13 A. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan. Dalam bahasa romawi pendidikan diistilahkan sebagai educateyang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa inggris pendidikan diistilahkan to educate yang berarti yang memperbaiki moral dan melatih intelektual. Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya.
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai da dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar menjadi dewasa.
Banyak pendapat yang berlainan tentang pendidikan, namun dengan hal demikin pendidikan berjalan terus tanpa menunggu keseragaman arti, sebagai berikut:
Menurut Ahmad D. Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Menurut Kihajar Dewantara, pendidikan adalah daya upaya untuk memberikan tuntutan pada segala kodrat pada anak agar mereka baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin setinggi-tingginya.
Dalam UU No 20 tahun 2003 mengatakan bahwa pendidikan itu adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan kemampuan spiritul keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia serta keterampilan yang berguna bagi dirinya, bangsa dan negara.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 mendefenisikan pendidikan adalah sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Dari uraian di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwasanya pendidikan itu adalah sebagai suatu usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya yang ia dapatkan dalam bentuk suatu pengajaran, bimbingan, dan pembinaan baik itu aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor dalam rangka mewujudkan manusia dewasa yang berguna baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat bahkan mencakup untuk negaranya.
Setelah penulis menjelaskan mengenai pengertian pendidikan, maka penulis akan menguraikan mengenai pengertian pendidikan Islam.
Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Artinya, pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.
Menurut Al-Syaibaniy, pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
Menurut Muhammad Fadhil Al- Jamaly, pendidikan Islam adalah upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan, maupun perbuatan.
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir bahwa pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang berdasarkan atau dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber ajaran Islam tersebut.
Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan Islam itu merupakan suatu proses pengajaran yang dilakukan oleh beberapa orang yang menyangkut dengan nilai-nilai keislaman guna memahami Islam dan bahkan dapat mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehai-hari sebagai bekal selamat hidup di dunia dan akhirat kelak.
2. Landasan Pendidikan Islam
Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberikan arah
bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peseta didik kearah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu dasar yang terpenting dalam pendidikan adalah Al-Quran dan Sunnah Rasulullah.
Jadi dari uraian di atas yang menjadi landasan atau sumber pendidikan islam adalah :
a. Al-Quran
Kedudukan Al-Quran sebagai sumber dapat dilihat dari firman Allah s.w.t:
Artinya : Kitab (Al-Quran ) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi orang yang bertaqwa. (QS. Al Baqarah/2:2).
Selanjutnya firman Allah s.w.t:
Artinya : Allah SWT yang telah menurunkan kitab dengan membawa kebenaran dan menrunkan neraca keadilan dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat ?. (QS. Asy Syuura/42 : 17).
Di dalam Al-Quran terdapat ajaran yang berisi prinsip-prinsip yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca dalam kisah Luqman yang mengajari anaknya yang terdapat dalam surat Al Luqman. Oleh karena itu pendidikan Islam harus
menggunakan Al-Quran sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Al-Quran merupakan salah satu sumber utama bagi manusia beriman dalam melakukan segala sesuatunya dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai ketentraman dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
a. Hadis
Secara umum, hadis difahami sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi s.a.w. baik berupa perkataan, perbuatan, serta ketetapannya. Hadis dapat diartikan dua macam pengertian, yaitu pengertian secara sempit dan secara luas. Pengertian hadis secara sempit yaitu sebagaiman yang dikatakan oleh Jumhur Muhadditsin ialah:
“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi s.a.w, baik perkataan, perbuatan, pernyataan dan yang sebagainya”. Pengertian hadits secara luas yaitu sesuatu yang disandarkan baik kepada Nabi Muhammad s.a.w, atau sahabat, atau tabi’in, baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan maupun sifat dan keadaannya. Penulis menyimpulkan bahwa hadits itu adalah suatu perkataan, perbutan atau ketetapan yang disandarkan kepada Rasulullah s.a.w.
Selain Al-Quran sebagai sumber utama pendidikan Islam, hadis Rasulullah s.a.w juga menjadi sumber dari pendidikan Islam, karena
Allah telah menjadikan Nabi Muhammad s.a.w sebagai suri teladan yang perlu diikuti dan juga ditegaskan dalam firman Allah:
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab/33 : 21)”.
Berdasarkan ayat di atas maka jelaslah bahwa hadis Rasulullah s.a.w. merupakan sumber pendidikan Islam yang kedua setelah sumber pertama yaitu Al-Quran yang lebih menjelaskan pelaksanaan pendidikan Islam mulai dari dalam kandungan sampai akhir hayat manusia. Kedua pusaka ini menjadi pedoman hidup manusia di dunia dan akhirat.
Dalam kaitan ini, hadis berfungsi merinci petunjuk dan isyarat Al-Quran yang bersifat global, sebagai pengecuali terhadap isyarat Al-Quran yang bersifat umum, sebagai pembatas terhadap ayat Al-Quran yang bersifat mutlak, dan sebagai pemberi informasi terhadap sesuatu kusus yang tidak dijumpai dalam Al-Quran. Dengan posisinya yang demikian itu, maka pemahaman Al-Quran dan juga pemahaman ajaran Islam yang seutuhnya tidak dapat dilakukan tanpa mengikut sertakan hadis.
3. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha kegiatan selesai. Tujuan pendidikan Islam lainnya adalah menjadikan kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi “insan kamil” dengan pola takwa insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal.
Karena itu pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individul maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan Islam terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia.
Menurut Al-Syaibani tujuan pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat. Menurut Muhammad Fadhil Al-Jamaly, tujuan pendidikan Islam menurut Al-Quran meliputi 4 hal yaitu:
a. Menjelaskan posisi peserta didik sebagai manusia diantara makhluk Allah yang lainnya dan tanggung jawabnya dalam kehidupan ini.
b. Menjelaskan hubungannya sebagai makhluk sosial dan tanggung jawabnya dalam tatanan kehidupan masyarakat.
c. Menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan dengan cara memakmurkan alam semesta.
d. Menjelaskan hubungannya dengan Khaliq sebagai pencipta alam semesta.
Tujuan pendidikan Islam lainnya adalah untuk mengeluarkan manusia dari kehidupan dzulumat (kegelapan) kepada kehidupan yang terang benderang.
Sebagaimana firman Allah s.w.t:
Artinya: “Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”
(QS. Ibrahim/14: 1).
Sebagaimana firman Allah yang lainnya
Artinya:“Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Quran) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. dan Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu”. (QS.
Al-Hadid/57: 9).
Berdasarkan ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwasanya adanya perintah Allah kepada Muhammad s.a.w agar mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang. Kegelapan yang terdapat dalam ayat tersebut mengandung arti kebodohan, karena orang yang bodoh tidak dapat menjelaskan berbagai hal dalam kehidupan yang amat luas dan kompleks. Adapun cahaya yang terang benderang dapat diartikan dengan ilmu pengetahuan, dengan ilmu pengetahuan itulah semua kejadian dan peristiwa dalam kehidupan dapat dijelaskan.
4. Nilai-Nilai Pendidikan Islam
Proses pendidikan Islam harus berlangsung secara kontekstual dengan nilai-nilai, karena Islam sebagai agama wahyu mengandung sistem nilai yang menjadi pedoman hidup umat manusia dalam segala bidang, termasuk dalam bidang pendidikan. Dalam kehidupan umat manusia, baik secara individu maupun sosial, selalu dipengaruhi oleh sistem nilai, baik nilai kultural maupun nilai keagamaan.
Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang mendukung pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatu rangkaian atau sistem didalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa anak sehingga bisa memberi out put bagi pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat luas khususnya bagi orang tua anak itu sendiri.
Dengan banyaknya nilai-nilai Islam yang terdapat dalam pendidikan
islam,maka penulis membatasi bahasan dari penulis skripsi ini dan membatasi nilai-nilai pendidikan Islam dengan nilai keimanan,nilai syariat, akhlak dan nilai kesehatan.
a. Nilai-nilai Keimanan (AqidahIslamiah)
Pendidikan keimanan termasuk aspek pendidikan yang patut mendapat perhatian yang pertama dan utama dari orang tua.Memberikan pendidikan ini pada anak merupakan sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Pasalnya iman merupakan pilar yang mendasari keislaman seseorang.
Pembentukan iman harus diberikan pada anak sejak kecil, sejalan dengan pertumbuhan kepribadiannya. Nilai-nilai keimanan harus mulai diperkenalkan pada anak dengan cara :
1. Memperkenalkan nama Allah s.w.t dan RasulNya
2. Memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melalui kisah-kisah teladan
3. Memperkenalkan ke-Maha-Agungan Allah s.w.t.
Pengakuan adalah tahap dari keimana seseorang kepada Allah s.w.t. Dimana hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad s.a.w.
ditanya beragama Islam. Ketika nabi muhammad s.a.w. tentang apa itu Islam, beliau menjawab bahwa Islam itu adalah pengakuan atau persaksian bahswa tidak ada tuhan kecuali Allah s.w.t (syahadat
tauhid), dan bahwa Nabi Muhammad s.a.w. adalah utusan Allah s.w.t.
Selanjutnya mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan hajinyang merupakan bagian dari domain prilaku atau amaliah seorang muslim.
Hakikat iman itu diyakini oleh, diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan.
Nilai pendidikan keimanan pada anak merupakan landasan pokok bagi kehidupan yang sesuai fitrahnya, karena manusia mempunyai sifat dan kecenderungan untuk memahami dan mempercayai adanya Tuhan. Oleh karena itu penanaman keimanan pada anak harus diperhatikan dan tidak boleh dilupakan bagi orang tua sebagai pendidik. Sebagai mana firman Allah s.w.t:
Artinya :“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui’’. (QS. Ar Rum/ 30: 30).
Dengan fitrah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah s.w.t sebagaimana dalam ayat diatas maka orang tua mempunyai kewjiban untuk memelihara fitrah dan mengembangkannya. Fungsi agama (iman) yang ditumbuhkan sejak kecil, dan menyatu kedalam kepribadian itulah yang membwa ketentraman batin dan kebahagiaan.
Obyek keimanan yang tidak pernah hilang dan tidak akan berubah manfaatnya, adalah iman yang ditentukan oleh agama. Iman yang berlandaskan agama akan selalu mendatangkan ketentraman. Islam mengajarkan 6 pokok keimanan; iman kepada Allah, iman kepada hari akhir, iman kepada malaikat, iman kepada nabi-nabi, iman kepada kitab-kitab suci dan iman kepada takdir.
Segala sesuatu baik harta, pangkat, keturunan, maupun ilmu pengetahuan, tanpa disertai agama, telah terbukti gagal mengantarkan manusia kepada kehidupan bahagia dan ketentraman. Hanyalah iman yang diproyeksikan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari dengan pelaksanaan berpedoman kepada pokok-pokok ajaran Islam : dua kalimah syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji, akan slalu membawa manusia kepada kehidupan yang tentram dan bahagia.
Iman ditumbuh kembangkan melalui pengalaman hidup.
Segera setelah seorang anak lahir, perlu dikumandangkan adzan dekat telinganya, agar pengalaman pertama lewat pendengarannya adalah kalimat-kalimat tauhid yamg berintikan pengakuan akan keagungan Allah dan kerasulan muhammad, ajakan kepada kemenangan dan seruan untuk beribadah, diakhiri dengan pernyataan akan keagungan dan keesaan Allah.
Nilai-nilai keimanan yang diberikan sejak anak masih kecil, dapat menentukan sikap anak, bagaimana ia bersikap Tuhannya dan
apa yang mesti diperbuat di dunia ini. Oleh karena itu, pendidikan keimanan , harus dijadikan sebagai salah satu pokok dari pendidikan keshalehan anak. Dengan demikian dapat diharapkan bahwa kelak ia akan tumbuh dewasa menjadi insan yang beriman kepada Allah s.w.t., melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.
Dengan keimanan yang sejati ia bisa membentengi dirinya dari perbuatan yang buruk atau maksiat.
b. Nilai-Nilai Akhlak 1) Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab dengan kosa kata Al-Khulq yang berarti kejadian, budi pekerti dan tabiat dasar yang ada pada manusia. Setiap manusia dilahirkan dengan tabiat dasarnya yang dibawa dari Tuhan.
Akhlak adalah potensi yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mampu mendorongnya berbuat baik dan buruk tanpa didahului pertimbangan akal dan emosi. Maksudnya ialah perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan sehingga menjadi kepribadian, dengan kepribadian seseorang atau kecenderungan hati atas suatu perbuatan dan telah berulang kali dilakukan sehingga mudah mengerjaknnya tanpa ada pertimbangan.
Setelah penulis menjelaskan pengertian akhlak, maka penulis akan menguraikan mengenai akhlak Islam. Akhlak Islam adalah
suatu ilmu pengetahuan yang mengajarkan manusia supaya bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, berdasarkan ajaran Allah s.w.t dan Rasul-Nya. Dengan adanya ilmu pengetahuan ini, manusia bisa memiliki kelakuan atau perangai yang baik atau sesuai dengan ajaran Islam.
Pendidikan akhlak merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk mengembangkan fitrah yang ada dalam dirinya dengan cara membimbing, mengajar, dan melatih kebiasaan kehendak, atau kehendak untuk membiasakan sesuatu untuk mendewasakan anak didik dan dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak.
Akhlak merupakan realisasi iman yang dimiliki seseorang, keteguhan iman akan terlihat dalam tingkah laku seseorang, yang menyebabkan lahirnya akhlak yang mulia, adapun orang yang berakhlak mulia itu ditandai dengan melakukan kewajiban terhadap diri sendiri, Tuhannya, makhuk lain, alam lingkungannya dan terhadap segala yang ada secara harmonis dan seimbang sesuai dengan yang ada dituntut atas dirinya sebagai hamba Allah s.w.t, dan menempati derajat mulia dalam pandangan Allah s.w.t dan juga disegani oleh manusia.
2) Pembagian Akhlak
Akhlak terbagi tiga: akhlak kepada Allah dan Rasul, kepada sesama manusia, dan kepada alam semesta.
(a) Akhlak kepada Allah dan Rasul
Akhlak kepada Allah, adalah selalu merasakan kehadiran Allah dalam kehidupan manusia. Sedangkan akhlak kepada Rasul adalah mencintainya, membelanya, dan melaksanakan Sunnahnya.
Akhlak kepada Allah meliputi:
(1) Taqwa
Secara etimologis, taqwa berasal dari kata waqa-yaqi yang mashdar-nya adalah wiqayah yang berarti memelihara, menjaga, melindungi, hati-hati, menjauhi sesuatu, dan takut azab. Secara terminologi taqwa adalah menjaga diri dari azab Allah dengan menjauhi tindakan maksiat dan menjalankan tata aturan yang telah digariskan atau yang telah ditentukan oleh Allah. Dengan kata lain taqwa berarti menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
(2) Ikhlas
Ikhlas termasuk akhlak yang terpuji, ikhlas sangat penting dimiliki dalam menghadapi rayuan dan godaan serta ujian dari Allah dalam kehidupan dunia. Ikhlas menurut pengertian bahasa adalah jujur dan tulus. Kata ikhlas mashdar dari kata akhalasha, yukhlishu yang berasal dari kata khalasha,
yakhlushu murni dan tanpa campuran. Ikhlas juga dapat diartikan dengan memurnikan keesaan Allah dan menolak segala macam kemusyrikan. Tinggi rendahnya keikhlasan seseorang dapat diukur berdasarkan pada kemurnian dan ketulusannya dalam melakukan suatu perbuatan. Ikhlas yang paling tinggi adalah apabila ia mampu melakukan sesuatu dengan kadar kemurnian yang sama, baik saat dilihat maupun tidak dilihat oleh orang lain. Yakni, ia sama sekali terlepas dari pengaruh (pandangan) atau penilaian orang lain. Semua itu dikerjakan semata-mata kerena Allah s.w.t. Dan serendah-rendahnya ikhlas adalah apabila seseorang melakukan sesuatu, tetapi tidak sama dalam kadar kemurniannya ketika dilihat dan tidak dilihat oleh orang lain.
(3) Syukur
Menurut bahasa, syukur artinya berterima kasih. Adapun menurut istilah adalah merasa gembira dan puas serta berterima kasih atas segala nikmat dan anugrah Allah yang dilimpahkan kepada hamba-Nya, sungguhpun tidak sesuai dengan yang diharapkan. Syukur adalah salah satu sifat yang merupakan hasil refleksi dari sikap tawakkal.
Jadi syukur itu berkaitan dengan hati, lisan dan anggota badan. Allah s.w.t memeritahkan kepada kaum Muslimin untuk bersyukur kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.(QS.
Al-Baqarah/2: 152).
(b) Akhlak Terhadap Sesama Manusia (1) Akhlak Kepada Diri Sendiri
Akhlak kepada diri sendiri memenuhi kewajiban dan hak diri, ditunaikan kewajiban dan dimanfaatkan atau diambil hak. Tidaklah dikatakan seseorang berakhlak kepada dirinya apabila dia menyiksa dirinya sendiri, tidak memperdulikan kebutuhan dirinya. Akhlak kepada diri sendiri yakni:
a. Istiqamah
Secara harfiah, istiqamah artinya lurus, teguh dan tetap.
Sedangkan yang dimaksud dengan istiqamah itu adalah keadaan atau uapaya seseorang untuk tetap teguh mengikuti jalan lurus (Agama Islam) yang telah ditunjuk oleh Allah. Pada intinya, istiqamah adalah tetap dalam kebenaran ajaran Allah dan memenuhi segala ketetapan-Nya.
b. Malu
Malu adalah kemampuan diri dalam mengendalikan bisikan nafsu jahat. Malu juga merupakan perasaan yang hidup yang ada dalam diri manusia, perasaan yang dapat mencegah orang yang memilikinya dari perbuatan rendah dan tercela, seperti maksiat, berbohong, menipu, mencuri, berzina, dan perbuatan rendah lainnya.
Malu adalah akhlak yang paling penting, akhlak sangat berpengaruh terhadap diri sendiri, keluarga, dan lingkungan.
Jika akhlak hilang dari dalam diri manusia, masyarakat akan menjadi rusak. Tetapi sebaliknya jika manusia berpegang kepada akhlak tersebut maka masyarakat akan menjadi bersih dan suci. Iman bertambah dengan bertambahnya rasa malu dan berkurang dengan berkurangnya rasa malu.
c. Sabar
Kata yang berasal dari bahasa Arab ini sudah terserap menjadi bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia sabar bermakna tahan menderita, tidak suka marah, tidak tergopoh-gopoh dalam bekerja, atau suka menurut dan menerima saja.Allah memeritahkan seseorang untuk bersabar
agar bersabar dalam menjalani kehidupannya, sebagaimana firman Allah s.w.t:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”(QS. Ali Imran/ 3: 200)
Menurut Abu Zakaria Al-Anshari, sabar adalah kemampuan seseorang mengendalikan diri terhadap sesuatu yang terjadi, baik yang disenangi atau yang dibenci. Menurut Qasim Junaidi, sabar adalah mengalihkan perhatian dari urusan dunia kepada urusan akhirat. Sedangkan Al-Ghazali menyebutkan sabar sebagai kondisi jiwa dalam mengendalikan nafsu yang terjadi karena dorongan agama.
Al-Ghazali membagi sabar kepada tiga tingkatan, yaitu:
Sabar tertinggi, yaitu sifat yang mampu menghadapi semua dorongan nafsu, sehingga nafsu benar-benar dapat ditundukkan. Untuk mencapai sabar, diperlukan perjuangan yang terus menerus sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah s.w.t:
Artinya:“Dan Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.”(QS. Muhammad/ 47: 31)
Sabar orang-orang yang sedang dalam perjuangan.
Pada tahap ini terkadang mereka dapat menguasai hawa nafsu, tetapi terkadang mereka dikuasi hawa nafsu, sehingga bercampur aduk antara yang baik dan yang buruk. Tingkatan terendah yaitu sabar karena kuatnya hawa nafsu dan kalahnya dorongan agama. Firman Allah s.w.t:
Artinya: “Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap- tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah Perkataan dari padaKu:
"Sesungguhnya akan aku penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama."(QS.
As-Sajadah/ 32: 13) .
Hubungan antara sabar atas cobaan dan yakin sangat jelas sekali. Diantara hal yang bisa membantu seseorang bersabar dalam menghadapi cobaan dan musibah adalah
memerhatikan pahala yang baik. Seberapa jauh perhatian, pengetahuan, dan keyakinannya terhadap pahala ini maka sejauh itu pula dia akan merasa ringan dalam memikul beban musibah, karena dia merasa akan mendapatkan pengganti.
Hal seperti ini yang sedang membawa beban yang amat berat, dan dia melihat hasil dan keuntungan yang baik pada akhirnya.
(2) Akhlak Kepada Keluarga
Dimulai dari akhlak kepada orang tua, Begitu juga adanya kewajiban orang tua kepada anak, merawat, mendidik, memberi makan, pakaian, rumah, dan lainnya. Hak dan kewajiban suami-istri juga adalah bagian dari akhlak di rumah tan
Dalam hadits Rasulullah s.a.w, bersabda:
نع دبع للها نب ورمع لاق : لاق لوسر للها ىلص للها
ملسو هيلع :
"
اضر
للها يف اضر نيدلاولا و
طخس للها يف طخس نيدلاولا
"
هجرخأ يذمرتلا
هححصو نبا
نابح مكاحلاو
Artinya: Dari Abdullah bin 'Amr beliau berkata; Rasulullah SAW bersabda “Keridhaan Allah dalam keridhaan kedua orang tua dan kemurkaan Allah dalam kemurkaan kedua orang tua.” Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim.
Maksud dari hadits di atas apabila kedua orang tua senang kepada kita, maka Allah pun ikut menyenangi kita, sebaliknya apabila kedua orang tua marah karena sikap perbuatan
dan tutur kata kita yang salah, maka Allah pun juga akan marah.
Seorang anak harus mampu menyenangkan hati orang tua dan menghindari hal-hal yang menusahkan hati kedua orang tua selama tidak bertentangan dengan kewajiban kepada Allah dalam amal-amal yang fardhu ‘ain. Ada enam akhlak terhadap ibu bapak:
1. Tidak mengatakan sesuatu yang dapat menyakiti hatinya.
2. Tidak menghardik atau membentaknya, meskipun itu hanya berwujud ucapan “ah” atau “cies”.
3. Mengucapkan kepadanya kata-kata yang lemah lembut, sopan santun, dan penuh kemuliaan.
4. Merendahkan diri dengan penuh kasih sayang, artinya tidak berpolah tingkah yang dapat mengundang kemarahan atau menyinggung perasaannya.
5. Menunjukkan kasih sayang, setidak-tidaknya seperti yang ditunjukan keduanya ketika mengandung, memelihara, membenarkan, dan mendidik anaknya.
6. Mendoakan keduanya semoga Allah melimpahkan kasih sayang-Nya, baik ketika keduanya masih hidup atau telah meninggal dunia.
(3) Akhlak Kepada Tetangga
Rasul sangat memberi perhatian tentang masalah yang berkenaan dengan jiran atau tetangga, sehingga begitu tinggi perhatian yang diajarkan Nabi untuk menghormati dan menyayangi tetangga, sampai-sampai ada sahabat Nabi yang menyangka bahwa tetangga itu juga ikut mewarisi.
(4) Akhlak Kepada Masyarakat Luas
Akhlak kepada masyarakat menyangkut bagaimana menjalani ukhuwah, menghindarkan diri dari perpecahan serta saling bermusuhan.
(c) Akhlak Terhadap Alam Semesta
Dipandang dari sudut akhlak manusia menjadikan alam sebagai objek yang dirawat, bukan sebagai objek yang dihabisi. Tidak diperkenankan seseorang merusak tanam-tanaman, membunuh hewan yang tidak diperkenankan membunuhnya. Tidak diperbolehkan seseorang membuat kerusakan di Bumi. Sebagaimana firman Allah
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS.
Al-Qashash/ 28: 77).
Jadi sebagai orang tua harus mendidik, mengarahkan anak kepada akhlak yang benar dan juga menanamkan dalam jiwa anak, suatu perasaan bahwa Allah senantiasa mengawasi gerak geriknya dan menanamkan rasa takut kepadaNya. Dengan demikian diharapkan si anak akan menjadi baik, lurus akhlaknya.
c. Nilai Pendidikan Kesehatan
Kesehatan adalah masalah penting dalam kehidupan manusia, terkadang kesehatan dipandang sebagai sesuatu yang biasa dalam dirinya. Orang baru sadar akan pentingnya kesehatan bila suatu saat dirinya atau keluarganya jatuh sakit. Dengan kata lain arti kesehatan bukan hanya terbatas pada pokok persoalan sakit kemudian dicari obatnya.
Kesehatan dibutuhkan setiap orang, apalagi orang-orang Islam.
Dengan kesehatan aktifitas keagamaan dan dunia dapat dikerjakan dengan baik. Orang bekerja butuh tubuh yang sehat, begitu juga dalam melaksanakan ibadah pada Allah s.w.t. semua aktifitas didunia memerlukan kesehatan jasmani maupun rohani.
Mengingat pentingnya kesehatan bagi umat Islam apalagi dalam era modern seperti sekarang ini, banyak sekali panyakit baru yang bermunculan, maka perlu kiranya bagi orang tua muslim untuk
lebih memperhatikan anak-anaknya dengan memasukkan pendidikan kesehatan sebagai unsur pokok.Firman Allah s.w.t
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
"Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.(QS. Al-Baqarah/ 2: 222).
Dalam ayat di atas jelaslah bahwa untuk menjadi orang-orang yang dicintai dan dikasihi oleh Allah s.w.t. kita harus slalu mensucikan diri. Ajaran Islam sangat memperhatikan tentang kebersihan dan kerapian umat, Setiap anak harus diajarkan hidup yang bersih, karena Allah s.w.t menyukai orang-orang bersih. Dengan demikian Islam menganjurkan agar orang tua menjaga kesehatan anak dimulai sejak dini atau anak masih bayi, karena membiasakan hidup bersih dan sehat dapat dibiasakan sejak kecil. Maka mulailah membangun hidup sehat dan bersih sejak anak dilahirkan dan terus dididik hingga mejadi kebiasaan dalam hidupnnya.
d. Nilai Pendidikan Seks
Pendidikan seksual adalah upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan masalah-masalah seksual kepada anak, sehingga ketika anak telah tumbuh menjadi seorang pemuda dan dapat memahami urusan kehidupan, ia mengetahui apa yang diharamkan dan yang dihalalkan.
Pendidikan seksual disini berbeda dengan yang disuarakan secara makin gencar oleh orang-orang sekuler. Pendidikan seksual yang dimaksud disini adalah yang islami dan sesuai dengan perkembangan usia serta mental peserta didik. Kita khawatir dengan prkembangan cara hidup masyarakat yang cendrung lebih meniru cara hidup yang cendrung jauh dari nilai-nilai keagamaan. Apabila hal inni terus berlangsung maka akan rusaklah kehidupan manusia, dan akan menjerumuskan mereka ke martabat yang lebih rendah dari pada binatang.
Contoh pendidikan seksual dalam islami misalnya dengan memisahkan tempat tidur anak dari kamar orang tua, memisahkan kamar tidur anak laki-laki dengan kamar tidur anak perempuan, mengenalkan dan menjelaskan perbedaan jenis kelamin anak, kewajiban menutup aurat bagi lelaki maupun perempuan, mejelaskan batas-batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan menurut islam, dan sebagainya.
Rasulullah s.a.w bersabda;
....
مهنيبوقرفو ىف
حجاضملا )
هاور وبا دواد (
Artinya : dan pisahkanlah tempat tidur mereka (sejak usia 10 tahun (putra-putri))”(HR.Abu Dawud).
Dari potongan hadis diatas jela sekali bahwa ketika anak berumur sepuluh tahun harus dipisahkan tempat tidurnya, terutama anak laki-laki dan perempuan. Mengapa anak itu harus dipisahkan tempat tidurnmya? Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya melihat melihat aurat orang tuanya atau saudara-saudaranya sehingga timbul keinginan yang dilarang agama. Menutup aurat merupaka kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh umat Islam.
Bagi perempuan menutup seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan. Sedangkan bagi laki-laki yang wajib ditutup adalah dari pusar sampai kelutut.
Anak yang mencapai aqil baligh akan memahami persoalan-persoalan hidup, termasuk bagaimana bergaul dengan lawan jenis, Pendidika seks dimaksudkan agar ia mengetahui tentang seks dan bahayanya jika menuruti hawa nafsu.
Nilai pendidikan seks diberikan pada anak sejak ia mengenal masalah-masalah yang berkenaan dengan seks dan perkawinan.
Sehingga ketika anak tumbuh menjadi pemuda telah mengetahui mana yang baik dan tidak.
Menutup aurat harus diajarkan dan dibiasakan sejak kecil, paling lambat sejak anak memasuki masa remaja (baligh) agar ia terbiasa sampai akhir hayat. Selain itu anak juga harus dibiasakan jangan mandi bersama, baik sesama jenis apalagi bila berbeda kelamin. Juga harus dibiasakan mengewtuk pintu dengan meminta izin terlebih dahulu apaila hendak memasukikamar saudaranya, terlebih lagi kamar orang tuanya.
B. Khitan
1. Pengertian Khitan
Secara etimologis, khitan berasal dari (نتخ) bahasa Arab khatnu yang berarti “potongan”. Maksudnya dalah memotong kulit depan dari kemaluan laki-laki dan memotong sebagian bentuknya seperti balong (jengger) ayam jantan.
Kata “memotong”dalam hal ini mempunyai makna dan batasan-batasan khusus. Maksudnya, bahwa makna dasar kata khitan adalah memotong khuluf (kulit) yang menutupi kapala penis.
Secara terminologis khitan adalah membuka atau memotong kulit yang ada disekitar ujung zakar atau batas pergelangan zakar yang sudah ditentukan oleh hukum syara. Sedangkan menurut Imam Harmaini
mendefinisikan khitan sebagai berikut : “Khitan adalah memotong qulfah (kulit yang menutupi penis) sehingga tidak ada lagi kulit yang menutupinya”
Sementara Al- Mawardi mendefinisikan khitan sebagai berikut :
“mengkhitan zakar (penis) adalah memotong kulit yang menutupinya.
Adapun khitan bagi wanita adalah memotong kulit bagian atas vagina (klitoris) di atas tempat masuknya penis”.
Imam Nawawi mengtakan bahwa khitan adalah : “Yang wajib bagi laki-laki adalah memotong seluruh kulit yang menutupi penis sehingga penis terbuka sepenuhnya. Lalu khitan bagi wanita adalah memotong bagian ujung vagina, yakni klitoris”.
Qulfah dan qhurlah adalah bagian kulit yang dipotong saat dikhitan (disebut pula kuluf). Yang dikhitan dari seorang laki-laki adalah bagian kulit yang melingkar di bawah ujung kemaluan. Itulah kulit kemaluan yang diperintahkan untuk dipotong,
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa khitan adalah perbuatan memotong bagian ujung kemaluan yang harus dipotong, yakni memotong kuluf atau kulit yang menutupi bagian ujungnya sehingga terbuka seutuhnya. Pemotongan ini dimaksudkan agar ketika buang air kecil mudah dibersihkan, karena syarat dalam ibadah adalah kesucian.
2. Hukum Khitan
Terkait dengan hukum khitan para ulama berbeda pendapat. Akan tetapi mereka sepakat bahwa khitan telah disyriatkan agama. Mereka mengatakan hukum khitan wajib sedangkan yang lain mengatakan sunnah.
Namun mayoritas ulama mewajibkan khitan untuk dilakukan. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Albani rahimahullaah, “Adapun hukum khitan , pendapat yang rajih (kuat) menurut kami adalah wajib dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama seperti Malik, Syafi’I, dan Ahmad”.Sehubungan dengan hukum khitan menurut para ulama tersebut, maka perlu dipelajari masing-masing pendapat tersebut baik yang mengatakan wajib maupun yang sunnah.
Beberapa alasan Para ulama yang mengatakan khitan hukumnya wajib, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Nabi Muhammad s.a.w. diperintahkan mengikuti syariat Nabi Ibrahim, dan salah satu syariatnya adalah khitan.
Artinya: Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. An-Nahl/ 16:
123).
2) Riwayat Imam Ahmad dari Abdurrazaq yang mendatangi Nabi saw.
lalu berkata “ Aku masuk Islam.” Nabi pun menyatakan,”Kalau begitu hilangkan rambut kekafiran darimu, bercukurlah. Dan yang lain mengatakan bahwa Nabi s.a.w. menyatakan pada seseorang,”Buanglah rambut kekufuran darimu dan berkhitanlah”.
3) Harb meriwayatkan dari al Zuhri bahwa Nabi s.a.w bersabda, “ Siapa yang masuk Islam , hendaklah berkhitan walaupun ia sudah besar”.
4) Khitan adalah salah satu symbol paling jelas yang membedakan antara muslim dan kristiani.
5) Seandainya khitan tidak diwajibkan, tidak akan ada orang yang berani mengkhitan walaupun sang anak atau walinya telah mengizinkan.
Tidak dibenarkan seseorang memotong bagian tubuh yang tak diperintah Allah dan Rasul-Nya.
6) Khitan merupakan perbuatan memotong khulup yang telah disyariatkan oleh Allah. Hukumnya adalah wajib seperti memotong tangan pencuri.
7) Kesucian dan shalat orang yang tidak dikhitan itu batal dan tidak sempurna. Sebab, kulub menutupi semua zakar (kemaluan pria) sehingga terkena kencing dan tak mungkin dibersihkan. Maka sahnya bersuci bergantung pada khitan.
8) Ketika berkhitan, aurat orang yang dikhitan itu boleh di singkap meskipun tidak darurat dan tidak untuk mengobati. Seandainya tidak
wajib, mustahil hal tersebut diperbolehkan. Sebab, perbuatan haram tak boleh dilakukan jika hanya untuk menjaga yang sunnah.
Menurut para fuqaha orang yang tidak dikhitan itu kesucian dan shalatnya tidak sah karena kuluf menutupi seluruh zakar sehingga terkena kencing dan tidak mungkin dapat dibersihkan sempurna. Oleh karena itu sahnya bersuci dan shalat sangat bergantung pada khitan. Beralasanlah bila orang yang tidk dikhitan, menurut salaf dan khalaf tidak boleh dijadikan imam. Jadi, begitu wajibnya khitan sehingga orang yang tidak dikhitan tidak bisa dijadikan imam.
Alasan lain mengatakan bahwa hukum khitan sunnah maksudnya adalah sunnah Rasulullah atau sesuatu yang diperintahka Rasul dan itu menjadi kewajiban adalah sebagai berikut :
1) Adanya hadits riwayat Baihaqi
نع نبا سابع نع يبنلا ىلص للها هيلع ملسو لاق : ناتخلا ةنس لاجرلل ةمركمو
ءاسنلل ) هاور يقهيبلا (
Artinya : “Dari Ibnu Abbas dari Nabi s.a.w., bersabda : Khitan itu sunnah untuk laki-laki dan kemuliaan bagi kaum perempuan”( HR. Al Baihaqi).
Maksud hadist diatas ungkapan bahwa khitan merupakan sunnah maksudnya adalah sunnah Nabi s.a.w. Rasulullah s.a.w menyunahkan dan memerintahkan berkhitan sehingga kedudukannya adalah wajib. Istilah sunnah berarti jalan. Dengan demikian, ungkapan “khitan merupakan sunnah bagi laki-laki” berarti disyariatkan untuk mereka, bukan sekedar dianjurkan. Sunah adalah jalan yang diikuti sebagai sesuatu yang wajib
atau sebagai anjuran. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi s.a.w: “siapa yang benci terhadap sunahku, maka ia bukan termasuk golonganku”.
Menurut Ibn Abbas, siapa yang tidak mengikuti sunnah, ia kafir.
Sementara, terminologi sunnah sebagai sesuatu yang boleh ditinggalkan merupakan istilah baru. Jadi, sunnah adalah semua yang disyariatkan Rasulullah s.a.w bagi umatnya, baik bersifat wajib ataupun anjuran.
Sunnah merupakan jalan, ia adalah syariat yang benar.
Adapun hukum khitan bagi perempuan adalah dianjurkan sebagi suatu perbuatan yang terhormat. Karena khitan termasuk di antara syariat terpuji yang ditetapkan Allah bagi para hamba-Nya. Dengan berkhitan mereka betul-betul menjadi baik dan terpuji secara lahir dan batin. Khitan merupakan unsur yang menyempurnakan fitrah manusia.
Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan (QS. Al- Isra’/ 17: 70).
Dari ayat diatas salah satu salah satu kemurahan dan kebaikan Allah yang tidak terukur kadarnya kepada manusia, yang mana Dia memuliakan Bani Adam dengan semua bentuk kemuliaan. Allah
memuliakan mereka denggan ilmu dan akal. Dengan keistimewaan khusus bagi mereka berupa jalan yang baik dan mengutamakan mereka dengan aneka keutamaan yang tidak dimiliki makhluk lain dari jenis-jenis makhluk yang ada.
Adapun sebab pensyariatan khitan bagi perempuan adalah janji Sarah. Saat Sarah menghibahkan Hajar kepada Ibrahim, Ibrahim pun mancampurinya. Hajar pun hamil, oleh karena itu Sarah pun cemburu, dalam cemburunya dia bersumpah akan memotong tiga macam anggota tubuh Hajar. Ibrahim khawatir kalau Sarah memotong hidung dan telinga Hajar. Oleh karena itu Hajar diperintahkan oleh Ibrahim supaya melubangi kedua telinganya dan menkitan dirinya.
Imam Ahmad menyebutkan sebuah riwayat dari Umm Athiyyah bahwa Rasulullah s.a.w menyuruh tukang khitan perempuan, “ jika engkau mengkhitan, jangan sampai kelewatan. Sebab hal itu lebih baik bagi perempuan dan lebih disukai oleh suaminya”. Hikmah khitan ini sebagaimana berlaku secara umum, baik laki-laki maupun perempuan, walaupun bagi laki-laki manfaatnya lebih tampak.
2) Adanya Hadis masalah fitrah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah
نع يبا ةريره نع ىبنا ىلص للها هيلع ملسو اق ل ةرطفلا سمخ سمخوا نم
ةرطفلا
اتخلا ن دادحتسلااو ميلقتو
لاا فتنورافظ طبلاا
صقو اشلا بر ) هاؤر ىراخبلا (
Artinya :”Dari Abu Hurairah ra. Berkata : Rasululah s.a.w. bersabda : “ fitrah itu ada lima macam : atau lima macam dari fitrah : yaitu
berkhitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan memotong kumis. (HR. Bukhari).
Dalam hadits tersebut Nabi mensejajarkan khitan dengan memotong kumis, mencabut bulu ketiak, memotong bulu kemaluan dan memotong kuku sehingga khitan bukan perkara wajib.
3) Khitan termasuk salah satu syiar Islam dan tidak semua syiar Islam itu wajib.
Dari berbagai pendapat diatas, penulis cenderung untuk mengikuti pendapat yang mengatakan khitan wajib, sebab dalil-dalil yang mewajibkannya sangat kuat dan shahih. Apalagi dalam praktek khitan aurat harus terbuka, orang lain yang mengkhitan jelas melihatnya bahkan memegangnya, padahal semacam itu diharamkan dalam hukum Islam.
Jika bukan karena hukum wajib, tentu hal itu tidak diperbolehkan karena menutup aurat hukumnya wajib. Argument lain bahwa khitan dikaitkan dengan adanya pelaksanaan ibadah, misalnya shalat yang mensyaratkan kesucian badan, tempat dan pakaian dari najis.
3. Sejarah Khitan
Mengenai masalah khitan yang diyakini sebagai ajaran Islam masih Menimbulkan perbedaan dikalangan ulama, ilmuwan dan peneliti. Mereka mengatakan bahwa khitan adalah ajaran Islam, sedangkan yang lain mengatakan bahwa khitan bukan ajaran Islam.
Yang pertama kali melakukan khitan adalah Nabi Ibrahim as.
ketika beliau berumur 80 tahun.
نع يبا ةريره لاق : لاق وسر ل للها ىلص للها هيلع ملسو : نتتخإ ميهاربا ىبنلا
هيلع ملاسلا وهو نبا نينامث ةنس مودقلاب ) هاور ملسمو (
Artinya:“Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda : “Nabi Ibrahim as. berkhitan pada usia 80(delapan pulu) tahun dengan menggunakan qudum.(HR.Muslim)
Kemudian Nabi Ibrahim mengkhitan anaknya Nabi Ismail a.s ketika berusia 13 tahun, dan Nabi Ishaq a.s pada hari ketujuh setelah kelahirannya. Tradisi khitan diteruskan sampai pada masa kelahiran Arab pra Islam saat kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. mengenai khitan Nabi Muhammad s.a.w para ulama berbeda pendapat yakni pertama, ada yang mengatakan bahwa beliau dilahirkan dalam keadaan telah dikhitan. kedua, sesungguhnya jibril mengkhitan Nabi Muhammad s.a.w pada saat membersihkan hatinya ,dan ketiga, bahwa yang mengkhitan Nabi Muhammad adalah kakek beliau, yakni Adul Muthalib yang mengkhitan Nabi Muhammad pada hari ketujuh kelahirannya dengan berkorban dan memberi nama Muhammad. Kemudian Nabi mengkhitankan cucunya Hasan dan Husain pada hari kelahirannya. Pada hari tersebut banyak acara yang dilakukan antara lain aqiqah, mencukur ranbut, memberi nama anak (tasmiyah).
Berbagai suku bangsa di pedalaman Afrika seperti suku Musawy (Afrika Timur) dan suku Nandi menjadikan khitan sebagai inisiasi (upacara aqil baligh) bagi para pemuda mereka. Setelah khitan barulah
para pemuda diakui secara adat dan berstatus sebagai orang dewasa.
Sedangkan tradisi penduduk di sekitar sungai Nil (Mesir kuno) Para pemuda yang dikhitan akan dikalungkan potongan qulfah (kulit kemaluan) hinggan sembuh. Khitan sangat erat kaitannya dengan budaya semitik (Yahudi, Kristen dan Islam). Sampai saat ini khitan masih dilaksanakan oleh penganut Yahudi dan sebagian penganut Kristen dari sekte koptik.
Menurut Islam, Kopti Kristen maupun Yahudi, khitan bermula pada tradisi Nabi Ibrahim a.sPatriarkh Ibrahim a.s melakukannya sebagai simbol dan pertanda perjanjian suci (Covenant) atau dalam bahasa Islam mitsaq, antara Ibrahim dengan Allah s.w.t.
Khitan menurut tradisi asalnya bukanlah suatu proses bedah kulit yang bersifat fisik semata. Membuka kulit dilambangkan sebagai membuka tabir kebenaran yang selama ini diliputi kabut tebal. Oleh karena itu, istilah “buka” kulit yang berarti membuka kebenaran, kita jumpai dalam istilah para sufi Islam yakni al fathu al rabbani yang artinya adalah anugerah penyingkapan rahasia Tuhan.
Demikian gambaran singkat mengenai sejarah khitan. Di dalam Islam khitan merupakan tugas yang diwajibkan kepada umat Islam. Ini terkait adanya ibadah yang mensyaratkan adanya kebersihan dan kesucian, apabila tidak ada khitan praktek membersihkan bagian dalam kelamin akan sulit dilakukan.
4. Waktu Pelaksanaan Khitan
Menyimak pendapat para ulama tentang waktu melaksanakan khitan dapat dikelompokan dalam tiga waktu yaitu waktu wajib, sunnah, dan makruh.
a. Waktu wajib
Banyak ahli ilmu berpendapat bahwa kewajiban berkhitan ialah pada saat anak menjelang usia dewasa. Dengan kata lain secara syar’i ia akan jadi orang mukhallaf dalam menjalankan hukum-hukum syariat dan perintah-perintah Tuhan sehingga, bila masuk usia dewasa, ia sudah dalam keadaan dikhitan agar ibadahnya berjalan benar sesuai dengan tuntutan Islam dan penjelasan syariat yang benar.Keterangan ini menunjukan bahwa wajibnya khitan adalah saat datang waktu baligh (dewasa) bagi anak laki-laki yang berakal sehat dan berfisik sehat. Jadi sekalipun ia sehat akal dan telah berusia baligh namun bila belum memiliki fisik yang sehat maka ia tidak berkewajiban khitan.
Dengan demikian, hal diatas merupakan syarat wajib untuk dikhitan.
Sementara menurut Ibnu Qayyim waktu pelaksanaan khitan adalah ketika mencapai usia dewasa, karena usia baligh adalah usia diwajibkan ibadah-ibadah syar’i seseorang.Kewajiban dalam menjalankan syariat Islam ketika anak sudah baligh yaitu wajib menjalankan ibadah, misal shalat, puasa dan lain sebagainya.
Usia baligh merupakan batas usia taklif (pembebanan hukum syar’i). Sejak usia baligh itulah seorang anak tergolong mukallaf
(terbebani hukum syar’i). Apa yang diwajibkan syariat kepada muslim wajib dilaksanakannya, sedang yang diharamkan wajib dijauhinya.
Satu hal yang diwajibkan syara’ kepada anak berusia aqil baligh ialah menunaikan shalat lima waktu sehari semalam.
Sedangkan khitan merupakan syarat sahnya shalat, sehingga ketika anak menginjak usia baligh maka ia wajib dikhitan agar kewajiban ibadah dapat ditunaikan.
Kebanyakan ulama berbeda pendapat bahwa khitan itu wajib dilaksanakan ketika anak mendekati masa aqil baligh atau dewasa.
Dengan harapan bahwa anak itu siap menjadi mukhallaf yang akan memikul tanggung jawab dalam melaksanakan hukum-hukum syariat.
Ketika memasuki masa baligh ia telah dikhitan sehingga ibadahnya sah seperti yang digariskan dan diterangkan Islam.
Ketentuan balighnya seorang anak dalam khitan ini selain ketentuan fiqih yang menyatakan bahwa usia baligh bagi anak laki-laki maksimum genap berusia 15 tahun atau minimum sudah bermimpi basah, tentunya itu adalah batas usia maksimum anak harus melaksanakan shalat.Rasulullah s.a.w telah mengajarkan bahwa anak berusia 7 tahun harus mulai dilatih shalat dan berusia 10 tahun mereka harus memulai disiplin shalat sebagaimana dijelaskan Rasulullah s.a.w.dalam sabdanya.
نع نبورمع بيعش
نع هيبا نع هدج لاق : لاق لوسر للها ىلص للها هيلع ملسو
: اورم مكدلاوا ةلاصلاب
مهو ءانبا عبس نينس مهوبرضاو اهيلع
مهو رشعءانبا
وقرفو مهنيبا ىف عجاضملا )
هاور دوادوبا (
Artinya : “Dari Umar bin syuaib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata :Rasullah s.a.w bersabda : “surulah anak-anak kalian berlatih shalat sejak mereka berusia 7 tahun dan pukulah mereka jika meninggalkan shalat pada usia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka (sejak usia 10 tahun)” .(HR. Abu Dawud).
Dengan demikian, jelaslah bahwa semua ulama sepakat menyatakan kewajiban melaksanakan khitan ketika anak sudah baligh. Bagi orang tua muslim wajib memerintahkan anak melaksanakan khitan jika ia sudah mencapai usia tersebut. Karena pada masa itu anak dituntut kewajibannya melaksanakan syariat agama.
b. Waktu sunnah
Tentang waktu yang disunnahkan mayoritas ulama sepakat bahwa waktu yang dimaksud adalah sebelum aqil baligh. Kategori waktu sunnah dalam khitan yang ditentukan dalam rentang waktu (masa) persiapan menyonsong usia mukallaf. Pada usia tujuh tahun anak dilatih melaksanakan shalat karena sudah memasuki usia pra baligh. Hal ini untuk mengajarkan anak agar terbiasa dan siap menjadi anak yang shaleh yang didambakan keluarga.
Para ulama salaf memang mempunyai satu tradisi untuk mengkhitankan anak-anaknya ketika menjelang baligh. Sebab khitan dimasa ini sangat tepat, karena membuka aurat seseorang yang sudah
baligh adalah haram, disamping terasa sakit dan sembuhnya lama.
Berbeda bila khitan itu dilaksanakan ketika masih kecil, selain tidak terasa sakit juga proses penyembuhannya relatif lebih cepat.
Dalam sunan al-baihaqi jabir berkata, “Rasulullah s.a.w.
melakukan akikah untuk Hasan dan Husain, lalu mengkhitan mereka pada usia tujuh hari, dan Ibrahim mengkhitan Ishaq pada usia tujuh hari dan menkhitan Ismail pada usia baligh.
Jika memang demikian, maka hari ketujuh dari kelahiran anak merupakan hari istimewa bagi orang tua. Pasalnya, mereka harus mengajarkan banyak hal yakni mengaqiqahkan, mencukur rambut, menamai dan sekaligus mengkhitankan anaknya.
Kembali pada waktu sunnah pelaksanaan khitan Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al Malibari memberikan keterangan yang fleksibel sebagai berikut:
1. Pelaksanaan khitan di sunnahkan pada usia bayi 7 hari mengikut jejak Rasul (ittiba’ Rasul)
2. Jika pada usia tujuh hari belum terlaksana, maka disunnahkan pada usia 40 hari.
3. Jika usia 40 hari belum terlaksana, maka disunnahkan pada usia 7 tahun, karena pada usia ini anak harus dilatih melaksanakan shalat.
c. Waktu makruh
Waktu makruh melaksanakan khitan yakni dimana fisik anak kurang memungkinkan menanggung rasa sakit untuk berkhitan, waktu yang di maksud adalah bayi kurang dari 7 hari.
Adapun menurut keterangan lain khitan pada waktu anak berusia kurang dari tujuh hari semenjak kelahirannya dimakruhkan karena selain fisiknya lemah, juga di sinyalir merupakan perbuatan orang Yahudi.