commit to user BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Peningkatan Pembelajaran Matematika Kelas IV SD a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD
Sebagai makhluk individual, siswa mempunyai karakteristik yang unik (khas) yang dimiliki dirinya sendiri dan tidak dimiliki orang lain.
Karakteristik utama siswa sekolah dasar pada umumnya adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, diantaranya perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik siswa. Setiap siswa sekolah dasar berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Begitu pula dengan tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial juga ikut meningkat lebih baik.
Basset, Jacka, dan Logan (Sumantri dan Permana, 2001: 11) menyatakan karakteristik anak usia SD secara umum antara lain: (1) mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri, (2) mereka sering bermain dan lebih suka bergembira atau riang, (3) mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru, (4) mereka biasanya tergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami kegagalan, (5) mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi, (6) mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya.
Menurut Piaget (Suharjo, 2006: 37) tahap-tahap perkembangan anak terdiri dari empat tahap, yaitu: 1) tahap sensori motor usia 0-2 tahun, 2) tahap praoperasional usia 2-6 tahun, 3) tahap operasional kongkret usia 7-11 atau 12 tahun, 4) tahap operasional formal usia 11 atau 12 tahun ke
8
commit to user
atas. Berdasarkan tahap-tahap perkembangan anak yang dikemukakan Piaget, siswa kelas IV biasanya berada pada rentang usia 10-11 tahun termasuk dalam fase operasional kongkret. Dalam fase ini anak-anak dapat mengembangkan pola-pola berpikir formal seutuhnya. Pada masa ini anak merasa lebih tahu dari orang tua dan anak lebih percaya pada teman- teman sebaya atau pada guru. Anak aktif dan mempunyai perhatian yang besar pada lingkungan. Havighurst (Susanto 2014: 72) berpendapat bahwa tugas anak usia sekolah dasar meliputi:
1) Belajar keterampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari.
2) Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang sedang tumbuh kembang.
3) Belajar bergaul dengan teman sebaya.
4) Belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita.
5) Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari- hari.
6) Mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala nilai-nilai.
7) Mencapai kebebasan pribadi.
8) Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi sosial.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa siswa kelas IV SD berada pada rentang usia 10-11 tahun termasuk dalam tahap perkembangan operasional konkret. Pada usia tersebut anak mulai belajar mengembangkan ketrampilan fisik, belajar bersosialisasi dengan orang lain, dan membentuk serta mengembangkan sikap-sikap yang sesuai dengan nilai-nilai dalam kehidupan sosial. Pada tahap ini juga anak telah mampu berpikir secara logis dan sistematis serta mulai melihat sesuatu berdasarkan persepsinya tetapi hanya melalui pengertian konkret, anak belum mampu berpikir secara abstrak.
commit to user b. Hakikat Pembelajaran
1) Belajar
Pengertian belajar menurut Sudjana (2009: 28), belajar merupakan keadaan dimana seseorang mengubah tingkah lakunya dengan proses mereaksi terhadap semua situasi sekitar, melihat, mengamati, dan memahami sesuatu dari berbagai pengalaman. Hamalik (2010: 36) berpendapat bahwa belajar adalah suatu modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dari pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil. Pendapat lain mengenai pengertian belajar oleh Slameto (2013: 2) mengemukakan bahwa “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Dari beberapa pengertian tentang belajar dapat disimpulkan bahwa belajar bukanlah suatu hasil melainkan suatu proses psikologis individu dalam interaksinya dengan lingkungan belajar disekitarnya yang sengaja diciptakan, dimana ia akan merubah tingkah lakunya dengan proses mereaksi terhadap situasi sekitar melalui pengalaman.
Perubahan tingkah laku siswa sangat dipengaruhi oleh lingkungan belajar di sekolah. Untuk mencapai pengalaman yang bermakna dalam belajar, siswa membutuhkan media untuk menunjang aktivitas belajar yang disertai dengan pendekatan kontekstual yang berkaitan langsung dengan materi yang dibahas atau dipelajari.
2) Pembelajaran
Menurut Sagala (2011: 61) pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa. Menurut Susanto (2014: 19) pembelajaran merupakan proses untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran pada dasarnya adalah usaha
commit to user
sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat 20 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa, guru, dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Hamalik (2010: 57) berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Unsur manusiawi terdiri dari manusia yang terlibat dalam sistem pengajaran, yaitu guru, siswa, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Unsur material meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, dan sebagainya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah interaksi antara siswa, guru, dan sumber belajar yang merupakan serangkaian usaha sadar dan terarah, yang disusun dan dirancang sedemikian rupa oleh guru dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang baik sesuai dengan keadaan dan kemampuan siswa.
3) Tujuan Pembelajaran
Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa. Hamalik (2010: 76) menyebutkan bahwa tujuan
commit to user
pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
4) Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan sesuatu yang telah dibuat melalui belajar. Mengenai hasil belajar, Purwanto (2008: 34) berpendapat
“Hasil belajar merupakan perubahan perilaku akibat belajar”. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman dalam kegiatan belajar mengajar. Padmono (2009: 26) menyatakan bahwa hasil belajar menunjukkan perubahan yang berupa penambahan, peningkatan, dan penyempurnaan perilaku.
Berdasarkan uraian mengenaik pengertian hasil belajar, dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar dapat berupa tingkah laku, pengetahuan, perilaku yang relatif permanen, pribadi, dan kemampuan berpikir. Hasil belajar yang maksimal dapat diperoleh dengan adanya strategi pembelajaran yang cocok dan tepat untuk dilakukan dalam proses belajar mengajar. Penggunaan model Problem Based Learning dengan media flashcard dirasa tepat untuk pembelajaran bahasa matematika tentang bilangan pecahan pada siswa kelas IV SD.
c. Pembelajaran Matematika di SD 1) Pengertian Matematika
Rusel (dalam Uno & Umar, 2009: 108) menyatakan bahwa
“Matematika sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian- bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal”.
Mengenai pengertian Matematika, Wahyudi (2008: 3) menyatakan bahwa:
commit to user
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran yang sudah ada sebelumnya dan diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam Matematika bersifat sangat kuat dan jelas.
Pendapat lain mengenai Matematika dikemukakan oleh Soedjadi (dalam Uno & Umar, 2009: 108) menyatakan bahwa “Matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dibangun dengan pola pemikiran deduktif dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya melalui pemecahan masalah, sehingga berlaku secara umum.
2) Fungsi Matematika
Wahyudi (2008: 3) menyatakan bahwa fungsi dari Matematika yaitu mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model Matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Selanjutnya, Uno & Umar (2009: 108) mengutip pendapat Cockroft menyatakan bahwa fungsi Matematika yaitu menyediakan suatu daya, alat komunikasi yang singkat dan tidak ambigu, serta sebagai alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi suatu hasil atau permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan beberapa penjelasan tentang fungsi Matematika, dapat disimpulkan bahwa fungsi Matematika yaitu sebagai alat komunikasi, alat pemecahan masalah, mengembangkan kemampuan mendiskripsikan, dan memprediksi dengan pemikiran atau logika dari materi yang sederhana sampai pada tingkat lebih kompleks.
commit to user 3) Tujuan Matematika di SD
Mengenai tujuan Matematika, Wahyudi (2008: 3) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah melatih cara berfikir secara sistematika, logis, kritis, kreatif, dan konsisten.
Berdasarkan Standar Kompetensi mata pelajaran Matematika SD dan MI dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika adalah agar siswa mempunyai kemampuan, sebagai berikut: (a) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsepdan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah, (b) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (c) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (d) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (e) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Lujeng, 2013).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari mata pelajaran Matematika di sekolah dasar adalah untuk melatih dan menumbuhkan cara berpikir siswa secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten melalui suatu latihan. Serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri menyelesaikan masalah Matematika dalam kehidupan sehari-hari.
4) Ruang Lingkup Matematika Kelas IV SD
Menurut Standar Kompetensi mata pelajaran Matematika untuk SD dan MI, bahwa ruang lingkup mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek bilangan, geometri dan
commit to user
pengukuran serta pengolahan data. Bilangan membahas tentang kaidah konsep simbolisasi lambang bilangan dan perhitungan dasar sederhana yang banyak melibatkan media konkret dan media manipulatif lainnya.
Geometri dan pengukuran lebih fokus membelajarkan siswa tentang konsep ruang dan ukurannya dengan perhitungan dasar yang sederhana menggunakan media konkret dan media manipulatif lainnya. Sedangkan Pengolahan data lebih banyak membahas tentang hakikat data, cara mengolah dan membaca data berdasarkan kaidah rasional dan ilmiah menggunakan data-data konkret dan data manipulatif.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar kelas IV semester 2 SD sesuai Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disajikan dalam tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika tentang Pecahan Kelas IV SD Semester 2
Standar kompetensi Kompetensi dasar 6. Menggunakan pecahan
dalam pemecahan masalah
6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya.
6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan
6.3 Menjumlahkan pecahan.
6.4 Mengurangkan pecahan 6.5 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan pecahan
Berdasarkan tabel Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di atas, dalam penelitian ini menggunakan Standar Kompetensi 6.
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, KD 6.3 Menjumlahkan pecahan, KD 6.4 Mengurangkan pecahan, dan KD 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan. Berikut adalah Indikator dari
commit to user
penjabaran Kompetensi Dasar yang dipilih peneliti adalah sebagai berikut:
6.3.1 Melakukan operasi penjumlahan pecahan dengan berpenyebut sama dan berpenyebut tidak sama
6.3.2 Melakukan operasi penjumlahan pecahan biasa dan pecahan campuran
6.4.1 Melakukan operasi pengurangan pecahan dengan berpenyebut sama dan berpenyebut tidak sama
6.4.2 Melakukan operasi pengurangan pecahan biasa dengan pecahan campuran
6.5.1 Menyelesaikan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan pecahan dan pengurangan pecahan
6.5.2 Menyelesaikan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan pecahan desimal dan pengurangan pecahan desimal
Berikut merupakan uraian materi pecahan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran selama penelitian dilakukan yaitu:
1. Operasi penjumlahan pecahan dengan penyebut sama Contoh:
1 4 + 2
4 = … Jawab:
1 4 + 2
4 = 1+2
4 = 3
4
2. Operasi penjumlahan pecahan dengan penyebut tidak sama 1
4 + 3 3 = ⋯
Langkah-langkah penyelesaian:
- Menentukan KPK dari penyebut kedua pecahan tersebut, misal KPK dari 4 dan 3 adalah 12.
- Mengubah penyebut kedua pecahan tersebut dengan KPKnya, 12.
commit to user
1 4 = 1
4 × 3
3 = 3
12
3 3 = 3
3 × 4
4 = 12
12
- Menjumlahkan kedua pecahan tersebut.
1 4+3
3 = 3
12 +12
12 = 15
12 = 1 3
12 = 11
4
Jadi, hasil dari 1
4 + 3
3 adalah 11
4
3. Operasi penjumlahan pecahan biasa dengan pecahan campuran
3 5 + 11
3 =…
Langkah-langkah penyelesaian:
- Mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa agar mudah dilakukan operasi hitung, dengan cara:
11
3 = 3
3 + 1
3 = 4
3
- Menentukan KPK dari penyebut kedua pecahan tersebut, misal KPK dari 5 dan 3 adalah 15.
- Mengubah penyebut kedua pecahan tersebut dengan KPKnya, 20.
3 5 = 3
5 × 3
3 = 9
15 11
3 = 4
3 × 5
5 = 20
15
- Menjumlahkan kedua pecahan tersebut.
3
5 + 11
3= 9
15 +20
15 = 29
15 = 1 14
15 Jadi, hasil dari 3
5 + 11
3 adalah 1 14
15.
4. Operasi penjumlahan pecahan campuran dengan pecahan campuran 12
4 + 21
3 =…
Jawab:
12
4 + 21
3 = (1+2) + (2
4 + 1
3) = 3 + (2𝑥3
4𝑥3 + 1𝑥4
3𝑥4)
commit to user = 3 + (6
12 + 4
12) = 3 + 10
12
= 310
12
5. Operasi pengurangan pecahan dengan penyebut sama Contoh:
5 4 - 2
4 = … Jawab:
5 4 - 2
4 = 5 − 2
4 = 3
4
6. Operasi pengurangan pecahan dengan penyebut tidak sama 3
4 − 2 3 = ⋯
Langkah-langkah penyelesaian:
- Menentukan KPK dari penyebut kedua pecahan tersebut, misal KPK dari 4 dan 3 adalah 12.
- Mengubah penyebut kedua pecahan tersebut dengan KPKnya, 12.
3 4 = 3
4 × 3
3 = 9
12
2 3 = 2
3 × 4
4 = 6
12
- Mengurangkan kedua pecahan tersebut.
3 4−2
3 = 9
12− 6
12 = 3
12 = 1
4
Jadi, hasil dari 3
4−2
3 adalah 3
12 atau 14
7. Operasi pengurangan pecahan biasa dengan pecahan campuran 11
3 - 4
5 =…
Langkah-langkah penyelesaian:
- Mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa agar mudah dilakukan operasi hitung, dengan cara:
11
3 = 3
3 + 1
3 = 4
3
commit to user
- Menentukan KPK dari penyebut kedua pecahan tersebut, misal KPK dari 5 dan 3 adalah 15.
- Mengubah penyebut kedua pecahan tersebut dengan KPKnya, 20.
11
3 = 4
3 × 5
5 = 20
15
4 5 = 4
5 × 3
3 = 12
15
- Mengurangkan kedua pecahan tersebut.
11
3 − 4
5 = 2015−1215 = 158 Jadi, hasil dari 11
3 − 4
5 adalah 8
15
8. Operasi pengurangan pecahan campuran dengan pecahan campuran 22
4 - 11
3 =…
Jawab:
22
4 - 11
3 = (2-1) + (2
4 - 1
3) = 1 + (2𝑥3
4𝑥3 - 1𝑥4
3𝑥4) = 1 + (6
12 - 4
12) = 1 + 2
12
= 12
12
9. Menyelesaikan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan pengurangan pecahan.
Operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan dalam menyelesaikan masalah sehari-hari adalah penerapan yang berhubungan dengan berbagai pecahan dalam kehidupan sehari-hari yang ditemui oleh siswa, misalnya: membagi roti, membagi gula pasir, membagi bensin, dll.
commit to user
d. Peningkatan Pembelajaran Matematika Kelas IV SD
Peningkatan berasal dari kata dasar “tingkat” yang kemudian ditambah dengan imbuhan pe-an sehingga menjadi kata peningkatan (Purwanto, 2014: 27). Menurut Agustina (2014: 23) peningkatan merupakan suatu proses yang meningkat. Proses perubahan dari keadaan tertentu menuju ke arah yang lebih tinggi tarafnya atau ke arah yang positif. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian peningkatan ialah suatu proses perubahan meningkat, yang berarti proses perubahan menjadi lebih baik.
Pembelajaran adalah interaksi antara siswa dan guru yang merupakan serangkaian usaha sadar dan terarah, yang disusun dan dirancang sedemikian rupa oleh guru sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang baik sesuai dengan keadaan dan kemampuan siswa.
Matematika adalah suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dibangun dengan pola pemikiran deduktif dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya melalui pemecahan masalah, sehingga berlaku secara umum. Sedangkan menurut Muhsetyo (2008: 1.26) pembelajaran matematika adalah proses pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari.
Siswa kelas IV SD berada pada rentang usia 10-11 tahun termasuk dalam tahap perkembangan operasional konkret. Pada tahap perkembangan ini anak memiliki kekhasan antara lain dapat berpikir reversibel atau bolak balik, dapat melakukan pengelompokan dan menentukan urutan, mampu melakukan operasi logis tetapi pengalaman yang dimiliki masih terbatas, rasa ingin tahu mereka juga tinggi. Anak telah mampu berpikir secara logis dan sistematis serta mulai melihat sesuatu berdasarkan persepsinya tetapi hanya melalui pengertian konkret belum mampu berpikir secara abstrak. Maka dalam hal ini pembelajaran Matematika perlu mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Guru yang
commit to user
berperan sebagai fasilitator siswa dalam kegiatan belajar mengajar harus dapat mengemas pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan pembelajaran Matematika pada siswa kelas IV SD adalah suatu proses perubahan dari keadaan awal menuju ke arah keadaan yang lebih baik atau ke arah yang positif dengan melakukan interaksi antara siswa dan guru, yang merupakan usaha sadar dan terarah yang sudah dirancang sedemikian rupa oleh guru untuk meningkatkan pembelajaran matematika tentang bilangan pecahan dengan menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang memungkinkan siswa turut serta berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Sehingga pembelajaran matematika tentang Bilangan Pecahan pada siswa kelas IV SDN 01 Tambaksari akan lebih bermakna bagi siswa serta hasil belajarnya pun akan mengalami peningkatan.
2. Penggunaan Model Problem Based Learning dengan media Flashcard a. Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL)
1) Pengertian Model Pembelajaran
Model Pembelajaran menurut Soekamto (Trianto, 2009: 22) merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Suprijono (2009: 45-46) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implimkasinya pada tingkat operasional kelas. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide.
Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para
commit to user
perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
2) Macam-Macam Model Pembelajaran
Menurut Subarkah (2010: 102) macam-macam model pembelajaran di antaranya:
a. Koperatif (CL, Cooperative Learning)
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi- komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
b. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif-nyaman dan menyenangkan.
c. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)
commit to user
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan matematika).
d. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada keterampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).
e. Mode Problem Based Learning (PBL)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah.
Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi
f. Problem Solving
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, .atau algoritma). Sintaknya
commit to user
adalah: sajikan permasalahan yang memenuhi kriteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau aturan yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi, menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukansolusi.
g. Problem Posing
Bentuk lain dari problem posing adalah problem posing, yaitu pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.
h. ProblemTerbuka (OE, Open Ended)
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi- interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjutnya siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentuk pola pikir, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir. Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan permasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitkan dengan materi selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri). Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat respon siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.
commit to user i. Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan. Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria.
Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi
3) Model Problem Based Learning
a) Pengertian Model Problem Based Learning
Menurut Dutch (dalam Amir, 2009: 21) Problem Based Learning (PBL) adalah:
PBL merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar” bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata.
Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. PBL mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.
commit to user
Menurut Suprijono (2009: 70) model Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang mendorong siswa belajar aktif dengan konsep-konsep prinsip. Siswa didorong untuk menghubungkan pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman yang baru yang dihadapi sehingga siswa menemukan prinsip-prinsip yang baru. Siswa dimotivasi menyelesaikan pekerjaannya sampai mereka menemukan jawaban atas masalah yang mereka hadapi.
Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Gunantara (2014: 2) menyatakan bahwa “Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah nyata”. Model ini menyebabkan motivasi dan rasa ingin tahu menjadi meningkat. Juga menjadi wadah bagi siswa untuk dapat mengembangkan cara berpikir kritis dan keterampilan berpikir yang lebih tinggi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pembelajaran berdasarkan masalah yang disajikan secara sistematis oleh guru yang berkaitan dengan kehidupan nyata, kemudian siswa diarahkan untuk menyelesaikan masalah tersebut dari berbagai perspektif. Dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
b) Karakteristik Model Problem Based Learning
Karakteristik Problem Based Learning (PBL) menurut Tan (Amir, 2009: 22) antara lain, yaitu: (1) masalah digunakan sebagai awal pembelajaran, (2) masalah yang digunakan merupakan masalah dalam dunia nyata yang disajikan mengambang, (3) masalah menuntut perspektif majemuk, (4) masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru, (5) sangat mengutamakan belajar mandiri, (6) memanfaatkan sumber
commit to user
pengetahuan yang bervariasi, (7) pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif, siswa tidak belajar bekerja kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan, dan melakukan presentasi. Menurut Arends (Suprijono, 2009: 71) karakteristik model Problem Based Learning (PBL) yaitu: (1) permasalahan autentik dalam penyampaiannya yang penting secara sosial dan bermakna bagi siswa, (2) fokus interdisipliner, (3) integrasi autentik, (4) produk sebagai hasil investigasi, (5) kolaborasi siswa dalam pembelajaran berbasis masalah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik Problem Based Learning (PBL) antara lain, yaitu: (1) masalah digunakan sebagai awal pembelajaran, (2) masalah yang disampaikan merupakan masalah dalam kehidupan nyata dan bermakna bagi siswa, (3) penyelesaian masalah dilihat dari berbagai perspektif, (4) penyelesaian masalah menggunakan berbagai sumber yang terintegrasi, (5) produk sebagai hasil investigasi dari siswa, (6) kolaborasi siswa dalam kelompok kecil untuk penyelidikan dan dialog bersama.
c) Tujuan Model Problem Based Learning
Menurut Ernawati (2013: 37) tujuan model Problem Based Learning (PBL) dapat digambarkan pada gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1 Hasil-hasil belajar siswa melalui Model Problem Based Learning (PBL)
Model Problem Based Learning
Keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah
Keterampilan untuk pembelajaran mandiri Perilaku-perilaku peran
orang dewasa
commit to user
Berdasarkan gambar 2.1 menyebutkan bahwa tujuan model Problem Based Learning (PBL) yang pertama adalah siswa dapat menguasai keterampilan berpikir inkuiri dan pemecahan masalah dengan produk akhir penemuan. Tujuan yang kedua, model Problem Based Learning (PBL) dimaksudkan untuk membantu siswa bekerja atau belajar dalam situasi yang nyata dan dapat berperan penting layaknya orang dewasa. Tujuan akhir model Problem Based Learning (PBL) adalah siswa mampu mengatur dirinya sendiri dalam belajar.
Trianto (2009: 94) menjelaskan tujuan model Problem Based Learning (PBL) adalah “Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, belajar peranan orang dewasa, dan menjadi pembelajar yang mandiri”.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan model Problem Based Learning (PBL) adalah membentuk pribadi anak sehingga siswa mampu belajar mandiri melalui proses pembelajaran berbasis masalah dengan cara berpikir inkuiri atau berpikir seperti orang dewasa dengan cara pemecahan masalah.
Masalah disajikan oleh guru untuk diselesaikan oleh siswa dengan berbagai perspektif penyelesaian.
d) Langkah-langkah Penggunaan Model Problem Based Learning Perbedaan satu model pembelajaran dengan model pembelajaran yang lain terdapat pada tahapan pelaksanaannya di kelas. Tahap pelaksanaan model PBL menurut Amir (2009: 24) mengemukakan tujuh tahap yang dilakukan dalam Model Problem Based Learning (PBL) yaitu:
a) Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas b) Merumuskan Masalah
c) Menganalisis Masalah
d) Menata gagasan secara sistematis dan menganalisisnya lebih dalam e) Memformulasikan tujuan pembelajaran
commit to user
f) Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain
g) Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk kelas.
Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009: 74) ada 5 langkah utama dalam pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL) yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah pada tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL) Tahapan Perilaku Guru/Kegiatan Guru Tahap 1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,
memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan pemecahan masalah
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
commit to user
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tahapan model Problem Based Learning (PBL) adalah penyajian masalah oleh guru yang berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata, membuat kelompok kecil atau kelompok belajar siswa untuk mengorganisasikan belajar siswa dalam menyelesaikan masalah, menyelidiki masalah dengan penyelesaian masalah dilihat dari berbagai perspektif, menyajikan penyelesaian masalah serta siswa mengumpulkan informasi penyelesaian masalah, dan evaluasi penyelesaian masalah serta proses penyelesaian masalah yang mereka gunakan dan dibantu oleh guru. Langkah-langkah model Problem Based Learning (PBL) yang diambil oleh peneliti adalah sebagai berikut: (1) orientasi masalah, (2) pengorganisasian siswa untuk belajar, (3) pembimbingan siswa (individual maupun kelompok), (4) penyajian hasil kerja atau diskusi, (5) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
e) Keunggulan dan Kelemahan Model Problem Based Learning Menurut Yazdani (Ernawati, 2013: 39) keunggulan model Problem Based Learning (PBL), yaitu: menekankan pada makna bukan fakta, meningkatkan pengarahan diri, pemahaman yang lebih tinggi dan keterampilan yang lebih baik, mengembangkan keterampilan interpersonal dan tim, adanya sikap motivasi pada diri sendiri, hubungan yang baik antara siswa dengan guru, dan meningkatkan pembelajaran. Menurut Sanjaya (2006: 220) Problem Based Learning (PBL) memiliki keunggulan, diantaranya: (1) pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, (2) pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, (3) pemecahan masalah dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa, (4) pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana menstrasfer pengetahuan
commit to user
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, (5) pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan serta mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya, (6) melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (Matematika, IPA, Sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja, (7) pemecahan masalah lebih menyenangkan dan disukai siswa, (8) pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, (9) pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata, (10) pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Disamping keunggulan suatu model pembelajaran pasti memiliki kelemahan. Menurut Sanjaya (2006: 221), model Problem Based Learning (PBL) memiliki kekurangan, di antaranya: (1) manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba, (2) keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, (3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Menurut Yazdani (Ernawati, 2013: 39) kelemahan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pembelajaran diantaranya:
commit to user
hasil belajar akademik siswa, jumlah waktu, perubahan peran siswa, perubahan peran guru, perumusan masalah, dan penilaian yang sesuai.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keunggulan penerapan model Problem Based Learning (PBL) adalah jika diterapkan dalam proses pembelajaran sebagai guru harus memahami karakteristik siswa dalam menerapkan model Problem Based Learning (PBL) sehingga tercapai tujuan penggunaan model pembelajaran tersebut benar-benar terbukti. Sedangkan kelemahan yang ada dalam model Problem Based Learning (PBL) dapat dijadikan tantangan oleh guru untuk mengatasi kelemahan proses belajar mengajar sehingga dalam pelaksanaannya diminati oleh siswa.
b. Penggunaan Media Flashcard 1) Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin, merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat. Media dapat diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu antar sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi (Anitah, 2009:
123). Menurut Arsyad (2011: 4-5) media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
Padmono (2011: 11) mengemukakan bahwa “media adalah segala hal (manusia dan alat) yang membantu atau perantara pesan dari pengirim atau penerima”. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa media merupakan alat bantu komunikasi untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada pebelajar agar tercapai tujuan pembelajaran dengan efektif, aktif, dan efisien.
commit to user 2) Macam-macam Media Pembelajaran
Adapun macam-macam media seperti yang dikemukakan oleh Anitah (2009: 128) bahwa media pembelajaran digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu media visual, audio, dan audiovisual.
a) Media Visual
Media visual adalah media yang hanya dapat digunakan melalui indera penglihatan. Terdiri dari media yang dapat diproyeksikan meliputi media proyeksi diam (gambar diam) serta media proyeksi gerak. media yang tidak dapat diproyeksikan meliputi gambar fotografik, grafis, dan media tiga dimensi.
b) Media Audio
Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif atau hanya dapat didengar yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan para siswa untuk mempelajari bahan ajar. Terdiri dari program kaset suara, CD audio, dan program radio.
c) Media Audio-Visual
Media audio-visual adalah kombinasi dari audio dan visual atau biasa disebut sebagai media pandang dengar. Contohnya yaitu program video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional, program slide suara, dan program CD interaktif.
Suwarna (2005: 134) mengemukakan klasifikasi media pengajaran atau pembelajaran berdasarkan tujuan praktis yang akan dicapai ialah sebagai berikut: (a) Media grafis, (b) Media audio, dan (c) Media proyeksi. Pendapat serupa dikemukakan oleh Padmono (2011: 23-54), ada beberapa jenis media pengajaran yang bisa digunakan dalam proses belajar mengajar yaitu: (a) Media grafis : gambar/foto, grafik, diagram, dsb; (b) Media tiga dimensi : realita, model, spesiment; (c) Media proyeksi (Diam : OHT, Slide, Film Strip, Gerak : Film Gelang); (d) Media audio : radio, rekaman, piringan hitam; (e) Media audiovisual : video, film, slide suara; dan (f)
commit to user
Penggunaan lingkungan sebagai media. Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum media dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu media audio, media visual, dan media audio-visual.
3) Media Flashcard
a) Pengertian Media Flashcard
Arsyad (2011: 119) menjelaskan pengertian flashcard yaitu kartu kecil yang berisi gambar, teks, atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun siswa kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu. Berakar dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa flashcard merupakan media yang berbentuk kartu bergambar yang digunakan untuk mendorong dan menstimulasi pengungkapan gagasan siswa, baik secara lisan maupun secara tertulis. Selain itu, Susilana & Riyana (2007: 93) mengemukakan bahwa flashcard mempunyai pengertian sebagai berikut “Flashcard adalah media pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang berukuran 25 X 30 cm”. Jadi, flashcard merupakan media yang berbentuk kartu yang berukuran ± 25 X 30 cm yang terbuat dari kertas dan dapat dimodifikasi bahan pembuatannya.
b) Langkah-langkah Penggunaan Media Flashcard
Susilana dan Riyana (2007: 95) mengemukakan langkah- langkah penggunaan media flashcard sebagai berikut:
1. Kartu-kartu yang sudah disusun dipegang setinggi dada dan menghadap ke siswa.
2. Cabutlah satu per satu kartu tersebut setelah guru selesai menerangkan.
3. Berikan kartu-kartu yang telah diterangkan kepada siswa yang duduk di dekat guru. Mintalah siswa itu untuk mengamati kartu
commit to user
tersebut, lalu teruskan kepada siswa yang lain hingga semua siswa kebagian.
4. Jika sajian menggunakan jenis atau cara permainan, letakkan kartu tersebut di dalam sebuah kotak secara acak dan tidak perlu disusun.
Berdasarkan langkah-langkah di atas, peneliti mengambil langkah- langkah penggunaan media flashcard yaitu:
1. Guru memegang dan mengangkat media flashcard setinggi dada.
2. Guru menunjukan media flashcard untuk menumbuhkan respon siswa terhadap materi yang akan dipelajari.
3. Guru mencabut salah satu media flashcard
4. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk membacakan atau meneragkan teks, simbol, maupun gambar yang ada pada media flashcard.
5. Guru melakukan menata kembali media flashcard yang sudah digunakan.
c) Kelebihan dan Kekurangan Media Flashcard
Menurut Susilana & Riyana (2007: 94) kelebihan media Flashcard adalah sebagai berikut:
1. Mudah dibawa kemana-mana karena ukurannya yang seukuran postcard.
2. Praktis dalam membuat dan menggunakannya, sehingga kapan pun anak didik bisa belajar dengan baik menggunakan media ini.
3. Gampang diingat karena kartu ini bergambar yang sangat menarik perhatian, atau berisi huruf atau angka yang simpel dan menarik, sehingga merangsang otak untuk lebih lama mengingat pesan yang ada dalam kartu tersebut
commit to user
4. Media ini juga sangat menyenangkan digunakan sebagai media pembelajaran, bahkan bisa digunakan dalam bentuk permainan.
Uraian di atas merupakan kelebihan media flashcard, sedangkan kelemahan media flashcard adalah anak hanya dapat mengetahui dan memahami kata dan gambar hanya sebatas kata dan gambar yang ada pada media flashcard.
c. Penggunaan Model Problem Based Learning dengan Media Flashcard Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) dengan media flashcard adalah suatu model pembelajaran berdasarkan masalah yang disajikan secara sistematis oleh guru yang berkaitan dengan kehidupan nyata, kemudian siswa diarahkan untuk menyelesaikan masalah tersebut dilihat dari berbagai perspektif yang didalamnya melibatkan penggunaan media flashcard sebagai suatu inovasi dalam pembelajaran. Media flashcard yang dipakai peneliti dalam proses pembelajaran termasuk dalam media visual yang diartikan sebagai suatu benda atau alat fisik yang dapat dimanipulasi untuk menyampaikan materi dalam kegiatan pembelajaran yang merupakan pengungkapan kata dan gambar untuk memudahkan konsep yang akan disampaikan kepada siswa, sehingga siswa merasa tertarik.
Adapun langkah-langkah penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dengan media flashcard adalah:
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih disertai
penggunaan media flashcard.
2) Guru membimbing siswa untuk mengorganisasikan belajar yang berhubungan dengan masalah yang diberikan dengan bantuan media flashcard.
commit to user
3) Guru membimbing siswa untuk mengumpulkan informasi dan melaksanakan diskusi untuk mendapatkan penjelasan pemecahan masalah disertai penggunaan media flashcard.
4) Guru membimbing siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil kerja atau diskusi serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya dengan memanfaatkan media flashcard.
5) Guru membantu siswa untuk melakukan analisis atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian pertama yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Gede Gunantara dalam skripsinya dengan judul
“Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Siswa Kelas V SDN 2 Sepang Tahun Ajaran 2012/2013”. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dua siklus dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah Matematika pada siswa kelas V SDN 2 Sepang Tahun Ajaran 2013/2014. Dan dapat terbukti dari hasil penelitian yang telah dia lakukan bahwa dengan penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah Matematika pada siswa kelas V SDN 2 Sepang Tahun Ajaran 2012/2013. Persamaan penelitian yang dilakukan Gede Gunantara dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama mengkaji pembelajaran yang menggunakan model Problem Based Learning.
Perbedaannya terletak pada tujuan pencapaiannya dan subjek penelitian.
Penelitian relevan yang kedua yaitu penelitian yang dilakukan oleh Miftahul Falah Islami dengan judul “Implementasi Media Flashcard dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasa Arab Siswa Kelas V B SD Muhammadiyah Pakel Program Plus Umbulharjo Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013”.
Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dua siklus dengan menggunakan media flashcard dalam
commit to user
pembelajaran bahasa Arab dapat meningkatkan prestasi hasil belajar bahasa Arab kelas V B SD Muhammadiyah Pakel Program Plus Umbulharjo Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Miftahul Falah Islami dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan media flashcard. Perbedaannya ada pada mata pelajaran yang digunakan yaitu bahasa Arab. Perbedaan yang lain adalah kelas yang digunakan yaitu kelas V.
Penelitian relevan yang ketiga yaitu penelitian yang dilakukan oleh Derya Cinar dan Sule Bayraktar (2005: 1) dari Selcuk University, Turkey berjudul “The Effects of The Problem Based Learning Approach on Higher Order Thingking Skills in Elementary Science Education”. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Problem Based Learning adalah lebih efektif dari pada model tradisional dan meningkatkan tingkat pemahaman siswa. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Derya Cinar dan Sule Bayraktar menunjukan bahwa model Problem Based Learning lebih berhasil dari pada model tradisional dalam meningkatkan pemecahan masalah dan proses ilmu keterampilan. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama menggunakan model Problem Based Learning. Perbedaannya terletak pada subyek penelitian yaitu siswa SD kelas VI.
Penelitian yang relevan yang keempat yaitu penelitian yang dilakukan oleh Matthew Etherington (2011: 1) dalam penelitiannya yang berjudul Investigative Primary Science: A Problem-based Learning Approach. Hail dari penelitian ini yaitu pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) sangat cocok digunakan dalam pembelajaran sains. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah sama-sama mengkaji penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Perbedaannya terletak pada mata pelajaran yang digunakan yaitu sains.
commit to user C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran merupakan proses yang melibatkan interaksi antara guru, siswa, dan lingkungan pembelajaran untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan.
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memaksimalkan pelaksanaan proses pembelajaran dan memaksimalkan peran aktif siswa dalam pembelajaran sehingga menunjukkan hasil belajar yang sesuai dengan tujuan dan diharapkan, serta menjadi tolak ukur untuk pembelajaran berikutnya agar lebih baik. Titik tolak yang mendasari Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan yaitu saat proses belajar mengajar yang membutuhkan keaktifan siswa, guru masih melaksanakan pembelajaran secara konvensional, guru kurang menekankan keaktifan siswa yang menjadikan siswa pasif, dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika masih rendah. Dalam pembelajaran matematika, guru mengajar hanya pada konsep intinya dengan metode ceramah kemudian memberi soal latihan untuk dikerjakan (penugasan) dan menilai pekerjaan siswa, serta bahan ajar yang digunakan hanya buku paket yang tersedia di sekolah.
Pembelajaran sebagai wahana pemberian pengalaman belajar kepada siswa hendaknya dapat dilaksanakan sesuai dengan karakteristik siswa. Sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak, karakteristik siswa kelas IV SD berada pada tahap perkembangan operasional konkret. Pada tahap ini anak telah anak telah memiliki kemempuan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret misalnya benda yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan diotak- atik, belum mampu berpikir secara abstrak.
Penggunaan model dan media pembelajaran juga menjadi penentu keberhasilan proses belajar mengajar. Adanya banyak model-model pembelajaran inovatif, kreatif, dan menarik yang berkembang dalam dunia pendidikan sekarang ini. Salah satunya adalah model Problem Based Learning (PBL). Model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pembelajaran berdasarkan masalah yang disajikan secara sistematis oleh guru yang berkaitan dengan kehidupan nyata, kemudian siswa diarahkan untuk menyelesaikan masalah tersebut dilihat dari berbagai perspektif.
commit to user
Penggunaan media sebagai medium atau perantara untuk membantu mempermudah dalam menyampaikan materi pembelajaran juga tidak kalah penting. Dalam penelitian ini selain menggunakan model Problem Based Learning (PBL), peneliti juga menggunakan media flashcard dalam melaksanakan tindakan penelitian. Media flashcard merupakan media yang berbentuk kartu yang berukuran ± 25 X 30 cm yang terbuat dari kertas dan dapat dimodifikasi bahan pembuatannya. Untuk itu peneliti membuat media flashcard berukuran kurang lebih 10 x 15 cm yang digunakan dalam penelitian. Gambar, teks, atau symbol yang ada pada media tersebut merupakan serangkaian pesan penyampaian materi pembelajaran. Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan sekitarnya. Maka dari itu pembelajaran matematika perlu mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Guru yang berperan sebagai fasilitator siswa dalam kegiatan belajar mengajar harus dapat mengemas pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti berupaya melakukan peningkatan pada pembelajaran matematika tentang Bilangan Pecahan melalui model Problem Based Learning (PBL) dengan media flashcard. Pemilihan model Problem Based Learning (PBL) dan media flashcard sangat cocok digunakan pada siswa kelas IV dimana anak sudah mampu berpikir logis, memiliki keaktifan yang tinggi, dan suka berkelompok. Dengan harapan anak dapat menemukan penyelesaian masalah dari masalah yang diberikan guru dan memandang pemecahan masalah dari berbagai perspektif, tidak hanya dari satu perspektif saja.
Melalui penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dengan media flashcard diharapkan dapat memotivasi siswa untuk berpikir aktif, terlibat secara langsung dalam pembelajaran dan melakukan penyelesaian masalah dari berbagai perspektif atau berbagai sisi. Sehingga dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan media flashcard dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang Bilangan Pecahan pada siswa kelas IV. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan media flashcard. Bagan kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut:
commit to user Kenyataan
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, penelitian relevan, dan kerangka berpikir yang telah dijelaskan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Jika penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dengan media flashcard dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang Bilangan Pecahan pada siswa kelas IV SDN 01 Tambaksari Tahun Ajaran 2014/2015”.
Kondisi Awal
Pembelajaran masih konvensional (lebih menekankan pada penugasan, ceramah, dan buku), siswa pasif dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa masih rendah.
Tindakan
Penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dengan media flashcard dalam
peningkatan pembelajaran matematika tentang Bilangan Pecahan pada siswa kelas IV.
Solusi Pengunaan pendekatan dan media yang sesuai
dengan karakteristik siswa kelas IV.
Pembelajaran Matematika
Siswa dapat menguasai konsep- konsep Matematika yang ada pada kurikulum.
Harapan
Melalui penggunaan model Problem Based Learning (PBL) dengan media flashcard dalam peningkatan
pembelajaran matematika tentang Bilangan Pecahan diharapkan dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa kelas IV.
Kondisi akhir