• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

GENGSI PADA SISTEM PERKAWINAN SUKU BATAK TOBA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

disusun oleh:

LESTARI MEI ANGGRIANI PANJAITAN 120905043

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Gengsi Pada Sistem Perkawinan Suku Batak Toba di Kota Medan

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan ini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, April 2017 Penulis,

Lestari Mei Anggriani Panjaitan

(3)

ABSTRAK

Lestari Mei Anggriani Panjaitan, 2017. Judul Skripsi: Gengsi Pada Sistem Perkawinan Suku Batak Toba di Kota Medan. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 77 halaman.

Skripsi dengan judul “Gengsi Pada Sistem Perkawinan Suku Batak Toba di Kota Medan” ini secara umum menggambarkan bagaimana gengsi yang terjadi didalam perkawinan Suku Batak Toba. Skripsi ini dibuat untuk mengetahui apa saja yang menjadi pendukung yang dapat menjadikan gengsi itu ada didalam pernikahan serta bagaimana bentuk atau contoh dari gengsi tersebut. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara mendalam baik kepada pengantin yang menikah juga kepada orangtuanya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gengsi yang terjadi di perkawinan suku Batak Toba didukung oleh berbagai faktor seperti pendidikan, derajat keluarga, pekerjaan, serta faktor budaya pun mempengaruhi. Selain itu biaya pernikahan yang dikeluarkan dapat menentukan status dari pemilik pesta.

Ornamen atau atribut yang digunakan saat pesta pun dapat menunjukkan kelas seseorang, sehingga keinginan dipandang atau diakui dalam masyarakat pun dapat dilihat jika seseorang mengadakan pesta.

Kesimpulan yang bisa didapat melalui tulisan ini adalah gengsi terbentuk dan didukung dari beragam faktor yang ada. Tidak hanya mahar, atribut yang dipakai dan gedung saat pesta juga menentukan biaya yang akan dikeluarkan sehingga status sosial dapat terlihat saat acara pesta pernikahan.

Kata Kunci :Gengsi, Perkawinan, Batak Toba

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih dan anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “GENGSI PADA SISTEM PERKAWINAN SUKU BATAK TOBA DI KOTA MEDAN”.

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska selaku ketua departemen Antropologi Sosial dan sebagai dosen pembimbing saya, yang bersedia memberikan waktu dan tenaga serta ilmunya dalam membimbing saya mulai dari pengajuan judul, penyusunan proposal hingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Semoga Tuhan memberikan umur yang panjang, kesehatan, dan rezeki kepada Bapak agar tetap mampu memberikan pendidikan dan pengajaran bagi mahasiswa/i.

Kepada Ketua Penguji ( ) dan Dosen Penguji skripsi saya Ibu Dra. Rytha Tambunan, M.Si saya mengucapkan terimakasih atas setiap nasehat, saran, dan masukkan yang Bapak/Ibu berikan kepada saya agar saya bisa memperbaiki skripsi dan menjadikan skripsi ini lebih baik lagi.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Drs. Yance M. Si selaku Dosen Pembimbing Akademik saya yang sudah bersedia menjadi orangtua saya ketika saya berada di kampus. Tidak lupa juga kepada seluruh dosen-dosen Antropologi Sosial FISIP USU: Bapak Agustrisno, Bapak Nurman, Bapak Ermansyah, Bapak Professor Hamdani, Bapak Lister Berutu, Bapak Zulkifli, Ibu Professor Dra. Chalida Fachruddin, Ph.D, Ibu Nita Savitri, Ibu Sabariah Bangun,

(5)

Ibu Aida Safitri, Kak Noor Aida saya menyampaikan terimakasih karena sudah mau mengajar, mendidik dan memotivasi saya dalam studi perkuliahan.

Pada kesempatan ini, saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman- teman mahasiswa/i Antropologi FISIP USU angkatan 2012 atas pengalaman, cerita yang tak pernah terlupakan selama masa perkuliahan baik suka maupun ada sedihnya, terutama kepada Febriana Nainggolan, Erikson Silaban, Bill Situmorang, Michael Simamora, Jupentus Pardosi, Hardy Munte, Widya Bakkara, Mariance Yustiti Sari, Ruth O Ginting, Desman Ndraha, 4 geng sekawan (Marth, Susi, Jella Anita), Irfan Sukma Wardana (teman senasib dan teman segalauan), Roy Otniel, Muhammad Indra Bako, Erwin Simarmata, Ali Agasi, Drixen Mawuntu, Trio Wijaya (yang sekarang udah jadi artis), Duo Arip (Akbar dan Setiandi), Muhammad Rizky, Stepanus Purba, Wildani Agustina, Winggou Purba, Herlina Simanjuntak, Rizky Nanda Saputri, Kiki Intan dan semua kerabat 2012 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk setiap cerita yang pernah ada, kiranya Tuhan tetap menyertai kita selalu dan semoga kita sukses semua Antropologi Sosial USU angkatan 2012.

Begitu juga kepada Abang/Kakak senior antara lain: Bang Reza Mahendra, Bang Omry Simangunsong, Tulang Dapot Silalahi, Bang Sakti Bancin, Bang Mario Sembiring, Bang Jop Sembiring, Bang Mark Girsang, Bang Gorat Siahaan, Bang Asrul Wijaya, Bang Rianda, Bang Maulana dan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu baik diangkatan 2008, 2009, 2010 dan 2011 saya sampaikan terima kasih untuk cerita dan juga motivasi yang diberikan kepada saya. Begitu juga kepada adik-adik stambuk Andriaman Lukas, Lodewijk Girsang, Roland

(6)

Purba, Christ Barasa, Alifiah Surahmi (Keke), David, Amos Silaban, Jordan Hutabarat dan banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan terimakasih karena senantiasa mengingatkan dan men-support saya dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga studi perkuliahan kalian lancar dan cepat selesai.

Saya juga berterima kasih kepada Keluarga Besar “Kost Optimus Prime”

yang beranggotakan para autoborts: Tante Maritha yang menjadi kawan sekamar selama empat tahun yang menjadi kawan saat galau meskipun sekarang sudah merantau, kawan gila saat nonton drama Korea; kepada Yenny dan Vita yang tak kunjung mengurus, Aghasta yang matanya selalu sipit, Desi dan Agnes yang tak pernah gendut, Berliana yang menjadi anak gaul, Fenny yang mandinya selalu lama, Dwi yang selalu galau, Kak Tini yang sering traktir anak kos, Eka yang jarang pulang karena sibuk organisasi; untuk semua kenangan dan pengalaman yang pernah terjadi. Terimakasih untuk setiap cerewetan, omelan-omelan, ketawa- ketawa dan keributan kalian yang membuat kos selalu ramai. Jangan pernah saling melupakan, dan semoga kita semua sukses.

Terakhir dan yang paling spesial saya ingin mengucapkan terimakasih buat kedua orangtua yang paling saya sayangi dan kasihi Bapak Mangatur Panjaitan dan Ibu Bertha Tampubolon yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, perhatian dan dukungan kepada saya dari saya kecil sampai saat ini. Perjuangan dan kasih sayang yang kalian berikan tidak dapat saya gantikan. Terimaksih karena sudah kuat dan sabar dalam berjuang memenuhi kebutuhan dan keinginan kami sebagai anak-anak. Kepada adik-adik saya Videlia Mei Christiani Panjaitan, Ryan Jonathan Panjaitan, Aslina Indah Veronica Panjaitan terimakasih untuk

(7)

ceweretan kalian ya dek. Semoga studi serta kerjaan kalian lancar dan Tuhan selalu melindungi kita. Selalu kompak, dan semangat dalam menghadapi dan menjalani sesuatu. Selalu ingat apa yang sudah orangtua kita berikan untuk kita, jadikan kekuatan untuk kita berjuang.

Medan, April 2017

Penulis,

Lestari Mei Anggriani Panjaitan

(8)

RIWAYAT HIDUP

Lestari Mei Anggriani Panjaitan lahir di Kotabumi, pada tanggal 13 Mei 1994. Anak pertama dari empat bersaudara dan beragama Kristen Protestan.

Riwayat pendidikan dimulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) Swasta Xaverius tahun 1998- 2000, dan melanjutkan sekolah dasar di SD Swasta Xaverius Kotabumi pada tahun 2000-2006. Lalu ke jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP Swasta Xaverius Kotabumi pada tahun 2006-2009 dan Sekolah Menengah Atas di SMA NEGERI 2 Kotabumi pada tahun 2009-2012. Kemudian pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Sumatera Utara di jurusan Antropologi Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Email penulis : lestaripanjaitan13@gmail.com

Berbagai kegiatan yang dilaksanakan selama masa studi, antara lain :

• Mengikuti kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru pada tanggal 28-30 Agustus 2012.

• Mengikuti kegiatan Inisiasi Antropologi Sosial pada tanggal 12-14 Oktober tahun 2012 di Brastagi.

• Anggota di Sie. Humas dalam acara panitia Natal Antropologi tahun 2012.

(9)

• Anggota di Sie. Humas dalam kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru (PMB) tahun 2013 di Parapat.

• Koordinator Humas dalam acara panitia Natal Antropologi tahun 2013.

• Sekretaris dalam kegiatan Inisiasi Mahasiswa Baru tahun 2014 di Parapat.

• Melakukan penelitian Antropologi Visual di Desa Nagalawan pada tahun 2014.

• Melakukan Pelatihan ‘’Training of Facilitator’’ (TOF) angkatan V oleh

Departemen Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara di Hotel Candi, Medan pada tanggal 18 Januari 2015.

• LO untuk delegasi dari Universitas Brawijaya pada kegiatan Rapat Kerja

Nasional (RAKERNAS) Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia (JKAI) pada 26 Februari 2015-28 Februari 2015.

• Koordinator Universitas Sumatera Utara dalam kepengurusan JKAI (Jaringan Kekerabatan Antropologi Indonesia) pada tahun 2015-2016

• Melakukan PKL 1 di Desa Lumban Suhi-Suhi pada tanggal 30 April- 02 Mei 2015.

• Melakukan PKL II dibagian arsip di kantor Bank BRI Cabang Sisingamangaraja, Medan pada bulan September-November 2015.

• Mengikuti survey mengenai KPK dari CSIS pada tanggal 18 April 2016- 20 April 2016.

Anggota di sie. Karya Tulis dalam acara kegiatan Festival Antropologi pada November 2016.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “GENGSI PADA SISTEM PERKAWINAN SUKU BATAK TOBA DI KOTA MEDAN’ dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sosial (S1) dalam bidang Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berisikan kajian mengenai gengsi suku Batak Toba mengenai gengsi yang terjadi dalam sistem perkawinan. Banyaknya atribut serta biaya yang dikeluarkan dalam mengadakan perkawinan suku Batak Toba yang mendukung adanya gengsi. Keinginan untuk diakui dan dipandang didalam suatu kelompok masyarakat salah satu cara agar mendapatkan pengakuan tersebut yaitu dengan mengadakan pesta yang meriah.

Memalui tulisan ini dapat disimpulkan bahwa gengsi terjadi dikarenakan adanya faktor-faktor yang mendukung didalamnya seperti pendidikan, profesi, derajat keluarga dan sebagainya. Pesta yang meriah dapat menjadikan seseoarng merasa puas dan bangga, akan tetapi bisa saja biaya yang dikeluarkan sebenarnya membuat mereka pusing setelah pesta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis akan menerima kritik

(11)

ini dapat berguna bagi penulis secara khusus dan juga bagi para pembaca secara umum.

Atas dukungan dan motivasi dari seluruh pihak terkait dalam penulisan dan penyelesaian skripsi ini saya sampaikan terima kasih.

Medan, April 2017 Penulis,

Lestari Mei Anggriani

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS... i

ABSTRAKS... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ...iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR ISTILAH ... xv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Tinjauan Pustaka 1.2.1 Batak Toba ... 5

1.2.2 Definisi Perkawinan ... 6

1.2.3 Perkawinan dan Tata Cara Perkawinan Suku Batak Toba ... 7

1.3. Rumusan Masalah... 39

1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.4.1 Maksud Penelitian ... 40

1.4.2 Tujuan Penelitian ... 40

1.5. Metode Pengumpulan Data ... 40

1.6. Pengalaman Penelitian ... 42

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Kota Medan Secara Geografis ... 45

2.2. Kota Medan Secara Demografis ... 47

2.3. Sistem Kepercayaan di Kota Medan ... 48

2.4. Sistem Mata Pencaharian di Kota Medan... 49

2.5. Sistem Sosial di Kota Medan ... 49

2.6. Bahasa Pengantar dalam Kehidupan Kota Medan ... 50

2.7. Sistem Pengetahuan... 51

BAB III. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG GENGSI DALAM PERKAWINAN SUKU BATAK TOBA 3.1. Pendidikan ... 52

3.2. Pofesi ... 54

3.3. Faktor Budaya 3.3.1. Suku ... 55

3.3.2. Agama ... 56

3.4. Derajat Keluarga ... 57

3.5. Keturunan ... 59

(13)

BAB IV. ORNAMEN/ATRIBUT DALAM PERNIKAHAN

4.1. Baju Pengantin dan Seragam Keluarga ... 61

4.2. Pelaminan ... 63

4.3. Mobil Pengantin ... 64

4.4. Undangan ... 65

4.5. Papan Bunga ... 65

4.6. Gedung Pernikahan ... 67

4.7. Catering Makanan ... 69

4.8. Ulos ... 71

4.9. Parjambaran 4.9.1. Jambar Hata... 73

4.9.2. Jambar Sinamot ... 73

4.9.3. Jambar Juhut (Daging Hewan) ... 74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Jumlah penduduk kota Medan menurut BPS Kota Medan tahun 2009

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Peta Kota Medan Gambar 4.1 : Pelaminan Nasional Gambar 4.2 : Pelaminan Adat Batak

Gambar 4.3 : Papan Bunga dari Rektor Universitas Negeri Medan Gambar 4.4 : Papan Bunga dari salah satu anggota DPR RI Gambar 4.5 : Gerbang (tampak depan) Wisma Taman Sari

(16)

Daftar Istilah

Dalihan na tolu : suatu bentuk sistem sosial suku bangsa Batak Toba yang terdiri dari hula-hula, dongan sabutuha, dan boru. Dalihan na tolu digambarkan dalam tungku berkaki tiga yang saling berkaitan erat.

Hula-hula : keluarga dari pihak pemberi istri.

Dongan sabutuha :keluarga dari kelompok yang memiliki kesamaan marganya.

Boru : keluarga pihak penerima istri atau anak perempuan yang biasanya digunakan untuk menyebutkan identitasnya.

Paranak : keluarga dari pihak pengantin laki-laki.

Parboru :keluarga dari pihak pengantin

perempuan.

Suhut :orang yang mengadakan pesta pernikahan

baik dari pihak laki-laki atau perempuan.

Raja Parhata/Patua Hata : orang yang memimpin jalannya adat baik dalam pernikahan dan kematian. Dari masing-masing pihak biasanya membawa raja parhata sendiri.

Dialap jual : pesta pernikahan dilaksanakan di tempat pihak perempuan. Segala kebutuhan pesta yang mempersiapkan adalah keluarga pihak perempuan.

Taruhon jual : pesta pernikahan yang dilaksanakan di tempat pihak laki-laki, dan yang mempersiapkan pesta adalah keluarga laki-laki.

Sinamot : besarnya jumlah mahar dan biaya

pernikahan yang akan di keluarkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan.

(17)

Pariban : anak perempuan dari paman (saudara laki-laki) dari ibu atau anak laki-laki dari bibi (saudara perempuan) dari ayah.

Marhobas : gotong royong yang dilakukan seperti memasak daging dan nasi, memotong sayur dan sebagainya yang diperlukan saat pesta.

Parsahutaon :perkumpulan orang Batak yang memiliki kesamaan tempat tinggal, biasanya di daerah rantau. Lebih dikenal di Medan yaitu STM (Serikat Tolong Menolong).

Tulang : paman (saudara laki-laki dari ibu).

Lomok-lomok : anak babi yang masih kecil.

Namargoar : potongan daging pada pesta.

Uang pasituak na tonggi :

Bere : keponakan atau panggilan dari paman

(saudara laki-laki ibu) kepada anak dari saudara perempuannya paman.

Nantulang : istri paman (saudara laki-laki dari ibu).

Mangupa :

Mangampu : ucapan terimakasih dari tuan rumah

kepada yang hadir; menjawab;

menyambut.

Ulaon : pesta adat

Sinamot na gok : uang maharnya penuh

Suhi ni ampang naopat :

Ingot-ingot : Sejumlah uang yang diberikan untuk mengingatkan hari/tanggal

Uang panggabei/panuari :

Hata sigabe-gabe :

(18)

Jambar juhut : bagian daging

Ale-ale : sahabat karib

Hula-hula bona ni ari :

Bona tulang : saudara laki-laki dari nenek.

Tulang rorobot : paman dari ibu kita atau keluarga yang semarga dengan ibu istri.

Hula-hula tangkas :

Hula-hula ni na marhaha-maranggi : Hula-hula ni anak manjae :

Olop-olop : uang recehan dibagikan simbol pesta adat pernikahan berakhir dengan baik dan dengan kata setuju semua pihak.

Tintin marungkup : piring yang berisikan beras dan uang dari mahar yang diberikan kepada pihak paman.

Upa tu todoan :

Surung-surung :

Pinggan panganon : piring yang berisikan makanan.

Tuak tangkasan :

Tumpak : bantuan yang diberikan saudara kepada keluarga yang sedang pesta. Dulu bantuan diberikan berupa beras, sekarang sudah berubah dan diganti menjadi uang.

Upa parorot :

Pinggan Panungkunan : Piring berisi beras,sirih dan uang diserahkan kepada juru bicara.

Pangulani huria : penatua (majelis) gereja.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada perkawinan orang Batak Toba baik di desa maupun di kota selalu ada gengsi. Harga diri itu seakan-akan menentukan status sosial seseorang di dalam masyarakat. Biaya perkawinan yang besar tidak dijadikan masalah asalkan pesta dapat berjalan sesuai dengan keinginan.

Salah satu pranata yang diakui oleh negara adalah perkawinan, karena perkawinan menyatukan dua kelompok besar, baik dari pihak laki-laki dan pihak perempuan. Perkawinan pada suku Batak Toba tidak hanya menyatukan kedua pengantin dan kedua orangtua, tetapi keluarga besar dari kelompok laki-laki (paranak) dan kelompok keluarga besar pihak perempuan (parboru) menjadi keluarga. Didalam suku Batak Toba perkawinan yang ideal adalah perkawinan yang menikah dengan pariban-nya sendiri (anak perempuan dari saudara pria ibu) atau dalam istilah lainnya matrilateral cross cousin (Nainggolan, 2006:70).

Dalam melaksanakan perkawinan, suku Batak Toba menggunakan dalihan na tolu sebagai acuan dalam pernikahan masyarakat Batak Toba. Hal ini menjadi prinsip orang Batak agar tetap terjaga keseimbangan dalam berinteraksi. Unsur dalihan na tolu itu adalah hula-hula (pihak pemberi istri), dongan sabutuha (saudara semarga) dan boru (pihak penerima istri). Pentingnya dalihan na tolu selain untuk mengatur sistem sosial yang ada juga menjaga adat agar tetap ada.

(20)

Zaman yang penuh dengan teknologi dan tingkat globalisasi yang tinggi menjadikan masyarakat berperilaku konsumtif, dan pergersaran-pergeseran nilai- nilai budaya pun semakin terlihat. Tingkat konsumtif yang tinggi melanda lapisan masyarakat menengah ke atas yang ada dalam situasi apapun. Misalnya saja didalam hal perkawinan, tidak sediki masyarakat yang menghabiskan biaya lebih dari puluhan juta hingga miliyaran hanya untuk mempestakan anaknya. Tingginya konsumerisme dikalangan orang Batak Toba membuat mereka tetap ingin terlihat berkelas di dalam acara apapun.

Perkembangan gengsi di kalangan masyarakat Batak Toba di desa belum begitu tinggi seperti yang ada di kota karena masih tingginya tingkat gotong royong yang ada di dalam masyarakat desa. Misalnya saja saat melaksankan pesta di desa jarang sekali mereka memakai sistem catering tidak seperti di kota.

Masyarakat Batak Toba yang ada di desa lebih memilih mengerjakan bersama- sama yang biasa disebut marhobas. Di dalam marhobas pembagian kerja terbagi sangat jelas dan dalihan na tolu-pun turut mengatur siapa-siapa yang boleh melakukan marhobas, hanya boru, dongan sabutuha, dan kumpulan parsahutaon yang ikut membantu persiapan pesta.

Pada saat melaksanakan pesta, pada umumnya masyarakat Batak yang tinggal di kota melaksanakan pesta di gedung. Gedung-gedung biasanya ada yang di sewakan dari pihak gereja, ada juga yang menyewa dari pihak luar. Tarif sewa gedung pada umumnya berbeda-beda. Jika ingin menikah menggunakan gedung serba guna yang ada dari gereja, biasanya uang sewa gedung lebih murah dari pada menyewa dari luar. Tetapi tidak untuk masyarakat Batak Toba yang

(21)

melaksanakan pesta perkawinan di kampung halamannya. Biasanya pesta di kampung dilaksanakan di halaman rumah, tidak menutup kemungkinan jika dilaksanakan di gedung yang ada di gereja, hanya masih saja banyak orang Batak yang menggelar pesta pernikahannya di halaman rumah.

Tingkat konsumtif yang tinggi pada masyarakat Batak Toba sebenarnya yang membuat gengsi itu menjadi tinggi dan harus di penuhi didalam kehidupan.

Gengsi yang terjadi di kalangan orang Batak Toba sangat tinggi terutama di masyarakat yang ada di kota. Bisa dilihat jika orang Batak Toba mengadakan pesta perkawinan tidak heran jika mereka rela menghabiskan uang hanya untuk mendapat pengakuan dari orang lain. Misalnya saja dengan sinamot untuk anak perempuannya yang tinggi, biaya pesta yang selangit, sewa gedung pesta dan catering yang mahal, semua dilakukan agar harga diri orang Batak itu diakui oleh orang sekitarnya. Meskipun pihak besannya (pihak laki-laki) kurang mampu, tidak menutup kemungkinan pihak perempuan membantu pihak laki-laki dalam biaya pesta maupun tuhor (mahar) agar tidak ada yang menjadi malu.

Tidak hanya dalam perkawinan, gengsi yang ada di dalam orang Batak kerap kali juga terlihat saat upacara kematian. Sebagai contoh jika keluarga yang kemalangan memberikan makan kepada orang yang melayat berupa daging babi maka keluarga tersebut dinilai biasa saja. Tetapi jika yang diberikannya daging sapi atau daging kerbau maka orang akan menilai kalau mereka adalah keluarga yang mampu dan juga membuat status sosial pada keluarga yang kemalangan menjadi naik dimata masyarakat yang ada.

(22)

Dalam membayar biaya pesta cukup banyak usaha-usaha yang dilakukan oleh orang Batak misalnya1:

(1) meminta bantuan kepada saudaranya atau bisa disebut pemberian tumpak yang dikumpulkan untuk membantu biaya pesta

(2) menjual semua harta benda yang ada seperti tanah, sawah, kendaraan dan lain sebagainya

(3) meminjam uang/hutang kepada orang lain yang dirasa cukup mampu untuk bisa meminjamkan uang.

Usaha-usaha tersebut dilakukan oleh orang Batak agar pernikahan bisa berjalan sesuai yang diharapkan dan menaikkan harga diri seseorang.

Alasan penulis ingin mengambil judul ini karena penulis ingin melihat gengsi pada pernikahan orang Batak Toba lebih dalam lagi. Pesta dengan biaya yang tidak sedikit tentunya sudah dipersiapkan dan dipikirkan dengan matang.

Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan harga diri seseorang dapat dilihat ketika seseorang tersebut mengadakan pesta, karena pesta yang besar menjadikan suatu kebanggan bagi orang Batak Toba itu sendiri.

1Konsumerisme Dalam Upacar Perkawinan Batak Toba di Kota Denpasar:

http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1435-1835001508-

(23)

1.2. Tinjauan Pustaka 1.2.1. Batak Toba

Suku Batak salah satu suku yang berasal dari provinsi Sumatera Utara.

Suku Batak mempunyai sub-sub suku bangsa tersendiri, seperti suku Batak Pak- pak yang berdomisili di wilayah Kabupaten Dairi, suku Batak Karo yang berdomisili di Kabupaten Karo, suku bangsa Batak Toba di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir (Nainggolan,T 2012:5). Sedangkan di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan didiami suku Batak Angkola dan Batak Mandailing. Tetapi dari beberapa sub suku Batak, mereka sudah tidak mau lagi disebut orang Batak, melainkan memisahkan diri dari panggilan orang Batak.

Sebelum masuk ajaran agama Kristen dan Islam ke tanah Batak, menurut Pedersen (dalam Naninggolan 2006:47) pada umumnya orang Batak memuja kekuatan alam dan roh nenek moyang yang mempunyai peranan penting dalam seluruh aktivitas keturunan mereka. Pengaruh Islam masuk ke tanah Batak pada abad ke 13 dan 14 dan dimulai saat perang Padri pada tahun 1820-1837, tetapi hanya tanah Batak yang dibagian selatan yang berubah menjadi Islam.

Sedangkan menurut studi Rae (dalam Nainggolan 2006:51-52) pengaruh Kristen masuk ke daerah Toba karena masuknya zending yang dibawa oleh kolonial Belanda melalui pendidikan yang diberikan di tanah Batak. Selain di daerah Toba, ajaran agama Kristen juga di sebarkan di daerah Karo. Batak karo menerima ajaran agama Kristen karena sesuai dengan adat Karo yang membolehkan makan babi. Hal ini tentu jauh berbeda dengan ajaraan agama Islam

(24)

yang melarang makan babi, sehingga orang Karo lebih memilih agama Kristen agar dapat mempertahankan adatnya.

Suku Batak Toba tinggal di sekitar Danau Toba dan bagian selatan Danau Toba. Secara administrasi berasal dari Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Humbang Hasundutan, dan Tapanuli Utara. Bertani merupakan pilihan utama orang Batak Toba, karena tanah yang cukup subur dalam hal menanam padi di sawah. Kesamaan alam geografis membuat para penduduk disana memilih menjadi petani.

1.2.2. Definisi Perkawinan

Definisi kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan millik diri manusia dengan belajar. Koentjaraningrat sendiri membagi unsur kebudayaan menjadi tujuh, yaitu: sistem religi, sistem organisasi kemasyarakatan (sistem perkawinan, nilai kekerabatan), sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan, bahasa, dan kesenian. Dalam hal ini sistem perkawinan termasuk ke dalam salah satu bagian unsur kebudayaan.

Menurut Sundari (2010:46) perkawinan menurut hukum adat tidak semata- mata berarti suatu ikatan antara pria dengan wanita sebagai pasangan suami-isteri untuk maksud mendapatkan keturunan dan membangun serta membina kehidupan rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum adat yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak isteri dan pihak suami.

(25)

Sedangkan menurut UU No 1 Tahun 1974 perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa2. Dalam Undang-Undang Perkawinan diatur bahwa laki-laki yang boleh menikah harus berusia minimal 19 tahun, dan perempuan berusia 16 tahun. Dibawah umur 21 tahun, pernikahan harus mendapat izin dari kedua orangtua.

1.2.3. Perkawinan dan Tata Cara Perkawinan Batak Toba

Sistem keturunan orang Batak adalah patrilineal, yaitu garis keturunan ditentukan dari ayah dan sistem perkawinan orang Batak Toba bersifat eksogami, yaitu perkawinan boleh dilakukan jika salah satu pihak berasal dari luar kelompoknya seperti klan, suku, marga. Bagi orang Batak perkawinan semarga (incest) dilarang dan tidak diperbolehkan karena melanggar adat yang ada.

Perkawinan orang Batak yang ideal adalah perkawinan dengan pariban (matrilateral cross-cousin).

Dalam sistem perkawinan suku Batak Toba keluarga laki-laki (paranak) akan memberikan sinamot kepada keluara pihak perempuan (parboru). Jaman sekarang pihak laki-laking tidak harus membawa barang hantaran kepada pihak perempuan, meskipun masih ada contoh dari beberapa suku bangsa yang masih membawa barang hantaran.

Barang hantaran pada jaman dahulu bermacam-macam, ada yang membawa gong kuningan, taring gading, gigi anjing, ataupun cincin kulit kerang.

2 http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UUPerkawinan.pdf

(26)

Barang hantaran yang diberikan dianggap langka karena mempunyai nilai prestise yang bersifat simbolis (Keesing 1981:7).

Barang-barang prastise berharga yang dipertukarkan dalam barang antaran itu, betapapun keankeragamannya secara fisik biasanya mempunyai beberapa karakteristik yang sama:

1. Barang-barang itu cukup langka (sering berasal dari luar daerah) sehingga tidak begitu mudah diperoleh dengan usaha perorangan.

2. Peredarannya dikendalikannya oleh para orang tua, sehingga unttuk dapat kawin setiap orang muda harus bisa menempatkan diri dibawah, dan berbakti kepada orangtua (dan membantu mereka bekerja, memberi dukungan politik, berperang, dan sebagainya demi kepentingan mereka).

3. Melalui pengawasan atas barang-barang prastise yang berharga, yang menjadi sarana untuk bisa mengawini wanita, para orangtua menguasai (di samping penguasaan mereka atas kaum remaja laki-laki) pembagian tenaga kerja wanita dan kesuburan wanita, kapasitas mereka yang memungkinkan reproduksi umat manusia.

Suku Batak Toba pada umunya beragama Kristen, baik Kristen Protestan maupun Kristen Khatolik, meskipun ada juga beberapa kelompok atau anggota keluarga dari suku Batak Toba beragama Islam. Proses atau tahapan perkawinan suku Batak Toba cukup banyak yang harus di lalui sebelum sampai pada tahap perkawinan. Berikut tahap-tahap acara yang dilakukan sebelum perkawinan dan sampai pada tahap perkawinan (Manalu dalam buku Adat Batak (Ruhut-Ruhut Paradaton dan Penerapannya di Jakarta;17-45)):

(27)

1. Patua Hata adalah awal dimulainya paradaton yang bertujuan meningkatkan hubungan muda-mudi menjadi hubungan resmi yang diketahui dan disetujui oleh orangtua dan keluarga kedua belah pihak.

a. Peserta Patua Hata

Pihak Paranak terdiri dari:

1) Hasuhotan (adik atau anak dari suhut bolon) 2) Dongan tubu

3) Boru

Pihak Parboru terdiri dari:

1) Suhut bolon 2) Dongan tubu 3) Boru

b. Perlengkapan

Paranak membawa makanan kecil dan buah sedangkan parboru menyediakan makanan ala kadarnya dan makanan kecil.

c. Tertib Acara

Setelah rombongan paranak tiba di rumah parboru dengan membawa makanan kecil dan menyerahkan kepada pihak parboru kemudian pihak paranak memperkenalkan diri satu persatu sambil bersalaman dan pihak parboru pun memperkenalkan diri. Juru bicara pihak parboru mempersilahkan pihak paranak duduk di tempat yang telah disediakan, berhadapan dengan pihak parboru. Juru bicara parboru mempersilahkan pihak paranak mencicipi makanan yang sudah

(28)

disediakan. Bila pihak parboru siap menjamu rombongan paranak untuk makan maka setelah selesai makan baru pembicaraan dilanjutkan.

Adapun tertib acara sebagai berikut:

1) Juru bicara parboru menanyakan maksud kedatangan rombongan paranak.

2) Juru bicara paranak memberitahukan bahwa kehadiran kami di rumah ini adalah untuk meningkatkan pembicaraan muda-mudi menjadi pembicaraan orang tua atau disebut patua hata, karena menurut penuturan putranya telah terjalin cinta kasih dengan putri tuan rumah dan mereka telah sepakat untuk membentuk rumah tangga (menikah).

3) Juru bicara parboru sebelum menjawab permintaan pihak paranak, terlebih dahulu menanyakan putrinya melalui boru apakah benar putrinya tersebut telah sepakat dengan putra paranak untuk menikah.

4) Apabila putrinya meng-iyakan bahwa benar mereka telah menjalin cinta kasih dan sepakat untuk menikah, selanjutnya juru bicara parboru meminta pendapat dari dongan tubu, dan dari boru ni parboru. Sekiranya dongan tubu dan boru mendukung keinginan muda-mudi barulah juru bicara parboru menyatakan menerima permohonan pihak paranak yaitu patua hata diterima atau direstui.

5) Biasanya permohonan patua hata diterima parboru, pihak paranak akan mengajukan permohonan tambahan yaitu agar dilanjutkan dengan

(29)

mangarangrangi yaitu membicarakan segala sesuatu yang menyangkut persiapan pelaksanaan adat perkawinan antara lain bentuk pesta (dialap jual atau taruhon jual), tempat pesta, jumlah sinamot, jumlah ulos, waktu dan tempat marhata sinamot dan lain-lain.

6) Sebelum juru bicara parboru menerima permintaan paranak, juru bicara parboru wajib meminta pendapat atau saran dari dongan tubu dan boru-nya yang hadir.

7) Sebagai imbalan sinamot yang akan dibayar pihak paranak, pihak parboru menyampaikan sejumlah ulos herbang yang akan diberikan kepada pihak paranak.

8) Sebelum acara ditutup dengan doa, boru yang ditugaskan mencatat kesimpulan pembicaraan, membacakan notulen dari hasil kesepakatan patua hata dan mangarangrangi tersebut.

2. Patio Mata ni Mual adalah suatu acara adat dari seorang anak pertama laki-laki yang bermaksud menikah dengan orang lain yang bukan anak perempuan dari tulang-nya, didampingi oleh orangtua dan kerabat terdekat membawa makanan adat kepada paman, untuk meminta izin dan doa restu.

a. Peserta

1) Anak itu sendiri 2) Keluarga terdekat

3) Dongan sabutuha pihak paman b. Perlengkapan

Pihak keluarga anak:

(30)

1) Lomok-lomok lengkap dengan namargoar 2) Lauk pauk tambahan

3) Nasi secukupnya

4) Uang pasituak na tonggi Pihak keluarga paman:

1) Ikan mas arsik 2) Ulos

3) Perangkat upa-upa seperti segelas air dan sejumput beras.

c. Tata tertib

1) Si anak didampangi orangtua menyuguhkan makanan adat (tudu- tudu ni sipanganon) kepada pamannya.

2) Tulang menyuguhkan makanan adat (ikan mas arsik) kepada bere- nya.

3) Makan bersama.

4) Sesuai makan pihak tulang menanyakan tudu-tudu ni sipanganon.

Pihak tulang menanyakan maksud kedatangan rombongan bere- nya.

5) Tulang dan nantulang menyampaikan ulos sebagai tanda keikhlasan terhadap rencana bere-nya sekaligus mangupa.

6) Kata-kata doa restu dari pihak tulang.

7) Penyampaian uang pasituak na tonggi oleh bere kepada tulang dan jajarannya.

8) Mangampu.

(31)

9) Penutup dengan doa dari tulang.

3. Marhata Sinamot merupakan salah satu rangkaian ulaon adat yang sangat penting yang dihadiri unsur dalihan na tolu. Pihak parboru dan paranak membicarakan mahar atau sinamot dari putri yang akan menikah, yang harus dibayar pihak paranak kepada pihak parboru, juga penentuan jumlah ulos, parjuhut (hewan yang akan di potong), waktu dan tempat pelaksanaan pesta. Marhata sinamot merupakan lanjutan formal dari ulaon patua hata dan mangarangrangi.

a. Peserta

Pihak yang mengikuti marhata sinamot baik dari pihak paranak dan parboru terdiri dari:

1) Suhut 2) Dongan tubu 3) Boru/bere

4) Dongan sahuta, pariban 5) Hula-hula

b. Perlengkapan

Paranak membawa:

1) Makanan adat lengkap dengan tudu-tudu ni sipanganon.

2) Pinggan panungkunan (piring yang berisi beras, daun sirih, uang 4 lembar dan atau sepotong daging).

3) Sinamot, sinamot na gok dan sinamot untuk suhi ni ampang naopat.

(32)

4) Ingot-ingot.

Pihak parboru menyediakan:

1) Makanan adat berupa ikan mas arsik (dengke sitio-tio).

2) Makanan tambahan (sayur, ayam, nasi, dll).

3) Makanan kecil, kopi, teh.

4) Uang panggabei/panuari.

c. Tertib acara

Rombongan paranak dengan membawa makanan adat berangkat ke rumah parboru. Sesampai di tempat mereka diterima pihak parboru dengan mempersilahkan masuk ke rumah dan mengambil tempat duduk dengan kedudukan masing-masing. Makanan adat ditempatkan di atas meja, kemudian juru bicara paranak mempersilahkan parboru untuk membuka (manigati) makanan adat yang dibawa. Setelah disagati oleh boru ni parboru, baru disuruh mempersiapkan makan bersama oleh boru ni paranak. Dengan acara sebagai berikut:

1) Pihak paranak menyerahkan makanan adat (tudu-tudu ni sipanganon) kepada pihak parboru.

2) Pihak parboru menyampaikan ikan mas (dengke sitio-tio) kepada pihak paranak.

3) Makan bersama dengan doa dari paranak.

4) Seusai makan, juru bicara parboru menanyakan status tudu-tudu ni sipanganon. Setelah disepakati pembagian jambar juhut dilaksanakan sebelum atau sesudah marhata sinamot.

(33)

5) Juru bicara parboru menanyakan maksud dan tujuan kedatangan pihak paranak.

6) Juru bicara paranak menyampaikan pinggan panungkunan dan memberitahukan tujuan kedatangan mereka untuk marhata sinamot.

7) Juru bicara parboru mengucapkan terimakasih dan meminta agar sinamot dapat diberikan dalam jumlah yang besar.

8) Juru bicara paranak memohon agar jumlah sinamot sudah termasuk emasnya, peraknya, kerbaunya, dan lain-lain dalam bentuk uang.

9) Juru bicara parboru memohon waktu untuk mendengar tanggapan dan pendapat boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu terutama dari hula-hula mengenai permohonan pihak parnak. Setelah semua mereka menyampaikan tanggapan dan pendapatnya, maka juru bicara parboru menyimpulkan dan menyampaikan kepada pihak paranak.

10) Juru bicara paranak juga meminta waktu untuk mendengarkan tanggapan dan permohonan kepada pihak parboru mengenai sinamot yang akan disampaikan dari boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu, dan nasihat (paniroion) dari hula-hula. Setelah semua menyampaikan tanggapan dan permohonannya maka disebutkanlah jumlah sinamot yang bisa dibayar kepada pihak parboru.

(34)

11) Juru bicara parboru setelah mendengarkan jumlah uang mahar (sinamot) yang akan dibayar pihak paranak, diteruskan kepada suhut sihabolonan untuk mendapatkan keputusan.

12) Pada umumnya suhut parboru mengiyakan apa yang telah disepakati bersama mengenai jumlah uang sinamot.

13) Juru bicara parboru meneruskan keputusan dari suhut parboru selanjutnya mengatakan “barangkali ada yang akan diminta pihak paranak” supaya seimbang penerimaan dan pemberian.

14) Juru bicara paranak mengajukan jumlah ulos herbang yang diinginkan dan ulos tinonun sadari.

15) Setelah di sepakati jumlah ulos herbang, maka ditentukan juga waktu dan tempat mengenai pemberkatan dan unjuk, jumlah undangan dari masing-masing pihak termasuk parjuhutna.

Penentuan tempat tergantung pada bentuk ulaon yaitu alap jual yakni pesta di tempat parboru, dan taruhon jual yaitu pesta di tempat paranak.

16) Suhut parboru memberikan hata sigabe-gabe dan suhut paranak mangampu (menyambut).

17) Sesuai hata sigabe-gabe dibagikan ingot-ingot/ uang panauri/

panggabei.

18) Doa penutup oleh hula-hula.

d. Pembagian Jambar juhut

(35)

Dalam melaksanakan tata cara urutan ke empat diatas, pembagian jambar juhut adalah sebagai berikut:

1) Ihur-ihur kepada suhut parboru.

2) Osang kepada hula-hula parboru.

3) Somba-somba kepada hula-hula ni paranak.

4) Parsanggulan sebelah kanan kepada boru ni parboru.

5) Parsanggulan sebelah kiri kepada boru ni paranak.

6) Soit kepada dongan tubu dan dongan sahuta kedua belah pihak.

4. Martonggo Raja/Marria Raja merupakan acara mempersiapkan pesta, antara lain: menunjuk raja parhata, protokol, penanggung jawab makanan, penerima tamu, dan lain-lain termasuk pembagian undangan.

Martonggo raja diadakan di rumah suhut tempat pelaksanaan pesta.

a. Peserta martonggo raja

Peserta martonggo raja pada dasarnya sama untuk kedua belah pihak, yaitu:

1) Suhut 2) Dongan tubu 3) Boru/bere 4) Dongan sahuta b. Perlengkapan

Suhut menyediakan makanan adat yaitu lomok-lomok (martudu-tudu).

c. Tertib acara

(36)

Setelah para undangan sampai di rumah hasuhuton, dipersilahakan masuk ke rumah dan mengambil tempat masing-masing, hasuhuton berhadapan dengan dongan tubu, selanjutnya acara diatur sebagai berikut:

1) Hasuhuton menyerahkan tudu-tudu ni sipanganon marnidopan kepada dongan tubu dan boru serta dongan sahuta. Makan bersama dengan diawali doa makan oleh hasuhuton.

2) Seusai makan dongan tubu memulai pembicaraan dengan menanyakan maksud dan tujuan pertemuan.

3) Paidua ni suhut memberitahukan maksud dan tujuan pertemuan yaitu sehubungan dengan rencana pemberkatan nikah dan penyelenggaraan pesta unjuk anaknya, untuk itu dimohon kesediaan dongan tubu, boru/bere, dan dongan sahuta untuk mengatur persiapan pesta tersebut.

4) Dongan tubu menyambut baik penyerahan tugas yang dimaksud.

Maka dongan tubu mulai membagi tugas siapa yang menjadi protokol, raja parhata, penerima tamu dan lain sebagainya yang bersangkutan dengan pelakasanaannya.

5) Setelah selesai pembagian tugas dan penanggung jawab pelaksanaan pesta dilanjutkan dengan membagi undangan.

6) Hasuhuton menyampaikan terimakasih kepada hadirin atau undangan.

7) Ditutup dengan doa oleh dongan tubu.

(37)

5. Marsibuha-buhai adalah acara makan bersama oleh suhut paranak dan suhut parboru mengawali pesta unjuk dan sebagai awal pertemuan resmi antara suhut parboru dan suhut paranak secara langsung dan pribadi.

a. Peserta marsibuha-buhai Pihak parboru:

1) Suhut dan calon pengantin.

2) Dongan tubu (juru bicara) dan dongan sahuta 3) Boru/bere

4) Pendamping pengantin perempuan.

Pihak paranak:

1) Suhut dan calon pengantin 2) Dongan tubu (juru bicara) 3) Boru/bere

4) Pendamping pengantin laki-laki b. Perlengkapan

Parboru menyediakan: makanan adat yaitu dengke sitio-tio, nasi, sayur, ayam dan lain-lain. Serta pihak parboru menyediakan piring oval berisi nasi dan diatasnya ikan mas sebagai restu kepada kedua pengantin.

Pihak paranak membawa makanan adat berupa lomok-lomok lengkap dengan namargoarnya, nasi secukupnya, mobil pengantin, bunga tangan dan corsase.

c. Tertib acara:

(38)

1) Rombongan paranak disambut suhut parboru, pengantin perempuan beserta kerabatnya di pintu rumah dan mempersilahkan masuk ke rumah.

2) Rombongan paranak masuk ke rumah dengan posisi pembawa makanan adat (boru) berjalan didepan menyusul pengantin laki- laki dan pendamping diiringi kedua orangtua dan sanak keluarga.

Kedua mempelai saling bertukar bunga.

3) Makanan adat diterima oleh borunya suhut parboru, sedang pengantin perempuan menyambut pengantin laki-laki. Kemudian pengantin laki-laki memberikan bunga tangan kepada pengantin perempuan dan pengantin perempuan memasangkan corsase ke kantong atas jas laki-laki.

4) Suhut paranak menyerahkan tudu-tudi ni sipanganon kepada suhut parboru, kemudian suhut parboru menyerahkan dengke sitio-tio kepada kedua pengantin yang merupakan indahan borhat-borhat (makanan pemberangkatan) menuju keluarga baru.

5) Seusai makan, pihak parboru menanyakan keduduka tudu-tudu ni sipanganon kepada pihak paranak.

6) Pihak paranak mengatakan surung-surung pihak parboru.

7) Maka pihak parboru meminta borunya untuk menyimpan tudu- tudu ni sipanganon tersebut ke dapur.

8) Acara ditutup dengan doa oleh pihak parboru.

(39)

9) Rombongan kedua belah pihak mengiring kedua pengantin ke gereja.

6. Marunjuk adalah pesta pernikahan, pengesahan, satu keluarga (suami-istri) menurut adat Batak yang melibatkan unsur dalihan na tolu dari kedua belah pihak dan ditambah dongan sabutuha dan ale-ale, serta ditandai juga dengan penyelesaian hak dan kewajiban pihak paranak kepada pihak parboru begitu juga sebaliknya.

a. Peserta dari marunjuk baik dari pihak paranak maupun parboru yaitu:

1) Suhut

2) Dongan sabutuha 3) Dongan tubu 4) Boru/bere

5) Hula-hula terdiri dari bona ni ari, bona tulang, tulang rorobot, hula-hula tangkas, hula-hula ni na marhaha-maranggi, hula-hula ni anak manjae.

6) Dongan sahuta 7) Ale-ale

b. Perlengkapan

Ulaon Alap Jual

Parboru menyediakan:

1) Tempat unjuk (gedung/halaman).

2) Makanan adat yang lengkap dengan na margoarna.

3) Ikan mas (dengke sitio-tio)

(40)

4) Nasi, daging ayam, dengke, sayur, dan lain sebagainya.

5) Lapet, kopi, teh 6) Ulos herbang 7) Ulos tinonun 8) Olop-olop

Dongan tubu ni suhut parboru: ulos, dengke siuk (ikan mas), boras pir. Sedangkan dari boru/bere/donga sahuta membawa ulos dan kado. Dan dari pihak hula-hula membawa ulos, boras pir, dengke siuk (ikan mas).

Paranak menyediakan:

1) Pinggan panungkunan

2) Panggohi ni sinamot (jika belum lunas) 3) Tintin marangkup

4) Upa tu todoan dan surung-surung 5) Pinggan panganan

6) Tuak tangkasan 7) Olop-olop

Dongan tubu/boru/bere, ale-ale dan dongan sabutuha memberikan tumpak berupa uang. Sedangkan dari pihak hula-hula memberikan ulos, dengke siuk (ikan mas) dan boras pir. Pihak tulang membawa sama dengan yang dibawa dari pihak hula-hula, hanya saja tulang juga ikut memberikan tumpak.

Ulaon Taruhon Jual Parboru menyediakan:

(41)

1) Ampang berisi nasi dan ikan mas (dengke sitio-tio).

2) 5-7 tandok berisi beras, satu diantaranya tandok besar (15 liter) 3) Ulos herbang

4) Ulos tinonun sadari

5) Uang (pinggan panganan dan bahon-bahon) kepada horong hula- hula.

6) Uang untuk tintin marangkup 7) Olop-olop

Dongan tubu ni suhut parboru memberikan: ulos, ikan mas/siuk, dan boras. Sedangkan dari boru/bere dongan satuta/ale-ale memberikan: ulos, kado, dan ada juga yang memberikan uang.

Paranak menyediakan (suhut sihabolonan):

1) Tempat (gedung/halaman)

2) Makanan adat lengkap dengan na margoarnya.

3) Nasi, daging ayam, sayur, ikan mas, dan lain-lain.

4) Lampet, kopi, teh, dan gula.

5) Pinggan panungkunan.

6) Uang untuk tintin marangkup.

7) Pinggan panganan dan bahon-bahon kepada horong hula-hula.

8) Upa todoan dan surung-surung.

9) Olop-olop.

Dongan tubu, boru/bere, dongan sahuta, ale-ale membawa tumpak berupa uang. Rombongan hula-hula memberikan ulos, ikan mas (dengke

(42)

siuk) dan boras pir. Sedangkan pihak rombongan tulang membawa ulos, ikan mas, boras pir dan tumpak.

c. Tertib Acara

Ulaon Alap Jual

Selesai pemberkatan nikah di gereja rombongan suhut parboru dan paranak menuju gedung yang disediakan suhut parboru. Sesampai di gedung diadakan prosesi masuk pengantin diiringi kedua hasuhuton dengan kerabat terdekat. Setelah itu kedua hasuhuton mengundang masuk horong (kelompok) hula-hula masing-masing dimana pertama masuk adalah hula-hula suhut parboru, dilanjutkan dengan rombongan hula-hula suhut paranak. Setelah semua masuk semua undangan maka dimulailah acara dengan urutan sebagai berikut:

1) Pihak paranak menyampaikan tudu-tudu ni sipanganon na margoar kepada pihak parboru. Kemudian pihak parboru menyerahkan ikan mas/ dengke sitio-tio kepada pihak paranak.

Setelah selesai mereka saling bersalaman.

2) Doa makan bersama yang dipimpin oleh pihak paranak.

3) Sewaktu makan bersama kedua hasuhuton keliling ruangan menyampaikan ucapan terimakasih sekaligus memberikan penghormatan kepada para undangan.

4) Seusai makan, diadakan pembagian parjambaran juhut setelah ada kesepakatan kedua belah pihak (sidapot solup do na ro).

(43)

5) Pihak paranak mengumpulkan tumpak (sumbangan berupa uang) dari para undangannya.

6) Setelah selesai membagi jambar juhut dan mengumpulkan tumpak, acara percakapan (panghataion) adat dimulai.

7) Pihak parboru dan paranak bermusyawarah untuk menunjuk juru bicara (raja parhata). Setelah menyapa pihak hula-hula-nya serta memohon agar berkenan memberikan nasihat bila diperlukan.

8) Atas permintaan juru bicara parboru, juru bicara paranak menyerahkan pinggan panggabei, bukan pinggan panungkunan karena telah diserahkan waktu marhata sinamot.

9) Juru bicara parboru menanyakan pihak paranak mengenai arti hidangan (indahan masak) yang disampaikan.

10) Juru bicara paranak menjawab dan menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan mereka yaitu untuk membayar utang adat perkawinan (manggohi sinamot) dari anak dan parumaen kami (boru ni hula-hula i), sesuai dengan keputusan waktu marhta sinamot serta menerima petuah-petuah dan doa restu dari hula-hula.

11) Juru bicara parboru meminta waktu kepada pihak paranak untuk meminta pendapat dan persetujuan dari boru/bere, dongan tubu, terutama dari horong hula-hula. Setelah mendapat persetujuan dari semua pihak, juru bicara parboru meminta kepada pihak paranak agar menyerahkan panggohi ni sinamot (mahar yang belum dilunasi)

(44)

termasuk jambar kepada suhi ni ampang naopat dan upa parorot serta surung-surung kepada Ompung-nya dan terakhir pinggan panganan.

12) Juru bicara paranak memohon kepada raja parhata ni parboru, sebelum menyerahkan panggohi ni sinamot agar diberikan waktu dahulu meminta pendapat dari boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu terutama dari unsur hula-hula. Setelah mendapat tanggapan dari semua pihak tadi, kemudian juru bicara paranak mempersilahkan suhut paranak menyerahkan panggohi ni sinamot dan jambar-jambar lain, upa todoan dan surung-surung.

13) Sesuai penyampaian panggohi ni sinamot, juru bicara parboru juga meminta kepada pihak paranak agar bersama-sama menghadap kepada tulang ni hela (sijalo tintin marangkup). Selanjutnya suhut parboru dan paranak bersama-sama menyampaikan jambar tintin marangkup kepada tulang ni hela.

14) Juru bicara parboru menanyakan pihak paranak supaya seimbang naik turunnya, maka apakah pihak paramak meminta sesuatu.

15) Juru bicara paranak meminta ulos herbang dan ulos tinonun sadari.

16) Penyampain ulos kepada pihak pihak paranak – ulos na marhadohonon dilanjutkan penyampaian ulos holong kepada pengantin oleh hula-hula.

17) Penyampaian kata-kata doa restu (hata sigabe-gabe) oleh pihak parboru, biasanya langsung oleh suhut sihabolonan.

(45)

18) Sambutan mangampu oleh pihak paranak untuk mempersingkat waktu boleh langsung oleh suhut paranak.

19) Diakhiri dengan pembagian olop-olop.

20) Ditutup dengan doa oleh pihak parboru.

Ulaon Taruhon Jual

Selesai pemberkatan nikah di gereja, rombongan suhut paranak dan parboru menuju tempat yang telah disediakan oleh suhut paranak.

Sesampai di tempat, diadakan prosesi masuk pengantin diiringi oleh hasuhuton paranak dengan kerabat terdekatnya dan dan didampingi suhut bolon parboru. Setelah pengantin duduk di pelaminan, maka suhut bolon parboru kembali bergabung dengan rombongan parboru.

Protokol paranak mengundang masuk rombongan suhut parboru, kemudian masing-masing mengundang rombongan hula-hula-nya, dimana yang pertama masuk adalah hula-hula suhut paranak selanjutnya hula-hula suhut parboru. Setelah masuk semua undangan, maka dimulailah acara dengan urutan sebagai berikut:

1) Pihak paranak menyampaikan tudu-tudu ni sipanganon namargoar kepada pihak parboru. Kemudian pihak parboru menyerahkan ikan mas (dengke sitio-tio) kepada pihak paranak. Setelah selesai, mereka saling bersalaman.

2) Doa makan oleh paranak.

(46)

3) Sewaktu makan bersama kedua hasuhuton mengeliling ruangan menyampaikan ucapan terimakasih sekaligus memberikan penghormatan kepada para undangan.

4) Seusai makan diadakan pembagian parjambaran juhut sesuai kesepakatan kedua belah pihak (sidapot solup do na ro).

5) Pihak paranak menerima tumpak (bantuan berupa uang) dari dongan tubu, boru/bere, ale-ale. hula-hula juga dimungkinkan memberikan sumbangan.

6) Setelah selesai membagi jambar juhut dan tumpak, acara percakapan adat dimulai.

7) Masing-masing pihak parboru dan pihak paranak bermusyawarah guna menunjuk juru bicara (raja parhata), sekaligus memohon bimbingan dan restu dari hula-hula masing-masing.

8) Atas permintaan juru bicara parboru, juru bicara paranak menyerahkan pinggan panungkunan.

9) Juru bicara parboru menanyakan pihak paranak tentang maksud dan tujuannya menyuguhkan hidangan.

10) Juru bicara paranak menjawab dan menjelaskan maksud dan tujuan diadakan kenduri (haroan marharoanan) yaitu untuk mengadakan pesta perkawinan anak dan parumaen sesuai dengan keputusan waktu marhata sinamot.

11) Juru bicara parboru meminta waktu kepada pihak paranak untuk meminta pendapat dan persetujuan dari boru/bere, dongan sabutuha,

(47)

dongan tubu, terutama dari horong hula-hula. Selanjutnya diberikan kesempatan kepada boru/bere, dongan sabutuha, dongan tubu, dan horong hula-hula ni parboru untuk menyampaikan pendapatnya.

Setelah mendapat persetujuan dari semua pihak, juru bicara parboru melanjutkan permintaan kepada pihak paranak agar menyerahkan panggohi no sinamot (mahar yang belum lunas) termasuk jambar kepada suhi ni ampang naopat, upa parorot, todoan dan surung- surung kepada ompung-nya dan terakhir pinggan panganan.

12) Juru bicara paranak memohon kepada juru bicara parboru sebelum menyerahkan panggohi ni sinamot dan lainnya, agar diberikan waktu dahulu meminta pendapat dari boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu, terutama dari unsur hula-hula. Selanjutnya diminta pendapat dari kelompok-kelompok tersebut diatas. Setelah mendapat tanggapan dari semua pihak, kemudian juru bicara paranak mempersilahkan suhut paranak menyerahkan panggohi ni sinamot dan jambar-jambar atau upa dan surung-surung.

13) Setelah diserahkan panggohi ni sinamot, juru bicara parboru juga meminta kepada pihak paranak agar bersama-sama dengan suhut parboru menghadap paman (tulang ni hela) guna menyampaikan tintin marangkup.

14) Juru bicara parboru menanyakan pihak paranak, apakah pihak paranak meminta sesuatu.

(48)

15) Juru bicara paranak meminta ulos herbang dan ulos tinonun sadari.

16) Pihak parboru menyampaikan ulos kepada pihak paranak.

17) Penyampaian kata-kata doa restu (hata sigabe-gabe) oleh pihak parboru, biasanya langsung oleh suhut sihabolonan.

18) Sambutan/mangampu oleh pihak paranak, untuk mempersingkat waktu boleh langsung suhut paranak.

19) Diakhiri dengan pembagian olop-olop.

20) Ditutup dengan doa oleh pihak parboru.

d. Pembagian jambar juhut Ulaon Alap Jual

1) Ihur-ihur kepada suhur parboru.

2) Osang kepada hula-hula ni parboru.

3) Somba-somba dibagi dua yang diperuntukan kepada horong hula- hula kedua belah pihak.

4) Parsanggulan sebelah kanan diberikan kepada boru ni parboru.

5) Soit dibagi menjadi dua yang diperuntukkan untuk dongan tubu dan dongan sahuta kedua belah pihak.

6) Ronsangan/tuktuk/daging untuk raja parhata kedua belah pihak.

7) Daging untuk perkumpulan marga.

8) Daging untuk pangulani huria.

Ulaon Taruhon Jual

1) Osang kepada hula-hula tangkas ni paranak.

(49)

2) Ihur-ihur ulak ni tandok kepada suhut parboru.

3) Somba-somba dibagi dua yang diperuntukan bagi horong hula- hula kedua belah pihak.

4) Parsanggulan sebelah kiri untuk boru/bere ni paranak., sedangkan yang sebelah kanan untuk boru/bere ni parboru.

5) Soit dibagi dua yang diperuntukkan bagi dongan tubu dan dongan sahuta kedua belah pihak.

6) Ronsangan/tuktuk/daging untuk raja parhata.

7) Daging untuk perkumpulan marga.

8) Daging untuk Penatua gereja.

7. Paulak Une adalah suatu acara adat yang dilaksanakan setelah beberapa hari pesta unjuk selesai, dimana kedua mempelai didampingi oleh orangtua pengantin laki-laki bersama dongan tubu dan boru terdekat berkunjung ke rumah orangtua pengantin perempuan dengan membawa makanan adat.

Sering juga paulak une ini disebut mebat atau melepas rindu (marubat ngulun). Tujuan disamping melepas rindu kepada orangtuanya, juga sekaligus mengabarkan bahwa mereka baik-baik dan berbahagia di rumah mertuanya.

a. Peserta

Pihak paranak terdiri dari:

1) Suhut

2) Dongan sabutuha sebagai parhata 3) Boru

(50)

Pihak parboru terdiri dari:

1) Suhut

2) Dongan sabutuha sebagai parhata 3) Boru/bere

4) Dongan sahuta b. Perlengkapan

Paranak membawa:

1) Makanan adat berupa lomok-lomok dimasak lengkap dengan na margoarna.

2) Nasi secukupnya.

Parboru menyediakan:

1) Makanan adat berupa ikan mas (dengke sitio-tio).

2) Nasi dan lauk lain secukupnya.

3) Sayur dan buah.

c. Tertib acara

Setelah rombongan paranak sampai di rumah parboru, mereka dipersilahkan masuk ke rumah dengan mengambil tempat duduk sesuai dengan struktur dalihan na tolu. Hasuhuton paranak dan parboru duduk berhadap-hadapan. Adapun acaranya sebagai berikut:

1) Juru bicara mengucapkan terimakasih dan selamat datang kepada rombongan boru-nya, serta menanyakan apakah sudah bisa dimulai, dan parhata ni paranak menjawab “ya sudah bisa dimulai”.

(51)

2) Suhut paranak beserta kedua mempelai menyerahkan tudu-tudu ni sipanganon kepada suhut parboru beserta uduran-nya.

3) Suhut parboru didampingi dongan sabutuha menyerahkan ikan mas diarsik (dengke sitio-tio) kepada suhut paranak dan kedua mempelai.

4) Doa makan yang dipimpin oleh paranak.

5) Sesuai makan, juru bicara parboru menanyakan kedudukan tudu tudu ni sipanganon. Dijawan parhata ni paranak bahwa itu adalah makanan surung-surung.

6) Suhut paidua ni parboru menyerahkan pembicaraan kepada dongan tubu (raja parhata).

7) Juru bicara parboru menanyakan maksud dan tujuan kedatanagn rombongan paranak.

8) Juru bicara paranak menjawab, kedatangan mereka adalah paulak une dan memberitahukan bahwa boru dan hela-nya sehat serta berbahagia. Kami masih memohon doa restu dari hula-hula, kiranya kedua mempelai selalu berbahagia dan segera dikaruniai anak laki-laki dan anak perempuan.

9) Parboru menyampaikan kata-kata doa restu dimulai dari boru/bere, dongan sahuta, dongan sabutuha, dan suhut parboru.

10) Sambutan (mangampu) dari paranak dimulai dari boru, dongan sabutuha, suhut, dan kedua mempelai. Tetapi sebelum mangampu,

(52)

terlebih dahulu menyampaikan pasituak natonggi kepada hula- hula.

11) Doa penutup oleh parboru.

8. Maningkir tangga adalah suatu acara adat yang dilaksanakan beberaa waktu setelah pesta unjuk, yaitu orangtua pengantin perempuan didampingi oleh dongan sabutuha dan boru-nya berkunjung ke rumah boru dan hela-nya. Tujuannya adalah untuk menyaksikan sendiri keadaan boru-nya. Acara ini hanya bisa dilaksanakan kalau pesta unjuk dialapp jual, yaitu pesta di pihak parboru.

a. Peserta

Pihak parboru terdiri dari:

1) Suhut

2) Dongan sabutuha sebagai parhata 3) Boru

Pihak paranak terdiri dari:

1) Suhut

2) Dongan sabutuha sebagai parhata 3) Boru/bere

4) Dongan sahuta b. Perlengkapan

Parboru menyediakan:

1) Makanan adat berupa ikan mas diarsik (dengke sitio-tio).

2) Nasi secukupnya.

(53)

Paranak menyediakan:

1) Makanan adat berupa lomok-lomok lengkap dengan na margoarna.

2) Ayam, sayur, nasi secukupnya, buah.

3) Uang untuk pasituak natonggi.

c. Tertib acara

Pihak hula-hula diberikan tempat terhormat (dijuluan) dan rombongan lainnya menempati tempat duduk sesuai dengan kedudukan dalam struktur dalihan na tolu. Juru bicara paranak terlebih dahulu menanyakan, apakah acara sudah bisa dimulai. Juru bicara parboru menjawab “ya” maka acara bisa dimulai dengan urutan sebagai berikut:

1) Pihak parboru menyerahkan ikan mas (dengke sitio-tio) kepada suhut paranak, boru, dan hela-nya didampingi dongan sabutuha.

2) Suhut paranak bersama anak dan parumaen-nya menyerahkan makanan adat (tudu-tudu ni sipanganon) kepada suhut parboru dan rombongannya. Dilanjutkan dengan doa makan dari paranak.

3) Setelah selesai makan pihak parboru menanyakan perihal tudu- tudu ni sipanganon.

4) Tudu-tudu ni sipanganon tersebut merupakan surung-surung, tetapi karena ada disini dongan tubu, boru, dan dongan sahuta, maka atas kesepakatan bersama dari pihak hula-hula dan paranak dibagi boru ni parboru.

5) Juru bicara paranak menanyakan maksud kedatangan hula-hula.

(54)

6) Juru bicara parboru memberitahukan bahwa kedatangan mereka untuk menyaksikan boru dan hela-nya atau maningkir tangga.

7) Juru bicara paranak mengucapkan terimakasih dan memohon kepada hula-hula agar memberikan nasehat dan doa restu kepada boru dan hela-nya.

8) Kata nasehat dan doa restu dari parboru dimulai dari boru/bere, dongan sabutuha, suhut parboru.

9) Sambutan (mangampu) dari pihak paranak dimulai dari boru/bere, dongan sahuta, dongan sabutuha, suhut dan mempelai berdua, dilanjutkan dengan penyerahan uang pasituak natonggi kepada rombongan hula-hula.

10) Doa penutup dari parboru.

d. Pembagian jambar juhut

1) Ihur-ihur untuk sahat parboru.

2) Osang untuk hahadoli ni parboru.

3) Somba-somba untuk anggi doli ni parboru.

4) Parsanggulan siamun untuk boru ni parboru.

5) Parsanggulan siambirang untuk boru ni paranak.

6) Soit untuk dongan tubu, dongan sahuta ni paranak.

Bentuk Harga Diri dari Berbagai etnis

Masyarakat di Indonesia memiliki keberagaman suku dan budaya. Salah satu bentuk kebudayaan itu sendiri adalah filsafat hidup yang menjadi prinsip salah satu dari kelompok masyarakat. Filsafat hidup dari setiap suku bangsa

(55)

berbeda-beda, seperti halnya filsafat hidup orang Lampung yaitu piil pesenggiri yang menjadi pedoman hidup masyarakat Lampung sehari-hari.

Piil pesenggiri berasal dari bahasa Arab, fill yang artinya perilaku dan pesenggiri yang artinya keharusan bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri serta kewajiban. Namun dalam realita saat ini filsafat hidup piil pesenggiri mengalami deformasi. Piil diartikan dewasa ini sebagai perasaan ingin besar dan dihargai (cat. Kaki)

Menurut Hilman Hadikusuma (1989:15) piil pesenggiri memiliki lima (5) unsur, yaitu3:

1. Pesenggiri yang mengandung arti harga diri, pantang mundur, tidak mau kalah dalam bersikap tindak dan perilaku.

2. Bejuluk Beadek; mengandung arti suka dengan nama baik dan gelar yang terhormat.

3. Nemui Nyimah; mengandung arti suka menerima dan memberi dalam suka dan duka.

4. Nengah Nyapur; mengandung arti suka bergaul dan bermusyawarah dalam menyelesaikan suatu masalah.

5. Sakai Sambayan; mengandung arti suka menolong dan bergotong royong dalam hubungan kekerabatan dan ketengtanggaan.

Masyarakat Lampung pada umumnya memiliki nama gelar yang diberikan kepada mereka sejak kecil. Pemberian nama gelar ini diberikan dari kakek dan neneknya, akan tetapi pada saat mereka menikah mereka memiliki nama gelar

3http://digilib.unila.ac.id/1746/7/BAB%20I.pdf diakses pada 22 Juni 2016

Gambar

Gambar 2.1: peta kota Medan, sumber : google
Tabel 1: Jumlah penduduk kota Medan menurut BPS Kota Medan tahun  2009  Tahun  Jumlah  Penduduk  Luas Wilayah (KM²)  Kepadatan Penduduk  (Jiwa/KM²)  [1]  [2]  [3]  [4]  2005  2.036.185  265,10  7.681  2006  2.067.288  265,10  7.798  2007  2.083.156  265,10
Gambar 4.1: pelaminan Nasional Sumber: Doc. pribadi
Gambar 4.2: pelaminan adat Batak, sumber: doc. pribadi
+3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana bentuk pertunjukan Kesenian Dames Group Laras Budaya di Desa Bumisari Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga, serta

Ada beberapa diantaranya, penilaian responden akan penetapan Danau toba menjadi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional adalah baik, tanggapan responden terhadap informasi

Yang dimaksud dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adalah bahan hukum publik yang bertanggung jawab kepada presiden dan berfungsi

Variabel penelitian ini adalah faktor- faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil trimester ketiga di Puskesmas Ngampilan Yogyakarta yaitu Usia ibu, paritas, jarak

peneliti menyimpulkan bahwa ketika lansia melakukan gerakan Latihan gerak sendi lutut secara bertahap maka akan berdampak pada penurunan nyeri sendi dikarenakan