• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Micropower Generator dan Meso scale Combustor

Micropower generator adalah suatu alat pembangkit listrik dimana proses pembakaran dilakukan untuk menghasilkan sumber energi dengan mengubah energi panas menjadi listrik .perangkat ini menghasilkan sumber daya untuk perangkat elektronik yang lebih ringan dan memilik operasi waktu yang lebih lama dari baterai. Micropower generator dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu 1.

micropower generator pembakaran konvensional. 2. micropower generator yang memanfaatkan proses pengkonversian energi (Thermoelectric). Cara kerja dari kedua jenis micropower generator ini memiliki perbedaan. Pada micropower yang memanfaatkan proses pembakaran cara kerjanya memanfaatkan pembakaran untuk memutar turbin yang berskala kecil. Sedangkan micropower generator yang memanfaatkan proses pengkonversian energi. Proses kerjanya mengubah energi termal menjadi energi listrik. Micropower generator menggunakan energi panas sebagai sumber energinya. Dimana komponen proses pembakaran yang menghasilkan sumber energi panas dikenal dengan istilah Micro atau meso-scale combustor[11].

Micro atau meso scale combustor adalah proses pembakaran dalam suatu ruang bakar yang memiliki karakteristik dimensi relative. Dimensi relative yang terjadi adalah mendekati quenching distance atau lebar minimal suatu ruang bakar agar dapat terjadi proses pembakaran didalamnya. Suatu ruang bakar yang ukurannya

(2)

7 mendekati quenching distance disebut dengan micro combustor. Micro combustor juga dibagi menjadi 2 jenis yaitu micro scale combustor dan meso scale combustor.

Perbedaan kedua micro combustor ini terletak pada besar kecilnya celah ruang bakar. Pada micro scale combustor memiliki ukuran celah ruang bakar kurang dari 1 mm sedangkan untuk meso scale combustor memiliki ukuran celang ruang bakar lebih dari 1 mm[1].

Berbagai strategi dan metode telah dilakukan banyak peneliti untuk menstabilkan nyala api didalam ruang bakar meso scale combustor. Seperti penggunaan electro spray[12], media berpori[13-15], wire mesh pada meso scale combustor[10, 16], menggunakan flame holder sebagai dudukan api[3, 7-24], dan resirkulasi panas untuk pemanasan awal reaktan didalam meso combustor berbahan bakar cair[3, 17, 19, 25].

Sumber : Mikami (2013)

Sumber : Achmad Fauzan (2019)

Gambar 2.1 Meso scale combustor dengan penambahan double mesh

Gambar 2.2 Meso scale combustor tipe c

(3)

8

Micro combustor yang digunakan pada penelitian ini adalah meso scale combustor yang digunakan berbahan duralumin-quartz glass, Meso scale combustor terdiri dari ruang penguap duralumin dan quartz glass dengan diameter dalam 3,5 mm dengan panjang 20 mm, serta menggunakan ruang pemisah quartz glass berdiameter 5 mm . Diameter lubang masuk (Anulus) bahan bakar dan udara 0,5mm. Menggunakan Flame holder tipe lines 8 perforated plate. Serta menggunakan bahan bakar heptana. Kestabilan nyala api pada meso scale combustor sangat sulit karena kecilnya diameter ruang bakar. Serta bahan bakar cair (heptana) sangat susah mencapai titik nyala dibandingkan dengan bahan bakar gas (butana), terutama untuk mengatur penyalaan api didalam meso scale combustor. Karena dibutuhkan panas yang cukup agar bahan bakar cair berubah menjadi uap agar dapat becampur dengan udara dari pada bahan bakar gas yang sudah berbentuk uap. Dan dengan kecilnya diameter ruang bakar pada combustor menyebabkan tingkat hilangnya panas yang tinggi sehingga campuran bahan bakar dan udara sulit mencapai titik nyala. Serta waktu tinggal reaktan pada ruang bakar menjadi relatif singkat menyebabkan nyala api tidak stabil.

2.2 Flame Holder

Flame holder berfungsi sebagai penambah atau meningkatkan fraksi perpindahan panas dari dinding combustor untuk membakar bahan bakar yang belum terbakar agar mudah terbakar. Semakin lama waktu tinggal bahan bakar didalam ruang combustor menyebabkan bahan bakar akan mudah terbakar karena perpindahan panas dari dinding combustor terhadap gas yang belum terbakar sehingga menghasilkan nyala api yang lebih stabil[6].

(4)

9

Yuliati (2018) berhasil mestabilikan nyala api dengan menggunakan flame holder. Hal itu dibuktikan dengan penggunaan flame holder berupa perforated tipe 2 (gambar 2.5), yaitu pembakaran dapat stabil didalam combustor dengan kecepatan reaktan yang lebih tinggi. Dan juga dengan kecepatan reaktan yang sama temperatur yang dihasilkan juga lebih tinggi. Itu dikarenakan resirkulasi panas dari nyala api ke reaktan melalui dinding combustor yang lebih baik[17].

Sumber: Lilis Yuliati (2018)

Pada penelitian ini, flame holder yang digunakan berjenis perforated plate lines dengan tebal 1 mm dan berdiameter 5 mm serta luasan kontak L8.

Gambar 2.3 Sketsa flame holder

Gambar 2.4 Flame holder perforated plate tipe 2

(5)

10 2.3 Pembakaran

Pembakaran merupakan terjadinya oksidasi cepat dari bahan bakar dan oksigen untuk menghasilkan karbondioksida, panas, air, dan cahaya. Pembakaran yang di anggap sempurna terjadi jika ada pasokan oksigen yang cukup dalam setiap bahan bakarnya. Awal proses pembakaran di sebut juga dengan energi aktivasi dimulai ketika Reaksi pembakaran terjadi saat suatu zat mampu bereaksi cepat dengan oksidator dan mendapat suhu yang cukup[26].

Energi aktivasi merupakan energi minumum yang di butuhkan suatu senyawa untuk mengalami reaksi. Energi aktivasi yang digunakan pada proses pembakaran umumnya berupa panas, panas tersebut akan mengaktifkan molekul – molekul kimia penyusun dari bahan bakar, sehingga pada energi aktivasi tersebut kulit terluar molekul bahan bakar akan melepas elektron dan berikatan membentuk suatu molekul baru dengan oksidator[27]. Ilustrasi energi aktivasi dapat di lihat pada Gambar 2.6 berikut.

Sumber: (Safer Wood, 2007)

Dari gambar tersebut dapat dilihat dalam proses pembakaran ada tiga komponen penting yaitu: bahan bakar, energi panas dan oksigen. Dimana heat

Gambar 2.5 Ilustrasi proses pembakaran

(6)

11 (energi panas) akan mensirkulasikan kalor panas terhadap bahan bakar dan udara.

Sehingga ketika campuran bahan bakar dan udara sampai pada titik nyala akan terjadi proses pembakaran.

2.3.1 Reaksi Kimia Pada Proses Pembakaran

Pada proses pembakaran terjadi suatu reaksi kimia dimana komponen penyusun dari raksi kimia tersebut terdiri atas bahan bakar, oksigen dan energy aktivasi.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya komponen penyusun reaksi kimia pembakaran dibagi menjadi tiga yaitu bahan bakar, oksigen dan energy aktivasi. reaksi kimia yang terjadi pada proses pembakaran membawa dampak pada fenomena fisiknya seperti perpindahan panas dan perpindahan massa. Secara sederhana rumus reaksi pembakaran dituliskan sebagai berikut[22].

CxHy + a O2 + Energi aktivasi b CO2 + c H2O + Energi panas (2-1) Persamaan tersebut merupakan rumus reaksi pembakaran ideal, namun pada faktanya pembakaran sempurna sangat sulit terjadi, karena kebanyakan reaksi pembakaran yang terjadi menggunakan oksidator (oksigen) dari udara bebas.

Kandungan udara bebas tidak hanya oksigen saja, melainkan banyak gas-gas lain yang terkandung di dalamnya seperti karbon dioksida, dimana karbondioksida dapat memperlambat lajur reaksi kimia. Pada umumnya komposisi udara bebas yang kering dan bersih terdiri atas berbagai gas seperti ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut.

(7)

12

Tabel 2.1 Komposisi / Pencampuran Udara Kering

Udara Proporsi Volume % Proporsi Massa % Aktual Penggunaan Aktual Penggunaan

Nitrogen 78,03 79 75,45 76,8

Oksigen 20,99 21 23,20 23,2

Argon 0,94 0 1,30 0

CO2 0,03 0 0,05 0

Gas 0,01 0 - 0

Sumber : Wardana (2008)

Dari tabel diatas apabila kandungan gas yang lain diabaikan karena persentasenya kecil, makan dapat diasumsikan udara hanya terdiri dari 79%

Nitrogen (N2) dan 21% Oksigen (O2). 1 mol O2 yang tekandung unsur di udara pada reaksi pembakaran, secara otomatis akan mencakup penggunaan ( 79

21) = 3,76 mol N2.

Suatu pembakaran dikatakan stoikiometri apabila pencampuran fuel dan oksigen (air) yang cocok untuk bereaksi secara menyeluruh. Reaksi pembakaran hidrokarbon, keadaan stoikiometri dapat dicapai apabila seluruh atom. C dan H pada .hidrokarbon berikatan seluruhnya dengan O2 membentuk CO2 dan H2O.

berdasarkan pada perhitungan diatas maka di dapatkan rumus stoikiometri dimana pembakaran hidrokarbon dan udara dapat dituliskan sebagai berikut.

CxHy + (x + y/4) O2 + 3,76 (x + y/4) N2 x CO2 + y/2 H2O +3,76 (x + y/4) N2 (2-2)

Suatu reaksi pembakaran tidak selalu berlangsung pada reaksi pembakaran diatas, akan tetapi reaksi pembakaran justru kebanyakan menghasilkan gas-gas buang seperti NO (Nitrogen Oksida) atau CO (Karbon Monoksida)[28].

(8)

13 2.3.2 Air Fuel Ratio (AFR)

Air fuel ratio (AFR) adalah rasio perbandingan antara jumlah bahan bakar dan jumlah udara pada proses pembakaran. AFR stokiometri merupakan jumlah perbandingan bahan bakar dan udara untuk menghasikan pembakaran yang sempurna. AFR memiliki peranan penting dalam proses reaksi pembakaran karena dapat berpengaruh pada stabilitas nyala api dan hasil gas buang pada proses pembakaran[28]. Persamaan AFR pada campuran stoikiometri dituliskan dalam rumus yaitu :

𝐴𝐹𝑅𝑠𝑡𝑜𝑖𝑐 = ( 𝑀𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎

𝑀𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟) (2-3) Keterangan :

• AFRstoic = Rasio udara dan bahan bakar cair dalam kondisi stoikiometrik

• M udara = Massa udara

• M bahan bakar = Massa bahan bakar[29]

Pada penelitian ini penggunaan persamaan Air fuel ratio digunakan untuk menghitung massa dari reaksi pembakaran yang terjadi dalam keadaan stoikiometri. Dan juga nilai dari air fuel ratio bisa digunakan untuk perhitungan debit udara dan bahan bakar dalam flammability limit.

2.3.3 Rasio Ekuivalen

Rasio ekuivalen merupakan perbandingan antara rasio udara dan bahan bakar stoikiometri terhadap rasio udara dan bahan bakar aktual untuk proses pembakaran dengan kuantitas udara teoritis. Persamaan rasio ekuivalen dapat dituliskan :

Փ = ṁf × 𝐴𝐹𝑅𝑠𝑡𝑜𝑖𝑐

ṁa (2-4) Keterangan:

• Φ = Rasio ekuivalen

(9)

14

• AFRstoic = Rasio bahan bakar dan udara pada keadaan stoikiometri

• ṁf = massa alir fuel (gr/min)

• ṁa = massa alir udara (gr/min)

Perhitungan rasio ekuivalen sendiri berfungsi sebagai penentuan jenis campuran bahan bakar dan udara yang terjadi pada reaksi burning. Jenis pencampuran bahan bakar dan udara dibedakan menjadi tiga bergantung pada nilai rasio ekuivalen, sebagai berikut:

• Apabila nilai Φ > 1 maka menandakan terdapat lebih banyak fuel dan campuran disebut dengan campuran kaya bahan bakar (fuel-rich mixture).

• Apabila Φ < 1 menandakan campuran miskin bahan bakar (fuel-lean mixture), dalam keadaan tersebut jumlah oksigen melimpah akan tetapi bahan bakar kurang untuk bereaksi.

• Sedangkan jika nilai Φ = 1 adalah campuran stoikiometri yaitu jumlah bahan bakar dan udara berada pada komposisi yang tepat[29].

Menurut Sasongko, M. N., (2014), perbedaan antara perbandingan campuran bahan bakar dan udara dapat mempengaruhi visualisasi warna nyala api. Warna nyala api yang merata menandakan temperaturnya lebih tinggi, campuran bahan bakar dan udara yang kaya menjadikan warna nyala lebih biru terang[30].

Pada penelitian ini digunakan persamaan rasio ekuivalen (ɸ) untuk menentukan grafik flammability limit. Selain itu juga digunakan untuk pengambilan gambar visualisasi bentuk nyala api dengan menentukan titik tengah dari flammability limit.

(10)

15 2.3.4 Laju Aliran Pembakaran

Pada proses pembakaran terdapat laju aliran reaktan yang terjadi di dalam ruang bakar meso scale combustor yang mana dapat mempengaruhi stabilitas nyala api.

Campuran bahan bakar dan udara diinjeksikan pada saluran masuk meso scale combustor sehingga menghasilkan laju aliran tersebut. Laju aliran reaktan pada meso scale combustor dapat dihitung menggunakan rumus :

𝑈 = 𝑄

𝐴 = (𝑄1+ 𝑄2

𝐴 ) = (𝑄𝑓+ 𝑄𝑎

𝐴 ) (2-5)

𝑈 = (𝑄𝑓(𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟)+ 𝑄𝑎

𝜋 ×𝑟2 ) = (

(𝑄𝑓(𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟)+ 𝑄𝑎) 60 (𝜋 ×𝑟2

100 ) ) (2-6)

Keterangan :

• 𝑈 = Kecepatan

• 𝑄 = Debit bahan bakar + udara

• 𝐴 = Luas penampang (𝐴 = 𝜋𝑟2)

• “60” = Merubah satuan dari menit ke detik

• “100” = Merubah satuan dari 𝑚𝑚2 ke 𝑐𝑚2[21]

2.4 Klasifikasi Pembakaran

2.4.1 Klasifikasi Pembakaran Berdasarkan Sifat Reaksi Kimia a. Pembakaran Sempurna

Pembakaran sempurna adalah pembakaran dimana reaktan terbakar secara keseluruhan dengan oksigen sehingga menghasilkan energi panas. Pada kehidupan nyata, pembakaran sempurna sangat sulit untuk tercapai

b. Pembakaran tidak Sempurna

(11)

16 Proses pembakaran tidak sempurna dapat disebabkan oleh jumlah oksigen tidak cukup untuk membakar fuel. Zat sisa pembakaran yang berupa karbon monoksida dan jelaga yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Oleh sebab itu zat sisa yang berupa karbon monoksida harus dihindari[31].

2.4.2 Klasifikasi Pembakaran Berdasarkan Proses Pencampuran a. Pembakaran Difusi

Bahan bakar pada pembakaran difusii akan bercampur dengan oksigen dalam ruang pencampuran bahan bakar. Seperti proses pembakaran pada mesin diesel, bahan bakar diinjeksikan dalam ruang bakar agar tercampur dengan oksigen bertekanan tinggi dan proses pembakaran diruang bakar b. Pembakaran Premixed

Pembakaran premixed mengalami proses pembakaran diruang bakar, bahan bakar dan zat oksida tercampur secara menyeluruh antara satu sama lain. Setelah itu dialirkan ke dalam ruang bakar (combustor) untuk

mengalami proses pembakaran[32].

Dalam penelitian ini berdasarkan proses pencampuran yaitu pembakaran jenis premixed, karena pembakarannya menggunakan ruang bakar dan terjadi pembakaran. Dengan menggunakan bahan bakar heptana dan udara maka akan terjadi pencampuran dan pembakaran dalam ruang bakar. Dan dalam pembakaran berdasarkan sifat reaksi kimia yaitu termasuk pembakaran sempurna.

(12)

17 2.5 Batas Nyala Api

Api yang terbentuk dalam proses pembakaran merupakan hasil dari pelepasan

energi panas pada reaksi pembakaran. Api dapat terbentuk apabila terdapat bahan bakar yang bercampur dengan oksidator mendapatkan penambahan energi eksternal untuk mengawali terjadinya reaksi pembakaran. Dalam hal ini terdapat kisaran batas komposisi antara bahan bakar dengan udara agar terbentuk nyala api.

Menurut Sasongko, M. N., (2014) pemunculan dari nyala api bergantung dari sifat bahan bakar dan kecepatan aliran bahan bakar bereaksi terhadap udara sekitarnya. Kisaran batas bawah stabilitas nyala api disebut juga dengan lower flammability limit, sedangkan batas atas stabilitas nyala disebut dengan istilah upper flammability limit. Melalui kedua parameter ini kita dapat mengetahui sifat dari suatu reaksi pembakaran, apakah suatu reaksi pembakaran itu memiliki stabilitas nyala api tinggi atau sebaliknya. Selain itu dengan mengetahui nilai dari stabilitas nyala api dapat dipakai untuk mengatur komposisi campuran udara dan bahan bakar sehingga reaksi pembakaran dapat terjaga kestabilannya[30, 33].

2.6 Sifat Nyala Api

Dalam reaksi pembakaran, api memiliki stabilitas nyala yang banyak dipengaruhi oleh campuran reaktan. Dalam reaksi pembakaran dapat terbentuk nyala api dengan sifat nyala yang berbeda-beda. Klasifikasi nyala api berdasarkan sifat nyala adalah sebagai berikut:

a. Flashback

Flashback adalah keadaan dimana kecepatan pembakaran lebih besar jika dibandingkan dengan kecepatan campuran reaktan. Selanjutnya nyala api merambat kembali menuju ke dalam tabung pembakaran.

(13)

18

b. Lift-off

Lift-off merupakan kondisi dimana batas kestabilan yang dicapai oleh nyala api pada renggang tertentu dari ruang pembakaran, permukaan mulut tabung pembakaran tidak tersentuh oleh nyala api. Keadaan nyala api terangkat (lift-off) disebabkan oleh kecepatan nyala api dan sifat campuran aliran reaktan di dekat ujung (mulut) ruang pembakaran. Dengan meningkatnya kecepatan aliran reaktan hingga mencapai kecepatan kritis, nyala ujung akan melompat menuju ke posisi yang jauh dari ujung (mulut) pembakaran dan nyala api menjadi terdorong ke atas. Keadaan nyala terangkat inilah yang dinamakan dengan lift-off, dan api akan padam jika kecepatan reaktan dinaikkan.

c. Blow-off

Blow-off adalah suatu keadaan dimana nyala api mati disebabkan oleh pembakaran lebih lambat dibandingkan aliran reaktan. Keadaan itu harus dihindari agar keberlangsungan nyala api dapat terlindung[22].

2.7 Reaktan

Reaktan adalah zat yang digunakan untuk menghasilkan produk atau hasil reaksi. Reaktan terdiri dari campuran bahan bakar dan gas oksidator. Jika tidak ada oksidator, maka tidak akan ada pembakaran . Begitu juga dengan bahan bakar.

2.7.1 Oksidator

Oksidator adalah zat yang dapat mengoksidasi zat lain, atau zat yang mengalami reduksi pada saat bereaksi. Dalam proses pembakaran, oksidator sangat sering menggunakan udara bebas, selain itu juga dapat juga menggunakan oksigen

(14)

19 murni, atau campuran gas oksigen dengan gas lain[31]. Jika oksidator menggunakan udara bebas, maka komposisi gas nitrogen akan lebih banyak, sekitar 79 %, dan 21 % terdiri dari oksigen, serta terdapat beberapa persentase gas lain yang sangat kecil[32]. Hal tersebut masih menjadi hambatan pada proses pembakaran untuk meso-scale combustor.

2.7.2 Heptana

Heptana merupakan senyawa organik yang mengandung tujuh atom terikat satu sama lain yang membentuk alkana serta mengandung 16 atom hidrogen. Semua atom ini membentuk ikatan C-H. Pada suhu ruangan heptana berbentuk cair, tidak berwarna dan berbau seperti bensin. Heptana bersifat flammable atau mudah terbakar sehingga cocok dijadikan bahan bakar pada meso-scale combustor. Berikut ini adalah karakteristik dari heptana :

• Rumus kimia heptana C7H16

• Massa molar heptana 100,205 g/mol

• Mempunyai wujud cair dan tidak berwarna

• Memiliki bau petrolic

• Titik lebur -90,6 °C = -131 °F = 182,6° K

• Titik didih pada 1 atm 98,4 °C = 209,1 °F = 371,6 °K

• Kalor laten penguapan 3,166 × 105 𝑗

𝑘𝑔

• Densitas ( 𝜌 ) = 0,6838 𝑔𝑟

𝑚𝑙

Dalam penelitian ini menggunakan bahan bakar cair yaitu heptana. Pada pembakaran, penggunaan bahan bakar cair sangat susah untuk penyalaan api dan juga kestabilan nyala api. Penggunaan bahan bakar cair (heptana) memiliki titik

(15)

20 didih yang tinggi tetapi memiliki kalor laten uap yang rendah. Pada pengujian ketika dilakukan pemanasan awal reaktan, bahan bakar heptana tidak membutuhkan kalor panas yang tinggi agar menguap. Sifat bahan bakar heptana yang mudah menguap, memudahkan bahan bakar bercampur dengan udara. Karena hal tersebut bahan bakar heptana digunakan dalam penelitian ini[5].

2.8 Duralumin

Duralumin merupakan sistem paduan aluminium-tembaga diperkaya dengan silikon, magnesium dan bersifat heat treatable khususnya akibat natural and artificially aging[34]. Paduan aluminium-tembaga adalah suatu jenis paduan aluminium dengan komposisi tembaga (2,5 – 5,0% Cu). Nama lain dari paduan aluminium ini adalah duralumin seri 2017 dengan berat jenis 2,8 kg/dm³ sedangkan untuk variasi paduan (duralumin super atau seri 2024), biasanya di tambahkan Magnesium (Mg) dan Mangan (Mn) dengan komposisi (4,5% Cu, 1,5% Mg, dan 0,5% Mn)[35].

Paduan aluminium (duralumin) banyak digunakan dalam industri aerospace, automative, khususnya untuk komponen power plant reaktor nuclear, dan sebagai bahan dasar pembuatan tanki cryogenic setelah rolling atau forging (weldalite)[34]. Pada penilitian ini duralumin digunakan sebagai bahan penilitian karena duralumin memiliki kekerasan yang tinggi dan sifat mampu bentuk yang relatif rendah.

2.9 Penelitian Sebelumnya

Soegiharto (2019) telah berhasil mestabilkan nyala api pembakaran bahan bakar cair (heksana) didalam meso scale combustor menggunakan resirkulasi panas untuk

(16)

21 pemanas awal reaktan. Pemanas awal reaktan digunakan untuk memanaskan bahan bakar cair. Panas tersebut disirkulasikan kedalam ruang bakar untuk memudahkan bahan bakar cair menguap dan bercampur dengan udara. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan bahan bakar cair lebih sulit daripada menggunakan bahan bakar gas. Karena bahan bakar cair diperlukan panas yang cukup agar bahan bakar cair mengalami fase penguapan sehingga dapat tercampur dengan oksidan. Dengan demikian pemanasan awal dilakukan agar terjadi resirkulasi panas dari pemanasan awal untuk menguapkan bahan bakar cair didalam meso scale combustor.

Sumber : Achmad Fauzan (2019)

Yuliati, L (2014)[10]telah melakukan penelitian experimental mengenai kestabilan nyala api pada micro combustor dengan penambahan media berpori, adapun combustor berbentuk silinder yang terbuat dari quartz glass tube dengan diameter dalam 3,5 mm dan diameter luar 5 mm. Pada bagian dalam micro combustor ini diberi dua buah kawat mesh yang terbuat dari stainless steel dimasukkan pada 10mm dari hilir combustor. Propana digunakan sebagai bahan bakar pada penelitian ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketika dinding ruang bakar memiliki konduktivitas termal yang tinggi dan reaktan memiliki kecepatan yang cukup tinggi, fraksi panas disirkulasikan untuk pemanasan awal reaktan lebih besar dari

Gambar 2.6 Meso scale combustor

(17)

22 fraksi panas yang hilang ke lingkungan oleh konveksi. Tetapi ketika kecepatan reaktan rendah akan menghasilkan tingkat panas yang rendah, ruang bakar ini memiliki batas mudah terbakar sempit. Perlu diperhatikan ketika dinding combustor belum memiliki tingkat panas yang tinggi, masuknya bahan bakar yang banyak kedalam ruang bakar akan membuat dinding basah sehingga api mudah padam. Nyala api dapat stabil di dalam micro combustor antara dua kawat mesh dan area stabilitas di dalam combustor dengan kawat mesh ganda adalah lebih luas dari pada hanya menggunakan satu kawat mesh seperti yang terlihat pada gambar 2.4 berikut.

Sumber : Lilis Yuliati (2014)

Mikami et al. (2013) telah melakukan penelitian terhadap penggunaan wire mesh untuk stabilisasi nyala api didalam meso scale combustor. Wire mesh berfungsi sebagai pemegang api dan peningkatan resirkulasi panas api dari reaktan yang tidak terbakar. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa disekitar wire mesh kecepatan rambat apinya meningkat. Wire mesh didorong resirkulasi panas dari api untuk reaktan oleh konduksi panas melalui dinding ruang bakar. Hal tersebut menunjukan wire mesh berpengaruh terhadap stabalitas nyala api karena dengan penambahan wire mesh pada pembakaran meso-scale. Wire mesh akan meningkatkan resirkulasi panas dari bahan bakar yang di bakar untuk bahan bakar

Gambar 2.7 Micro combustor dengan penambahan mesh

(18)

23 yang tidak dibakar melalui konduksi panas sehingga jika aliran bahan bakar semakin lama berada didalam ruang bakar maka bahan bakar akan mudah terbakar karena perpindahan panas dari dinding ruang bakar terhadap bahan bakar yang tidak terbakar.

Sumber : (Mikami, 2013)

Yuliati L, 2018 telah melakukan penelitian stabilitas dan perilaku nyala api berskala meso. Pengujian dengan menggunakan pelat datar – celah sempit flame holder memiliki stabilitas nyala api terbaik. Nyala api dapat distabilkan dengan kecepatan reaktan tertinggi di ruang bakar[20].

Gambar 2.9 Skema meso scale combustor

Sumber : (Lilis Yuliati, 2018)

Gambar 2.8 Micro combustor dengan penambahan double wire mesh

Gambar

Gambar 2.1 Meso scale combustor dengan penambahan double mesh
Gambar 2.3 Sketsa flame holder
Gambar 2.5 Ilustrasi proses pembakaran
Tabel 2.1 Komposisi / Pencampuran Udara Kering
+4

Referensi

Dokumen terkait

Iklan luar ruang billboard akan menampilkan gambar yang menunjukkan sejarah dari Candi Ngempon dan Petirtaan Derekan.. Iklan billboard akan dapat dipasang di

Dan buku-buku lain yang memberi informasi tentang pendapat Khalifah Umar untuk menunda penarikan zakat binatang ternak kambing yang telah mencapai nishab pada tahun ramadah5.

Pengembangan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD.. Soetomo dengan

Kapal selam mini 29 meter dengan diameter hull 3 meter dan displacement 130T sangat cocok untuk perairan Indonesia barat yang dangkal karena memiliki beberapa

Sejak RAN PK diselesaikan pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi serta organisasi profesi terkait, dan disampaikan dalam sidang kabinet pada Februari

Diatas kelly disambung dengan swivel yaitu sebuah alat yang berfungsi sebagai tempat perpindahan gerakan putar dan gerakan diam dari sistem sirkulasi, fluida pemboran