PEMILIHAN JENIS MATERIAL BEDENG NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC
(CFD)
SKRIPSI
ABDUL WAHHAAB F14062339
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
MATERIAL SELECTION ON NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) BEDS USING COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD)
Abdul Wahhaab1, Herry Suhardiyanto1, and Ahmad Indra Siswantara2
1 Departement of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia
2 Departement of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering, University of Indonesia, Depok, West Java, Indonesia
ABSTRACT
Nutrient Film Technique (NFT) is one of hydroponic technology that nutrient solution circulate in a crop's root zone at anytime with 3 mm tickness. A computer model has been developed to simulate the thermal distribution of NFT beds using Computational Fluid Dynamic (CFD). The objective of this research are to develop a simulation model of moving heat flow of nutrients in the NFT bed in several types of materials with a CFD program and to determine the optimal type of materials in the design of beds. The crop that is used as a object of a research is a tomato. Tomato grown in two different beds, with and without zone cooling. CFD use for simulate heat transfer on these beds and simulate on model of beds with several different materials.
The results showed that the distribution of nutrient solution temperature along the beds change over time follow the greenhouse temperature. The simulation on different material of beds like PVC, fiberglass, glass, asbestos, porcelain, cement, and styrofoam showed that fiberglass is the highest temperature 28.9-32.3
oC and porcelain is the lowest temperature 28.9-31.2
oC. Otherwise, the lowest heat transfer coefficient is fiberglass and the highest is porcelain. High or low heat transfer coefficient will affect the release of heat from inside the beds to the environment. According to analysis, the optimum of material which used for NFT beds design are cement, porselaian, and glass.
Keywords: Material, NFT Beds, CFD
ABDUL WAHHAAB. F14062339. Pemilihan Jenis Material Bedeng Nutrient Film Technique (NFT) dengan Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD). Di bawah bimbingan Herry Suhardiyanto dan Ahmad Indra Siswantara. 2010
RINGKASAN
Saat ini, masalah keterbatasan lahan, kesuburan tanah, dan serangan hama menjadi faktor penghambat pada sektor pertanian. Untuk itu, hidroponik lahir sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalah tersebut. Salah satu sistem hidroponik yang dapat dikembangkan adalah Nutrient Film Technique (NFT). NFT memungkinkan tanaman untuk mendapatkan unsur hara dari larutan nutrisi yang mengalir di daerah perakaran setiap saat.
NFT yang dilakukan di dalam rumah tanaman (greenhouse) menggunakan sebuah bedeng sebagai tempat tumbuhnya tanaman. Dalam perancangan sistem NFT, bedeng menjadi bagian terpenting dalam sistem tersebut, terutama dalam hal sebaran suhu di dalamnya. Karena di dalam bedeng dapat terjadi akumulasi panas yang berpindah dari suhu di dalam greenhouse dengan cara konduksi, konveksi, dan radiasi sehingga suhu di dalamnya bertambah tinggi. Zone cooling merupakan suatu cara untuk mengurangi tingginya suhu larutan nutrisi di daerah perakaran pada bedeng. Untuk itu, diperlukan analisis untuk memprediksi suhu di dalam bedeng agar mendapatkan gambaran untuk merancang bedeng yang optimal untuk tanaman. Saat ini, analisis tersebut dapat menggunakan program Computational Fluid Dynamic (CFD). CFD memungkinkan untuk menganalisa sebaran suhu di dalam bedeng baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan model simulasi pindah panas aliran nutrisi di dalam bedeng NFT pada beberapa jenis material dengan program CFD dan menentukan jenis material yang optimal untuk pertumbuhan tanaman dalam perancangan bedeng.
Penelitian dilaksanakan di laboratorium lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem dari bulan Mei sampai Oktober 2010. Tanaman yang dijadikan sebagai bahan penelitian adalah tanaman tomat. Tanaman tomat ditanam pada 2 buah bedeng, bedeng 1 dengan perlakuan pendinginan (zone cooling) dan bedeng 2 tanpa perlakuan pendinginan. Pengambilan data pengukuran di lapangan sebanyak dua kali pengukuran yaitu pada fase pembungaan dan pembuahan.
Simulasi dengan CFD dilakukan dengan memasukkan data pendefinisian lingkungan yang sesuai dengan kondisi pada saat pengukuran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi suhu larutan nutrisi di sepanjang bedeng tanaman berubah setiap waktu. Suhu udara harian di dalam rumah tanaman pada fase pembungaan memiliki interval 24.7-34.2 oC dengan rataan harian 28.1 oC dan pada fase pembuahaan berkisar 27.3- 35.9 oC dengan rataan harian 32.0 oC. Suhu larutan nutrisi pada bedeng 1 sebesar 23.3-26.4 oC dengan rataan 25.0 oC dan pada bedeng 2 sebesar 25.3-30.1 oC dengan rataan 27.6 oC. Pada fase pembuahan, suhu larutan nutrisi pada bedeng 1 berinterval 22.0-29.6o C dengan rataan 25.1 oC dan pada bedeng 2 sebesar 24.8-32.9 oC dengan rataan 28.4 oC.
Parameter termal yang digunakan untuk data input pada analisis CFD yaitu data pengukuran pada suhu puncak di dalam rumah tanaman yaitu tanggal 17 Juli 2010 pukul 10.30. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sebaran suhu pada bedeng 1 antara 26.3 oC sampai 30.6 oC sedangkan pada bedeng 2 antara 29.0 oC sampai 32.9 oC. Simulasi selanjutnya dilakukan pada bedeng dengan material PVC, fiberglass, kaca, asbestos, porselin, semen, dan styrofoam.
Hasil simulasi CFD pada bedeng dengan beberapa jenis material menunjukkan bahwa bedeng dengan material bahan yang memiliki suhu tertinggi adalah fiberglass dengan suhu antara 28.9 oC sampai 32.3 oC dan suhu tertendah adalah porselin dengan suhu antara 28.9 oC sampai 31.2 oC.
iv
Bedeng berbahan fiberglass yang memiliki suhu tertinggi memiliki koefisien pindah panas terendah, yaitu rata-rata sebesar 19.9 W/m K dan porselin dengan koefisien pindah panas tertinggi dengan rata- rata sebesar 23.5 W/m K, maka porselin lebih mudah untuk melepaskan panas ke lingkungan dan suhu larutan nutrisi di dalam bedeng tersebut menjadi lebih rendah. Meskipun porselin memiliki suhu terendah, tetapi material lain seperti semen dan kaca juga memiliki suhu yang rendah yaitu di bawah 32oC. Karena menurut Hurewitz dan Janes (1983), tanaman tomat akan mengalami pertumbuhan yang baik jika suhu di daerah perakaran tanaman tomat sebesar 26.1-32.2 oC. Oleh karena itu, bedeng dengan jenis material semen, porselin, dan kaca dapat digunakan sebagai material untuk desain bedeng NFT. Tetapi bila membandingkan ketiga jenis material tersebut berdasarkan parameter suhu maksimum, umur ekonomis, dan harga maka semen lebih baik dari yang lain.Kata Kunci: Material, Bedeng NFT, CFD.
PEMILIHAN JENIS MATERIAL BEDENG NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT) DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC
(CFD)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh
ABDUL WAHHAAB F14062339
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul Skripsi : Pemilihan Jenis Material Bedeng Nutrient Film Technique (NFT) dengan Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD)
Nama : Abdul Wahhaab
NIM : F14062339
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc. Dr. Ir. Ahmad Indra Siswantara, M. Sc.
NIP. 19590910 198503 1 003 NIP. 19670611 199203 1 002
Mengetahui:
Ketua Departemen,
Dr. Ir. Desrial, M. Eng NIP. 19661201 199103 1 004
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pemilihan
Jenis Material Bedeng Nutrient Film Technique (NFT) dengan Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahanDosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010 Yang membuat pernyataan
Abdul Wahhaab
F14062339
BIODATA PENULIS
Abdul Wahhaab. Lahir pada tanggal 11 Oktober 1988 di
Jakarta. Penulis lahir sebagai anak ke tiga dari tiga bersaudara dari
pasangan Bapak M. Maturidi dan Ibu Nadjeha. Pendidikan formal
mulai ditempuh di SDN 09 Pisangan Timur, Jakarta Timur (1994-
2000), SMPN 44 Jakarta (2000-2003), SMAN 31 Jakarta (2003-
2006), dan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di
Departemen Teknik Pertanian (Teknik Mesin dan Biosistem)
Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan di
IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada beberapa mata
kuliah, antara lain Menggambar Teknik, Lingkungan dan Bangunan
Pertanian, Ilmu Ukur Wilayah, Teknik Mesin Budidaya Pertanian, dan Teknologi
Greenhouse dan Hidroponik. Selain itu, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi,
antara lain di Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) periode 2007-2008
sebagai staf PSDM, Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) IPB
periode 2007-2008 sebagai manajer pemasaran BEM Corporation dan periode 2008-2009
sebagai staf Kementerian Lingkungan Hidup, serta Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga
Etos (BEM-KE) Bogor periode 2007-2008 sebagai Menteri Perekonomian. Selama 3
tahun pertama, penulis mendapatkan beasiswa dari Beastudi Etos Dompet Dhuafa
Republika. Adapun prestasi yang pernah diukir penulis antara lain sebagai Mahasiswa
Berprestasi (Mawapres) Departemen Teknik Pertanian peringkat ke-2 pada tahun 2009
dan peringkat pertama pada tahun 2010, penerima hibah Student Center Learning untuk
mata kuliah Lingkungan dan Bangunan Pertanian, penerima hibah PKM Teknologi
dengan judul “Mesin Komposter Listrik Skala Industri Kecil sebagai Pendegradasi
Sampah Organik”, finalis Green Technology ITB, dan penerima hibah pada Program
Mahasiswa Wirausaha (PMW) 2010. Pada tahun 2009, penulis melaksanakan praktek
lapangan di PTPN VIII Perkebunan Malabar, Kab. Bandung selama 40 hari kerja dengan
mengambil topik “Aspek Keteknikan Pertanian pada Kebun Teh Malabar PTPN VIII,
Bandung”. Di tahun berikutnya, penulis melakukan penelitian sebagai syarat kelulusan
Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul “Pemilihan Jenis Material Bedeng Nutrient
Film Technique (NFT) dengan Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD)”.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat-NYA sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam juga dihaturkan kepada junjungan baginda Rasulullah SAW, pemimpin besar umat Islam. Penelitian ini berjudul "Pemilihan Jenis Material Bedeng Nutrient Film Technique (NFT) dengan Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD)" dilaksanakan di laboratorium lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB, Leuwikopo sejak bulan April sampai Agustus 2010.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc sebagai dosen pembimbing pertama dan Bapak Dr. Ir. Ahmad Indra Siswantara, M.Sc sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta inspirasi selama pelaksanaan kegiatan penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Ir. Sri Mudiastuti, M.Eng sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ayah, Ibu, Kakak, dan Babang yang selalu memberikan semangat, dukungan dan do’a yang tak pernah terputus serta dua keponakanku Shofwan dan Azis yang selalu memberikan keceriaan.
4. Beastudi Etos Dompet Dhuafa Republika yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama 3 tahun pertama kuliah di IPB.
5. Pak Ahmad, Mas Firman, Mas Darma, dan Pak Harto serta seluruh civitas Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.
6. Rekan penelitian Kang Agus dan teman-teman lain yang membantu selama penelitian: Mbak Dona, Mbak Titin, Mas Yuda, Cyberman Merpati: Mas Priyo, Mas Tanto, Bang Udin, dan Mas Furqon, serta Gina Rahmayanti sebagai motivator dan rekan bisnis penulis.
7. Teman-teman TEP 43, terima kasih untuk kebersamaan dan dukungannya.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bogor, Desember 2010
Abdul Wahhaab
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
DAFTAR SIMBOL ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2
2.1. Nutrient Film Technique (NFT) ... 2
2.2. Greenhouse ... 2
2.3. Daerah Perakaran Tomat ... 3
2.4. Zone Cooling ... 3
2.5. Pindah Panas ... 4
2.5.1. Konduksi ... 4
2.5.2. Konveksi ... 4
2.6. Computational Fluid Dynamic (CFD) ... 4
2.6.1. Pra pemrosesan (pre-processor) ... 5
2.6.2. Pencarian solusi (solver) ... 5
2.6.3. Pasca pemrosesan (post-processor) ... 6
III. METODOLOGI ... 7
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 7
3.2. Alat dan Bahan ... 7
3.2.1. Greenhouse (Rumah Tanaman) ... 7
3.2.2. Bedeng dan penyangga NFT ... 7
3.2.3. Bak penampung ... 8
3.2.4. Pipa air ... 8
3.2.5. Pompa air ... 8
3.2.6. Mesin pendingin ... 8
3.2.7. Hybrid Recorder ... 8
3.2.8. Electrical Conductivity Meter (EC Meter) ... 8
3.2.9. Software “SolidWorks” ... 9
3.2.10. Personal Computer (PC) ... 9
3.2.11. Peralatan Pendukung ... 9
3.2.12. Bahan Penelitian ... 9
3.3. Metode Penelitian ... 9
3.3.1. Persiapan penelitian ... 9
3.3.2. Perlakuan penelitian ... 9
3.3.3. Pengamatan dan pengukuran... 9
v
3.4. Penentuan Nilai Pindah Panas ... 11
3.4.1. Penentuan koefisien konveksi pada plat datar vertikal... 11
3.4.2. Penentuan koefisien konveksi pada plat horizontal ... 12
3.4.3. Penentuan konveksi aliran fluida ... 12
3.5. Simulasi Pindah Panas pada Bedeng Tanaman ... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
4.1. Suhu Udara di Dalam dan di Luar Greenhouse serta Iradiasi Surya ... 16
4.2. Suhu Larutan Nutrisi di Bedeng Tanaman ... 17
4.3. Distribusi Suhu Larutan Nutrisi dalam Bedeng dengan CFD ... 20
4.4. Pengaruh Akar Tanaman terhadap Suhu dan Pola Aliran Nutrisi di dalam Bedeng NFT ... 23
4.5. Simulasi CFD pada Berbagai Jenis Material Bedeng ... 27
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
5.1. Kesimpulan ... 32
5.2. Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
LAMPIRAN ... 35
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Data masukan untuk simulasi pada bedeng dengan CFD. ... 20
Tabel 2. Data masukan untuk melakukan simulasi ... 27
Tabel 3. Perbandingan parameter pemilihan bahan... 30
Tabel 4. Indeks sifat berbobot pada pemilihan bahan bedeng NFT. ... 30
Tabel 5. Perhitungan optimasi pemilihan bahan ... 30
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Greenhouse yang dipakai untuk penelitian. ... 7
Gambar 2. Hybrid Recorder yang digunakan untuk penelitian. ... 8
Gambar 3. Skema titik pengukuran suhu pada tiap bedeng NFT dan greenhouse. ... 10
Gambar 4. Ilustrasi pindah panas pada dinding vertikal bedeng tanaman. ... 11
Gambar 5. Ilustrasi pindah panas pada dinding horizontal bedeng tanaman dengan permukaan panas berada; (a). di bawah permukaan, (b). di atas permukaan. ... 12
Gambar 6. Model geometri bedeng untuk simulasi dengan menggunakan CFD. ... 14
Gambar 7. Skema tahapan penelitian. ... 15
Gambar 8. Grafik perubahan suhu udara di dalam dan luar greenhouse serta iradiasi surya terhadap waktu pada tanggal 16-17 Juli 2010. ... 16
Gambar 9. Grafik perubahan suhu udara di dalam dan luar greenhouse serta iradiasi surya terhadap waktu pada tanggal 26-27 Agustus 2010. ... 17
Gambar 10. Grafik perubahan suhu larutan nutrisi di dalam bedeng tanaman pada tanggal 16- 17 Juli 2010. ... 18
Gambar 11. Grafik selisih suhu inlet dan outlet dalam bedeng tanaman pada tanggal 16-17 Juli 2010. ... 18
Gambar 12. Grafik perubahan suhu larutan nutrisi di dalam bedeng tanaman pada tanggal 26- 27 Agustus 2010. ... 19
Gambar 13. Grafik selisih suhu inlet dan outlet dalam bedeng tanaman pada tanggal 26-27 Agustus 2010. ... 19
Gambar 14. Grafik suhu larutan nutrisi hasil simulasi dengan CFD dengan hasil pengukuran.... 20
Gambar 15. Distribusi suhu larutan nutrisi hasil simulasi dengan CFD; (a). Dengan pendinginan, (b). Tanpa pendinginan. ... 21
Gambar 16. Grafik iterasi simulasi CFD pada bedeng dengan pendinginan. ... 22
Gambar 17. Grafik iterasi simulasi CFD pada bedeng tanpa pendinginan. ... 23
Gambar 18. Grafik koefisien pindah panas dalam bedeng hasil simulasi dengan CFD. ... 23
Gambar 19. Grafik iterasi simulasi CFD dengan penambahan definisi akar tanaman pada bedeng dengan pendinginan... 24
Gambar 20. Grafik iterasi simulasi CFD dengan penambahan definisi akar tanaman pada bedeng tanpa pendinginan. ... 24
Gambar 21. Distribusi suhu larutan nutrisi hasil simulasi CFD dengan penambahan parameter akar tanaman; (a). Dengan pendinginan, (b). Tanpa pendinginan. ... 25
Gambar 22. Grafik perbandingan suhu larutan nutrisi hasil simulasi setelah adanya penambahan definisi akar tanaman dengan hasil pengukuran. ... 26
Gambar 23. Pola aliran nutrisi di dalam bedeng NFT tampak atas. ... 26
Gambar 24. Pola dan kecepatan aliran nutrisi hasil simulasi dengan CFD. ... 27
Gambar 25. Grafik suhu larutan nutisi di dalam bedeng dengan menggunakan beberapa jenis material. ... 28
Gambar 26. Hasil simulasi distribusi suhu larutan nutrisi di dalam bedeng dengan menggunakan beberapa jenis material. ... 29
Gambar 27. Grafik koefisien pindah panas bedeng dengan beberapa material hasil simulasi dengan CFD. ... 31
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Data suhu udara di dalam dan di luar greenhouse tanggal 16-17 Juli 2010
(terkalibrasi). ... 36 Lampiran 2. Data suhu larutan nutrisi pada bedeng 1 (dengan pendinginan) pada tanggal 16-17
Juli 2010 (terkalibrasi). ... 37 Lampiran 3. Data suhu larutan nutrisi pada bedeng 2 (tanpa pendinginan) pada tanggal 16-17
Juli 2010 (terkalibrasi). ... 38 Lampiran 4. Data suhu udara di dalam dan di luar greenhouse tanggal 26-27 Agustus 2010
(terkalibrasi). ... 39 Lampiran 5. Data suhu larutan nutrisi pada bedeng 1 (dengan pendinginan) pada tanggal 26-
27Agustus 2010 (terkalibrasi). ... 40 Lampiran 6. Data suhu larutan nutrisi pada bedeng 2 (tanpa pendinginan) pada tanggal 26-27
Agustus 2010. ... 41 Lampiran 7. Nilai kalibrasi termokopel pada saat pengukuran. ... 42 Lampiran 8. Karakteristik termal pada beberapa material bedeng. ... 43 Lampiran 9. Sebaran suhu pada inlet dan outlet pada bedeng berbahan kayu lapis plastik
(penampang melintang); (a). bedeng dengan pendinginan, dan (b). bedeng tanpa pendinginan. ... 44 Lampiran 10.Sebaran suhu pada inlet dan outlet pada bedeng dengan beberapa jenis material
kayu lapis plastik (penampang melintang). ... 45 Lampiran 11. Contoh perhitungan nilai pindah panas dengan menggunakan software "Microsoft
Excel 2007". ... 46
ix
DAFTAR SIMBOL
Simbol Makna, Satuan
a kemiringan atau gradien garis regresi
Ab luas permukaan bedeng terbasahkan, m2
A luas penampang medium, m2
As luas permukaan medium yang dilalui kalor, m2
b intersep atau perpotongan garis regresi dengan sumbu tegak Cp kalor jenis air, J/kg oC
D diameter tangki, m
𝑑𝑡
𝑑𝑥 gradien suhu pada ketebalan medium x, K/m
E energi, Joule
Ein energi yang masuk ke dalam sistem, Joule Eout energi yang meninggalkan sistem, Joule
g percepatan gravitasi, m/s2
GrL bilangan Grashoff terhadap panjang L
h koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2 K
hair koefisien konveksi air larutan nutrisi di dalam bedeng, W/m2oC
hud-sty koefisien konveksi antara udara dan styrofoam, W/m2 K
hud-bed koefisien konveksi udara bedeng larutan nutrisi, W/m2 K
hud-kayu koefisien konveksi udara-dinding kayu bedeng, W/m2 K
hair koefisien konveksi larutan nutrisi, W/m2 K
k konduktivitas termal bahan, W/m K
ksty koefisien konduktivitas termal styrofoam selimut tangki, W/m2 K kkayu koefisien konduktivitas termal dinding kayu bedeng, W/m2 K
L tinggi dinding, m
L panjang medium yang dilalui angin, m
Lc panjang karakteristik medium, m
Nu bilangan Nusselt
P perimeter medium, m
Pr bilangan Prandtl
Q kalor yang diserap pendingin, Watt
𝑄𝑐𝑜𝑛𝑑 laju pindah panas konduksi, Watt 𝑄𝑐𝑜𝑛𝑣 laju pindah panas konveksi, Watt 𝑄𝑟𝑎𝑑 laju pindah panas radiasi, Watth RaL bilangan Rayleigh terhadap panjang L ReL bilangan Reynold terhadap panjang L
x
Tb suhu larutan nutrisi di bedeng, oCTf suhu fluida, oC
Tg suhu udara di dalam greenhouse, oC
Ts suhu permukaan medium, oC
Tt suhu larutan nutrisi di tangki, oC
Tt(i+1) suhu larutan nutrisi prediksi di tangki, oC T∞ suhu fluida berjarak x dari permukaan, oC
U overall heat transfer, W/m2 K
v viskositas kinematika fluida, m2/s
β koefisien pengembangan volume, 1/K
Δt selang waktu, detik
Δx dinding tebal dinding plastik tangki, m
Δxmpx ketebalan multiplex, m
Δxsty tebal selimut styrofoam selimut tangki, m Δx tutang tebal styrofoam tutup tangki, m
μ viskositas dinamik fluida, m2/s
ρ densitas fluida, kg/m3
σ konstanta Stefan-Boltzman, W/m2 K4
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini sektor pertanian mendapat perhatian dari banyak kalangan, karena pertanian merupakan ujung tombak dari kemajuan suatu bangsa. Beberapa program telah direncanakan oleh pemerintah agar Indonesia dapat mencapai swasembada pangan. Tetapi selama ini banyak terdapat kendala yang dihadapi pada saat budidaya pertanian di lahan konvensional. Mulai dari masalah kesuburan tanah hingga serangan hama, sehingga hasil yang didapatkan oleh petani menjadi kurang optimal.
Untuk menyelamatkan dan meningkatkan produktivitas tanaman, telah lahir teknologi dalam dunia pertanian yaitu budidaya secara hidroponik. Hidroponik merupakan salah satu tehnik budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya.
Penanaman dilakukan di dalam rumah tanaman dan pemberian unsur hara didapatkan secara terkontrol sehingga dapat mencegah dari hama dan penyakit serta pertumbuhannya menjadi optimal. Banyak sekali sistem hidroponik yang dapat diterapkan, salah satunya adalah sistem Nutrient Film Technique (NFT). Prinsip dasar NFT adalah memberikan aliran nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi pada daerah perakaran tanaman.
Penggunaan greenhouse untuk budidaya tanaman tomat secara hidroponik merupakan cara yang tepat untuk memudahkan dalam pengendalian lingkungan yang sesuai. Namun penggunaannya di negara tropis seperti di Indonesia memiliki kelemahan bila tidak dirancang dengan baik. Kelemahan tersebut antara lain tingginya suhu di dalam greenhouse yang menyebabkan kelembaban menjadi tinggi, sehingga penyakit akan mudah berkembang. Untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, perlu adanya usaha rekayasa lingkungan mikro, salah satunya dengan pendinginan di daerah perakaran (zone cooling).
Salah satu upaya untuk mengetahui analisa panas dapat dilakukan dengan studi simulasi. Studi simulasi tersebut dapat memprediksi proses pindah panas yang terjadi dan sebaran suhu yang tepat untuk pendinginan larutan nutrisi. Analisis studi simulasi proses pindah panas dan sebaran suhu ini dapat dilakukan dengan menggunakan program Computational Fluid Dynamics (CFD).
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mempelajari perubahan suhu udara di dalam rumah tanaman dan suhu larutan nutrisi di dalam bedeng NFT.
2. Membuat model simulasi pindah panas dan pola aliran nutrisi di dalam bedeng NFT pada beberapa jenis material dengan menggunakan program CFD.
3. Menentukan jenis material yang baik untuk pertumbuhan tanaman dalam perancangan bedeng NFT.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nutrient Film Technique (NFT)
Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse Crops Research Institute, Littlehampton, Inggris pada akhir tahun 1960-an dan berkembang pada awal 1970-an secara komersial. Konsep dasar NFT ini adalah suatu metode budidaya tanaman dengan akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal sekitar 3 mm dan tersirkulasi sehingga tanaman dapat memperoleh cukup air, nutrisi, dan oksigen. Tanaman tumbuh dengan akar tanaman terendam dalam air yang berisi larutan nutrisi yang disirkulasikan secara terus menerus dengan pompa. Akar tanaman dalam larutan nutrisi dapat berkembang dan tumbuh. Adanya bagian akar yang tidak tercelup dalam larutan nutrisi memungkinkan tanaman dapat menyerap oksigen sesuai dengan kebutuhannya.
Beberapa keuntungan penggunaan sistem NFT antara lain dapat memudahkan pengendalian daerah perakaran tanaman, kebutuhan air dapat terpenuhi dengan baik dan mudah, keseragaman nutrisi dan tingkat konsentrasi larutan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman dapat disesuaikan dengan umur dan jenis tanaman, tanaman dapat diusahakan beberapa kali dengan periode tanam yang pendek, sangat baik untuk pelaksanaan penelitian dan eksperimen dengan variabel yang dapat terkontrol dan memungkinkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Namun NFT mempunyai beberapa kelemahan seperti investasi dan biaya perawatan yang mahal, sangat tergantung terhadap energi listrik, dan penyakit yang menyerang tanaman akan mudah tertular ke tanaman lain melalui aliran larutan nutrisi.
Pada sistem NFT, kebutuhan dasar yang harus terpenuhi antara lain bedeng, tangki penampung, styrofoam, rockwool, dan pompa. Bedeng berfungsi sebagai tempat mengalirkan nutrisi dan tempat pertumbuhan akar tanaman. Tangki penampung dapat memanfaatkan tempat atau tandon air untuk menampung nutrisi yang akan disirkulasikan ke bedeng. Styrofoam memiliki fungsi sebagai penyangga tanaman, rockwool sebagai penyangga tanaman, dan pompa berfungsi untuk mengalirkan larutan nutrisi dari tangki penampung ke bedeng NFT dengan bantuan pipa penyalur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam NFT kemiringan bedeng sebesar 1-5 %, kecepatan aliran masuk tidak boleh terlalu cepat, dan lebar bedeng yang memadai untuk menghindari terbendungnya larutan nutrisi.
2.2. Greenhouse
Greenhouse merupakan suatu struktur lingkungan yang tertutup oleh bahan transparan dan memanfaatkan radiasi surya untuk pertumbuhan tanaman (Mastalerz, 1977).
Oleh Suhardiyanto (2009), greenhouse di daerah tropis didefinisikan sebagai rumah tanaman agar dapat mencerminkan fungsinya sebagai bangunan perlindungan tanaman.
Greenhouse mengatasi pengaruh buruk iklim luar sehingga pengetahuan prinsip dasar perencanaan greenhouse membantu memanipulasi kondisi iklim luar agar sesuai dengan pertumbuhan tanaman.
3
Penggunaan greenhouse dalam budidaya tanaman akan meningkatkan biaya operasional dan investasi dibandingkan dengan budidaya tanaman secara konvensional.Akan tetapi hal ini dapat diimbangi dengan kualitas dan kuantitas produk yang lebih tinggi sehingga nilainya layak secara ekonomi. Selain itu, budidaya tanaman di dalam greenhouse memungkinkan untuk tanaman musiman dapat ditanam dan tumbuh sepanjang tahun. Greenhouse di daerah tropis lebih difungsikan sebagai pelindung tanaman dari siraman hujan secara langsung, angin kencang, dan serangan hama atau penyakit.
Bentuk greenhouse yang banyak digunakan adalah standard peak. Atap greenhouse jenis ini terlihat berbentuk segitiga sama sisi dari tampak depan. Dindingnya tegak dan atapnya miring. Sumarni (2007) menjelaskan bahwa kemiringan atap yang direkomendasikan adalah sebesar 37 oC agar kecepatan angin yang masuk tidak terlalu besar yaitu berkisar 0-1 m/s. Saat greenhouse diperkenalkan di daerah tropis, terjadi adaptasi rancangan atap menjadi modified standard peak. Tipe rumah tanaman tersebut dilengkapi dengan bukaan ventilasi pada atap agar udara greenhouse yang suhunya lebih tinggi dapat mengalir keluar melalui bukaan tersebut (Suhardiyanto, 2009).
2.3. Daerah Perakaran Tomat
Suhu di daerah perakaran tomat memegang peranan yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat. Soedarya (2009) menjelaskan bahwa tanaman tomat akan tumbuh dengan normal bila suhu di daerah perakarannya tidak lebih dari 32 oC, sedangkan suhu optimum daerah perakaran tomat menurut Diaz-Perez (2007) adalah 26.1 oC. Menurutnya, suhu daerah perakaran tomat akan mempengaruhi kemampuan tanaman tomat dalam hal penyerapan nutrisi, pertumbuhan, serta kualitas dan kuantitas hasil panen.
Hurewitz dan Janes (1983) melakukan percobaan pada tanaman tomat yang ditanam pada beberapa konsisi suhu di daerah perakarannya. Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa tanaman tomat yang ditanam pada suhu perakaran antara 26.1 oC sampai 32.2 oC memiliki akar yang tipis, panjang, dan lebat, serta memiliki percabangan yang banyak. Tetapi bila suhu perakaran tomat lebih dari 32.2 oC, tanaman tomat tidak dapat menyerap nutrisi dan pada akhirnya mati.
2.4. Zone Cooling
Di daerah tropis, suhu di daerah perakaran cenderung tinggi sehingga tidak baik untuk tanaman. Oleh karena itu, suhu di daerah perakaran dibuat menjadi lebih rendah dari suhu lingkungan, agar pertumbuhan tanaman khususnya tanaman tomat menjadi optimal.
Pendinginan di daerah perakaran ini diistilahkan dengan zone cooling.
Zone cooling dilakukan dengan cara mendinginkan daerah di sekitar akar tanaman saja tanpa perlu mendinginkan volume udara seluruh rumah tanaman. Udara dingin di hembuskan melalui pipa-pipa berlubang yang diletakkan di sekitar tanaman mampu mendinginkan udara di sekitar tanaman, yakni 2-6 oC lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang tidak mendapat hembusan angin dingin (Suhardiyanto and Matsuoka, 1992).
Pada hidroponik sistem NFT, zone cooling dapat dilakukan dengan cara mendinginkan larutan nutrisi dalam bak/tangki nutrisi yang selanjutnya disirkulasikan ke daerah perakaran sepanjang bedeng tanaman. Falah (2006) menyatakan bahwa
4
pendinginan larutan nutrisi dengan menggunakan deep sea water mampu menghemat 78%konsumsi energi listrik. Zone cooling juga dapat dilakukan dengan meletakkan bak penampung nutrisi berada pada kedalaman 10 m di bawah tanah. Akibatnya suhu larutan nutrisi menjadi rendah mengikuti suhu pada lingkungan bawah tanah.
2.5. Pindah Panas
Menurut Cengel (2003), panas merupakan salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu sistem ke sistem lain sebagai akibat dari adanya perbedaan suhu.
Panas dapat berpindah melalui 3 cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Akan tetapi pada bedeng NFT, perpindahan panas yang terjadi secara dominan hanya konduksi dan konveksi, sedangkan radiasi yang berasal dari surya memiliki nilai yang kecil sehingga dapat diabaikan. Dalam simulasi dengan CFD, radiasi yang digunakan hanya merupakan radasi lingkungan (environment radiation).
2.5.1. Konduksi
Konduksi adalah proses aliran panas dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium (padat, cair, dan gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung (Kreith, 1994). Besaran perpindahan panas konduksi tergantung dari nilai konduktivitas panas suatu bahan.
Menurut Holman (1997), jika suatu bahan terdapat gradien suhu maka terjadi perpindahan energi atau panas dari bagian yang bersuhu tinggi ke yang lebih rendah. Besarnya laju aliran panas dengan cara konduksi suatu bahan dinyatakan dalam :
𝑄𝑐𝑜𝑛𝑑 = 𝑘𝐴𝑇1∆𝑥−𝑇2= −𝑘𝐴𝑑𝑇𝑑𝑥 (1)
2.5.2. Konveksi
Aliran fluida yang menyerap panas pada suatu tempat, lalu bergerak ke tempat lain dan bercampur dengan bagian fluida yang lebih dingin serta memberikan panasnya, disebut sebagai konveksi (Cengel dan Boles, 2003).
Cengel (2003) mengemukakan bahwa perpindahan panas konveksi berdasarkan cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu, konvesi bebas (alami) dan konveksi paksa. Konveksi bebas terjadi karena adanya perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu, sedangkan konveksi paksa terjadi karena adanya gerak dari luar misalnya dari pompa atau kipas. Laju perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam persamaan berikut:
𝑄𝑐𝑜𝑛𝑣 = . 𝐴(𝑇𝑠− 𝑇∞) (2)
2.6. Computational Fluid Dynamic (CFD)
CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). CFD mampu memprediksi aliran berdasarkan model matematika (persamaan diferensial parsial), metode numerik (teknik solusi dan diskritasi)
5
dan tools perangkat lunak (solvers, pre-processing, dan post-processing). Secara garis besar penggunaan CFD meliputi konsep dari desain baru, pengembangan produk secara detil, analisis kegagalan, dan desain ulang (Tuakia, 2008 diacu dalam Niam, 2008). CFD terbentuk berdasarkan algoritma numerik dari permasalahan fluida yang terjadi sehingga dibutuhkan solusi permasalahan berdasarkan parameter-parameter yang mempengaruhi sifat fluida tersebut. Di dalam CFD, terdapat 3 tahapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dalam melakukan proses yaitu pra pemrosesan (pre- processor), pencarian solusi (solver), dan pasca pemrosesan (post-processor) (Versteeg dan Malalasekera, 1995 diacu dalam Niam, 2008).2.6.1. Pra pemrosesan (pre-processor)
Pra pemrosesan merupakan tahapan dimana dilakukan pendefinisian masalah. Menurut Versteeg dan Malalasekera (1995) diacu dalam Ni’am (2008) terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam pra pemrosesan, yaitu:
a. Membentuk geometri (computational domain) dua dimensi atau tiga dimensi.
b. Membentuk geometri menjadi sejumlah bagian yang lebih kecil (grid). Grid merupakan bagian yang akan dicari solusinya karena tingkat keakuratan hasil CFD didasarkan pada jumlah grid yang dibentuk. Bila jumlah grid lebih banyak maka hasil komputasi menjadi lebih akurat tetapi proses komputasi menjadi lebih lama sehingga dibutuhkan perangkat komputer yang lebih baik.
Sebaliknya, bila jumlah grid lebih sedikit maka hasil komputasi kurang akurat tetapi proses komputasi berjalan dengan cepat.
c. Mendefinisikan fenomena-fenomena yang terjadi (fisik dan kimia) karena dibutuhkan dalam permodelan.
d. Mendefinisikan karakteristik fluida.
e. Mendefinisikan kondisi batas (boundary condition) pada model geometri.
2.6.2. Pencarian solusi (solver)
Pencarian solusi merupakan tahapan dimana seluruh kondisi pra pemrosesan telah terpenuhi. Menurut Versteeg dan Malalasekera (1995) diacu dalam Ni’am (2008), terdapat tiga teknik solusi teknik numerik dalam mencari solusi CFD, antara lain difference, finite element, dan spectral method.
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mencari solusi pada CFD meliputi:
a. Memperkirakan variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan fungsi sederhana.
b. Diskritasi hasil prakiraan tersebut dengan mensubstitusi ke dalam persamaan aliran fluida tersebut dan memanipulasinya secara matematis.
c. Membuat solusi dengan persamaan aljabar.
Perbedaan yang mendasari teknik solusi di atas adalah pada proses memperkirakan dan diskritasi aliran tersebut. Pencarian solusi yang sering digunakan saat ini adalah finite volume yang merupakan perkembangan dari finite difference. Finite volume didasarkan pada algoritma numerik dimana dilakukan pembangunan persamaan berdasarkan integrasi variabel-variabel secara keseluruhan.
6 2.6.3. Pasca pemrosesan (post-processor)
Tahapan pasca pemrosesan merupakan tahapan terakhir dalam proses CFD yang bertujuan untuk menyajikan hasil dari analisis fluida. Hasil analisis didasarkan pada visualisasi warna yang meliputi:
a. Hasil dari geometri dan grid yang telah dibentuk.
b. Plot berdasarkan vektor.
c. Plot berdasarkan kontur.
d. Plot berdasarkan permukaan (dua dimensi atau tiga dimensi).
Visualisasi solusi ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman solusi yang dihasilkan dari CFD. Dalam proses ini dilengkapi dengan melakukan animasi dari solusi yang didapat.
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di dalam greenhouse yang berada di Laboratorium Lapangan Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB. Waktu penelitian dimulai pada bulan Mei sampai Oktober 2010. Pengambilan data dilakukan dua kali, yaitu pada masa pembungaan tanaman (16-17 Juli 2010) dan pada masa pembuahan tanaman (26-27 Agustus 2010).
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Greenhouse (Rumah Tanaman)
Dalam budidaya tomat dengan sistem NFT diperlukan greenhouse atau rumah tanaman yang berfungsi untuk melindungi tanaman tomat dari berbagai faktor-faktor lingkungan yang merugikan seperti hujan yang berlebihan, angin kencang, hama, dan penyakit. Greenhouse yang digunakan berukuran 6 m x 12 m dengan konstruksi besi. Atap greenhouse menggunakan bahan plastik PVC transparan 0.02 mm dan dindingnya terbuat dari kasa kawat dengan lubang 1 mm2. Lantai rumah tanaman dilapisi semen dengan pondasi setempat sedalam 50 cm.
Gambar 1. Greenhouse yang dipakai untuk penelitian.
3.2.2. Bedeng dan penyangga NFT
Bedeng berfungsi sebagai tempat tanaman bertumbuh dan larutan nutrisi dialirkan. Bedeng NFT terbuat dari bahan plywood dengan ketebalan 12 mm, panjang 10 m, lebar 25 cm, dan tinggi 10 cm.
Bedeng NFT dilapisi dengan plastik polyethilene transparan agar tidak terjadi penyerapan panas yang berlebihan. Bedeng NFT berdiri di atas penyangga yang terbuat dari bahan pipa besi ¾ inchi. Penyangga tersebut diatur kemiringannya sebesar 1% agar aliran nutrisi dapat mengalir dengan kecepatan rendah dan tidak merusak akar tanaman yang dilaluinya.
8 3.2.3. Bak penampung
Bak penampung digunakan untuk menampung larutan nutrisi yang mengalir dari dan ke bedeng NFT. Bak tersebut terbuat dari bahan plastik yang dilapisi insulasi di sekelilingnya yang terbuat dari busa.
3.2.4. Pipa air
Penyaluran larutan nutrisi dari bak penampung ke bedeng NFT menggunakan pipa air berbahan PVC ¾ inchi. Pipa ini diberi insulasi dengan menggunakan busa untuk mengurangi kehilangan energi ke lingkungan.
3.2.5. Pompa air
Sumber tenaga yang digunakan untuk mensirkulasikan larutan nutrisi selama 24 jam non stop yaitu pompa air. Pompa air yang digunakan berjumlah 2 buah dan memiliki daya 125 Watt.
3.2.6. Mesin pendingin
Dalam penelitian ini, satu dari dua bedeng NFT diberi perlakuan pendinginan. Pendingan tersebut menggunakan mesin pendingin dimana larutan nutrisi didinginkan di dalam bak penampung.
3.2.7. Hybrid Recorder
Setiap pengukuran suhu dilakukan pencatatan data secara otomatis setiap 30 menit dengan menggunakan hybrid recorder merk Yokogawa. Pengukuran suhu tersebut menggunakan termokopel yang dihubungkan ke dalam perangkatnya.
Gambar 2. Hybrid Recorder yang digunakan untuk penelitian.
3.2.8. Electrical Conductivity Meter (EC Meter)
EC meter memiliki fungsi menentukan tingkat konduktivitas listrik dan kadar keasaman (pH) yang dikandung dari larutan nutrisi. Satuan yang digunakan untuk konduktivitas listrik tersebut adalah mS/cm.
9 3.2.9. Software “SolidWorks”
Software “SolidWorks 2010” digunakan untuk membangun desain geometri dan melakukan simulasi aliran fluida pada bedeng NFT. Software Solidworks yang digunakan adalah “SolidWorksOffice Premium 2010x64 Edition SP4.0”
dengan nomor serial 9000 0078 3094 0176 64N9 XP9B.
3.2.10. Personal Computer (PC)
PC yang digunakan untuk proses simulasi menggunakan software tersebut memiliki spesifikasi Intel Core i7, RAM 8 GB, Kapasitas Hard Disk 1.6 TB, dan VGA 3.5 GB.
3.2.11. Peralatan Pendukung
Peralatan pendukung lain yang digunakan antara lain termometer air raksa untuk pembanding suhu pada pengukuran dengan termokopel, meteran untuk menentukan letak titik-titik pengkuran, dan gelas ukur sebagai takaran dalam pemberian larutan nutrisi pekat ke dalam bak penampung.
3.2.12. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya pupuk AB Mix, air, plastik mulsa, styrofoam, plastik polyethylene, busa sebagai bahan isolator, dan benih tomat varietas Permata.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Persiapan penelitian
Persiapan penelitian merupakan kegiatan awal yang dilakukan agar proses penelitian dapat berjalan dengan lancar. Kegiatan persiapan meliputi pembersihan greenhouse, penyediaan peralatan dan bahan, dan instalasi sistem NFT.
3.3.2. Perlakuan penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Haryanto (2010), untuk daerah tropis diperlukan perlakuan pendinginan siang di daerah perakaran tanaman. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan dua buah bedeng. Satu bedeng tidak menggunakan pendinginan (bedeng kontrol) sedangkan bedeng lainnya menggunakan pendinginan hanya pada siang hari.
3.3.3. Pengamatan dan pengukuran
Pengamatan dilakukan pada dua fase pertumbuhan tomat yaitu pada fase pembungaan dan pembuahan. Parameter yang diukur antara lain suhu lingkungan di dalam greenhouse, suhu udara dan larutan nutrisi pada bedeng tanaman, suhu
10
bedeng, iradiasi surya, kecepatan udara, dan debit larutan nutrisi yang masuk ke dalam bedeng tanaman. Pengukuran tersebut dilakukan secara bersamaan dengan interval waktu 30 menit selama 1x24 jam pada setiap fase pertumbuhan tanaman.Pengukuran suhu bedeng tanaman dilakukan pada bedeng bagian dalam yang berhubungan langsung dengan larutan nutrisi, dinding bedeng bagian luar dan dalam, serta pengukuran suhu di dalam dan di luar rumah tanaman. Pencatatan data suhu menggunakan hybrid recorder yang dihubungkan pada titik-titik pengukuran dengan menggunakan termokopel.
Keterangan Gambar:
1 = Nin : Nutrisi inlet.
2 = Na : Nutrisi pada 3 m dari inlet.
3 = Nb : Nutrisi pada 3 m dari outlet.
4 = Nout : Nutrisi outlet.
5 = Nbak : Nutrisi pada bak penampung.
6 = Ua : Udara di dalam bedeng NFT sejauh 3 m dari inlet.
7 = Ub : Udara di dalam bedeng NFT sejauh 3 m dari outlet.
8 = Dl : Dinding bedeng bagian luar.
9 = Dd : Dinding bedeng bagian dalam.
10 = S : Styrofoam.
11 = Lin : Udara di dalam greenhouse sejajar 1.5 m di atas Nin.
12 = La : Udara di dalam greenhouse sejajar 1.5 m di atas Na.
13 = Lb : Udara di dalam greenhouse sejajar 1.5 m di atas Nb.
14 = Lout : Udara di dalam greenhouse sejajar 1.5 m di atas Nout.
15 = Agh : Atap greenhouse.
Gambar 3. Skema titik pengukuran suhu pada tiap bedeng NFT dan greenhouse.
Mesin Pendingin
Jalur sirkulasi
11 12 13
15
14
10
1 8,9
2 6
3 7
4
5 Pompa
Bak Penampung Nutrisi
11
Analisis pindah panas yang terjadi dalam sistem secara umum antara lain pindah panas secara konveksi dari fluida ke bahan penutup, dan secara konduksi dari pertukaran energi antar medium-medium berlainan yang bersinggungan secara langsung dan suhu yang berbeda.Gradien suhu dalam sistem menyebabkan perubahan suhu larutan nutrisi selama interval waktu pengukuran. Fluktuasi suhu larutan nutrisi ini dipengaruhi oleh proses-proses perpindahan panas. Untuk mengetahui pindah panas yang terjadi pada bedeng tanaman, dapat menggunakan rumus berdasarkan pindah panas konveksi dan konduksi yang terjadi dari udara ke air melewati styrofoam dan pindah panas secara konveksi dan konduksi dari udara ke air melewati bedeng kayu dan plastik.
3.4. Penentuan Nilai Pindah Panas
Pada bedeng tanaman memiliki koefisien pindah panas konveksi (h) yang diperlukan untuk menentukan nilai overall heat transfer (U) yang terjadi. Nilai h yang diperlukan antara lain terdapat pada konveksi udara di dalam greenhouse terhadap styrofoam penutup bedeng dan terhadap dinding kiri, kanan, dan bawah bedeng, serta konveksi udara dan air di dalam bedeng.
3.4.1. Penentuan koefisien konveksi pada plat datar vertikal
Dinding bedeng vertikal menyerap panas dari lingkungan sekitar secara konveksi. Proses pindah panas secara konveksi yang terjadi pada dinding samping dapat dilihat pada gambar 4. Suhu udara di lingkungan greenhouse (T) merambat melalui udara mengenai permukaan dinding (L) sehingga merubah suhu dinding bedeng tersebut (Ts).
Gambar 4. Ilustrasi pindah panas pada dinding vertikal bedeng tanaman.
Untuk menghitung nilai koefisien konveksi pada plat datar vertikal tersebut mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1. Menentukan bilangan Rayleigh (RaL) dengan menggunakan persamaan:
𝑅𝑎𝐿= 𝐺𝑟𝐿𝑃𝑟 =g𝛽 (𝑇𝑠−𝑇𝑣 ∞)𝐿3𝑃𝑟 (3)
12
Untuk nilai v dan Pr terdapat pada lampiran 1 yang dikutip dari tabel A-15 (Cengel, 2003) berdasarkan pembacaan Tf dan 𝛽 =𝑇1𝑓.
𝑇𝑓 =𝑇𝑠+𝑇2∞ (4)
Langkah 2. Menentukan bilangan Nusselt (Nu) berdasarkan kriteria sebagai berikut:
Untuk nilai Ra dengan selang 104-109,
𝑁𝑢 = 0.59𝑅𝑎𝐿 1
4 (5) dan untuk nilai Ra dengan selang 109<Ra1013,
𝑁𝑢= 0.1𝑅𝑎𝐿 13 (6)
Langkah 3. Koefisien konveksi (h) dihitung dengan persamaan:
=𝑘𝐿𝑁𝑢 (7)
3.4.2. Penentuan koefisien konveksi pada plat horizontal
Dinding bedeng horizontal menyerap atau melepaskan panas dari atau ke lingkungan sekitar secara konveksi. Proses pindah panas secara konveksi yang terjadi pada dinding bawah dapat dilihat pada gambar 5.
(a) (b)
Gambar 5. Ilustrasi pindah panas pada dinding horizontal bedeng tanaman dengan permukaan panas berada; (a). di bawah permukaan, (b). di atas permukaan.
Langkahnya adalah menentukan nilai Rayleigh (RaL) dengan 𝐿 =𝐴𝑠𝑝, dimana p adalah perimeter atau keliling medium. Untuk kondisi pada gambar 5.(a), 𝑁𝑢 = 0.54𝑅𝑎𝐿
1
4 dan untuk kondisi pada gambar 5.(b), 𝑁𝑢 = 0.27𝑅𝑎𝐿 1 4. Kemudian nilai h dihitung dengan persamaan 7.
3.4.3. Penentuan konveksi aliran fluida
Konveksi aliran fluida terdapat pada larutan nutrisi yang mengalir di sepanjang bedeng tanaman. Langkah-langkah untuk menentukan nilai konveksi tersebut antara lain:
Langkah 1. Menentukan bilangan Reynold dengan menggunakan persamaan:
𝑅𝑒𝐿=𝜌vL𝜇 =v𝐿𝑣 (8)
13
Langkah 2. Bilangan Nusselt dihitung menggunakan kriteria pada persamaan:aliran udara laminar: 𝑁𝑢 = 0.664𝑅𝑒𝐿0.5𝑃𝑟13 (9)
aliran udara turbulen: 𝑁𝑢 = 0.037𝑅𝑒𝐿0.8𝑃𝑟13 (10) Dengan kriteria aliran sebagai berikut:
ReL< 5 × 105 = aliran laminar 5 × 105 ≤ ReL ≤ 107 = aliran turbulen
Langkah 3. Koefisien konveksi (h) dihitung menggunakan persamaan 7.
Nilai U bedeng tanaman didapat dari persamaan Perhitungan nilai U dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian atas bedeng, bagian samping (kanan dan kiri) dan bagian bawah bedeng.
Bagian atas bedeng:
1 𝑈= 1
𝑢𝑑 −𝑠𝑡𝑦 +∆𝑥𝑘𝑠𝑡𝑦
𝑠𝑡𝑦 + 1
𝑢𝑑 −𝑏𝑒𝑑 +1
𝑎𝑖𝑟 (11)
Bagian samping (kanan dan kiri) bedeng:
1
𝑈= 1
𝑢𝑑 −𝑘𝑎𝑦𝑢 +∆𝑥𝑘𝑘𝑎𝑦𝑢
𝑘𝑎𝑦𝑢 +∆𝑥𝑘𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘
𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 +1
𝑎𝑖𝑟 (12)
Bagian bawah bedeng:
1
𝑈= 1
𝑢𝑑 −𝑘𝑎𝑦𝑢 +∆𝑥𝑘𝑘𝑎𝑦𝑢
𝑘𝑎𝑦𝑢 +1
𝑎𝑖𝑟 (13)
Kemudian U total dihitung dengan persamaan:
𝑈𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑈𝑎𝑡𝑎𝑠 + 2𝑈𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔 + 𝑈𝑏𝑎𝑤𝑎 (14)
3.5. Simulasi Pindah Panas pada Bedeng Tanaman
Simulasi digunakan untuk menduga suhu larutan nutrisi di bedeng tanaman untuk mendapatkan kondisi yang optimal bagi tanaman tomat. Simulasi pendugaan suhu larutan nutrisi di sepanjang bedeng tanaman menggunakan persamaan keseimbangan dan pindah panas yang diolah secara terpadu dengan bantuan Computational Fluid Dynamic (CFD) yang terdapat pada software SolidWorks 2010. Input yang digunakan meliputi geometri bedeng, nilai koefisien pindah panas, massa larutan nutrisi yang bersirkulasi, laju aliran massa larutan nutrisi, dan suhu udara harian di greenhouse.
Pada gambar 6, model bedeng yang digunakan untuk simulasi memiliki dimensi panjang x lebar x tinggi sebesar (10000 x 250 x 100) mm dengan ketebalan dinding dan alasnya sebesar 12 mm. Model diberikan jalur air berdinding tipis 1 m dengan didefinisikan sebagai ideal wall karena dianggap tidak ada gesekan antara batas larutan nutrisi dengan udara. Udara tersebut adalah udara di antara larutan nutrisi dengan penutup bedeng atau penyangga bedeng berupa styrofoam yang di dalam programnya sudah didefinisikan berupa suhu udara dan heat transfer-nya. Bedeng diberikan bendung sejauh 200 mm dari dinding depan dengan tujuan untuk membuat aliran larutan nutrisi menjadi steady sehingga permukaan aliran merata dari inlet hingga outlet setinggi 3 mm sesuai dengan kaidah hidroponik sistem NFT.
2 N
a
1 N
i
n N
b
14
Gambar 6. Model geometri bedeng untuk simulasi dengan menggunakan CFD.Simulasi dilakukan pada bedeng berbahan kayu berlapis plastik bening dengan ketebalan 0.1 mm baik dengan maupun tanpa pendinginan. Selain itu, simulasi dilakukan juga pada model bedeng dengan beberapa jenis material seperti PVC, kaca, fiberglass, semen, porselin, dan asbestos sehingga dapat menghasilkan rekomendasi jenis material yang optimal dalam merancang bedeng khususnya untuk tanaman tomat. Adapun asumsi yang digunakan dalam simulasi yang dilakukan antara lain:
a. Pengaruh perpindahan panas yang terjadi di sepanjang pipa penyalur nutrisi diabaikan, sehingga pada pipa tersebut suhu yang masuk sama dengan suhu yang keluar.
b. Pengaruh evaporasi di sepanjang bedeng tanaman diabaikan.
c. Faktor hambatan akar tanaman dianggap tidak mempengaruhi aliran nutrisi di dalam bedeng tanaman.
d. Suhu larutan nutrisi merupakan suhu air yang seragam pada setiap titik serta larutan nutrisi dianggap berada dalam ruang yang tertutup rapat.
e. Pengaruh pindah panas secara radiasi dalam simulasi didefinisikan sebagai environment radiation berdasarkan suhu pada pengukuran.
15
Gambar 7. Skema tahapan penelitian.Pendefinisian kondisi batas data simulasi dan mesh
Ya Mulai
Persiapan Perlengkapan
Budidaya NFT
Pengukuran Parameter
Simulasi dengan CFD
Model Simulasi
Kesimpulan dan Saran Validasi Data Real
dan Simulasi
Akurat
Simulasi dengan material lain Tidak
Pendefinisian kondisi
batas data simulasi
dan mesh
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Suhu Udara di Dalam dan di Luar Greenhouse serta Iradiasi Surya
Suhu udara di dalam dan di luar greenhouse bervariasi tergantung waktu dan cuaca pada lingkungan sekitar. Titik-titik pengukuran di dalam greenhouse dilakukan pada sisi pinggir dan tengah greenhouse. Suhu udara harian di dalam greenhouse berkisar 24.7 oC hingga 34.2 oC dengan rata-rata 28.1 oC. Adapun pengukuran suhu harian di luar greenhouse diambil sekelilingnya kemudian dirata-ratakan memiliki suhu harian 21.4 oC sampai 32.3 oC dengan rataan 26.9 oC. Iradiasi surya diukur pada waktu yang bersamaan hanya dapat diukur mulai dari pukul 6.00 sampai pukul 15.00 dengan kisaran nilai sebesar 21 W/m2 hingga 1056 W/m2. Nilai iradiasi surya pada pukul 13.30 turun hingga pada nilai 478 W/m2 dan 0 W/m2 pada pukul 15.00 karena cuaca pada hari tersebut sedang mendung dan hujan pada pukul 16.30. Hasil pengukuran suhu udara di dalam dan luar greenhouse serta iradiasi surya pada fase pembungaan ditunjukkan pada gambar 8.
Gambar 8. Grafik perubahan suhu udara di dalam dan luar greenhouse serta iradiasi surya terhadap waktu pada tanggal 16-17 Juli 2010.
Pengukuran pada fase pembuahan dilakukan pada titik-titik pengukuran yang sama dengan pengukuran sebelumnya. Interval suhu udara di dalam greenhouse adalah 27.3- 35.9 oC dengan rata-rata 32.0 oC, sedangkan interval suhu udara di luar greenhouse adalah 26.3-36.4 oC dengan rata-rata 29.9 oC. Nilai tertinggi iradiasi surya pada pengukuran tersebut terjadi pada pukul 12.30 sebesar 914 W/m2, meskipun nilai tersebut lebih rendah dibandingkan pengukuran pada fase pembungaan tetapi radiasi surya memancar lebih lama hingga pukul 16.00. Grafik suhu udara di dalam dan luar greenhouse serta iradiasi surya pada fase pembuahan ditunjukkan pada gambar 9.
0 200 400 600 800 1000 1200
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0
6:00 7:30 9:00 10:30 12:00 13:30 15:00 16:30 18:00 19:30 21:00 22:30 0:00 1:30 3:00 4:30 6:00 Iradiasi Surya (W/m2)
Suhu Udara (oC)
Waktu Pengukuran
Luar Greenhouse Dalam Greenhouse Iradiasi Surya
17
Gambar 9. Grafik perubahan suhu udara di dalam dan luar greenhouse serta iradiasi suryaterhadap waktu pada tanggal 26-27 Agustus 2010.
Iradiasi surya memberikan pancaran energi ke dalam greenhouse. Pada kedua pengamatan tersebut, saat kondisi iradiasi surya nol suhu di dalam greenhouse tidak mengikuti nol melainkan tetap memiliki suhu yang besarnya mengikuti suhu lingkungan.
Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh difusivitas panas dari bahan penutup greenhouse. Difusivitas panas dapat diartikan sebagai laju pada saat panas terdifusi keluar dari bahan. Nilai difusivitas panas berbanding lurus dengan konduktivitas panas (k) dan berbanding terbalik denga panas jenis (Cp) dan kerapatan bahan (𝜌). Tetapi, dalam penelitian ini, pengaruh difusivitas panas bahan penutup greenhouse tidak dikalkulasikan secara manual karena pada software Solidworks hanya cukup mendefinisikan parameter k, Cp, dan 𝜌 pada setiap material kemudian nilai difusivitas dikalkulasikan secara otomatis.
Radiasi surya memegang peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Ross (1975) diacu dalam Syakur (2002), pengaruh interaksi radiasi surya terhadap tanaman dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Pengaruh termal. Karena hampir 70% dari energi radiasi surya diserap oleh tanaman dan diubah sebagai bahan dan energi untuk transpirasi, serta untuk pertukaran panas dengan lingkungannya.
2. Pengaruh fotosintesis. Karena hampir 28% dari energi yang ada diserap untuk fotosintesis dan disimpan dalam bentuk energi kimia.
3. Pengaruh fotomorfogenetik yaitu sebagai regulator dan pengendali proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. contoh proses ini adalah gerakan nastik, orientasi, pembentukan pigmen, dan pembungaan.
4.2. Suhu Larutan Nutrisi di Bedeng Tanaman
Suhu larutan nutrisi di sepanjang bedeng tanaman dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar tanaman. Hasil pengukuran pada fase pembungaan dan pembuahan menunjukan bahwa suhu larutan nutrisi di bedeng tanaman memiliki hubungan berbanding lurus dengan perubahan suhu udara di dalam greenhouse.
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0
6:00 7:30 9:00 10:30 12:00 13:30 15:00 16:30 18:00 19:30 21:00 22:30 0:00 1:30 3:00 4:30 6:00 Iradiasi Surya (W/m2)
Suhu Udara (oC)
Waktu Pengukuran
Luar Greenhouse Dalam Greenhouse Iradiasi Surya
18
Pada fase pembungaan, suhu larutan nutrisi pada bedeng 1 dengan perlakuan pendinginan pada siang hari lebih rendah dari bedeng 2 dengan tanpa perlakuan pendinginan pada siang hari. Suhu larutan nutrisi pada bedeng 1 berkisar antara 23.3 oC sampai 26.4 oC dengan rata-rata 25.0 oC, sedangkan pada bedeng 2 berkisar antara 25.3 oC sampai 30.1 oC dengan rata-rata 27.6 oC. Grafik hasil pengukuran suhu larutan nutrisi pada fase pembungaan ditunjukkan pada gambar 10.Gambar 10. Grafik perubahan suhu larutan nutrisi di dalam bedeng tanaman pada tanggal 16-17 Juli 2010.
Suhu larutan nutrisi di inlet dan outlet memiliki selisih dimana selisih suhu tersebut pada bedeng 1 daripada bedeng 2. Selisih suhu inlet dan outlet pada bedeng 1 tidak lebih dari 0.5 oC sedangkan selisih pada bedeng 2 mencapai 1.6 oC. Hal tersebut karena pada bedeng 1 mendapat perlakuan zone cooling sehingga di sepanjang bedeng panas yang dipindahkan dari lingkungan dalam jumlah yang sedikit.
Gambar 11. Grafik selisih suhu inlet dan outlet dalam bedeng tanaman pada tanggal 16-17 Juli 2010.
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0
6:00 7:30 9:00 10:30 12:00 13:30 15:00 16:30 18:00 19:30 21:00 22:30 0:00 1:30 3:00 4:30 6:00
Suhu Larutan Nutrisi (oC)
Waktu Pengukuran
Bedeng 1 Bedeng 2
-0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8
6:00 7:30 9:00 10:30 12:00 13:30 15:00 16:30 18:00 19:30 21:00 22:30 0:00 1:30 3:00 4:30 6:00
Selisih Suhu Larutan Nutrisi (oC)
Waktu Pengukuran Bedeng 1 Bedeng 2
19
Seperti halnya pengukuran pada fase pembungaan, pengukuran pada fase pembuahan menunjukkan bahwa suhu larutan nutrisi bedeng 1 lebih rendah daripada bedeng 2. Suhu larutan nutrisi pada bedeng 1 berkisar antara 22.0 oC hingga 29.6o C dengan rata-rata 25.1 oC, sedangkan pada bedeng 2 berkisar antara 24.8 oC hingga 32.9 oC dengan rata-rata 28.4 oC.Gambar 12. Grafik perubahan suhu larutan nutrisi di dalam bedeng tanaman pada tanggal 26-27 Agustus 2010.
Selisih suhu antara inlet dan outlet pada bedeng NFT maksimal 1.8 oC pada bedeng 1 dan maksimal 1.1 oC pada bedeng 2. Selisih suhu inlet dan outlet bedeng 1 lebih rendah dari bedeng 2. Kondisi tersebut hampir sama pada pengukuran sebelumnya dimana zone cooling memberikan dampak yang positif terhadap kestabilan suhu di dalam bedeng.
Gambar 13. Grafik selisih suhu inlet dan outlet dalam bedeng tanaman pada tanggal 26-27 Agustus 2010.
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0
6:00 7:30 9:00 10:30 12:00 13:30 15:00 16:30 18:00 19:30 21:00 22:30 0:00 1:30 3:00 4:30 6:00
Suhu Larutan Nutrisi (oC)
Waktu Pengukuran Bedeng 1 Bedeng 2
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0
6:00 7:30 9:00 10:30 12:00 13:30 15:00 16:30 18:00 19:30 21:00 22:30 0:00 1:30 3:00 4:30 6:00
Selisih Suhu Larutan Nutrisi (oC)
Waktu Pengukuran Bedeng 1 Bedeng 2