• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga mempunyai efek menguntungkan terhadap kesehatan (Winarti,2006)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga mempunyai efek menguntungkan terhadap kesehatan (Winarti,2006)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minuman

Definisi minuman adalah segala sesuatu yang dapat dikonsumsi dan dapat menghilangkan rasa haus. Minuman umumnya berbentuk cair, namun ada pula yang berbentuk padat seperti es krim atau es lilin. Minuman kesehatan adalah segala sesuatu yang dikonsumsi yang dapat menghilangkan rasa haus dan dahaga juga mempunyai efek menguntungkan terhadap kesehatan (Winarti,2006)

Minuman merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidup. Oleh karena itu, kualitas minuman harus terjamin agar konsumen sebagai pemakaian produk minuman yang mengandung bahan tambahan makanan, seperti bahan pengawet makanan.

2.1.1 Minuman Karbonasi

Minuman ringan dengan karbonasi adalah minuman yang dibuat dengan menambahkan CO

2

dalam air minum, misalnya: Sprite, fanta, dan cocacola.

sedangkan minuman ringan tanpa karbonasi adalah minuman yang tidak menggunakan penambahan CO

2

selain minuman ringan dengan karbonasi, misalnya: Nutrisari

Air berkarbonasi yang juga dikenal sebagai air soda, merupakan komponen utama dalam pembuatan minuman ringan. Proses melarutkan gas CO

2

disebut karbonasi, yang dapat membentuk asam karbonat (memiliki rumus kimia

H2CO3) (Afandy, 2009)

(2)

Fungsi minuman ringan itu tidak berbeda jauh dengan minuman ringan lainnya, yaitu sebagai minuman untuk melepaskan dahaga, sedangkan dari segi harga, ternyata minuman ringan karbonasi relatif lebih mahal dibanding minuman non karbonasi. Hal ini disebabkan teknologi proses yang digunakan dan kemasan yang khas, yaitu dalam kemasan kaleng atau botol seperti Sprite.

2.1.2.Komposisi Minuman Berkarbonasi

Minuman ringan terdiri dari ±94% air berkarbonasi. Karbondioksida menyebabkan adanya sifat kilau dan rasa menggit pada minuman, dan juga bertindak sebagai pengawet ringan. Karbondioksida sesuai untuk pembuatan minuman ringan karena sifatnya yang inert, tidak bersifat toksit, dan relatif murah dan mudah untuk dicairkan. Bahan utama kedua dalam minuman ringan adalah gula, dengan kandungan 7 - 12% (Jelen, 1985)

Rasa keseluruhan minuman ringan tergantung pada tingkat kemanisan, kepahitan dan keasaman (pH). Asam yang paling umum dalam minuman ringan adalah asam sitrat, yang memiliki rasa jeruk lemon, asam juga menurunkan pH, sehingga dapat mengawetkan minuman.

Suhu cairan harus dikontrol dengan hati-hati karena kelarutan

karbondioksida meningkat jika suhu cairan menurun. Jumlah tekanan

karbondioksida yang digunakan tergantung pada jenis minuman ringan. Misalnya,

minuman buah memerlukan karbonasi lebih sedikit dibandingkan dengan

minuman campuran, seperti isotonik (Afandy, 2009)

(3)

2.2. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan salah satu metode untuk mematikan mikroorganisme yang tidak diinginkan dalam suatu bahan atau produk. Sterilisasi pertama kali dikembangkan merupakan proses termal. Kelemahan sterilisasi dengan proses termal adalah penggunaan suhu tinggi yang dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dalam produk pangan, sperti kerusakan senyawa nutrisi, pembentukan senyawa atau komponen yang bersifat toksik, dan perubahan karakteristik produk.

Keadaan steril tersebut tercapai dengan menggunakan panas saja atau kombinasi dengan pH, aktivitas air, atau pengawetan kimiawi. Kemasan yang dikemas secara hermetic (tidak memungkinkan udara, mikroba, atau bahan-bahan lain masuk) dapat menjaga produk tetap steril.

Sterilisasi komersial merupakan prose sterilisasi dengan tujuan membunuh semua mikroorganisme yang dapat tumbuh pada kondisi suhu ruang. Sterilisasi komersial tidak sepenuhnya membunuh mikroba karena masih terdapat beberapa mikroba yang masih dapat hidup setelah sterilisasi, akan tetapi kondisi selama penyimpana yang aseptis dan vakum maka mikroba tersebut tidak dapat hidup dan berkembang biak.

2.2.1 Proses Sterilisasi

Menentukan waktu proses sterilisasi suatu produk pangan, diperlukan

informasi tentang resistensi mikroba atau enzim dan laju penetrasi panas ke dalam

produk pangan. Proses sterilisasi produk pangan secara garis besar dibagi dua,

yaitu sterilisasi dalam kemasan dan sterilisasi produk yang belum dikemas.

(4)

Suatu produk dapat disterilkan melalui sterilisasi akhir (terminal sterilization) atau dengan cara aseptik (aseptic processing). Cara sterilisasi yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Terminal Sterilization (sterilisasi akhir)

Menurut PDA (Parenteral Drug Association) tehnical monograph dibagi menjadi 2,yaitu :

a. Overkill Method, yaitu metode sterilisasi menggunakan pemanasan dengan uap panas pada suhu 121ºC selama 15 menit.Penggunaan metode ini biasanya dipilih untuk bahan-bahan yang tahan panas seperti zat anorganik. Dasar pemilihan metode ini adalah karena lebih efisien, cepat dan aman

b. Bioburden Sterilitation, merupakan suatu metode sterilisasi yang dilakukan dengan monitoring terkontrol dan ketat terhadap beban mikroba sekecil mungkin dibeberapa lokasi jalur produksi sebelum menjalani proses sterilisasi lanjutan dengan tingkat sterilisasi yang dipersyaratkan SAL (Scientific Analysis Laboratories)10

4

. Metode ini digunakan suatu zat yang dapat mengalami degradasi kandungan bila dipanaskan panas suhu yang sangat tinggi. Sebagai contoh adalah penggunaan dextrose yang bila dipanaskan dapat menghasilkan senyawa hepatotosik.

Proses Sterilisasi memerlukan suatu siklus yang dapat menghancurkan

muatan mikroorganisme, namun tanpa menimbulkan degradasi produk. Contoh

sterilisasi yang dipilih tergantung pada bahan, zat aktif, pelarut dan bahan kemas

yang digunakan (Lukas, 2006).

(5)

2. Aseptic Processing

Metode ini merupakan pembuatan produk steril menggunakan saringan dengan filter khusus untuk bahan obat steril atau bahan baku steril yang diformulasi dan dimasukkan kedalam kontainer steril dalam lingkungan terkontrol. Suplai udara, material, peralatan dan petugas telah terkontrol sedemikian hingga kontaminasi mikroba tetap berada pada level yang dapat diterima (acceptable) dalam clear zone (grade A atau grade B) (Lukas,2006).

Sterilisasi Produk pangan dalam kemasan, seperti kaleng, gelas, atau retort pouch, dilakukan dengan tahapan pengisian, pengeluaran udara (exhausting), penutupan, sterilisasi, dan pendinginan.

Daya simpan produk pangan hasil sterilisasi bergantung pada kemampuan kemasan untuk melindungi produk pangan secara sempurna dari pengaruh lingkungan tempat penyimpanan. Jenis kemasan yang digunakan untuk produk sterilisasi dapat berupa logam atau kaleng, botol atau gelas selai, kemasan retort pouch fleksibel, atau nampan (tray) yang bersifat kaku.

2.3 Pengemasan

Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan, dan merupakan salah satu cara pengawetan bahan hasil pertanian, karena pengemasan dapat memperpanjang umur simpan bahan. Pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas / dibungkusnya.

Ruang lingkup bidang pengemasan saat ini juga sudah semakin luas, dari

mulai bahan yang sangat bervariasi hingga model atau bentuk dan teknologi

(6)

pengemasan yang semakin canggih dan menarik. Bahan kemasan yang digunakan bervariasi dari bahan kertas, plastik, gelas, logam, fiber hingga bahan-bahan yang dilaminasi. Namun demikian pemakaian bahan-bahan seperti papan kayu, karung goni, kain, kulit kayu, daun-daunan dan pelepah dan bahkan sampai barang- barang bekas seperti koran dan plastik bekas yang tidak etis dan hiegenis juga digunakan sebagai bahan pengemas produk pangan. Bentuk dan teknologi kemasan juga bervariasi dari kemasan botol, kaleng, tetrapak, corrugated box, kemasan vakum, kemasan aseptik, kaleng bertekanan, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan pintar (active and intelligent packaging) yang dapat menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam kemasan dengan kebutuhan produk yang dikemas. Susunan konstruksi kemasan juga semakin kompleks dari tingkat primer, sekunder, tersier sampai konstruksi yang tidak dapat lagi dipisahkan antara fungsinya sebagai pengemas atau sebagai unit penyimpanan.

2.3.1 Fungsi Kemasan

Mengatur interaksi antara bahan pangan dengan lingkungan sekitar, sehingga menguntungkan bagi bahan pangan, dan menguntungkan bagi manusia yang mengkonsumsi bahan pangan.

2.3.2 Tujuan Kemasan

Peranan kemasan pada produk bertujuan untuk;

- Membuat umur simpan bahan pangan menjadi panjang.

- Menyelamatkan produksi bahan pangan yang berlimpah.

- Mencegah rusaknya nutrisi/gizi bahan pangan.

- Menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan.

(7)

- Memudahkan distribusi/pengangkutan bahan pangan.

- Mendukung perkembangan makanan siap saji - Menambah estetika dan nilai jual bahan pangan.

Pengemasan bahan pangan harus memenuhi beberapa kondisi atau aspek untuk dapat mencapai tujuan pengemasan itu, yaitu :

- Bahan pengemasnya harus memenuhi persyaratan tertentu.

- Metode atau teknik pengemasan bahan pangan harus tepat.

- Pola distribusi dan penyimpanan produk hasil pengemasan harus baik.

2.3.3 Persyaratan Bahan Kemas

- Memiliki permeabilitas (kemampuan melewatkan) udara yang sesuai dengan jenis bahan pangan yang akan dikemas.

- Harus bersifat tidak beracun dan inert (tidak bereaksi dengan bahan pangan)

- Harus kedap air

- Mudah dikerjakan secara massal dengan harganya relative murah.

- Tahan panas

2.3.4 Klasifikasi Kemasan

Kemasan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa cara yaitu : 1. Kemasan berdasarkan frekwensi pemakaian :

a. Kemasan sekali pakai (disposable), yaitu kemasan yang langsung dibuang

setelah dipakai. Contoh bungkus plastik untuk es, permen, bungkus dari

daun - daunan, karton dus minuman sari buah, kaleng hermetis.

(8)

b. Kemasan yang dapat dipakai berulangkali (multitrip), contoh : botol minuman, botol kecap, botol sirup. Penggunaan kemasan secara berulang berhubungan dengan tingkat kontaminasi, sehingga kebersihannya harus diperhatikan.

c. Kemasan atau wadah yang tidak dibuang atau dikembalikan oleh konsumen (semi disposable), tapi digunakan untuk kepentingan lain oleh konsumen, misalnya botol untuk tempat air minum dirumah, kaleng susu untuk tempat gula, kaleng biskuit untuk tempat kerupuk, wadah jam untuk merica dan lain-lain. Penggunaan kemasan untuk kepentingan lain ini berhubungan dengan tingkat toksikasi.

2. Kemasan berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan kemasan) : a. Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan pangan. Misalnya kaleng susu, botol minuman, bungkus tempe.

b. Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok kelompok kemasan lain. Misalnya kotak karton untuk wadah susu dalam kaleng, kotak kayu untuk buah yang dibungkus, keranjang tempe dan sebagainya.

c. Kemasan tersier, kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah

kemasan primer, sekunder atau tersier. Kemasan ini digunakan untuk

pelindung selama pengangkutan. Misalnya jeruk yang sudah dibungkus,

dimasukkan ke dalam kardus kemudian dimasukkan ke dalam kotak dan

setelah itu ke dalam peti kemas.

(9)

3. Kemasan berdasarkan sifat kekauan bahan kemasan :

a. Kemasan fleksibel yaitu bahan kemasan yang mudah dilenturkan tanpa adanya retak atau patah. Misalnya plastik, kertas dan foil.

b. Kemasan kaku yaitu bahan kemas yang bersifat keras, kaku, tidak tahan lenturan, patah bila dibengkokkan relatif lebih tebal dari kemasan fleksibel. Misalnya kayu, gelas dan logam.

c. Kemasan semi kaku/semi fleksibel yaitu bahan kemas yang memiliki sifat- sifat antara kemasan fleksibel dan kemasan kaku. Misalnya botol plastik (susu, kecap, saus), dan wadah bahan yang berbentuk pasta.

4. Kemasan berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan

a. Kemasan hermetis (tahan uap dan gas) yaitu kemasan yang secara sempurna tidak dapat dilalui oleh gas, udara atau uap air sehingga selama masih hermetic wadah ini tidak dapat dilalui oleh bakteri, kapang, ragi dan debu. Misalnya kaleng, botol gelas yang ditutup secara hermetis. Kemasan hermetis dapat juga memberikan bau dari wadah itu sendiri, misalnya kaleng yang tidak berenamel.

b. Kemasan tahan cahaya yaitu wadah yang tidak bersifat transparan,

misalnya kemasan logam, kertas dan foil. Kemasan ini cocok untuk bahan

pangan yang mengandung lemak dan vitamin yang tinggi, serta makanan

hasil fermentasi, karena cahaya dapat mengaktifkan reaksi kimia dan

aktivitas enzim.

(10)

c. Kemasan tahan suhu tinggi, yaitu kemasan untuk bahan yang memerlukan proses pemanasan, pasteurisasi dan sterilisasi. Umumnya terbuat dari logam dan gelas.

5. Kemasan berdasarkan tingkat kesiapan pakai (perakitan) :

a. Wadah siap pakai yaitu bahan kemasan yang siap untuk diisi dengan bentuk yang telah sempurna. Contoh : botol, wadah kaleng dan sebagainya.

b. Wadah siap dirakit / wadah lipatan yaitu kemasan yang masih memerlukan tahap perakitan sebelum diisi. Misalnya kaleng dalam bentuk lembaran (flat) dan silinder fleksibel, wadah yang terbuat dari kertas, foil atau plastik. Keuntungan penggunaan wadah siap dirakit ini adalah penghematan ruang dan kebebasan dalam menentukan ukuran.

2.3.5. Kemasan Gelas Ringan

Secara fisika gelas dapat didefenisikan sebagai cairan yang lewat dingin (supercolled liquid), tidak mempunyai titik lebur tertentu dan mempunyai viskositas yang tinggi (> 103 Poise) untuk mencegah kristalisasi. Secara kimia gelas didefenisikan sebagai hasil peleburan berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap yang berasal dari peruraian senyawa-senyawa kimia dimana struktur atomnya tidak menentu.

Kemasan gelas ringan merupakan gagasan dari produsen kemasan gelas

untuk mengadakan inovasi terutama pada botol minuman ringan berkarbonasi

(carbonated drinks) agar dapat bersaing dengan kemasan plastik, kemasan karton

dan kaleng yang lebih praktis, lebih ringan dan lebih murah.

(11)

Berat kemasan gelas ringan (light weight bottle) yang volume 425 g adalah 180 g, dan ini berarti terjadi pengurangan berat sebesar 57,6% jika dibandingkan dengan kemasan botol konvensional yang beratnya mencapai 425 g. Hal ini memungkinkan penanganan yang lebih mudah dan biaya transportasi yang lebih murah

2.3.6. Kekuatan Kemasan Gelas Ringan

Hot end coating adalah suatu proses penyemprotan botol-botol yang suhunya masih sekitar 600ºC dengan suatu bahan kimia untuk menguatkan botol tersebut, sedangkan cold end coating adalah suatu proses penyemprotan botol- botol pada suhu sekitar 80

o

C dengan suatu senyawa organis yaitu Carbonax 4000 yang merupakan nama dagang dari Poly ethylene Glikol atau asam oleat, agar botol-botol menjadi lebih licin, sehingga mempunyai daya tahan terhadap goresan.

Proses dengan adanya tambahan ini, maka kemasan gelas ringan menjadi lebih kuat dari kemasan gelas konvensional.

2.3.7. Karakteristik Kemasan Gelas Ringan

Proses lain yang dapat diberikan untuk kemasan gelas ringan adalah

plastishield coating (lapisan pelindung plastik) sebagai pengganti cold end

coating. Pada umumnya plastishield coating ini juga berfungsi sebagai

decorating, karena plastishield yang dipakai adalah decorated plastishield. Proses

decorating plastishield ini adalah proses menyelubungi botol dengan selubung

dari decorationg plastishield pada suhu kamar, kemudian dilanjutkan dengan

proses shrinking (penyusutan) pada suhu 60ºC sehingga decorating plastishield

melekat kuat pada permukaan luar botol.

(12)

2.3.8. Keuntungan Kemasan Gelas Ringan

Umumnya kemasan gelas ringan digunakan untuk sekali pakai, sehingga perusahaan pembotolan tidak menerima kembali botol bekas pakai tersebut, dan mereka tidak memerlukan waktu dan biaya untuk mengumpulkan botol - botol bekas dari tempat yang jauh dengan resiko yang besar. Perusahaan pembotolan juga tidak memerlukan biaya untuk investasi mesin pencuci botol bekas, sehingga bebas dari biaya pencucian dan resiko pecah pada waktu proses pencucian.

Keuntungan bagi konsumen makanan dan minuman adalah mereka selalu menerima kemasan makanan/minuman yang senantiasa baru, bersih, mulus dan indah. Bagi produsen kemasan gelas yang sering mengalami kesulitan dalam suplay cullet (pecahan beling), bisa tertolong dengan sistem one – way - bottle ini karena mudah mengumpukan botol-botol bekas untuk digiling menjadi cullet. Di samping itu dengan pengurangan berat sekitar 30 - 50%, maka produsen kemasan gelas dapat memanfaatkan penambahan produknya dalam unit pada kapasitas terpasang yang sama. Pengurangan berat ini juga produsen dapat menjual produknya lebih murah, dan hal ini dapat menguntungkan pihak perusahaan pembotolan.

Sifat-sifat kemasan gelas konvensional juga terdapat pada kemasan gelas

ringan, yaitu bersifat inert, kuat terhadap gaya himpitan (tidak penyot), tahan pada

suhu relatif tinggi sehingga dapat dipasteurisasi serta bersifat transparan.

(13)

2.3.9. Teknik Menutup Wadah

Penutupan wadah merupakan bagian penting dalam proses pengemasan.

Bagian penutup sering merupakan bagian terlemah dari sistem perlindungan terhadap gangguan dari luar. Cara penutupan dapat menyebabkan tutup (sumbat) sebagai pembawa jasad renik. Bahan yang umum digunakan sebagai penutup :

- Besi (kaleng) - Alumunium - Gabus - Plastik

Bahan - bahan penutup ini dapat bersifat kaku atau flexibel. Sumbat dari

kaleng atau besi dilapisi dengan sejenis vernis untuk menghindari kontak

langsung dengan bahan pangan. Penutup seperti ini digunakan untuk menahan

tekanan dalam minuman bergas, bir dan makanan yang dipanaskan dalam wadah

tertutup. Sumbat alumunium digunakan untuk air mineral, minuman tanpa gas,

susu, yoghurt dan sebagainya. Sumbat dari plastik digunakan untuk minuman

yang tidak bergas dan makanan dalam bentuk krim atau tepung (powder).

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai hasil akhir penelitian ini, simpulan bahwaHikayat Hang Tuah sebagai hipogram dariKaba Laksamana Hang Tuah diperoleh melalui hal-hal sebagai berikut 1)Cerita

Unit-unit sampel (n) diambil dan dipilih dengan mengikuti hukum probabilitas dan melihat populasi yang akan digunakan adalah cukup homogen (industri BPR) sehingga teknik pengambilan

2.2 Tahap Perencanaan, tahap kedua ini meliputi kegiatan; (a) menyiapkan pustaka berkaitan dengan materi matriks untuk SMK, (b) menyusun kerangka modul sesuai pedoman

Mutasi pendeta GKPB sesuai dengan Tata Gereja pasal 86 ayat 1 dan 2 adalah (1) Mutasi bagi seorang pendeta dalam suatu pelayanan dilaksanakan setiap 4 (empat) tahun,

(3) Dampak terhadap Pengunjung adalah pengunjung merasa puas dengan melakukan hubungan biologis di tempat prostitusi. Berdasarkan penelitian ditemukan dampak yang paling

Dari hasil diskusi dengan mitra disepakai ada dua masalah utama dalam proses produksi kerupuk kulit ini yaitu , pertama, proses produksi sangat tergantung pada

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2017 tentang Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi

membangun pemerintahan yang memiliki persepsi bahwa penyandang disabilitas adalah asset bagi negara, bukan beban, termasuk dalam keputusan yang diambil baik berupa kebijakan