• Tidak ada hasil yang ditemukan

bab IIi Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis III -

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "bab IIi Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis III -"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

bab II

I

Agenda

Mewujudkan

Indonesia

yang Adil

dan Demokratis

III - 

(2)

P

PeMerIntAhAn Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil

Presiden Jusuf Kalla (JK) memiliki legitimasi yang sangat kuat. Boleh jadi, pemerintahan inilah yang memiliki legitimasi yang paling kuat sepanjang RI berdiri. Sebab, presiden dan wakil presiden para periode ini dipilih melalui Pemilihan Umum (Pemilu) langsung yang demokratis. Pemilu ini terpisah dari Pemilu anggota legislatif, yang berlangsung secara demokratis. Mengingat legitimasi yang demikian kuat, kiranya pemerintah akan leluasa bekerja melaksanakan tugas-tugas kenegaraan selama lima tahun, mulai Oktober 2004 sampai dengan September 2009.

Namun, pada saat yang bersamaan pemerintahan ini juga menanggung beban dan amanat yang tidak ringan. Pemerintah mesti merealisasikan amanat UUD 1945 dan janji-janjinya kepada masyarakat, termasuk upaya menjaga dan mendorong proses demokrasi; mendukung pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah; penegakan hukum; serta pelaksanaan reformasi birokrasi.

(3)

III - 

Dalam perjalanan pemerintahan selama dua tahun, berbagai keberhasilan sekaligus permasalahan telah mewarnai penyelenggaraan tugas-tugas kenegaraan tersebut. Berbagai catatan permasalahan dan keberhasilan yang diuraikan di bawah ini, diharapkan dapat menjadi pengalaman ber-harga, sekaligus masukan bagi pemerintahan dalam melakukan perbaikan-perbaikan agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis.

A. BIDAnG POLItIK

Di bidang politik, ada tiga aktivitas sangat penting terkait dengan Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis selama dua tahun terakhir ini. Pertama, melaksanakan tugas besar penyelenggaraan Pilkada, sebagai tahapan lebih lanjut dari pelaksanaan demokratisasi pasca penerapan otonomi daerah. Pemerintah menyadari, keberhasilan Pilkada merupakan salah satu prasyarat penting bagi keberhasilan konsolidasi demokrasi secara menyeluruh.

Kedua, melanjutkan upaya pembenahan kelembagaan demokrasi, berupa

pembenahan peraturan perundang-undangan, pengembangan kapasitas kelembagaan (capacity building) serta membangun kepercayaan masya-rakat terhadap lembaga-lembaga penyelenggaraan negara. Seperti halnya Pilkada, maka pembenahan kelembagaan demokrasi sangat menentukan keberhasilan konsolidasi demokrasi.

Ketiga, membenahi kebijakan bidang komunikasi dan informasi, yang

sejak awal diupayakan dapat terus mendukung pencerdasan bangsa dan memberdayakan masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara, serta ikut serta dalam proses perumusan kebijakan publik. Pemerintah menyadari, tanpa kontrol yang kuat dan cerdas dari masyarakat sipil dengan didukung kebijakan informasi yang tepat terhadap penyelenggaraan negara, konsolidasi demokrasi sulit diharapkan berhasil.

1. Penyelenggaraan Pilkada

a. Permasalahan

Salah satu perkembangan demokrasi terpenting di tanah air dalam dua tahun terakhir ini adalah diselenggarakannya pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung. Pilkada langsung merupakan suatu cermin

(4)

adanya jaminan dan penghormatan terhadap hak politik masyarakat pada tingkat daerah dan lokal. Permasalahan utama yang dihadapi adalah adanya mobilisasi massa melalui penggunaan politik uang (money politics) yang berpotensi mengganggu stabilitas politik di daerah. Permasalahan lain adalah yang terkait dengan banyaknya protes dan ketidakpuasan para pendukung pasangan calon terhadap proses dan hasil pilkada, terutama mengenai persyaratan calon dan proses penghitungan suara.

b. hasil yang dicapai

Untuk mendukung kesuksesan Pilkada yang demokratis, aman, tertib dan damai, pemerintah telah menetapkan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dari aspek sosiologis psikologis, upaya lain yang dilakukan Pemerintah adalah melaksanakan sosialisasi dan dialog interaktif antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memantapkan persiapan pelaksanaan Pilkada.

Di samping itu, Pemerintah menetapkan Inpres No. 7 Tahun 2005 tentang Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk Kelancaran Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Terhadap para kandidat pemimpin provinsi dan kabupaten/kota, telah pula diupayakan pengembangan budaya berkompetisi ”siap menang-siap kalah” sebagai bentuk nyata penerapan nilai demokrasi.

Berkaitan dengan hal teknis dalam rangka memperlancar dan mempercepat pengadaan dan pendistribusian perlengkapan Pilkada, telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan

Pemerintah dan DPR bersama-sama menghasilkan undang-undang yang mendukung proses demokratisasi.

(5)

III - 

Mengingat Pilkada secara langsung baru pertama kali dilakukan, Pemerintah telah pula membentuk Tim (Desk) Pilkada Pusat dengan Menteri Dalam Negeri sebagai penanggung jawab di tingkat pusat, serta Tim (Desk) Pilkada Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Secara umum, pelaksanaan pilkada hingga saat ini berjalan cukup demokratis, aman dan damai. Sejak Juni 2005 sampai Oktober 2006 telah dilaksanakan 262 pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, yaitu pemilihan gubernur/wakil gubernur di 11 Provinsi; pemilihan bupati/ wakil bupati di 213 kabupaten; dan pemilihan walikota/wakil walikota di 38 kota. Terkait dengan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap hasilnya, pemerintah mendorong kebijakan agar pihak yang tidak puas dapat menyelesaikannya dengan cara-cara yang damai. Hal ini dapat dilakukan dengan melaporkan kasus dugaan pelanggaran kepada Komisi Pengawasan Pemilihan Umum (KPPU/KPPUD) atau bahkan menempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

tabel Pelaksanaan Pilkada

nO KDh Desember 2005Juni 2005 s.d. Januari 2006 s.d 5 Oktober 2006 5 Oktober 2006Juni 2005 s.d

1 GUBERNUR 7 4 11

2 BUPATI 174 39 213

3 WALIKOTA 32 6 38

JUMLAH 213 49 262

Sumber: Direktrat Jendral Otonomi Daerah, Departemen Dalam Negeri

c. tindak lanjut

Tindak lanjut penyelesaian berbagai konflik dalam proses Pilkada adalah pemerintah dan masyarakat terus mendukung pelaksanaan Pilkada langsung dengan aman, tertib dan lancar. Kemudian melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Pilkada untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan negatif yang timbul, yang justru akan menghambat pelaksanaan Pilkada itu sendiri. Peningkatan pemahaman mengenai hak dan kewajiban masyarakat dalam konteks peningkatan partisipasi politik di dalam Pilkada dan budaya politik demokratis, harus pula dilakukan secara sistematis dan terukur.

(6)

Harapan akan meningkatnya pemahaman tersebut dapat mendorong perubahan sikap dan perilaku masyarakat, yang pada gilirannya dapat mengikis perilaku money politics.

2. Kelembagaan Demokrasi

a. Permasalahan

Pada tingkat penyelenggaraan negara, ada konsensus yang cukup tinggi untuk terus membenahi dan mengoptimalkan peran lembaga penting demokrasi seperti lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif termasuk lembaga-lembaga baru seperti Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah persoalan hubungan antarlembaga. Saat ini muncul aspirasi untuk menyempurnakan mekanisme checks and balances, terutama yang menyangkut hubungan kelembagaan antara DPR dengan DPD dan kewenangan Komisi Yudisial. Dapat diprediksi bahwa akan ada konsekuensi bagi penegakan demokrasi dan supremasi hukum apabila lembaga-lembaga penting yang ada masih terus mencari-cari peran dan kewenangannya.

Pada tingkat masyarakat, partisipasi dan antusiasme berpolitik masyarakat melalui partai politik cukup tinggi. Namun peran partai politik masih relatif belum optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat. Partai politik juga belum optimal menjalankan fungsi pendidikan dan agregasi politik.

Hal lain pada sisi masyarakat adalah peran masyarakat sipil masih cukup lemah. Padahal dengan menurunnya peran pemerintah pusat, sejalan dengan asas checks and balances dan desentralisasi politik, masyarakat sipil diharapkan mampu mengambil inisiatif dan berpartisipasi dalam mengisi peran-peran publik yang sebelumnya dimainkan oleh pemerintah.

b. hasil yang dicapai

Pemerintah yang mulai bekerja sejak November 2004 secara konsisten berupaya melanjutkan dan mempertajam upaya pemerintah sebelumnya dalam melaksanakan proses konsolidasi demokrasi. Dukungan berbagai program capacity building tidak saja untuk lembaga eksekutif, tetapi juga legislatif dan yudikatif, secara intensif dilakukan dalam dua tahun terakhir ini. Walaupun demikian, kinerja lembaga-lembaga tersebut belum

(7)

III - 

sepenuhnya dikatakan baik oleh masyarakat. Peningkatan kapasitas DPRD pun telah mendapatkan dukungan fasilitasi dalam dua tahun terakhir ini. Pemerintah juga sedang berusaha mewujudkan kelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) berdasarkan UU No. 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional.

Terkait dengan persoalan aspirasi untuk memperbaiki posisi kekuasaan DPD, apapun pilihan yang diputuskan hendaknya harus dilakukan dengan cara-cara konstitusional. Disamping itu, pada prinsipnya, keputusan mengenai fungsi, hak dan kedudukan DPD di masa mendatang diharapkan dapat memperkuat parlemen sebagai lembaga legislasi, bukan sebaliknya memperlemahnya dalam konteks konsolidasi demokrasi di masa mendatang.

Sementara itu, dalam kaitan dengan keinginan KY untuk memperbesar wewenang kelembagaannya dan mengharapkan pemerintah memberikan dukungan dengan mengeluarkan Perpu, maka kebijakan pemerintah adalah tidak mengeluarkan Perpu. Sebab dapat menyebabkan komplikasi politik yang serius dalam hubungan kelembagaan. Menurut KY, rancangan Perpu harus dibuat lantaran KY membutuhkan tambahan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi kepada hakim yang menurut KY telah melanggar etika profesi hakim. Di sisi lain, sesuai UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, KY hanya memiliki kewenangan untuk merekomendasikan kepada MA perihal pelanggaran yang dilakukan hakim. Pemerintah menghargai permintaan KY untuk mengeluarkan Perpu, namun tidak melihat adanya satu alasan yang konstitusional hal ikhwal kepentingan yang memaksa terkait dengan dikeluarkannya Perpu tersebut.

Berkaitan dengan upaya meningkatkan peran masyarakat sipil dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara, pemerintah telah

menye-Dukungan atas program capacity

building tidak hanya

untuk lembaga eksekutif, tetapi juga legislatif dan yudikatif.

(8)

lenggarakan berbagai forum untuk memperoleh masukan untuk me-nyempurnakan UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). UU ini ditengarai sudah tidak relevan lagi untuk mengakomodasi perkembangan proses demokrasi saat ini dan di masa depan. Saat ini UU Ormas tersebut sudah masuk dalam daftar UU yang diprioritaskan untuk diselesaikan pada tahun 2007. Pemerintah pun telah menyusun direktori Ormas. Direktori ini berguna untuk pemerintah dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan masyarakat, juga bagi masyarakat lainnya, agar dapat berinteraksi dengan ormas tersebut bila diperlukan.

Sehubungan dengan peningkatan peran Parpol, pemerintah telah mengeluarkan PP No. 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik serta Permendagri No. 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengajuan, Penyerahan, dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan kepada Parpol. Dikeluarkannya PP tersebut merupakan penjabaran pasal 17 ayat (4) UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik. Bantuan keuangan ini diberikan dengan tujuan untuk membantu kelancaran administrasi dan/atau sekretariat partai politik yang mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat guna memperjuangkan tujuan partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan guna memperkokoh integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah pun telah menyusun pedoman pengawasan terhadap parpol dan telah melaksanakan forum komunikasi dan konsultasi dengan parpol walaupun masih dalam tahap yang sangat awal.

Peran lembaga yudikatif terus dibenahi dan dioptimalkan.

(9)

III - 

c. tindak lanjut

Proses konsolidasi demokrasi akan terjaga apabila kapasitas lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif terus menerus ditingkatkan. Begitu pula kemampuan kapasitas masyarakat sipil dan parpol terus diperkuat. Penyempurnaan struktur, peraturan dan perundang-undangan untuk mendukung proses politik, terutama dalam konteks hubungan antarlembaga perlu untuk ditindaklanjuti. Evaluasi terhadap pelaksanaan proses politik yang berkembang setiap saat, perlu juga dilakukan sebagai bahan penyempurnaan perbaikan struktur kelembagaan demokrasi. Pelaksanaan UU No. 27 tahun 2004 terkait dengan KKR perlu ditindaklanjuti.

Pada tahun-tahun mendatang, penguatan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan merupakan kebijakan politik jangan ditunda-tunda lagi dalam pembangunan demokrasi. Salah satu alat untuk mencapai kebersamaan dan persaudaraan yang dibutuhkan dalam membangun masyarakat demokratis yang sehat adalah menuntaskan upaya-upaya rekonsiliasi nasional, seperti yang sudah diamanatkan UU No. 27/2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKRN).

Sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai demokrasi ke dalam masyarakat dan bangsa Indonesia perlu dilakukan pada tahun depan dan tahun-tahun selanjutnya.

3. Komunikasi dan Informasi

a. Permasalahan

Kemerdekaan pers saat ini masih belum mampu dipergunakan sebaik-baiknya oleh semua pihak, termasuk oleh kalangan pers sendiri. Boleh jadi, hal ini disebabkan oleh belum kokohnya peraturan perundangan yang menjadi jaminan kemerdekaan pers. Peraturan itupun sifatnya kurang implementatif, serta berpotensi menimbulkan banyak penafsiran, sehingga kurang efektif dalam memberikan arah perkembangan pers. Pada sisi lain, pemerintah menerima keluhan masyarakat yang mengatakan bahwa kebijakan komunikasi dan informasi nasional juga masih belum optimal dalam menjamin hak-hak masyarakat dalam memperoleh informasi. Saat ini masyarakat Indonesia secara keseluruhan masih belum dapat menjangkau dan mengakses informasi yang diperlukannya, termasuk

(10)

informasi pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Persoalan ini terkait dengan ketersediaan infrastruktur dan juga profesionalitas media massa dalam menjalankan perannya mencerdaskan bangsa.

b. hasil yang dicapai

Disadari sepenuhnya bahwa media massa yang bebas dan independen pada gilirannya akan menguntungkan pihak, baik negara maupun masyarakat. Walaupun seringkali dianggap merugikan kepentingan-kepentingan politik tertentu, namun jurnalisme yang akurat (berdasarkan laporan investigasi), justru dapat menjadi semacam sistem peringatan dini terhadap ancaman-ancaman laten terhadap negara dan masyarakat. Jurnalisme jenis ini juga melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang merongrong kekayaan rakyat, seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Oleh karena itu UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran beserta peraturan pemerintah-nya (PP) kemudian diberlakukan untuk menjamin kebebasan dan independensi media massa. Walaupun demikian, masih ada pihak yang mempertanyakan apakah kedua undang-undang ini, termasuk peraturan pelaksanaannya, cukup mampu menjamin pers sebagai kekuatan keempat (fourth estate) demokrasi. Adapun PP yang diterbitkan pada tahun 2005 adalah PP 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik; PP No. 12 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia; PP No. 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia; PP No. 49 tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing; PP No. 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta; PP No. 51 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas; dan PP No. 52 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan.

Di samping itu, saat ini pemerintah telah menyusun draft akademik untuk menyempurnakan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Upaya lain yang dilakukan adalah menyusun rancangan Permen tentang Lembaga Penyiaran Swasta; Lembaga Penyiaran Berlangganan Eksisting; Surat Edaran No. 80/ SE/DJSKDI/4/2006 tentang Pelaporan Keberadaan Lembaga Penyiaran Online; Surat Edaran No. 02/SE/M/Kominfo/3/2006 tentang Pelaporan Keberadaan Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta dan

(11)

III - 

M Kominfo/6/2006 tentang Tata Cara Penyesuaian Izin Penyelenggaraan Penyiaran; dan Penyusunan Pedoman Kelompok Informasi Masyarakat (KIM). Sosialisasi UU Penyiaran serta PP yang terkait telah dilaksanakan dan akan terus dijalankan secara sistematis dan terukur.

Berikutnya, terkait dengan pelayanan komunikasi dan informasi, beberapa hal yang telah dilakukan antara lain adalah:

1. Penyelenggaraan Meet The Press/Media Gathering dengan Perwakilan Asing. Dialog Interaktif Indonesia Bersatu melalui RRI.

2. Pelaksanaan forum komunikasi dan dialog untuk peningkatan mana-jemen layanan informasi dan diseminasi informasi.

3. Forum pemberdayaan lembaga komunikasi pedesaan, pemantau media dan media tradisional.

4. Tersusunnya RUU tentang Informasi Transaksi Elektronik (RUU ITE) yang diharapkan pada tahun 2007 dapat disahkan.

5. Terbangunnya sarana dan prasarana e-government di pusat dan daerah, dan pemberdayaan Jaringan Komunikasi Sosial (Jarkomsos).

Kemudian pemerintah bersama-sama DPR dalam dua tahun terakhir ini sedang menuntaskan pengesahan UU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP), agar transparansi lembaga-lembaga publik terhadap informasi kepada masyarakat dijamin pelaksanaannya.

Dalam rangka mengatasi hambatan penyebaran informasi ke daerah, saat ini terus dibangun hubungan fungsional dan kerja sama dengan pemerintah daerah melalui Badan Koordinasi Kehumasan (BAKOHUMAS). Juga telah disusun konsep pedoman koordinasi dan pertukaran informasi antarpemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Lalu telah disusun konsep pengembangan, pemberdayaan dan pemanfaatan lembaga komunikasi masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam penyebaran informasi.

c. tindak lanjut

Pemerintah perlu menargetkan penyelesaian UU tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) pada tahun mendatang. UU ini diperlukan untuk memperkuat UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran beserta PP-nya. Penyelesaian UU ini terkait dengan munculnya keragu-raguan terhadap itikad baik pemerintah sendiri terhadap pemenuhan hak publik untuk memiliki akses yang seluas-luasnya kepada semua sumber informasi yang berkaitan langsung

(12)

dengan hajat hidup orang banyak. Dengan diberlakukannya UU KMIP ini, diharapkan tidak ada lagi keragu-raguan tersebut.

Di samping itu, pemerintah akan menyelesaikan berbagai persoalan mengenai PP yang akan menjabarkan lebih rinci ketentuan di dalam UU Penyiaran. Prioritas lainnya pada tahun mendatang adalah peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana akses informasi bagi rakyat; melanjutkan program kegiatan yang diarahkan pada peningkatan kerja sama dengan lembaga informasi masyarakat dan media; serta melakukan fasilitasi peningkatan SDM bidang komunikasi dan informasi.

B. BIDAnG DeSentrALISASI DAn OtOnOMI DAerAh

Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah pada dasarnya adalah upaya melakukan koreksi terhadap berbagai kekurangan terhadap kebijakan masa lalu yang bersifat sentralistis. Desentralisasi dan otonomi daerah pada dasarnya sejalan dengan prinsip demokrasi yang menghargai keragaman daerah berdasarkan tingkat kemajuan ekonomi secara makro di daerah, kualitas SDM masing-masing daerah, serta tingkat kekayaan sumber daya alamnya.

Namun demikian, transformasi sistemik dari dua sistem yang sangat berbeda itu memerlukan perubahan struktural yang sangat besar di bidang kelembagaan, peraturan perundang-undangan dan pemberdayaan masyarakat sipil, baik di pusat maupun di daerah. Sebab, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah memerlukan kemandirian dan kualitas manusia serta kapasitas kepemerintahan yang baik. Selama dua tahun terakhir ini pemerintah berusaha meletakkan dasar-dasar yang lebih kokoh bagi transformasi sistemik menuju otonomi daerah. Dasar-dasar itu diharapkan sejalan dengan prinsip-prinsip utama demokratisasi, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip persatuan bangsa.

1. Penataan Daerah Otonom Baru

a. Permasalahan

Implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang telah berjalan selama enam tahun, telah banyak mengalami kemajuan. Namunlami kemajuan. Namun disadari bahwa perjalanan untuk mencapai tujuan dari pelaksanaan

(13)

III - 

desentralisasi dan otonomi daerah masih mengalami banyak permasalahan dan kendala. Salah satu permasalahan yang muncul adalah seputar isu pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB).

Beberapa permasalahan tersebut antara lain adalah belum optimalnya peran Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dalam prosesPertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dalam proses Otonomi Daerah (DPOD) dalam proses pembentukan daerah-daerah otonom baru. Selain itu usulan pembentukan DOB masih banyak yang lebih didasarkan pada kepentingan kelompok dan elite daerah tertentu, daripada didasarkan pada kemajuan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Persyaratan administratif dan politis lebih dominan daripada persyaratan keuangan dan teknis yang dibutuhkan.

Masalah lain yang terkait dengan pembentukan DOB adalah tidak adanya koordinasi yang baik antara pemerintah daerah induk dan pemerintah daerah baru dalam pengelolaan aset-aset daerah, aparatur pemerintah daerah, dan batas wilayah.

Belum adanya evaluasi terhadap kinerja DOB, terutama dalam pelayananadanya evaluasi terhadap kinerja DOB, terutama dalam pelayanan evaluasi terhadap kinerja DOB, terutama dalam pelayanan publik dasar dan pembangunan daerah, juga merupakan masalah. Sebagian besar belanja DOB dimanfaatkan untuk belanja pegawai dan belanja gedung/perkantoran pemerintahan baru, dan hanya sebagian kecil yang

Desentralisasi dan otonomi daerah masih mengalami banyak masalah dan kendala.

(14)

dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan kepada publik. Hal tersebut jelas membebani APBN, karena sebagian besar sumber penerimaan DOB saat ini masih bergantung kepada Dana Alokasi Umum Pemerintah Pusat.

b. hasil yang dicapai

Saat ini pemerintah sedang menyiapkan kebijakan tentang penataan DOB yang lebih komprehensif, khususnya terkait dengan instrumen tata cara pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah. Sejalan dengan itu, pemerintah daerah induk didorong untuk melakukan pembinaan serta memfasilitasi pemerintah daerah yang baru, yang merupakan daerah pemekaran di 7 provinsi, 114 kabupaten, dan 27 kota baru. Selain itu beberapa pencapaian lainnya adalah terselesaikannya beberapa masalah perebutan aset daerah dan kasus batas administrasi daerah di DOB.

c. tindak lanjut

Dalam kaitan dengan penataan DOB, tindak lanjut yang diperlukan adalah melakukan evaluasi dan penataan terhadap DOB dengan memperhatikan pertimbangan kelayakan teknis, administratif, politis, dan potensi daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal lain yang perlu dilaksanakan adalah mempercepat pembangunan DOB dengan menata peraturan perundangan, peningkatan iklim investasi, peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah, pemberdayaan usaha skala mikro, pengembangan ekonomi lokal, peningkatan infrastruktur pedesaan, kerjasama antar daerah, peningkatan sarana prasarana pemerintahan dan pelayanan publik, penerapan good governance, dan penataan ruang yang

baik.

2. Penataan Peraturan Perundang-Undangan mengenai

Desentralisasi dan Otonomi Daerah

a. Permasalahan

Sehubungan dengan desentralisasi dan otonomi daerah, permasalahan mendasar yang dialami adalah belum selesainya berbagai peraturan pelaksana UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU. 332004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU. 33 tentang Pemerintahan Daerah dan UU. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

(15)

III - 

Selain itu pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah belum sepenuhnya dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, mengingat masih banyak terjadi tumpang tindih antara UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan berbagai undang-undang sektoral. Kondisi tersebut diperburuk dengan banyaknya peraturan daerah yang memberatkan dunia usaha, diskriminatif, dan tidak kondusif terhadap perkembangan dunia usaha.

Kemudian, belum selesainya penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) Desentralisasi sebagai penjabaran dari strategi utama Penataan Otonomi Daerah yang meliputi urusan pemerintahan, kelembagaan, personil, keuangan daerah, perwakilan, pelayanan publik, dan pengawasan juga mempengaruhi pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.

b. hasil yang dicapai

Berbagai hasil yang telah dicapai dalam upaya pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, tak lepas dari selesainya penyusunan dan penerbitan beberapa peraturan perundangan sebagai peraturan pelaksanabeberapa peraturan perundangan sebagai peraturan pelaksana UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Peraturan perundang-undangan tersebut terkait dengan kelembagaan, keuangan daerah, perimbangan keuangan, aparatur pemerintah daerah, perwakilan daerah, pelayanan, serta sistem pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Dari 28 Peraturan Pemerintah, dua Peraturan Presiden, tiga Peraturan Menteri Dalam Negeri yang diamanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2004, yang baru selesai disusun dan diterbitkan adalah 12 Peraturan Pemerintah, satu Peraturan Presiden, dua Peraturan Menteri Dalam Negeri, serta enam Rancangan Peraturan Pemerintah sedang difinalisasi oleh Departemen Hukum dan HAM. Sisanya, 11 Rancangan Peraturan Pemerintah, satu Rancangan Peraturan Presiden, dan satu Rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri masih dalam pembahasan antara Departemen Dalam Negeri dengan Departemen lainnya, serta Lembaga Pemerintah Non-Departemen maupun daerah. Peraturan Pemerintah yang sudah ditetapkanpun masih menimbulkan masalah, karena belum dilengkapi dengan Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden dan Peraturan Menteri sebagai petunjuk teknis pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah tersebut.

(16)

c. tindak lanjut

Menyadari masih banyaknya permasalahan yang muncul terkait dengan penataan peraturan perundang-undangan mengenai desentralisasi danperundang-undangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah, maka yang harus dilakukan adalah menyelesaikan dan memantapkan peraturan perundangan mengenai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, termasuk peraturan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus (Provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD), Provinsi Papua, Provinsi Irian Jaya Barat). Selain itu, yang harus dilakukan adalah menyelaraskan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan sektoral yang bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004, khususnya untuk mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi kegiatan investasi, kegiatan berusaha, dan penciptaan lapangan kerja, serta mantapnya pelaksanaan urusan kepemerintahan sesuai PP Pembagian Urusan Pemerintahan.

Untuk memantapkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, yang akan dilakukan adalah menyelesaikan grand strategy otonomi daerah sebagai kerangka besar pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, termasuk penjabaran masing-masing elemen di dalam grand

strategy tersebut ke dalam Rencana Aksi Nasional (RAN).

C. BIDAnG hUKUM DAn PenYeLenGGArAAn neGArA

Langkah-langkah di bawah ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kata adil pada dasarnya mengandung pengertian tidak berat sebelah dan tidak memihak. Oleh karena itu, perwujudan rasa keadilan sangat erat kaitannya dengan upaya mewujudkan demokrasi yang mensyaratkan adanya kepastian hukum dan menghindari kesewenang-wenangan. Dalam kerangka pemberantasan korupsi, maka penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan seadil-adilnya, tidak berat sebelah dan tidak dilakukan dengan sewenang-wenang.

Pemberantasan korupsi juga menuntut pelaksanaan reformasi birokrasi, baik di lingkungan pemerintahan pusat maupun daerah. Hal ini mengingat aparatur birokrasi sebagai pelaksana kebijakan-kebijakan politik harus mewujudkan kinerjanya yang semakin baik, bersih dari tindak korupsi dan mampu mendukung pencapaian keberhasilan pembangunan

(17)

bidang-III - 

bidang lainnya. Dengan demikian, pemberantasan korupsi tanpa didukung dengan reformasi birokrasi tidak akan dapat mencapai keberhasilan yang diharapkan.

1. Pemberantasan Korupsi

a. Permasalahan

Kinerja penegakan hukum dalam beberapa tahun terakhir menjadi masalah penting dalam penyelenggaraan negara. Salah satu indikasinya adalah lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja penegakan hukum, baik terhadap lembaganya maupun aparatur penegak hukumnya. Hal ini sesungguhnya sangat memprihatinkan, karena masyarakat tidak lagi menemukan jalan keluar atas penyelesaian konflik yang dihadapinya. Akumulasi konflik individual bukan tidak mungkin akan menjadi konflik sosial, dan ini akan mengarah kepada turunnya derajat ketertiban sosial. Penegakan hukum yang tegas, imparsial dan tidak diskriminatif merupakan jawaban atas permasalahan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan percepatan penyelenggaraan penegakan hukum dan peningkatan kinerja penyelenggaraan negara di bidang penegakan hukum, baik dengan pembenahan berbagai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar operasional penegakan hukum, penyempurnaan dan peningkatan

Pemberantasan korupsi juga menuntut pelaksanaan reformasi birokrasi, baik di pemerintah pusat maupun daerah.

(18)

kualitas lembaga penegak hukum dan peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum, serta peningkatan budaya hukum masyarakat.

Sejak terbentuknya Kabinet Indonesia Bersatu, yang kemudian dimulai dengan penetapan Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu, telah dilakukan langkah-langkah penegakan hukum yang difokuskan pada pemberantasan korupsi, antara lain melalui penguatan kelembagaan aparat penegak hukum; dan upaya-upaya penyelesaian kasus-kasus korupsi besar sebagai bagian dari tujuan yang lebih luas yaitu mewujudkan supremasi hukum; serta upaya percepatan pemberantasan korupsi melalui penetapan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004.

Namun karena tindak pidana korupsi telah menjadi tindak pidana yang luar biasa (extra ordinary crime), maka sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi, modus tindak pidana korupsi menjadi semakin canggih. Akibatnya upaya pemberantasan korupsi yang selama ini telah dilakukan masih dirasakan jauh dari harapan masyarakat. Sungguhpun demikian, hal tersebut justru akan menjadi tantangan, tidak saja bagi pemerintah namun juga seluruh bangsa Indonesia untuk bersama-sama membangun komitmen memberantas korupsi.

b. hasil yang dicapai

Selama dua tahun pelaksanaan Kabinet Indonesia Bersatu, penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi semakin menunjukkan kemajuan. Pejabat negara yang melakukan tindak pidana korupsi telah

Tindak pidana korupsi telah mencapai tingkatan yang luar biasa.

(19)

III - 

dipenjara. Pada masa 100 hari pertama pemerintahannya, presiden terpilih telah menangani berbagai kasus korupsi, antara lain kasus korupsi BNI sebesar Rp 1,7 triliun yang melibatkan kasus korupsi Adrian Waworuntu. Juga menangani kasus korupsi Gubernur NAD nonaktif Abdullah Puteh, dalam pengadaan helikopter jenis Mi-2 sebesar Rp 4 miliar.

Selain itu dilakukan penanganan kasus korupsi Harun Let-let, dalam kasus dugaan korupsi pembengkakan harga jual beli tanah untuk pelabuhan di Tual, Maluku sebesar Rp. 10.8 miliar. Sehubungan dengan pemeriksaan terhadap pejabat negara yang terindikasi korupsi, baik ditingkat pusat dan daerah, presiden juga telah memperlihatkan komitmennya dengan memberikan izin langsung bagi aparat Kejaksaan dan KPK untuk memeriksa pejabat tersebut dengan tetap memperhatikan asas praduga tidak bersalah.

Seperti telah disebut di bagian depan, untuk mempercepat pemberantasan korupsi pada lingkungan aparat penegak hukum, telah dibentuk Komisi Pengawasan Kejaksaan. Komisi tersebut antara lain bertugas mengurusi kesejahteraan para jaksa, serta melakukan pengawasan terhadap kinerja mereka, termasuk pengawasan terhadap jaksa-jaksa yang dianggap sering mengkomersialkan jabatannya.

Pada awal tahun 2006, hukuman pidana telah dijatuhkan kepada seorang mantan menteri dan seorang mantan pejabat eselon satu dalam perkara tindak pidana korupsi Dana Abadi Umat. Juga ditetapkan para tersangka tindak pidana korupsi dalam kasus Hotel Hilton yang melibatkan pejabat pemerintah maupun pihak swasta. Pada tahun ini pula diharapkan perkaranya telah diajukan ke pengadilan.

Ditangkapnya David Nusa Wijaya, salah satu pelaku tindak pidana korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Amerika Serikat beberapa waktu lalu, serta penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara elegan pengaruh pada para pelaku lainnya. Buktinya, tiga orang pelaku korupsi BLBI lainnya menyerahkan diri. Penuntasan perkara BLBI diharapkan dapat dilakukan secara bertahap, sehingga pengembalian uang negara dapat dilakukan.

Penegakan hukum dalam perkara korupsi tidak hanya diarahkan kepada lingkungan penegak hukum, tetapi juga dilakukan kepada para penegak hukum sendiri. Aparat penegak hukum yang terbukti melakukan tindak

(20)

pidana korupsi maupun penyalahgunaan jabatan dijatuhi hukuman. Di antara mereka, antara lain dari lembaga kepolisian dalam kasus korupsi BNI dan seorang penyidik KPK yang melakukan pemerasan terhadap seorang saksi dalam kasus korupsi di PN Industri Sandang.

Perkembangan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan korupsi dalam waktu dua tahun terakhir memperlihatkan kesungguhan pemerintah dalam mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi. Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah memberikan stimulasi untuk mempercepat dikeluarkannya berbagai produk perundang-undangan, seperti Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor).

Selain itu, sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2004, pada Februari 2005 pemerintah telah selesai menyusun Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) 2004-2009. RAN PK merupakan acuan dalam menyusun program pemberantasan korupsi dan mensinergikan berbagai upaya nasional dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, mulai dari tingkat pusat sampai dengan daerah. Soalnya, korupsi merupakan masalah sistemik, sehingga memerlukan penanganan secara sistemik, yaitu melalui langkah-langkah pencegahan, penindakan dan pelaksanaan monitoring dan evaluasinya. Langkah-langkah tersebut untuk memastikan pelaksanaan pencegahan maupun penindakan pemberantasan korupsi, serta memberikan hasil konkret kepada masyarakat. Langkah ini merupakan upaya mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada hukum dan penyelenggara negara serta pencerahan mengenai anti korupsi kepada masyarakat.

Sejak RAN PK diselesaikan pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi serta organisasi profesi terkait, dan disampaikan dalam sidang kabinet pada Februari 2005, langkah-langkah yang telah dilakukan antara lain melakukan sosialisasi dan kampanye publik RAN PK ke enam daerah yang dipandang mempunyai permasalahan korupsi cukup tinggi, terutama dalam pemberian pelayanan publik. Daerah-daerah itu adalah Padang, Medan, Makassar, Manado, Banjarmasin, dan Surabaya.

Hasil sosialiasi dan kampanye publik tersebut antara lain adalah tuntutan untuk sesegera mungkin menghapus berbagai pungutan liar yang masih sering dilakukan oleh aparat pemerintah. Pungutan liar itu menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan menghambat investor yang ingin menanamkan

(21)

III - 

modalnya di Indonesia, karena tidak efisiennya pelayanan perizinan yang diberikan.

Pada tahun 2006, pelaksanaan sosialiasi dan kampanye publik terus dilanjutkan dan mulai dikembangkan penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD PK) yang dimulai dari Pemerintah Daerah Bali, Aceh, Kalimantan Barat, Yogya, dan Papua, Jawa Tengah, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Tengah. Penyusunan RAD PK juga dilakukan bersama-sama dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten, lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi dengan memperioritaskan rencana aksi untuk menyelesaikan masalah rawan korupsi yang paling meresahkan masyarakat.

Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas yang merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya korupsi, pemerintah telah memperbaiki peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah, berdasarkan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004; Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2005; Keppres Nomor 70 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006.

Perkembangan yang sangat penting juga terjadi dengan diratifikasinya Konvensi PBB tentang Anti Korupsi 2003 melalui UU Nomor 7 Tahun 2006 dan disahkannya UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dengan ditetapkannya UU tentang Perlindungan Saksi dan Korban, diharapkan dapat membantu aparat penegak hukum memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya dan masyarakat akan lebih berani menyampaikan informasi mengenai pelaku korupsi karena telah diberikan perlindungan dan kepastian hukum.

Dengan diratifikasinya Konvensi PBB Menentang Korupsi (United

Nations Convention Against Corruption/UNCAC)), diharapkan percepatan

pemberantasan tindak pidana korupsi dapat segera dicapai. Soalnya Konvensi PBB tersebut memuat aspek-aspek pemberantasan korupsi dengan lingkup cukup luas; tidak saja langkah penindakan dan pencegahan, tetapi juga peningkatan kerjasama internasional dalam rangka pemberantasan korupsi, serta pengembalian aset kekayaan negara yang dikorupsi. Salah satu upaya mempercepat implementasi Konvensi PBB tersebut, saat ini tengah dipersiapkan Tim Persiapan Implementasi UNCAC.

(22)

Dengan berbagai upaya yang dilakukan, tidak saja pemerintah, tetapi juga semua stakeholders, maka tingkat indeks persepsi korupsi Indonesia yang pada tahun 2005 skornya 2,2 akan terus membaik. Dengan demikian, akan meningkatkan kepercayaan masyarakat, baik di dalam maupun di luar negeri, serta akan memberikan implikasi positif berupa meningkatnya investor yang menanamkan modalnya di Indonesia. Pada gilirannya, para investor itu akan dapat mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.

c. tindak lanjut

Upaya penyelenggaraan negara di bidang penegakan hukum, khususnya dalam rangka pemberantasan korupsi akan semakin ditingkatkan, sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi UNCAC. Peningkatan pemberantasan korupsi itu baik berupa peraturan perundang-undangannya, kelembagaan dan aparat penegak hukumnya, maupun budaya hukum masyarakatnya.

Penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan korupsi akan menjadi prioritas utama. Penyesuaian antara pengaturan yang tertuang dalam UNCAC dengan peraturan perundang-undangan nasional yang terkait dengan pemberantasan korupsi, antara lain dilakukan mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan. Demikian pula, dalam waktu dekat akan dilakukan perubahan terhadap Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) yang sejalan dengan UNCAC. Itu sebabnya telah dilakukan persiapan pembentukan Tim Persiapan Implementasi UNCAC. Dalam waktu dekat, tim ini akan segera melaksanakan tugasnya.

Peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas instansi/lembaga pemberantasan korupsi juga akan terus ditingkatkan, antara lain dengan memberikan dukungan peningkatkan profesionalisme aparatnya, dukungan sarana dan prasarana dan peningkatan kesejahteraan. Pelaksanaan reformasi birokrasi yang telah dimulai sejak tahun 2001 akan terus ditingkatkan melalui penerapan reward and punishment yang transparan dan akuntabel.

Selanjutnya upaya mendorong keterbukaan akan terus ditingkatkan, antara lain dengan mendorong partisipasi dan keberanian masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga penegak hukum dalam melakukan pemberantasan korupsi.

(23)

III - 

Selain itu pembahasan berbagai rencana undang-undang untuk men-dukung upaya pemberantasan korupsi sedang dan akan terus dilanjutkan. Pada masa persidangan 2006-2007 beberapa RUU menjadi prioritas pembahasan di DPR, yakni RUU Kebebasan memperoleh Informasi Publik; lima RUU di bidang Perpajakan dan Kepabeanan; RUU Administrasi Kependudukan; RUU Pelayanan Publik; RUU Keimigrasian dan RUU Badan Pemeriksa Keuangan. Sementara itu, RUU tentang Revisi KUHAP dan KUHP ditargetkan untuk dapat diajukan ke DPR pada tahun 2007 mendatang. Selain langkah-langkah di atas, hal yang penting ditindaklanjuti adalah memberi pemahaman kepada masyarakat, terutama media cetak dan elektronik untuk ikut memberikan dukungan dalam rangka pemberantasan korupsi secara menyeluruh. Artinya, upaya pemberantasan korupsi tidak hanya dilihat dari sisi penindakan yang selama ini selalu mendapatkan porsi terbesar baik di media cetak maupun elektronik, namun perlu diseimbangkan dengan pemberian informasi kepada masyarakat tentang upaya pemerintah dalam melakukan langkah-langkah pencegahan korupsi. Hal ini sebenarnya telah banyak dilakukan, termasuk berbagai reformasi pelayanan publik di bidang perpajakan, investasi, dan pertanahan.

Langkah tersebut sangat penting untuk meningkatkan kesinambungan akuntabilitas instansi/lembaga yang telah melakukan pembenahan (reform), sehingga semua pihak dapat tetap mengawasi kinerja lembaga terkait. Langkah-langkah itu pada dasarnya sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi UNCAC, yakni ada empat fokus yang harus dilaksanakan oleh negara yang telah meratifikasi, yaitu langkah pencegahan, penindakan, kerjasama internasional dan pengembalian aset dalam rangka pemberantasan korupsi.

2. reformasi Birokrasi

a. Permasalahan

Permasalahan utama dalam birokrasi pemerintahan adalah masih terjadinya praktik KKN, rendahnya kinerja pegawai, dan rendahnya kualitas pelayanan publik. Terkait dengan kasus korupsi di dalam birokrasi, penyelesaiannya mengalami hambatan karena belum ada peraturan perundangan yang memudahkan penanganan korupsi dan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia (SDM) penegak hukumnya masih terbatas.

(24)

Munculnya permasalahan kompleks tersebut di atas, antara lain disebabkan oleh belum dilaksanakannya prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good public governance/GPG) secara konsisten di instansi pemerintah pusat dan daerah. Sistem manajemen yang berorientasi kinerja di lingkungan instansi pemerintah pusat dan daerah, sebagai bagian dari reformasi birokrasi dan mendukung penerapan kebijakan anggaran berbasis kinerja, juga belum diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan. Rendahnya gaji pegawai pun menyebabkan munculnya persoalan-persoalan tersebut di atas.

b. hasil yang dicapai

Dalam dua tahun pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu, pemerintah telah mendukung penyelesaian penyusunan RUU Pelayanan Publik, RUU Etika Penyelenggara Negara dan RUU Administrasi Pemerintahan. Ketiga RUU tersebut masuk dalam prioritas program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2007. Dengan disahkannya ketiga RUU tersebut menjadi undang-undang, diharapkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dapat lebih ditingkatkan.

Dalam rangka penerapan pelayanan terpadu, beberapa daerah telah melakukan peningkatan kinerja pelayanan publik, seperti di Kabupaten Pare-Pare, Kota Balikpapan, Provinsi Gorontalo, Kabupaten Solok, Kabupaten Sragen, Kabupaten Jembrana.

Selain itu, dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, telah dimulai dan akan terus diterapkan e-procurement di instansi pemerintahan pusat dan daerah, sehingga proses pengadaan barang dan jasa semakin transparan dan akuntabel. Sambutan dan dukungan masyarakat dan dunia usaha terhadap penerapan e-procurement ini sangat menggembirakan.

Upaya penting lain yang perlu dicatat adalah telah terselenggaranya pilot project penerapan model Island of Integrity di beberapa instansi pemerintah pusat dan daerah. Pilot project ini merupakan bagian dari penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good public governance atau GPG) dan sosialisasi mengenai reformasi birokrasi dan prinsip-prinsip GPG. Sosialisasi tersebut antara lain melalui dialog interaktif di media elektronik dan dalam forum-forum lainnya; serta distribusi buku-buku dan bahan lainnya tentang reformasi birokrasi dan GPG kepada semua kementerian, LPND, Pemda provinsi, kabupaten/kota dan pihak-pihak lainnya yang terkait.

(25)

III - 

Di samping itu, telah pula dilakukan pula berbagai sosialisasi dan diskusi tentang reformasi birokrasi dan GPG di berbagai instansi pemerintah, baik pusat dan daerah. Sosialisasi dan diskusi tersebut pada intinya bertujuan meningkatkan komitmen dan tekad untuk mempercepat pelaksanaan agenda reformasi birokrasi di daerahnya masing-masing.

Di beberapa pemerintah daerah seperti Pemeritah Provinsi Gorontalo, Pemerintah Kabupaten Solok, Pemerintah Kabupaten Pare-Pare, Pemerintah Kota Balikpapan, dan Pemerintah Kabupaten Sragen telah dan sedang melakukan reformasi birokrasi dan penerapan GPG. Diharapkan, hal ini akan mendorong pemerintah daerah dan instansi lainnya untuk melaksanakan reformasi birokrasi dan penerapan GPG di lingkungannya masing-masing. Pelaksanaan reformasi birokrasi perlu didukung pula oleh instrumen pengawasan yang kredibelnya dapat mendorong akuntabilitas birokrasi. Terkait dengan hal itu, pemerintah telah menetapkan PP No. 8 tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Pemerintah ini antara lain berisi perlunya menyusun Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang dimaksudkan untuk mengintegrasikan laporan keuangan dengan laporan kinerja, sebagai bagian dari penerapan kebijakan anggaran berbasis kinerja. Di samping itu, pemerintah telah menyelesaikan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), yang diharapkan segera ditetapkan menjadi instrumen penting untuk mengawasi terhadap kinerja birokrasi Pemerintah.

Dalam mendukung peningkatan kinerja pengawasan, telah dilakukan pula persiapan pemberdayaan aparat pengawasan, terutama di Badan Pengawas Daerah (Bawasda) melalui pendidikan S-1 dan S2 di jurusan akuntansi pemerintahan di dalam negeri. Kurikulum pendidikannya bersifat pengawasan keuangan dan pengawasan/evaluasi kinerja untuk mendukung penerapan kebijakan anggaran berbasis kinerja dan mengurangi terjadinya tindakan KKN. Pelaksanaan pendidikan formal tersebut, akan dimulai pada Januari 2007. Di samping itu, sejak tahun 2006 dilakukan berbagai bimbingan teknis (pelatihan) yang tujuannya meningkatkan kemampuan dan ketrampilan staf di lingkungan Bawasda.

Di bidang SDM Aparatur Negara, dalam rangka penerapan sistem manajemen kepegawaian berbasis kinerja, telah disiapkan berbagai kebijakan di bidang kepegawaian secara nasional, diantaranya: (a)

(26)

penerapan sistem manajemen kepegawaian berbasis kinerja, yang meliputi: penyiapan berbagai instrumen dan prasyarat yang diperlukan bagi pelaksanaan penataan; pengembangan Assement Centre; peningkatan gaji dan kesejahteraan; (b) penyelesaian pegawai honorer terutama di lingkungan pemerintah daerah; dan (c) penyusunan RUU Kepegawaian Negara.

Berkait dengan kesejahteraan, telah dikeluarkan PP. No. 66 tahun 2005 tentang Perubahan Ketujuh atas PP No. 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil untuk menaikkan gaji pokok PNS agar dapat meningkatkan taraf hidupnya. Pemerintah juga memberi gaji ke-13 untuk para pegawai negeri, anggota TNI dan Polri agar kesejahteraan pegawai negeri lebih baik.

c. tindak lanjut

Berbagai kebijakan dan kegiatan yang telah dilakukan akan terus dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya, dengan tetap mengacu kepada RPJMN 2004–2009, baik di bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, pembinaan SDM aparatur, dan pengawasannya. Tindak lanjut utama untuk menyelesaikan masalah birokrasi tersebut di atas adalah melanjutkan sosialisasi dan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Tujuannya adalah meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah dan kinerja para pegawai negeri, serta menerapkan manajemen yang berorientasi kinerja di berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah.

Tindak lanjut lainnya adalah meningkatkan efektivitas pengawasan aparatur pemerintah melalui koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan pengawasan masyarakat, serta percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan. Dalam mendukung peningkatan kinerja birokrasi pemerintahan, kesejahteraan pegawai negeri perlu ditingkatkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

Gambar

tabel Pelaksanaan Pilkada

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penentu intensi dengan 4 pendekatan yaitu personal history, beliefs, personal attitude dan self

Rumusan permasalah dalam penelitian ini adalah: Apakah penggunaan pembelajaran group investigation berbantu media visual dapat meningkatkan hasil belajar serta, bagaimana

Data yang disajikan selain data primer atas hasil kegiatan langsung pembangunan perkebunan di Kalimantan Timur, juga data yang bersumber dari instansi terkait di

Secara parsial hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) siklus konversi kas berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas, (2) pertumbuhan penjualan tidak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah sikap masyarakat Surabaya terhadap isi pesan iklan layanan masyarakat Peringatan Perlintasan Kereta

year on year sebesar 4,66 persen. Sementara Kota Balikpapan mengalami Inflasi 0,32 persen dengan IHK 132,94. Sementara itu Inflasi year on year Kota Samarinda sebesar

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk tidak resmi sebagai sumber

Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia , permusyawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah