• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Identifikasi

1. Ilmu Komunikasi

1.1) Pengertian Komunikasi

Menurut Shanon dan Weaver, komunikasi merupakan bentuk interaksi manusia untuk saling mempengaruhi satu sama lain, baik sengaja atau tidak disengaja, dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi apapun dengan bahasa verbal maupun nonverbal seperti ekspresi muka, lukisan, serta teknologi. Sedangkan menurut David K. Berlo, komunikasi merupakan instrumen interaksi sosial yang berguna untuk mengetahui dan memprediksi setiap orang juga untuk mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan masyarakat. Sementara menurut pendapat lain yang dikemukakan oleh Lexicographer, komunikasi adalah upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan. Ketika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya (Karyaningsih, 2018:3).

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan, maka dapat diambil kesimpulan jika komunikasi adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh seorang komunikator pada komunikan atau si penerima pesan, baik disengaja maupun tidak disengaja, dalam bentuk bahasa verbal maupun nonverbal untuk mengetahui serta memprediksi setiap orang serta mencapai pemahaman bersama dengan tujuan yang diinginkan oleh keduanya.

1.2) Fungsi Komunikasi

Proses komunikasi ditujukan untuk menciptakan penyampaian suatu pesan pada orang lain dengan komunikasi yang efektif. Artinya, bila terjadi pengertian, menimbulkan kesenangan, serta memiliki pegaruh pada sikap, maka hal komunikasi dikatakan sebagai efektif. Menurut Dr. Alo

(2)

Liliweri, komunikasi memiliki fungsi sebagai fungsi informasi, fungsi intruksi, fungsi persuasi, dan fungsi hiburan (Panuju, 2018:23).

Menurut William Gorden dalam Karyaningsih (2018:18) fungsi dari komunikasi adalah:

a. Komunikasi Sosial

Komunikasi penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan serta memiliki hubungan dengan orang lain. Dengan komunikasi, pelaku bisa bekerja sama dengan sosial untuk mencapai tujuan bersama karena pada dasarnya manusia membutuhkan komunikasi untuk membentuk dan membina hubungan sosial yang ramah dengan orang lain.

b. Komunikasi Ekspresif

Komunikasi dilakukan untuk menyampaikan perasaan-perasaan yang dimiliki, terutama melalui pesan nonverbal. Musik bisa menjadi salah satu contoh dari fungsi komunikasi sebagai media penyampaian ekspresi atau perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komunikasi Ritual

Komunikasi ritual biasanya berhubungan dengan upacara adat yang membutuhkan ritual sebagai penyampaian pesan. Komunikasi ini bisa juga dikatakan sebagai komunikasi ekspresif yang bergantung pada emosi dan pengertian bersama.

d. Komunikasi Instrumental

Komunikasi berfungsi untuk mempengaruhi, memberikan rangsangan, membujuk atau mempersuasi orang lain. Komunikasi instrumental memiliki beberapa tujuan yakni menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, mengubah perilaku, dan juga menghibur.

1.3) Unsur-Unsur Komunikasi

Menurut Karyaningsih (2018:23) Unsur-unsur yang harus ada dalam proses komunikasi adalah:

(3)

a. Sumber/pengirim pesan/komunikator, adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki motif, mengambil inisiatif, dan menyampaikan pesan.

b. Pesan/informasi, adalah bentuk lambang atau tanda seperti kata tertulis, secara lisan, gambar, angka, dan gestur tubuh.

c. Saluran/media, adalah sesuatu yang dipakai sebagai alat penyampaian atau pengiriman pesan.

d. Penerima pesan/komunikan, adalah seseorang atau sekelompok orang yang menjadi sasaran penerima pesan.

1.4) Konteks-Konteks Komunikasi

Menurut Karyaningsih (2018:29) Terdapat empat kategori komunikasi yang disetujui oleh beberapa pakar, yaitu:

a. Komunikasi Intrapribadi (komunikasi inrapersonal), adalah komunikasi dengan diri sendiri. Contohnya adalah berpikir.

b. Komunikasi Antarpribadi (komunikasi interpersonal), adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pelakunya menangkap reaksi dari orang lain baik secara langsung dengan verbal maupun nonverbal.

c. Komunikasi kelompok, adalah sekelompok orang yang memiliki tujuan sama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan tersebut, mengenal dan memandang mereka sebagian dari kelompok meski setiap anggota memiliki peran yang berbeda.

d. Komunikasi publik, yaitu komunikasi anatara seorang pembicara dengan sejumlah orang yang tidak bisa dikenali satu persatu. Seperti pidato, ceramah, ataupun kuliah.

2. Teori Komunikasi Persuasif

2.1) Komunikasi Persuasif

Menurut Carl I. Hovland komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol. Sedangkan menurut Miller komunikasi adalah situasi-

(4)

situasi memungkinkan suatu sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seseorang penerima dengan disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. (Effendy, 2012:20).

Komunikasi persuasi menurut Larson yaitu adanya kesempatan yang sama untuk saling mempengaruhi, memberi tahu audiens tentang tujuan persuasi, dan mempertimbangkan kehadiran audiens. Istilah persuasi bersumber dari bahasa latin persuasion, yang berarti membujuk, mengajak atau merayu. Persuasi bisa di lakukan secara rasional dan secara emosional, biasanya menyentuh aspek afeksi yaitu hal yang berkaitan dengan kehidupan emosional. Melalui cara emosional ,aspek simpati dan empati seseorang dapat di gugah.

Untuk mengawali tentang definisi komunikasi persuasi ,maka perlu di ketahui bahwa ada 3 jenis pola komunikasi Menurut Burgon dan Huffner yaitu,

1. Komunikasi Asertif yaitu kemampuan komunikasi yang mampu menyampaikan pendapat secara lugas kepada orang lain (komunikan) namun tidak melukai atau menyinggung secara verbal maupun non verbal (tidak ada agresi verbal dan non verbal).

2. Komunikasi Pasif yaitu pola komunikasi yang tidak mempunyai umpan balik yang maksimal sehingga proses komunikasi sering kali tidak efektif.

3. Komunikasi Agresi yaitu pola komunikasi yang mengutarakan pendapat/informasi atau pesan secara lugas namun terdapat agresi verbal dan non verbal. (Maulana dan Gumelar, 2013:7).

Secara spesifik pada komunikasi persuasi, maka Burgon dan huffner meringkas beberapa pendapat dari beberapa ahli mengenai definisi komunikasi persuasi sebagai berikut, Pertama, Proses komunikasi yang bertujuan mempengaruhi pemikiran dan pendapat orang lain agar menyesuaikan pendapat dan keinginan komunikator. Kedua, Proses Komunikasi yang mengajak dan membujuk orang lain dengan tujuan

(5)

mengubah sikap, keyakinan dan pendapat sesuai keinginan komunikator tanpa adanya unsur paksaan.

Menurut Olson dan Zanna Persuasi di definisikan sebagai perubahan sikap akibat paparan informasi dari orang lain Kemudian ada yang mendefinisikan Persuasi adalah kegiatan psikologis dalam usaha mempengaruhi sikap,sifat,pendapat dan perilaku seseorang atau orang banyak, mempengaruhi sikap, sifat, pendapat dan perilaku dapat di lakukan dengan beberapa cara mulai terror, boikot, pemerasan, penyuapan dan sebagainya dapat juga memaksa orang lain bersikap atau berprilaku seperti yang di harapkan. Namun persuasi tidak melakukan cara demikian untuk mencapai tujuan yang di harapkannya, melainkan menggunakan cara komunikasi (pernyataan antar manusia) yang berdasar pada argumentasi dan alasan-alasan Psikologis (Maulana dan Gumelar, 2013:8).

Teori ini bertindak sebagai ajakan atau bujukan agar mau bertindak sesuai dengan keinginan komunikator. Usaha melakukan persuasi ini memusatkan perhatian pada upaya mereka untuk mengajak bertindak dengan cara tertentu (Afiati, 2015:23).

Persuasi didefinisikan sebagai perubahan sikap akibat paparan informasi atau pengaruh dari orang lain. Tujuan dari persuasif ini ada dua, yaitu mengubah atau mengutarakan keyakinan serta mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu/memiliki tingkah laku. Komunikasi persuasif haruslah efektif dan menimbulkan efek yang merupakan dampak dalam perubahan sikap, opini, dan tingkah laku yang timbul dari kesadaran komunikan (Afiati, 2015:24).

2.2) Tujuan Komunikasi Persuasif

Tujuan komunikasi pesuasif adalah perubahan sikap. Sikap pada dasarnya adalah tendensi kita terhadap sesuatu. Sikap adalah rasa suka atau tidak suka kita atas sesuatu. Menurut Murphy dan newcomb sikap pada dasarnya adalah suatu cara pandang terhadap sesuatu. Sedangkan menurut Allport sikap adalah kesiapan mental dan sistem saraf yang di

(6)

dinamis pada respon-respon seseorang terhadap semua objek dan situasi terkait. Sedangkan menurut Kresch Crutchfield dan ballachey sikap adalah sebuah sistem evaluasi positif atau negatif yang awet, perasaan-perasaan emosional dan tendensi tindakan pro atau kontra terhadap sebuah objek sosial.

Sikap sering di anggap memiliki tiga komponen yang pertama adalah komponen afektif yaitu perasaan terhadap objek, yang kedua adalah komponen kognitif yaitu keyakinan terhadap sebuah objek dan yang ketiga adalah komponen perilaku yaitu tindakan terhadap obyek.

Intinya sikap adalah rangkuman terhadap objek sikap kita. Evaluasi rangkuman rasa suka atau tidak suka terhadap objek sikap intinya adalah inti dari sikap. Ketiga komponen sikap tersebut adalah manifestasi yang berbeda atas evaluasi inti itu. Tiga Model Komponen Sikap, sikap memiliki tiga komponen-komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen perilaku. Komponen afektif terhadap objek sikap. Komponen kognitif berisi keyakinan terhadap objek sikap. Komponen perilaku berisi perilaku-perilaku atau perilaku di sengaja terhadap objek sikap.

2.3) Unsur-Unsur dalam Komunikasi Persuasif

Adapun unsur-unsur dalam komunikasi persuasif menurut Sumirat

& Suryana dalam Afiati (2015:25) adalah :

1. Persuader atau pengirim pesan, Sumber atau persuader adalah orang dari suatu sekelompok orang yang menyampaikan pesan dengan tujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang lain baik secara verbal maupun nonverbal. Dalam komunikasi persuasif eksistensi persuader benar-benar di pertaruhkan. Oleh karena itu ia harus memiliki etos yang tinggi. Etos adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dan aspek kognisi, efeksi dan konasi.

Seorang persuader yang memiliki etos yang tinggi di cirikan kesiapan, kesungguhan, kepercayaan, ketenangan, keramahan dan kesederhanaan. Jika komunikasi persuasif ingin berhasil seorang

(7)

persuader harus memiliki sikap reseptif, selektif, digestif, asimilatif, dan transitif.

Aristoteles menyebut karakter komunikator sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baikdan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will).

2. Persuade atau penerima pesan, yaitu orang atau sekelompok orang yang menjadi tujuan pesan disampaikan oleh komunikator baik secara verbal maupun nonverbal. Persuadee sebelum melakukan perubahan dirinya, sebenarnya melakukan suatu aktivitas yang fundamental, aktivitas yang sifatnya intern, di dalam diri yakni belajar. Belajar biasanya tidak hanya merupakan suatu proses sesaat. Setiap persuadee menerima stimulus, menafsirkan, memberikan respons, mengamati akibat respons,menafsirkan kembali, memberikan respons baru, menafsirkan seterusnya. Hal ini di lakukan terus menerus sehingga persuade mendapat kebiasaan memberikan respon dalam suatu cara tertentu terhadap suatu stimulus tertentu terhadap suatu stimulus tertentu.

3. Persepsi, yaitu persepsi persuade terhadap persuader dan pesan yang disampainkannya akan menentukan efektifitas dari komunikasi persuasif yang terjadi. Persepsi adalah proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi.

4. Pesan Persuasif, dipandang sebagai usaha sadar untuk mengubah pikiran serta tindakan dengan memanipulasi motif ke arah tujuan yang ditetapkan. Isi pesan persuasif juga perlu di perhatikan karena isi pesan persuasif harus berusaha untuk mengkondisikan, menguatkan, atau membuat pengubahan tanggapan sasaran. Wilbur Schramm menampilkan apa yang di sebut ’the condition of success in communication’, yakni kondisi yang harus di penuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki.

(8)

Kondisi tersebut dapat di rumuskan sebagai berikut yang Pertama, Pesan harus di rancang dan di sampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan. Kedua, pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti. Ketiga, Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunkan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. Ke empat, Pesan harusmenyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia di gerakkan untuk memberikan tanggapan yang di kehendaki.

5. Saluran Persuasif, yaitu perantara ketika seorang komunikan mengoperkan kembali pesan yang berasal dari sumber awal untuk tujuan akhir. Saluran digunakan oleh komunikator untuk berkomunikasi dengan orang secaraformal maupun non formal, secara tatap muka ataupun bermedia.

6. Umpan Balik atau Efek, yaitu jawaban atau reaksi yang datang dari komunikan atau dari pesan itu sendiri. Umpan balik dapat berupa bentuk eksternal dan internal. Umpan balik internal adalah reaksi persuader atas pesan yang disampaikan sedangkan umpan balik eksternal adalah reaksi penerima atas pesan yang disampaikan.

2.4) Proses Komunikasi Persuasif

Menurut Hovland dalam bukunya “Dynamic of Persuasion”

mengemukakan bahwa konsep mengenai proses komunikasi persuasif berfokus pada pembelajaran dan motivasi. Teori ini menjelaskan bagaimana sikap seseorang dapat terbentuk, dapat berubah, dan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain melalui proses komunikasi.

Untuk dapat terpengaruh, seseorang harus memperhatikan, memahami, mempelajari, menerima dan menyimpan pesan persuasi tersebut. Hal itu dapat dilihat pada gambar di bawah:

(9)

Retention

Communication Message Learning Attitude Change Attention

Comprehension

Learning

Acceptance

Gambar II.1

The Hovland/Yale Model Persuasion

Sumber : Dynamic of Persuasion (Perloff, 2003, hlm. 121)

Berdasarkan Gambar II.1, proses komunikasi persuasif ada tahap di mana komunikan mempelajari pesan persuasif dari komunikator. Dalam proses belajar tersebut terdapat beberapa lima tahap antara lain, attention (perhatian), comprehension (pemahaman), learning (belajar), acceptance (penerimaan), dan retention (penyimpanan). Setelah melalui tahapan tersebut, barulah komunikan memutuskan untuk mengubah sikapnya.

Tahapan yang dikemukakan Hovland merupakan proses sebelum komunikan mendapat paparan informasi atau argumen dari komunikator (Afiati, 2015:30).

2.5) Karakteristik Individu

Richard M. Perloff dalam bukunya Dynamics of Persuasion mengungkapkan faktor-faktor konsistensi manusia dalam bersikap dan berperilaku. Adapun dua hal yang menjadi faktor tersebut adalah:

a. Self Monitoring

Ada dua kelompok manusia berdasarkan faktor ini. Kelompok pertama adalah karakteristik seseorang yang membedakan pribadinya ketika bertemu orang lain pada situasi tertentu. Mereka cenderung melihat siapa saja orang yang dihadapi untuk menentukan perilakunya. Kelompok selanjutnya adalh orang yang cenderung tidak

(10)

memperhatikan publik dan situasi yang dihadapi. Mereka cenderung mengekspresikan apa yang dirasakan dan mengklaim hal tersebut adalah perilaku aslinya.

b. Direct Experience

Pengalaman menjadi faktor yang menentukan hubungan sikap dan perilaku seseorang. Beberapa sikap dibentuk berdasarkan pengalaman langsung ketika menghadapi situasi atau masalah sehari-hari.

Sebagian yang lain didapat secara tidak langsung misalnya dari mendengarkan nasihat orang tua, mendapat informasi dari televisi, dan sebagainya.

2.6) Hambatan Komunikasi Persuasif

Hambatan komunikasi pada prinsipnya dapat diukur sesuai tingkatan rintangan tertentu. Mengacu pada Fisher dalam Hendri (2019:286) Hambatan komunikasi disebabkan paling tidak dua faktor bersifat mekanistis dan faktor psikologis. Hambatan mekanisme disebabkan oleh arus pesan pada saluran komunikasi yang terbatas, terganggu, tercemar, bahkan dalam kondisi rusa. Masalahnya dapat disebabkan oleh faktor internal penerima atau faktor eksternal. Hambatan psikologis bersifat hambatan internal, indikasinya adalah ada distorsi makna dari pesan yang disampaikan. Hambatan psikologis ini karena ada ketidakcocokan filter konseptual dalam diri peserta komunikasi persuasif (Soemiraat dan Suryana, 2015).

Merujuk Herbert G. Hick dan G. Ray Gullet dalam bukunya Organization Theory and Behavior (1975), komunikasi persuasif memiliki tiga faktor penghambat, yakni dogmatisme, stereotipe, dan pengaruh lingkungan. Dogmatisme merupakan sikap seseorang yang berupaya mempertahankan sikap, pendapat, dan perilakunya. Ini dilakukan terutama apabila informasi tersebut diduga akan merusak posisinya. Hambatan ini bisa dilihat dalam teori inokulasi, ketika seseorang kebal dari pengaruh persuasi yang berpotensi menggangu sikap dan kepercayaannya.

(11)

Stereotipe merupakan produk dari proses interaksi antara hubungan keluarga, etnis, maupun politis tentang tindakan dan tingkah laku tertentu.

Stereotipe mengenai sesuatu aspek kenyataan yang telah dibentuk sebelumnya, khususnya terhadap manusia dan kelompok sosial. Stereotipe dapat diartikan sebagai generalisasi yang kaku dan terlalu sederhana terhadap orang atau sekelompok orang. Pengaruh lingkungan adalah akibat dari dua nilai pemikiran yang saling bertemu. Dalam kondisi ini orang hanya melihat pesan persuasi bersifat baik atau buruk, salah atau benar, hitam atau putih, tidak bernuansa. Seseorang akan mendengarkan dan terpengaruh orang yang dikaguminya, sebaliknya akan segera menolak jika pembicaranya tidak disukai.

Mar’at (1982) mengklasifikasikan ada dua hambatan komunikasi, yakni internal dan eksternal. Faktor internal dapat berupa persepsi sosial, posisi sosial, dan proses belajar. Faktor eksternal dapat disebabkan faktor penguatan dan harapan yang diinginkan. Mulyana (2007) yang menjelaskan hambatan terbesar dalam komunikasi adalah persepsi.

Persepsi adalah inti komunikasi, dengan demikian hambatannya juga terkait persoalan persepsi. Mulyana paling tidak menyebut lima yang lazim terjadi kesalah persepsi komunikasi, yaitu kesalahan atribusi, efek halo, stereotipe, prasangka, dan gegar budaya.

Kesalahan atribusi sering juga menjadi hambatan komunikasi persuasi. Biasanya persuadee mengamati perilaku orang lain melalui penampilan fisik. Faktor lain bisa berupa kesalahan menafsirkan perilaku karena faktor usia, gaya pakaian, dan daya tarik. Kaum muda cenderung menganggap kaum tua kolot dalam hal teknologi, dalam penampilan juga demikian. Seseorang mempersepsi negatif pada wanita yang berpakaian seksi.

Efek halo ialah kesalahan persepsi merujuk pada fakta bahwa seseorang membentuk kesan menyeluruh mengenai seseorang. Kesan menyeluruh ini cenderung menimbulkan efek kuat atas penilaian terhadap sifat spesifik. Sebuah kata motivasi akan lebih mengena dan memengaruhi

(12)

kita ketika disampaikan oleh motivator ternama, padahal kata-kata motivasi tersebut sebenarnya sering kita dengar dari orang tua atau teman.

Stereotipe menurut Mulyana (2007) menggeneralisasikan orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi berdasarkan keanggotaan merek pada suatu kelompok. Faktor terakhir penghambat komunikasi adalah kemampuan beradaptasi ketika berhadapan dengan budaya baru. Seseorang yang menghadapi kondisi baru cenderung sulit dipahami. Ellingsworth (1988) dalam Hendri (2019:288) mengemukakan, perilaku adaptasi dalam interkultural diadik antara lain terkait dengan adaptasi gaya komunikasi, lebih lanjut menurut Gudykunst dan Kim (1997) memandang adaptasi dapat terjadi pada dimensi kognitif, yaitu ada penyesuaian bahasa verbal dan nonverbal. Karena itu dapat dikatakan bahwa adaptasi terjadi dalam dimensi perseptual, kognitif, dan perilaku.

3. Teori Pendidikan Karakter

3.1) Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan adalah suatu usaha terencana dalam memanusiakan manusia dalam proses sosialisasi untuk memperbaiki karakter serta melatih kemampuan intelektual peserta didik dalam rangka mencapai kedewasaannya. Sedangkan karakter adalah akhlak yang melekat pada diri seseorang yang dimulai dari kesadaran individu pada keseluruhan tata perilaku dalam cara berpikir dan bertindak berdasarkan moral yang berlaku melalui pendidikan dengan pembiasaan yang melatih kepekaan peserta didik terhadap nilai moral di lingkungan tempat tinggalnya.

Dengan demikian, pendidikan karakter merupakan suatu usaha sadar untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai kebaikan dalam rangka memanusiakan manusia, untuk memperbaiki karakter dan melatih intelektual agar tercipta generasi yang berilmu dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar (Mustoip, 2018:53).

Pendidikan karakter tak hanya berfokus pada etika, melainkan juga pada pengembangan nilai dan budaya karakter bangsa pada diri peserta

(13)

didik sehingga memiliki nilai yang bisa diterapkan dalam kehidupan dirinya sebagai anggota masyarakat, warganegara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif.

3.2) Tahapan Pendidikan Karakter

Menurut Mustoip (2018:57) Adapun perencanaan dalam pembentukan pendidikan karakter yang baik adalah :

a. Moral knowing, yaitu pengetahuan moral yang berkaitan dengan bagaimana seseorang dapat mengetahui hal yang baik dan buruk.

Dimensi yang termasuk dalam pengetahuan moral ini adalah ranah kognitif, meliputi kesadaran moral, pengetahuan tentang nilai moral, keberanian mengambil sikap dan pengenalan diri.

b. Moral feeling, yaitu penguatan dalam aspek emosi untuk membentuk karakter seseorang, meliputi kesadaran akan jati dirinya, percaya diri, kepekaan pada penderitaan orang lain, dan kerendahan hati.

c. Moral Action, yaitu tindakan moral yang merupakan hasil dari pengetahuan moral. Individu harus memiliki tiga aspek yaitu kompetensi, keinginan, dan kebiasaan.

4. Model Komunikasi

Menurut Deustch dalam Severin dan Tankard (2008), “Model adalah struktur symbol dan aturan kerja yang diharapkan selaras dengan serangkaian poin yang relevan dalam struktur atau proses yang ada. Model sangat vital untuk memahami proses yang lebih kompleks.” Jadi, berdasarkan pandangan Deustch, model merupakan struktur simbol dalam sebuah proses guna memahami proses yang sifatnya kompleks. Struktur ini bisa terlihat bila divisualisasikan.

Sedangkan menurut Severin and Tankard (2008),

“Model didefinisikan sebagai representasi dunia nyata dalam bentuk yang teoritis dan disederhanakan. Model bukan alat untuk menjelaskan, tapi bisa digunakan untuk membantu merumuskan teori. Model menyiratkan suatu hubungan yang sering dikacaukan dengan teori karena hubungan antara model

(14)

kompleks dan secara teoritis disederhanakan, karena begitu dekat dengan teori, terutama dalam relasi antar unsur atau komponen yang bisa berupa konsep atau bahkan variabel. maka model bisa tersamar sebagai teori. Tapi, meskipun model bisa digunakan untuk mempertimbangkan dalam bentuk prediksi suatu masalah, berbeda dengan teori yang memang sejak awal sudah “meyakinkan”

karena sudah teruji. Jadi model bisa digunakan untuk mempertimbangkan relasi variabel, tapi tidak sekuat teori dalam hal prediksi.

Sereno dan Mortensen dalam Dedy Mulyana (2016:118); “Model komunikasi merupakan deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi”. Definisi ringkas dari Sereno dan Mortensen, justru bermakna luas. Model merupakan gambaran ideal tentang yang dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi. Semua definisi model ini lebih kepada proses komunikasi dan hal-hal yang diperlukan untuk terjadinya proses tersebut.

Menurut Dedy Mulyana (2016:121); “Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata atau abstrak dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut. Sebagai alat untuk menjelaskan fenomena komunikasi, model mempermudah penjelasan tersebut”. Jadi model menurut Mulyana adalah wakilan dari gejala dengan menonjolkan unsur-unsur yang dianggap penting oleh pembuatnya. Aubrey Fisher dalam Mulyana, (2016) merumuskan,

“Model adalah analogi yang mengabstrasikan dan memilih bagian dari keseluruhan unsur, sifat atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model. Model adalah gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori”.

Fisher menganggap model sebagai analogi dari fenomena dengan memilih bagian, sifat atau komponen yang dianggap penting untuk diabstraksikan sebagai gambaran informal. McQuail dan Windahl (1981) menulis, “Model adalah penggambaran tentang suatu bagian atau sebuah realita yang sengaja dibuat sederhana dalam bentuk grafik”. Definisi McQuail dan Windahl ini yang lebih eksplisit bahwa model adalah gambar (bukan sekedar gambaran) berupa grafik tentang suatu bagian atau keseluruhan realita yang disederhanakan.

(15)

Mempelajari model komunikasi merupakan cara untuk lebih memahami proses komunikasi, memahami bagaimana komunikasi akan bekerja sebaiknya.

4.1) Fungsi Model Komunikasi

Fungsi adalah tugas pokok dari sesuatu. Jadi fungsi model berarti tugas pokok dari model. Menurut Deutsch dalam Severin and Tankard (2008), fungsi model adalah:

1. Mengorganisasi, yakni mengatur dan menghubungkan data yang tidak terlihat sebelumnya.

2. Heuristic, yakni memberi kemungkinan menuju metode baru yang belum dikenal.

3. Prediktif, yakni melakukan prediksi yang bersifat kuantitatif mengenai kapan dan seberapa banyak.

4. Pengukuran, data yang diperoleh dengan bantuan sebuah model bisa menjadi suatu ukuran baik sekedar ranking atau sekala rasio penuh.

Menurut Gorden Wisemen dan Larry Barker mengemukakan bahwa terdapat tiga fungsi model komunikasi:

1. Melukiskan proses komunikasi 2. Menunjukkan hubungan visual

3. Membantu dalam menemukan dan memperbaiki komunikasi (Ardianto, 2007:68).

4.2) Model Komunikasi Interpersonal

Dasar dari model komunikasi interpersonal yaitu dikemukakan oleh Aristoteles (385-322 SM) adalah tokoh yang paling sentral dalam permulaan studi mengenai model komunikasi. Model ini menjadi awal sebagai model klasik dalam ilmu komunikasi. Proses dari model komunikasi ini terdiri dari, pembicara yang mengirimkan suatu pesan kepada penerima.

Atas dasar itu, Aristoteles membuat model komunikasi yang terdiri atas tiga unsur:

(16)

Tujuan utama model komunikasi Aristoteles adalah persuasif, yang dimana komunikasi yang efektif apabila komunikasi yang dilakukan seorang komunikator dapat mengontrol, membentuk, atau mencocokkan dengan lingkungannya. Model komunikasi Aristoteles sangat sederhanam namun tidak mudah dalam dalam mencapai persuasi dapat dicapai karena tiga faktor yaitu etos, phatos dan logos.

4.3) Model Komunikasi Persuasif Sederhana

Menurut Herbert W. Simons (1976) dalam Hendri (2019:123) Model sederhana dilihat dari pola hubungan sederhana antar satu unsur dengan unsur lain. Upaya memahami model komunikasi persuasif secara sederhana bisa dimulai dengan bagaimana sumber memahami pesan dan menggambarkan laju internal proses persuasi. Ada empat tahap model sederhana komunikasi persuasif, yaitu :

1. Tahap pemahaman pesan, merupakan tahap awal proses komunikasi persuasif. Pesan dari persuader diterima dan diproses persuadee melalui serangkain alur. Model ini biasanya berlangsung dalam komunikasi antarpersonal antara satu orang dengan orang lain.

2. Tahap encoding, proses pembedahan gambaran di kepala ke dalam stimulus verbal atau onverbal yang memungkinkan untuk dirasakan dan dimengerti orang lain. Encoding terjadi dalam benak penyampaian pesan.

3. Tahap decoding, merupakan proses penyandian kembali pesan yang disampaikan A kepada B. Proses ini tidak berjalan mulus karena ada gangguan saat memahami pesan yang disampaikan sumber.

Gangguan dalam proses komunikasi disebut noise.

4. Tahap evaluasi, di tahap ini rantai komunikasi sangat mudah mengalami kegagalan. Dalam situasi citra B tentang A, yang tampak adalah perbedaan-perbedaan mencolok.

Keempat tahap tersebut dapat diamati dalam kegiatan komunikasi sehari- hari.

(17)

4.4) Model Komunikasi Persuasif Kompleks

Model kompleks terjadi dalam pola hubungan antar-komponen yang rumit-sebagaimana disebutkan Herbert W. Simons. Kekompleksan terjadi karena ada tambahan komponen, misalnya ada dua atau lebih sumber, pesan, penerima. Memungkinkan pola hubungan tumpang-tindih antara satu unsur dengan lainnya. Berikut ini contoh model komunikasi yang kompleks :

1. Model dua penerima atau lebih, model ini menggambarkan jumlah persuadee lebih dari satu orang, contohnya seorang motivator berbicara di hadapan ribuan audiens.

2. Model dua atau lebih pesan, model ini menekankan komunikasi dengan susunan pesan lebih, contohnya iklan yang dilakukan secara berturut-turut, salesman yang berkampanye untuk sebuah produk.

3. Model dua sumber atau lebih, model ini sumber berjumlah lebih dari seorang bertindak sebagai komunikator untuk pesan yang sama, contohnya narator dokumentasi di televisi.

4. Model pengaruh timbal balik, persuasi bukan berasal dari situasi tak berdaya atau audiens pasif yang fungsi utamanya sebagai penerima dan tidak berusaha mempersuasi kembali.

5. Model pengaruh timbal-balik melalui saluran delegatif, komunikasi delegatif tampak pada situasi adu tawar atau negosiasi di organisasi dan pemerintahan, contohnya ketika pembebasan WNI yang disandera oleh suatu kelompok.

6. Model penggunaan media tak langsung, model ini memberi titik tekan pada fungsi media massa dalam menyebarkan pesan persuasi.

6. Komunikasi Keluarga

Keluarga adalah kumpulan manusia yang memiliki hubungan intim dan ikatan kuat, sebagai identitas kelompok yang lengkap dengan kekuatan ikatan emosi serta kesetiaan, memiliki pengalaman masa lalu, serta harapan menjadi impian pada masa yang akan datang. Komunikasi adalah bagian penting dalam

(18)

keluarga. Menurut Wasserman dalam Endang (2018:4), terdapat beberapa catatan mengenai komunikasi dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam dinamika keluarga:

a. Komunikasi sangat esensial bagi pertumbuhan kepribadia manusia.

Kurangnya komunikasi bisa menghambat perkembangan kepribadian dalam keluarga.

b. Komunikasi erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia.

Kurangnya komunikasi bisa menghambat perkembangan keluarga jadi tidak sejalan dengan tujuan semula. Tidak adanya berbagi informasi dalam komunikasi kemudian komunikasi menjadi sepihak dan tidak berimbang.

Keluarga terdiri dari berbagai macam peran, diantaranya adalah adanya orang tua dan anak.

Orang tua adalah orang yang dekat dengan anak dan segala tindakannya dapat menjadi cerminan serta teladan bagi anak. Orang tua adalah ayah dan ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Peran orang tua terhadap anak dalam keluarga adalah sebagai pelindung, pemimpin atau pembimbing, pendidik, serta sebagai teman bagi sang anak. Komunikasi antara orang tua dan anak sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Orang tua harus menjadi wadah berkomunikasi secara intens dengan anaknya.

Komunikasi orang tua dan anak bisa dikatakan efekif apabila kedua belah pihak saling dekat, saling menyukai, dan komunikasi di antara keduanya menyenangkan dan adanya keterbukaan serta percaya diri.

Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss dalam Aulia (2019:14), tanda komunikasi yang efektif ada lima hal yaitu:

a. Pengertian, artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator.

b. Kesenangan, yaitu tidak semata ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian, melainkan juga membentuk hubungan yang akrab dan menyenangkan.

(19)

c. Mempengaruhi sikap, artinya mempengaruhi atau mengajak seseorang untuk melakukan sesuatu.

d. Hubungan sosial yang baik, yaitu komunikasi berguna untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal berinteraksi.

e. Tindakan, artinya komunikasi untuk mendorong seseorang dalam bertindak.

7. Psikologi Komunikasi

Pengertian Psikologi Komunikasi berasal dari kata Yunani ”pysche” yang artinya jiwa dan ”logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah. Pada definisi ini komunikasi juga dipandang sebagai proses. Kata signal maksudnya adalah berupa verbal dan nonverbal yang mempunyai aturan tertentu (Ahmadi, 1998:1).

Bagaimanapun bentuk konstektualnya komunikasi merupakan peristiwa psikologis dalam diri masing-masing peserta komunikasi. Dengan kata lain, psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi menganalisa karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada diri komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya; apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam mempengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak.

Pada saat pesan sampai pada diri komunikator, psikologi melihat ke dalam proses penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan situasional yang mempengaruhinya, dan menjelaskan berbagai corak komunikan ketika sendirian atau dalam kelompok.

(20)

Raymond S. Ross dalam Djalaluddin (2018:3) mendefinisikan komunikasi sebagai ”a transacsional process involving cognitive sorting, selecting and sharing of symbol in such away as to help another elicit from his own experience a meaning or responses similar to that intended by the source”.

Pengertian di atas menunjukkan makna komunikasi sebagaimana yang digunakan dalam dunia psikologi, yaitu komunikasi mempunyai makna luas meliputi segala penyampaian energi, gelombang suara, tanda di antara tempat, sistem atau organisme. Kata komunikasi sendiri dipergunakan sebagai proses, pesan, pengaruh atau secara khusus sebagai pesan pasien dalam psikoterapi.

Jadi psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dan alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahaan informasi, pada proses saling pengaruh diantara berbagai sistem dalam diri.

8. Hubungan Ibu dan Anak

Kemampuan komunikasi awal untuk perkembangan anak berada pada tingkat keluarga. Keluarga yang memiliki budaya berkomunikasi dengan anak secara baik akan mampu menciptakan prakondisi yang baik bagi tumbuhnya kecerdasan anak-anak (Ratnawati, 2000:14).

Setiap kali membicarakan mengenai perkembangan dan pertumbuhan anak, keluarga selalu menjadi lingkungan tempat belajar anak dan berinteraksi dengan teman, maupun dengan lingkungan. Anak merupakan aset keluarga yang harus dijaga dan diasuh dengan baik. Karena anak merupakan akan menjadi aset bangsa sebagai generasi penerus. Seorang anak memerlukan pengawasan dan bimbingan yang baik untuk menjadi individu yang berkemampuan, berwawasan jauh dan matang. Sebelum seorang anak tiba ke tangan pendidik atau guru di sekolah, peran dan fungsi orangtua, khususnya Ibu sangat berpengaruh besar dalam upaya mengarahkan perkembangan anak (Kuntaraf, 2005:199).

8.1) Tipe Pola Asuh Orang Tua

Sebagai seorang pemimpin orang tua dituntut mempunyai dua keterampilan, yaitu keterampilan manajemen (managerial skill) maupun

(21)

teknis (techincal skill). Sedangkan kriteria kepemimpinan yang baik memiliki beberapa kriteria, yaitu kemampuan memikat hati anak, kemampuan membina hubungan yang serasi dengan anak, penguasaan keahlian teknis mendidik anak, memberikan contoh yang baik kepada anak, memperbaiki jika merasakan ada kesalahan dan kekeliruan dalam mendidik, membimbing, dan melatih anak. Pola asuh orang tua dalam keluarga tampil dalam berbagai tipe. Ada beberapa macam tipe pola asuh orang tua dalam keluarga, yaitu sebagai berikut (Djamarah, 2019:60) : a. Gaya Otoriter

Tipe pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh orang tua yang memaksakan kehendak. Dengan tipe orang tua ini cenderung sebagai pengendali atau pengawas (controller), selalu memaksakan kehendak kepada anak, tidak terbuka terhadap pendapat anak, sangat sulit menerima saran dan cenderung memaksakan kehendak dalam perbedaan, terlalu percaya pada diri sendiri sehingga menutup katup musyawarah.

b. Gaya Demokratis

Tipe pola asuh demoktaris adala tipe pola asuh yang terbaik dari semua tipe pola asuh yang ada. Hal ini disebabkan tipe pola asuh ini selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan individu anak. Tipe pola asuh demokratis mengharapkan anak untuk berbagi tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi dalam keluarga. Meskipun tampak kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas, karena tipe pola asuh demokratis ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki anak.

c. Gaya Laissez-Faire

Tipe pola asuh orang tua ini tidak berdasarkan aturan-aturan.

Kebebasan memilih terbuka bagi anak dengan sedikit campur orang

(22)

tua agar kebebasan yang diberikan terkendali. Bila tidak ada kendali dari orang tua, maka perilaku anak tidak terkendali, tidak terorganisasi, tidak produktif dan apatis, sebab anak merasa tidak memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai.

d. Gaya Fathernalistik

Fathernalistik (fathernal= kebapakan) adalah pola asuh kebapakan, dimana orang tua bertindak sebagai ayah terhadap anak dalam perwujudan mendidik, mengasuh, mengajar, membimbing, dan menasihati. Orang tua menggunakan pengaruh sifat kebapakannya untuk menggerakkan anak mencapai tujuan yang diinginkan meskipun terkadang pendekatan yang dilakukan bersifat sentimental e. Gaya Karismatik

Tipe pola asuh karismatik adalah pola asuh orang tua yang memiliki kewibawaan yang kuat. Kewibawaan itu hadir bukan karena kekuasaan atau ketakutan, tetapi karena adanya relasi kejiwaan antara orang tua dan anak. adanya kekuatan internal luar biasa yang diberkahi kekuatan ghaib (supernatural powers) oleh Tuhan dalam diri orang tua sehingga dalam waktu singkat dapat menggerakkan anak tanpa bantahan.

9. Kesehatan

Menurut WHO, kesehatan adalah suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental maupun sosial serta tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan. Kesehatan secara mental adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal bagi seseorang dan perkembangan tersebut selaras dengan keadaan orang lain. Sementara sehat secara sosial adalah kehidupan seseorang dalam amsyarakat yang memiliki cukup kemampuan untuk memelihara dan memajukan kehidupannya sendiri atau keluarga sehingga memungkinkan untuk bekerja, istirahat, serta menikmati liburan. Ada empat dimensi penting dalam kesehatan yaitu fisik,

(23)

mental, sosial dan ekonomi yang saling mempengaruhi serta mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang, kelompok, atau masyarakat (Eliana, 2016:2).

10. New normal (Normal Baru)

Dosen Politik Universitas Gajah Mada bernama Sigit Pamungkas mengatakan bahwa new normal merupakan suatu cara hidup baru atau cara baru dalam menjalankan aktivitas hidup di tengah pandemi Covid-19 yang belum selesai. New normal dianggap sebagai alternatif dalam dasar kebijakan nasional untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. New normal menerangkan perihal meninggalkan kebiasaan lama sebelum Covid-19 menjadi sebuah kebiasaan baru yang dilakukan. Dibutuhkan rata-rata 66 hari untuk menerapkan kebiasaan baru. Secara teknis dan teori, new normal yang dilakukan adalah enggan bersalaman atau berjabat tangan dengan orang lain.

Munculnya kebiasaan baru dalam Corona yang menggunakan siku sebagai pengganti telapak tangan untuk bersalaman (Habibi, 2020).

11. Lingkungan Padat Penduduk

Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi termasuk didalamnya manusia dan aktivitasnya yang terdapat di dalam ruang atau tempat di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sementara penduduk dapat didefinisikan menjadi dua, yaitu: Orang yang tinggal di suatu daerah dan orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut (Ridwan, 2021:27). Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan jika lingkungan padat penduduk adalah suatu keadaan yang semakin padat jumlah manusia pada suatu batas ruang atau tempat tertentu dan semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya.

B. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu akan membahas tentang beberapa penelitian yang berkaitan dengan fokus pada penelitian yang diteliti.

(24)

1. Sitti Murni Kaddi. (2020). “Komunikasi Keluarga Dalam Pencegahan Coronavirus Disease 2019”. Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. 18, No. 1.

Yogyakarta

Penelitian terdahulu ini dilatarbelakangi oleh transmisi Covid-19 yang mulai mengancam unit sosial terkecil, yaitu klaster keluarga. Maka dibutuhkan upaya untuk pencegahan agar Covid-19 tidak menyebar lebih luas lagi, dimulai dengan komunikasi yang dilakukan oleh keluarga mengenai pemahaman perihal Covid-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis manfaat komunikasi keluarga dalam pencegahan Covid-19 pada masyarakat Desa Nupabomba sebagai Daerah perbatasan Kabupaten Donggala dan Kota Palu.

Metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara dan observasi di lapangan.

Hasil penelitian terdahulu ini menunjukkan bahwa komunikasi keluarga yang digunakan oleh orang tua dan anak sangat bermanfaat dalam mencegah terjadinya penyebaran Covid-19 di Sulawesi Tengah. Proses penyampaian pesan terkait dengan bahaya Covid-19 yang dilakukan orang tua dapat mengubah pemahaman dan perilaku anak sehingga terjadilah pencegahan. Hal ini disebabkan karena informasi terkait pencegahan Covid-19 sangatlah penting, apabila diabaikan dapat menyebabkan tubuh menjadi sakit ringan hingga kematian. Pencegahan yang dilakukan dengan mencuci tangan, memakai masker, tidak bersentuhan dan menjaga jarak, seperti menjauhi para pendatang atau masyarakat lain yang melewati Desa Nupabomba.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang hendak diteliti adalah terletak pada penggunaan metode penelitian yaitu kualtatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi di lapangan. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian yang diteliti terletak pada topik permasalahan yang diteliti, subjek penelitian atau informan/narasumber, serta objek atau lokasi yang akan diteliti.

(25)

2. Ana Kuswanti. (2020). “Manajemen Komunikasi Keluarga Saat Pandemi COVID-19”. Jurnal Sosial & Budaya Syar-i. Vol. 7, No. 8.

Palembang

Penelitian terdahulu ini dilatarbelakangi oleh pandemik Covid-19 yang mendistrupsi tatanan kehidupan keluarga. Sejak pemerintah menekankan physical distancing atau jaga jarak, secara tidak langsung memberikan waktu nyaris 24 jam di rumah. Karantina ini membuat keluarga bisa mendalami satu sama lain, namun bisa juga menimbulkan rasa jenuh karena sering bertemu. Tujuan dari penelitian terdahulu ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi manajemen komunikasi keluarga saat pandemi Covid-19 sehingga tercipta keluarga yang harmonis dan sejahtera.

Metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu ini adalah metode kualitatif bersifat yuridis normatif empiris. Sumber penelitian berupa bahan primer dan sekunder berupa buku, teks, dan artikel jurnal.

Hasil penelitian terdahulu ini menunjukkan bahwa implementasi manajemen komunikasi keluarga dan berpikir sistem dalam mengelola keluarga agar tetap harmonis sangat penting pada saat pandemi Covid-19.

Keluarga senantiasa menjaga komunikasi antarpribadi, saling bertanggung jawab dalam menjaga kebersihan diri dan keluarga dengan pola hidup sehat, serta terbuka dalam mengkomunikasikan segala permasalahan yang ada dalam keluarga.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang hendak diteliti adalah terletak pada penggunaan metode penelitian yaitu kualtatif, sumber data yang terdiri dari data primer dan sekunder, dan subyek penelitian yang merupakan keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian yang diteliti terletak pada topik permasalahan yang diteliti, objek penelitian atau lokasi yang akan diteliti, serta sifat dari penelitian itu sendiri meski sama kualitatif.

(26)

3. Fatwa Nurul Hakim. (2020). “Pola Relasi Anak dan Orang Tua di Masa Pandemi Covid 19”. PSISULA : Prosiding Berkala Psikologi. Vol. 2, No. 2. Semarang

Penelitian terdahulu ini dilatarbelakangi oleh masa pandemi Covid-19 yang memaksa adanya perubahan dinamika dalam keluarga yaitu hubungan anatara anak dengan orang tua, di mana sebelum adanya pandemi Covid-19 waktu anak terbagi ke tempat sekolah dan berkumpul bersama teman-temannya, tapi saat pandemi hal itu tidak dapat dilakukan lagi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguraikan relasi anak dan orang tua di masa pandemi Covid-19, di maan tugas orang tua akan bertambah dengan semakin banyaknya waktu anak berada di rumah.

Metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam secara purposive kepada orang tua yang anaknya sekolah di rumah. Analisis data dengan menyajikan data, mereduksi data, serta menarik kesimpulan.

Hasil penelitian terdahulu ini menunjukkan orang tua di masa pandemi Covid-19 sebagai pembimbing, pendidik, penjaga, pengembang dan pengawas. Secara khusus relasi yang muncul yaitu menjaga dan memastikan anak untuk menerapkan hidup bersih dan sehat, mendampingi anak dalam mengerjakan tugas sekolah, melakukan kegiatan bersama selama di rumah, menciptakan lingkungan yang nyaman untuk anak, menjalin komunikasi yang intens, bermain bersama, menafkahi dan memenuhi kebutuhan keluarga, membimbing dan memotivasi anak, serta memelihara dan mengedukasi nilai keagamaan.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang hendak diteliti adalah terletak pada penggunaan metode penelitian yaitu kualtatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, subyek penelitian yang merupakan anak dan orang tua di masa pandemi Covid- 19, serta analisis data dengan mereduksi data, menyajikan serta melakukan kesimpulan. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian yang diteliti terletak pada topik permasalahan yang diteliti di mana

(27)

penelitian terdahulu meneliti relasi antara anak dan orang tua, serta objek atau lokasi yang akan diteliti.

4. Wahyu Purwasih. (2021). “Peran Keluarga Dalam Pendidikan Karakter Era New Normal”. Kopen : Konferensi Pendidikan Nasional.

Vol. 3, No. 1. Banyumas

Penelitian terdahulu ini dilatarbelakangi oleh pandemi Covid-19 yang menjadi alarm bagi orang tua untuk mengevaluasi dalam mendidik anak yang belajar di rumah. Munculnya pandemi Covid-19 membuat kekhawatiran bagi orang tua karena anak beralih dari belajar di kelas menjadi di rukah sehingga dibutuhkan peran orang tua dalam melakukan pengajaran dan mendidik anak selama pandemi dalam membangun karakter era normal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran yang dilakukan oleh keluarga dalam membangun karakter anak di era new normal.

Metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan studi kepustakaan yaitu mengumpulkan, menelaah dan menganalisis data dari sumber literatur.

Hasil penelitian terdahulu ini menunjukkan bahwa karakter yang harus dimiliki anak antara lain inisiatif, gigih, adaptif, dan kepemimpinan.

Adapun peran keluarga untuk membangun karakter tersebut pada anak yaitu hadirnya sosok ayah dan ibu dalam pengasuhan, meluangkan waktu yang berkualitas bersama anak, dan mendidik anak menggunakan gaya otoritatif.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang hendak diteliti adalah terletak pada penggunaan metode penelitian yaitu kualitatif, teori pendidikan karakter, serta subyek yang hendak diteliti merupakan orang tua dan anak. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian yang diteliti terletak pada topik permasalahan yang diteliti di mana penelitian tersebut membahas peran keluarga, jenis penelitian meski dengan metode kualitatif yang sama, serta objek atau lokasi yang akan diteliti.

(28)

5. I Gusti Lanang Agung Wiranata. (2020). “Penerapan Positive Parenting dalam Pembiasaan Pola Hidup Bersih dan Sehat Kepada Anak Usia Dini”. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Vol. 5, No. 1. Bali Penelitian terdahulu ini dilatarbelakangi oleh kondisi pandemi Covid- 19 yang memiliki tingkat penyebaran sangat cepat sehingga mendorong para pembuat kebijakan mengambil langkah antisipasi dengan menyediakan penginapan bagi petugas kesehatan. Beberapa petugas kesehatan telah berkeluarga seperti menikah dan memiliki anak, namun mereka memiliki fungsi dan tugas yang harus dilakukan di luar rumah saat pandemi berlangsung selain berperan dalam keluarga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui motif petugas kesehatan yang masih menjalankan profesinya di masa pandemi Covid-19 dan bagaimana kualitas komunikasi keluarga kesehatan di masa pandemi Covid-19.

Metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data wawancara melalui Zoom.

Hasil penelitian terdahulu ini menunjukkan bahwa motif petugas kesehatan masih menjalankan profesinya di masa pandemi Covid-19 karena itu adalah bagian dari profesi yang harus dijalankan karena sejak awal mereka memilih untuk bekerja sebagai petugas kesehatan. Hambatan komunikasi yang terjadi adalah tidak bisa bertemu dengan keluarga terganti dengan teknologi komunikasi, bahkan hal tersebut berpengaruh pada kualitas komunikasi berupa kedekatan dan dukungan di antara anggota keluarga tersebut.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang hendak diteliti adalah terletak pada penggunaan metode penelitian yaitu kualtatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian yang diteliti terletak pada topik permasalahan yang diteliti, subjek penelitian atau informan/narasumber, serta objek atau lokasi yang akan diteliti.

(29)

6. I Putu Yoga Purandina. (2020). “Pendidikan Karakter di Lingkungan Keluarga Selama Pembelajaran Jarak Jauh Pada Masa Pandemi COVID-19”. Jurnal Ilmu Pendidikan. Vol. 3, No. 2. Bali

Penelitian terdahulu ini dilatarbelakangi oleh Covid-19 memberikan dampak buruk bagi kehidupan manusia, di mana segala aktivitas menjadi terhambat dan terbatas. Begitu pula di bidang pendidikan, di mana siswa harus belajar dan melakukan aktivitasnya di rumah. Namun hal ini menjadi situasi yang baik untuk pengembangan pendidikan di lingkungan keluarga.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah aktivitas belajar siswa selama di rumah ditemani orang tua mampu mengembangkan pendidikan karakter. Selain itu, untuk mengetahui nilai- nilai karakter apa saja yang bisa berkembang selama pembelajaran di rumah dan apa penyebab berkembang dengan baiknya nilai-nilai karakter tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian terdahulu ini adalah metode kualitatif dengan studi kasus pada siswa TK dan SD se-Kecamatan Marga.

Data diperoleh dengan penyebaran kuesioner kepada siswa, orang tua, dan guru. Diperkuat juga dengan data yang didapatkan dari wawancara.

Hasil penelitian terdahulu ini menunjukkan bahwa adanya perkembangan pendidikan karakter dan hubungan anak dan orang tua yang cukup baik selama pembelajaran dari ruma. Adapun nilai karakter yang dikembangkan adalah nilai karakter religius, disiplin, kreatif, mandiri, tanggung jawab, dan rasa ingin tahu. Berkembangnya nilai karakter ini adalah hasil sinergitas guru dan orang tua dalam membimbing siswa dengan penuh kasih sayang.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang hendak diteliti adalah terletak pada penggunaan metode penelitian yaitu kualtatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara. Sedangkan perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian yang diteliti terletak pada topik permasalahan yang diteliti, subjek penelitian atau informan/narasumber, serta objek atau lokasi yang akan diteliti.

(30)

Proses Komunikasi Persuasif Keluarga

Model Komunikasi

The Hovland “Dynamic of Persuassion”

(Teori Komunikasi Persuasif)

Teori Pendidikan Karakter Orang Tua

Membangun Kesadaran Kesehatan di Era New Normal

di Lingkungan Padat Penduduk Anak

C. Kerangka Pemikiran

Mengacu pada penjelasan sub judul sebelumnya, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Bagan II.1 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan Bagan II.1, menjelaskan tentang model komunikasi persuasif keluarga yang hendak diteliti. Pada hakikatnya, komunikasi merupakan sebuah proses yang cukup kompleks sehingga sulit untuk mengetahui siapa yang memulai komunikasi, kepada siapa komunikasi ditujukan dan dimana

(31)

komunikasi berawal dan berakhir. Untuk memahami proses komunikasi yang sedemikian kompleks, diperlukan suatu instrumen yang membantu menjelaskan proses komunikasi. Instrumen tersebut adalah model komunikasi.

Model komunikasi juga sebuah model konseptual untuk menjelaskan proses komunikasi manusia dan memperlihatkan proses komunikasi dengan menggunakan berbagai model komunikasi membentuk simbol. Maka peneliti hendak meneliti model komunikasi keluarga, khususnya oleh orang tua kepada anak dalam membangun kesadaran kesehatan.

Model Komunikasi Persuasif keluarga yang diteliti tersebut kemudian didukung oleh dua teori yang dipakai dalam penelitian yaitu teori komunikasi persuasif dan teori pendidikan karakter. Teori komunikasi persuasif digunakan sebagai dasar dari cara orang tua mengaplikasikan strategi dalam mengkomunikasikan pesan pada anak untuk membangun kesadaran kesehatan di era new normal dengan berbagai persuasi dan pengaruh yang mereka berikan. Lalu teori pendidikan karakter berfungsi sebagai proses sosialisai orang tua pada anaknya untuk meningkatkan pemahaman intelektual dan memperbaiki karakter untuk mencapai tujuan yakni membangun kesadaran akan kesehatan di era new normal.

Referensi

Dokumen terkait

Banyaknya jumlah daun yangberguguran di Universitas Diponegoromerupakan potensi yang pantas diperhitungkan agar menjadi bahan yang bernilai guna, Salah satunya dengan

Pertama, bahwa salah satu tujuan pendidikan jasmani adalah mengarahkan peserta didik pada pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis. Melalui aktivitas gerak yang

Pemuda yang pertama kali berbicara pada Sang Buddha ini, yang kemudian menjadi anggota Sangha, memberitahu aku bahwa jika yang berkata demikian adalah seorang pertapa biasa,

Hasil-hasil penelitian tersebut di atas telah menunjukkan bahwa implantasi ion-ion boron atau karbon pacta pennukaan besi dengan berbagai variasi dosis dan energi ion mengakibatkan

Ukuran primer yang tepat dalam proses ini harus ditentukan; primer yang terlalu pendek memiliki kemungkinan untuk menemukan rangkaian komplementernya pada banyak

Bahwa, sebagai jaminan atas pembiayaan tersebut, Para Tergugat menyerahkan jaminan kepada Penggugat berupa Sebidang tanah pertanian dan segala sesuatu yang berdiri

suatu barang, bea masuk yang sudah dibayarkan pada saat barang itu diimpor, dapat ditarik kembali, setelah barang jadi hasil produksi diekspor, dengan

ÿ Komite Perdagangan dan