PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OSBORN
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP
(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 10 Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh Fery Ferdiansyah
0907226
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OSBORN
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
MATEMATIS SISWA SMP
Oleh
Fery Ferdiansyah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Fery Ferdiansyah 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OSBORN
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMASTIS SISWA SMP
(Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 10 Bandung)
Oleh Fery Ferdiansyah
0907226
Disetujui dan Disahkan Oleh: Pembimbing I
Drs. H. Erman Suherman, M.Pd. NIP. 194908041977021001
Pembimbing II
Kartika Yulianti, S.Pd., M.Si. NIP. 198207282005012001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
ABSTRAK
Fery Ferdiansyah. (0907226). Penerapan Model Pembelajaran Osborn untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP, sehingga perlu untuk ditingkatkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Osborn lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model tradisional, juga untuk mengetahui bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran Osborn. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen dan desain kelompok kontrol non-ekivalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 10 Bandung Kelas VIII dengan sampel dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes berpikir kreatif matematis dan instrumen non tes seperti lembar observasi dan angket skala sikap siswa. Hasil penelitian ini adalah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Osborn lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran tradisional. Siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran Osborn.
Kata kunci: Model Pembelajaran Osborn, Kemampuan Berpikir Kreatif
ABSTRACT
Fery Ferdiasnyah. (0907226). Application of Osborn Learning Model to Increase Mathematics Creative Thinking Ability of Junior High Students.
The research was motivated by the low of mathematics creative thinking ability junior high school, so it needs to be improved. The purpose of this research was to determine whether the mathematics creative thinking abilities of students who use the Osborn learning model better than students who are learning to use the traditional model, also to find out how students' attitudes toward learning mathematics using Osborn learning model. The research was carried out using the method of quasi-experimental and non-equivalent control group design. The populations in this research were all students of SMP Negeri 10 Bandung Class VIII with two classes of samples as the experimental class and control class. The instruments used in this research consisted of mathematics creative ability instruments test and nontest instruments such as observation sheets and questionnaires of students attitude scale. The results of this research is the increase in mathematics creative thinking abilities of students who use the Osborn learning model better than students who are learning to use the traditional model. Students responded positively to the learning of mathematics that uses the Osborn learning model.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
F. Definisi Operasional ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Berpikir Kreatif Matematis ... 6
B. Model Pembelajaran Osborn ... 9
C. Hasil Penelitian ysng Relevan ... 13
D. Hipotesis Penelitian ... 13
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 15
C. Bahan Ajar ... 15
D. Instrumen Penelitian ... 16
E. Prosedur Penelitian ... 24
F. Teknik Pengolahan Data ... 25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 30
1. Analisis Data Hasil Pretest ... 30
2. Analisis Data Hasil Posttest ... 32
3. Analisis Data Hasil Angket ... 35
4. Analisis Data Hasil Lembar Observasi ... 40
B. Pembahasan ... 41
1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 41
2. Respon Siswa terhadap Model Pembelajaran Osborn ... 43
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 45
B. Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan
dan perwujudan dari individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara
(Munandar, 2009: 6). Dengan pendidikan akan lahir generasi-generasi penerus
yang berkualitas dan diharapkan membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Kualitas hasil pendidikan tidak terlepas dari pelaksanaan pembelajaran yang
dilakukan pada tiap jenjang satuan pendidikan.
Pelaksanaan pembelajaran termasuk didalamnya adalah pembelajaran
matematika. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 menyatakan bahwa pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dimulai dari sekolah
dasar. Dengan tujuan siswa dapat memiliki kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerja sama secara efektif.
Merujuk pada tujuan pembelajaran yang dinyatakan dalam permendiknas
tersebut, jelas bahwa dalam belajar matematika siswa tidak hanya dilatih untuk
menghitung cepat dan menghafal rumus. Suherman (Astuti, 2012) menjelaskan
bahwa belajar adalah proses pengembangan potensi diri, akal (kognitif), rasa
(afektif-emosi), nurani (spiritual), dan keterampilan (psikomotorik). Dengan
demikian, belajar matematika merupakan serangkaian proses yang harus dilalui
seseorang dengan mengembangkan segala potensi dirinya untuk mencapai tujuan
pembelajaran matematika.
Kemampuan berpikir siswa berhubungan erat dengan kegiatan belajar. Pada
saat belajar, siswa menggunakan kemampuan berpikirnya untuk memahami
pengetahuan dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Sementara itu
kemampuan berpikir siswa sangat bergantung pada kualitas dan kuantitas hasil
berpikir sering diasosiasikan dengan aktivitas mental dalam memperoleh
pengetahuan dan memecahkan masalah.
Dengan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru-guru saat ini (Teacher
Centered), mutu pendidikan di Indonesia dinilai kurang memuaskan. TIMSS
(Trends in International Mathematics and Science Study) mencatat data bahwa
peringkat prestasi matematika siswa kelas VIII (SMP) Indonesia pada tahun 2009
berada diperingkat ke-38 dari 42 negara dengan skor 386, turun 11 poin dari hasil
TIMSS pada 2007 yaitu 397 (Litbang Kemendikbud, 2011). Skor ini sungguh
rendah bila dibandingkan dengan rata-rata skor internasional yaitu 500.
Sedangkan menurut survei PISA (Programme for International Student
Assesment) tahun 2009, Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65 negara yang
disurvey dengan skor rata-rata kemampuan matematika siswa Indonesia yaitu 371,
skor tersebut masih di bawah rata-rata internasional yaitu 496 (Litbang
Kemendikbud, 2011). Berdasarkan data tersebut, jelas mutu pendidikan
matematika menurut TIMSS masih rendah karena dibawah rata-rata skor
internasional. Sedangkan menurut survei PISA, didapat fakta bahwa literasi
matematika siswa Indonesia juga rendah. Siswa Indonesia hanya mampu
memecahkan masalah sederhana, dan tidak bisa memecahkan masalah-masalah
yang tidak rutin. Hal ini berarti bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi
matematik siswa seperti berpikir kreatif masih kurang.
Mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis maupun
bekerjasama sudah lama menjadi fokus dan perhatian pendidik matematika di
sekolah, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan karakteristik keilmuan
matematika (Siswono, 2009). Tetapi fokus dan perhatian pada upaya peningkatan
kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika masih jarang
dikembangkan. Padahal dalam konteks pembelajaran matematika, kemampuan ini
adalah kemampuan yang merangsang siswa untuk menemukan solusi yang
beragam dari pemecahan masalah. Sehingga, siswa dituntut untuk tidak lagi
3
Dalam konteks yang lebih luas di luar pembelajaran, Mahmudi (2010)
menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif menjadi penentu keunggulan
suatu bangsa. Daya kompetitif suatu bangsa dalam persaingan global sangat
ditentukan oleh kreativitas sumber daya manusianya. Dengan demikian,
kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan yang perlu untuk
ditingkatkan.
Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya suatu perbaikan dalam proses
pembelajaran matematika untuk membantu siswa dalam mengembangkan
kreativitasnya. Pembelajaran yang dilakukan tentunya harus tepat dengan
melibatkan siswa secara aktif. Proses kreativitas muncul karena adanya gagasan
dari siswa. Jadi dengan kata lain pembelajaran yang dilakukan harus dirancang
sedemikian rupa agar dapat memunculkan gagasan-gagasan kreatif dari siswa.
Salah satu model pembelajaran yang dinilai tepat dalam memunculkan
gagasan yang kreatif adalah model pembelajaran Osborn. Model pembelajaran
Osborn adalah suatu model pembelajaran dengan menggunakan metode atau
teknik brainstorming. Menurut Guntar (Afifah, 2010) teknik brainstorming adalah
teknik untuk menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan
dan kritik. Kegiatan ini mendorong munculnya banyak gagasan, termasuk gagasan
yang nyeleneh, liar, dan berani dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat
menghasilkan gagasan yang kreatif.
Taylor (Farhan, 2012) mengungkapkan bahwa teknik brainstorming dapat
menanamkan inhibisi pada pemikiran kreatif, karena ide-ide aneh yang muncul
dapat menggoncangkan gairah berpikir siswa. Evaluation of ideas is not allowed,
tidak perlu penilaian apa idenya yang penting harus menampung ide
sebanyak-banyaknya (Alma, 2009). Sentral dari brainstorming adalah konsep menunda
keputusan. Empat ketentuan dasar dari brainstorming (wikipedia) adalah fokus
pada kuantitas, penundaan kritik, sambutan terhadap ide yang tidak biasa,
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Osborn untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, disusun pertanyaan
sebagai berikut :
1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Osborn lebih baik
daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
tradisional?
2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model
pembelajaran Osborn?
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka masalah dibatasi sebagai
berikut:
1. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Bandung
tahun ajaran 2012/2013.
2. Pokok bahasan pada penelitian ini adalah kubus dan balok.
3. Indikator kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diteliti yaitu
fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), originality (keaslian) dan
elaboration (keterincian).
5
Berdasarkan rumusan yang telah dikemukakan, tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
Osborn lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran tradisional.
2. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
model pembelajaran Osborn.
E. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan dan hasil penelitian ini sebagai
berikut :
1. Bagi siswa, pembelajaran dengan model Osborn selama penelitian akan
memberi pengalaman baru dan mendorong untuk lebih terlibat aktif dalam
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
matematiknya.
2. Bagi guru, pembelajaran dengan model Osborn dapat dijadikan sebagai
alternatif strategi dalam usaha meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa.
3. Dapat dijadikan bahan kajian bagi praktisi maupun peneliti pendidikan
matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa.
F. Definisi Operasional
1. Berpikir kreatif matematis adalah berpikir secara logis dan divergen untuk
menemukan gagasan atau solusi bervariasi dalam masalah matematika.
2. Model pembelajaran Osborn adalah model pembelajaran dengan
ide yang muncul dengan mengatasi segala hambatan dan kritik. Metode
brainstorming terdiri dari enam tahap yaitu orientasi, analisis, hipotesis,
pengeraman, sintesis, dan verifikasi.
3. Model pembelajaran tradisional merupakan model pembelajaran yang
berpusat pada guru, dimana guru mendominasi kegiatan belajar mengajar.
Metode yang digunakan pembelajaran tradisional adalah metode ceramah dan
tanya jawab. Dalam proses pembelajarannya guru menjelaskan materi, siswa
mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh guru lalu membahasnya melalui
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan sebab akibat antara variabel
bebas dengan variabel terikat. Perlakuan yang diberikan terhadap variabel bebas
dilihat hasilnya pada variabel terikat. Dalam hal ini, peneliti menguji sebuah
perlakuan yaitu model pembelajaran Osborn sebagi variabel bebas terhadap
kemampuan berpikir kreatif sebagai variabel terikat, yang diberi perlakuan khusus
dan dikontrol oleh peneliti. Sejatinya, penelitian seperti ini disebut penelitian
eksperimen, tetapi pengambilan sampel pada penelitian ini tidak secara acak
siswa, melainkan acak kelas. Peneliti harus menerima kondisi dua kelas yang
diperoleh secara acak tersebut. Sehingga, berdasarkan metodenya, menurut
Ruseffendi (2005: 31) penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen.
Dalam penelitian ini, terdapat dua kelompok yakni kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan khusus, dalam hal ini model
pembelajaran Osborn. Sementara itu, kelas kontrol menggunakan pembelajaran
tradisional. Selanjutnya pada penulisan ini, kelas eksperimen akan disebut kelas
Osborn dan kelas kontrol disebut kelas tradisional. Sebelum diberikan perlakuan,
kedua kelas tersebut diberikan tes awal. Setelah perlakuan diberikan, dilakukan
tes akhir. Desain eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah desain
kelompok kontrol non-ekivalen seperti yang digambarkan dalam diagram berikut
ini (Ruseffendi, 2010: 53):
Diagram 3.1
Desain Kelompok Kontrol Non-ekivalen 0 X 0
0 0
0 : Pretes / postes
X : Pembelajaran dengan model pembelajaran Osborn
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 10
Bandung. Populasi dipilih dengan pertimbangan bahwa siswa kelas VIII
kemampuan kognitifnya sudah berkembang. Menurut Piaget (Afifah, 2010: 9),
anak pada umur 11 sampai 16 tahun perkembangan perilaku kognitifnya sudah
dalam tahap formal operational thought, artinya anak sudah mulai berpikir
abstrak dan hipotesis, mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin
terjadi. Selain itu, pada tahap ini anak sudah mampu memikirkan semua
kemungkinan secara sistematik untuk memecahkan masalah.
Sampel dalam penelitian ini sebanyak dua kelas VIII di SMP Negeri 10
Bandung. Kelas VIII-A sebagai kelas tradisional dan kelas VIII-B sebagai kelas
Osborn pada penelitian ini.
C. Bahan Ajar
Materi yang diajarkan pada penelitian ini adalah kubus dan balok. Adapun
bahan ajar yang digunakan antara lain.
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun pada penelitian ini ada
dua, diantaranya rencana pelaksanaan pembelajaran pada kelas Osborn yaitu
rencana pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan model Osborn
dengan metode brainstorming dan rencana pelaksanaan pembelajaran pada
kelas tradisional yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran matematika
menggunakan model tradisional. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang
dibuat pada kelas Osborn dan tradisional terdiri dari empat pertemuan.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar kerja siswa yang dibuat pada penelitian ini ada satu, yaitu lembar
16
mengkonstruksi sendiri pemahaman materi yang dipelajari dengan beberapa
permasalahan.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas instrumen tes dan
instrumen non tes. Instrumen tes berupa tes kemampuan berpikir kreatif
matematis, sedangkan instrumen non tes berupa angket dan lembar observasi.
1. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Menurut Arikunto, tes adalah serentetan pertanyaan, latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Suratmini, 2010). Tes
kemampuan berpikir kreatif berupa tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest).
Pretest diberikan untuk mengukur kemampuan awal kelas Osborn dan kelas
tradisional serta mengetahui homogenitas. Sedangkan posttest diberikan untuk
mengetahui peningkatan kelas Osborn dan kelas tradisional.
Instrumen tes yang digunakan pada saat pretest dan posttest dengan
karakteristik setiap soal pada masing-masing tes adalah sama, baik di kelas
Osborn maupun tradisional. Tipe tes yang diberikan berupa tipe subyektif dengan
bentuk tes uraian. Tes uraian diharapkan mampu mengukur kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa. Selain itu, tes jenis uraian memiliki keunggulan
dibandingkan dengan tes objektif, yaitu merangsang siswa untuk mengeluarkan
gagasan-gagasan atau ide-ide baru yang ada pada diri siswa.
Menurut Suherman (2003: 77) penyajian soal tipe subjektif dalam bentuk
uraian ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu :
1. Pembuatan soal bentuk uraian relatif lebih mudah dan bisa dibuat dalam
kurun waktu yang tidak terlalu lama.
2. Hasil evaluasi lebih dapat mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya.
3. Proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas siswa, karena tes
Pemberian skor tes berpikir kreatif matematis mengacu pada indikator berpikir
kreatif yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (Flexibility), keaslian (originality)
dan elaborasi (elaboration). Adapun kriteria penskoran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah skor rubrik yang dimodifikasi dari Bosch (Ririn, 2012).
Tabel 3.1
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Aspek yang Diukur Respon Siswa terhadap Soal/Masalah Skor
Elaborasi
(Elaboration)
Tidak menjawab/memberikan jawaban yang salah 0
Terdapat kekeliruan dalam memperluas situasi tanpa
disertai perincian 1
Terdapat kekeliruan dalam memperluas situasi dan
disertai perincian yang kurang detil 2
Memperluas situasi dengan benar dan merincinya
kurang detil 3
Memperluas situasi dengan benar dan memerincinya
secara detil 4
Kelancaran
(Fluency)
Tidak menjawab/memberikan ide yang tidak relevan
untuk pemecahan masalah 0
Memberikan sebuah idea yang relevan dengan
pemecahan masalah tetapi pengungkapannya kurang
jelas 1
Memberikan sebuah ide yang relevan dengan
pemecahan masalah dan pengungkapannya lengkap
serta jelas 2
Memberkan lebih dari satu ide yang relevan pemecahan
masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas 3
Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dengan
18
serta jelas
Keluwesan
(flexibility)
Tidak menjawab/memberikan ide yang tidak relevan
untuk pemecahan masalah 0
Memberikan jawaban hanya satu cara dan terdapat
kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga hasilnya
salah 1
Memberikan jawaban dengan satu cara, proses
perhitungan dan hasilnya benar 2
Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam)
tetapi hasilnya ada yang salah karena terdapat
kekeliruan dalam proses perhitungan 3
Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam),
proses perhitungan dan hasilnya benar 4
Keaslian
(originality)
Tidak menjawab/memberikan jawaban yang salah 0
Memberikan jawaban dengan caranya sendiri tetapi
tidak dapat dipahami 1
Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, proses
perhitungan sudah terarah tetapi tidak selesai 2
Memberikan jawaban dengan caranya sendiri tetapi
terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga
hasilnya salah 3
Memberikan jawaban dengan caranya sendiri dan
proses perhitungan serta hasilnya benar 4
(Adaptasi dari Ririn, 2012)
Sebelum penelitian ini dilakukan, instrumen tersebut diujicobakan terlebih
dahulu, supaya dapat terukur validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks
kesukaran dari instrumen tersebut. Langkah-langkah uji coba instrumen adalah :
pertama, dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen pembimbing dan guru
SMP Negeri 10 Bandung. Ketiga, setelah diujicobakan kemudian instrumen
diukur validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran dari instrumen
tersebut. Untuk mengetahui kriteria-kriteria tersebut, di bawah ini dipaparkan
penjelasannya, yaitu:
a. Validitas Butir Soal
Uji validitas dilakukan untuk valid atau tidaknya alat evaluasi. Suherman
(2003:102) mengatakan bahwa suatu alat evaluasi disebut valid (absah) apabila
alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena
itu keabsahan nya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam
melaksanakan fungsinya.
Untuk mencari koefisien validitas alat evaluasi adalah dengan menggunakan
rumus korelasi yang dimodifikasi dari Suherman (2003:102) sebagai berikut:
√
Keterangan :
: Koefisien korelasi
X : Skor tiap butir soal
Y : Skor total
N : Banyak subyek
Suherman (2003:113) nilai diartikan sebagai koefisien validitas, kategorinya
adalah:
Tabel 3.2
Interpretasi Validitas Nilai rxy
Nilai Keterangan
0,80 rxy 1, 00 Validitas sangat tinggi
0, 60 rxy 0,80 Validitas tinggi
20
Dengan menggunakan AnatesV4 maka validitas tiap butir soal tes kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Tabel 3.3
Hasil Uji Validitas Butir soal
No
Soal Validitas Interpretasi 1 0,633 Validitas tinggi 2 0,739 Validitas Sangat tinggi 3 0,886 Validitas sangat tinggi 4 0,847 Validitas sangat tinggi
Berdasarkan Tabel 3.3 di atas maka diketahui bahwa validitas soal nomor 1
memiliki interpretasi validitas tinggi sedangkan soal nomor 2,3 dan 4 memiliki
kriteria interpretasi validitas sangat tinggi.
b. Reliabilitas
Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel atau dapat diandalkan jika hasil evaluasi
tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama (Suherman, 2003:
131). Untuk menghitung koefisien reliabilitas bentuk tes uraian digunakan rumus
Cronbach Alpha, sebagai berikut :
s jumlah varians skor setiap soal
2
t
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi
yang dapat digunakan dibuat oleh Guilford (Suherman, 2003: 139) adalah sebagai
berikut:
Dengan menggunakan AnatesV4 maka reliabilitas butir soal yang diperoleh
adalah 0,82 dengan interpretasi reliabilitas sangat tinggi.
c. Daya Pembeda
Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan
butir soal tersebut mampu membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi
dan siswa yang berkemampuan rendah (Suherman, 2003: 159). Daya pembeda
tiap butir soal dapat ditentukan dengan rumus berikut:
atau
Keterangan:
DP = Daya Pembeda
= Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok atas
= Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok bawah
= Jumlah siswa kelompok atas
22
Klasifikasi interpretasi daya pembeda (dalam Suherman, 2003: 161) dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.5
Interpretasi Indeks Daya Pembeda
Dengan menggunakan AnatesV4 maka daya pembeda tiap butir soal yang
diperoleh adalah sebagai berikut.
Tabel 3.6
Hasil Uji Daya Pembeda Butir soal
No Soal DP Interpretasi
Indeks kesukaran butir soal merupakan bilangan yang menunjukkan derajat
atau tingkat kesukaran butir soal (Suherman, 2003:170). Indeks kesukaran butir
soal tipe uraian ditentukan dengan rumus berikut :
= Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok atas
= Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok bawah
= Jumlah siswa kelompok atas
= Jumlah siswa kelompok rendah
Klasifikasi interpretasi untuk indeks kesukaran (Suherman, 2003: 170) adalah :
Tabel 3.7
Interpretasi Indeks Kesukaran
Dengan menggunakan AnatesV4 maka indeks kesukaran tiap butir soal yang
diperoleh adalah sebagai berikut.
Tabel 3.8
Hasil Uji Indeks Kesukaran Butir Soal
No Soal IK Interpretasi
1 0,65 Sedang
2 0,26 Sukar
3 0,56 Sedang
4 0,18 Sukar
IK Keterangan
IK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < IK 0,30 Soal sukar 0,30 < IK 0,70 Soal sedang 0,70 < IK < 1,00 Soal mudah
24
Berdasarkan Tabel 3.8 maka diketahui bahwa soal nomor 1 dan 3 memiliki
interpretasi sedang, sedangkan soal nomor 2 dan 4 memiliki interpretasi sukar.
Karena setelah hasil ujicoba instrumen, validitas, reliabilitas, daya pembeda
dan indeks kesukaran tergolong baik. Maka instrumen ini selanjutnya digunakan
pada penelitian.
2. Instrumen Non Tes
Instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket dan
lembar observasi.
a. Angket
Angket adalah jenis evaluasi yang berupa daftar pertanyaan atau pernyataan
yang harus dijawab oleh orang yang akan dievaluasi berkenaan dengan keadaan
atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap, kegiatan belajar mengajar, sarana
dan prasarana serta fasilitas lainnya (Suherman, 2003: 56). Angket dalam
penelitian ini digunakan utuk mengetahui respon siswa terhadap model
pembelajaran Osborn. Model angket yang akan digunakan adalah skala Likert
yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu: SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS
(Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).
b. Lembar Observasi
Lembar observasi adalah instrumen tes yang digunakan untuk melihat
aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung. Setiap pernyataan
pada lembar observasi untuk aktivitas siswa dan guru diberi penilaian skala 0-4.
Hal ini bertujuan untuk menganalisis jalannya pembelajaran dengan menggunakan
Model Osborn, sehingga dapat dilaksanakan perbaikan-perbaikan pada
pembelajaran selanjutnya.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
a. Mengidentifikasi masalah, merumuskan permasalahan beserta batasannya,
mengkaji berbagai literatur sebagai dasar untuk menentukan hipotesis,
metode, serta desain penelitian.
b. Membuat proposal penelitian.
c. Menyusun bahan ajar, yakni RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
dan LKS (Lembar Kegiatan Siswa).
d. Menyusun Instrumen Tes.
e. Pemilihan Sampel Penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Pemberian tes awal (pretest) kepada kelas tradisional dan kelas Osborn
yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis
awal siswa.
b. Memberikan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
Osborn pada kelas Osborn dan pembelajaran tradisional kepada kelas
tradisional.
c. Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti menggunakan lembar
observasi.
d. Pemberian angket pada kelas Osborn untuk mengetahui sikap siswa
terhadap model pembelajaran Osborn.
e. Pemberian tes akhir (posttest) pada kelas Osborn dan kelas tradisional.
3. Tahap Analisis Data
a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif.
b. Mengolah dan menganalisis data.
c. Menarik kesimpulan dari hasil analisis data.
F. Teknik Pengolahan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan pretest –
26
dari tes kemampuan berpikir kreatif matematis (pretest-posttest) sedangkan data
kualitatif berasal dari hasil angket dan lembar observasi.
1. Pengolahan data kuantitatif
a. Analisis Data Pretest
Pretes dilakukan untuk melihat kemampuan awal dari kedua kelas apakah
sama atau berbeda. Hal ini dapat dilihat melalui uji perbedaan dua rata-rata
terhadap data hasil pretest kedua kelas. Uji ini dilakukan dengan bantuan
software IBM SPSS Statistics 20 for windows, yaitu dengan menggunakan
Independent Sample T-Test, jika hasil pengujian menunjukkan hasil yang
signifikan, artinya tidak ada perbedaan rata-rata yang berarti dari kedua kelas,
maka dapat dikatakan bahwa kemampuan awal kelas Osborn dan kelas
tradisional sama.
Asumsi yang harus dipenuhi sebelum dilakukan uji-t adalah normalitas
dan homogenitas data. Oleh karena itu, sebelum pengujian Independent
Sample T-Test terhadap data pretest dilakukan maka terlebih dahulu dilakukan
pengujian normalitas dengan menggunakan uji Saphiro Wilk.
Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah :
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data dari kedua kelas
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji Saphiro Wilk dengan taraf signifikansi 5%. Hipotesis
dalam pengujian normalitas data pretest sebagai berikut:
H0 : Data pretest berasal dari sampel yang berdistribusi normal.
H1 : Data pretest berasal dari sampel yang tidak berdistribusi normal,
Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya
adalah :
a. Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0 diterima.
b. Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0 ditolak.
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui data dari kedua kelas
tersebut mempunyai varians yang homogen atau tidak. Untuk melakukan
pengujian homogenitas data pretest digunakan uji Lavene dengan perumusan
hipotesis sebagai berikut :
H0 : Data pretest bervarians homogen.
H1 : Data pretest bervarians tidak homogen.
Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya
adalah :
a. Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0 diterima.
b. Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0 ditolak.
3. Uji Perbedaan Dua Rata-rata
Uji perbedaan dua rata-rata bertujuan untuk mengetahui perbedaan dua
rata-rata dari data pretest yang diperoleh. Pengolahan data dilakukan dengan
ketentuan:
H0 : Tidak terdapat perbedaaan rata-rata kemampuan awal yang signifikan
antara kelas Osborn dan kelas tradisional.
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal yang signifikan antara
kelas Osborn dan kelas tradisional.
a. Jika kedua data berdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan uji
t. Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% maka kriteria
pengujiannya adalah :
1. Jika t-hitung < t-tabel maka H0 diterima.
2. Jika t-hitung ≥ t-tabel maka H0 ditolak.
b. Jika kedua data berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka
dilakukan uji-t’. Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% maka
kriteria pengujiannya adalah :
1. Jika t-hitung < t-tabel maka H0 diterima.
28
c. Jika salah satu atau kedua data tidak berdistribusi normal, maka
dilakukan uji Mann-Whitney. Dengan menggunakan taraf signifikansi
5% maka kriteria pengujiannya adalah :
1. Jika nilai signifikansi (Sig) ≥ 0,05 maka H0 diterima.
2. Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka H0 ditolak.
b. Analisis Data Posttest
Postes dilakukan untuk melihat perbedaan kemampuan pada kedua
kelas setelah diberikan perlakuan. Analisis posttest dilakukan seperti
analisis pada data pretest. Apabila kemampuan awal (pretest) siswa di
kelas Osborn dan di kelas tradisional tidak berbeda secara signifikan,
maka analisis dicukupkan pada data posttest saja atau boleh juga dengan
data gain saja. Sedangkan jika kemampuan awal (pretest) kedua kelas
tersebut berbeda, maka analisis perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa menggunakan data gain sangat
diperlukan. Pengolahan indeks gain ini dihitung dengan rumus :
Analisis data gain sama dengan analisis data pretest, dengan
asumsi yang harus dipenuhi sebelum uji perbedaan dua rata-rata, adalah
normalitas dan homogenitas data gain.
Untuk melihat peningkatan yang terjadi pada kedua kelas dapat
menggunakan rumus gain ternormalisasi, dan ditaksir menggunakan
kriteria indeks gain menurut Hake (1999:1) yang ada pada tabel berikut
Tabel 3.9 Kriteria Indeks Gains
2. Pengolahan Data Kualitatif
Indeks Gains Kriteria
g ≥ 0,7 Tinggi
Angket dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Hal ini
dikarenakan peneliti menginginkan jawaban yang benar-benar mewakili sikap
dan respon siswa terhadap pernyataan yang diberikan. Namun disini peneliti
hanya akan menggunakan empat kategori saja dengan menghilangkan kategori
netral, sehingga hanya terdapat Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju
(TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Hal ini dilakukan untuk menghindari
jawaban yang tidak objektif.
Pernyataan pada angket terbagi menjadi dua pernyataan, yaitu pernyataan
positif dan pernyataan negatif. Pernyataan ini dibuat berdasarkan aspek-aspek
yang diteliti. Aspek tersebut meliputi sikap siswa terhadap pelajaran
matematika, model pembelajaran Osborn dan terhadap tes kemampuan
berpikir kreatif matematis.
Dalam menganalisis data hasil angket, skala kualitatif ditransfer kedalam
skala kuantitatif :
Tabel 3.10
Kategori Skala Penilaian Angket
Alternatif Jawaban Bobot Penilaian Pernyataan Positif Negatif
Sangat Tidak Setuju 1 5
Tidak Setuju 2 4
Setuju 4 2
Sangat Setuju 5 1
Kriteria penilaian sikap yang diperoleh dari angket ini adalah jika skor
pernyataan kelas lebih dari 3 maka siswa memberikan sikap yang positif.
Sebaliknya, jika skor pernyataan kelas kurang dari 3 maka siswa memberikan
sikap yang negatif (Suherman, 2003: 191).
b. Lembar Observasi
Data hasil observasi merupakan data pendukung dalam penelitian ini. Data
tersebut dianalisis dan dideskripsikan untuk melihat tahapan-tahapan
30
observasi dianalisis dengan menghitung penilaian yang diberikan observer
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian, dapat dikemukakan
beberapa kesimpulan dan saran yang terkait dengan penelitian ini.
A. Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat kita simpulkan berdasarkan pengolahan dan hasil
analisis data adalah sebagai berikut.
1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran model pembelajaran
Osborn lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran tradisional.
2. Siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika
dengan model pembelajaran Osborn
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, berikut ini saran-saran yang diharapkan dapat
bermanfaat untuk perbaikan pada penelitian-penelitian selanjutnya ataupun untuk
diterapkan pada pembelajaran di sekolah.
1. Model pembelajaran Osborn memerlukan waktu yang relatif lama
sehingga diperlukan perencanaan dan persiapan yang matang sebelum
diterapkan di kelas.
2. Sebelum penerapan model pembelajaran Osborn, sebaiknya
memperhatikan kemampuan siswa dalam beradaptasi terhadap sesuatu
yang baru dan kesiapan siswa dalam menyelesaikan masalah yang
diberikan.
3. Pengalaman mengajar sangat diperlukan dalam penerapan model
pembelajaran Osborn, terutama komunikasi guru dan siswa sehingga
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, L. N. (2010). Model Pembelajaran Osborn untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Alma, B. (2009). Guru Profesional (Menguasai Metode dan Terampil Mengajar). Bandung: Alfabeta.
Apriani, D. (2012). Pengaruh Penggunaan Pendekatan Keterampilan Metakognitif dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif pada Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan
Astuti, C. (2012). Pengembangan Model Bahan Ajar Strategi Pembelajaran Konflik Kognitif (Cognitive Conflict) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Departemen Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud. (2011). Survey
Internasional PISA [Online]. Tersedia:
http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa
Departemen Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud. (2011). Survey
Internasional TIMSS [Online]. Tersedia:
http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-timss
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Permendiknas No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan.
Fakhrudin. (2010). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended. Tesis Magister pada SPS UPI Bandung : tidak diterbitkan
Farhan. (2012). Pengertian metode pembelajaran brainstorming [Online]. Tersedia :
eka+cipta+dan+inovasi+salam+perspektif+kreativiti&hl=id&sa=X&ei=e
KzfUb3VJI-urAfGwYBI&ved=0CC4Q6AEwAA#v=onepage&q=reka%20cipta%20d an%20inovasi%20salam%20perspektif%20kreativiti&f=false
Herdian. (2010). Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. [Online]. Tersedia : http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-berfikir-kreatif-siswa/
Huda, C. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika dengan Model Pembelajaran Treffinger pada Materi Pokok Keliling dan Luas Persegipanjang [Online].Tersedia:http://digilib.sunanampel.ac.id/gdl.php?mod=browse& op=read&id=jiptiain--chotmilhud-9908
Mahmudi, A. (2010). Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis [Online].Tersedia:http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Ali% 20Mahmudi,%20S.Pd,%20M.Pd,%20Dr./Makalah%2014%20ALI%20U NY%20Yogya%20for%20KNM%20UNIMA%20_Mengukur%20Kema mpuan%20Berpikir%20Kreatif%20_.pdf.
Martiani, S. (2012). Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Generatif dengan Strategi PQ4R Terhadap Peningkatan Kemampuan Ekplorasi Matematika siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Mulyana, T. (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa SMA Jurusan IPA Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Tesis Magister pada FPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Munandar, U. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring [Online]. Tersedia: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/
Pura, Y. (2013). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis [Online]. Tersedia: http://www.slideshare.net/Jayadipura/kemampuan-berpikir-kritis-kreatif-dan-pemecahan-masalah-16660752
48
Ruseffendi. (2006). Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito Bandung.
Ruseffendi. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito Bandung.
Siswono, T.Y. (2007). Desain Tugas untuk Mengidentifikasi Kenanpuan Berpikir Kreatis Siswa dalam Matematika [Online]. Tersedia: http://tatagyes.files.wordpress.com/2007/10/tatag_jurnal_unej.pdf
Siswono, T.Y. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. [Online]. Tersedia: http://suaraguru.wordpress.com/2009/02/23/meningkatkan-kemampuan-berpikir-kreatif-siswa/
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-UPI.
Supriadi, D. (2001). Kreativitas, Kebudayaan dan Perkembangan Iptek. Bandung
: Alfabeta
Suratmini, S. (2010). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Melalui Latihan Bina Wicara Pada Anak Tuna Rungu Wicara Di Slb-B Yrtrw Surakarta Tahun
Ajaran 2008/2009 [Online]. Tersedia:
http://eprints.uns.ac.id/56/2/170202311201009512.pdf
Syukur, M. (2004). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMU Melalui Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended. Tesis Magister pada FPS UPI Bandung: tidak diterbitkan
Uyanto, S S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta : Graha Ilmu.
____. Ground Rules of Brainstorming [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Brainstorming
____. (2012). Konsep Metode Brainstorming [Online]. Tersedia: