Prosiding BPTP Karangploso No. 02 ISSN: 1410-9905
PROSIDING
SEMINAR HASIL
PENELITIAN/PENGKAJIAN BPTP KARANGPLOSO
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KARANGPLOSO
2000
PENGKAJIAN SISTEM USAHATANI KONSERVASI TERPADU DI LAHAN KERING PERBUKITAN KAPUR
(Assessment of Integrated Conservation Farming System on Dry Land Llmestone) Al. Gamal Pratomo, Hasil Sembiring, Ruly Hardiyanto, Agus Sugiyatno dan Bambang Supriyono
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso
ABSTRAK
Proses erosi di lahan kering perbukitan kapur berjalan dengan cepat sehingga perlu diperkenalkan diperkenalkan usahatani konservasi yang relatif murah, efektif mencegah erosi dan dapat memperbaiki kesuburan tanah sehingga dapat diadopsi oleh petani. Tujuan pengkajian ini adalah memperoleh model usahatani konservasi terpadu dilahan kering perbukitan kapur. Pengkajian dilaksanakan dilahan petani di desa Banyuulu Wringin – Bondowoso, mulai bulan April 1999 sampai Maret 2000. Perlakuan yang dikaji adalah tiga model usahatani konservasi yaitu dua model usahatani konservasi terpadu dan model usahatani konservasi petani. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan masing-masing sistem usahatani diulang 5 kali. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa sistem usahatani konservasi terpadu yang menggunakan tanaman pagar, bokasi dengan pola tanam yang diperbaiki mampu menekan aliran permukaan dan erosi tanah dibandingkan konservasi petani dan meningkatkan produksi padi gogo hingga 3,44 ton/ha dan jagung sebesar 1720 kg/ha.
Kata kunci: Tanah marjinal, usahatani, konservasi, tanaman pagar.
ABSTRACT
Erosion proces in the the limestone area is very fast; there for alternative soil conservation technique which is cheaper and effective in controlling erosion need to be introduced. The purpose is to get integreted conservation farming system in limestone hill. Assessment was conducted at Banyuulu village, Wringin – Bondowoso, at April 1999 untill Maret 2000. It used randomized block design which each have five replications on it. The research had been carried out in Banyuulu The objects were three models conservation farming system introduce another soil and water conservation such hedgerow suitable for limestone hill condition that can be practiced by farmers. The result indicated that hedgerow can reduce run off and soil erosion that was compare with farm conservation and incresed upland rice produced about 3.44 ton/ha and maize abuot 1720 kg/ha.
Keys Words: marginal land, farming system, conservation, hedgerow.
PENDAHULUAN
Proses erosi di lahan kering perbukitan kapur berjalan dengan cepat, akibatnya produktivitas tanah semakin menurun dan meluasnya tanah-tanah kritis di lahan kering perbukitan kapur. Oleh karena itu perlu diperkenalkan usaha konservasi tanah yang relatif murah dan efektif mencegah erosi.
Usahatani konservasi terpadu yang terdiri dari penanaman tanaman pagar, pemberian bokasi sebagai pupuk dasar dan pengaturan pola tanam diharapkan dapat menjadi alternatif usahatani konservasi yang dapat diadopsi oleh petani di lahan kering perbukitan kapur. Menurut Pratomo, dkk. (2000) penerapan teknologi ini pada lahan yang telah diteras bangku, menekan aliran permukaan lebih dari 980 % dan erosi tanah sebesar 340 % dibandingkan konservasi petani. Hasil penelitian lainnya di Nigeria dilaporkan bahwa teknik tanaman pagar dapat menekan erosi sekitar 90% dibandingkan tanpa tanaman pagar (Lal, 1989 dalam Hawkins et al, 1991). Dengan menggunakan kombinasi rumput dan leguminosa pohon, tanaman pagar dapat menekan erosi tebing dan juga menambah persediaan pakan (Sembiring, 1994).
Di India nilai pendapatan kotor dari pertanaman pagar dengan lamtoro meningkat dua kali pada pertanaman sorgum dan tujuh kali pada kacang gude (Singh. et al, 1989), dan menurut Setiani dan Haryati (1991) menunjukkan bahwa pertanaman pagar dengan flemingia mempunyai tingkat pengembalian marginal yang tertinggi, baik pada tahun pertama (834%) maupun tahun kedua (1041%) dibandingkan teprosia dan kaliandra. Dengan adanya penambahan bokasi ke dalam tanah akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut Hardianto, dkk. (1999) pemberian bokasi yang dibarengi dengan penyemprotan EM ke dalam tanah dapat meningkatkan produksi kentang sebesar 35 % dan bawang putih sebesar 26 %. Pengkajian di Bondowoso menunjukkan bahwa usahatani tanaman pagar dengan pola tanam yang diperbaiki memberikan keuntungan sebesar Rp. 4.319.500/ha dibandingkan tanpa tanaman pagar (Pratomo, dkk, 1998).
Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh model usahatani konservasi terpadu di lahan perbukitan kapur yang dapat
diterima dan dilaksanakan petani.
BAHAN DAN METODE
Pengkajian dilaksanakan di lahan petani di desa Palenggian dan Banyuulu, Kecamatan Wringin, Kabupaten Bondowoso mulai bulan April 1999 sampai Maret 2000. Jenis tanahnya Alfisol dengan fisiografi berbukit, kemiringan lereng sekitar 10-25 %, curah hujan 2.115 mm/tahun.
Perlakuan yang diuji adalah tiga pola usahatani konservasi yaitu pola konsevasi petani (Model A) dan dua pola usahatani konservasi terpadu (model B dan C). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 5 ulangan, petani yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 15 petani. Uraian masing-masing perlakuan adalah sebagai berikut:
Model A : Sistem usahatani konservasi petani dengan pola tanam padi + jagung + ubi kayu - koro kratok (petani) tanaman rumput gajah yang ditanam pada tepi/tampingan teras tanpa adanya pemupukan.
Pada bidang olah ditanami dengan pola tanam padi + jagung + ubi kayu yang ditanam bersamaan tanpa adanya jarak tanam.
- Padi varietas : kartuna.
- Jagung varietas: kretek (lokal) - Ubi kayu varietas : lokal.
- Koro kratok ditanam setelah tanaman padi.
- Pemupukannya untuk padi + jagung + ubi kayu dan koro kratok dipupuk pupuk kandang 2 ton/ha dan pupuk anorganik semampu petani.
Model B : Sistem usahatani hedgerow dengan pola tanam padi + jagung + ubi kayu - kacang hijau.
- Setelah pengolahan tanah, tanah diberi bokashi dengan dosis 5 ton/ha, dan setiap 2 minggu disemprot dengan EM
4dengan dosis 2 cc/liter
- Pada sistem konservasi hedgerow tanaman penguat terasnya berupa tanaman glirisidea dan rumput gajah.
* Tanaman glirisidea
- berasal dari biji yang telah diseleksi dan stek batang.
- jarak tanam : 10 x 10 cm, ditanam selebar 0,5 - 1 meter ke arah bidang olah.
- pupuk : 50 kg urea/hektar.
* Rumput gajah
▪ berasal dari stek
▪ jarak tanam : 20 x 20 cm, ditanam pada tampingan teras.
▪ pupuk : 30 kg urea/hektar.
▪ Pada bidang olah ditanami tanaman pangan dengan pola padi + jagung + ubi kayu - kacang hijau - koro kratok. Untuk padi + jagung + ubi kayu ditanam tumpang sari.
* Padi
▪ Varietas : Cirata.
▪ Jarak tanam : 20 x 20 cm.
▪ pupuk : 225 kg urea + 75 kg SP-36 + 57,5 kg KCl per hektar. Pupuk SP-36 dan KCl
▪ diberikan pada saat tanam, pupuk susulan pertama 125 kg urea diberikan 14 hari setelah tanam dan 100 kg urea pada saat primodia.
▪ Pengendalian hama bersifat kuratif, yaitu bila terdapat serangan hama dikendalikan agar tidak mengganggu penampilan daya hasil.
* Jagung
• Varietas : Semar 2
• Jarak tanam : 20 x 300 cm.
• Pupuk : 75 kg urea + 25 kg SP-36 + 20 kg KCl per hektar. Pemberian pupuknya sama dengan pemupukan padi.
* Ubi kayu
• Varietas : Lokal
• Jarak tanam : 60 x 300 cm. Ditanam dua bulan setelah tanam jagung dan penanamanya berselang seling dengan tanaman jagung.
• Pupuk : 50 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 Kg KCl. Pemberian pupuknya adalah 1/3 dosis urea + SP-36 + KCl diberikan pada saat tanam dan 2/3 urea diberikan pada umur 2 bulan.
* Kacang hijau
• Varietas : Vc 2750
• Jarak tanam : 30 x 12,5 cm.
• Ditanam setelah padi dipanen
• Pupuk : 37,5 kg urea + 75 kg SP-36 + 37,5 kg KCl per hetar, diberikan pada saat tanam.
• Pengendalian hama juga bersifat kuratif.
Model C : Sistem usahatani hedgerow dengan pola tanam padi + jagung - tembakau.
• Setelah pengolahan tanah selesai juga diberi bokasi seperti pada model B.
• Sistem konservasi hedgerownya sama dengan model B yaitu menggunakan tanaman glirisidea dan rumput gajah.
• Pada bidang olah ditanami dengan pola padi + jagung - tembakau. Untuk penanaman padi dan jagung ditanam secara tumpang sari menggunakan varietas, jarak tanam dan pemupukan yang sama dengan model B. Sedangkan tembakau ditanam setelah padi dipanen.
* Tembakau
• Varietas : Maesan
• Jarak tanam : 50 x 90 cm.
• Pemupukan : 160 kg urea + 100 kg SP-36 + 60 kg KCl per hektar. Pemberianya 1/3 urea + SP-36 + KCl diberikan pada saat tanam dan 2/3 urea diberikan pada umur 35 hari setelah tanam.
• Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kuratif.
Variabel yang diamati adalah erosi tanah, aliran permukaan, pertumbuhan dan produksi tanaman pangan, biomas
rumput gajah serta input-output usahatani. Erosi diukur dari petak erosi yang berukuran 500 m
2yang diletakkan pada
setiap perlakuan. Erosi diukur setiap kejadian hujan dan analisa ekonomi usahatani konservasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pola usahatani konservasi yang diperbaiki dapat menekan aliran permukaan dan laju erosi (Tabel 1). Berdasarkan hasil pengamatan mulai awal April 1999 hingga akhir Maret 2000 diketahui terjadi 72 kejadian hujan yang menyebabkan terjadinya aliran permukaan dan erosi tanah, dengan jumlah hujan 2.115 mm, kisaran curah hujan antara 5 mm hingga 121 mm.
Tabel 1. Besarnya Aliran Permukaan dan Erosi Tanah Pada Masing-Masing Perlakuan. Bondowoso, 1999.
No. Perlakuan Aliran Permukaan
( m
3/ha )
Erosi Tanah basah ( ton/ha ) 1
2 3
Model A Model B Model C
5.082 a 1.155 c 1.186 b
17,654 a 1,598 c 1,790 b
Usahatani konservasi model B dan C yang menggunakan tanaman pagar berupa gliresideae dan rumput gajah yang ditanam pada tepi teras sebagai penguat teras ternyata lebih baik menekan aliran permukaan dan erosi tanah dibandingkan usahatani konservasi petani yang hanya menanam rumput gajah. Erosi yang terjadi pada usahatani konservasi terpadu berkisar 1,598 ton (model B) hingga 1,790 ton/ha (model C). Erosi ini lebih rendah dibandingkan penelitian Hardianto, dkk. (1996) dimana pada tahun kedua usahatani konservasi yang menggunakan tanaman pagar pada terasa bangku erosi yang terjadi sebesar 3,82 ton/ha/tahun. Kemampuan konservasi yang mengunakan tanaman pagar dalam menekan aliran permukaan dan erosi karena adanya barisan tanaman pagar yang rapat pada tahun ketiga sehingga aliran permukaan dan erosi tanah dapat tertahan pada barisan-barisan tanaman tersebut dan membentuk guludan. Hal ini sesuai dengan penelitian Hariyati (1993) dimana tanaman pagar yang ditanam secara rapat dapat mengurangi erosi sangat nyata setelah satu tahun ditanam dan setelah tiga tahun tanaman pagar mampu membentuk guludan setinggi 29,7 sampai 39,7 cm.
Kecilnya erosi yang terjadi pada perlakuan model B dan C diduga juga karena adanya barisan tanaman jagung dan ubi kayu yang ditanam searah kontur pada setiap jarak 3 meter pada perlakuan Model C dan tanaman jagung pada model B. Pada Tabel 1 juga terlihat bahwa besarnya erosi pada perlakuan usahatani konservasi model B dan C ternyata dapat memenuhi sasaran yang diharapkan pada penelitian ini yaitu erosi yang terjadi kurang dari 10 ton/ha/tahun.
2. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Pangan
Untuk pertumbuhan tanaman pagan yang diamati adalah pertumbuhan padi. Pada penelitian ini untuk perlakuan petani ditanam padi varietas kartuna sedangkan pada perlakuan model B dan C ditanam varietas Cirata. Pertumbuhan padi gogo pada ketiga model usahatani konservasi tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Tinggi tanaman padi dan jagung serta jumlah anakan padi pada masing-masing perlakuan.
Bondowoso,1999
No Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan
Padi Jagung
1 2 3
Model A Model B Model C
122 a 103 b 100 b
134 b 212 a 211 a
17 b 30 a 31 a
Pertumbuhan tanaman padi gogo pada masing-masing perlakuan juga terlihat adanya perbedaan. Pada perlakuan
petani yang menanam varietas Kartuna terlihat pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dibandingkan varietas Cirata
yang ditanam pada usahatani konservasi terpadu model B dan C, tetapi jumlah anakannya lebih sedikit. Ini dikarenakan
varietas Kartuna secara genetis tumbuh cukup tinggi dan penanaman secara disebar diduga juga menyebabkan jumlah anakannya sedikit. Sedangkan pada usahatani konservasi model B dan C tinggi tanaman dan jumlah anakannya tidak berbeda nyata, karena padi yang ditanam merupakan tanaman utama dan tumpangsarinya berupa tanaman jagung untuk Model C dan tumpangsari jagung dan ubikayu untuk model B dengan jarak antar tanaman jagung dan antar tanaman ubikayu adalah 3 meter.
Karena adanya berbagai pola tanam, maka produksi yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan juga bermacam-macam. Pada pola petani produksi yang dihasilkan berupa padi, jagung dan ubikayu sedangkan pada usahatani konservasi terpadu model B dihasilkan padi, jagung, ubikayu dan kacang hijau. Untuk model C dihasilkan padi, jagung, kacang panjang dan tembakau (Tabel 3).
Tabel 3. Produksi Padi Gogo, Jagung, Ubikayu,Kacang hijau dan Tembakau Pada Masing-masing Perlakuan.
Bondowoso, 2000
No. Perlakuan Produksi (kg/ha)
Padi Gogo Jagung Ubi kayu Kacang Tembakau 1
2 3
Model A Model B Model C
1.250 c 3.112 b 3.440 a
625 c 1.256 b 1.720 a
4.000 1250
-
- 225 232
- - 1275
Produksi padi gogo dan jagung pada usahatani konservasi terpadu ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan konservasi petani. Lebih tingginya produksi padi gogo pada model usahatani konservasi tanaman pagar karena penggunaan varietas Cirata yang merupakan varietas unggul gogo rancah dan diimbanginya dengan pemberian pupuk yang optimal sesuai rekomendasi yaitu 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha. Selain itu pada saat pengolahan tanah, lahan diberi bokashi sebanyak 5 ton/ha sebagai pupuk dasar dan hal ini diharapkan dapat meningkatkan mikroorganisme yang ada di dalam tanah. Disamping itu, pola tanam tumpang sari pada model B dan C dimana padi merupakan tanaman utama sedangkan jagung dan ubi kayu sebagai tanaman tumpangsarinya menyebabkan perawatan padi dapat dilakukan lebih intensif sehingga hasilnya juga lebih baik.
Produksi jagung berbeda nyata antara perlakuan usahatani konservasi terpadu model B dan C dan kedua model ini lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani konservasi petani. Perbedaan produksi ini dikarenakan pada usahatani konservasi terpadu model B dan C, varietas jagung yang ditanam varietas Bisi 2 yang merupakan varietas unggul jagung yang tahan di daerah kering, dan diikuti dengan pemupukan yang sesuai anjuran. Sedangkan petani menanam jagung lokal (varietas kretek) dengan pemupukan semampu petani. Tingginya produksi jagung ini sesuai dengan penelitian Hardianto (1996) dimana usahatani konservasi dengan menggunakan tanaman pagar pada teras bangku menghasilkan jagung sebanyak 1700 kg/ha.
Produksi ubikayu pada perlakuan petani terlihat jauh lebih tinggi dibandingkan pola konservasi terpadu yang
menanam ubikayu (model B). Ini dikarenakan populasi ubikayu pada perlakuan petani jauh lebih banyak dibandingkan
pola konservasi terpadu model B dimana ubikayu hanya merupakan tanaman tumpangsari. Untuk produksi kacang hijau
pada perlakuan konservasi terpadu walaupun produksinyamasih rendah dibandingkan teknologi anjuran yang dapat
mencapai 1,41 ton/ha (Kustiono, dkk, 2000 ) tetapi hasil ini dapat menambah penghasilan bagi petani, demikian pula untuk
produksi tembakau pada pola konservasi terpadu model C yang hasilnya banyak menyumbangkan pendapatan ke peani.
3. Produksi Biomas
Produksi biomas dari tanaman pagar dan penguat teras disajikan pada Tabel 4. Rumput gajah pada musim ini sudah dipangkas berulangkali sedangkan gliresideae baru satu kali pangkas.
Tabel 4. Produksi Biomas Berupa Pangkasan Rumput Gajah dan Glirisideae Pada Masing-masing Perlakuan.
Bondowoso, 1999
No Perlakuan Produksi pangkasan Rumput gajah (kg/m)
Produksi pangkasan Gliresideae (kg/5 m)
1 2 3
Model A Model B Model C
1.250 c 4.632 b 5.044 a
- 5 5
Dari hasil produksi pangkasan rumput gajah terlihat adanya perbedaan antara model konservasi terpadu (model B dan C) dibandingkan cara petani (model A). Hal ini dikarenakan adanya perawatan berupa pemupukan sedangkan pada cara petani rumput gajah tidak dipupuk. Pada perlakuan usahatani konservasi model B dan C, glirisideae sudah dapat dipanen tetapi pangkasan glirisideae ini masih rendah. Seluruh hasil pangkasan rumput gajah dan gliresideae ini digunkan untuk pakan ternak dan belum ada yang dikembalikan ke dalam tanah.
4. Analisa Usahatani
Dari analisa usahatani diketahui bahwa adanya peningkatan biaya produksi pada usahatani konservasi terpadu, tetapi total penerimaan yang didapat juga semakin meningkat sehingga keuntungan yang didapat juga meningkat bila dibandingkan model petani (Tabel 5). Keuntungan yang didapat dari usahatani tanaman pangan pada usahatani konservasi terpadu adalah Rp.2.278.000,- untuk model B dan Rp. 18.315.800,- untuk model C.
Keuntungan yang cukup tinggi pada usahatani konservasi terpadu karena beranekaragam hasil produksi yang didapat. Selain dari itu pada model C yang menanam tanaman tembakau pada saat dilaksanakan kegiatan ini harga tembakau cukup tinggi yaitu Rp. 20.000,- sehingga memberikan kontribusi keuntungan yang cukup tinggi bagi petani..
Keuntungan tersebut jauh di atas hasil penelitian serupa yang dilakukan Hardianto (1996) di Blitar selatan yang hanya mencapai Rp. 420.500,- per hektar.
Tabel 5. Analisa Usahatani Konservasi dengan Pola Tanam yang Diperbaiki dan Usahatani Konservasi Petani, Bondowoso 1999
Parameter Pola Petani
(Rp.000,-)
Pola Usahatani konservasi model B
(Rp.000,-)
Pola Usahatani Konservasi model C
(Rp.000,-) Biaya produksi
Biaya produksi Biaya tenaga kerja Total
830 505 1.335
1.133 1.140 2.273
3.343 2.300 5.643
Penerimaan
Tanaman pagangan Tanaman kacang hijau Tanaman tembakau Tanaman ubikayu Tanaman pagar Total
1.500 - - 600 62,5 2.162,5
3.614,4 517,5 - 187,5 231,6 4.551
4.048 533,6 19.125 - 252,2 23.958,8
Keuntungan 827,5 2.278 18.315,8
R/C 1,62 2,00 4,245