• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harmonisasi Keluarga Dalam... HARMONISASI KELUARGA DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI. Jalaludin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Harmonisasi Keluarga Dalam... HARMONISASI KELUARGA DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI. Jalaludin"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal An-Nahdhah, Vol. 11 No. 2 Juli – Desember 2017

HARMONISASI KELUARGA DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Jalaludin

Dosen UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Dosen STAI Ma’arif Jambi

Abstrak:

Amanah Allah SWT yang terbesar bagi orang tua adalah hadirnya anak, dan adalah kewajiban orang tua memberikan bekal yang terbaik buat mereka. Pada usia dini semestinya orang tua meletakkan dan membangun fondasi yang kuat sebagaimana lirik lagu tentang belajar diwaktu kecil “Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar sesudah dewasa laksana mengukir di atas air, ilmu dunia akhirat wajib dituntut dipelajari, dari kecil engkau mendapat sudah dewasa berguna kemana pergi. Jangan sedih yatim piatu tiada ayah tiada beribu, tapi sedihlah tak punya ilmu jalan mana.. yang mana hendak dituju…..”

menggambarkan betapa pentingnya pendidikan di usia dini. Dengan adanya pendidikan anak usia dini akan dapat menciptakan sumber daya manusia yang handal dikemudian hari.

Keterlibatan keluarga dalam hal ini adalah orang tua dalam pendidikan anak usia dini sangat diperlukan karena sebagai lembaga pertama dan utama keluarga memiliki tanggung jawab utama dalam mendidik anakKeluarga adalah pelaku yang sangat menentukan terhadap perkembangan masa depan anak. Karena perkembangan pendidikan anak telah di mulai sejak anak berada dalam kandungan, yaitu dengan menangkap dan merespon apa yang dilakukan oleh orang tuanya atau dalam hal ini adalah ibu. Ibu adalah sumber daya manusia yang sangat potensial untuk menjadi guru bagi anak-anak usia dini. Karena anak adalah dunia bermain, dunia anak berbeda dengan dunia orang dewasa. Berilah kebebasan pada anak dalam mengaktualisasikan segenap potensi yang ada pada dirinya. Anak harus diperlakukan sebagai subjek karena mempunyai kepribadian yang berbeda satu sama lain. Dengan perbedaan itu maka cara pengasuhan, dan mendidiknya pun berbeda pula.

Kata Kunci: Harmonisasi Keluarga, dan Pendidikan Anak Usia Dini

A.

Pendahuluan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Karena salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajarkan kebudayaan dengan mewariskan kepada generasi selanjutnya.

Pendidikan anak usia dini menurut kajian Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 28 No 20/2003 ayat 1 adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi

(2)

Jurnal An-Nahdhah, Vol. 11 No. 2 Juli – Desember 2017

anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun (0 tahun s/d 6 tahun), sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun. Pembina bagi anak usia dini dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Anak adalah amanah dari Allah bagi orang tua, dan adalah kewajiban orang tua memberikan bekal yang terbaik buat mereka. Pada usia dini semestinya orang tua meletakkan dan membangun fondasi yang kuat sebagaimana lirik lagu tentang belajar diwaktu kecil mengambarkan betapa pentingnya pendidikan di usia dini. Dengan adanya pendidikan anak usia dini akan dapat menciptakan sumber daya manusia yang handal dikemudian hari.

Meskipun demikian program pendidikan anak usia dini tidak terlepas dari melibatkan peran, perhatian dan tanggung jawab keluarga. Karena sebagian besar waktu anak usia dini berada bersama keluarga, oleh karena itu pendidikan anak usia dini sangat memerlukan peranan dari keluarga, dimana melalui peran serta para orang tua diyakini dapat memberikan pemahaman kepada anak,dimana pendidikan yang berkualitas, lebih efektif dimulai dari lingkungan keluarga. Karena keluarga adalah wadah bagi anak untuk mendapatkan pengetahuan bagaimana bertutur kata yang sopan dan santun.

B.

Hakekat Anak Usia Dini

Manusia pada prinsipnya berbeda satu sama lain. Karena itu memerlukan pendekatan yang berbeda pula untuk menghadapi dan memberi pendidikan padanya. Apabila dilihat dari konsepsi perkembangan manusia sejak lahir sampai meninggalkan dunia ini, maka perkembangan itu dapat dilihat baik dari aspek kognitif, emosi dan sosial. Menurut perkembangan psikososial Erik Erikson (1963) dalam Soemiarti Patmonodewo (1995: 21-22) ada empat tingkat perkembangan anak yaitu

1. Usia 0-1 tahun yang dikenal dengan masa Trust Vs Mistrust. pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan “trust” pada bayi terhadap lingkungannya. Apabila sebaliknya akan menimbulkan “mistrust” yaitu kecemasan dan kecurigaan terhadap lingkungan.

2. Usia 2-3 tahun, yaitu Autonomy Vs Shame and Doubt. Pengasuhan melalui dorongan untuk melakukan apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri

(3)

Jurnal An-Nahdhah, Vol. 11 No. 2 Juli – Desember 2017

dengan bimbingan orang tua/guru yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila guru tidak sabar, banyak melarang anak, menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak, jangan membuat anak merasa malu.

3. Usia 4-5 tahun yaitu Inisiative Vs Guilt yaitu pengasuhan dengan memberi dorongan untuk bereksperimen secara bebas dengan lingkungan. Guru dan orang tua tidak menjawab langsung pertanyaan anak (ingat metode Chaining nya gagne), maka mendorong anak untuk berinisiatif. Sebaliknya bila anak selalu dihalangi pertanyaan, anak disepelekan, maka anak akan selalu merasa bersalah.

4. Usia 6-11 tahun yaitu Industry Vs Inferiority , bila anak dianggap sebagai “anak kecil”

baik oleh orang tua, guru maupun lingkungannya, maka akan berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual, dan kuraang percaya diri.

Teori perkembangan kognitif menurut Jean Piaget (1916) dalam Soemiarti Patmonodewo (1995: 23-24) menjelaskan bahwa ada tiga tahapan perkembangan anak yaitu 1. Tahap sensori motorik (usia 0-2 tahun) anak mendapatkan pengalaman dari tubuh dan

indranya. Pada usia ini anak memahami objek disekitarnya melalui sensori dan aktivitas motor atau gerakannya. Karena pada usia ini anak belum mampu bergerak dalam ruangan, ia lebih mendapatkan pengalaman dari tubuh dan indranya sendiri. Setelah ia mampu berjalan dan memanipulasi benda-benda, mulai mengenal apabila suatu benda tidak tampak tidak berarti bahwa benda tersebut tidak ada. Pada tahap ini, ia akan meniru tingkah laku orang-orang lain bahkan ia meniru tingkah laku orang dan binatang, sementara model yang ditiru tidak tampak lagi.

2. Tahap praoperasional, anak berusaha menguasai simbol-simbol, kata-kata dan mampu mengungkapkan pengalamannya, meskipun tidak logis. Pada saat ini anak bersifat ego sentris, melihat sesuatu dari dirinya yaitu melihat sesuatu dari ciri,sedangkan ciri lainnya diabaikan. Menurut pandangan orang dewasa cara berpikir dan tingkah laku anak tidak logis. Kesulitan yang dialami anak adalah berkaitan dengan perceptual cenration , irreversibility dan egocentrism .kesulitan itu dapat dilihat seperti anak diminta menuangkan air ke dalam dua bejana sama banyaknya, dan dijawab ‘ya’. Kemudian dari satu diantara dua bejana dimasukkan ke dalam bejana yang ukurannya lebih panjang/tinggi dari dua yang semula (padahal volume nya sama). Anak ditanya, lebih

(4)

Jurnal An-Nahdhah, Vol. 11 No. 2 Juli – Desember 2017

banyak yang mana airnya apakah tempat yang panjang atau yang masih ada dalam bejana yang semula. Anak menjawab bahwa yang lebih banyak adalah yang ada di dalam bejana yang lebih panjang/tinggi. Apabila ditanya mengapa kamu menganggap bahwa yang ada di dalam bejana yang panjang/tinggi lebih banyak ? anak akan menjawab karena air di dalam bejana yang panjang lebih tinggi.

3. tahap operasional kongkrit, pada tahap ini anak memahami dan berfikir yang bersifat kongkrit belum abstrak. Yang sifatnya abstrak baru dicapai pada tahapan berikutnya, yaitu tahap formal operasional.

4. Tahap operasional formal, pada tahap ini anak mampu berfikir abstrak.

Setiap anak sejak usia dini memerlukan jalinan kelekatan dengan orang yang mengasuhnya,dan hubungan emosional itu mesti terus diperluas sesuai dengan berkembang lingkungannya. Dalam menjalin hubungan dnegan lingkungan anak perlu bantuan dari orang dewasa, sehingga secara emosional anak dapat berkembang dan beradaptasi dengan lingkungannya serta menemukan kepuasan dalam hidup, sehat, ceria, baik secara fisik maupun mental. Sebab sejak dari pengasuhan hingga pendidikan yang diberikan pada anak usia di Indonesia diharapkan anak-anak Indonesia akan menjadi anak yang sehat, ceria dan cerdas dalam menatap masa depan.

Perkembangan sosial dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri, berdasarkan aturan-aturan yang dibuat oleh lingkungan dimana anak tersebut berada. Tingkah laku sosial didapati anak dari proses kematangan yang diperolehnya melalui belajar dari lingkungan dengan cara merespon dari berbagai pengalaman yang anak dapat di lingkungannya (Patmonodewo, 1995: 31).

C.

Harmonisasi Keluarga Dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Peranserta atau keterlibatan keluarga dalam hal ini adalah orang tua yang harmonis dalam pendidikan anak usia dini sangat diperlukan karena sebagai lembaga pertama dan utama keluarga memiliki tanggung jawab utama dalam mendidik anak. Sebagaimana dalam surat at Tahrim Allah SWT berfirman ”Hai orang-orang yang berfirman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Anonim, 1989). Dalam hadits diriwayatkan oleh Buchari dari Abu Khurairah Rasulullah SAW bersabda ”tidak ada seorang pun dilahirkan kecuali

(5)

Jurnal An-Nahdhah, Vol. 11 No. 2 Juli – Desember 2017

dalam keadaan fitrah (suci) kedua orang tuanya lah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi, atau Nasrani atau Majusi” (al-Asqalani. 2000)..

Keluarga adalah pelaku yang sangat menentukan terhadap perkembangan masa depan anak. Karena perkembangan pendidikan anak telah di mulai sejak anak berada dalam kandungan, yaitu dengan menangkap dan merespon apa yang dilakukan oleh orang tuanya atau dalam hal ini adalah ibu. Ibu adalah sumber daya manusia yang sangat potensial untuk menjadi guru bagi anak-anak usia dini. Ibu memiliki interaksi kuat dengan anak, karena ibulah yang pertama kali menjalin interaksi, memahami dan selalu mengikuti tumbuh kembang anak tanpa ada yang terlewati. Ibu adalah orang yang paling berambisi menyiapkan anak sholeh dan sholehah sebagai investasi terbesar untuk akhirat. Oleh karena itu seorang ibu selama masa kehamilan dianjurkan untuk melakukan perkataan dan perbuatan yang memiliki nilai-nilai edukatif. Sebab kondisi dan situasi pada kehamilan ini nantinya akan berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak.

Najamuddin Muhammad (2008) dalam tulisannya tentang peran keluarga dalam pendidikan usia dini menjelaskan bahwa ketika anak sudah lahir tantangan yang terberat adalah bagaimana orang tua dapat mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya (usia bayi hingga dua tahun), karena pada usia tersebut adalah tahap perkembangan yang cukup potensial. Dimana anak mempunyai imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan produktivitas pada masa depannya. Lebih lanjut Najamuddin menjelaskan pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak memberikan kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai dengan imajinasi anak, dan banyak pula orang tua terjebak pada pembuatan peraturan yang ketat dan sifatnya mengekang serta memasung kreativitas anak dengan maksud dan tujuan demi kebaikan anak. Kreativitas menurut Soegeng Santoso (2000: 13) mengatakan bahwa kreativitas yang ada pada anak harus dikembangkan dengan seluas-luasnya. Kurangi kata “jangan” kepada anak. Lebih tepat kalau perhatian anak dialihkan,jika akan berbuat tidak sesuai dengan proses pendidikan.

Menarik untuk dicermati seperti apa yang dikatakan oleh pujangga lebanon Kahlil Gibran (1883). Sebaiknya paradigma seperti ini sudah semestinya diubah oleh para orang tua dalam proses pendidikan anak usia dini. Karena anak adalah dunia bermain, dunia anak berbeda dengan dunia orang dewasa. Berilah kebebasan pada anak dalam mengaktualisasikan segenap potensi yang ada pada dirinya. Soegeng Santoso (2000: 13) menyebutkan bahwa

(6)

Jurnal An-Nahdhah, Vol. 11 No. 2 Juli – Desember 2017

anak harus diperlakukan sebagai subjek karena mempunyai kepribadian yang berbeda satu sama lain,lebih lanjut dikatakan bahwa dengan perbedaan itu maka cara pengasuhan, dan mendidiknya pun berbeda pula.

D.

Tanggung Jawab Keluarga dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Sesuai dengan Firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW seperti dipaparkan dimuka bahwa tanggung jawab orang tua bukan terbatas memilih dan membiayai pendidikan anak serta memenuhi segala kebutuhannya, tanggung jawab orang tua jauh lebih dari sekedar yang dimaksud di atas, tetapi diwujudkan dalam bentuk keterlibatan langsung dalam pendidikan anak, karena ketika orang tua terlibat langsung dalam pendidikan anak, akan memberi semangat pada anak dan orang tua akan lebih tepat dalam menghadapi dan mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi anak. Artinya tidak serta merta orang tua memaksakan pola pikir dan keinginan mereka, karena belum tentu akan sesuai dan tepat untuk anak.

Pendidikan anak usia dini sudah selayaknya mendapat prioritas. Karena itu berdasarkan hasil riset menyatakan bahwa jika masa usia dini seorang anak mendapat stimulus maksimal, maka potensi anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Artinya bahwa pendidikan anak usia dini perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak baik keluarga, lingkungan maupun pemerintah, sebab bagaimanapun masa-masa tersebut sangat berpengaruh pada proses tumbuh kembang karakter, kepribadian dan pertumbuhan jasmani anak. Bila merujuk pada peraturan pemerintah nomor 20 tahun 2003 tentang pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dimana pendidikan usia dini salah satunya bertujuan untuk mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual emosional dan sosial peserta didik, sebab pada “masa emas” pertumbuhannya berada dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.

Realitas yang terjadi dilapangan, bahwa tidak semua anak bisa mendapatkan pendidikan usia dini,yang diawali sejak dari kandungan hingga usia 6 tahun, terutama bagi masyarakat miskin. Jangankan pendidikan usia dini, seperti Taman Penitipan anak, Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak untuk menyekolahkan anak ke bangku sekolah

(7)

Jurnal An-Nahdhah, Vol. 11 No. 2 Juli – Desember 2017

dasar saja, banyak yang tidak mampu, dikarenakan banyak orang tua menganggap memasukkan anak ke Taman Kanak-Kanak tidaklah penting, selain alasan tersebut, alasan utama dari semua itu adalah faktor ekonomi yang tidak mendukung. Apabila diperhatikan perkembangan Taman Kanak-kanak sudah menyebar dan menjamur dimana-mana mulai dari tingkat elit sampai dengan kawasan kumuh. Dan dari yang menggunakan dana besar sampai dengan operasional dengan dana seadanya. Dengan alasan biaya operasional yang tinggi, tidak sedikit pula pihak pengelola menetapkan uang SPP yang mahal, sebagai kompensasinya pihak sekolah memberikan akses layanan pendidikan dengan standarisasi mutu sesuai akreditasi, demikian juga dengan sarana prasarana yang memadai, tentu ini adalah suatu kewajaran, namun realitasnya masih ada juga sekolah yang operasionalnya masih ala kadarnya.

Merujuk pada UUD 1945 yaitu “…mencerdaskan kehidupan bangsa…” untuk mewujudkan tujuan tersebut MPR RI telah mengamandemenkan pasal 31 UUD 1945 ayat 1- 5 yaitu ayat 1 setiap warga negara berhak mendapat pendidikan ayat 2 setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat 3 pemerintah menyelenggarakan dan mengusahakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan srta akhlak mulia dalam mrangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Ayat 4 berbunyi negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belana daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Dan ayat 5 pememrintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat.

Secara jelas dan tegas mengamanatkan program wajib belajar minimal sampai jenjang pendidikan dasar setiap warga negara wajib mendapat pendidikan yang bermutu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara sesuai dengan bakat, minat, tingkat kecerdasan dan kemampuannya tanpa diskriminasi, minimal setara dengan Standar Nasional Pendidikan. Namun realitasnya apakah undang-undang ini telah dilaksanakan sepenuhnya ? Ketidak jelasan pengaturan PADU (sekarang adalah PAUD) ini merujuk pada draf RUU Sisdiknas pada pasal 16 yang berbunyi “jenjang pendidikan sekolah dan luar sekolah terdiri atas pendidikan prasekolah,

(8)

Jurnal An-Nahdhah, Vol. 11 No. 2 Juli – Desember 2017

pendidikan dasar, pendidikan tinggi”. Tanpa menyinggung pendidikan anak usia dini.

Menurut Dedi Supriadi (2003) bahwa pendidikan untuk anak usia dini lebih banyak mengandalkan prakarsa masyarakat, sementara pemerintah seharusnya lebih berperan memfasilitasi dan mendorong berkembangnya jenis pendidikan ini. Lebih lanjut dikatakan bahwa tidak satu pun TKA/TPA milik pemerintah karena itu dapat dikatakan lembaga- lembaga pendidikan PADU merupakan bentuk nyata dari pendidikan berbasis masyarakat.

Menyikapi kondisi demikian menurut Soegeng (2001) orang tua perlu disadari bahwa pendidikan anak usia dini sangat menentukan keberhasilan pendidikan pada jenjang sekolah selanjutnya, untuk itu pelaksanaan pendidikan pada usia dini perlu diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya para orang tua perlu memberikan kebebasan pada anak, agar anak berkembang secara wajar. Sebab pada masa usia dini pendidikan dimulai lewat pancaindra dan melalui pengalamannya, dimana potensi yang dimiliki dapat dikembangkan.

Belajar yang baik adalah mengenal berbagai konsep melalui pengalaman. Antara lain melalui kegiatan menghitung, mengukur, merasakan, menyentuh serta meraba. Untuk itu,disini seorang ibu mempunyai tanggung jawab yang terbesar dalam mendidik anak.

Telah menjadi kewajiban dan tanggung jawab orang tua dan keluarga terhadap anak sebagaimana terdapat dalam undang-undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 26 ayat 2 seperti mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak. Menumbuh-kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya, serta mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

E.

Penutup

Berdasarkan pemaparan terdahulu maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pentingnya harmonisasi keluarga untuk mendukung pendidikan usia dini, mengingat keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam penyelenggaraan pendidikan.

Diharapkan dari peran keluarga ini dapat memberi dampak positif bagi perkembangan anak ke depan.

2. Pada hakekatnya anak satu dengan yang lainnya jelas berbeda dilihat pada penampilan anak usia bayi maupun anak prasekolah, baik dalam perbandingan antara bagian tubuh, otot, maupun keterampilannya.

(9)

Jurnal An-Nahdhah, Vol. 11 No. 2 Juli – Desember 2017

3. Tanggung jawab pendidikan anak usia dini sepenuhnya menjadi tanggung jawab bersama baik keluarga, pihak masyarakat maupun negara dalam hal ini adalah pemerintah.

Tanggung jawab keluarga sudah tidak diragukan lagi sementara tanggung jawab pemerintah masih sebatas teoritis yaitu masih dalam tataran perundang-undangan belum dapat diimplementasikan secara aktual.

(10)

Jurnal An-Nahdhah, Vol. 11 No. 2 Juli – Desember 2017 DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1989. Al-Qur`an dan Terjemahnya. Semarang : Toha Putra

Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Usia Dini edisi Khusus 2007 PAUD Berbasis Keluarga dan Lingkungan

Peraturan Pemerintah nomor 20 Tahun 2003

Soegeng Santoso 2000.Problematika Pendidikan dan Cara Pemecahannya. Jakarta : Pena Kreasi Gading.

Soegeng Santoso, 2000. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Fakultas Ilmu Pendidikan tentang Pendidikan Anak Usia Dini Dimasa Mendatang

Soemiarti Patmonodewo. 1995. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : Rineka Cipta Suara Pembaharuan, Rabu 14 Maret 2001

http : wapedia. Mobi /id/ Pendidikan anak usia dini

http : www.mail-archive.com/daarut-tauhiid @ yahoogroups.com/ms...

Media Indonesia, Senin 17 maret 2003

Referensi

Dokumen terkait

Penulis menggunakan data sekunder sebagai pendekatan penelitian normatif yang mencari dan menggunakan bahan kepustakaan seperti tulisan-tulisan karya ilmiah maupun

Justeru itu, satu kajian telah dilaksanakan untuk mengenal pasti sejauh manakah tahap pengetahuan Islam dalam kalangan belia Melayu di Malaysia dan sejauh

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh subsitusi tepung labu kuning ( Cucurbita moschata) terhadap serat pangan,aktivitas

Jadi, dari data dilapangan yang penulis himpun juga dari hasil wawancara dari beberapa informan dapat dikatakan bahwa Model Komunikasi Dinas Pariwisata Pemuda

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui lebih dekat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kesulitan belajar peserta didik, dan usaha-usaha guru bimbingan dan

Salah satu upaya untuk menunjang peningkatan produktivitas padi di lahan rawa pasang surut adalah penanaman varietas padi unggul baru yang adaptif, berpotensi hasil lebih tinggi

Beradasarkan hasil forecasting dan decision tree maka dapat disimpulkan bahwa peluang peningkatan penjualan tiket pesawat untuk PT Harum Indah Sari Tour& Travel

werdha yaitu sebagai upaya yang terencana dan berkesinambungan dalam memberikan pelayanan kepada lanjut usia atau jompo terlantar sehingga mereka dapat menikmati