A. Penelitian yang Relevan
1. Bahasa Humor pada Kartun Seri Banyumasan Wis Gunane Rekasa Karya Cipto Pratomo oleh Nining Setyowati, NIM 0301040016, tahun 2009
Persamaan pada penelitian yang berjudul Bahasa Humor pada Kartun Seri Banyumasan Wis Gunane Rekasa Karya Cipto Pratomo dengan penelitian peneliti yang berjudul Tipe Humor Tuturan Tokoh dalam Rubrik “Mblaketaket” pada Koran Radar Banyumas Edisi Januari 2016 yaitu keduanya merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan meneliti tentang tipe humor. Keduanya sama-sama menggunakan
metode simak dengan teknik lanjutannya yaitu Simak Bebas Libat Cakap (SBLC),
dengan tiga tahap penelitian yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan
tahap penyajian hasil analisis data.
Karya Cipto Pratomo. Penelitian yang berjudul Tipe Humor Tuturan Tokoh dalam Rubrik “Mblaketaket” pada Koran Radar Banyumas Edisi Januari 2016 bertujuan untuk mendeskripsikan tipe humor yang ada dalam wacana tuturan tokoh dalam rubrik
“Mblaketaket”pada KoranRadar Banyumasedisi Januari 2016.
2. Bahasa Humor dalam Tuturan Serial Komedi “Tawa Sutra” di ANTV (Kajian Pragmatik), oleh Ika Widyawati, NIM 0601040038, tahun 2010
Persamaan pada penelitian yang berjudul Bahasa Humor dalam Tuturan Serial Komedi Tawa Sutra di ANTV (Kajian Pragmatik) dengan penelitian peneliti yang berjudulTipe Humor Tuturan Tokoh dalam Rubrik “Mblaketaket” pada Koran Radar Banyumas Edisi Januari 2016 yaitu keduanya merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan meneliti tentang tipe humor. Keduanya sama-sama menggunakan
metode simak, dengan tiga tahap penelitian yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis
data, dan tahap penyajian hasil analisis data.
Penelitian yang berjudul Bahasa Humor dalam Tuturan Serial Komedi Tawa Sutra di ANTV (Kajian Pragmatik) dengan penelitian peneliti yang berjudul Tipe Humor Tuturan Tokoh dalam Rubrik “Mblaketaket” pada Koran Radar Banyumas Edisi Januari 2016 terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut ada pada data dan sumber data. Data penelitian peneliti yaitu tuturan tokoh pada rubrik “Mblaketaket” dalam koran Radar Banyumas edisi Januari 2016. Sedangkan sumber datanya yaitu rubrik “Mblaketaket” dalam koran Radar Banyuamas edisi Januari 2016. Pada penelitian yang berjudul Bahasa Humor dalam Tuturan Serial Komedi Tawa Sutra di ANTV (Kajian Pragmatik) datanya yaitu tuturan dialog serial komedi Tawa Sutra di ANTV
tanggal 12-14 April 2010. Penelitian yang berjudul Tipe Humor Tuturan Tokoh dalam Rubrik “Mblaketaket” pada Koran Radar Banyumas Edisi Januari 2016 bertujuan untuk mendeskripsikan tipe humor yang ada dalam wacana tuturan tokoh dalam
rubrik “Mblaketaket”pada KoranRadar Banyumasedisi Januari 2016.
3. Tipe Humor dalam Tuturan Serial “Stand up Comedy” di Kompas TV 12 Maret sampai dengan 28 Maret 2015, oleh Nurul Fajri Amtari Siwi, NIM 1001040017, Tahun 2016
Persamaan pada penelitian yang berjudul Tipe Humor dalam Tuturan Serial “Stand up Comedy” di Kompas TV 12 Maret sampai dengan 28 Maret 2015 dengan penelitian peneliti yang berjudul Tipe Humor Tuturan Tokoh dalam Rubrik “Mblaketaket” pada Koran Radar Banyumas Edisi Januari 2016 yaitu keduanya merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan meneliti tentang tipe humor. Keduanya
sama-sama menggunakan metode simak, dengan tiga tahap penelitian yaitu tahap
penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data.
Penelitian yang berjudulTipe Humor dalam Tuturan Serial “Stand up Comedy” di Kompas TV 12 Maret sampai dengan 28 Maret 2015 dengan penelitian peneliti yang berjudul Tipe Humor Tuturan Tokoh dalam Rubrik “Mblaketaket” pada Koran Radar Banyumas Edisi Januari 2016terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut ada pada data dan sumber data. Data penelitian peneliti yaitu tuturan tokoh pada rubrik
TV 12 Maret sampai dengan 28 Maret 2015. Penelitian yang berjudul Tipe Humor Tuturan Tokoh dalam Rubrik “Mblaketaket” pada Koran Radar Banyumas Edisi Januari 2016 bertujuan untuk mendeskripsikan tipe humor yang ada dalam wacana tuturan tokoh dalam rubrik“Mblaketaket”pada KoranRadar Banyumasedisi Januari 2016.
B. Wacana
1. Pengertian Wacana
Arti wacana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugono, dkk., 2008: 1804) yaitu ucapan; percakapan; tutur; keseluruhan perkataan atau ucapan yang merupakan
suatu kesatuan; satuan bahasa terlengkap yang realisasinya tampak pada bentuk
karangan utuh. Menurut Sobur (2009: 11) mengatakan bahwa wacana merupakan
rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal yang
disajikan secara teratur, sistematis, dalam kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur
segmental maupun nonsegmental. Menurut Kleden dalam Sobur (2009: 11) menyebut
bahwa wacana merupakan ucapan dalam mana pembicara yang menyampaikan
sesuatu kepada pendengar. Berbeda dengan pendapat Lull dalam Sobur (2009: 11)
wacana berarti cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik
sehingga dapat menimbulkan pemahaman tertentu yang kemudian tersebar secara luas.
Sedangkan menurut Mulyana (2005: 21) wacana adalah wujud atau bentuk bahasa
yang bersifat komunikatif, interpretatif, dan kontekstual. Maksudnya yaitu bahwa
seorang pemakai bahasa menginginkan sebuah dialogis atau terjadinya sebuah dialog.
Dari sebuah dialog tersebut harus dapat saling memahami yang tidak lepas dari sebuah
Dari beberapa pengertian wacana dari Kamus Besar Bahasa Indonesia dan beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan rangkaian ujaran
yang berisi suatu ide yang kemudian disampaikan kepada mitra tutur yang bersifat
komunikatif, interpretatif, dan kontekstual. Wacana yang terbentuk dari sebuah ide
yang disampaikan tersebut kemudian akan tersebar secara luas baik dalam wacana
lisan maupun wacana tulis.
2. Klasifikasi Wacana
Klasifikasi sangat diperlukan yaitu untuk memahami, mengurai, mengurai, dan
menganalisis suatu wacana secara tepat. Ketika akan menganalisis sebuah wacana
harus sudah memahami wacana apa yang dihadapi. Selain memahami juga harus
mampu menguraikan secara rinci dan tepat. Menurut Mulyana (2005: 47-63) wacana
digolongkan menjadi enam yaitu wacana berdasarkan bentuk, wacana berdasarkan
media penyampaiannya, wacana berdasarkan jumlah penutur, wacana berdasarkan
sifat, wacana berdasarkan isi, dan wacana berdasarkan gaya dan tujuan. Berikut ini
klasifikasi wacana secara lebih rinci.
a. Wacana Berdasarkan Bentuk
Berdasarkan bentuknya, Robert E. Longarce dalam Mulyana (2005: 47)
membagi wacana menjadi enam jenis, yaitu: wacana naratif, wacana prosedural,
wacana ekspositori, wacana hortatori, wacana epistoleri, dan wacana dramatik.
Kemudian penggolongan wacana ini dikembangkan oleh Widhawati dalam Mulyana
(2005: 47) menambahkan satu jenis wacana lagi yaitu wacana seremonial. Agar lebih
1) Wacana Naratif
Wacana naratif adalah bentuk wacana yang digunakan untuk menceritakan suatu kisah. Uraiannya cenderung ringkas, sedangkan bagian yang dianggap penting
akan diberi penekanan dan diulang. Wacana naratif ini biasanya digunakan untuk menceritakan sesuatu kepada orang lain tanpa memiliki maksud untuk mempengaruhi maupun mengajak seseorang untuk melakukan sesuatu.
Contohnya pada laporan perjalanan wisata, cerita pendek, dan lain sebagainya.
2) Wacana Prosedural
Wacana prosedural digunakan untuk memberikan petunjuk atau keterangan
bagaimana sesuatu harus dilakukan. Maka dari itu kalimat-kalaimat yang terbentuk bersifat kalimat perintah atau berisi persyaratan-persyaratan yang harus dilakukan agar sesuatu itu dapat terlaksana sebagaimana mestinya.
Wacana prosedural ini biasanya dalam bentuk prosedur atau tata cara melakukan sesuatu agar dapat berjalan sesuai apa yang diinginkan. Contoh dari wacana prosedural yaitu tata cara membuat kue, mengoperasikan sesuatu alat, dan lain sebagainya.
3) Wacana Ekspositori
Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu secara informatif. Bahasa yang
digunakan cenderung denotatif dan rasional. Wacana ini sering digunakan pada
lingkup formal, seperti dalam dunia pendidikan maupun dalam dunia kerja
untuk melaporka sesuatu. Contoh wacana ekspositori diantaranya yaitu makalah,
laporan penelitian, skripsi, dan lain sebagainya.
4) Wacana Hortatori
Wacana hortatori biasanya muncul pada dunia jasa dan dagang. Dunia jasa atau dagang sangat membutuhkan wacana ini karena saat orang atau sebuah perusahaan akan menawarkan sebuah jasa menjual barang dagangan
memerlukan sarana promosi untuk memperkenalkan barang dagangannya kepada khalayak umum.
5) Wacana Dramatik
Wacana dramatik adalah bentuk wacana yang berisi percakapan antar penutur. Wacana dramatik melibatkan setidaknya dua orang, yaitu antara penutur dan mitra tutur. Wacana dramatik sebisa mungkin menghindari sifat narasi
didalamnya. Wacana dramatik sering kita jumpai seperti sebuah pertunjukan drama atau lawakan.
6) Wacana Epistoleri
Wacana epistoleri biasa dipergunakan dalam surat menyurat. Pada umumnya memiliki bentuk dan sistem tertentu yang sudah menjadi kebiasaan atau aturan. Contohnya pada surat dinas, surat perjanjian jual beli, surat kuasa, dan lainsebagainya yang memiliki kaidah tertentu dan harus ditaati.
7) Wacana Seremonial
Wacana seremonial adalah bentuk wacana yang digunakan dalam kesempatan
seremonial (upacara) karena hal ini sangat erat kaitannya dengan konteks situasi dan kondisi yang terjadi dalam seremoni, maka wacana ini tidak digunakan disembarang waktu. Wacana seperti ini sering kita jumpai dalam upacara
keagamaan, upacara militer, upacara adat, dan lainsebagainya.
b. Wacana Berdasarkan Media Penyampaiannya
Berdasarkan media penyampaiannya, wacana dapat dibagi menjadi dua yaitu
1) Wacana Tulis
Wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Berbagai
bentuk wacana sebenarnya dapat diprensentasikan atau direalisasikan dalam
bentuk tulisan. Sampai saat ini tulisan menjadi media yang sangat efektif dan
efisien untuk menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan,
atau apapun yang dapat mewakili kreativitas manusia. Wacana tulis sangat
bermanfaat untuk menyimpan segala informasi pengetahuan manusia. Dengan
adanya wacana tulis, sebuah wacana akan dapat diturunkan kepada generasi
selanjutnya, karena sifat dari wacana tulis yang awet dan nyata dapat dibuktikan
secara visual. Namun wacana tulis memiliki kelemahan yaitu tidak semua gagasan dapat dituangkan dalam bentuk wacana tulis. Wacana tulis memiliki
sifat yang sangat terbatas. Ditinjau dari segi penyimpanan, wacana tulis tidak
efisien.
2) Wacana Lisan
Wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung
dengan bahasa verbal. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan atau
ujaran. Pada dasarnya bahasa pertama kali lahir yaitu dari tuturan atau tuturan,
karena alat ucap yang sebagai alat untuk menciptakan sebuah ujaran. Oleh
karena itu wacana lisan merupakan wacana yang utama dan primer. Berbeda
dengan wacana tulis, wacana lisan tidak seutuhnya dapat diturunkan kepada
generasi selanjutnya, apabila pemilik sebuah gagasan tidak menyampaikan
kepada generasi selanjutnya maka wacana tersebut akan hilang. Wacana lisan
c. Wacana Berdasarkan Jumlah Penutur
1) Wacana Monolog
Wacana monolog yaitu jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang. Umumnya wacana monolog tidak menghendaki dan tidak menyediakan alokasi waktu
terhadap respon pendengar dan pembacanya (Mulyana, 2005: 53). Wacana monolog sebenarnya mengalami perkembangan dari masa ke masa. Wacana monolog dari yang sering kita jumpai yaitu seperti pada ceramah keagamaan, pidato dalam upacara karena penutur tidak menghendaki mitra tutur untuk bertutur. Wacana monolog berkembang menjadi sarana hiburan, seperti pada humor monolog modern yang sering disebut sebagai stand up comedy. Model humor tersebut dituturkan oleh satu orang penutur dengan menceritakan segala sesuatu tanpa adanya keterlibatan mitra tutur untuk menciptakan humor.
2) Wacana Dialog
Wacana dialog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih (Mulyana, 2005: 53). Jenis wacana ini dapat berbentuk wacana lisan maupun wacan tulis. Jika dalam wacana lisan dapat berupa dialog interaktif, sebuah percakapan antara penutur dan lawan tutur. Jika dalam tulis dapat berupa dialog
sekenario, dialog ketoprak, cerita yang didalamnya terdapat tokoh yang saling berdialog.
d. Wacana Berdasarkan Sifat
1) Wacana Fiksi
2) Wacana Nonfiksi
Wacana nonfiksi disebut juga sebagai wacana ilmiah (Mulyana, 2005: 55).
Wacana ini biasanya digunakan dalam lingkungan tertentu seperti lingkungan
kerja, lingkungan formal lembaga pemerintahan, persahaan dan lain sebagainya.
Jenis wacana ini menggunakan bahasa yang ilmiah, lugas, denotatif, dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
e. Wacana Berdasarkan Isi
Klasifikasi wacana berdasarkan isi sangatlah mudah dikenali. Hal ini disebabkan
adanya ruang khusus (rubrik) dalam koran jika dalam wacana tulis. Pada media cetak
sudah mengelompokkan jenis-jenis wacana berdasarkan isinya. Isi wacana sebenarnya
lebih bermakna sebagai nuansa atau muatan tentang hal yang ditulis, disebutkan,
diberitakan, atau diperbincangkal oleh pemakai bahasa (Mulyana, 2005: 56). Berikut
ini klasifikasi wacana berdasarkan isi:
1) Wacana Politik
Sebagian orang beranggapan bahwa dalam dunia politik penuh dengan siasat,
strategi, dan mungkin kelicikan (Mulyana, 2005: 57). Lingkungan politik akan
melahirkan istilah-istilah baru yang memiliki kekhasan sendiri. Ketika orang
mendengar kata tertentu maka orang akan mengetahui bahwa wacana tersebut
merupakan wacana politik. Dalam sebuah wacana politik biasanya
menggunakan sebuah cara, siasat, strategi, dalam melakukan sesuatu. Contoh
wacana politik pada kalimat “Demi mendapatkan suara banyak dalam pemilu,
calon dari partai x melakukan politik uang.” Kalimat ini memiliki kekhasan
2) Wacana Sosial
Wacana sosial berkaitan erat dengan kehidupan sosial dan kehidupan sehari-hari
masyarakat. Masalah yang dibicarakan dalam wacana sosial biasanya berkaitan
dengan masalah sehari-hari misalnya, masalah sandang, pangan, rumah, tanah,
pernikahan, kematian, dan sebagainya (Mulyana, 2005: 58). Sebenarnya wacana
sosial lah yang sangat dekat dengan kehidupan manusia, karena pada dasarnya
manusia merupakan makhluk sosial yang setiap saat akan berinteraksi dan
melakukan aktifitas yang bersinggungan dengan pihak lain. Contoh wacana
sosial yaitu adanya peningkatan gugatan perceraian yang dialakuan seorang istri
menggugat cerai suaminya dengan alasan suaminya tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi.
3) Wacana Ekonomi
Wacana ekonomi berkaitan dengan persoalan ekonomi. Dalam wacana ekonomi
biasanya mengunakan register yang hanya digunakan dalam dunia bisnis dan
ekonomi (Mulyana, 2005: 58). Wacana ekonomi juga sangat dengan kehidupan
kita, karena kehidupan manusia akan berhubungan erat dengan mencukupi
kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Wacana ekonomi juga memiliki
kekhasan seperti halnya wacana politik. Wacana ekonomi memiliki register yang
hanya dimiliki dalam dunia ekonomi. Contoh register yang digunakan dalam
wacana ekonomi yaitu inflasi, komoditas ekspor, impor, dan lain sebaganainya.
4) Wacana Budaya
Wacana budaya berkaitan dengan aktivitas kebudayaan. (Mulyana, 2005: 59).
Sampai saat ini makna budaya atau “kebudayaan” masih menjadi perdebatan.
sebagai ‘kebiasaan, adat istiadat, sikap hidup, dan hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari manusia’. Contoh dari wacana kebudayaan yaitu,ngunduh mantu, upacara ngaben, sembahyang,dan lainsebagainya.
5) Wacana Militer
Wacana militer ini hanya digunakan dikalangan militer. Dalam dunia militer
biasanya meciptakan istilah-istilah khusus yang hanya dikenal dikalangan militer
saja. Istilah yang diciptakan biasanya berupa akronim atau singkatan.
6) Wacana Hukum dan Kriminalitas
Meskipun wacana hukum dan kriminalitas itu berbeda namun keduanya
memiliki hubungan yang sangat erat, karena pada kriminalitas akan menyangkut
hukum sedangkan hukum akan mengelilingi kriminalitas. Contoh: “Tersangka
pelaku pelecehan seksual yang menimpa Mawar bertambah menjadi tiga orang,
kemudian diserahkan kepengadilan setempat.”, yang menjadi ciri khas dari
wacana hukum yaitu adanya kata ‘tersangka dan pengadilan’ dan yang menjadi
ciri khas wacana kriminalitas yiatu ‘pelecehan seksual’.
7) Wacana Olahraga dan Kesehatan
Wacana ini sama halnya dengan wacana hukum dan kriminalitas, di dunia olah
raga dan kesehatan juga dibedakan, meski sebenarnya berkaitan sangat padu dan
bersifat timbal balik. Pada wacana kesehatan berkaitan erat dengan wacana olah
raga misalnya sesorang yang mengalami sakit diabetes terlalu banyak
mengonsumsi gula berlabih namun kurang adanya aktifitas maupun olah raga.
Sedangkan wacana olah raga juga berkaitan erat dengan wacana kesehatan
seperti pada contoh jika seseorang teratur dalam melakukan olah raga maka
f. Wacana Berdasarkan Gaya dan Tujuan
Berdasarkan gaya dan tujuan terdapat wacana iklan, wacana iklan dalam
pembahasan di sini disejajarkan dengan advertising. Iklan merupakan proses komunikasi yang mempunyai kekuatan sebagai sarana pemasaran melalui informasi
yang disampaikan bersifat persuasif atau mengajak. Sedangkan bahasa yang
digunakan dalam wacana iklan sangat khas. Contoh bahasa yang digunakan dalam
wacana iklan yaitu ‘Dapatkan potongan harga hingga 70% bagi Anda yang sedang
berulang tahun hari ini, cukup menunjukkan katu identitas.’ Wacana iklan yang khas
yaitu pada “Potongan harga hingga 70%”, wacana ini muncul bertujuan untuk menarik
pembeli agar membeli barang tertentu.
C. Peristiwa Tutur
1. Pengertian Peristiwa Tutur
Setiap komunikasi berlangsung antar individu pasti akan menyampaikan
informasi berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan maupun emosi secara langsung
(Rohmadi, 2004: 27). Setiap Individu yang menyampaikan ide, gagasan, maksud
maupun emosi secara langsung dalam bentuk verbal maka terjadilah peristiwa tutur.
Sedangkan menurut Suwito dalam Rohmadi (2004: 27) berpendapat bahwa peristiwa
tutur adalah serangkaian tindak tutur terorganisasikan untuk menyampaikan suatu
tujuan. Bertolak dari kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa
tutur adalah serangkaian tindak tutur yang melibatkan dua pihak yaitu antara penutur
(pemberi informasi) dan lawan tutur (penerima informasi) yang membahas suatu
pokok tuturan dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu untuk menyampaikan ide,
Peristiwa tutur tersebut tidak semerta-merta dapat terjadi begitu saja tanpa ada
keterkaitan unsur yang lain. Setiap peristiwa tutur pastilah ada sesuatu yang melatar
belakangi sebuah peristiwa tutur. Menurut Dell Hymes dalam Chaer (2004: 48-49)
bahwa sebuah peristiwa tutur harus memenuhi delapan unsur yang terkenal dalam
akronim SPEAKING. Keterangan dari akronim tersebut sebagai berikut:
S : Setting and Scene(Setting berkenaan dengan waktu dan tempat kapan sebuah tuturan itu terjadi, sedangkan scene mengacu pada kondisi situasi psikologis pembicara).
P : Participant (pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan, bisa pembicara dan pendengar, menyapa dan pesapa, atau pengirim pesan dan penerima pesan).
E :Ends(merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan).
A : Act Sequences (mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran berkenaan dengan kata-kata yang digunakan bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Sehubungan hal itu, dapat dikatakan percakapan sehari-hari, kuliah, pidato, politik, atau humor, merupakan bentuk wacana yang berbeda karena jenis bahasa dan hal yang dikomunikasikan berbeda).
K : Key(mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainnya).
I :Instrumentalitis (mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, surat kabar, televisi, radio, buku, majalah, dan sebagainya).
N : Norm of Interaction and Intrpretation (mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya: berkaitan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya).
G : Genre (mengacu pada jenis penyampaian, seperti: narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.
2. Jenis Tindak Tutur
a. Tindak Tutur Langsung dan Tidak Langsung:
Menurut Wijana dalam Rohmadi (2004: 33) secara formal berdasarkan
modusnya menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogative), dan kalimat perintah (imperative). Kalimat berita yaitu kalimat yang yang hanya memiliki tujuan untuk memberikan informasi tanpa adanya tujuan lain atau orang lain
kalimat untuk menanyakan sesuatu, kalimat tanya harus mendapatkan jawaban dari
lawan tutur, contoh: “Pak Kiwan sedang dimana ya Bu?” kalimat tanya tersebut
membutuhkan jawaban dari lawan tutur untuk menjawa pertanyaan si penutur.
Kalimat perintah yaitu kalimat untuk menyuruh, mengajak, memohon dan sebagainya,
contoh: “Menur, tolong ambilkan koran Radar Banyumas di meja kerja bapak!”, kalimat tersebut dituturkan oleh penutur kepada Menur untuk mengambilkan wajan di
dapur.
Tindak tutur tak langsung yaitu tindak tutur yang memerintahkan seseoranng
secara tidak langsung (implisit). Jenis tindak tutur ini biasanya menggunakan kalimat
berita atau kalimat tanya. Penggunaan kalimat berita dan tanya ini memiliki tujuan
yang lain yaitu apa bila seseorang yang diperintah dengan tidak menggunakan kalimat
perintah agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Misalnya seorang
bapak yang akan membaca koran, namun dirinya lupa menaruhnya, maka kalimat
perintah yang muncul yaitu “Koran bapak dimana ya Nur?” Kalimat tersebut selain
berfungsi sebagai kalimat tanya juga sebagai kalimat perintah kepada lawan tutur.
b. Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal
Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna
kata yang menyusunnya, Wijana dalam Rohmadi (2004: 34). Jika tuturan yang
dimaksudkan adalah A maka maknanya juga A. Misalnya pada kalimat, “Wah, solusi
yang saudara berikan sangat bagus.” Pada kalimat tersebut bahwa memang benar
adanya bahwa solusi yang diberikan memang benar bagus. Sedangkan tindak tutur
tidak literal yaitu tindak tutur yang maksudnya berbeda dengan kata-kata
bagus ya? Hingga dapat merugikan banyak orang.” Pada kalimat tersebut memiliki
maksud yang berlawanan dari kata-kata penyusunnya. Penutur bermaksud
mengatakan bahwa solusi yang diberikan sesungguhnya tidak bagus karena dapat
merugikan banyak orang.
D. Tipe Humor
1. Pengertian Tipe Humor
DalamKamus Besar Bahasa Indonesiatipe adalah model; corak (Sugono, dkk., 2008: 1714). Menurut Darmansyah (2010: 72) humor adalah komunikasi yang
dilakukan melalui gambar kartun, karikatur, cerita singkat/anekdot, yang memiliki unsur kelucuan yang menggelitik rasa tertawa seseorang. Selanjutnya Chaer (2011:
viii) berpendapat bahwa humor adalah suatu rangsangan yang dibangkitkan oleh ujaran yang bisa didengar, atau gerak-gerik yang bisa dilihat secara sengaja baik dalam bentuk lisan maupun tertulis, atau gerak-gerik yang dilakukan untuk memancing senyum dan tawa bila membaca, mendengar, atau melihatnya.
Berdasarkan beberapa definisi humor tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
tipe humor adalah bentuk atau struktur yang tetap dalam bentuk rangsangan verbal maupun non verbal yang dibangkitkan baik secara spontan maupun tidak, baik secara
lisan maupun tertulis yang dapat menimbulkan kejenakaan, memancing senyum dan tawa bagi para pembaca atau orang yang melihat maupun mendengarkannya.
2. Jenis-Jenis Tipe Humor
Para ahli berikut ini dalam menggolongkan humor menggunakan istilah yang
berbeda, jika Astuti menggunakan istilah “tipe humor” sedangkan menurut Sudarmo
menggunakan istilah “pola humor”. Perbedaan istilah tersebut kemudian disamakan
membagi humor menjadi dua tipe humor yaitu 1) Berdasarkan Motivasinya, kemudian
dibedakan menjadi tiga yaitu (a) komik, (b) humor, (c) humor intelektual,
2) Berdasarkan topiknya, kemudian dibedakan menjadi delapan yaitu (a) humor
seksual, (b) humor pendidikan, (c) humor politik, (d) humor agama, (e) humor rumah
tangga, (f) humor percintaan, (g) humor dokter, dan (h) humor pedagang. Sedangkan
Sudarmo (2014: 2-6) membagi humor menjadi 14 yaitu (1) guyon parikena, (2) satire,
(3) sinisme, (4) pelesetan, (5) slapstick, (6) olah logika, (7) analogi, (8) unggul-pecudang, (9) surealisme, (10) kelam, (11) seks, (12) olah estetika, (13) eksperimental,
dan (14) apologisme.
Dari kedua pendapat ahli tentang penggolongan humor terdapat perbedaan
dalam menggunakan istilah dan menggolongkannya namun pada pengertiannya
memiliki persamaan. Jika Sudarmo menggolongkan tipe humor secara umum tanpa
membedakan berdasarkan motivasinya dalam membentuk humor maupun
membedakan berdasarkan topiknya dalam sebuah humor. Jika dalam Astuti tipe
humor berdasarkan motivasinya, Astuti menggunakan istilah “komik” yang memiliki
arti humor yang mengandung motivasi tidak untuk mengejek, mencemooh, atau
menyinggung orang lain. Humor ini biasanya berbentuk teka–teki, permainan kata,
singkatan atau akronim. Jika dalam Sudarmo menyebut tipe humor komik tersebut
yaitu tipe humor pelesetan. Sudarmo mengatakan bahwa tipe humor pelesetan
merupakan humor yang memelesetkan segala sesuatu yang sudah mapan dan
disepakati secara umum baik dalam bentuk kata maupun akronim. Astuti
menggunakan istilah humor intelektual yaitu humor yang bermotivasi intelektual,
tipe humor intelektual dengan istilah pola humor olah logika yaitu humor yang
membutuhkan sebuah analisis untuk memperoleh efek lucu.
Perbedaan yang lain juga terdapat pada penggolongan humor menurut Astuti
berdasarkan motivasinya, Astuti menggunakan istilah “humor” yang memiliki arti
sesuatu yang memiliki tujuan untuk mengejek, menyindir, mencemooh orang lain, diri
sendiri, atau lawan tutur. Jika dalam Sudarmo menyebut tipe “humor” dengan istilah
guyon parikena, satire, sinisme, dan unggul pecundang. Sudarmo mengatakan bahwa
guyon parikena merupakan humor yang isinya sedikit menyindir namun tidak terlalu
dalam dan tidak merugikan lawan tuturnya, sedangkan humor satire merupakan
humor yang berisi sindiran namun muatan ejekannya lebih dominan, kemudian humor
sinisme merupakan humor yang memandang rendah orang lain, dan humor unggul
pecundang yaitu humor yang muncul karena perasaan lebih unggul dari pihak lain
yang merasa lebih rendah dengan adanya kecacatan, kesalahan, kesialan, dan
kemalangan yang dialami pihak lain.
Setelah mengetahui perbedaan dan persaman tentang penggolongan tipe humor
dari kedua pendapat ahli yaitu Astuti dan Sudarmo, maka peneliti merangkum teori
tersebut menjadi teori tipe humor yang baru. Teori tersebut yang akan dijadikan
landasan teori saat menganalisis tipe humor tuturan tokoh dalam rubrik
“Mblaketaket” pada koran Radar Banyumas edisi Januari 2016. Peneliti menggolongkan tipe humor menjadi dua yaitu (a) berdasarkan motivasinya dan (b)
berdasarkan topikya: (a) berdasarkan motivasinya, berdasarkan motivasinya
dibedakan menjadi tujuh yaitu (1) humor satire, (2) humor sinisme, (3) humor
(7) humor kelam; (b) berdasarkan topikya, tipe humor berdasarkan topiknya dibagi
menjadi delapan yaitu: (1) humor seks, (2) humor pendidikan, (3) humor politik, (4)
humor agama, (5) humor rumah tangga, (6) humor percintaan, (7) humor dokter, dan
(8) humor pedagang. Teori dari Sudarmo ada lima yang tidak diambil oleh peneliti
yaitu humor analogi, humor surealisme, humor olah estetika, humor eksperimental,
dan humor apologisme yang tidak dimasukkan karena humor tersebut hanya ada pada
humor model pertunjukkan tidak dalam bentuk wacana tulis.
a. Tipe Humor Berdasarkan Motivasinya
Humor berdasarkan motivasinya baik lisan maupun tulis biasanya selalu ada.
Humor berdasarkan motivasinya paling sering digunakan oleh seseorang sebagai
bahan pancingan agar orang tertawa, karena humor yang berdasarkan pada motivasi
untuk menciptakan humor lebih mudah untuk dilakukan. Berdasarkan motivasinya
humor baik dalam bentuk lisan maupun tulisan dibagi menjadi tujuh yaitu:
1) Humor Satire
Satire merupakan model humor yang bermotivasi menyindir atau mengritik,
tetapi muatan ejakannya lebih dominan. Menurut Keraf (2006: 144) satire adalah
ungkapan yang menertawakan atau menolak. Humor jenis satire ini merupakan humor
yang berupa sindiran atau kritikan dan lebih didomonasi ejekan atau menolak sesuatu,
maka humor ini dapat pula menyinggung pihak lain/lawan tutur. Humor satire
biasanya muncul yang berkaitan dengan pemerintah atau instansi yang biasanya dalam
memberikan sebuah pelayanan kurang baik, tetapi tidak dipungkiri dapat kepada
lawan tutur contoh: jika ada seseorang yang memiliki anak nakal kemudian orang
berbeda dengan orang tuanya.” Contoh tersebut merupakan bentuk sindiran yang
ditujukan kepada seseoran/lawan tutur.
2) Humor Sinisme
Pada jenis lelucon ini yaitu bermotivasi memandang rendah pihak lain. Misalnya,
tidak ada satu hal pun yang baik ataupun hal yang benar dari pihak lain, dan selalu
meragukan sifat-sifat yang baik pada orang lain tersebut. Hal tersebut bertujuan agar
pihak lain mati kutu dan tidak dapat berbuat apa-apalagi (Darminto, 2015: 3). Arti
sinisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1463) mengartikan merupakan pandangan/gagasan yang tidak melihat suatu kebaikan apapun dan meragukan sifat
baik yang ada pada manusia. Sedangkan menurut Keraf (2006: 143) mengatakan
bahwa sinisme diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang
mengandung ejekan terhadap ketulusan dan keikhlasan hati. Beberapa pengertian
tentang sinisme di atas dapat disimpulkan bahwa sinisme adalah memandang rendah
pihak lain, meragukan sifat yang baik pada manusia, yang berkembang menjadi
sebuah ejekan agar lawan atau pihak lain menjadi mati kutu.
3) HumorSlapstick
Slapstick merupakan sebuah humor bermotivasi melakukan tindakan kasar. Misalnya orang terjengkang, kepala dipukul menggunakan tongkat. Lelucon ini sangat
efektif untuk memancing tawa masyarakat dari latar belakang pendidikan, sosial,
ekonomi tertentu. Beberapa film kartun seperti Tom and Jerry merupakan sebuah contoh film yang banyak mengandung lelucon model Slapstick misalnya saja saat adegan Tom yang dilempari tongkat dan masuk kedalam mulut hingga menonjol
satu stasiun televisi yang banyak menampilkan lelucon ini untuk mengundang tawa
penonton seperti memberikan bedak di kepala pemain.
4) Humor Komik
Humor komik adalah humor yang tidak ada motivasi untuk mencemooh,
mengejek, atau menyinggung orang lain. Humor ini biasanya dalam bentuk permainan
kata, singkatan, akronim, dan memelesetkan sesuatu yang sudah mapan secara umum.
Humor ini tidak menyinggung pihak manapun, karena hanya memainkan kata-kata,
akronim untuk membuat sebuah hal yang lucu, misalnya pada kalimat :Maaf jika saat pelajaran saya mengantuk, karena tadi pagi saya mengonsumsi NARKOBA nikmat yaitu Nasi Rames Karo Bakwan. Kata NARKOBA merupakan akronim memiliki arti “Narkotika dan Obat Terlarang” namun dalam konteks menciptakan efek humor
NARKOBA menjadi akronim yang memiliki arti berbeda menjadi “Nasi Rames Karo
Bakwan”. Ketika pembaca atau lawan tutur mendapatkan tuturan seperti itu akan
menjadi gelak tawa, karena akronim yang dipelesetkan dalam arti yang lain.
5) Humor Olah Logika
Humor ini bermotivasi menguji kemampuan intelektual dan permainan logika
seseorang untuk mendapatkan efek lucu dari sebuah wacana humor yang disajikan.
Jenis humor ini banyak digemari oleh masyarakat tertentu, terutama dari kalangan
terdidik. Arti logika dalamKamus Besar Bahasa Indonesia(Sugono, dkk., 2008: 940) bahwa logika merupakan kaidah berpikir. Dari uraian di atas bahwa jenis humor olah
logika yaitu sebuah humor yang dapat menimbulkan kelucuan namun diperlukan
sebuah analisis yang sesuai dengan kaidah berpikir agar dapat menemukan letak
6) Humor Unggul-pecundang
Humor ini bermotivasi mengunggulkan diri sendiri, merasa bahwa penutur lebih
unggul lebih baik dan lebih segalanya dibandingkan pihak lain. Perasaan unggul ini
karena melihat cacat, kesalahan, kebodohan, kemalangan pihak lain. Orang atau
kelompok penggemar humor ini sangat suka dan tertawa terpingkal-pingkal ketika
melihat orang pincang, tangan buntung, orang buta, orang terbelakang, orang sial,
orang malang, dan sebagainya. Pengertian unggul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugono, dkk., 2008: 1782) berarti lebih tinggi (pandai, baik, cakap, kuat, awet, dsb) sedangkan arti dari pecundang yaitu yang dikalahkan. Jadi humor
unggul-pecundang merupakan humor yang diciptakan karena merasa dirinya unggul dengan
melihat kemalangan, kesalahan, kebodohan, cacat, dan sebagainya yang dialami oleh
orang lain. Contoh: “Kamu bisa membayangkan jika Daus Mini menikah sama Luna
Maya anaknya seperti apa?” dari tuturan tersebut pembaca atau lawan tutur akan
membayangkan apabila Daus Mini seorang yang memiliki kelainan fisik menikah
dengan Luna Maya yang memiliki paras cantik dan bertubuh tinggi. Orang akan
membayangkan anak keturunan mereka pasti aneh.
7) Humor Kelam
Humor kelam bermotivasi untuk menakut-nakuti karena berisi tentang
malapetaka dan kengerian. Misalnya humor yang berisi kekeraasan fisik dipukul,
dibacok, dipenggal kepalanya, bunuh diri, pemerkosaan dan sejenisnya. Arti kelam
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugono, dkk., 2008: 529) bahwa kelam memiliki arti agak gelap, kurang terang, dan suram. Dari kedua arti kelam dapat
disimpulkan bahwa humor kelam merupakan sebuah humor yang berisi tentang
b. Tipe Humor Berdasarkan Topiknya
Tipe humor berdasarkan topiknya yaitu di dalam sebuah humor memiliki topik
tertentu yang dibicarakan atau dituturkan. Setiap humor pastinya memiliki topik tertentu untuk menjadi bahan lelucon. Tipe humor berdasarkan pada topik yang
dibicarakan dibagi menjadi delapan yaitu:
1) Humor Seks
Kata seks di sini bukan dalam artian gender atau jenis kelamin, tetapi seks yang mengandung makna menjurus kearah hal berbau porno atau bahkan dapat berupa
penuh dengan hal porno. Humor ini berisi tentang suatu yang berisi hal yang porno baik secara eksplisit maupun implisit dalam penyampaiannya. Humor biasanya jenis
ini banyak beredar di kalangan terbatas, misalnya dilingkup kantor-kantor, apartemen, antarteman, antar komunitas, dan lain sebagainya yang didoinasi oleh orang dewasa.
Contoh humor seks seperti dalam kalimat “Wah itu burungnya pak Kiwan memang luar biasa, buktinya pak Tono memiliki tujuh anak secara berturut-turut hanya dalam
waktu sembilan tahun.”. Kata “burung” ini tidak memiliki makna hewan piaraan namun memiliki arti “alat kelamin laki-laki” karena didukung dengan adanya bukti
pak Kiwan memiliki anak tujuh dalam waktu sembilan tahun.
2) Humor Pendidikan
Humor yang bertopik pendidikan ini maksudnya yaitu segala humor yang
berkaitan dengan dunia pendidikan, seperti: sekolah, kampus, guru, dosen, peserta didik, gelar, pelajaran, dan sebagainya. Berikut ini adalah contoh humor pendidikan, “Wah nilai raporku lain dari yang lain karena nilai raporku ada dua warna merah dan
hitam.” Dari kalimat tersebut akan menimbulkan gelak tawa karena seseorang yang
3) Humor Politik
Humor politik adalah humor yang membahas tentang politik, pemerintahan,
kebijakan pemerintah, partai, dan sebagainya yang berhubungan dengan dunia politik.
Contoh humor bertopik politik pada kalimat berikut “Lah saya memilih golput saja,
lagipula calonnya juga tidak mengenal saya buat apa saya memilih? Kalau dia
mengenal saya, itu saya mau memilih.” Humor ini bertopik politik “golput” kata
golput tersebut hanya ada pada dunia politik.
4) Humor Agama
Humor agama yaitu humor yang isinya berkaitan dengan hal agama, misalnya
doa, tempat ibadah, Tahan, dan lainsebagainya. Humor ini bisanya dilakukan tidak
memiliki maksud untuk melecehkan suatu agama maupun kepercayaan. Humor ini
hanya dilakukan semata-mata pada konteks situasi humor, namun apabila humor ini
dibawa pada lingkungan situasi peribadahan atau lingkungan keagamaan maka dapat
menjadi sebuah pelecehan agama. Berikut ini contoh humor agama, “Besok ketika
saya akan pergi namun hujan turun, saya tidak perlu berdoa untuk menghentikan
hujan, cukup melemparkan celana dalam saya ke atas genting pasti hujan berhenti,
karena Tuhan tidak tahan melihat celana dalam saya yang jelek dan rusak.” Humor ini
berisi tentang Tuhan dan doa sehingga termasuk humor yang bertopik agama.
5) Humor Rumah Tangga
Humor rumah tangga yaitu humor yang berisi tentang semua hal rumah tangga
misalnya, suami dengan isteri, menantu dengan mertua, kakak, dengan adik, antar
besan, dan lain sebagainya. Contoh humor yang bertopik rumah tangga seperti pada
di pondok mertua indah, anakya sudah ada yang mengurusi yaitu mertuanya.” Topik
yang dibicarakan dalam humor ini yaitu menyangkut rumah tangga, mertua dan anak.
6) Humor Percintaan
Humor percintaan yaitu humor yang berisi tentang sebuah perasaan seseorang
kepada lawan jenisnya, bentuk curahan kasih sayang, kesenangan dalam sebuah
hubungan, kesedihan, kemesraan atau bahkan sebuah penyesalan dari sebuah
hubungan yang sedang dijalani. Berikut ini adalah contoh humor yang berisi
percintaan, “Hati-hati jika berpacaran, karena jika berpacaran dapat menyebabkan
kemaksiatan, kantong kering, dan gangguan hubungan baik dengan teman dekat.”
Contoh kalimat tersebut bertema percintaan karena berisi tentang himbauan kepada
orang yang berpacaran.
7) Humor Dokter
Humor dokter adalah jenis humor yang berisi tentang dunia kedokteran,
misalnya dokter, perawat, rumah sakit, obat, penyakit, dan lain sebagainya. Berikut ini
contoh humor yang bertopik dokter, Ada seorang pasien yang berada di IGD yang baru mulai siuman, kemudian dokter bertanya “Maaf, sakit yang bapak derita sebelumnya apa ya pak?” kemudian sang pasien menjawab “Saya hanya sakit kanker pak, Kantong Kering alias tidak punya uang.” Topik tersebut berisi tentang seorang pasien yang ditangani dokter dan berada di ruang IGD karena dalam kondisi pingsan
sebelumnya dan mengaku sakit kanker.
8) Humor Pedagang
Humor pedagang adalah humor yang berisi tentang pedagang, jual beli, pasar,
Berikut ini contoh humor bertopik pedagan, “Kemarin tetangga saya beli ikan asin
mati di pasar.” Dalam kalimat tersebut akan memiliki efek humor karena sekilas jika
dibaca atau didegarkan seakan-akan orang yang membeli mati setelah membeli ikan
asin, padahal yang dimaksudkan adalah ikan asin mati. Topik yang ada pada kalimat
tersebut berisi tentang jual beli dan pasar.
E. Rubrik“Mblaketaket” pada KoranRadar Banyumas 1. Pengertian Rubrik“Mblaketaket”
Dalam kamus Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugono, dkk., 2008: 1321) rubrik adalah kepala karangan (ruangan tetap) dalam surat kabar, majalah, dan
sebagainya. Rubrik merupakan ruangan tetap yang disediakan oleh penerbit koran,
majalah, dan sebagainya yang di dalamnya memuat berita khusus dan tetap pada
setiap edisinya. Ada yang bersifat harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Misalnya
pada sebuah surat kabar akan terdapat berbagai ruang yang berisi ruang khusus
tentang kriminalitas, hukum, konsultasi, ekonomi dan bisnis, humor, dan sebagainya.
Rubrik“Mblaketaket” merupakan rubrik yang ada pada koranRadar Banyumas yang berisi tentang humor. Setiap edisi rubrik “Mblaketaket” mayoritas menggunakan dialek Banyumasan dan ada beberapa yang menggunakan bahasa Indonesia “campur
kode”. Rubrik “Mblaketaket” menggunakan karakter tokoh orang dalam
menceritakan wacana tulis tersebut. Rubrik “Mblaketaket” ini biasanya terbit pada hari Senin sampai dengan Sabtu, namun terkadang tidak terbit.
2. KoranRadar Banyumas
dan Kebumen (Barlingmascakeb). Koran Radar Banyumas terbit setiap Senin sampai Minggu. Koran Radar Banyumas pertama kali terbit pada tahun 1998. Mulai tahun 2016 koran Radar Banyumas selain menjadi media cetak, Radar Banyumas juga memfokuskan menjadi media dalam jaringan (daring) atau online demi tuntutan perkembangan zaman. karena seiring dengan perkembangan ilmu dan teknoogi yang
semakin cepat sehingga masyarakat pun menginginkan adanya kebutuhan berita yang