• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Coba Modul Teknik Isolation Time Out pada Ibu untuk Menurunkan High Anger Temper Tantrum Anak di PAUD X Bandung (Ibu yang Memiliki Anak Berusia 5-10 Tahun).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Coba Modul Teknik Isolation Time Out pada Ibu untuk Menurunkan High Anger Temper Tantrum Anak di PAUD X Bandung (Ibu yang Memiliki Anak Berusia 5-10 Tahun)."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

(2)

v

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

(3)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Lembar Orisinalitas Laporan Penelitian... ii

Lembar Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi... ix

Daftar Bagan ... xiv

Daftar Tabel ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah ... 1

1. 2 Identifikasi Masalah ... 10

1. 3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1. 3. 1 Maksud Penelitian ... 10

1. 3. 2 Tujuan Penelitian ... 11

1. 4 Kegunaan Penelitian... 11

1. 4. 1 Kegunaan Teoritis ... 11

(4)

x

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Teori... ... 13

2. 1. 1 Teori Temper Tantrum ... 13

2. 1. 1.1 Definisi Temper Tantrum ... 13

2. 1. 1. 2 Perilaku Temper Tantrum ... 14

2. 1. 1. 3 Penyebab Temper Tantrum ... 16

2. 1. 1. 4 Cara Menangani Temper Tantrum ... 17

2. 1. 2 Masa Early Childhood ... 17

2. 1. 2. 1 Tahap Perkembangan Kognitif ... 17

2. 1. 2. 2 Tahap Perkembangan Emosi ... 18

2. 1. 2. 3 Keluarga ... 19

2. 1. 2. 3.1 Isu Orang Tua-Anak ... 19

2. 1. 3 Operant Conditioning ... 20

2. 1. 3. 1 Pengertian Operant Conditioning ... 21

2. 1. 3. 2 Teori Pokok Operant Conditioning (B. F Skinner) ... 21

2. 1. 4 Time Out ... 23

2. 1. 4. 1 Pengertian Time Out ... 23

2. 1. 3. 2 Tempat Efektif Time Out ... 24

2. 1. 3. 2.1 Tempat Efektif Time Out Untuk Anak 5-12 Tahun ... 24

2. 1. 3. 3 Cara Menjelaskan Time Out ... 25

2. 1. 3. 4 Time Out Anak Dengan Segera ... 26

(5)

2. 1. 3. 6 Setelah Time Out ... 27

2. 1. 3. 7 Cara Menangani Anak Usia 5-12 yang Menolak Time Out ... 27

2. 1. 3. 7.1 Menunda atau Menolak Untuk Pergi ke Ruang Time Out ... 27

2. 1. 3. 7.2 Membuat Keributan Saat Time Out Berlangsung ... 28

2. 1. 4 Program Pelatihan ... 28

2. 1. 4. 1 Pengertian Pelatihan ... 29

2. 1. 4. 2 Maksud Pelatihan ... 29

2. 1. 4. 3 Pedoman Umum Merancang Program Pelatihan ... 30

2. 1. 4. 4 Tujuan Pembelajaran (Learning) dalam Pelatihan ... 32

2. 1. 5 Experential Learning ... 32

2. 1. 5. 1 Fase-fase dalam Experential Learning... 34

2. 1. 5. 2 Tahapan dalam Experential Learning ... 36

2. 1. 5. 3 Metoda dalam Experential Learning ... 39

2. 1. 6 Evaluasi Pelatihan ... 44

2. 2 Kerangka Pikir ... 47

2. 3 Asumsi Penelitian... 60

2. 4 Hipotesis Penelitian ... 60

(6)

xii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

3. 2. 1 Variabel Penelitian ... 62

3. 2. 2 Definisi Konseptual ... 62

3. 2. 2. 1 Definisi Konseptual Independent Variable ... 62

3. 2. 2. 2 Definisi Konseptual Dependent Variable ... 62

3. 2. 3 Definisi Operasional... 63

3. 2. 3. 1 Definisi Operasional Independent Variable ... 63

3. 2. 3. 2 Definisi Operasional Dependent Variable ... 63

3. 3 Pelatihan Time Out ... 64

3. 4 Alat Ukur ... 68

3. 4. 1 Alat Ukur High Anger Temper Tantrum ... 68

3. 4. 2 Prosedur Pengisian Alat Ukur ... 69

3. 4. 3 Sistem Penilaian ... 70

3. 4. 4 Evaluasi Program Pelatihan ... 71

3. 4 .5 Validitas Alat Ukur ... 74

3. 5 Populasi Sasaran dan Teknik Sampling ... 75

3. 5. 1 Populasi Penelitian ... 75

3. 5. 2 Karakteristik Sampel ... 75

3. 5. 3 Teknik Sampling ... 76

3. 6 Teknik Analisis ... 76

(7)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Hasil Uji Coba Modul Pelatihan ... 78

4. 1. 1 Gambaran Responden ... 78

4. 1. 2 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Reaksi ... 82

4. 1. 3 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Belajar ... 92

4. 1. 4 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Perilaku ... 94

4. 1. 5 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Hasil ... 99

4. 2 Pembahasan Hasil Uji Coba Modul Pelatihan ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan Penelitian ... 111

5. 2 Saran Penelitian ... 113

5. 2. 1 Saran Teoretis... 113

5. 2. 2 Saran Guna Laksana ... 114

Daftar Pustaka ... 115

Daftar Rujukan ... 117

(8)

xiv

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 2. 1 Kerangka Pikir

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Tabel Perilaku Temper Tantrum

Tabel 3. 1 Rancangan Pelatihan Isolation Time Out

Tabel 3. 2 Variabel High Anger Temper Tantrum

Tabel 3. 3 Penilaian Alat Ukur High Anger Temper Tantrum

Tabel 3. 4 Penilaian Evaluasi Reaksi

Tabel 3.5 Penilaian Evaluasi Reaksi

Tabel 3.6 Penilaian Evaluasi Perilaku

Tabel 3.7 Penilaian Evaluasi Hasil

Tabel 4. 1 Usia Ibu

Tabel 4. 2 Pendidikan Ibu

Tabel 4. 3 Jenis Kelamin Anak

Tabel 4. 4 Usia Anak

Tabel 4. 5 Reaksi Peserta terhadap Pelaksanaan Pelatihan

Tabel 4. 6 Reaksi Peserta terhadap Pembicara, Materi dan Isi Pelatihan, serta

Fasilitas

Tabel 4. 7 Evaluasi Belajar Peserta Setelah Pelatihan

Tabel 4. 8 Evaluasi Perilaku Peserta Setelah Pelatihan

(10)

xvi

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. 1 Rundown Pelatihan Isolation Time Out

Lampiran 1. 2 Evaluasi Pelatihan

Lampiran 1. 3 Alat Ukur High Anger Temper Tantrum

Lampiran 1. 4 Rekapan Hasil Pre-test & Post-test

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Menurut hasil survey yang dilakukan oleh peneliti, di PAUD ‘X’ Bandung,

terdapat beberapa ibu yang memiliki anak berusia 5 tahun yang masih mengalami

temper tantrum. Hasil wawancara kepada 10 orang ibu yang memiliki anak

berusia 5 tahun, terdapat 7 orang anak yang masih memperlihatkan perilaku

temper tantrum. Dari 7 orang anak tersebut, 4 orang anak yang memperlihatkan

perilaku high anger temper tantrum dan 3 orang anak lagi tidak memperlihatkan

perilaku high anger temper tantrum. Anak yang pertama adalah anak laki laki

berusia 5½ tahun, bernama F. F sering menampilkan perilaku tantrum di depan

warung jika F menginginkan sesuatu misalnya permen atau mainan. Ibu

seringkali tidak mengijinkan F membeli mainan atau makanan yang F inginkan

karena harganya mahal. Ibu berkata dengan nada yang tinggi kepada F, sehingga

menyebabkan F berteriak dengan mengatakan mama pelit, mendorong ibunya,

kemudian menangis sambil berlari ke arah neneknya. Neneknya menggendong F

dan akhirnya membelikan apa yang diinginkannya. Alasan nenek membelikan

makanan atau mainan tersebut karena neneknya merasa kasihan melihat cucunya

(12)

2

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

menghukum F atas perilaku F tersebut karena menurut ibu, S akan diam saat

neneknya membelikan mainan atau makanan yang F inginkan.

Anak yang kedua, adalah anak perempuan berusia 5 tahun bernama AN. AN

mengalami tantrum saat AN menginginkan sesuatu dan dilarang oleh ibunya, AN

berlari ke kamarnya sambil berteriak dan membanting pintu kamarnya. Ibu

berusaha menjelaskan kepada AN, mengapa ibu tidak membelikan barang

tersebut dengan suara yang halus, tetapi anak berteriak-teriak dengan wajah yang

terlihat marah dan memukul ibunya. Menurut ibu, hal ini disebabkan karena

ayahnya selalu menuruti apa yang diinginkan oleh AN Ketika ayahnya pulang

dari kantor, anak akan minta dibelikan barang tersebut dan mengadukan ibunya

kepada ayahnya karena ibu tidak menuruti keinginannya. Ibu tidak pernah

menghukum S, ibu hanya memarahi dan ‘menyentil’ telinga AN. AN juga

seringkali menangis sambil memukul kakaknya ketika berebut mainan dengan

kakaknya. Tindakan ibu untuk menangani hal ini, ibu biasanya memarahi

kakaknya dan memberikan mainan tersebut kepada adiknya agar adiknya tenang

dan tidak menangis lagi. Ibu melakukan hal ini karena ibu beranggapan bahwa

kakaknya sudah besar. Ibu tidak pernah menghukum AN karena hal tersebut, ibu

hanya memarahi kakak AN karena tidak mau mengalah kepada adiknya.

Anak yang ketiga adalah anak laki-laki berusia 5 tahun bernama LA. LA

memperlihatkan perilaku tantrum lebih dari tiga kali dalam sehari karena

rumahnya berada di sebelah warung dan LA setiap hari bermain di depan warung

(13)

3

kencang di depan warung karena ibu tidak membelikan apa yang LA inginkan.

Reaksi ibu melihat perilaku anaknya tersebut adalah membentak anaknya dengan

mengatakan bahwa ibu tidak mempunyai uang untuk membeli apa yang

diinginkan LA. LA tidak berhenti menangis dan ibu pun memukul tangan LA

agar LA berhenti menangis. Tindakan ibu tersebut tidak membuat LA berhenti

menangis melainkan membuat tangisan LA semakin kencang dan memukul

ibunya. Ibu merasa malu karena banyak orang yang melihat LA menangis, dan

akhirnya ibu terpaksa membelikan barang atau makanan yang diinginkan LA.

Anak yang keempat adalah anak laki-laki berusia 5 tahun bernama FS. FS

berteriak, marah-marah dan memukul ibunya, apabila dia menolak saat diminta

oleh ibunya untuk belajar. Ibu merasa kesal karena FS tidak menuruti perintah

ibu, sehingga ibu membentak FS, yang membuat anak menangis sambil

mengumpat dengan suara keras. Ibu pernah mengunci FS di kamarnya karena

telah memukul ibu, namun FS malah menangis dengan keras dan menendang

pintu. Ibu membiarkan FS sampai FS tenang. Setelah FS tenang, ibu tidak

memberikan penjelasan mengapa FS dikunci.

Dari data-data di atas didapatkan bahwa di PAUD ‘X’ Bandung terdapat

ibu-ibu yang memiliki anak dengan perilaku high anger temper tantrum. Temper

tantrum adalah luapan emosi yang meledak-ledak, impulsif, dan tidak terkontrol

(Giesbrecht, Miller, & Müller, 2010). Kata “temper” merujuk pada dinamika

(14)

4

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

(perilaku tidak terarah dan aktif). Jadi, dapat dikatakan bahwa temper tantrum

merupakan bentuk luapan kemarahan (Schaefer & Millman, 1982). Temper

tantrum bisa terjadi pada setiap anak, biasanya diidentikkan dengan kemarahan

yang dilakukan oleh anak kecil (Sanders, 1997).

Temper tantrum pada anak merupakan perilaku normal dari pertumbuhan

balita karena mereka terus menerus bereksplorasi dan mempelajari

batasan-batasan di sekelilingnya (Octopus, 2006). Temper tantrum merupakan perilaku

yang biasa ditampilan oleh 50-91% anak-anak usia dua hingga tiga tahun, tetapi

frekuensi perilaku tersebut perlahan menurun ketika berada pada masa prasekolah

(Potegal & Archer, 2004; Potegal & Davidson, 2003). Frekuensi dan durasi temper

tantrum anak usia 4 sampai 6 tahun berkurang dibandingkan dengan anak usia 2

sampai 4 tahun (Frey, 2003). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh

Pakpahan (2008), ada 80 anak (51,3%) berusia 3 – 4 tahun yang mengalami

temper tantrum, dan ada 76 anak (48,7%) berusia 5 – 6 tahun yang masih

mengalami temper tantrum.

Belden, Thomson, dan Luby (2008) menyebutkan bahwa ada tiga perilaku

temper tantrum pada usia 3 sampai 5 tahun yang perlu segera ditangani, yaitu

adanya perilaku agresi, merusak barang atau keduanya. Temper tantrum yang

berhubungan dengan self-injurious, perilaku tantrum yang terjadi sebanyak 5 kali

dalam sehari di rumah atau di sekolah, dan durasi perilaku tantrum lebih dari 25

menit dapat mengindikasikan masalah yang lebih serius. Potegal dan Davidson

(15)

5

perilaku temper tantrum menjadi sering dan berkepanjangan atau meliputi

perilaku merusak barang atau perilaku agresi yang serius dapat memprediksikan

perilaku antisosial di masa yang akan datang.

Survey yang dilakukan oleh Hayes (2003) menunjukkan kaitan antara temper

tantrum dengan tindakan kriminal saat dewasa. Penelitian tersebut

mengungkapkan bahwa kesulitan dalam pengendalian diri dan temper tantrum,

pada anak-anak prasekolah dapat dikaitkan dengan serangan kasar saat anak

tersebut sudah dewasa. Dalam beberapa studi juga mengatakan bahwa temper

tantrum pada anak akan menyebabkan masalah disruptive behavior di masa yang

akan datang (Hayes, 2003). Oleh karena itu, perilaku temper tantrum yang

disertai dengan perilaku agresi seperti yang ditampilkan oleh keempat anak di

PAUD ‘X’ perlu segera ditangani.

Perilaku temper tantrum diperlihatkan dengan mendengus dan menggeram

dan ada yang menjerit dengan keras, sehingga mata anak menjadi merah, muntah,

ataupun menjadi kaku seperti patung (Potegal & Davidson, 2003). Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Potegal dan Davidson (2003), menyebutkan

bahwa terdapat 13 perilaku tantrum, yaitu menangis (cry), berteriak tanpa

kata-kata (scream), berteriak dengan kata-kata (shout), menggeletakkan atau

menggulingkan badan di lantai (down), menendang (kick), memukul (hit),

menarik atau mendorong (pull/push), pergi (away), kaki atau tangan menjadi kaku

(16)

6

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

kaki ibu. Potegal dkk (2003) kemudian melakukan analisis komponen untuk

mengelompokkan perilaku temper tantrum berdasarkan emosi yang terlibat

didalamnya, diantaranya adalah “high anger”, “intermediate anger”, “low

anger”, “distress”, dan “coping”. Sebagai contoh, perilaku yang menunjukkan

rasa marah yang besar (high anger) adalah menendang, memukul, dan berteriak;

sedangkan perilaku yang menunjukkan distress adalah merengek, menangis, dan

mencari rasa nyaman dari orangtua atau affiliate (memegang, memeluk, meminta

bantuan).

Perilaku temper tantrum tidak hanya terjadi di rumah, tetapi juga terjadi di

tempat umum, dan di sekolah. Temper tantrum terjadi karena anak tidak

mendapatkan apa yang diinginkan ataupun karena anak tidak dapat

mengkomunikasikan apa yang dirasakannya kepada orang lain (Schaefer &

Millman, 1981). Selain itu, jika anak mendapatkan sesuatu yang menyenangkan

ketika anak melakukan temper tantrum, akan membuat anak menjadikan temper

tantrum sebagai strategi untuk mengontrol lingkungan (Schaefer & Millman,

1981). Menurut Schaefer & Millman (1981), penyebab anak berusia 2 sampai 4

tahun mengalami tantrum karena pada masa ini anak cenderung menunjukkan

perilaku negativistik dan menginginkan kemandirian.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa di UPN Veteran

Jakarta (2008), temper tantrum yang masih terjadi pada masa early childhood

disebabkan karena anak terlalu dimanjakan, apa yang anak inginkan selalu

(17)

7

tua yang tidak konsisten juga akan menyebabkan anak mengulangi perilaku

tantrum pada saat menginginkan sesuatu misalnya, orang tua seringkali

mengancam akan menghukum anak tapi tidak pernah menghukum. Anak akan

dibingungkan oleh orang tua dan menjadi tantrum ketika orang tua benar-benar

menghukum. Sikap antara ayah dan ibu yang tidak sependapat dalam menerapkan

pola asuh juga dapat menyebabkan anak akan melakukan tantrum untuk

mendapatkan keinginannya dari orang tua. La Forge (1996) menyebutkan, jika

orang tua membiarkan tantrum berkuasa atau bereaksi dengan hukuman-hukuman

yang keras dan paksaan-paksaan, maka berarti orang tua sudah menyemangati dan

memberi contoh kepada anak untuk bertindak kasar dan agresif.

Dari survey yang dilakukan di PAUD ‘X’ Bandung, perilaku temper tantrum

masih terjadi pada anak yang berusia 5-10 tahun. Usia 5 tahun, merupakan masa

dimana orang tua harus membangun kerja sama dengan figur otoritas lain seperti

guru, kakek-nenek, pengasuh serta orang tua lain untuk menangani masalah

perilaku anak dengan cara yang konsisten. Orang tua sering menjadi lebih

menunjukkan encouraging pada perilaku yang sesuai dan discouraging pada

perilaku yang tidak sesuai (Lamb, Ketterlinus, & Fracasso, 1992). Tujuannya bagi

anak adalah memunculkan kemampuan untuk sepakat dengan tuntutan dan

harapan orang tua.

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu di PAUD ‘X’ Bandung, usaha-usaha

(18)

8

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

pengetahuan ibu mengenai temper tantrum dan kurang terampil dalam

menanganinya, sehingga perilaku high anger temper tantrum tidak menurun.

Lingkungan memperkuat perilaku high anger temper tantrum dengan cara

memberikan apa yang diinginkan oleh anak saat anak menampilkan perilaku high

anger temper tantrum. Ibu bukan memberikan hukuman pada anak saat anak

menampilkan perilaku high anger temper tantrum, melainkan memberikan

reward. Pemberian reward yang tidak tepat, yaitu saat ibu tidak memberikan

sesuatu yang anak inginkan, tetapi akhirnya ibu membelikan apa yang diinginkan

anak karena anak menampilkan perilaku high anger temper tantrum. Anak

menggunakan perilaku high anger temper tantrum tersebut sebagai alat untuk

mendapatkan keinginannya. Keberhasilan ini membuat anak mengulang usaha

untuk mengendalikan lingkungan mereka.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menangani high anger

temper tantrum, namun salah satu teknik yang efektif untuk menangani perilaku

temper tantrum anak menurut Potegal dan Davidson (2003), yaitu time out. Hal

ini disebabkan time out merupakan metode hukuman. Sebagai hukuman, time out

dapat mengajarkan kepada anak bahwa setiap perilaku high anger temper tantrum

berhubungan dengan konsekuensi yang tidak menyenangkan yaitu time out,

sehingga perilaku tersebut dapat berkurang. Time out dapat menjadi sarana untuk

membantu anak memperkuat hubungan antara perilaku dan konsekuensi, tidak

menghadirkan emosi negatif dari orang tua, dan memberi waktu untuk berpikir

(19)

9

dengan lebih bijak. Time out biasanya digunakan di rumah dan sekolah serta telah

terbukti efektif pada berbagai bentuk perilaku di setting berbeda (Brantner &

Doherty, 1983).

Teknik time out merupakan teknik yang popular dilakukan oleh orang tua di

negara barat kepada anak-anaknya. Di Indonesia, orang tua masih jarang

menerapkan teknik tersebut di rumah. Orang tua di Indonesia lebih memilih

menggunakan kekerasan dan ancaman sebagai hukuman terhadap perilaku anak

yang bermasalah, sedangkan orang tua di negara barat lebih memilih menyuruh

anak diam di suatu tempat untuk merefleksikan perilakunya. Setelah anak

ditempatkan di tempat tersebut, orang tua akan mengajak anaknya berbicara

mengenai perilaku anak yang bermasalah tersebut dan alasan mengapa anak

ditempatkan di tempat khusus yang disediakan orang tua (Agnessia Shella, 2010).

Ibu-ibu di PAUD ‘X’ pun tidak pernah menggunakan teknik isolation time out

untuk menangani perilaku high anger temper tantrum anak. Mereka lebih

memilih membentak anak, memukul, atau memenuhi keinginan anak ketika

perilaku high anger temper tantrum muncul. Hal ini disebabkan oleh ibu-ibu

belum mengetahui mengenai teknik isolation time out.

Berdasarkan data tersebut, peneliti akan menyediakan modul pelatihan

isolation time out untuk memberikan pengetahuan danketerampilan ibu-ibu yang

memiliki anak berusia 5-10 tahun yang menunjukkan perilaku high anger temper

(20)

10

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

akan datang dan memberikan pengetahuan mengenai isolation time out sebagai

solusi untuk menurunkan perilaku tersebut.

1.1. Identifikasi Masalah

• Apakah modul pelatihan isolation time out dapat dihunakan untuk

memberikan pengetahuan serta keterampilan mengenai teknik isolation

time out untuk menurunkan high anger temper tantrum anak.

• Apakah terdapat penurunan high anger temper tantrum pada anak berusia

5-10 tahun jika ibu melakukan isolation time out sesudah diberikan

pelatihan.

1.2.Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk merancang dan menguji cobakan modul

isolation time out pelatihan isolation time out pada ibu yang memiliki anak

berusia 5-10 tahun untuk menurunkan high anger temper tantrum anak di

(21)

11

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah modul pelatihan

isolation time out dapat digunakan untuk menurunkan high anger temper

tantrum anak berusia 5-10 tahun di PAUD 'X' Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

• Untuk memberikan informasi kepada bidang psikologi perkembangan

mengenai teknik isolation time out yang dapat dilakukan untuk menurunkan

high anger temper tantrum pada anak berusia 5-10 tahun di PAUD ‘X’

Bandung.

• Untuk memberikan masukkan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan teknik isolation time out untuk menurunkan high anger temper

tantrum anak berusia 5 tahun atau lebih di PAUD ‘X’ Bandung.

I.4.2 Kegunaan Praktis

• Modul pelatihan isolation time out dapat memberikan pengetahuan kepada

ibu, sehingga ibu terampil menggunakan cara-cara yang dapat menurunkan

(22)

12

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha • Modul pelatihan isolation time out sebagai alat bantu ibu dalam mengevaluasi

diri berkaitan terhadap penerapan isolation time out yang tepat kepada anak

berusia 5-10 tahun yang mengalami high anger temper tantrum.

• Sebagai alat bantu ibu untuk mendapatkan pengarahan mengenai penerapan

isolation time out yang tepat terhadap anak berusia 5-10 tahun yang

(23)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Penelitian

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh melalui pengolahan data Pelatihan

Isolation Time Out pada Ibu yang Memiliki Anak High Anger Temper Tantrum

Berusia 5-10 Tahun di PAUD Sukmawati Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai

berikut :

1. Modul Pelatihan Isolation Time Out dapat digunakan untuk menambah

pengetahuan dan keterampilan ibu mengenai teknik isolation time out, disertai

dengan beberapa perbaikan yaitu ketepatan waktu, sound system, video, dan

pemilihan kata-kata dalam kuesioner.

2. Teknik isolation time out dapat menurunkan perilaku high anger temper

tantrum berusia 5-10 tahun di PAUD Sukmawati Bandung, jika peserta

menjalankan teknik isolation time out secara konsisten dan langsung

dilakukan kepada anak saat anak menunjukkan perilaku high anger temper

(24)

112

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

3. Sebagian besar peserta memberikan pernyataan yang bagus terhadap seluruh

rangkaian pelatihan baik dari sisi pelaksanaan pelatihan, pembicara, materi

dan isi pelatihan, serta fasilitas yang diberikan selama pelatihan berlangsung.

4. Terdapat beberapa responden yang memberikan pemahaman yang berbeda

mengenai ketepatan waktu, dikarenakan waktu pelatihan yang dimulai

terlambat.

5. Ada beberapa responden yang memberikan pemahaman berbeda mengenai

sikap pembicara karena ada peserta yang berkata bahwa dirinya tidak

ditanyakan identitasnya oleh pembicara dan ada juga yang mengatakan bahwa

suara pembicara tidak jelas.

6. Beberapa responden juga menyatakan bahwa suasana pelatihan tidak nyaman

karena adanya kegaduhan di luar ruangan yang dibuat oleh anak-anak PAUD

yang sedang beristirahat.

7. Terdapat beberapa responden yang memberikan pemahaman yang berbeda

mengenai video yang ditayangkan karena berbahasa inggirs sehingga mereka

tidak mengerti dan kurang menggambarkan isolation time out.

8. Seluruh peserta menyatakan bahwa mereka mendapatkan wawasan serta

pengetahuan berkaitan dengan teknik isolation time out dan temper tantrum

setelah mengikuti pelatihan isolation time out.

9. Sebagian besar peserta menjalankan teknik isolation time out di rumah saat

anak menunjukkan high anger temper tantrum sesuai dengan teknik yang

(25)

113

10.Terdapat penurunan jumlah anak yang mengalami high anger temper tantrum

setelah ibu menerapkan teknik isolation time out sesuai dengan teknik yang

diajarkan pada saat pelatihan.

11.Ada juga beberapa resonden yang memberikan pernyataan yang berbeda

mengenai kata-kata di kuesioner yang kurang jelas sehingga mereka menangkap

arti kata-kata tersebut dengan pemahaman yang berbeda.

5.2 Saran Penelitian

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

ada beberapa saran yang dapat diajukan, antara lain :

5.2.1 Saran Teoretis

Untuk peneliti yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut disarankan :

1. Untuk dapat melakukan uji efektifitas dari modul pelatihan isolation time out.

2. Dalam hal metodologi, dapat memperhatikan pemilihan kategori dalam

kuesioner evaluasi pelatihan dapat dipilih dengan gradasi yang lebih tepat dan

dalam penyusunan kata-kata dalam kuesioner harus disesuaikan dengan

(26)

114

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

3. Dalam hal modul, perlu diperhatikan mengenai waktu pelatihan. Sebaiknya

diberikan sesi untuk pendaftaran ulang peserta, snack pagi dan waktu jeda

beberapa menit sebelum memulai pelatihan.

4. Perlu memperhatikan situasi yang kondusif dan jauh dari gangguan, perlu

diperhatikan dalam pelaksaan pelatihan agar peserta lebih fokus dalam

mengikuti pelatihan.

5. Dalam pemilihan video, disarankan untuk memilih video berbahasa Indonesia

agar mudah dimengerti oleh peserta.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1. Untuk pihak PAUD ‘X’, modul pelatihan isolation time out ini dapat

dijadikan bahan pertimbangan untuk diberikan kepada ibu-ibu agar dapat

membantunya menghadapi anak yang menunjukkan high anger temper

tantrum.

2. Untuk ibu-ibu di daerah lainnya diharapkan mengikuti pelatihan isolation

time out dan menerapkan hal-hal yang diperoleh selama mengikuti pelatihan

tersebut dalam menangani anak dengan high anger temper tantrum.

3. Bagi para ibu di PAUD ‘X’ dapat melakukan pertemuan untuk saling berbagi

pengalaman antara sesama ibu-ibu berkaitan dengan teknik isolation time out

yang mereka dapatkan dari program pelatihan isolation time out, untuk

membantu ibu lain yang memiliki anak dengan berusia 5 tahun atau lebih

(27)

115

4. Bagi peneliti, perlu diperhatikan mengenai penggunaan alat bantu seperti mic

(28)

115

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Clark, Lynn. 1989. The Time-Out Solution. United States of America: Contemporary Books Inc.

Gesell, Arnold, & Frances L. ILG.1946. The Child From Five to Ten. New Haven, Connecticut, U. S. A: Harper & Row Publisher.

Graciano, Anthony M., Michael L. Raulin. 2000. Research Methods, A Process of Inquiry, Fourth Edition. United States of America: Allyn & Bacon, A Pearson Education Company.

Hariris, Karen R. 1985. Definitional, Parametric, and, Procedural Considerations in Timeout Interventions and Research. Baltimore, Maryland: TAM.

Hayes, E. 2003. Tantrum: Panduan Memahami dan Mengatasi Ledakan Emosi

Anak. Jakarta: Erlangga.

Johnson, David W. & Frank P. Johnson. Joining Together: Group Theory and Group Skills, Third Edition. 1975. United States of America: Prentice-Hall International, Inc.

Kirkpatrick, D. 2006. Evaluating Training Programs, The Four Level Third Edition. San Fransisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc.

Pakpahan, Elisda. H. 2008. Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Perilaku Temper Tantrum Pada Anak Usia Todler di RW I Kelurahan Pondok Labu Jakarta Selatan. http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan09/207314009/halamandepan.pdf

Papalia, Diane E., Dana Gross, & Ruth Duskin. 2003. Child Development. North America: The McGraw-Hill Companies.

Potegal, Michael, & Richard J. D. 2003. Temper Tantrum in Young Children: 1.

Behavioral Composition, Volume. 24, No. 3,

http://psyphz.psych.wisc.edu/web/pubs/2003/temper_children1.pdf. Juni 2003.

Potegal, Michael, & Michael R. K, & Richard J. D. 2003. Temper Tantrum in Young Children: 2. Tantrum Duration and Temporal Organization, Volume. 24, No. 3, http://www.investigatinghealthyminds.org/ScientificPublications/2003/PotegalTe

(29)

Potegal, Michael & Pelhua Qiu. 2010. Anger in Children’s Tantrums: A New,

Quantitative, Behaviorally Based Model. United States of America: Springer

Science+Business Media.

Schaefer, Charles E., Millman, Howard L, 1981. How To Help Children With Common Problems. United Stated of America: Van Nostrand Reinhold Company Inc.

(30)

117

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Gandhi, Rajiv. 2009. Temper Tantrums Among Children in Play Schools and in Home Settings. Unpublished: Dessertation. India:Bangalore. University of Health Sciences.

Gandhi, Rajiv. 2011. A Study to Assess the Effectiveness of Seminar on Management of Childhood Temper Tantrums Among Mothers of Underfives Children Residing at Selected Community in Chintamani. Unpublished: Dessertation. India:Bangalore. University of Health Sciences.

Referensi

Dokumen terkait

Definisi UMKM menurut Bank Indonesia dalam Aufar (2014:9) : Usaha kecil adalah usaha produktif milik warga negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan

Produk pengembangan buku modul pelatihan pembuatan gerabah sebagai panduan untuk masyarakat dalam pembuatan gerabah secara praktis dalam kaitannya dengan aktivitas

Berdasarkan pengumpulan data dan hasil analisis struktur dan performans membran ultrafiltrasi untuk pengolahan limbah cair industri kelapa sawit yang telah dilakukan di

Administrasi negara secara lebih khusus dapat dijelaskan sbg Apa yg dilakukan Oleh pemerintah, terutama lembaga Eksekutif (dengan sarana birokrasi ), di dalam memecahkan

Situs pemesanan tiket kereta ini dibuat melihat kondisi sekarang dimana keterbatasan.jumlah petugas di loket loket penjualan tiket juga menyebabkan kesulitan dalam melayani

[r]

 Setelah mengamati siswa diharapkan dapat memahami langkah-langkah membuat gambar konstruksi geometris berdasarkan bentuk dengan benar  Setelah melakukan praktek siswa

Dari beberapa kendala telah terjadi maka Proyek Pembangunan Underpass di simpang Dewa Ruci Kuta Bali merupakan proyek yang memiliki risiko cukup tinggi.. Proyek