• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.1 Pembelajaran Matematika

Karakteristik Matematika yang akan dibahas dalam penelitian ini mencakup pengertian Matematika, standar kompetensi dan kompetensi dasar Matematika,pembelajaran Matematika di sekolah dasar, tujuan pembelajaran Matematika, dan penilaian Maematika.

“Matematika” berasal dari bahasa Yunani, “mathein” atau manthenein”

yang berarti mempelajari. Matematika bukan pengetahuan tersendiri yang sempurna karena dirinya sendiri, tetapi beradanya karena untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam (Kline, 1973, dalam Rusefendi, 1988 : 2).

Berdasarkan Standar Isi (2007), matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Matematika menurut Subarinah (2006) juga menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya adalah sebuah sistem matematika yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan nyata. Matematika juga berguan untuk membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang sistematis, logis, kritis dengan penuh kehormatan.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan konstribusi positif tercapainya masyarakat yang cerdas dan bermatabat melalui sikap kritis dan logis (Suminarsih, 2007:1). Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi alat untuk meempelajari ilmu-ilmu yang lain sehingga penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep-konssep matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini.

(2)

Jadi dapat disimpulkan, bahwa matematika masih bersifat abstrak.

Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis, berpola deduktif, dan berupa bahasa yang dilambangkan dengan simbol-simbol. Manfaat dari matematika adalah dapat membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang sistemis, logis, kritis dengan penuh kecermatan. Hal ini sesuai dengan ciri- ciri yang dimiliki matematika yang diungkapkan oleeh Suharno (2004), yaitu : memiliki objek kejadian abstrak dan berpola pikir deduktif dan konsisten.

Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang tidak hanya sekedar menghitung secara teknis dan mekanis. Pembelajaran matematika di sekolah pada dasarnya bukanlah sekedar mengajarkan kepada peserta didik tentang bagaimana menghitung sesuai dengan algoritma yang diberikan dan bersifat monoton.

Menurut “Kurikulum 2006“ Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan diskrit. Untuk mengusai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Dalam pembelajaran matematika, diharapkan guru mengajarkan kepada peserta didik cara mengembangkan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Dalam proses pemebelajaran matematika keberhasilan pembelajaran tidak hanya tergantung pada kuat tidaknya interaksi antara pengajar dan pelajar tetapi juga hubungan emosional antara pengajar dan pelajar, sebab masih banyak faktor- faktor lain yang menentukan keberhasilan pembelajaran.

Menurut Kline (dalam Dryden & Voz 200: 22-23), belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Untuk itu, di dalam belajar anak diberi kesempatan merencanakan dan menggunakan cara belajar yang mereka senangi. Belajar matematika akan efektif jika dilakukan dalam suasana

(3)

menyenangkan, maka dari itu guru harus mengupayakan adanya situasi dan kondisi yang menyenangkan dalam pembelajaran.

Menurut Sugihartono (2007: 81), pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisir, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika

Pembelajaran Matematika di SD/MI menekankan pada pengalaman belajar secara langsung melalui proses “melatih” dan “mendidik”. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Matematika di SD/MI merupakan standar minimum yang secra nasional harus dicapai oleh siswa dan menjaddi acuan dalam pembangunan kurikulum di setian Satuan Pendidikan.

Pencapain SK dan KD didasrkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah. Dalam penelitian ini standar kompetensi yang akan digunakan adalah sebaagai berikut :

(4)

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Kelas 2 Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator 3 Melakukan

perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka

3.1 Melakukan pembagian bilangan.

1. Menuliskan pembagian sebagai pengurangan berulang sampai habis.

2.Menyatakan pembagian sebagai lawan perkalian.

3. Membagi satu bilangan dengan bilangan 1.

4. Membagi satu bilangan dengan bilangan itu sendiri.

Sumber : Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tujuan Pembelajaran Matematika

Secara umum, tujuan diberikannya matematika di sekolah adalah untuk mempersiapkan peserta didik agar sanggup mengahadapi perubahan dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiraan yang logis, rasional dan kritis.

Tujuan pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan yang dikutip Aisyah (2007 :4), adalah :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika daalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

(5)

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap mengahargai kegunaan matematika daalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhaatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan rasa percaya diri dalam pemecahan masalah.

Sedangkan menurut Mathematical Sciences Education Board – National Research Council (1990) dalam Wijaya (2012:6) merumuskan empat macam tujuan pendidikan matematika, jika ditinjau dari posisi matematika dalam lingkungan sosial.

Empat tujuan pendidikan matematika tersebut, yaitu :

1. Tujuan praktis (practical goal), berkaitan dengan pengembangan kemaampuan siswa untuk menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari.

2. Tujuan kemasyarakatan (civil goal), berorientasi pada kemampuan siswa untuk berpartisipasi secara aktif dan cerdas daalm hubungan kemasyarakatan.

3. Tujuan professional (professional goal), pendidikan matematika harus bisa mempersiapkan siswa untuk terjun ke dunia kerja.

4. Tujaun budaya (cultural goal), pendidikan matematika perlu menempatkan matematika sebgai hasil kebudayaan manusia dan sekaligus sebagai suatu proses untuk mengembangkan suatu kebudayaaan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sebenarnya tujuan umum dan khusus yang ada di kurikulum SD/MI merupakan pelajaran matematika disekolah yang memberikan gambaran belajar bukan hanya di bidang kognitif saja, tetapi meluas pada bidang psikomotor dan afektif (Aisyah. 2007 :4). Belajar matematika berarti belajar pola dan keteraturan yang berarti belajar menghargai dan menanamkan jiwa yang selalu bersyukur kepada Tuhan. Hal ini akan tercipta jika setiap proses mempelajari matematika dapat menanamkan nilai kehidupan yang berguna bagi siswa.

Penilaian Matematika

Sebuah penilaian tidak hanya dilihat dari hasil belajar peserta didik.

Namun, penilaian dapat juga dilakukan saat proses kegiatan pembelajaran

(6)

berlangsung. Guru dapat mengamati keaktifan peserta didik saat mereka melakukan pembelajaran. Misalnya saja, pada saat peserta didik melakukan pembelajaran yang menggunakan alat peraga. Disaat itu, guru dapat menilai siswa yang ikut berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Bisa juga, guru menilai siswa yang memanfaatkan alat peraga yang telah disediakan oleh guru. Dengan begitu, guru dapat menilai siswa yang berperan aktif, kurang aktif, dan yang sama sekali tidak aktif didalam kegiatan pembelajaran. Guru juga dapat menilai mata pelajaran Matematika ini dengan cara tertulis. Guru juga dapat membuat soal evaluasi yang tidak hanya berupa pilihan ganda. Namun, guru dapat membuatnya dengan soal uraian yang membuat siswa untuk menjawabnya dengan pendapatnya sendiri-sendiri. Jadi, guru dapat mengetahui atau mengukur keberhasilan siswa melalui cara tersebut.

Proses Pembelajaran yang ideal

Siswa sekolah dasar merupakan siswa yang berada di tahap berpikir konkret. Siswa sekolah dasar akan merasa kurang bisa jika dipaksakan untuk berpikir atau mengira-ira saja. Guru harus menggunakan alat bantu siswa untuk berpikir. Sehingga, siswa dapat melihat dan berpikir yang jelas dan pasti.

Di dalam sekolah dasar, ada beberapa mata pelajaran yang harus menggunakan alat perga untuk mempermudah siswa menerima pembelajaran, salah satunya ialah Matematika. Dalam pelajaran Matematika, guru harus berpikir kreatif dan membuat suasana dalam kelas menenangkan. Alat peraga dapat membantu guru dalam kegiatan pembelajaran menjadi lebih nyata. Sehingga, siswa dapat melihat dengan nyata alat peraga yang digunakan dan tidak mengira- ira saja. Kegiatan pembelajran ini dapat didukung dengan penerapan pendekatan PMR.

Dengan penerapan pendekatan PMR berbantuan alat peraga ini, diharapkan hasil belajar siswa mengalami peningkatan menjadi lebih baik ddari sebelumnya. Hasil belajar ini tidak hanya diukur atau dilihat hanya melalui soal- soal evaluasi saja. Namun, dapat dilihat dari keaktifan siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran.

(7)

2.1.2 Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

Teori Matematika Realistik Indonesia (PMRI) pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda padda tahun 1970 oleh Institut Frudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Frudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupaakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari- hari.

Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) sudah melalui proses uji coba dan penelitian lebih dari 25 tahun, implementasinya telah terbukti berhasil merangsang penalaran dan kegiatan berpikir siswa. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pembelajaran matematika di sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran.Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pendidikan matematika yang telah dikembangkan di Nederlands dengan nama Realistic Matematics Education (RME). Kata “realistic ” diambil dari klasifikasi yang dikemukakan oleh Treffers (Makmud, 2009:6) yang mengelompokkan pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika berdasarkan komponen proses matematisasinya, yakni matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal, ke dalam empat macam pendekatan yaitu:

a. Pendekatan mekanistik, yaitu pendekatan yang lebih memfokuskan pada artian yang mnghafal rumus-rumus, sedangkan aspek matematisasinya yakni matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.

b. Pendekatan empiristik, yaitu pendekatan yang lebih menekankan pada matematisasi horizontal dan cenderung mengabaikan matematisasi vertikal.

c. Pendekatan strukturalis, yaitu pendekatan yang menekankan pada matematisasi vertikal dan cenderung mengabaikan metematisasi horizontal.

d. Pendekatan realistik, pendekatan yang memberi perhatian yang seimbang antara matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.

(8)

Proses matematisasi horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol.

Proses ini meliputi proses informal yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal. Sedangkan proses matematisasi verikal, merupakan proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika, antara lain meliputi proses menyatakan suatu formal (rumus).

Karakteristik Matematika Realistik

Karakteristik yang ada dalam pendekatan PMR atau pendekatan ini sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar karena dalam pendekatan PMR terdapat beberapa karakteristik yang mengarahkan siswa dalam pembelajaran harus melalui proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi serta proses pembelajaran menggunakan pendekatan PMR. Beberapa karakteristik pendekatan matematika realistik menurut Treffers (1987) merumuskan lima karakteristik sebagai berikut:

a. Penggunaan Konteks

Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pemebelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, pengguunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa.

Manfaat lain penggunaan kontek di awal pembelajaran adalah untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika (Kaiser dalam De Lange, 1987).

b. Penggunaan model untuk matematisasi progrresif

Penggunnaa model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika formal. Perlu dipahami bahwa model tidak selalu merujuk pada alat peraga.

“Model” merupakan suatu alat “vertikal” dalam matematika yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi (yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal) karena model merupakan tahapan proses transisi level informal menuju level matematika formal. Secara umum ada dua macam model dalam Pendidikan Matematika Realistik, yaitu model of dan model for.

c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

(9)

Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh ssiswa maka dalam Pendidikan Matematika Realistik siswa ditempatkan sebagai subyek belajar.

Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan dipeoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan kontruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika.

d. Interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomuniksikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatn interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.

e. Keterkaitan

Pendidikan Matematika Realistik menempatkan keterkaitan (intertwinement) antar konsep maatematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaita ini, suatu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan)

Berdasarkan karakteristik tersebut maka PMR itu bertolak dari masalah- masalah yang kontekstual dan dari sana siswa membahas pematematikaan masalah tersebut kemudian menyelesaikanya secara matematis.

Meninjau karakteristik interaktif dalam pembelajaran matematika realistik di atas tampak perlu sebuah rancangan pembelajaran yang mampu membangun interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan lingkungannya.

(10)

Langkah – langkah Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

Langkah-langkah dalam Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik menurut Van Reeuwijk (dalam Wahyudi dan Kriswandani, 2010), sebagai berikut:

Tabel 2.2

Langkah-langkah dalam Pendekatan PMR Langkah

Pertama

Memahami masalah/soal konteks guru memberikan masalah/persoalan kontekstual dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.

Langkah Kedua

Menjelaskan masalah kontekstual. Langkah ini dilaksanakan apabila ada siswa yang belum paham dengan masalah yang diberikan. Langkah ini sesuai dengan karakteristik PMR, yaitu adanya interaksi antara siswa dengan guru maupun dengan siswa lain.

Langkah Ke tiga

Menyelesaikan masalah kontekstual siswa secara kelompok atau individu. Dalam menyelesaikan masalah atau soal siswa diperbolehkan berbeda dengan siswa yang lain. Ini sesuai dengan karakteristik PMR, yaitu menggunakan model-model (matematisasi).

Langkah Ke empat

Membandingkan dan mendiskusikan jawaban. Guru memfasilitasi diskusi dan menyediakan waktu untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara kelompok, dan selanjutnya dengan diskusi kelas.

Langkah ini sesuai dengan karakteristik PMR, yaitu menggunakan kontribusi siswa dan interaksi antar siswa satu dengan yang lain.

Langkah Ke Lima

Menyimpulkan hasil diskusi. Guru mengarahkan siwa untuk menarik kesimpulan suatu konsep, kemudian guru meringkas atau menyelesaikan konsep yang termuat dalam soal.

Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan PMR

Kelebihan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

Kelebihan pembelajaran matematika realistik Menurut Suwarsono (dalam Hadi, 2003) kelebihan pembelajaran matematika realistik antara lain:

1. Memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.

2. Matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh orang lain tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar matematika.

3. Cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak usah harus sama antara orang yang satu dengan yang lainnya.

(11)

4. Mempelajari matematika proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk mempelajari metematika orang harus menjalani sendiri proses itu dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan guru.

5. Memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran lain yang juga dianggap unggul yaitu antara pendekatan pemecahan masalah, pendekatan konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran yang berbasis lingkungan.

Kelemahan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

Kelemahan pembelajaran realistik menurut Suwarsono (dalam Hadi,2003),yaitu :

1. Pencarian soal-soal yang kontekstual tidak terlalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa.

2. Penilaian dan pembelajaran matematika realistik lebih rumit dari pada pembelajaran mekanistik.

3. Pemilihan alat peraga harus cermat sehingga dapat membantu proses berfikir siswa.

2.1.3 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan siswa sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Menurut Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Sama halnya dengan Purwanto (2011:46) hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi ia mengatakan bahwa hasil belajar dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

(12)

Ada 3 macam hasil belajar yang dituli oleh Airasian, dkk (2001) berdasarkan cara belajar, yaitu :

1. Tiada aktivitas belajar. Siswa membaca pengetahuan secraa sepintas dan merasa yakin akan mampu menyelesaikan masalah/tes yang diberikan. Akan tetapi dia hanya mampu menyebutkan sedikit pengetahuan dasar/luarnya saja.

2. Belajar menghafal. Pada dasarnya siswa dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diberikan, karena dia membaca dan menghafal sehingga mampu mengingat seluruh pengetahuan. Akan tetapi pada saat diberi masalah yang harus dianalisi, dia tidak bisa. Dia tidak dapat menstransfer pengetahuannya ke hal yang baru.

3. Belajar yang bermakna. Siswa akan mampu menganalisis pengetahuan/

informaasi yang diberikan karena dia tidak hanya sepintas/menghafal saja dalam proses menstransfer pengetahuan yang diberikan, akan tetapi juga memaknai tiap pengetahuan tersebut sehingga dia paham dan mampu menggunakan pengetahuan tersebut pada masalah-masalah baru.

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurinayah, 2012 yang berjudul

“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Alat Peraga Bangun Datar Berdasarkan Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik Siswa Kelas V Semester II SDN Mangunsari 06 Salatiga” menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh terjadi peningkatan hasil belajar matematika pokok bahasan sifat- sifat bangun datar siswa kelas V semester II. Hasilnya dapat dilihat pada rata-rata kondisi awal 62,5, siklus I 84,14, dan siklus II 85,14. Peningkatan hasil belajar matematika pada kondisi awal ke siklus I sebesar 35,72% dan dari siklus I ke

(13)

siklus II sebesar 14,28%.Dengan nilai maksimal kondisi awal 82 dan nilai minimalnya 49, pada siklus I dengan nilai maksimal 100 dan nilai minimalnya 34, dan pada siklus II dengan nilai maksimal 100 dan nilai minimal 67. Pada penilitian yang dilakukan mengalami peningkatan dari pra siklus, siklus I dan siklus II.

Penelitian yang sejalan dengan penelitian ini dilakukan juga oleh Dewirawati, 2012 dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan Menerapkan Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa Kelas V SDN Mangunsari 05 Salatiga Kecamatan Sidomukti Semester II Tahun Ajaran 2011/2012” menunjukkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah diterapkannya Pendekatan Matematika Realsitik pada siswa kelas V.

Hal ini tampak adanya peningkatan dari data awal (pra siklus) 45% atau sekitar 18 siswa dari 40 siswa telah mencapai nilai ≥KKM, pada Siklus I meningkat menjadi 82.5% atau sekitar 33 siswa dari 40 siswa telah mencapai nilai ≥KKM kemudian pada Siklus II 100% atau 40 siswa kelas V SD Negeri 05 Mangunsari Salatiga Kecamatan Sidomukti Semester II Tahun Ajaran 2011/2012 mencapai nilai

≥KKM semua.

Penelitian juga yang sesuai juga dilakukan oleh Handayani Rini, 2013 dengan judul “Peningkatan Efektivitas Belajar Matematika Melalui Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Berbantuan Alat Peraga pada Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 3 Karangwuni Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013” menunjukkan bahwa efektivitas belajar matematika meningkat setelah penerapan pendidikan matematika realistik berbantuan alat peraga. Peningkatan dapat terlihat dari aktivitas guru dan siswa pada saat pembelajaran, nilai rata-rata kelas dan jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal yaitu =65 atau dapat dilihat dari indikator keberhasilan yaitu =75%. Pada Siklus I hasil observasi aktivitas guru mencapai 71,6%, hasil observasi aktivitas siswa mencapai 51,7%, memperoleh nilai ratarata 66,5 dan siswa yang telah tuntas belajar sebanyak 59,1%. Pada Siklus II hasil observasi aktivitas guru meningkat dengan persentase 91,7%, hasil observasi aktivitas siswa juga meningkat dengan persentase 75,4%, diperoleh nilai rata-rata

(14)

82,7 dan 90,9% siswa tuntas. Pendidikan matematika realistik berbantuan alat peraga dilaksanakan dengan pembelajaran yang disesuaikan dengan standar proses pendidikan dapat meningkatkan efektivitas belajar siswa karena siswa dilatih untuk membangun pengetahuan sendiri melalui peyelesaian masalah realistik dengan bekerjasama dalam kelompok dan memanfaatkan alat peraga sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan latar belakang masalah dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran masih berpusat pada guru, yang menjadikan guru sebagai sumber utama dan siswa bersifat pasif. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai perlu adanya inovasi pembelajaran.

Pendekatan PMR merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Matematika sebagai studi tentang objek abstrak tentu saja sangat sulit untuk dapat dipahami oleh siswa-siswa SD yang belum mampu berpikir formal, sebab orientasinya masih terkait dengan benda-benda konkrit, sehingga dalam pembelajaran matematika realistik dapat digunakan alat peraga. Dalam PMR siswa membangun sendiri pengetahuannya sehingga siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika. PMR juga melatih siswa untuk terbiasa berpikir serta melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya. Siswa menjawab soal dengan benar dan dapat mengungkapkan alasan atas jawaban mereka. Siswa dapat menjawab soal dengan menggunakan rumus dan mengetahui dari mana asal rumus tersebut. Dengan demikian, dalam PMR siswa didorong untuk aktif bekerja, bahkan diharapkan dapat membangun sendiri pengetahuan yang diperolehnya.

Langkah-langkah dari pendekatan PMR adalah sebagai berikut : 1. Menerima permasalahan tentang pembagian.

2. Menyimak penjelasan pembagian menggunakan permainan dakon.

3. Membentuk kelompok diskusi (@siswa).

(15)

4. Menyelesaikan masalah dengan permainan dakon.

5. Menyampaikan hasil diskusi kelompok.

6. Menyimpulkan hasil diskusi kelompok.

Pendekatan PMR ini diharapkan siswa akan mampu membangun sesuatu yang baru dalam pembelajaran. Selanjutnya pengertian dari hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Pendekatan PMR pembelajaran matematika dapat diukur melalui 3 aspek yang meliputi, aspek afektif yaitu menerima permasalahan tentang pembagian dan menyimak penjelasan pembagian menggunakan permainan dakon. Sedangkan aspek psikomotorik yaitu membentuk kelompok diskusi, menyelesaikan masalah dengan permainan dakon, menyampaikan hasil diskusi kelompok, dan nenyimpulkan hasil diskusi kelompok. Selanjutnya aspek kognitif diukur dari butir soal tes setelah siswa melakukan langkah-langkah pendekatan PMR. Hasil belajar matematika mencakup skor non tes dan skor tes.

Pendekatan PMR ini diharapkan siswa akan mampu membangun sesuatu yang yang merupakan bentuk hasil belajar. Penjelasan lebih rinci akan disajikan pada gambar 2.1 berikut ini.

(16)

Hal tersebut dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Gambar 2.1

Skema Peningkatan Hasil belajar Matematika melalui Pendekatan PMR Pembelajaran

konvensional

Hasil belajar siswa < 𝐾𝐾𝑀

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik

Langkah 1

Siswa menerima permasalahan tentang pembagian.

Langkah 6

Trampil menyimpulkan hasil diskusi kelompok

Langkah 5

Trampil menyampaikan hasil diskusi kelompok

Langkah 4

Trampil menyelesaikan masalah pembagian dengan permainan

dakon.

Langkah 2

Menyimak penjelasan pembagian menggunakan permainan dakon.

TES

PENGUKURAN

Butir Soal Kognitif

Rubrik Afektif.

Rubrik Psikomotor

Skor Non Tes

Skor Tes Skor Hasil

Belajar Langkah 3

Membentuk kelompok

(17)

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Peningkatan hasil belajar Matematika diduga dapat diupayakan melalui pendekatan PMR berbantuan permainan tradisional dakon siswa kelas 2 SD Negeri Sidomukti 04 Bandungan Semarang semester II tahun pelajaran 2015/2016.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa variabel sosial, pribadi dan psikologis berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku konsumen dalam pembelian

selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk melaksanakan program KKN SISDAMAS ini;5. Ramdani Wahyu

Ciri khas yang melekat pada binary search tree ini yang bisa juga dibilang sebagai keunggulan dari BST adalah peletakan isi dari nodenya yang terurut berdasarkan

Pelingkupan No Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan Pengelolaan Lingkungan yang Sudah Direncanakan Komponen Rona Lingkungan Terkena

Manakala sekiranya hukuman cambuk itu bagi kesalahan yang dilakukan oleh banduan ketika berada di bawah penjagaan penjara maka prosedur bagi pelaksanaan hukuman cambuk

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan atau field research dengan pendekatan yang digunakan adalah normatif dan yuridis. Pendekatan normatif yaitu pendekatan masalah

Penyelenggaraan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) bidang lomba Cipta dan Baca Puisi Tingkat Provinsi bagi peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Jawa

3 Tahun 1997 mengenai tenggang waktu pemblokiran menyatakan karena Penggugat mengajukan surat permohonan blokir pada tanah pada tanggal 24 juni 2009 sehingga