PENDIDIKAN INKLUSIF
Disampaikan dalam Kegiatan Sosialisasi Layanan Pendidikan Khusus Di Sekolah Reguler/Umum
Oleh:
Nandang Kuswara
POKJA PEN. IKLUSI KAB. BANDUNG
6 Juli 2013
1. APA ITU PEND. INKLUSIF?
ANAK TANPA KEBUTUHAN
KHUSUS
ANAK BERKEBUTUH
AN KHUSUS
SEKOLAH
REGULER
ADAPTASIKurikulum
Pembelajaran
Penilaian
Sar. Pras. Sekolah Reguler menerima ABK dan menyediakan sistem layanan
LINTASAN SEJARAH
Masa Penolakan
Masa Penerimaan (ALB sebagai obyek yang
dikasihani, tanpa ada pemberdayaan)
Masa Penerimaan dan Pendidikan secara
eksklusif
Masa Penerimaan, pemberdayaan, dan
pendidikan inklusif
LATAR BELAKANG
UUD 1945 pasal 31 (1) “setiap
warganegara mempunyai kesempatan
yang sama memperoleh pendidikan”.
Lokasi SLB, pada umumnya terletak di
kabupaten/kota, padahal sebaran ABK
banyak di desa-desa dan kecamatan.
UU RI no. 20/2003 Pasal 15 “Pendidikan
khusus merupakan pendidikan untuk
peserta didik yang berkelainan atau
peserta didik yang memiliki kecerdasan
luar biasa yang diselenggarakan secara
inklusif atau berupa satuan pendidikan
khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
KONSEP DASAR
PENDIDIKAN INKLUSIF
Salamanca Statement “prinsip mendasar
dari pendidikan inklusif adalah: selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.”
Staub dan Peck (1995) mengemukakan
bahwa pendidikan inklusif adalah
penempatan anak berkelainan tingkat
ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar
yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun
gradasinya.
LANJUTAN… (KONSEP DASAR)
Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan
bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem
layanan pendidikan yang
mempersyaratkan agar semua anak
berkelainan dilayani di sekolah-sekolah
terdekat, di kelas reguler bersama-sama
teman seusianya.
Freiberg (1995), melalui pendidikan
inklusif, anak berkelainan dididik
bersama-sama anak lainnya (normal) untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
LANDASAN
PENDIDIKAN INKLUSIF
Landasan Filosofis
Landasan Yuridis
Landasan Pedagogis
Landasan Empiris
LANDASAN FILOSOFIS
Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika
“Berbeda (fungsi indera, kapasitas
intelektual, kondisi fisik dan mental),
tetapi tetap satu tujuan,
PENGEMBANGAN POTENSI DIRI MELALUI
PENDIDIKAN SEBAGAI PERWUJUDAN
UMAT TUHAN”
Kelainan vs kewajaran, diibaratkan
perbedaan suku, ras, etnis, yang
masing-masing memiliki karakteristik, potensi,
dan masalah, tetapi bisa disatukan
melalui upaya pendidikan (inklusif).
LANDASAN YURIDIS
Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994). Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948.
Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu
berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan ada.
UU RI No. 20/2003
PERDA PENDIDIKAN KAB. BANDUNG NO. 4 TAHUN 2004 PASAL 1 (34)
“Pendidikan Inklusif adalah layanan pendidikan yang semaksimal mungkin
mengakomodasi semua anak didik, termasuk anak yang berkebutuhan khusus di sekolah atau lembaga pendidikan atau tempat lain (diutamakan yang terdekat dengan tempat tinggal anak didik) bersama teman-teman sebayanya dengan memperhatikan perbedaannya”.
Perbub Kab. No. 42 Tahun 2013
PP NO. 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Pasal 14
(1) “Setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus”
PERDA PENDIDIKAN PROPINSI JAWA BARAT NO. 7 TAHUN 2008 Pasal 22 (1)
“Setiap satuan pendidikan dapat menyelenggarakan pendidikan inklusif, dengan
ketentuan dilengkapi komponen pendukung, (2) “Penyelenggaraan pendidikan inklusif pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh gubernur”.
Permendiknas No. 70 Tahun 2009 Tentang PI Bagi Peserta Didik yang
memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
PERMENDIKN TAHUN NO. 70 TAHUN 2009
PESTA DIDIK
YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI
KECERDASAN
DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA
PASAL 6 TENTANG KEWAJIBAN PEMDA TK. II
(1)
Pemerintah kab./kot. Menjamin
terselenggaranya pendidikan Inklususif
sesuai kebutuhan peserta didik
(2)
Pemerintah kab./kot. Menjamin
tersediaanya sumberdaya pendidikan
inklusif pada satuan pendidikan yang
ditunjuk
(3)
Pemerintah dan pemerintah provinsi
membantu tersedianya sumber daya
PASAL 7
KEWAJIBAN SEKOLAH
Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif menggunakan KTSP yang
mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat dan potensinya
PASAL 8
Pembebelajaran pada pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip2 pembelajaran yang disesuikan dengan karakteristik belajar peserta didik
PASAL 9
PENILAIAN
(1) Penilaian hasil belajar bagi peserta didik
pendidikan inklusif mengacu pada KTSP yang bersangkutan
(2) Peserta didik yang mengikuti pembelajaran
berdasarkan kurikulum yg dikembangkan sesuai dg standar nasional pendidikan atau di atas
standar nasional pendidikan wajib mengikuti UN
(3) Peserta didik yg memiliki kelainan dan
mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yg dikembangkan di bawah standar nasional pendidikan mengikuti ujian sekolah yg
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yg bersangkutan.
LANJUTAN
(4)Peserta didik menyelesaikan pendidikan dan
lulus ujian sesuai dg standar nasional pendidikan
mendapatkan ijazah yang blangkonya dikeluarkan
oleh Pemerintah.
(5)Peserta
didik
yg
memiliki
kelainan
yg
menyelesaikan pendidikan berdasarkan kurikulum
yg dikembangkan oleh satuan pendidikan di
bawah standar nasional pendidikan mendapatkan
STTB yg blangkonya dikeluarkan oleh satuan yang
bersangkutan.
(6)Peserta didik yg memperoleh STTB dapat
melanjutkan pendidikan pada tingkat atau jenjang
yang lebih tinggi pada satuan pendidikan inklusif
PASAL 10
KETENAGAAN
(1)Pem. Kab./kot. Wajib menyediakan paling sedikit
satu orang GPK pada satuan pendidikan yg
ditunjuk untuk menyelenggarakan pendidikan
inklusif
(2)Satuan penyelenggaraan pendidikan inklusif yg
tidak ditunjuk oleh pemerintah kab./kota wajib
menyediakan paling sedikit satu orang GPK
(3)Pem. kab./kota wajib meningkatkan kompetensi
dibidang pendidikan khusus bagi tenaga pendidik
dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusif
LANJUTAN
(4)Pemerintah pemerintah provinsi
membantu penyediaan tenaga GPK bagi
satuan penyelenggara pendidikan inklusif
yang memerlukan sesuai dengan
kewenanganya
(5)Pemerintah dan pemerintah provinsi
membantu meningkatkan kompetensi di
bidang pendidikan khusus bagi tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan pada
satuan pendidikan penyelenggara
pendidikan inklusif
LANJUTAN
(6)Peningkatan kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) dapat
dilakukan melalui :
a.
Pusat pengembangan dan pemberdayaan
pendidik dan tenaga kependidikan (P4TK)
b.
Lembaga penjamin mutu pendidikan (LPMP)
c.
Perguan tinggi (PT)
d.
Lembaga pendidikan dan pelatihan lainya di
lingkungan pemerintah daerah, Depdiknas
dan/atau Depag.
SK Kep. DISDIK Kab. Bdg No.
422.2/1806-TK-SD/DISDIK 2007 Tentang Tim Pengembang
Pendidikan Inklusi Tingkat Kabupaten Bandung Tahun 2007
LANDASAN PEDAGOGIS
Melalui pendidikan, peserta didik
berkelainan dibentuk menjadi
warganegara yang demokratis dan
bertanggungjawab, yaitu individu yang
mampu menghargai perbedaan dan
berpartisipasi dalam masyarakat.
Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak
awal mereka diisolasikan dari teman
sebayanya di sekolah-sekolah khusus.
Betapapun kecilnya, mereka harus
diberi kesempatan bersama teman
sebayanya.
LANDASAN EMPIRIS
The National Academy of Sciences
(Amerika Serikat), menunjukkan bahwa
“klasifikasi dan penempatan anak
berkelainan di sekolah, kelas atau tempat
khusus tidak efektif dan diskriminatif”.
Layanan ini merekomendasikan agar
pendidikan khusus secara segregatif hanya
diberikan terbatas berdasarkan hasil
identifikasi yang tepat (Heller, Holtzman &
Messick, 1982).
Pendidikan inklusif berdampak positif, baik
terhadap perkembangan akademik
maupun sosial anak berkelainan dan
teman sebayanya.
KONTROVERSI
PENDIDIKAN INKLUSIF
Pro Pendidikan Inklusif:
1.
Belum banyak bukti empiris yang mendukung
asumsi bahwa layanan pendidikan khusus yang
diberikan di luar kelas reguler menunjukkan hasil
yang lebih positif bagi anak;
2.
Biaya sekolah khusus relatif lebih mahal dari
pada sekolah umum;
3.
Sekolah khusus mengharuskan penggunaan label
berkelainan yang dapat berakibat negatif pada
anak;
4.
Banyak anak berkelainan yang tidak mampu
memperoleh pendidikan karena tidak tersedia
sekolah khusus yang dekat;
5.
Anak berkelainan harus dibiasakan tinggal dalam
LANJUTAN..(KONTRA)
Peraturan perundangan yang berlaku
mensyaratkan bahwa bagi anak berkelainan disediakan layanan pendidikan yang bersifat kontinum;
Hasil penelitian tetap mendukung gagasan
perlunya berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkelainan;
Tidak semua orang tua menghendaki
anaknya yang berkelainan berada di kelas reguler bersama teman-teman seusianya yang normal;
Pada umumnya sekolah reguler belum siap
menyelenggarakan pendidikan inklusif karena keterbatasan sumber daya
pendidikannya.
KESIMPULANNYA!!!
meskipun sudah ada sekolah inklusi, keberadaan sekolah khusus (segregasi) seperti SLB tetap diperlukan sebagai salah satu alternatif bentuk pelayanan pendidikan bagi anak
berkelainan yang memerlukan, serta pusat dukungan terhadap penyelenggaraanya penddidikan inklusif.
ALTERNATIF
PENDIDIKAN BAGI ABK
1.
Kelas biasa penuh
2.
Kelas biasa dengan tambahan
bimbingan di dalam,
3.
Kelas biasa dengan tambahan
bimbingan di luar kelas,
4.
Kelas khusus dengan kesempatan
bergabung di kelas biasa,
5.
Kelas khusus penuh,
6.
Sekolah khusus, dan
7.
Sekolah khusus berasrama.
INKLUSIF MODERAT
Vaughn, Bos, dan Schumm (2000),
mengemukakan bahwa dalam praktik, istilah inklusi sebaiknya dipakai bergantian dengan instilah mainstreaming, yang secara teori diartikan sebagai penyediaan layanan
pendidikan yang layak bagi anak berkelainan sesuai dengan kebutuhan individualnya.
Penempatan anak berkelainan harus dipilih
yang paling bebas di antara alternatif di atas, berdasarkan potensi dan jenis / tingkat
kelainannya.
Penempatan ini juga bersifat sementara, bukan
permanen, dalam arti bahwa siswa berkelainan dimungkinkan secara luwes pindah dari satu alternatif ke alternatif lainnya, dengan asumsi bahwa intensi kebutuhan khususnya berubah-ubah.
IMPLIKASI MANAJERIAL
PENDIDIKAN INKLUSIF
Pendidikan inklusi berarti
menciptakan dan menjaga komunitas
kelas yang hangat, menerima
keanekaragaman, dan menghargai
perbedaan.
Mengajar kelas yang heterogen
memerlukan perubahan pelaksanaan
kurikulum secara mendasar.
Pendidikan inklusi berarti
menyiapkan dan mendorong guru
untuk mengajar secara interaktif.
LANJUTAN… (IMPLIKASI)
Pendidikan inklusi berarti penyediaan dorongan
bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi.
Pendidikan inklusi berarti melibatkan orang
tua, lintas profrsi/disiplin ilmu maupun
steakholdrs lainya secara bermakna dalam proses perencanaan.
MODEL PENDIDIKAN
INKLUSIF
DI INDONESIA
Kelas reguler (inklusi penuh)
Anak berkelainan belajar bersama anak lain
(normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama
Kelas reguler dengan
cluster
Anak berkelainan belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
Kelas reguler dengan full out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler namun dalam
waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas
reguler ke ruang sumber untuk belajar
dengan guru pembimbing khusus.
LANJUTAN…(MODEL)
Kelas reguler dengan cluster dan full out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
Kelas khusus dengan berbagai
pengintegrasian
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
Kelas khusus penuh
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.
PERTIMBANGAN DALAM
MEMILIH MODEL
INKLUSIF
jumlah anak berkelainan yang akan dilayani,
jenis kelainan masing-masing anak,
gradasi (tingkat) kelainan anak,
ketersediaan dan kesiapan tenaga
kependidikan, serta
sarana-prasara yang tersedia.
KOMPONEN YANG
DISIAPKAN
(PENDIDIKAN INKLUSIF)
1.
input siswa,
2.
kurikulum (bahan ajar),
3.
tenaga kependidikan
(guru/instruktur/ pelatih),
4.
sarana-prasarana,
5.
dana,
6.
manajemen (pengelolaan), dan
7.
lingkungan (sekolah, masyarakat,
dan keluarga),
ISU-ISU STRATEGIS
DALAM PENDIDIKAN
INKLUSIF?
INPUT SISWA
1. Siapa input siswanya, apakah semua
peserta didik berkelainan
dapat mengikuti kelas reguler bercampur anak lainnya (anak
normal)?
2. Bagaimana identifikasinya?
3. Apa alat identifikasi yang digunakan?
4. Siapa yang terlibat dalam identifikasi?
KURIKULUM…?
1. Bagaimana model kurikulum (bahan ajarnya)
untuk kemampuan
anak yang beragam dalam kelas reguler yang sama?
2. Siapa yang mengembangkannya?
3. Bagaimana pengembangannya?
TENAGA PENDIDIK…?
1. Siapa saja tenaga kependidikan yang terlibat?
2. Apa peranserta masing-masing?
3. Bagaimana kualifikasi gurunya?
4. Persyaratan apa yang harus dimiliki?
SARANA PRASARANA…?
1. Prasarana apa yang diperlukan?
2. Sarana apa yang diperlukan?
DANA…?
Dari mana sumber dana untuk operasional sekolah inklusi?
Untuk keperluan apa saja dana tersebut?
MANAJEMEN…?
Bagaimana manajemennya?
Siapa saja yang dilibatkan?
Apa tugas dan fungsinya?
LINGKUNGAN…?
Bagaimana lingkungan sekolahnya?
Bagaimana lingkungan sekitaranya?
Bagaimana lingkungan
rumah tangganya?
Upaya apa yang dilakukan dalam rangka
meningkatkan peranserta masyarakat dan orang tua untuk meningkatkan mutu
pendidikan di sini?
PROSES BELAJAR
MENGAJAR…?
Bagaimana perencanaan kegiatan belajar-mengajar?
Bagaimana pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar?
Bagaimana evaluasi kegiatan belajar-mengajar?
SEKIAN DAN TERIMA KASIH WASSALAMU’ALAIKUM Wr.Wb.