BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Prinsip Kajian Pragmatik dalam Penggunaan Bahasa
Pragmatik adalah ilmu studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar yang mana makna tersebut berkaitan dengan tuturan, yaitu suatu kalimat yang diujarkan yang sesuai dengan konteks sesungguhnya yang disampaikan. Leech (1993:8) mengatakan bahwa tuturan tersebut memiliki situasi ujar, yaitu pembicara dengan lawan bicara, makna pembicaraan dan maksud pembicaraan tersebut.
Perkataan tutur adalah suatu langkah dalam pragmatik yang menggambarkan tindak tutur antara penutur dengan petutur. Sedangkan, pragmatik merupakan tuturan di dalam aktivitas komunikasi antara penturur dan petutur dimana penutur mengutarakan konteks yang dapat diterima oleh penutur baik tersirat maupun tersurat dengan mempertimbangkan petutur, tundak tutur, maupun maksud yang disampaikan oleh penutur apakah dapat diterima menurut Rustono (1999:17).
Penutur dan petutur adalah objek dari pragmatik dimana pragmatik memiliki wacana konsep yaitu komunikasi maupun konteks yang memiliki hubungan antara bahasa dan maksud yang terkandung di dalamnya. Hal tersebut berhubungan dengan konteks yang dibuat oleh penutur untuk menyampaikan maksud dengan cara komunikasi kepada petutur. Kesamaan pemahaman terkait dengan konteks dan maksud yang disampaikan antara penutur dengan petutur adalah sangat penting agar tidak terjadi kesalahpahaman dengan mempertimbangkan baik buruknya suatu konteks yang diangkat serta dijelaskan dalam situasi tutur.
Peran dari situasi tutur adalah sebagai suatu penilaian pengungkapan baik buruk suatu konteks yang akan diutarakan oleh penutur kepada petutur dalam bentuk komunikasi berbahasa. Sehubungan dengan hal itu, bahwa pertimbangan dalam aspek situasi tutur antara lain penutur, petutur, konteks, tujuan tuturan, serta penggunaan kata verbal (Leech, 1993:19-22).
2.2 Kesantunan Berbahasa
Penerapan bahasa yang santun berhubungan dengan kesantunan berbahasa yang secara sistematis melalui dasar bahasa (Chaer 2010:6) mengatakan jika interaksi antar manusia di dalam masyarakat selalu menggunakan bahasa sebagai sarananya. Norma yang terdapat dalam bermasyarakat harus disertakan dalam tiap tindakan tutur agar tercipta keselarasan yang diatur dalam tata cara berbahasa atau etika berbahasa. Kesantunan berbahasa melibatkan penutur dan petutur dengan memperhatikan norma-norma yang berlaku di masyarakat dalam berinteraksi, dengan begitu keselarasan di masyarakat dapat tercipta berkat adanya kesantunan dalam berbahasa.
Seperti saat suatu komunikasi, penyampaian yang diujarkan oleh seseorang harus santun serta dapat dimengerti sehingga dapat tercapainya bahasa yang santun di setiap langkah berbahasa. Bahasa yang santun harus digunakan dalam keadaan apapun, baik dalam berpidato maupun saat bercanda dengan sesama, termasuk juga dalam meminta tolong maupun mengucapkan terima kasih. Oleh karena itu, Pranowo (2009:5) mengemukakan dalam komunikasi, bahasa yang baik dan benar menciptakan kesantunan dalam berbahasa.
Kesantunan berbahasa sebenarnya merupakan cara yang ditempuh oleh penutur di dalam berkomunikasi agar petutur tidak merasa tertekan, tersudut, atau tersinggung. Dalam berbahasa, Markhamah (2009:153) menjelaskan penutur harus memahami situasi yang baik agar tuturan yang disampaikan kepada petutur dapat diterima dengan baik dengan memperhatikan keadaan serta perasaan petutur ketika menerima tuturan tersebut.
Para ahli bahasa seharusnya memperhatikan prinsip kesantunan berbahasa agar dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Kesantunan berbahasa selain dapat memperhalus komunikasi berbahasa, dapat juga dapat memperbaiki sedikit demi sedikit sifat seseorang. Pemakaian bahasa yang baik dan benar dapat menggambarkan sifat dan watak seseorang yang baik juga (Pranowo 2009:31).
Penutur yang memahami kesantunan berbahasa ditandai dengan memperhatikan makna serta maksud yang disampainya kepada petutur dan juga tidak melampaui batasan hak kewajibannya. Fraser (dalam Chaer 2010:47) mengatakan bahwa strategi berbahasa penting di dalam kesantunan berbahasa.
Kesantunan berbeda dengan penghormatan. Penghormatan adalah bagian dari aktivitas yang berfungsi sebagai pernyataan menghargai objek dengan cara pemberian sesuatu secara simbolis. Penutur di dalam interaksi dan berkomunikasi di dalam masyarakat harus memperhatikan aturan-aturan yang berlaku agar dapat terjaga maksud yang diutarakan secara santun dan tidak menyinggung petutur menurut Asmah (2007: 9).
Pembicara sepatutnya berhati-hati dalam menerapkan tutur katanya sehingga apa yang disampaikan dapat dimengerti dan enak didengar tanpa menyakiti hati penerima. Perilaku berhati-hati dalam bertindak termasuk juga di dalam kesantunan selain sifat yang dimilikinya, sehingga dapat menarik kesimpulan yang sama dengan pendapat Asmah (2007: 2) bahwa gerak laku, penggunaan bahasa serta sifat seseorang merupakan dimensi untuk terciptanya budi di dalam masyarakat sesuai dengan norma yang berlaku.
2.2.1 Ciri-ciri Berbahasa Santun
Bahasa merupakan sarana di dalam bermasyarakat dalam bentuk budaya.
Bahasa berperan di dalam perubahan budaya secara langsung. Terkait dengan peran bahasa dalam kesantunan berbahasa, Pranowo (2012:103-104) menjelaskan tujuh faktur yang berkaitan dengan bahasa yang santun, yaitu angon rasa, adu rasa, empan papan, rendah hati, sikap hormat, sikap tepa selira, dan pemakaian diksi yang tepat.
Indikator kesantunan angon rasa adalah penutur memperhatikan suasana hati petutur agar petutur merasa nyaman dengan penutur. Adu rasa adalah kesamaan keinginan maksud, antara penutur dengan petutur sehingga dapat tercapai tujuan bersama. Empan papan adalah ketika penutur harus memperhatikan keadaan petutur agar tuturan yang disampaikan dapat diterima petutur.
Indikator kesantunan berikutnya adalah sifat rendah hati, dimana penutur merendahkan dirinya di hadapan petutur ketika akan mengutarakan tuturannya.
Sikap hormat yaitu penutur harus melihat bahwa petutur kedudukannya lebih tinggi dari penutur. Sikap tepa selira adalah penutur harus memelihara komunikasinya secara baik dan benar. Dengan demikian dapat disampaikan pembicara juga dapat tersampaikan perasaannya oleh penerima. Pemilihan kata yang sesuai dengan apa yang dimaksudkan saat penyampaian yaitu dalam percakapan terdapat kata
“permisi” untuk mengawali percakapan kepada yang lebih tua, “terima kasih” untuk menyampaikan rasa penghormatan atas bantuannya, maupun “maaf” untuk menyampaikan rasa bersalahnya kepada orang lain.
2.2.2 Bentuk Kesantunan Berbahasa
Kesantunan berbahasa merupakan tahapan yang di pakai penutur dalam berkomunikasi agar penutur tidak merasa tertekan saat berbicara dengan lawan tutur sehingga dapat menciptakan situasi yang santun antara satu sama lain. Bentuk kesantunan berbahasa ialah satuan tuturan yang menunjukkan adanya kesantunan berbahasa yang diterapkan dalam aspek maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim kerendahan hati, maksim pujian, maksim kesepakatan, dan maksim kesimpatian yang dinyatakan dalam kata, frasa, ataupun kalimat. Berbicara mengenai bentuk kesantunan berbahasa, peneliti akan menjabarkan bentuk tersebut berdasarkan pengertiannya.
Kata adalah satuan bebas terkecil atau setiap satuan bebas merupakan kata (Ramlan, 1987:33). Kata sendiri merupakan satuan bahasa yang mempunyai sebuah pengertian atau mempunyai satu arti dengan diapit dua spasi.
Chaer (1994:222) mendefinisikan frasa adalah gabungan dua kata atu lebih yang sifatnya tidak prediaktif. Frasa sendiri merupakan suatu kesatuan yang berfungsi sebagai bagian dari susunan yang lebih besar.
Kridalaksana (2001:92) menjelaskan kalimat adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, mempunyai pola, dan membentuk satuan bebas misalnya salam, jawaban, ucapan, dan sebagainya.
Secara lengkap menurut Leech (1993:206) mengemukakan bahwa bentuk kesantunan berbahasa dapat didasarkan pada kaidah-kaidah, yaitu suatu kajian yang berisi makna yang berkaitan dengan baik buruknya suatu kalimat yang diutarakan pembicara dan harus dipatuhi dan terlihat santun.
Oleh karena itu, dapat dipertegas bahwa bertutur kata yang kurang baik dapat mengakibatkan setiap orang dapat mengambil peran secara aktif yang berujung aktivitas asosial. Leech menjabarkan bentuk kesantunan berbahasa meliputi maksim kebijaksanaan (tact maxim), diharapkan agar para peserta tutur hendaknya berpegang dengan prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan
memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Contoh maksim kebijaksanaan adalah sebagai berikut:
A: “Silahkan dimakan sotonya! Di dalam masih banyak, kok.”
B: “Terima kasih atas makanannya. Enak sekali ya sotonya. Resepnya apa ini sehingga enak seperti ini?”
Dalam tuturan diatas dapat dikatakan bahwa apa yang disampaikan oleh A dapat memaksimalkan keuntungan B dengan cara menanyakan resep soto kepada A.
Maksim kedermawanan (generosity maxim) adalah peserta tutur dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila penutur dapat mengurangi keuntungan bagi diri sendiri dan ditambah dengan pengorbanan diri sendiri. Contoh maksim kedermawanan adalah sebagai berikut:
A: “Sepertinya motorku baru saja rusak.”
B: “Pakai saja motorku, hari ini saya tidak menggunakannya.”
Dalam tuturan diatas dapat dikatakan bahwa B berusaha untuk memaksimalkan keuntungan A dengan cara meminjamkan motornya kepada A.
Maksim pujian (approbation maxim) atau maksim penghargaan di jelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. Pada maksim ini, diharapkan agar para peserta tutur tidak saling mengejek serta mengharuskan peserta tutur memaksimalkan pujian terhadap orang lain dan meminimalkan kecaman kepada orang lain. Contoh maksim pujian adalah sebagai berikut:
A: “Penampilan aktraksinya bagus sekali ya!”
B: “Memang bagus sekali, dia seperti mencurahkan segalanya pada penampilannya!”
Dalam tuturan diatas dapat dikatakan bahwa mereka memuji penampilan pihak lain dan mereka sebagai penonton sebuah aktraksi sirkus yang dilakukan oleh pihak lain.
Maksim kerendahan hati (modesty maxim) di jelaskan bahwa peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap
dirinya sendiri. Contoh maksim kerendahan hati adalah sebagai berikut: “Terimalah sedikit hadiah ini sebagai bentuk penghargaan kami atas prestasi anda.”
Tuturan tersebut menggambarkan bahwa penutur mengecilkan sebuah hadiah yang diberikan kepada petutur dan bisa saja menurut petutur hadiah tersebut bernilai tinggi meskipun kecil.
Maksim kesepakatan (agreement maxim) menekankan agar peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau pemufakatan di dalam kegiatan bertutur dan meminimalkan ketidakkesepakatan di antara peserta tutur. Contoh maksim kesepakatan adalah sebagai berikut:
A: “Ayo nanti malam kita pergi ke bioskop. Ada film bagus yang saat ini lagi naik daun.”
B: “Boleh, nanti saya jemput ya di tempat biasanya.”
Dalam tuturan tersebut dapat dikatakan bahwa adanya kesepakatan antara A dan B dalam rencana untuk ke bioskop bersama. Dalam tuturan tersebut B menyetujui ajakan A.
Maksim kesimpatian (sympathy maxim) mengharuskan agar peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya dan meminimalkan sikap antipati terhadap lawan tutur akan dianggap sebagai tindakan yang santun. Contoh maksim kesimpatian adalah sebagai berikut:
A: “Hari ini kakekku meninggal di rumah sakit.”
B: “Saya turut berduka cita atas meninggalnya kakekmu.”
Dalam tuturan tersebut menggambarkan bahwa B ikut merasakan duka yang dialami oleh A atas meninggalnya kakek A.
Kesimpulan terhadap teori kesantunan Leech, yaitu maksim kebijaksanaan (tact maxim), maksim kedermawanan (generosity maxim), maksim pujian (approbation maxim) dan maksim kerendahan hati (modesty maxim) adalah maksim yang mendeskripsikan menguntungkan atau merugikan pembicara dan lawan bicaranya secara maksimal atau minimal dengan cara penghormatan ataupun melihat keadaan lawan bicaranya sebagai objek maksim tersebut. Maksim kesepakatan (agreement maxim) dan maksim kesimpatian (sympathy maxim) adalah
maksim yang menggambarkan apakah pembicara tersebut dinilai baik atau buruk di hadapan lawan bicaranya.
2.2.3 Makna Kesantunan Berbahasa
Dalam berkomunikasi, tuturan dapat dijabarkan dari segi makna. Makna dapat dikategorikan dalam muka yang diartikan sebagai citra diri yang dapat dilihat dari satuan tuturan. Pandangan pragmatik mengklaim bahwa makna merupakan maksud tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya. Yule dalam Nugraheni (2010:391) mengatakan makna dalam kajian pragmatik berupa makna seseorang dalam suatu konteks tertentu dan bagaimana konteks tersebut mempengaruhi konteks tuturan.
Makna kesantunan yang ingin disampaikan dalam penelitian kesantunan memiliki makna yang santun dan baik dengan cara memuji orang lain, menguntungkan orang lain, dan mengasihi orang lain. Makna kesantunan pada penelitian ini adalah makna berupa memberikan perhatian, makna berupa memberikan apresiasi, makna berupa pemilihan bahasa, dan makna berupa memberikan dorongan.
2.2.4 Konteks Kesantunan Berbahasa
Leech (1993:13) mengatakan jika konteks sebagai suatu pemahaman yang dilatarbelakangi oleh penafsiran penutur yang berisi makna tuturan. Dengan kata lain, pragmatik dan konteks tuturan saling berkaitan. Konteks tidak hanya berasal dari lingkungan tuturan, tetapi bisa juga situasi tutur maupun lingkungan tempat tuturan tersebut berada. Dapat disimpulkan bahwa konteks adalah suatu pemahaman yang melatarbelakangi antara penutur dengan petutur sehingga menjadi sarana yang memperjelas maksud dan makna tutur tersebut.
Djajasudarma (2012:25-27) menyatakan jika, sebuah konteks tuturan harus dapat memenuhi 8 komponen. Komponen pertama, latar (setting & scene) merupakan penggambaran mengenai waktu, suasana, dan tempat terjadinya suatu peristiwa percakapan, sedangkan scene merupakan peristiwa tutur yang mengacu pada suasana psikologis dan menyertai peristiwa tuturan sehingga menghasilkan sebuah wacana. Kedua yaitu peserta, orang yang ikut serta atau terlibat dalam bagian percakapan seperti penutur, lawan tutur, dan pendengar. Ketiga adalah hasil, sesuatu yang memiliki maksud atau sebuah tujuan yang ingin dicapai oleh penutur
dalam percakapan tersebut. Keempat yaitu amanat, sebuah pesan yang disampaikan terhadap suatu bentuk ujaran dan isi dari ujaran. Hal tersebut meliputi pemilihan kata yang dipakai, seperti apa penggunaannya serta bagaimana hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik yang sedang dibicarakan. Kelima yaitu cara, mengacu pada nada tinggi rendahnya bunyi, ketepatan pengucapan dan irama dalam dialog, energi pengucapan, misalnya dengan keadaan hati yang sedang gembira, sedih, marah, kecewa, dan sebagainya. Keenam merupakan sarana, segala sesuatu yang dapat digunakan misalnya dengan menggunakan bahasa lisan, bahasa tertulis maupun bahasa isyarat, bahasa resmi maupun tidak resmi dan ragam variasi bahasa lainnya. Ketujuh yakni norma, ketentuan yang mengikat pada tindakan oleh peserta percakapan. Kedelapan adalah jenis, macam-macam bentuk penyampaian, misalnya berupa sebuah dialog, monolog, ungkapan, pidato dan lain-lain
Rustono (1999:20) mengatakan konteks merupakan sarana penjelas dalam suatu maksud. Sarana meliputi dua macam yaitu bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud dan bagian situasi yang berhubungan dengan kejadian. Konteks bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan suatu maksud disebut dengan ko-teks. Sedangkan konteks bagian situasi yang berhubungan dengan kejadian disebut dengan konteks.
Berdasarkan defini konteks di atas, dapat disimpulkan bahwa konteks merupakan peristiwa tutur yang terdapat ujaran yang dimaksudkan serta membangun prinsip-prinsip kesantunan berbahasa dan sopan santun dalam proses komunikasi, sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai secara efektif.
2.3 Program Mata Najwa
Diskusi merupakan salah satu jenis percakapan yang ada di dalam proses wawancara (Morissan, 2008: 212). Diskusi panel atau dialog interaktif merupakan suatu acara program yang berisi 2 atau lebih anggota sebagai pembicara atau pemberi saran dengan diawasi oleh moderator sebagai pengawas agar berjalan sesuai dengan koridornya. Program dialog interaktif yaitu suatu program acara yang menampilkan moderator disertai dengan narasumber yang kredibel dan biasanya membahas persoalan atau fenomena yang menarik perhatian atau bisa saja disertai dengan pertanyaan dan jawaban.
Diskusi panel yaitu acara media massa yang berisi beberapa orang dengan penengah yang bertindak sebagai moderator dengan membahas suatu permasalahan yang terjadi saat itu dengan tujuan memperkaya wawasan audience mengenai permasalahan dengan disertai dengan tanggapan dan berakhir dengan kesimpulan bersama. Program diskusi panel kurang diminati dikarenakan dalam acara tersebut orang-orang yang ada di dalam program tersebut hanya membicarakan permasalahan yang diangkat saja dan tidak adanya tindakan-tindakan yang mengundang rasa penasaran audience (Yosef, 2009: 40). Namun, terdapat salah satu program yang ada di Trans 7 yaitu Mata Najwa ini memberikan kesan yang berbeda pada khalayak umum.
Program acara Mata Najwa mendapatkan atensi serta apresiasi di masyarakat dikarenakan kemampuan Najwa Shihab sebagai moderator dalam membawa suatu topik pembicaraan yang saat ini hangat dibicarakan di masyarakat dan mengundang berbagai narasumber terkait dengan kredibilitas yang tidak perlu diragukan lagi. Pemberian ilustrasi, baik verbal maupun visual bisa jadi menambah keterpikatan acara ini sehingga membantu masyarakat awam untuk ikut serta menyimak dan mengikuti alur pembicaraan yang dibawa oleh Najwa Shihab.