dan steaming) secara signifikan telah mengalami proses perubahan warna dari hijau menjadi coklat. Proses ini disebut sebagai proses browning. Proses browning yang terjadi pada teh disebabkan oleh adanya oksidasi senyawa polifenol, hal tersebut ditunjukan oleh adanya perubahan kandungan senyawa polifenol sebelum dan setelah pengolahan.

Meskipun proses browning dapat pula dihasilkan oleh adanya reaksi Maillard namun analisis kandungan gula maupun asam amino dalam teh sebelum dan sesudah perlakukan menunjukan perbedaan yang tidak terlalu signifikan sehingga Wang et al.

(2000) menyimpulkan bahwa reaksi Maillard bukan merupakan faktor penting yang berperan terhadap proses browning pada ekstrak teh hijau.

(35)

40

y = -0,0249x + 9,7186 y = -0,0414x + 9,6349 y = -0,0583x + 9,6395 6,00

7,00 8,00 9,00 10,00 11,00

0 10 20 30 40

Waktu penyimpanan (hari)

Skor sensori warna

35oC 45oC 55oC

Gambar 17. Kurva perubahan skor warna ekstrak kering teh hijau selama penyimpanan pada ordo nol

y = -0,0027x + 2,2742 y = -0,0046x + 2,2667 y = -0,0067x + 2,2668 2,000

2,050 2,100 2,150 2,200 2,250 2,300 2,350

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Ln Skor sensori warna powder

Waktu penyimpanan (hari)

35oC 45oC 55oC

Gambar 18. Kurva perubahan skor warna ekstrak kering teh hijau selama penyimpanan pada ordo reaksi satu

(36)

41

y = -0,0347x + 9,8233 y = -0,0537x + 9,6814 y = -0,0621x + 9,6837 6,00

7,00 8,00 9,00 10,00 11,00

0 10 20 30 40

Waktu penyimpanan (hari)

Skor sensori penampakan

35oC 45oC 55oC

Gambar 19. Kurva perubahan skor warna air seduhan teh hijau selama penyimpanan pada ordo reaksi nol

y = -0,0037x + 2,2849 y = -0,0061x + 2,2708 y = -0,0072x + 2,2722 2,000

2,100 2,200 2,300 2,400

0 10 20 30 40

Waktu penyimpanan (hari)

Skor sensori penampakan

35oC 45oC 55oC

Gambar 20. Kurva perubahan skor warna air seduhan teh hijau selama penyimpanan pada ordo reaksi satu

(37)

42

Hasil percobaan kali ini menunjukan adanya korelasi yang positif antara penurunan jumlah kandungan senyawa polifenol dengan kecenderungan perubahan warna pada ekstrak teh hijau baik pada ekstrak kering maupun pada air seduhan sehingga terdapat kesesuaian dengan hasil percobaan yang dilakukan oleh Wang et al.

(2000).

Tabel 6. Nilai konstanta dan korelasi kinetika reaksi orde nol dan orde satu pada berbagai nilai mutu kritis ekstrak teh hijau

Orde nol Orde satu Parameter

mutu Suhu

K R2 K R2

35°C 0,1365 0,96 0,0032 0,96 45°C 0,1652 0,98 0,0039 0,98 Total

polifenol

55°C 0,2019 0,93 0,0050 0,95 35°C 0,0414 0,95 0,0058 0,95 45°C 0,0429 0,96 0,0060 0,96 EGCG

55°C 0,0490 0,93 0,0070 0,92 35°C 0,0031 0,93 0,0271 0,92 45°C 0,0055 0,98 0,0467 0,97 Perubahan

rasa

55°C 0,0125 0,94 0,0982 0,96 35°C 0,0249 0,87 0,0027 0,87 45°C 0,0414 0,99 0,0046 1,00 Warna

powder

extraxt 55°C 0,0583 0,90 0,0067 0,91 35°C 0,0347 0,87 0,0037 0,87 45°C 0,0537 0,88 0,0061 0,90 Warna air

seduhan

55°C 0,0621 0,94 0,0072 0,96

Penentuan umur simpan ektrak teh hijau

Penentuan nilai konstanta reaksi pada suhu penyimpanan (28°C)

Nilai konstanta reaksi dapat ditentukan dengan memasukkan suhu penyimpanan yang diinginkan (28°C) pada persamaan garis orde rekasi nol atau orde reaksi satu yang diperoleh pada kurva Arrhenius. Kurva Arrhenius diperoleh dengan menghubungkan nilai Ln K (logaritma natural dari tetapan laju reaksi pasa suhu pengamatan) dengan 1/T (suhu pengamatan dalam satuan kelvin).

Kurva persaamaan Arrhenius pada orde reaksi nol dan satu berdasarkan parameter mutu kritis kadar total polifenol, kandungan EGCG, perubahan rasa,

(38)

43

perubahan warna ekstrak kering, dan peruhanan warna air seduhan secara berturut- turut disajikan pada gambar 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, dan 30. Nilai korelasi dan persamaan garis kurva Arrhenius pada berbagai parameter mutu kritis disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai korelasi dan persamaan garis kurva Arrhenius pada berbagai parameter mutu kritis

Persamaan garis Korelasi (%) Parameter mutu

Orde nol Orde satu Orde nol

Orde satu Total polifenol y = -1978,7x +

4,4289

y = -2173,6x + 1,3115

99,89 99,36 EGCG y = -851,59x - 0,4363 y = -936,7x - 2,128 89,16 90,15 Skor rasa y = -6493,6x +

17,435

y = -7030,8x + 16,999

98,86 98,45 Skor warna

powder extraxt y = -4301,5x +

10,296 y = -4643,5x +

9,1764 99,15 98,99

Skor warna air seduhan

y = -2953,7x + 6,2731

y = -3311,8x + 5,2093

93,35 93,65

Dari berbagai persamaan garis tersebut kemudian dapat ditentukan nilai konstanta reaksi pada semua parameter mutu menggunakan persamaan reaksi orde nol dan orde satu. Dengan memasukan nilai suhu (1/T) dalam satuan kelvin pada persamaan garis dan dengan melakukan penyelesaian matematis, selanjutnya akan diperoleh nilai konstanta laju reaksi (Tabel 8).

Tabel 8. Nilai konstanta reaksi pada suhu penyimpanan (28°C) menggunakan persamaan reaski orde nol dan orde satu

Orde nol Orde satu

Parameter mutu

LnK K LnK K Total polifenol -2,1448 0,1171 -5,9097 0,0027

EGCG -3,2655 0,0382 -5,2399 0,0053

Skor rasa -4,1380 0,0160 -6,3596 0,0017

Skor warna powder

extraxt -3,9949 0,0184 -6,2505 0,0019

Skor warna air seduhan -3,5399 0,0290 -5,7933 0,0030

(39)

44

y = -1978.7x + 4.4289 R2 = 0.9989

-2.500 -2.300 -2.100 -1.900 -1.700 -1.500

0.00300 0.00305 0.00310 0.00315 0.00320 0.00325 0.00330

1/T

Ln K

Gambar 21. Kurva persamaan Arrhenius untuk reaksai ordo nol pada degradasi kadar polifenol ekstrak teh hijau

y = -2173,6x + 1,3115 R2 = 0,9936

-6,000 -5,500 -5,000

0,0030 0,0031 0,0031 0,0032 0,0032 0,0033 0,0033

1/T

Ln K

Gambar 22. Kurva persamaan Arrhenius untuk reaksai ordo 1 pada degradasi kadar polifenol ekstrak teh hijau

(40)

45

y = -851,59x - 0,4363 R2 = 0,8916

-3,250 -3,200 -3,150 -3,100 -3,050 -3,000 -2,950

0,00300 0,00305 0,00310 0,00315 0,00320 0,00325 0,00330

1/T

Ln K

Gambar 23. Kurva persamaan Arhenius reaksai ordo nol pada penurunan kadar EGCG ekstrak teh hijau

y = -936,7x - 2,128 R2 = 0,9015

-5,200 -5,150 -5,100 -5,050 -5,000 -4,950 -4,900

0,0030 0,0031 0,0031 0,0032 0,0032 0,0033 0,0033

1/T

Ln K

Gambar 24. Kurva persamaan Arhenius reaksai ordo satu pada penurunan kadar EGCG ekstrak teh hijau

(41)

46

y = -6493,6x + 17,435 R2 = 0,9886

-4,000 -3,000 -2,000

0,00300 0,00305 0,00310 0,00315 0,00320 0,00325 0,00330

1/T

Ln K

Gambar 25. Kurva persamaan Arhenius untuk reaksai ordo 0 pada penurunan skor rasa ekstrak teh hijau

y = -7030,8x + 16,999 R2 = 0,9845

-6,000 -5,500 -5,000 -4,500 -4,000

0,00300 0,00305 0,00310 0,00315 0,00320 0,00325 0,00330

1/T

Ln K

Gambar 26. Kurva persamaan Arhenius untuk reaksai ordo 1 pada penurunan skor rasa ekstrak teh hijau

(42)

47

y = -4301,5x + 10,296 R2 = 0,9915

-4,000 -3,500 -3,000 -2,500 -2,000

0,00300 0,00305 0,00310 0,00315 0,00320 0,00325 0,00330

1/T

Ln K

Gambar 27. Kurva perubahan warna ekstrak kering teh hijau selama penyimpanan pada ordo reaksi satu

y = -4643,5x + 9,1764 R2 = 0,9899 -6,000

-5,800 -5,600 -5,400 -5,200 -5,000 -4,800 -4,600

0,00300 0,00305 0,00310 0,00315 0,00320 0,00325 0,00330

1/T

Ln K

Gambar 28. Kurva perubahan warna ekstrak kering teh hijau selama penyimpanan pada ordo nol

(43)

48

y = -2953,7x + 6,2731 R2 = 0,9335

-3,500 -3,000 -2,500

0,00300 0,00305 0,00310 0,00315 0,00320 0,00325 0,00330

1/T

Ln K

Gambar 29. Kurva persamaan Arhenius reaksai ordo satu pada perubahan warna ekstrak kering teh hijau

y = -3311,8x + 5,2093 R2 = 0,9365

-6,000 -5,500 -5,000 -4,500

0,00300 0,00305 0,00310 0,00315 0,00320 0,00325 0,00330

1/T

Ln K

Gambar 30. Kurva persamaan Arhenius reaksai ordo nol pada perubahan warna ekstrak kering teh hijau

(44)

49

Umur simpan ekstrak teh hijau

Pada percobaan sebelumnya, jenis kinetika reaksi degradasi senyawa polifenol mengikuti kinetika reaksi orde satu sehingga penentuan umur simpan terhadap parameter mutu kandungan total polifenol dalam ekstrak teh hijau menggunakan persamaan reaksi orde satu.

Dari perhitungan diperoleh nilai konstanta reaksi degradasi kandungan total polifenol ekstra teh hijau pada suhu penyimpanan (28°C) menggunakan persamaan reaksi orde satu adalah 0,117 (Tabel 8). Nilai umur simpan ekstrak teh hijau diperoleh dengan memasukan nilai konstanta laju reaksi pada persamaan laju reaksi orde satu. Nilai batas mutu kritis kandungan polifenol adalah sebesar 35 % sehingga umur simpan ekstrak teh hijau berdasarkan parameter mutu kandungan total polifenol adalah sebesar 3,1 bulan (Tabel 9).

Tabel 9. Nilai umur simpan ekstrak teh hijau pada berbagai parameter mutu kritis Parameter mutu Orde nol (Bulan) Orde satu (Bulan) Umur simpan

(Bulan)

Total polifenol 2,8 3,1 3,1

EGCG 2,5 2,8 2,5

Rasa 8,8 11,7 8,8

Warna Ekstrak

kering 8,7 11,6 8,7

Warna air

seduhan 5,7 7,6 5,7

Pada percobaan sebelumnya, jenis kinetika reaksi degradasi EGCG belum dapat ditentukan, sehingga penentuan umur simpan berdasarkan parameter kandungan EGCG harus dihitung menggunakan persamaan reaksi orde nol dan orde satu.

Dari nilai konstanta reaksi yang telah diperoleh kemudian ditentukan nilai umur simpan berdasarkan parameter mutu kandungan EGCG. Umur simpan kandungan EGCG adalah sebesar 2,5 bulan pada orde reaksi nol dan 2,8 bulan pada orde reaksi satu.

Dari hasil tersebut terlihat umur simpan pada persamaan reaksi ordo nol memiliki waktu yang lebih singkat. Untuk mengantisipasi adanya masalah serta menjamin mutu produk maka pemilihan orde reaksi didasarkan pada orde reaksi yang menghasilkan umur simpan yang lebih cepat. Sehingga berdasarkan parameter mutu kandungan EGCG, umur simpan ekstrak teh hijau adalah sebesar 2,5 bulan (Tabel 9).

(45)

50

Jenis kinetika reaksi pada perubahan rasa ekstrak teh hijau belum dapat diketahui sehingga penentuan umur simpannya harus dihitung menggunakan persamaan reaksi orde nol dan orde satu. Nilai konstanta laju reaksi perubahan rasa ekstrak teh hijau pada orde nol dan orde satu pada suhu penyimpanan (28°C) secara berturut-turut adalah sebesar 0,0160 dan 0,0017 (Tabel 8). Selanjutnya umur simpan ekstrak teh hijau diperoleh sebesar 8,8 bulan pada orde reaksi nol dan 11,7 bulan pada orde reaksi satu. Demi alasan menjaga kualitas produk, maka penentuan umur simpan pada parameter mutu rasa sementara ini ditentukan berdasarkan jenis kinetika yang menghasilkan umur simpan yang paling pendek. Sehingga, umur simpan ekstrak teh hijau berdasarkan parameter perubahan rasa adalah 8,8 bulan (Tabel 9).

Karena jenis kinetika reaksi terhadap parameter perubahan warna belum dapat ditentukan pada percobaan sebelumnya, maka penentuan jenis kinetika reaksi ditentukan berdasarkan jenis kinetika yang menghasilkan umur simpan yang paling pendek demi menjaga keamanan kualitas produk yang dihasilkan terhadap konsumen.

Berdasarkan parameter perubahan warna akstrak kering umur simpan pada orde reaksi nol dan satu masing-masing adalah 8,7 bulan dan 11,6 bulan. Pada parameter perubahan warna air seduhan umur simpan pada orde reaksi nol dan satu masing- masing adalah 5,7 bulan dan 7,6 bulan. Dari hasil tersebut maka berdasarkan parameter perubahan warna ekstrak kering dan warna iar seduhan akan menghasilkan umur simpan sebesar 8,7 bulan dan 5,7 bulan secara berturut-turut.

Ditinjau dari perubahan warna secara keseluruhan perubahan warna air seduhan ekstrak teh hijau memiliki umur simpan yang lebih singkat, sehingga berdasarkan perubahan warna ekstrak teh hijau secara keseluruhan umur simpan ekstrak teh hijau memiliki umur simpan sebesar 5,7 bulan.

Umur simpan ekstrak teh hijau ditentukan dari paramter mutu paling kritis.

Parameter mutu kandungan senyawa EGCG merupakan parameter mutu paling kritis, hal tersebut ditunjukan oleh nilai umur simpan yang paling pendek. Sehingga umur simpan ekstrak teh hijau adalah sebesar 2,5 bulan.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson G, Scott M. 1991. Determination of product shelf life and activation energy for five drug abuse. Clin. Chem. 37(3):398-402.

Bravo L, Saura-Calixto F. (1998). Characterization of Dietary Fiber and the In Vitro Indigestible Fraction of Grape Pomace. American Journal of Enology and

Viticulture 49:135-141.

Caffin N, D’Arcy B, Yao L, 2004. Developing an index of quality of Australian tea.

Canberra: Rural Industries Research and Development Corporation.

Chen ZY, Zhu QY, Tsang D, Huang Y. 2001. Degradation of green tea catechin in tea drinks. J. Agric. Food Chem. 49(1):477-482.

Friedman M, Hanika PR, Levin CE,Mandrell RE, Kozukue N. 2006. Antimicrobial activities of tea catechin and theaflavins and tea exctracts agains Bacillus cereus. J Food Prot. 69(2):354-361.

Hosseinian F. 2006. Antioxidant properties of flaxseed lignans using in vitro model systems [Tesis]. Saskatchewan: College of Pharmacy and Nutrition, University of Saskatchewan.

House JE. 2007. Principles of Chemical Kinetics. London: Elsevier Inc.

Jitpukdeebodintra S, Cantachum S, Ratanaphan A, Chantapromma K. 2005. Stability of limonin from lime seeds. Journal of Food, Agriculture & Environment 3 (2):99-100.

Kyi TM et al. 2005. The kinetics of polyphenol degradation during the drying of malaysian cocoa beans. Int J Food Sci Technol 40:323:331

Labuza TP, 1982. Shelf-life dating of Foods. Connecticut: Food and Nutrition Press, Inc.

Labuza TP, 1984. Application of chemical kinetic to deterioration of foods. Journal of

Chemical Education, 61:348-358.

Lesschaeve I, Noble AC. 2005. Polyphenols: factor influencing their sensory

properties and their effect on food and beverage preference. Am J Clin Nutr

81(suppl):330S-335S.

Gambar

Tabel 5. Nilai TPC ekstrak teh hijau pada berbagai suhu perlakuan terhadap waktu  penyimpanan
Gambar 10. Kurva perubahan kadar polifenol ekstrak teh hijau pada ordo reaksi nol
Gambar 12. Kurva penurunan EGCG selama penyimpanan pada ordo reaksi nol
Gambar 15. Kurva perubahan skor sensori rasa ekstrak teh hijau selama penyimpanan  pada orde reaksi nol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Surveillance Pasif: Mengandalkan laporan orang yang memiliki gejala penyakit ke puskesmas atau rumah sakit (dan dalam kasus flu burung, pemilik unggas melaporkan unggas sakit

Distribusi teoretis kontinu adalah suatu daftar atau distribusi dari semua nilai variabel random kontinu dengan probabilitas terjadinya masing-masing nilai

Jika pada saat itu, tingkat suku bunga cenderung meningkat, maka akan terjadi kenaikan pedapatan bunga lebih besar dari kenaikan biaya bunga, yang berarti risiko

Hal tersebut juga diungkapkan oleh Isjoni (2010:54) mengatakanpembelajaran dengan menggunakan tipe Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran yang mendorong siswa

(1) Seluruh pendapatan BLUD RSUD Simeulue sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2), kecuali yang berasal dari hibah terikat, dapat dikelola langsung untuk

Wabah Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak menular Cakupan Puskesmas Santun Lansia 18% Program peningkatan pelayanan kesehatan lansia

Rukun Raharja (RAJA) menyiapkan dana belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar USD 40 juta atau setara Rp 480 miliar (kurs rupiah Rp 12.000/USD) untuk membiayai proyek

Per- tanyaan yang berkaitan dengan masalah ini, adalah mengapa reformasi pelayanan publik menjadi persoalan strategis untuk memba- ngunan good governance, pada hal sebenar-