• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI KEDISIPLINAN ANAK USIA 5-6 TAHUN DI KB/TK PEDAGOGIA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DESKRIPSI KEDISIPLINAN ANAK USIA 5-6 TAHUN DI KB/TK PEDAGOGIA."

Copied!
278
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI KEDISIPLINAN ANAK USIA 5-6 TAHUN DI KB/TK PEDAGOGIA

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh: Suci Lukitasari NIM 13111241003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

DESKRIPSI KEDISIPLINAN ANAK USIA 5-6 TAHUN DI KB/TK PEDAGOGIA

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh: Suci Lukitasari NIM 13111241003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(3)

DESKRIPSI KEDISIPLINAN ANAK USIA 5-6 TAHUN DI KB/TK PEDAGOGIA

Oleh: Suci Lukitasari NIM 13111241003

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kedisiplinan anak di KB/TK Pedagogia, (2) mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat pembiasaaan kedisiplinan anak di KB/TK Pedagogia, (3) mengetahui solusi untuk mengatasi faktor penghambat kedisiplinan di KB/TK Pedagogia, (4) mengetahui pembiasaan kedisiplinan anak di KB/TK Pedagogia, (5) mendeskripsikan kedisiplinan anak usia 5-6 tahun di KB/TK Pedagogia.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Subjek penelitian adalah anak usia 5-6 tahun dengan kriteria ke dua orang tua anak bekerja dan pendidikan ke dua orang tua minimal S1 yang berjumlah tujuh anak. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kedisiplinan anak di KB/TK Pedagogia adalah konsistensi, pijakan, reward dan punishment, pemahaman anak akan peraturan, pendidikan orang tua, status sosial ekonomi, dan keluarga. Faktor pendukung pembiasaan kedisiplinan anak di KB/TK Pedagogia adalah hukuman, sedangkan faktor penghambat pembiasaan kedisiplinan adalah konsistensi. Faktor penghambat diatasi dengan parenting, support group media sosial oleh guru, dan komunikasi secara langsung dengan orang tua. Pembiasaan disiplin di KB/TK Pedagogia adalah disiplin demokratis dilakukan dengan membuat kesepakatan dan disiplin otoriter apabila menyangkut keselamatan anak. Anak-anak di TK/KB Pedagogia sudah memahami peraturan dan tata tertib karena anak ikut serta dalam membuat kesepakatan. Hal tersebut membuat anak-anak di KB/TK Pedagogia memiliki kedisiplinan yang dapat dikatakan sudah baik, namun terdapat satu anak yang pasif dalam berkegiatan karena kurang percaya diri.

(4)

DESCRIBTION OF CHILDREN’S DESCIPLINE AGE 5-6 YEARS IN KB/TK PEDAGOGIA

By:

Suci Lukitasari NIM 13111241003

ABSTRACT

This research aimed to: (1) find out factors that influence discipline of children in the KB/TK Pedagogia, (2) to know the supporting factors and inhibiting factors discipline of children in KB/TK Pedagogia, (3) to know the solution to overcome discipline inhibiting factor In KB/TK Pedagogia, (4) knowing the child self-discipline in KB/TK Pedagogia, (5) describes the discipline of children aged 5-6 years in KB / TK Pedagogia.

This research is a qualitative research with descriptive method. Research subjects are children aged 5-6 years with the criteria parents of children working and education of parents at least bachelor degree who there are seven children. Data collection in this research with interview, observation and documentation. Data analysis used in this research with data reduction, data presentation, and conclusion.

The results showed that factors affecting child discipline in KB/TK Pedagogia are consistency, foothold, reward and punishment, children's understanding of rules, parental education, and socio economic status. The supporting factor of child self-discipline in KB/TK Pedagogia is punishment, while the inhibiting factor of disciplinary habituation is consistency. Inhibiting factors are overcome with parenting, social media support groups by teachers, and direct communication with parents. The discipline practice in KB/TK Pedagogia is a democratic discipline undertaken by making authoritarian agreements and disciplines when it comes to child safety. Children in KB/TK Pedagogia already understand the rules and regulations because children participate in making deals.

(5)
(6)
(7)
(8)

HALAMAN MOTTO

Class is an aura of confidence that is being sure without being cocky. Class has

nothing to do with money. Class never runs scared. It is discipline and self-knowladge. It’s the sure-footedness that comes with having proved

you can meet life.

(Ann Landers)

Do not train a child to learn by force or harshness, but direc them to it by what

amuses their minds, so that you may be better able to discover with accuracy the

peculiar bent of the genius of each.

(9)

PERSEMBAHAN

Seiring dengan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karya ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua saya.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Amir Syamsudin, M.Ag. dan Ibu Ika Budi Maryatun, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak, Ibu selaku Ketua Penguji, Sekretaris, dan Penguji yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.

3. Ketua Jurusan PAUD beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.

4. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi

5. Nuwu Ningsih, M.Pd selaku Kepala KB/TK Pedagogia yang telah memberi ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

6. Para guru dan staf KB/TK Pedagogia yang telah memberi bantuan selama proses pengambilan data penelitian Tugas Akhir Skripsi.

7. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan di sini selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah berikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkannya.

Yogyakarta, 16 Juni 2017 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTACT ... iii

SURAT PERNYATAAN... iv

LEMBAR PERSETUJUAN... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C.Fokus Permasalahan ... 8

D.Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A.Kajian Teori ... 10

1. Kedisiplinan ... 10

2. Tujuan Disiplin ... 12

3. Fungsi Disiplin ... 13

4. Unsur Disiplin ... 14

5. Faktor yang Memengaruhi Disiplin ... 16

6. Pentingnya Kedisiplinan Bagi Anak ... 22

7. Cara Pembiasaan Disiplin ... 26

8. Disiplin Anak Pra Sekolah ... 29

9. Peran orang tua dalam pembentukan disiplin anak ... 32

B. Penelitian yang Relevan ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 35

D. Pertanyaan Penelitian ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 39

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

C. Subjek Penelitian ... 40

D. Sumber Data ... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 41

(12)

G. Keabsahan Data ... 46

H. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 50

1. Deskripsi Data ... 50

2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 51

a.Faktor yang memengaruhi kedisiplinan ... 52

b.Pembiasaan Kedisiplinan di KB/TK Pedagogia... 54

c.Kedisiplinan Anak ... 56

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 118

1.Faktor yang Memengaruhi Kedisiplinan ... 119

2.Pembiasaan Kedisiplinan ... 122

3.Kedisiplinan Anak ... 124

C. Keterbatasan Penelitian ... 129

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 129

B. Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 131

(13)

DAFTAR TABEL

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pedoman Observasi Kedisiplinan ... 133

Lampiran 2. Pedoman Observasi Pembiasaan Disiplin ... 134

Lampiran 3. Pedoman Wawancara Guru ... 135

Lampiran 4. Dokumentasi Pendidikan dan Pekerjaan Orang Tua ... 136

Lampiran 5. Dokumentasi Catatan Anekdot ... 137

Lampiran 6. Dokumentasi Presensi Kehadiran Anak ... 139

Lampiran 7. Display, Reduksi, dan Kesimpulan Wawancara dengan Guru . 146 Lampiran 8. Display, Reduksi, dan Kesimpulan Hasil Observasi Kedisiplinan Anak ... 153

Lampiran 9. Display, Reduksi, dan Kesimpulan Hasil Observasi Kedisiplinan Setiap Indikator ... 184

Lampiran 10. Display, Reduksi, dan Kesimpulan Hasil Observasi Kedisiplinan Seluruh Anak ... 190

Lampiran 11. Display, Reduksi, dan Kesimpulan Hasil Observasi Pembiasaan Disiplin Anak ... 196

Lampiran 12. Tabel Tringulasi Data ... 198

Lampiran 13. Hasil Wawancara ... 200

Lampiran 14. Catatan Lapangan Kedisiplinan Anak ... 204

Lampiran 15. Catatan Lapangan Pembiasaan Disiplin Anak ... 258

(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Salah satu kebutuhan manusia adalah pendidikan. Melalui pendidikan, anak akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang berguna bagi kebutuhan hidupnya. Pendidikan adalah bimbingan yang berwujud pengaruh atau informasi dari orang dewasa kepada anak agar menjadi dewasa (Santoso, 2002: 1). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1, menyatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kedisiplinan, dan kecerdasan”. Dari pengertian

pendidikan di atas dapat diketahui bahwa pendidikan tidak hanya membentuk kecerdasan peserta didik namun juga membentuk kepribadian peserta didik.

(17)

berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai falsafah suatu bangsa (Suyanto, 2005: 5). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan sangat penting didapatkan oleh anak sejak usia dini untuk merangsang perkembangan anak dan mengembangkan potensi anak baik jasmani maupun rohani agar dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai falsafah suatu bangsa.

Pendidikan memiliki peran penting dalam pembentukkan karakter individu. Pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam menjalani kehidupan sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Ini sesuai dengan tujuan disiplin, yaitu membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budayanya, tempat individu itu didentifikasikan (Hurlock, 1978: 82). Seseorang harus memiliki kemampuan beradaptasi yang dapat diterima lingkungan karena manusia merupakan makhluk sosial dan untuk dapat hidup berdampingan dengan orang lain. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan berperan penting dalam membantu anak dalam bersikap dan berperilaku sehingga anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

(18)

memiliki ketrampilan untuk hidup bermasyarakat. Pembentukan perilaku anak dapat dimulai dengan mengajarkan kedisiplinan.

Suryadi (2006: 70) menyatakan bahwa disiplin merupakan proses yang diperlukan agar seseorang dapat menyesuaikan dirinya. Disiplin perlu untuk perkembangan anak, karena dengan berdisiplin dapat memantapkan peran sosial anak. Dengan menggunakan disiplin, anak dapat memperoleh suatu batasan untuk memperbaiki tingkah lakunya yang salah (Anonimous, 2003; Wantah, 2005: 140). Disiplin dapat mencakup pengajaran, bimbingan, atau dorongan yang dilakukan orang tua kepada anaknya. Disiplin merupakan cara orang tua mengajarkan kepada anak tentang perilaku moral yang dapat diterima kelompok.

Santoso (2002: 9) mengungkapkan bahwa program Pendidikan Anak Usia Dini merupakan pendidikan yang menentukan terbentuknya kepribadian anak. Perkembangan kemampuan anak dalam bersikap dan berperilaku memberikan peranan yang penting bagi anak usia dini untuk menyesuaikan diri dalam lingkungannya dan memasuki jenjang pendidikan yang lebih lanjut. Dari kedua pendapat di atas dapat diartikan bahwa pembentukan perilaku akan sejak dini akan memengaruhi perkembangan anak di masa mendatang. Perilaku dan sikap yang terbentuk pada anak akan dibawa seumur hidup. Oleh karena itu hendaknya orang dewasa dapat menanamkan perilaku disiplin sejak dini untuk membentuk kedisiplinan anak yang berpengaruh baik untuk masa mendatang.

(19)

mengembangkan anak, karena keluarga merupakan lingkungan terdekat anak. Berdasarkan hasil observasi di TK PKK Marsudisiwi banyak anak dengan orang tua yang selalu mendampingi di rumah, namun anak-anak di TK PKK Marsudisiwi belum disiplin saat di sekolah. Masih banyak anak yang terlambat saat datang ke sekolah. Saat akan melakukan kegiatan guru sudah membuat peraturan bersama anak, namun anak masih belum menaati peraturan saat kegiatan dilaksanakan meskipun sudah diingatkan berkali-kali.

Observasi dilakukan di TK ABA Gedongkiwo diperoleh, anak-anak belum disiplin saat pembelajaran. Beberapa anak bermain sendiri saat proses pembelajaran. Anak-anak belum terukur saat bermain ataupun melaksanakan kegiatan. Beberapa anak masih ada yang bermain saat waktunya berkegiatan dilaksanakan. Dari pengamatan guru belum membuat peraturan saat bermain ataupun saat kegiatan pembelajaran. Woolfson (2004:42) mengatakan proses terpenting dari proses penerapan disiplin adalah melatih anak mematuhi aturan.

(20)

Observasi yang dilakukan di KB/TK Pedagogia, peneliti memperoleh pembiasaan disiplin dan kedisiplinan anak sudah baik. Dari hasil observasi di KB/TK Pedagogia, guru menendidik anak untuk disiplin dengan mengingatkan anak secara berulang-ulang tentang hal yang hendaknya mereka lakukan. Seperti mengingatkan untuk datang ke sekolah tepat waktu, memasang papan presensi, membuang sampah ke tempat sampah, bersikap baik saat bermain ataupun untuk duduk rapi saat pembelajaran telah dimulai. Guru juga memberi pujian untuk anak yang sudah disiplin.

Dodson (1978; Wantah, 2005: 180-184) menyebutkan ada lima faktor yang memengaruhi kedisiplinan yang berkaitan dengan keluarga. Salah satu faktor dalam pembentukan disiplin anak adalah latar belakang keluarga, pendidikan orang tua anak dan status sosial ekonomi keluarga. Dari hasil wawancara di KB/TK Pedagogia latar belakang keluarga anak berbeda-beda. Sebagian besar orang tua anak menempuh pendidikan tinggi dan kedua orang tua anak bekerja. Keluarga sangat berperan dalam proses pendidikan, anak diharapkan mampu memahami disiplin agar mereka dapat bekerjasama dengan orang lain.

(21)

social development, dapat dimaknai dengan pembentukan disiplin oleh orang tua

sangat penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak.

Berdasarkan hasil observasi anak selain ke tujuh yang diteliti sering di tegur oleh guru karena belum tertib saat pembelajaran. Saat guru menjelaskan anak ditegur karena sering memotong pembicaraan guru dan ada yang duduk diursi tenang karena belum dapat berlaku sesuai kesepakatan yang telah dibuat bersama. Berdasarkan hasil wawancara guru mengatakan anak-anak yang diteliti adalah anak-anak yang sudah baik kedisiplinannya. Ke tujuh anak yang diteliti sudah memahami peraturan sehingga sudah berperilaku sesuai aturan yang ada. Sedangkan anak-anak yang tidak masuk dalam kriteria penelitian masih banyak yang belum tertib.

Woolfson (2004:42) mengatakan proses terpenting dari proses penerapan disiplin adalah melatih anak mematuhi aturan. Guru di KB/TK Pedagogia sudah melatih anak untuk mematuhi aturan-aturan sederhana di kelas. Untuk anak yang belum dapat mematuhi peraturan guru akan menegur anak. Dalam melatih anak mematuhi peraturan selain dengan cara ditegur guru terkadang juga memberi anak reward berupa pemberian stiker. Ada kalanya guru juga memberi punisment berupa

pengambilan stiker, time out, atau pemindahan tempat duduk secara acak. Punisment berupa pemindahan tempat duduk secara acak biasanya dilakukan pada

anak yang belum tertib saat pembelajaran.

(22)

anak yang kurang disiplin, terkadang guru juga membiarkan anak tersebut. Hal tersebut membuat anak tertentu memiliki perilaku yang kurang disiplin dibanding teman-teman lain. Dengan guru yang sama dan pembiasaan yang sama anak memiliki kepatuhan yang berbeda-beda terhadap kedisiplinan.

Pentingnya kedisiplinan pada anak dan perbedaan kedisiplinan anak menarik peneliti untuk mengetahui bagaimana pembiasaan disiplin dan kedisiplinan anak khususnya di taman kanak-kanak. Dari hasil observasi, menurut peneliti di KB/TK Pedagogia pembiasaan disiplin dan kedisiplinan anak sudah diterapkan dengan baik. Berangkat dari pemikiran tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mendeskripkikan bagaimana pembiasaan disiplin dan kedisiplinan anak di KB/TK Pedagogia dengan mengetengahkan judul “Deskripsi

Kedisiplinan Anak Usia 5-6 tahun di KB/TK Pedagogia” B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka diidentifikasikan masalah yang muncul sebagai berikut.

1. Banyaknya faktor-faktor yang memengaruhi kedisiplinan anak. 2. Anak belum disiplin meskipun ada pendampingan orang tua di rumah. 3. Di beberapa sekolah guru belum melatih anak untuk memahami peraturan. 4. Kurangnya konsistensi dalam menegur anak yang kurang disiplin.

5. Pembiasaan kedisiplinan yang berbeda dari setiap guru.

(23)

7. Kedisiplinan anak di KB/TK Pedagogia sudah baik namun faktor yang memengaruhi kedisiplinan anak belum diketahui.

C. Fokus Permasalahan

Melihat luasnya permasalahan tentang kedisiplian yang diuraikan di atas, maka fokus permasalahan penelitan ini adalah:

1. Kedisiplinan pada anak usia 5-6 tahun di KB/TK Pedagogia. 2. Pembiasaan kedisiplinan anak di KB/TK Pedagogia.

3. Faktor-faktor yang memengaruhi kedisiplinan anak di KB/TK Pedagogia. D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana pembiasaan disiplin di KB/TK Pedagogia?

2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi kedisiplinan anak di KB/TK Pedagogia?

3. Bagaimana kedisiplinan anak Usia 5-6 tahun di KB/TK Pedagogia? E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan pembiasaan disiplin anak di KB/TK Pedagogia.

2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi kedisiplinan anak di KB/TK Pedagogia.

(24)

F. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini bermanfaat: 1. Manfaat secara teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kedisiplinan anak Usia 5-6 tahun. Selanjutnya, penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk penelitian lebih lanjut dan masalah lain yang ada kaitannya dengan disiplin maupun cara pendisiplinan anak usia dini, serta sebagai salah satu bahan yang dapat memperkaya penelitian khususnya bidang pendidikan.

2. Manfaat secara praktis 1. Bagi guru

Memberi pengetahuan mengenai kedisiplinan anak TK Usia 5-6 tahun, sebagai motivasi guru dalam memperhatikan perkembangan kedisiplinan anak. 2. Bagi orang tua

Sebagai tambahan pengetahuan tentang perkembangan kedisiplinan anak di sekolah.

3. Bagi peneliti

(25)

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka

1. Kedisiplinan

Disiplin dapat diartikan sebagai suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam suatu sistem tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang hati. Disiplin ini merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan menaati peraturanperaturan, nilai-nilai dan hukum-hukum yang berlaku dalam suatu lingkungan tertentu. Kesadaran itu antara lain, kalau dirinya disiplin baik maka akan memberi dampak yang baik bagi keberhasilan dirinya pada masa depannya (Mulyasa, 2003).

Kedisiplinan pada anak merupakan cara orang dewasa dalam mengajarkan kepada anak tentang perilaku moral dan etika dimana anak akhirnya dapat berlaku tertib dan patuh terhadap peraturan-peraturan yang ada dengan senang hati berdasarkan kesadaran diri. Dalam disiplin, ada tiga unsur yang penting, yaitu hukum atau peraturan yang berfungsi sebagai pedoman penilaian, sanksi atau hukuman bagi pelanggaran peraturan itu, dan hadiah untuk perilaku atau usaha yang baik. Anak-anak akan lebih cepat mempelajari hubungan sebab-akibat jika orang tua atau guru bersikap konsisten (Severe, 2003: 142).

(26)

adalah tata tertib, yaitu ketaatan (kepatuhan) pada peraturan, tata tertib, dan sebagainya. Berdisiplin berarti menaati (mematuhi) tata tertib.

Wantah (2005: 139) menjabarkan bahwa istilah disiplin diturunkan dari kata Latin disiplina yang berkaitan dengan dua istilah lain, yaitu discere (belajar) dan discipulus (murid). Sehingga disiplin dapat diartikan apa-apa yang disampaikan

oleh seorang guru kepada murid. Hurlock (1978: 82) mengungkapkan bahwa disiplin berasal dari kata disciple yakni seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Disiplin nerupakan suatu cara untuk membantu anak agar dapat mengembangkan pengendalian diri. Pengendalian diri yang dimaksud yaitu dengan mengukuti peraturan dan norma yang ada. Disiplin mengajarkan kepada anak bagaimana berpikir secara teratur (Anonimous, 2003; Wantah, 2005: 140).

Disiplin berarti sanggup menggerakkan dan mengatur diri serta waktu sendiri, sanggup mengendalikan emosi dan nafsu, yang artinya tahu batas (Linda & Richard Eyre, 1995:64). Hal itu berarti disiplin tidak hanya terkait dengan bagaimana anak dapat mematuhi peraturan yang ada, namun juga bagaimana anak dapat mengendalikan diri. Artinya disiplin juga berbicara tentang sopan santun dan adab yang berlaku dalam masyarakat.

(27)

2. Tujuan Disiplin

Hurlock (1879: 82) menyatakan tujuan seluruh disiplin ialah membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan Usia 5-6 tahunudaya, tempat individu itu diidentifikasikan. Sependaat dengan Hurlock, Wantah (2005: 176) mengatakan tujuan disiplin ialah mengubah sikap dan perilaku anak agar menjadi benar dan dapat diterima masyarakat. Dengan menanamkan kedisiplinan anak akan mengetahui perilaku yang baik dan perilaku yang buruk, sehingga diharapkan anak dapat berperilaku baik yang dapat diterima dalam mastarakat.

(28)

Rimm (2003: 47) menjabarkan bahwa tujuan disiplin adalah mengarahkan anak agar mereka belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat mereka sangat bergantung kepada disiplin diri. Diharapkan, kelak disiplin diri mereka akan membuat hidup mereka bahagia, berhasil, dan penuh kasih sayang. Tujuan disiplin adalah membantu anak membangun pengendalian diri mereka, bukan membuat anak mengikuti dan mematuhi perintah orang dewasa. Melalui disiplin, anak dapat belajar bagaimana bersikap, menghargai hak orang lain, dan menaati aturan. Penanaman disiplin dilakukan sejak dini untuk mempersiapkan anak sebelum mereka terjun di masyarakat.

3. Fungsi Disiplin

Fungsi disiplin sangat penting untuk ditanamkan pada anak, sehingga anak menjadi sadar bahwa dengan disiplin akan tercapai hasil belajar yang optimal. Tu’u (2004: 38-44) memaparkan fungsi disiplin yaitu menata kehidupan bersama, membangun kepribadian, melatih kepribadian yang baik, pemaksaan, hukuman, dan menciptakan lingkungan yang kondusif. Sehingga seseorang dapat berperilaku yang baik dan dapat diterima dalam masyarakat yang akan menjadikan lingkungan menjadi kondusif.

(29)

4. Unsur-unsur Disiplin

Disiplin bertujuan mendidik anak untuk berperilaku sesuai dengan standar sosial kelompoknya. Untuk tujuan tersebut disiplin harus mempunyai unsur-unsur pokok disiplin. Menurut Sari (1996) disiplin memiliki 4 unsur pokok, yaitu sebagai berikut.

a. Peraturan

Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku, yang tujuannya untuk membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Peraturan memiliki dua fungsi antara lain untuk membantu anak menjadi anak yang bermoral, yaitu sebagai pendidikan agar anak mengetahui perilaku yang disetujui di masyarakat. Fungsi yang ke dua membantu mengekang perilaku anak yang tidak diinginkan (Sari, 1996: 11).

b. Hukuman

Unsur pokok ke dua dari disiplin adalah hukuman. Hukuman untuk perilaku yang salah dapat dibenarkan apabila ia memiliki nilai pendidikan dan dengan penjelasan verbal yang diberikan pada anak. Ada tiga fungsi hukuman yaitu menghalangi munculnya perilaku yang salah, mendidik dengan perilaku yang benar, dan memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak dibenarkan di masyarakat (Sari, 1996: 16).

c. Penghargaan

(30)

yang diinginkan ditunjukkan oleh anak. Peran penting dari penghargaan ada tiga, diantaranya yaitu memiliki nilai mendidik, motivasi untuk mengulangi perilaku yang benar dalam masyarakat dan memperkuat perilaku yang benar dalam masyarakat (Sari, 1996:19-20).

d. Konsistensi

Konsistensi berarti konsisten dalam peraturan untuk pemberian hukuman dan penghargaan. Menurut Sari (1996: 22) tiga peran penting konsistensi yaitu mengandung nilai mendidik yang benar, mengandung nilai motivasi yang kuat, dan meningkatkan penghargaan anak terhadap peraturan.

Wantah (2005: 150) menyebutkan bahwa disiplin memiliki lima unsur. Kelima unsur-unsur disiplin tersebut, meliputi: (1) aturan sebagai pedoman tingkah laku, (2) kebiasaan-kebiasaan, (3) hukuman untuk pelanggaran aturan, (4) penghargaan, setra (5) konsistensi.

Tu’u (2004: 33) menjabarkan unsur-unsur disiplin sebagai berikut:

a. Mengikuti dan menaati peraturan, nilai, dan hukum yang berlaku.

b. Pengikutan dan ketaatan tersebut terutama muncul karena adanya kesadaran diri bahwa hal itu berguna bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Dapat juga muncul karena rasa takut, tekanan, paksaan, dan dorongan dari luar dirinya. c. Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan

membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan. d. Hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang berlaku, dalam

(31)

Hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Tu’u, Hurlock (1980: 124) menyatakan ada tiga unsur penting dalam disiplin, yaitu:

a. Peraturan dan hukum sebagai pedoman bagi penilaian yang baik. b. Hukuman bagi pelanggaran peraturan dan hukum.

c. Hadiah untuk perilaku yang baik atau usaha untuk berperilaku sosial yang baik karena memberikan hadiah adalah cara untuk meningkatkan keinginan anak untuk belajar berperilaku sosial.

Dari beberapa penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa dalam menegakkan atau mengajarkan disiplin kepada anak maka kita sebagai yang mengajarkan disiplin maka harus berikap disiplin pula. Dalam disiplin pendidik harus menegakkan peraturan, hukuman, dan hadiah yang senantiasa konsisten. Peraturan dan hukuman yang diberlakukan ke anak harus sesuai dengan lingkungan dimana anak tersebut tinggal, sehingga anak tidak bingung dan ia dapat diterima oleh masyarakat.

5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Disiplin

Berikut ini merupakan pembahasan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi orang tua atau guru dalam memilih cara untuk membangun kedisiplinan bagi anak. Menurut Sari (1996) faktor-faktor yang memengaruhi kedisiplinan anak yaitu sebagai berikut.

a. Pola pendisiplinan orang tua terdahulu

(32)

orang tuanya dahulu. Namun situasi pada jaman dahulu dan sekarang berbeda, jadi orang tua tidak selalu mendapatkan hasil yang sama dengan apa yang diperoleh saat orang tua mereka mendidik mereka dahulu.

b. Kekesuaian dengan cara yang disetujui kelompok

Orang tua atau pependidik yang belum berpengalaman cenderung menggunakan cara mendidik yang digunakan oleh kelompoknya. Walaupun mereka memiliki cara yang lain tetapi mereka merasa akan lebih aman menggunakan cara yang digunakan anggota kelompoknya. Kurangnya pengalaman dalam mendidik menyebabkan orang tua atau pendidik belum berani menerapkan cara mendidik yang mereka anggap baik. Namun sebagian yang lainnya ada yang berani mencoba menggunakan cara yang lain yang dianggap lebih baik.

c. Usia orang tua atau guru

Orang tua atau guru yang lebih muda umumnya akan menggunakan cara yang demokratis atau permisif. Cara tersebut dipilihnya selain karena belum mempunyai pengalaman mendidik, pengalaman mereka dididik secara otoriter (keras) mereka menganggap bahwa cara permisif lebih baik. Sedangkan orang tua atau pendidik yang usianya lebih tua akan menggunakan cara mendidik yang otoriter. Hal tersebut mungkin dikarenakan mereka belum menemukan cara yang terbaik dan sulit untuk merubah keyakinan tentang cara terbaik dalam mendidik anak, walaupun mereka telah menemukan cara lain.

d. Jenis kelamin orang tua atau guru

(33)

cenderung mendidik secara otoriter. Apabila wanita memiliki wawasan berpikir luas, dan berkepribadian matang akan mampu berpikir rasional dan tidak mudah dikuasai emosi, mereka akan menggunakan cara demokratis. Sedangkan wanita yang bersikap emosional dan berpikiran sempit umumnya mereka cenderung menggunakan cara permisif.

e. Status sosial ekonomi

Orang tua atau guru yang berasal dari status sosial ekonomi yang menengah dan rendah cenderung mendidik anak dalam mendidik anak, menggunakan paksaan dan kurang toleransi. Sedangkan orang tua atau guru dengan status sosial ekonomi atas biasanya lebih berpendidikan, mereka lebih konsosten dalam mendidik anak, umumnya menggunakan cara yang demokratis.

f. Jenis kelamin anak

Anak perempuan umumnya dituntut untuk lebih patuh dan lebih banyak dibatasi perilakunya dibandingkan anak laki-laki. Orang tua atau guru cenderung kurang toleran dengan kesalahan anak perempuan, sehingga orang tua atau guru cenderung lebih keras terhadap anak perempuan.

g. Usia anak

(34)

bertambahnya usia anak sudah memiliki kemampuan mengatur diriya, sehingga orang tua melonggarkan kendalinya.

Pembentukan disiplin pada anak, khususnya yang dilakukan dalam keluarga ditentukan oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut Dodson (1978; Wantah, 2005: 180-184) menyebutkan lima faktor dalam pembentukan disiplin anak yang akan dijabarkan sebagai berikut.

a. Latar belakang dan kultur kehidupan keluarga

Orang tua yang sejak kecil terbiasa hidup dalam lingkungan yang keras, pemabuk, tidak memiliki disiplin, tidak menghargai orang lain, dan bertingkah laku semaunya, maka kebiasaan itu akan terbawa ketika orang tua tersebut membimbing dan menanamkan disiplin pada anaknya. Penelitian Sebald (1968; Wantah, 2005: 180) menemukan bahwa orang tua yang sejak kecil dibesarkan dalam lingkungan budaya kekerasan, 70-80% cenderung mendisiplinkan anaknya dengan kekerasan pula. Sedangkan orang tua yang sejak kecil terbiasa hidup dalam lingkungan budaya acuh tak acuh, dibiarkan dan tidak dipedulikan, sekitar 60-70% mendisiplinkan anaknya dengan cara membiarkan dan tidak mempedulikannya. Orang tua atau guru cenderung akan mendisiplinkan anak dengan cara seperti yang dilakukan orang tuanya terhadap dirinya (Hurlock, 1978: 95).

b. Sikap dan karakter orang tua

(35)

c. Latar belakang pendidikan dan status sosial ekonomi keluarga

Orang tua yang mengecap dirinya berpendidikan menengah ke atas dan memiliki status sosial ekonomi yang baik, dapat mengupayakan pembentukan disiplin yang baik. Penelitian Baumrind terhadap kualitas pendisiplinan anak dalam keluarga menemukan bahwa upaya pembentukan disiplin yang efektif ditemukan pada sekitar 58% keluarga berpendidikan menengah ke atas. Sebaliknya, keluarga yang berpendidikan dan berpenghasilan rendah, sekitar 67% mengupayakan disiplin secara acak tidak terarah.

d. Keutuhan dan keharmonisan keluarga

Keluarga yang cenderung tidak utuh dan tidak harmonis akan memberi pengaruh negatif terhadap pembentukan disiplin pada anak. Menurut Sikun Pribadi (1982; Wantah: 183), ketidakutuhan dan ketidakharmonisan keluarga akan mempengaruhi fungsi-fungsi orang tua dalam mendidik, membentuk, dan mengembangkan disiplin pada anak. Perceraian membawa dampak negatif terhadap pembentukan disiplin pada anak.

e. Cara-cara dan tipe perilaku parental

(36)

Tu’u (2004: 48-49) menjabarkan terdapat empat faktor dominan yang

memengaruhi dan membentuk disiplin anak. Keempat faktor yang memengaruhi dan membentuk kedisiplinan anak tersebut yaitu:

a. Kesadaran diri, sebagai pemahaman diri bahwa disiplin penting bagi kebaikan dan keberhasilan diri anak. Selain itu, kesadaran diri menjadi motif sangat kuat bagi terwujudnya disiplin. Disiplin yang terbentuk atas kesadaran diri akan kuat pengaruhnya dan akan lebih tahan lama dibandingkan dengan disiplin yang terbentuk karena unsur paksaan atau hukuman.

b. Pengikutan dan ketaatan, sebagai langkah penerapan atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku individu anak. Hal ini sebagai kelanjutan dari adanya kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang kuat. c. Alat pendidikan, untuk mempengaruhi mengubah, membina, dan membentuk

perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.

d. Hukuman, akan menyadarkan mengoreksi dan meluruskan yang salah, sehingga anak kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan.

(37)

disiplin anak. Selain itu, faktor dari luar berupa hadiah dan hukuman juga mempengaruhi disiplin anak.

6. Pentingnya Kedisiplinan Bagi Anak

Penanaman disiplin yang tepat akan menghasilkan terbentuknya perilaku moral yang baik atau positif pada anak. Dengan disiplin anak dapat berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungan sosialnya, sebagai hasilnya anak akan diterima di lingkungannya. Dengan demikian disiplin sangat dibutuhkan oleh anak agar anak berhasil mencapai hidup yang bahagia dan mencapai penyesuaian yang baik dalam lingkungan sosialnya. Untuk mencapai keadaan tersebut disiplin perlu ditanamkan sejak awal kanak-kanak. Pada masa kanak-kanak disiplin diperlukan karena beberapa hal. Menurut Sari (1996) perlunya disiplin bagi anak yaitu sebagai berikut.

a. Memberi perasaan aman bagi anak.

b. Membantu anak menghindari perasaan bersalah.

c. Mengajarkan anak bersilkap menurut cara yang mendatangkan pujian.

d. Menumbuhkan dan meningkatkan motivasi anak untuk melakukan apa yang diharapkan lingkungan pada dirinya.

e. Membantu anak mengembangkan hati nurani yang akan membimbingnya dalam mengambil keputusan dan mengendalikan perilakunya.

(38)

hal lainnya. Anak akan terdorong untuk melakukan hal-hal yang benar sesuai aturan dan norma.

Disiplin memberikan petunjuk bagi anak mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh diakukan (Wantah, 2005: 144). Berdasarkan itulah anak dapat merasa tenang karena dia tahu mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Disiplin membantu anak mengindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah, perasaan yang pasti mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang buruk. Orang dewasa hendaknya membantu anak menghindari rasa malu akibat perilaku yang salah, disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar yang disetujui kelompok sosial dan dengan demkian memperoleh persetujuan sosial (Hurlock, 1978: 83).

Anak tidak lagi merasa khawatir melakukan kesalahan karena berperilaku disiplin. Disiplin mengajarkan kepada anak tentang bagaimana berperilaku yang sesuai dengan aturan dalam kehidupan sosial. Disiplin membantu anak belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak sebagai tanda kasih sayang dan penerimaan. Anak yang bertingkah laku sesuai moral yang berlaku tentunya akan mendapat respon positif dari lingkungan sosialnya. Respon sosial berupa penerimaan atau pujian memberikan rasa bahagia bagi anak karena disayangi dan diterima. Dengan demikian, disiplin memperbesar kebahagiaan dan penyesuaian pribadi dan sosial anak (Hurlock, 1978: 83).

(39)

mendapatkan bintang dan pujian dari guru. Disiplin membantu anak mengembagkan hati nurani dalam pengambilan keputusan dan pengendalian perilaku. Anak yang memiliki disiplin diri akan mempertimbangkan apa-apa yang hendak dilakukannya.

Semua anak membutuhkan disiplin, namun kebutuhan mereka berbeda-beda. Kebutuhan yang berbeda-beda dipengaruhi oleh kondisi yang berbeda pula. Beberapa kondisi yang mempengaruhi disiplin menurut Hurlock (1978: 83-84) antara lain, yaitu variasi dalam laju perkembangan anak, variasi menurut waktu dalam sehari, kegiatan yang dilakukan anak, kebutuhan disiplin bervariasi dengan hari dalam seminggu, disiplin lebih sering dibutuhkan dalam keluarga besar, dan kebutuhan akan disiplin bervariasi dengan usia. Variasi laju perkembangan setiap anak termasuk salah satu kondisi yang mempengaruhi kebutuhan disiplin anak. Tidak semua anak yang sama memiliki kebutuhan disiplin yang sama. Disiplin yang cocok untuk anak yang satu belum tentu cocok untuk anak yang lain (Hurlock, 1978: 83). Misalkan seorang anak mampu mengerti larangan untuk tidak bermain api hanya dengan peringatan lisan. Namun bagi anak lain mungkin perlu diberikan sentilan pada jarinya supaya dapat mengerti bahwa bermain api itu dilarang.

(40)

sekolah. Namun saat hari libur biasanya anak akan lebih santai karena rutinitas mereka berkurang.

Faktor keluarga pun turut mempengaruhi kebutuhan disiplin anak, disiplin lebih sering dibutuhkan dalam keluarga besar daripada keluarga kecil. Menurut Hurlock (1978: 84), semakin banyak anak dalam keluarga akan semakin berkurang perhatian dan pengendalian dari orang tua, sehingga dapat menimbulkan kecemburuan, pertengkaran dan tingkah laku yang mengganggu lainnya.

Kebutuhan akan disiplin bervariasi dengan usia. Anak kecil dan orang dewasa memiliki hubungan sosial yang berbeda dan kesibukan yang berbeda pula. Anak yang lebih kecil biasanya membutuhkan disiplin yang lebih banyak dari anak yang lebih besar. Seiring dengan bertambahnya usia anak, anak yang lebih besar perlu diberi penjelasan mengapa suatu perbuatan dapat diterima maupun ditolak oleh kelompok sosial, penjelasan membantu memperkuat konsep moral mereka.

Berdasarkan pemaparan di atas, walapun kebutuhan disiplin berbeda-beda, namun pada dasarnya semua anak membutuhkan disiplin. Anak membutuhkan disiplin untuk dapat hidup bersama orang lain di kelompok atau lingkungan mereka. Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan Hurlock (1878: 83) yaitu bahwa melalui disiplinlah mereka dapat belajar berperilaku dengan cara yang diterima masyarakat, dan sebagai hasilnya diterima oleh anggota kelompok sosial mereka. 7. Cara Pembiasaan Disiplin

(41)

Bahasa Indonesia artinya menjadikan biasa, yang artinya bagaimana orang dewasa menjadikan anak untuk biasa disiplin. Hal tersebut memerlukan konsistensi orang dewasa dalam pembiasaan disiplin.

Ada beberapa model atau cara dalam mendisiplinkan anak. Menurut Hurlock (1978: 93-93), cara mendisiplin ada tiga yaitu, cara mendisiplin otoriter, cara mendisiplin permisif, dan cara mendisiplin demokratis. Peraturan dan pengaturan yang keras untuk memaksakan perilaku yang diinginkan menandai semua jenis disiplin otoriter. Lain halnya dengan disiplin otoriter yaitu dalam disiplin permisif, anak sering tidak diberi batas-batas atau kendala yang mengatur apa saja yang boleh dilakukan; merka diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat sekehendak mereka sendiri. Sementara itu, disiplin demokrtis lebih menekankan aspek eduktif daripada aspek hukumannya. Metode demokratis meggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tententu diharapkan.

(42)

Pembiasaan disiplin hampir sama dengan yang diungkapkan oleh Hurlock dan Sari, Woolfson (2004:40) menyebutkan terdapat tiga model atau cara disiplin untuk anak, yaitu sebagai berikut.

a. Orang tua memimpin

Dalam model ini maksudnya adalah orang tua menetapkan peraturan-peraturan untuk anak dan tidak ada tawar menawar. Peraturan tidak dapat diubah, tidak bisa dibantah, dan harus diikuti setiap saat. Model ini hampir sama dengan disiplin otoriter.

b. Anak memimpin

Anak diperbolehkan menentukan peraturan sendiri. Anak menetapkan sendiri batasan perilakunya dan belajar melalui pengalamannya.

c. Orang tua dan anak memimpin bersama

Dengan gaya ini yaitu peraturan dijelaskan oleh orang tua dan dinegoisasikan dengan anak sampai batas tertentu.

Nelsen (1997:8) mengemukakan ada tiga pendekatan utama interaksi antara orang dewasa dengan anak dalam pembentukan disiplin. Ketiga pendekatan terseebut yaitu, disiplin yang ketat, disiplin bebas dan disiplin positif.

a. Disiplin ketat (kontrol berlebihan)

Disiplin yang ketat merupakan disiplin dimana orang dewasa memberikan aturan tanpa adanya kebebasan untuk anak. Orang dewasa memberi kontrol yang berlebihan untuk anak. Anak tidak memiliki pilihan selain menuruti peraturan yang dibuat oleh orang dewasa.

(43)

Disiplin yang bebas dimana orang yang lebih dewasa memberi kebebasan pada anak tanpa memberikan aturan. Anak memiliki pilihan mereka sendiri tanpa dibatasi oleh orang dewasa.

c. Disiplin positif (ketegasan dengan kewibawaan dan hormat)

Dalam disiplin positif merupakan penggabungan antara disiplin ketat dan disiplin bebas. Orang dewasa membebaskan anak untuk memilih apa yang ia ingin lakukan namun dengan aturan. Anak boleh memilih namun pilihan mereka dibatasi, tidak semua yang diingikan oleh anak dapat dilakukan.

Cara penerapan disiplin yang positif lebih menyenangkan untuk orang dewasa dan anak. Disiplin yang positif menurut Woolfson (2004:42) yaitu sebagai berikut.

a. Memberikan teladan atau tingkah laku yang baik.

b. Menyatakan peraturan dengan nada yang positif, yaitu peraturan tidak diawali dengan kata ‘jangan’ dan ‘tidak’.

c. Menanyakan kepada anak mengenai aturan yang dibuat.

d. Menemukan hal positif yang dilakukan anak dan memberikan pujian untuk anak.

Penanaman disiplin kepada anak dapat dilakukan dengan memberikan keteladanan bagi anak. Selain itu dengan menciptakan lingkungan yang mendukung anak untuk bertindak disiplin. Dalam menata lingkungan fisik maka buatlah benda-benda disekitar anak cocok dengan anak daripada harus sering menegur anak dan harus selalu menepuk tangan serta mengucapkan “jangan”, “awas”. Tentu saja

(44)

menerapkan disiplin menggunakan kata larangan disertai nada tinggi sambil memeluknya, serta dengan cara mengalihkan perhatian anak dengan mainan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas cara-cara pembiasaan disiplin pada dasarnya sama, yaitu ada tiga macam model dalam pendisiplinan anak. Pendisiplinan dengan cara keras yang otoriter, pendisiplinan yang bebas atau permisif, dan penggabungan antara keduanya atau demokratis yang positif. Dari ketiga model tersebut dapat disimpulkan bahwa model pendisiplinan yang baik diterapkan kepada anak adalah pendisiplinan dimana anak diberi kebebasan namun dengan batasan-batasan tertentu dari orang yang lebih dewasa. Selain itu pembiasaan juga dapat dilakukan dengan memberikan peraturan dan batasan untuk anak sebelum anak melakukan sesuatu.

8. Disiplin Anak Pra Sekolah

Mendisiplinkan anak pada dasarnya mengajarkan anak untuk bertindak secara sukarela berdasarkan suatu rangsangan peraturan dan tata tertib yang membatasi, terlepas apakah kelakuan itu diterima atau tidak (Suryadi, 2006: 71). Anak belajar perilaku melalui imitasi, anak meniru apa saja yang ia lihat atau alami. Maka dari itu, pengaruh lingkungan sangat penting terhadap perkembangan disiplin anak. Disiplin dapat diterapkan pada anak baik di rumah maupun di sekolah dengan cara membuat semacam peraturan atau tata tertib yang wajib dipatuhi anak. Suryadi (2006: 71) berpendapat bahwa pembinaan disiplin anak diperlukan tiga elemen. Ke tiga elemen tersebut yaitu pendidikan, penghargaan dan hukuman yang akan dijabarkan sebagai berikut.

(45)

Anak diajarkan mengenal ada yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Orang tua dan guru bertanggungjawab memberikan pengetahuan mengenai apa yang diharapkan dan tidak diharapkan oleh seorang kelompok.

b. Penghargaan

Ini berupa pujian, hadiah atau perlakuan khusus setelah anak melakukan seuatu, paling tidak mencoba melakukan apa yang diharapkan orang tua dari seorang anak.

c. Hukuman

Hukuman hanya boleh diberikan bila anak melakukan kesalahan dengan sengaja. Elemen pertama dan kedua, ditekankan bila anak masih berusia dini, sedangkan unsur ketiga diterapkan saat anak sudah lebih besar. Mendisiplinkan anak bukan perkara yang mudah. Orang dewasa hendaknya lebih sabar dan konsiten dalam membentuk kedisiplinan anak.

Anak harus didisiplinkan secara pribadi tidak didepan umum (Rimm, 2003). Maksudnya ialah jika hendak menegur atau membenarkan anak, jangan di depan umum. Jaga harga diri anak, jangan pernah menyalahkan atau memarahi anak di depan umum karena anak akan malu dan tidak mau mencoba lagi karena takut salah. Anak akan mengulang perbuatan yang paling menarik perhatian. Maka dari itu, berilah perhatian lebih terhadap perbuatan yang benar daripada yang salah. Beri pujian sesegera mungkin setelah anak melakukan perbuatan positif.

(46)

a. Bekerja sebelum bermain

Berikan tugas-tugas rumah yang sederhana kepada anak seperti mematikan lampu setelah bangun tidur, meletakkan pakaian kotor ke dalam ember, mendorong kursi usai makan bersama, memberi makan binatang peliharaan dan sebagainya. Tawarkan kepada anak untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut sebelum ia mulai bermain. Ini merupakan cara yang baik untuk mengajarkan disiplin kepada anak usia dini. Kemudian puji anak bahwa apa yang mereka lakukan sangat membantu dan ucapkan teriakasih kepada anak.

b. Tetapkan waktu berangkat tidur dan waktu bangun

Bantu anak untuk memanajemen waktunya dengan menetapkan waktu tidur dan waktu bangun anak. Hal ini memberi pelajaran kepada anak tepat waktu. Untuk anak yang lebih besar misalkan sudah TK sudah mengetahui tentang angka, kenalkan cara membaca jam kepada anak supaya anak mengetahui tentang waktu. c. Sistem papan colok dan hari gajian

Buatlah sebuah papan colok yang berisi daftar perilaku-perilaku disiplin yang harus dilakukan anak. Saat anak melakukan perilaku yang diharapkan, berikan tanda, misalkan tanda cek, bahwa anak telah melakukan perilaku tersebut.

Buat perjanjian dengan anak, mengenai kapan ia akan memperoleh hadiah atas perilaku moral yang ditunjukkannya. Metode demikian diharapkan anak dapat memahami perilaku yang boleh dilakukan tanpa paksaan orang dewasa.

d. Permainan “terlalu banyak”

Permainan ini mengajarkan anak tentang konsep “tahu batas” dan

(47)

Berikan anak beberapa pertanyaan, misalkan:

Jika makan terlalu banyak, maka?...akan sakit Jika bermain terlalu lama, maka?...akan lelah

Permainan ini bertujuan untuk memahamkan kepada anak bahwa sesuatu yang berlebihan dapat menimbulkan hal negatif.

Disiplin merupakan sebuah sikap yang harus dibentuk dan tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Penanaman disiplin adalah tepat dilakukan sejak anak usia dini karena pembentukan disiplin memerlukan sebuah proses atau pembiasaan yang dilakukan secara berulang dan konsisten (Rimm, 2003). Konsisten perlu dilakukan dalam hal ini supaya dipercaya anak sehingga anak tahu bahwa disiplin merupakan sikap yang harus dimiliki semua orang jika ingin bahagia. Menerapkan disiplin anak prasekolah, kita harus kreatif dalam menciptakan suasana yang memungkinkan munculnya sikap disiplin anak.

9. Peran orang tua dalam pembentukan disiplin anak

(48)

Orang tua sedini mungkin mengupayakan penanaman disiplin diri kepada anak yang menjadi salah satu faktor pertama dalam pengembangan anak lebih lanjut, baik di masyarakat, maupun di lembaga pendidikan formal, dan informal lainnya. Orang tua menjadi sumber nilai bagi anak, maka nilai sebagai rujukan disiplin diri dan berasal dari orang tua. Horton & Ray (2001) dalam penelitiannya mengatakan bahwa orientasi disiplin anak sekolah dasar berorientasi pada teman sebaya, sedangkan orientasi disiplin anak pra sekolah berorientasi pada orang tua.

Croyle (2004: 141) mengatakan pendisiplinan oleh orang tua adalah mengetahui saatnya bagi orang tua untuk merangkul anak dengan penuh kasih sayang dan memberi dukungan bagi anak. Orang tua mendisiplinkan anak untuk membantu anak mendisiplinkan diri mereka sendiri serta untuk mengajarkan mereka menjadi orang tua yang berpegang disiplin di masa depan (Croyle, 2004: 141). Hal ini menunjukkan apabila pemahaman orang tua dalam pembentukan kedisiplinan anak sangat diperlukan. Peran orang tua dibutuhkan oleh anak dalam proses pembiasaan disiplin saat di rumah untuk bekal anak di masa depan.

(49)

Dari berbagai pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa orang tua sangat berperan dalam pembentukan disiplin anak. Orang tua yang dapat mendampingi anak dan bersikap konsisten akan membentuk kedisiplinan yang baik. Orang tua yang memberikan pembiasaan disiplin untuk anak dapat menjadi teladan bagi anak untuk menjadi orang tua yang baik di masa depan. Orang tua yang mengerti tentang pendidikan akan memerhatikan perkembangan anak mereka.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Anika Herman Pratama tentang strategi pembentukan disiplin di salah satu TK di Bali tahun 2013. Penelitian tersebut dimuat dalam jurnal Kajian Pengembangan Moral No. 1 Vol. 1 Tahun 2013. Penelitian bertujuan untuk mengetahui strategi pembentukan disiplin siswa, mengetahui kendala, dan upaya mengatasi kendala yang dialami dalam pembentukan disiplin siswa.

(50)

Penelitian lain tentang orientasi kedisiplinan anak dan disiplin dilakukan oleh Horton & Ray dengan judul penelitian “Children’s Evaluation of Inductive Discipline As a Function of Transgression Type and Induction Orientation”.

Penelitian ini jenis penelitian kualitatif dengan sampel penelitian dilakukan pada 79 anak laki-laki dan 80 anak perempuan pada anak usia 8-11 tahun. Penelitian tersebut menggunakan metode wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti dengan anak dan observasi perilaku anak saat di sekolah. Dari penelitian Horton dan Rai didapatkan hasil anak usia yang lebih muda kepatuhan disiplin yang berorientasi pada orang tua yang menurut anak lebih adil dari pada kepatuhan disiplin yang berorientasi pada teman sebaya. Pada penelitian ini interaksi antara orang tua dengan anak berpengaruh terhadap pemahaman anak tentang disiplin dan bagaimana penilaian orang tua tentang kedisiplinan anak.

Berdasarkan fakta di atas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan anak merupakan faktor penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Upaya pengembangan kedisiplinan dan strategi pembiasaan disiplin telah dilakukan oleh orang tua maupun guru saat di sekolah. Kedisiplinan tidak dapat tumbuh dan berkembang dalam diri anak tanpa adanya faktor-faktor dalam diri anak, dari keluarga anak, maupun faktor dari luar yang mempengaruhi.

C. Kerangka Pikir

(51)

tempat individu itu didentifikasikan (Hurlock, 1978: 82). Suryadi (2006: 70) menyatakan bahwa disiplin merupakan proses yang diperlukan agar seseorang dapat menyesuaikan dirinya. Disiplin perlu untuk perkembangan anak, karena dengan berdisiplin dapat memantapkan peran sosial anak. Dengan menggunakan disiplin, anak dapat memperoleh suatu batasan untuk memperbaiki tingkah lakunya yang salah (Anonimous, 2003; Wantah, 2005: 140).

Disiplin memberikan petunjuk bagi anak mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh diakukan (Wantah, 2005: 144). Berdasarkan hal itulah anak dapat merasa tenang karena dia tahu mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Disiplin membantu anak mengindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah, perasaan yang pasti mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang buruk.

Disiplin untuk anak memerlukan sebuah proses atau pembiasaan yang dilakukan secara berulang. Pimbiasaan disiplin anak ada tiga yaitu disiplin keras (otoriter), disiplin bebas (permisif), dan disiplin positif (demokratis). Dalam pembiasaan disiplin orang dewasa memerlukan konsistensi. Konsistensi merupakan aspek penting dalam pembiasaan disiplin, tanpa konsisten setiap orang akan bermain seenaknya (Coyle, 2004: 152-153).

(52)

peraturan, pendidikan orang tua, status sosial ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Anika Herman tahun 2013 mengatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi kedisiplinan adalah pengawasan dan pembiasaan disiplin dari orang tua, serta pengaruh lingkungan dan tempat tinggal.

Kedisiplinan anak berkaitan dengan pembiasaan disiplin dan faktor yang memengaruhi kedisiplinan. Berdasarkan hal tersebut dalam penelitian ini peneliti bermaksud mendeskripsikan kedisiplinan anak usia 5-6 tahun di KB/TK Pedagogia, apa saja faktor-faktor yang memengaruhinya dan bagaimana pembiasaan disiplin di KB/TK Pedagogia.

Gambar.1. Kerangka Pikir Kedisiplinan

Faktor yang memengaruhi kedisiplinan:

 Konsistensi dari guru dan orang tua

 Pijakan

Reward dan punishment

 Pemahaman anak akan

peraturan

 Pendidikan orang tua

 Status sosial ekonomi keluarga

Pembiasaan kedisiplinan anak:

 Disiplin keras (otoriter)  Disiplin bebas (permisif)  Disiplin positif

(demokratis)

Anak dari:  Kedua orang tua bekerja

 Pendidikan orang tua minimal S1

(53)

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Apa saja faktor yang memengaruhi kedisiplinan anak? 2. Apa saja faktor pendukung pembiasaan kedisiplinan anak? 3. Apa saja faktor penghambat pembiasaan kedisiplinan anak?

4. Bagaimana solusi untuk mengatasi penghambat dalam pembiasaan kedisiplinan anak?

5. Bagaimana cara-cara yang dilakukan guru untuk mendisiplinkan anak di KB/TK Pedagogia?

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Bogdan dan Biklen mengemukakan bahwa ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik, perspektif ke dalam, etnometodologi, the Chicago School, fenomenologis, studi kasus, interpretative, ekologis, dan deskriptif

(Moleong, 2007: 3). Apabila dilihat dari permasalahan yang diteliti, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian di mana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadaan dan kejadian sekarang, melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya (Sukardi, 2007: 157). Dengan demikian dapat diketahui bahwa tujuan utama dilakukannya penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan suatu keadaan, melukiskan dan menggambarkan kedisiplinan anak Usia 5-6 tahun di KB/TK Pedagogia. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

(55)

Penelitian dilakukan di kelas Kelompok B dengan anak berusia 5-6 tahun yang akan dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2017.

C. Subjek penelitian

Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi nara sumber atau informan dalam penelitian (Sugiyono, 2015: 298). Subjek penelitian kualitatif berangkat dari populasi namun karena keterbatasan tenaga, dana, waktu dan pikiran maka peneliti menggunakan sampel sebagai sumber data. Peneliti melakukan penelitian pada subjek penelitian dengan pertimbangan untuk mencapai tujuan penelitian. Penentuan sumber data dilakukan peneliti secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2015: 229) Penelitian ini mengambil informan anak usia 5-6 tahun di KB/TK Pedagogia dengan kriteria sebagai berikut.

1. Anak usia 5-6 tahun.

2. Anak yang kedua orang tua bekerja.

3. Anak yang kedua orang tua minimal lulusan S1.

Kriteria tersebut disesuaikan dengan faktor-faktor yang memengaruhi kedisiplinan anak.

D. Sumber Data

(56)

sumber data primer dan sumber data skunder. Penjelasan sumber data yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut.

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau saksi utama (Nazir, 2005: 50). Adapun sumber data primer dalam penelitian ini didapatkan melalui kata dan tindakan yang diperoleh peneliti dengan melakukan pengamatan dan wawancara terhadap pihak-pihak terkait yang meliputi guru kelas yang berkaitan mendidik anak.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung pembahasan-pembahasan yang ada dalam penelitian ini. Adapun data sekunder meliputi dokumen-dokumen yang berupa catatan perkembangan anak khususnya dalam kedisiplinan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2015: 308), teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Penelitian kualitatif, mengumpulkan data pada kondisi yang alamiah (natural setting). Teknik pengumpulan data pada penelitian ini lebih banyak pada observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Observasi

(57)

yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Selanjutnya menurut Sugiyono dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation (observasi non partisipan). Selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur (Sugiyono, 2015:310-313).

Berdasarkan segi proses pelaksanaan pengumpulan data, dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi non partisipan karena peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Peneliti mencatat, menganalisis, dan membuat kesimpulan tentang kedisiplinan anak yang sesuai dengan kriteria subjek penelitian. Sedangkan dari segi instrumentasi yang digunakan, peneliti menggunakan observasi terstruktur karena observasi telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang diamati, kapan, dan di mana tempatnya.

Sebelum melakukan observasi, peneliti membuat pedoman observasi sebagai acuan agar proses observasi tetap fokus dan tidak keluar dari konteks yang menjadi tujuan utama peneliti yaitu mendeskripsikan kedisiplinan anak yaitu tentang perilaku anak di kelas dalam mematuhi peraturan-peraturan kelas yang telah disepakati, interaksi anak dengan teman sebaya, dan bagaimana anak dalam mengatur waktu.

2. Wawancara

(58)

lebih mendalam (Sugiyono, 2015: 319-320). Beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur (Sugiyono, 2015: 320). Dalam pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, peneliti menggunakan wawancara semiterstruktur dengan alasan jenis wawancara ini tergolong dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Jenis wawancara ini bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka sehingga peneliti dapat menambah pertanyaan di luar pedoman wawancara untuk mengungkap pendapat dan ide-ide dari responden.

Sebelum melakukan kegiatan wawancara, peneliti terlebih dahulu membuat pedoman wawancara agar proses tetap terfokus dan tidak keluar dari konteks yang menjadi tujuan utama peneliti yaitu mendeskripsikan perkembangan kedisiplinan anak usia 5-6 tahun. Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan fleksibel, sementara itu pedoman wawancara hanya digunakan sebagai acuan.

Untuk melakukan kegiatan wawancara peneliti memilih informannya adalah guru kelas anak yang menjadi subjek penelitian. Pemilih memilih informan berdasarkan keterkaitan dengan subjek penelitian, yaitu orang-orang yang memiliki peran penting dalam permasalahan yang ingin diketahui untuk menjawab penelitian.

3. Dokumentasi

(59)

Sugiono (2015: 329) dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Untuk memperoleh data dokumentasi, peneliti mengambil dari dokumen-dokumen yang berupa catatan lapangan, catatan anekdot sikap anak, foto, dan video.

F. Instrumen Penelitian

Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Peneliti sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2007: 168). Dalam penelitian kualitatif instrument utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara (Sugiyono, 2015: 305-306). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Oleh karena itu, penelitian ini dibantu dengan instrumen pedoman observasi, pedoman wawancara, alat perekam, kamera dan alat tulis.

(60)
[image:60.595.113.525.124.322.2]

Tabel 1. Kisi-kisi instrumen penelitian pembiasaan disiplin anak No Aspek yang

diteliti Indikator Teknik Instrumen

Sumber data 1. Pembiasaan

kedisiplinan

a.Membuat peraturan

tanpa melibatkan

anak.

b.Anak membuat

peraturan tanpa

campur tangan dari guru

c.Guru dan anak

membuat peraturan bersama.

d.Mengingatkan anak

untuk menaati

kesepakatan. Wawancara Observasi Dokumentasi Pedoman wawancara Pedoman observasi Pedoman dokumentasi Guru Peneliti

Tabel 2. Kisi-kisi instrumen penelitian kedisiplinan anak No Aspek yang

diteliti

Indikator Teknik Instrumen Sumber data 2. Kedisiplinan

anak

a. Duduk tertib saat

pembelajaran.

b. Membuang

sampah di

tempat sampah.

c. Membereskan

mainan setelah selesai.

d. Datang ke

sekolah tepat waktu/ tidak terlambat.

e. Melaksanakan

kegiatan saat kegiatan pembelajaran.

f. Menyayangi

sesama teman. g. Meminta maaf

apabila berbuat salah.

h. Menghargai

[image:60.595.115.519.348.723.2]
(61)

G. Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualititatif meliputi uji credibility, transferability, dependability, dan confirmability (Sugiyono, 2015: 366). Dalam

penelitian ini untuk menguji keabsahan data, peneliti menggunakan uji kredibilitas. Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check. Dalam pengujian kredibilitas penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi (Sugiyono, 2015: 368).

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono, 2015: 372). Dalam menguji kredibilitas data, peneliti menggunakan triangulasi, bahan referensi. Triangulasi yang digunakan peneliti adalah triangulasi teknik.

Trianggulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini, peneliti mengungkapkan data tentang kedisiplinan anak dengan teknik wawancara, lalu dicek dengan observasi, kemudian dengan dokumentasi. H. Teknik Analisis Data

(62)

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2015: 337) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data berarti merangkum, memilah hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu (Sugiyono, 2015: 338). Peneliti memilah-milah data yang berupa hasil wawancara dengan guru tentang kedisiplinan anak dan hasil observasi mengenai kedisiplinan anak yang diperoleh dari catatan-catatan lapangan. Data yang diperoleh tersebut merupakan data yang masih kompleks. 2. Penyajian Data (Data Display)

Miles dan Huberman dalam Sugiono (2015: 341) menyatakan data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menyajikan data adalah dengan teks yang bersifat naratif. Peneliti menyajikan data yang berupa hasil wawancara dengan guru tentang kedisiplinan anak, hasil observasi kedisiplinan anak yang menjadi subjek penelitian dan dokumentasi kedisiplinan anak. Dalam penelitian ini, data tersebut disajikan secara deskriptif.

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)

(63)

yang valid dan konsisten saat peneliti mengumpulkan data di lapangan, maka kesimpulan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah sejak awal dan mungkin juga tidak (Sugiono, 2015: 345).

(64)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data a. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di KB/TK Pedagogia. KB/TK Pedagogia merupakan sekolah laboratori Universitas Negeri Yogyakarta. KB/TK Pedagogia didirikan pada tanggal 31 Desember 2005. KB/TK Pedagogia terletak di Jl Bantul No.50, Gedongkiwo, Mantrijeron Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Visi dan Misi Sekolah

Visi dari KB/TK Pedagogia adalah Terwujudnya Pusat Pendidikan Pra Sekolah yang Unggul, Cerdas, Bermartabat, dan Berbudaya. Adapun indikator visi adalah sebagai berikut:

1. Unggul, memiliki sistem pendidikan inklusi yang bertumpu pada budaya lokal, dan mengembangkan tanggung jawab atas pembengunan generasi bangsa. 2. Cerdas, memiliki peserta didik yang mampu menjaga hidup sehat dan

memecahkan masalah sesuai tahap perkembangannya.

3. Bermartabat, memiliki peserta didik yang memiliki ketakwaan kepada Tuhan yang kuat, menjunjung tinggi semboyan Pedagogia (Jujur, Tertib, Sopan). 4. Berbudaya, memiliki peserta didik yang selalu berpikir positif, bersikap hormat

(65)

Misi yang dilaksanakan untuk mewujudkan visi di KB/T

Gambar

Tabel 1. Kisi-kisi instrumen penelitian pembiasaan disiplin anak

Referensi

Dokumen terkait

Mendengarkan orang lain (guru dan teman) yang sedang

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa hubungan yang positif dan signifikan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku sosial pada anak kelompok B TK Paras

Berdasarkan tahapan dan hasil uji coba di KB-TK Pedagogia Yogyakarta yang sudah dilakukan dalam menghasilkan multimedia pembelajaran interaktif, maka dapat disimpulkan

Abastrak: Permasalahan penelitian yang ingin di pecahkan adalah bagaimana kemampuan membaca pada anak usia 5-6 tahun dalam menyebutkan simbol huruf yang dikenal,

Anak yang semula hanya mau menyemangati teman ketika teman sedang berlomba, dengan adanya sticker reward , menjadi anak yang suka menyemangati teman dalam segala

Berdasarkan data hasil wawancara dengan guru tentang peranan guru sebagai motivator dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada anak usia 5-6 tahun di TK LKIA II

Anak usia ini adalah sosok yang individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Pada masa ini

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif karena melalui metode ini peneliti ingin memaparkan kondisi pembelajaran pengembangan motorik halus yang ada di TK