• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000

D. T. Sony Tjahyani

Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir –BATAN Kawasan Puspiptek Gd. 80, Serpong, Tangerang 15310 Telp/Fax: 021-7560912/021-7560913 email: dtsony@batan.go.id

ABSTRAK

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000. Analisis keselamatan probabilistik (Probabilistic Safety Assessment, PSA) perlu dilakukan pada kondisi daya penuh (full power) serta daya rendah dan padam (Low Power and Shutdown, LPS).

Oleh sebab itu, sumber lepasan produk fisi tidak hanya terbatas pada teras reaktor, tetapi juga pada tempat lainnya seperti kolam penyimpan bahan bakar bekas. Pada umumnya penerapan sistem pasif pada PWR generasi III+ hanya pada fitur keselamatan teknis (Engineered Safety Features, ESF), sedangkan kolam penyimpan bahan bakar bekas tidak termasuk ESF. Maka sangatlah penting dilakukan analisis terhadap kolam penyimpan bahan bakar bekas pada PWR sistem pasif. Dalam makalah ini dilakukan analisis keandalan kolam penyimpan bahan bakar bekas pada PWR AP1000.

Analisis dilakukan dengan kejadian awal hilangnya laju alir atau kehilangan sebagian pendingin.

Selanjutnya menentukan kejadian puncak (top event) serta mitigasi dari kejadian awal. Dari analisis didapatkan mitigasi pertama dan kedua berupa engineered relief panel serta cask washdown pit dan cask loading pit dengan probabilitas gagal bahan bakar tidak tergenangi adalah 0,50. Mitigasi ketiga adalah tindakan operator menggunakan tangki cadangan. Mitigasi ke-empat berupa sumber pendingin lainnya dengan probabilitas ketidaktersediaannya sebesar 0,25. Bila volume sumber pendingin total dibandingkan volume pendingin kolam bahan bakar bekas, maka probabilitas ketidaktersediaannya akan menjadi 0,077 kalinya. Pada kondisi kecelakaan melampaui dasar desain, probabilitas ketidaktersediaan pendinginan menjadi 0,031. Berdasarkan analisis ini disimpulkan bahwa sistem penyimpan bahan bakar bekas pada PWR AP1000 mempunyai tingkat keandalan yang tinggi.

Kata kunci: kolam penyimpan bahan bakar bekas, PWR, sistem pasif, AP1000

ABSTRACT

RELIABILITY ANALYSIS FOR THE SPENT FUEL STORAGE POOL OF AP1000 PWR. On the Probabilistic Safety Assessment (PSA) have to be done for full power, low power and shutdown (LPS) condition. Therefore, source of fision product release is not only on reactor core, but also on the other location, such as spent fuel storage pool. In general, passive system for generation III+ PWR is applied on the Engineered Safety Features (ESF), otherwise the spent fuel storage pool is not included.

So, It is important to analyze spent fuel storage pool for passive system PWR. On this paper, reliability of AP1000 PWR spent fuel storage pool is analyzed. Loss of flow or loss of partially coolant is used as initiating event for analysis. Hereinafter, analysis has been done by determining top event and mitigation of initiating event. The analysis results is obtained that first and second mitigation is engineered relief, cask washdown pit and loading pit, also failure probability of fuel uncovery is 0.50.

As third mitigation is operator action to use standby tank. As fourth mitigation is the other cooling source and unavailability is 0.25. If total cooling source volume is compared with volume of spent fuel pool cooling, so unavailability probability is 0.077. Moreover, unavailability probability is 0.031 on the beyond design basis accident condition. Based on analysis, it is concluded that the spent fuel pool storage system for the AP1000 PWR has a highly reliability.

Keywords: spent fuel storage pool, PWR, passive system, AP1000

(2)

1. PENDAHULUAN

Analisis keselamatan probabilistik (Probabilistic Safety Assessment, PSA) bertujuan untuk menentukan semua kontribusi yang signifikan terhadap risiko radiasi yang dikeluarkan dari fasilitas atau aktivitas, serta untuk mengevaluasi tingkat keandalan sistem dalam memitigasi kejadian internal (internal event) dan bahaya (hazard). Sebagai tujuan akhir dari analisis keselamatan probabilistik adalah menentukan risiko yaitu kombinasi probabilitas dan konsekuensi yang diterima masyarakat dan lingkungan, dalam hal ini konsekuensi merupakan lepasan produk fisi (bahan radioaktif). Maka dalam analisis ini harus menentukan semua posisi atau lokasi yang memungkinkan terjadi lepasan tersebut di dalam fasilitas atau plant.

Di dalam lingkup analisis keselamatan probabilistik perlu dilakukan analisis pada kondisi daya penuh (full power) serta daya rendah dan padam (Low Power and Shutdown, LPS). Sehubungan dengan hal tersebut, maka sumber lepasan produk fisi tidak hanya terbatas pada teras reaktor, tetapi juga pada tempat lainnya seperti kolam penyimpan bahan bakar bekas. Sesuai dengan US-NRC (United State-Nuclear Regulatory Commission), salah satu kriteria desain sistem kolam penyimpan bahan bakar bekas adalah mencegah hilangnya air pendingin sehingga menimbulkan penurunan level air yang mengakibatkan tidak cukupnya pendinginan atau perisai radiasi serta kemampuan memindahkan panas sisa (Residual Heat Removal, RHR)[1].

Sedangkan berdasarkan IAEA (International Atomic Energy Agency), desain harus mempertahankan kondisi subkritis, pemindahan panas sisa serta mengungkung bahan radioaktif[2]. Peristiwa Fukushima Dai-ichi unit 4 menunjukkan akibat hilangnya suplai daya listrik (Station Blackout, SBO) yang menyebabkan sirkulasi pendinginan serta pembuangan panas akhir (Ultimate Heat Sink, UHS) tidak berjalan secara sempurna, sehingga kolam penyimpan bahan bakar bekas mengalami kerusakan dan menimbulkan kondisi yang parah.

Walaupun kejadian awal tersebut sebenarnya dipicu kejadian eksternal berupa gempa bumi dan tsunami.

PLTN yang sedang dibangun saat ini merupakan jenis generasi III+ baik tipe pasif dan aktif. Pada umumnya penerapan sistem pasif hanya pada fitur keselamatan teknis (Engineered Safety Features, ESF) yang berhubungan langsung dengan proteksi teras reaktor di dalam pengungkung. ESF tersebut bekerja secara pasif (tidak membutuhkan suplai daya listrik) untuk mendinginkan teras reaktor atau mencegah lepasan dari teras ke lingkungan.

Sedangkan kolam penyimpan bahan bakar bekas terletak di luar pengungkung, sehingga hanya mengandalkan sistem pasif yang minimal. Hal ini karena kolam bahan bakar bekas tidak termasuk struktur, sistem dan komponen kelas keselamatan. Selain itu, sistem ini baru mendapat perhatian lebih setelah adanya pengalaman dari Fukushima, walaupun berdasarkan pedoman IAEA ataupun US-NRC sudah ditekankan sistem ini termasuk yang mempunyai risiko yang signifikan walaupun probabilitasnya kecil. Maka sangatlah penting dilakukan analisis terhadap kolam penyimpan bahan bakar bekas pada PWR sistem pasif.

Analisis dilakukan untuk mengkaji interkoneksi sistem pasif yang ada terhadap kecelakaan yang terjadi di kolam penyimpan bahan bakar bekas. Sebagai bahan kajian adalah AP1000 (Advanced Passive Pressurized Water Reactor 1000), karena reaktor daya ini merupakan jenis PWR yang banyak menerapkan sistem-sistem pasif di dalam desainnya[3].

Tujuan dari makalah ini adalah menganalisis tingkat keandalan kolam penyimpan bahan bakar bekas AP1000. Metodologi yang digunakan adalah mengasumsikan kejadian awal hilangnya laju alir atau kehilangan sebagian pendingin, selanjutnya dilakukan analisis terhadap kejadian puncak (top event) yang memitigasi kejadian awal tersebut. Perhitungan secara probabilistik juga dilakukan terhadap kegagalan sistem mitigasi tersebut.

(3)

2. DESAIN KOLAM BAHAN BAKAR BEKAS DAN METODOLOGI

Berdasarkan SSG-3 (Specific Safety Guide)[4] dan TECDOC-1144 (Technical Document)[5], lingkup analisis keselamatan probabilistik didefinisikan atas level analisis (level 1, 2 dan 3), pertimbangan kejadian awal dan bahaya, serta modus pengoperasian yaitu daya penuh serta daya rendah dan padam. Dalam lingkup daya rendah dan padam sumber lepasan produk fisi yang memungkinkan di lepaskan ke lingkungan, selain dari teras reaktor adalah misalnya kerusakan bahan bakar pada proses penanganan bahan bakar, kolam penyimpan bahan bakar bekas, pengelolaan limbah, dan lain-lainnya. Setelah teras, yang mempunyai kontribusi terhadap lepasan produk fisi adalah kolam penyimpan bahan bakar bekas. Maka dari itu dalam analisis keselamatan probabilistik, kolam penyimpan bahan bakar bekas merupakan salah satu sistem pendukung dalam reaktor yang harus mempunyai tingkat keandalan yang tinggi.

2.1. Dasar Desain Kolam Penyimpan Bahan Bakar Bekas

Fungsi keselamatan yang harus dipenuhi dalam kolam penyimpan bahan bakar bekas adalah untuk mencegah efek radiasi terhadap kesehatan personil dan masyarakat dengan cara mempertahankan kondisi subkritis bahan bakar, memindahkan panas sisa dari bahan bakar bekas serta mengungkung material radioaktif. Seperti halnya dalam analisis keselamatan yang diterapkan pada reaktor, maka kejadian awal yang diterapkan pada desain harus berdasarkan kejadian internal dan eksternal. Kejadian internal yang dipertimbangkan dalam desain adalah: jatuhnya obyek, kegagalan peralatan, banjir internal, misil, kebakaran dan ledakan, dan kesalahan operator. Sedangkan kejadian eksternal yang diperhitungkan dalam desain meliputi: kehilangan suplai daya listrik dari luar tapak (loss of off-site power), gempa, badai, banjir, dan lain-lainnya. Selain itu juga harus dipertimbangkan mengenai kecelakaan dasar desain. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah sistem yang meminimalkan lepasan bahan radioaktif ke lingkungan serta mencegah paparan ke personil dan masyarakat. Memantau kondisi air kolam meliputi: level permukaan, kimia, aktivitas dan temperatur air.

Sedangkan berdasarkan US-NRC, desain kolam bahan bakar bekas harus memenuhi 4 (empat) syarat yaitu mencegah hilangnya air dalam kolam sehingga pendinginan dan fungsinya sebagai shielding tidak tercukupi, proteksi bahan bakar terhadap kerusakan mekanik, kemampuan membatasi paparan dari bahan bakar atau bocornya pendingin kolam, cukup pendinginan untuk memindahkan panas sisa dalam bahan bakar bekas.

Dalam kaitannya dengan hilangnya pendingin, maka harus diskenariokan bahwa hilangnya pendingin akan menyebabkan bahan bakar bekas menjadi panas berlebih (overheating), dan integritas kelongsong bahan bakar mengalami kerusakan sehingga memungkinkan terjadinya lepasan bahan radioaktif ke lingkungan. Tindakan dalam desain yang dilakukan untuk mengatasi hilangnya pendingin adalah mencegah kerusakan kolam akibat jatuhnya obyek berat dengan cara menerapkan prinsip saling kunci (interlock) di sekitar kolam, selain itu struktur juga di desain untuk kemungkinan menerima jatuhnya obyek yang berat. Perlu juga dipertimbangkan penempatan semua penetrasi pipa ke dalam kolam, harus di atas level air minimum yang dipersyaratkan serta menggunakan peralatan yang mencegah siphon flow, misalnya: siphon breaker atau katup cek. Pintu yang ada di dalam kolam harus di atas penempatan rak bahan bakar dan hanya menggunakan satu pintu dengan lebar yang cukup kecil.

Dalam desain harus dipersiapkan sistem make-up untuk mengganti hilangnya pendingin, karena bocor pada lapisan (liner) kolam pendingin atau penguapan. Pemantau radiasi dan level air harus disediakan secara redundansi serta disediakan sump untuk mengungkung kebocoran.

(4)

Salah satu tindakan yang harus dipertimbangkan dalam desain untuk mengatasi misil adalah dinding kolam dan level air yang cukup di atas perangkat bahan bakar untuk perlindungan terhadap misil. Pada reaktor daya yang termasuk generasi III+ pada umumnya meningkatkan burn-up, hal ini dilakukan dengan memperpanjang siklus operasi yang berakibat menjadikan lebih brittle. Maka untuk mencegah kerusakan mekanik, harus dipertimbangkan desain penanganan bahan bakar dan fasilitas penyimpanan.

Dalam hal membatasi lepasan radioaktif ke luar, maka harus disediakan pemantau radiasi dan struktur pengungkung. Pengendalian lepasan dilengkapi dengan sistem ventilasi yang dapat berfungsi sebagai sistem pengungkung, dengan sistem filtrasi safety- grade. Untuk membatasi lepasan bahan radioaktif melalui pendingin, maka harus disediakan kanal kebocoran (segmented leak channel), drainase (proper drainage), dan sump untuk pengumpulan dan menampung bocoran dari liner kolam.

Untuk memindahkan panas peluruhan pada kolam, maka harus disediakan sistem sirkulasi dan pendinginan secara paksa (forced cooling and circulation) untuk mempertahankan temperatur air kolam sesuai dengan kriteria dengan asumsi penanganan bahan bakar bekas atau selama isi-ulang bahan bakar pada kapasitas teras penuh. Desain rak bahan bakar bekas dipertimbangkan pendinginan secara sirkulasi alam melalui rak tersebut. Desain rak yang sempurna dapat mencegah kondisi panas-lebih (overheating) dan kegagalan kelongsong. Sirkulasi pendingin yang cukup menjamin proteksi bahan bakar dari kerusakan termal dengan cara bahwa bahan bakar selalu tergenangi air.

2.2. Deskripsi Kolam Penyimpan Bahan Bakar Bekas pada AP1000

AP1000 merupakan PWR generasi III+ dengan fitur keselamatan teknis berdasarkan sistem pasif, terutama pada sistem pendingin teras (Passive Core Cooling System, PXS). Pada kolam penyimpan bahan bakar bekas karena bukan merupakan kelas keselamatan kategori I, maka sistem pasif tidak diterapkan secara mutlak. Berdasarkan konsep keselamatan untuk desain PLTN harus menerapkan pertahanan berlapis (Defence in Depth, DiD) khususnya diterapkan pada fitur melekat (inherent features), peralatan dan prosedur. Konsep tersebut terdiri atas 5 level yang bertujuan untuk 5 hal yaitu: mencegah operasi abnormal, mengendalikan operasi abnormal, mengendalikan kecelakaan pada kondisi kejadian dasar desain (Design-Basis Events), mengendalikan kondisi kecelakaan parah serta memitigasi konsekuensi radiologi.

Dalam desain kolam penyimpan bahan bakar bekas pada PWR AP1000, sistem harus mempunyai keandalan baik pada kondisi kejadian dasar desain, maupun kecelakaan dasar desain terlampaui (Beyond Design-Basis Accident, BDBA) atau bila BDBA terjadi maka harus dapat diterapkan pertahanan berlapis sampai dengan level 4.

Pada kondisi normal dan abnormal atau penerapan level 1 dan 2 dari DiD, desain memerlukan suplai daya AC di luar tapak (offsite) atau pembangkit genset siap siaga di tapak (Onsite Standby Diesel Generators). Untuk implementasi DiD level 3, maka didesain untuk mengatasi 2 hal yaitu hilangnya suplai daya AC (Station Blackout, SBO) dan/atau hilangnya buangan panas sisa (heat sink) atau hilangnya aliran dan/atau hilangnya pendingin. Maka kolam penyimpan bahan bakar bekas harus mampu dipertahankan dengan batas waktu tak terhingga dengan cara sistem pasif dan penanganan setelah 3 hari.

Sistem pasif dipertimbangkan dengan meminimalisasi/tanpa tindakan operator dalam kurun waktu 72 jam pada semua kondisi yang mungkin.

Setelah 72 jam, desain menerapkan konsep keragaman dan redundansi menggunakan peralatan yang berbeda baik yang terpasang maupun peralatan yang dihubungkan dari luar kawasan (offsite) untuk meneruskan proses pendinginan.

(5)

Bahkan untuk BDBA yaitu dengan mempostulasikan kerusakan kolam dan kegagalan berganda pada sistem keselamatan pasif dan pertahanan berlapis dari sistem aktif, maka pada AP1000 terdapat jalur tambahan berupa sistem penyemprot (spray) kolam bahan bakar bekas untuk mencegah kerusakan bahan bakar bekas. Redundansi sumber air untuk pendinginan kolam bahan bakar bekas seperti ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Redundansi Sumber Air Make-up[3]

Kolam penyimpan bahan bakar bekas terletak pada bagian yang terlindungi pada gedung bantu (auxiliary building) dengan kemampuan desain menampung bahan bakar yang telah digunakan dalam teras reaktor selama 18 bulan dengan kapasitas 889 perangkat bahan bakar dan dibenamkan pada kedalaman 25 ft[3]. Berdasarkan siklus bahan bakar di teras AP1000, maka 64 perangkat bahan bakar dipindahkan dari teras ke kolam penyimpan setiap 18 bulan.

Deskripsi pendingin kolam bahan bekas seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.

Bahan bakar bekas didinginkan dengan memindahkan panas peluruhan dari bahan bakar bekas ke air kolam, selanjutnya air kolam dipompa melalui penukar panas di mana air

(6)

kolam didinginkan dan panas peluruhan dipindahkan ke sistem pendingin sekunder. Air kolam yang telah didinginkan selanjutnya dikembalikan ke kolam dan panas peluruhan dilepaskan ke lingkungan. Terdapat 2 jalur pendingin kolam yang identik, meskipun hanya 1 pompa dan 1 penukar panas untuk masing-masing jalur dan 1 jalur yang beroperasi pada berbagai kondisi.

Gambar 2. Deskripsi Pendingin Kolam Bahan Bekas AP1000[6]

2.3. Metode

Berdasarkan kriteria desain, maka analisis dilakukan dengan pendekatan kejadian awal hilangnya laju alir atau kehilangan sebagian pendingin dengan sebagai obyek analisis adalah AP-1000. Analisis dilakukan dengan menentukan kejadian puncak (top event) serta mitigasi dari kejadian awal. Selanjutnya dengan analisis pohon kegagalan menentukan kejadian dasar (basic event). Analisis pohon kegagalan dilakukan secara kualitatif.

3. PEMBAHASAN

Dalam desain terlihat bahwa kejadian dasar (basic event) sebagai sistem pada kolam penyimpan bahan bakar bekas adalah pompa, penukar panas, dan masing-masing komponen tersebut mempunyai redundansi, walaupun juga dipergunakan oleh sistem lainnya. Salah satunya adalah digunakan oleh sistem pemindah panas sisa normal (Normal Residual Heat removal, RNS). Selain itu sistem tersebut pada kondisi normal tergantung dengan suplai daya listrik (bukan termasuk sistem pasif) dan masih memerlukan sistem buangan panas akhir (Ultimate Heat Sink, UHS). IRWST (In-Containment Refueling Water Storage Tank) dapat digunakan sebagai cadangan sumber air pendingin, tetapi juga memerlukan suplai daya untuk membuka katup yang dapat mengalirkan pendingin ke kolam penyimpan bahan bakar bekas. Selain itu pendinginan pada kolam penyimpan bahan bakar bekas tidak berhubungan dengan Passive Residual Heat Removal (PRHR) yang dapat bekerja secara pasif. Maka dapat dikatakan pada kondisi normal, tingkat keandalan sistem ini tergantung dari suplai daya. Namun demikian, secara umum desain sudah memenuhi kriteria berdasarkan pedoman keselamatan (safety guide) seperti ditunjukkan dalam Tabel 1.

(7)

Tabel 1. Ringkasan Penerapan Desain Pada Kolam Bahan Bakar Bekas Berdasarkan Kriteria IAEA/US-NRC

No. Kriteria IAEA/US-NRC Penerapan pada Desain Kolam Bahan Bakar Bekas AP1000

1. Mempertahankan kondisi sub kritis

Pada bahan bakar baru dipertahankan keff  0,95 untuk air tanpa borat dan keff  0,98 pada kondisi moderasi dan refleksi optimal

2. Hilangnya pendingin dan fungsi shielding

 Kedalaman kolam 12,95 m, Tinggi perangkat bahan bakar 4,20 m

 Temperatur < 600 C

 Sumber pendingin mempunyai redundansi

3. Proteksi kerusakan mekanik Tahan terhadap beban sebesar 1395 kg dijatuhkan pada jarak 3 ft (0,91 m) 4. Batasan paparan dari bahan

bakar atau bocornya pendingin

< 0,025 mSv/h

5. Pemindahan panas sisa Disediakan sistem pemindah panas normal (secara konveksi paksa)

6. Mengungkung (confinement) produk fisi (bahan radioaktif)

Kolam pendingin bahan bakar bekas terletak pada bagian terkeras (hardened portion) di gedung bantu yang tahan terhadap gempa dan tumbukan

Dari analisis dan evaluasi desain AP-1000 saat hilangnya laju alir atau kehilangan sebagian pendingin, maka sekuensi yang terjadi dapat dianalisis seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Sekuensi Pada Kolam Bahan Bakar Bekas

Dari sekuensi Gambar 3 terlihat sebagai mitigasi pertama adalah engineered relief panel. Diasumsikan karena pendinginan tidak mencukupi untuk memindahkan panas peluruhan dari bahan bakar, maka temperatur air naik hingga mendidih. Hal ini menyebabkan dihasilkan uap sehingga terjadi kenaikan pada temperatur ruangan. Kondisi ini menyebabkan engineered relief panel membuka secara pasif dan uap dibebaskan ke lingkungan. Bila mitigasi pertama berhasil, maka bahan bakar bekas akan mengalami penurunan temperatur, sehingga kelongsong bahan bakar tidak rusak dan tidak terjadi lepasan produk fisi. Bila mitigasi pertama gagal, pendidihan berlanjut menyebabkan

(8)

penurunan level air dalam kolam, maka secara melekat (inherent), air dari cask washdown pit dan cask loading pit mengalir dalam kolam penyimpan bahan bakar bekas, sehingga proses pendinginan dapat berlangsung. Bila mitigasi kedua gagal, maka sebagai mitigasi ketiga adalah tindakan operator dalam mengoptimalkan tangki cadangan pendingin yang ada.

Kegagalan mitigasi pertama sangat kecil, karena pengoperasian untuk membuka tidak memerlukan energi dari luar. Kegagalan mitigasi kedua dipengaruhi oleh kegagalan cask washdown pit dan cask loading pit seperti ditunjukkan dalam Gambar 4. Kedua sub sistem tersebut dapat dikatakan sebagai sistem keselamatan yang melekat (inherent), yaitu air mengalir secara otomatis ke level yang rendah, dalam hal ini permukaan air di kolam penyimpan bahan bakar bekas turun karena terjadi penguapan. Kegagalan dalam mitigasi kedua ini lebih disebabkan oleh tersumbatnya aliran atau kedua sub sistem tersebut mengalami kerusakan katastropik terlebih dahulu, sebelum terjadinya gangguan pada kolam penyimpan bahan bakar bekas. Maka dalam kondisi ini, secara probabilitas kegagalan bahan bakar tidak tergenangi adalah 0,50 dari nilai probabilitas gagal sumber air cadangan yang berupa cask washdown pit dan cask loading pit.

Gambar 4. Analisis Kegagalan Pada Mitigasi II

Sebagai mitigasi ke-3 adalah tindakan operator menggunakan tangki cadangan seperti ditunjukkan dalam Gambar 5. Dalam analisis sesuai dengan desain yang ada maka penanganan hal ini dibagi 2 yaitu dalam waktu 7 hari dan setelah 7 hari. Pada umumnya penanganan masih memerlukan operator dan suplai daya listrik dari genset cadangan.

Penanganan pertama menggunakan fitur keselamatan teknis yang ada yaitu menggunakan air cadangan dari Passive Containment Cooling System (PCCS). Namun dalam memitigasi kolam penyimpan bahan bakar bekas bekerja secara semi pasif, karena pembukaan katup tergantung dari operator, walaupun air akan mengalir secara gravitasi. Selain itu untuk pengisian kembali, menggunakan pompa yaitu untuk menyalurkan air dari Passive Containment Cooling Ancillary Water Storage Tank (PCCAWST).

Tindakan operator setelah 7 hari adalah dengan mengoptimalkan sumber pendingin yang ada, termasuk PCCWST setelah digunakan 7 hari sudah siap dipakai kembali.

Tindakan ini dapat juga diklasifikasikan sebagai mitigasi ke-4. Sumber air tersebut antara lain Demineralized Water Storage Tank (DWST), Fire Protection Water Storage Tank (FPWST), dan Service Water Tank (SWT). Dari hasil perhitungan didapatkan apabila mitigasi ke-3 pada 7 hari pertama gagal, masih terdapat sumber pendingin lainnya dengan probabilitas ketidaktersediaannya sebesar 0,25.

(9)

Gambar 5. Analisis Kegagalan Mitigasi III

Analisis sebelumnya berdasarkan dari sistem atau cadangan sumber air yang tersedia, bila volume sumber pendingin total tersebut dibandingkan volume pendingin kolam bahan bakar bekas, maka probabilitas ketidaktersediaan pendingin akan menjadi sangat kecil yaitu 0,077 kalinya.

Berdasarkan pedoman keselamatan (safety guide) istilah kecelakaan melampaui dasar desain (Beyond Design Basis Accident, BDBA) hanya diterapkan pada sistem proteksi reaktor dalam melindungi teras, namun karena peristiwa Fukushima, maka semua lokasi atau sistem harus mempertimbangkannya. Dalam hal BDBA terjadi, maka probabilitas ketidaktersediaan pendinginan pada kolam bahan bakar bekas adalah 0,031dengan asumsi sumber pendingin dari luar tetap berfungsi.

Dari analisis terlihat pada PWR sistem pasif, walaupun tingkat keandalan kolam penyimpan bahan bakar bekas mempunyai tingkat keandalan yang tinggi, tetapi masih tergantung dari 2 faktor yaitu suplai daya dan tindakan operator. Hal ini disebabkan sistem ini termasuk dalam kelas non keselamatan, sehingga di dalam pedoman keselamatan tidak mensyaratkan adanya sistem pasif. Sistem ini baru mendapat perhatian setelah terjadinya Fukushima, dimungkinkan dengan adanya peristiwa ini pedoman IAEA akan merekomendasikan perubahan kelas pada sistem penyimpan kolam bahan bakar bekas.

Dalam analisis ini juga terlihat bahwa sistem buangan panas akhir (Ultimate Heat Sink, UHS) pada kolam penyimpan bahan bakar bekas belum mempunyai redundansi dan keragaman, karena hanya mengandalkan dari sistem pemindahan panas sisa normal (RNS). Sedangkan PCCS yang mengandalkan sistem buangan panas akhir berupa udara secara pasif akan efektif untuk sistem-sistem yang ada di dalam pengungkung. Sedangkan posisi kolam bahan bakar bekas terletak di luar pengungkung, kemungkinan fungsi PCCS akan signifikan secara langsung dalam memitigasi apabila pengaruh kecelakaan tersebut membawa dampak (parameter temperatur) terhadap IRWST, yaitu sampai terjadi proses pendidihan, sehingga PCCS dapat berfungsi secara pasif. Apabila tidak berpengaruh terhadap IRWST, maka dampak langsung terhadap kolam bahan bakar bekas hanya persediaan pendingin pada tangki PCCS (PCCWST).

Secara keseluruhan keandalan kolam penyimpan bahan bakar bekas pada AP1000 cukup tinggi, walaupun hanya menerapkan prinsip redundansi dan diversifikasi untuk sumber pendinginnya, karena untuk sampai konsekuensi yang tidak diharapkan yaitu lepasan produk fisi diperlukan beberapa tahap kegagalan seperti ditunjukkan dalam analisis.

(10)

Namun perlu dilakukan analisis secara deterministik pada bagian buangan panas akhir untuk kolam penyimpan bahan bakar bekas, serta juga terjadi kecelakaan pada teras misalnya kecelakaan kehilangan pendingin atau hilangnya suplai daya, karena tangki air pada PCCS digunakan untuk menyiram pengungkung.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis ini disimpulkan bahwa sistem penyimpan bahan bakar bekas pada PWR AP1000 mempunyai tingkat keandalan yang tinggi karena mempunyai beberapa sistem redundansi untuk menyuplai pendingin. Sistem redundansi tersebut beroperasi secara pasif dan aktif serta masing-masing tidak saling bergantung.

DAFTAR PUSTAKA

[1] US NUCLEAR REGULATORY COMMISSION, “Spent Fuel Storage Facility Design Basis”, Regulatory Guide 1.13, 2007.

[2] INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, “Design of Fuel Handling and Storage Systems for Nuclear Power Plants”, NS-G-1.4, Vienna, 2003.

[3] WESTINGHOUSE, “AP1000 Nuclear Power Plant: Spent Fuel Pool Cooling”, Westinghouse Electric Company LLC, 2011.

[4] INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, “Development and Application of Level 1 Probabilistic Safety Assessment for Nuclear Power Plants”, SSG-3, Vienna, 2010.

[5] INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, “Probabilistic Safety Assessment of Nuclear Power Plants for Low Power and Shutdown Modes”, IAEA-TECDOC-1144, Vienna, 2000.

[6] WESTINGHOUSE, “AP1000 EUROPEAN DESIGN CONTROL DOCUMENT”, Chapter 9: Auxiliary Systems, EPS-GW-GL-700, 2009.

DISKUSI

1. Pertanyaan dari Sdr. Sukmanto Dibyo (PTRKN-BATAN)

Bagaimana menggunakan data yang valid dalam hal Bahan Bakar Bekas AP1000?

Jawaban:

Dalam menganalisis yang kami lakukan tidak menggunakan data kegagalan komponen AP1000, yang kami susun adalah logika yang ada pada sistem, sehingga dapat dihitung secara probabilistik?

2. Pertanyaan dari Sdr. Supriyanto (PPEN-BATAN) Bagaimana perkembangan sistem pasif pada AP1000

Jawaban:

Sistem pasif pada AP1000 lebih diterapkan pada ESF, terutama pada sistem pendingin teras (PXS) yang terletak dalam pengungkung. Sedang sistem kolam penympan bahan bakar bekas terletak di luar pengungkung, sehingga sistem pasifnya tidak murni 100%. Salah satunya menggunakan sumber pendingin dari sistem pendingin pengungkung pasif (PCCS), tapi masih memerlukan campur tangan operator untuk membuka katup.

Gambar

Gambar 1. Redundansi Sumber Air Make-up [3]
Gambar 2. Deskripsi Pendingin Kolam Bahan Bekas AP1000 [6]
Tabel 1. Ringkasan Penerapan Desain Pada Kolam Bahan Bakar Bekas   Berdasarkan Kriteria IAEA/US-NRC
Gambar 4. Analisis Kegagalan Pada Mitigasi II
+2

Referensi

Dokumen terkait

&amp;.. Lakukan k-ntak sin)kat ta*i se!in).. Diskusikan  *ula kea*uan.. Tin)katkan ke)iatan sesuai &amp;en)an t-le!ansi k-n&amp;isi klien.. Be!i

Hal ini disebabkan karena bakteri Pseudomonas fluorescens yang berperan lebih besar dibandingkan Aspergillus niger di dalam proses penyisihan Al di dalam 100% lumpur

Data primer penelitian ini meliputi data demografis, psikografis, dan data penilaian konsumen terhadap atribut butik, atribut produk dan loyalitas konsumen

Berdasarkan hasil analisa profil perusahaan dalam hal ini Binus University, strategi pertumbuhan Binus University yaitu strategi pertumbuhan organik melalui pengembangan pangsa

Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan pertimbangan bagi guru sekolah yang bersangkutan dalam merencanakan dan mengembangkan kegiatan pembelajaran yang

Bantul merupakan Entitas Pelaporan yang wajib menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang berupa Laporan Keuangan, sedangkan Dinas Perindagkop sebagai

Peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan, sumber daya air dan irigasi yang diarahkan pada penyediaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang mampu meningkatkan

Penelitian dilakukan oleh Chow et al., dalam Lin (2010) menemukan bahwa mahasiswa dengan karakter kepribadian yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata dari