EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE PERMAINAN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
KELAS VII A DI SMP KANISIUS GAYAM PADA MATERI ARITMETIKA SOSIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
Angela Puan Tiara Gandis NIM. 161414106
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2020
iv
HALAMAN MOTTO
“Orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru; mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari
dan tidak menjadi lesu,
mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.”
(Yesaya 40 :31)
“this too shall pass”
Yang ini juga akan berlalu
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Seluruh perjuanganku berkuliah di Jogja yang ditutup dengan skripsi ini,
kupersembahkan untuk Papa, Mama, Thimo, Akung, Uti, dan seluruh keluargaku terkasih.
Atas kepercayaan dan doa mereka,
aku bisa dikuatkan
.viii ABSTRAK
Angela Puan Tiara Gandis. 2020. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Permainan terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII A di SMP Kanisius Gayam pada Materi Aritmetika Sosial. Skripsi.
Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Ilmu Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) keterlaksanaan pembelajaran matematika pada materi Aritmetika Sosial dengan model pembelajaran kooperatif menggunakan metode permainan di kelas VII A SMP Kanisius Gayam dan (2) hasil belajar siswa pada materi Aritmetika Sosial dengan model pembelajaran kooperatif menggunakan metode permainan di kelas VII A SMP Kanisius Gayam.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Subjek penelitian ini adalah 23 siswa kelas VII A SMP Kanisius Gayam Yogyakarta.
Objek penelitian ini adalah pelaksanaan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi Aritmetika Sosial dengan model pembelajaran kooperatif menggunakan metode permainan. Data yang diperoleh adalah keterlaksanaan pembelajaran, hasil belajar, dan hasil wawancara siswa. Data-data tersebut dianalisis menggunakan analisis kualtitatif dan statistik deskriptif.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut. (1) Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif menggunakan metode permainan materi Aritmetika Sosial terlaksana dengan baik (83%). (2) Berdasarkan nilai tes awal dan tes akhir, sebanyak 96% siswa mengalami peningkatan hasil tes belajar.
Sebanyak 87% siswa dinyatakan memenuhi syarat ketuntasan dengan nilai lebih dari atau sama dengan 61. Berdasarkan wawancara dengan empat subjek, pembelajaran kooperatif merupakan pengalaman baru yang menyenangkan bagi siswa. Meskipun begitu, siswa masih mengalami kesulitan belajar ketika mendapatkan teman kelompok yang kurang menyenangkan, sehingga merasa kurang maksimal dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini berimbas pada pemahaman siswa. Berdasarkan keterlaksanaan pembelajaran dan hasil belajar siswa, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif menggunakan metode permainan materi Aritmetika Sosial adalah efektif.
Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif, Metode Permainan, Aritmetika Sosial
ix
ABSTRACTGandis, Angela Puan Tiara. 2020. The Effectiveness of the Cooperative Learning Model Through Game-Based Learning For Learning Outcomes of Class VII A Students In Kanisius Gayam Junior High School In Social Arithmetic Lesson. Undergraduate thesis. Department of Mathematics Education, Majors of Mathematics Education And Science, Faculty of Teacher Training And Education, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
This research has two aims. First, to describe the implementation of the cooperative learning model through game-based learning towards class VII A students in Kanisius Gayam Junior High School in social arithmetic lesson. The second objective is to describe the outcomes of the implementation of the cooperative learning model through game based learning towards class VII A students in Kanisius Gayam Junior High School in social arithmetic lesson.
This research is a descriptive research. The subjects of the research are 23 students of class VII A in Kanisius Gayam Junior High School. The objects of the research are the implementation and the learning outcomes of students towards the application of the cooperative learning model through game-based learning in social arithmetic lessons. The data obtained are the implementation of lessons, learning outcomes and students’ interview results. The data are analyzed through the qualitative method and descriptive statistic method..
The results of this research are first, the implementation of cooperative learning model through game-based learning in social arithmetic lesson succeed (83%). For the second result, based on the pre-test and post-test results, 96% of students’ learning outcomes are increasing. The 87% of students succeed to pass the Minimum Mastery Criteria, i.e. more than or equal to 61. Based on the interview to four subjects, the cooperative learning model is a new pleasant experience. For some students, learning in a group are unpleasant, hence, the learning process is not optimal and it has an impact on the students’
understanding. Based on the implementation and the learning outcomes of this method, the researcher concludes that the cooperative learning model through game-based learning is an effective learning method.
Key words : Cooperative Learning, Game-Based Learning Method, Social
Arithmetic
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTO...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii
ABSTRAK... viii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR...x
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR GAMBAR...xiv
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR LAMPIRAN...xvi
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang...1
B. Identifikasi Masalah...5
C. Pembatasan Masalah...6
D. Rumusan Masalah... 6
E. Batasan Istilah...6
F. Tujuan Penelitian... 7
G. Manfaat Penelitian...8
H. Sistematika Penulisan...9
BAB II KAJIAN PUSTAKA...11
A. Efektivitas Pembelajaran... 11
B. Pembelajaran Kooperatif... 12
C. Metode Permainan... 25
D. Hasil Belajar... 30
E. Aritmetika Sosial... 38
xiii
F. Penelitian yang Relevan...47
G. Kerangka Berpikir... 49
BAB III METODE PENELITIAN... 51
A. Jenis Penelitian... 51
B. Tempat dan Waktu Penelitian...51
C. Subjek dan Objek Penelitian...53
D. Bentuk Data... 53
E. Teknik Pengumpulan Data...53
F. Instrumen Penelitian...56
G. Teknik Analisis Data... 61
BAB IV PEMBAHASAN...65
A. Deskripsi Pelaksanaan Pengambilan Data...65
B. Analisis Deskriptif Metode Permainan...84
C. Analisis Tes Awal dan Tes Akhir...106
D. Hasil Wawancara Siswa... 115
E. Keterbatasan Penelitian...118
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...119
A. Kesimpulan...119
B. Saran... 121
DAFTAR PUSTAKA...123
LAMPIRAN...125
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Proses Belajar-Mengajar... 32
Gambar 2.2 Diagram Kerangka Berpikir... 50
Gambar 4.1 Siswa Sedang Mengerjakan Soal Latihan... 69
Gambar 4.2 Siswa Sedang Mempersiapkan Kelas...71
Gambar 4.3 Siswa Sedang Mempersiapkan Diri Untuk Mengikuti Permainan... 79
Gambar 4.4 Siswa Sedang Mengikuti Tes Awal...81
Gambar 4.5 Wawancara yang Dilakukan Melalui Whatsapp Call... 83
Gambar 4.6 Hasil Jawaban Siswa pada Tes Awal... 108
Gambar 4.7 Hasil Jawaban Siswa Pada Tes Awal...109
Gambar 4.8 Hasil Jawaban Siswa pada Tes Akhir...111
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Fase-fase Pembelajaran Kooperatif...20
Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian... 52
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Insrumen Ketrlaksanaan Pembelajaran... 53
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Indikator Tes Awal dan Tes Akhir... 59
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara terhadap Siswa...61
Tabel 3.5 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran...62
Tabel 3.6 Kategori Penilaian Hasil Belajar Siswa... 63
Tabel 4.1 Hasil keterlaksanaan Pertemuan Pertama... 85
Tabel 4.2 Hasil keterlaksanaan Pertemuan Kedua...94
Tabel 4.3 Hasil keterlaksanaan Pertemuan Ketiga...100
Tabel 4.4 Persentase Keterlaksanaan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Permainan ...106
Tabel 4.5 Hasil Penilaian Tes Awal...107
Tabel 4.6 Hasil Penilaian Tes Akhir... 109
Tabel 4.7 Hasil Perbandingan Tes Awal dan Tes Akhir...111
Tabel 4.8 Hasil Perbandingan Tes Awal dan Tes Akhir Per Nomor... 113
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Surat Permohonan Izin Penelitian... 127
Lampiran 1.2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian...128
Lampiran 2.1 Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran...130
Lampiran 2.2 Hasil Validasi Instrumen Keterlaksanaan Pembelajaran...133
Lampiran 2.3 Hasil Validasi Instrumen Wawancara... 136
Lampiran 2.4 Hasil Validasi Posttest...139
Lampiran 3.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran...143
Lampiran 3.2 Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran Pertemuan Pertama Observer 1...209
Lampiran 3.3 Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran Pertemuan Pertama Observer 2...214
Lampiran 3.4 Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran Pertemuan Kedua Observer 1...220
Lampiran 3.5 Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran Pertemuan Kedua Observer 2...225
Lampiran 3.6 Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran Pertemuan Ketiga
Observer 1...230
Lampiran 3.7 Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran Pertemuan Ketiga
Observer 2...2 3 5
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah merupakan tempat bagi siswa untuk memperoleh pendidikan secara menyeluruh dan sebagai sarana pengembangan diri. Kegiatan pembelajaran di sekolah seharusnya mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menarik minat, dan antusiasme siswa. Hal itu penting agar siswa dapat belajar dengan baik dan penuh semangat. Suasana belajar yang menyenangkan akan berdampak positif pada minat dan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran. Selanjutnya, diharapkan juga akan memberikan hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu, guru diharapkan untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Apabila siswa senang dalam proses pembelajaran, maka akan terjadi pula peningkatan prestasi dan hasil belajar siswa.
Ketika peneliti melakukan program Pengenalan Lingkungan
Persekolahan Pengelolaan Pembelajaran di SMK Negeri 2 Depok, peneliti
melakukan wawancara singkat dengan beberapa siswa. Menurut siswa kelas
XI KGSP, matematika merupakan mata pelajaran yang sulit karena materi
yang abstrak dan menakutkan karena guru matematika cenderung dikenal
galak dan tegas. Selain itu, beberapa guru matematika terbiasa menggunakan
metode pembelajaran ceramah. Hal ini menyebabkan siswa kurang memiliki
minat yang tinggi untuk belajar matematika. Dari sini siswa mengaku mengalami kesulitan untuk mengikuti pembelajaran di kelas. Sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa pun kurang maksimal
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan dan keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran yang dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa, misalnya model atau metode apa yang digunakan guru saat mengajar di kelas. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat akan menentukan efektifitas dan efisiensi pembelajaran di kelas (Kawuryan, 2013 : 1). Efektifitas metode mengajar terjadi ketika tujuan mengajar mampu dicapai melalui metode yang dipilih. Efisiensi metode mengajar terjadi ketika semakin sedikit usaha yang dikeluarkan, namun metode mengajar mampu mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirancang.
Metode guru yang monoton seperti metode ceramah yang sering digunakan
cenderung membuat siswa cepat bosan dan berdampak pada hasil belajar
siswa. Kesiapan siswa mengikuti pembelajaran juga dapat mempengaruhi
kondisi siswa ketika mengikuti proses belajar mengajar, seperti misalnya
fokus siswa selama proses belajar (Darso, 2011 : 1). Oleh karena itu, guru
diharapkan menggunakan metode pembelajaran yang lebih bervariasi,
sehingga dapat membuat siswa senang, aktif, dan senantiasa mengikuti
pembelajaran hingga selesai, serta dapat membuat siswa lebih mandiri dan
dapat bekerja sama dengan siswa lain. Menurut Kawuryan (2013 : 2) dalam
penentuan metode pembelajaran, guru harus memperhatikan tujuan
pembelajaran, karakteristik materi pelajaran, karakteristik siswa, alokasi
waktu, dan fasilitas penunjang. Hal ini akan mempengaruhi guru dalam menentukan metode pembelajaran yang paling tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan untuk lebih kreatif dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran sehingga pembelajaran yang dilakukan tidak berjalan monoton, tetapi menarik perhatian siswa, dan menciptakan kesan bahwa matematika merupakan pembelajaran yang menyenangkan. Apabila siswa senang dalam proses belajar mengajar, maka diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Laksono, Ariyanti, dan Santoso (2014 : 63) memperlihatkan adanya hubungan positif antara perasaan senang dengan prestasi belajar siswa. Para peneliti tersebut menumbuhkan minat siswa dalam belajar dengan media komik. Ketika siswa telah merasa senang dan terbuka dengan pembelajaran, maka siswa akan lebih mudah menerima pembelajaran matematika. Hal ini akan berdampak baik pada peningkatan hasil belajar siswa.
SMP Kanisius Gayam memiliki cukup banyak pelajaran yang diajarkan pada siswa, salah satunya adalah mata pelajaran matematika.
Matematika merupakan salah satu pelajaran yang cukup menjadi momok bagi
siswa karena sifatnya yang abstrak. Dari penjelasan guru, diketahui bahwa
guru mengalami kesukaran dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa
dirasa tidak secara maksimal menaruh minat dan ketertarikannya pada
pembelajaran matematika. Bukan hanya pada matematika sebenarnya, namun
juga pada mata pelajaran yang lain. Dilihat dari kesiapan fisik siswa, didapat bahwa siswa telah siap mengikuti pembelajaran di kelas. Ketika pembelajaran dimulai siswa telah menduduki kursinya masing-masing. Namun, jika dilihat dari kesiapan mental, siswa belum mampu membuka dirinya dan menerima pembelajaran matematika dengan sepenuh hati. Terlihat bahwa siswa masing kurang dapat memfokuskan dirinya dalam pembelajaran. Jika dari awal siswa belum secara sadar untuk menyediakan dirinya mempelajari matematika, tentu saja akan sulit bagi guru untuk mengenalkan materi secara lebih mendalam.
Peneliti melihat bahwa minat siswa pada pembelajaran matematikalah yang menjadi faktor utama sulitnya guru meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, peneliti ingin menciptakan suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan bagi siswa dengan menggunakan permainan secara berkelompok yang melibatkan seluruh siswa di kelas. Menurut Rose dan Edleson (dalam Geldard, 2013 : 6) pembelajaran dalam kelompok mampu meningkatkan perubahan dalam diri individu-individu anggota kelompok. Hal ini dipastikan akan memberikan dampak baik pada siswa karena interaksi yang terjadi antar siswa dinilai dapat memberikan dampak baik daripada interaksi dengan orang dewasa.
Peneliti memutuskan menggunakan pendekatan pembelajaran
saintifik model kooperatif dengan metode permainan untuk membantu
meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII A SMP Kanisius Gayam. Melalui
metode ini diharapkan pembelajaran matematika dapat menjadi lebih
menyenangkan dan membuat siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran, sehingga akan berdampak baik pada peningkatan hasil belajar.
Dari uraian di atas, peneliti memutuskan untuk mengadakan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran kooperatif dengan metode permainan dalam meningkatkan hasil pembelajaran siswa kelas VII A SMP Kanisius Gayam pada materi Aritmetika Sosial.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang dapat diidentifikasi sebab-sebab timbulnya masalah, sebagai berikut :
1. Berdasarkan pengalaman peneliti saat melakukan Program Pengenalan Lingkungan Persekolahan, peneliti menemukan bahwa masih cukup banyak siswa yang kurang berminat pada pembelajaran matematika, karena materi pembelajaran yang abstrak.
2. Berdasarkan pengalaman peneliti saat melakukan Program Pengenalan Lingkungan Persekolahan, ketika guru menggunakan metode pembelajaran yang berpusat pada guru, siswa belum merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran matematika. Strategi pembelajaran yang dipilih membuat guru mengalami kesulitan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Secara fisik, siswa telah siap mengikuti proses pembelajaran. Artinya, mereka sudah berada di ruang kelas dan duduk di kursi masing-masing.
Namun, jika dilihat dari kesiapan secara mental, banyak siswa belum siap
mengikuti pembelajaran. Banyak siswa yang masih berbincang satu sama
lain dan belum fokus untuk memulai pembelajaran. Kurangnya kesiapan tersebut, ditambah dengan fakta bahwa matematika adalah pelajaran yang susah, siswa menjadi tidak tertarik dengan pelajaran matematika.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan meneliti mengenai proses belajar dan peningkatan hasil belajar siswa kelas VII A di SMP Kanisius Gayam menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan metode permainan pada materi aritmetika sosial.
D. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang dan identifikasi masalah, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana keefektifan model pembelajaran kooperatif dengan metode permainan yang diterapkan dalam pembelajaran Matematika untuk materi aritmetika sosial di kelas VII A SMP Kanisius Gayam yang dilihat dari keterlaksanaan pembelajaran?
2. Bagaimana keefektifan model pembelajaran kooperatif dengan metode permainan untuk materi aritmetika sosial di kelas VII A SMP Kanisius Gayam dilihat dari hasil belajar siswa?
E. Tujuan Penelitian
Berdasar rumusan masalah, peneliti merumuskan tujuab penelitian
sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran kooperatif dengan metode permainan yang dilihat dari keterlaksanaan pembelajaran pada materi aritmetika sosial di kelas VII A SMP Kanisius Gayam.
2. Mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran kooperatif dengan metode permainan yang dilihat dari peningkatan hasil belajar siswa pada materi aritmetika sosial di kelas VII A SMP Kanisius Gayam.
F. Batasan Istilah 1. Belajar
Belajar merupakan suatu proses atau kegiatan mengolah pengetahuan pengalaman untuk memperoleh pengetahuan baru berdasarkan pengalaman, baik pengalaman manusia berinteraksi dengan manusia ataupun lingkungannya.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan prestasi belajar yang dilihat dari segi kognitif berdasar pencapaian siswa selama proses pembelajaran.
3. Peningkatan Hasil Belajar
Peningkatan hasil belajar terjadi jika ada hasil yang belajar yang lebih maksimal dari hasil belajar sebelumnya.
4. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas dalam proses pembelajaran didefinisikan sebagai suatu ukuran
keberhasilan metode pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran,
dilihat dari ketepatan pengunaan strategi pembelajaran, keterlibatan siswa,
waktu, dan hasil yang dicapai.
5. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan kelompok-kelompok kecil yang memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa untuk bekerjasama dan memecahkan masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebaya.
6. Metode Permainan
Metode permainan adalah cara menyajikan bahan pengajaran dimana siswa melakukan permainan untuk memperoleh atau menemukan pengertian dan konsep tertentu.
G. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa Kelas VII A SMP Kanisius Gayam
Proses dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan bagi siswa. Melalui metode permainan, pembelajaran diharapkan dapat menarik minat dan menumbuhkan antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini diharapkan dapat berdampak baik pada peningkatan hasil belajar siswa.
2. Bagi Peneliti
Penelitian diharapkan mampu menjadi sarana untuk mengaplikasikan
ilmu dan memenuhi keingintahuan peneliti akan keberhasilan strategi
pembelajaran yang sedang diimplementasikan dalam pembelajaran di
kelas.
3. Bagi Guru yang Bersangkutan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru terkait strategi dan pengelolaan pembelajaran untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran Matematika di kelas.
4. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang memiliki fokus penelitian serupa.
H. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab dengan garis besar pada masing-masing bab sebagai berikut :
1. BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini memuat latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, penjelasan istilah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
2. BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini memuat pembahasan mengenai konsep-konsep dasar yang dipergunakan dalam penelitian, penelitian-penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.
3. BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini memuat penjelasan mengenai jenis penelitian, subjek
penelitian, objek penelitian, waktu dan tempat penelitian, metode dan
instrumen pengumpulan data, validitas instrumen penelitian, teknik
analisis data, dan prosedur pelaksanaan penelitian.
4. BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
Pada bab ini memuat penjelasan mengenai persiapan dan pelaksanaan penelitian, hasil dan analisis data penelitian, pembahasan, dan keterbatasan penelitian.
5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini memuat kesimpulan dan saran berdasarkan penelitian yang
dilakukan.
11 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini peneliti akan membahas teori-teori yang peneliti gunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama, peneliti akan memaparkan tentang model pembelajaran kooperatif. Pada bagian kedua, peneliti akan memaparkan tentang metode permainan yang digunakan dalam penelitian. Pada bagian ketiga, peneliti akan memaparkan tentang hasil belajar. Pada bagian keempat, peneliti akan memaparkan tentang materi pembelajaran yakni aritmetika sosial. Pada bagian akhir, peneliti akan memaparkan tentang beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan dan kerangka berpikir.
A. Efektivitas Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2019), efektivitas
sama dengan keefektifan. Kata “efektif” berarti membawa pengaruh atau
dapat membawa hasil. Dalam konteks pembelajaran, Sudjana (2010: 50)
mendefinisikan keefektifan sebagai proses pembelajaran berkenaan dengan
jalan, upaya, teknik, dan strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan
pembelajaran secara optimal, tepat, dan cepat. Senada dengan Sudjana, Budi
(2001: 48) mendefinisikan efektivitas proses pembelajaran sebagai suatu
ukuran keberhasilan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran. Indikator efektivitas pembelajaran adalah ketepatan
penggunaan strategi pembelajaran, keterlibatan siswa, waktu, dan hasil yang
dicapai. Selanjutnya, Budi juga mengatakan bahwa, selain memperhatikan proses, efektivitas juga harus mengacu pada hasil pembelajaran. Efektivitas sebuah pembelajaran juga dilihat dari hasil pembelajaran yang dicapai oleh siswa melalui tes. Mengikuti pendapat Budi, dalam penelitian ini, peneliti akan mengevaluasi efektivitas pembelajaran matematika kooperatif metode permainan berdasarkan proses pembelajaran (keterlaksanaan pembelajaran) dan hasil belajar (nilai tes) siswa.
B. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pendekatan, Metode, dan Model Pembelajaran
Menurut Taniredja (2015 : 20), pengertian mengenai ketiganya dijabarkan dalam penjelasan berikut.
a. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran merupakan titik awal atau sudut pandang guru terhadap proses pembelajaran yang mengarah pada pandangannya terhadap pembelajaran yang sifatnya masih sangat umum. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran yakni pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru dan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Selain itu juga ada pendekatan saintifik, inquiry, dan expository.
b. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk
kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Ketepatan penggunaan suatu metode akan mempengaruhi hasil keterlaksanaan pembelajaran. Beberapa metode pembelajaran yang sering digunakan adalah metode ceramah, diskusi, tanya-jawab, debat, eksperimen, dan permainan.
c. Model Pembelajaran
Ketika pendekatan, metode, dan hal-hal lain yang dibutuhkan dalam suatu pembelajaran telah tersusun menjadi satu kesatuan yang utuh, bentuk inilah yang dinamakan dengan model pembelajaran. Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Beberapa contoh model pembelajaran yang sering digunakan dalam pembelajaran seperti pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran matematika realistik, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran kooperatif.
2. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Sebagaimana diungkapkan oleh Parker (Huda, 2012 : 29),
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana
para siswa saling berinteraksi dalam kelompok-kelompok kecil untuk
mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan bersama. Sementara
itu, Johnson dan Johnson (Huda, 2012 : 31) mendefinisikan pembelajaran
kooperatif sebagai pembentukan kelompok-kelompok kecil yang terdiri
dari siswa-siswa yang dituntut untuk bekerja sama dan saling
meningkatkan pembelajarannya dan pembelajaran siswa-siswa lain. Artz
dan Newman (Huda, 2012 : 32) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan kelompok kecil pembelajar/siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai suatu tujuan bersama. Slavin (2011 : 8) menjelaskan bahwa inti pembelajaran kooperatif adalah adanya siswa yang saling duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Slavin, apabila siswa ingin agar timnya berhasil, maka mereka akan mendorong anggota timnya agar berusaha lebih maksimal, sehingga mampu memperoleh kemenangan. Berdasar penjabaran beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil (beranggotakan siswa dengan kemampuan yang heterogen) yang saling mendukung dan berinteraksi dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dalam model pembelajaran kooperatif, siswa memiliki tugas utama untuk mencapai ketuntasan belajar dan membantu siswa lain dalam mempelajari suatu materi pembelajaran di kelas.
3. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif akan tercapai bila terdapat kerja
sama antar anggota kelompok untuk meningkatkan prestasi dan
pemahaman akademik baik secara individu maupun kelompok. Model
pembelajaran ini dikembangkan untuk mencapai tiga hal penting dalam
pembelajaran, yakni :
a. Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif mampu membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit dan membantu siswa berpikir kritis. Model pembelajaran ini mampu memberikan kesempatan bagi siswa dengan tingkat pengetahuan yang beragam untuk saling bekerja sama menyelesaikan tugas akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Pembelajaran kooperatif mampu memberi kesempatan bagi siswa dengan berbagai latar belakang untuk saling bekerja sama dan bergantung satu sama lain untuk menyelesaikan tugas akademik bersama.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Pembelajaran koopeartif sangat tepat digunakan untuk melatih keterampilan kerja sama, kolaborasi, dan tanya jawab.
4. Unsur Model Pembelajaran Kooperatif
Huda (2012 : 46) menyebutkan bahwa pada model pembelajaran kooperatif terdapat unsur-unsur yang menjadi ciri khas utama model pembelajaran yang membedakannya dengan model pembelajaran lain.
Unsur-unsur tersebut adalah : a. Interdependensi Positif
Hal utama yang harus diperhatikan agar pembelajaran
kooperatif berjalan efektif adalah adanya interdependensi
(kesalingtergantungan) yang positif antar anggota dalam kelompok.
Siswa memiliki kesadaran bahwa tugas yang diberikan tidak akan berjalan baik bila masih ada anggota kelompok yang tidak memahami materi yang diberikan. Interdependensi positif merujuk pada tiga indikator utama, yakni :
1) Setiap anggota kelompok berperan penting untuk menentukan keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuan.
2) Setiap anggota kelompok memiliki kontribusi yang unik dan berbeda bagi kelompoknya sesuai dengan pembagian tugas yang dibagi secara merata.
3) Setiap anggota kelompok saling bekerja sama dan bertanggung jawab untuk membagikan sumber-sumber pembelajaran yang didapat agar dapat saling mendukung, mendorong, dan merayakan keberhasilan bersama.
Untuk mewujudkan interdependensi positif terdapat empat cara yang bisa dilakukan, yakni :
1) Interdependensi Tujuan Positif
Siswa harus meyakini bahwa mereka dapat mencapai tujuan belajarnya hanya jika teman-teman satu kelompoknya mencapai tujuan tersebut. Kelompok hanya akan dapat disatukan jika mereka memiliki satu tujuan bersama, sehingga mereka memiliki keterikatan untuk saling bekerja sama mencapai tujuan bersama.
Disini peran guru dibutuhkan untuk membuat satu tujuan
pembelajaran yang kolektif.
2) Interdependensi Penghargaan Positif
Setiap anggota kelompok akan menerima penghargaan yang sama jika kelompoknya mampu mencapai tujuan yang sama.
Memberikan penghargaan atau ucapan selamat atas keberhasilan kelompok dapat meningkatkan kualitas kerja sama mereka.
3) Interdependensi Peran Positif
Setiap anggota kelompok akan diberi peran yang saling komplementer agar mereka sepenuhnya bisa saling bertanggung jawab pada usaha kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama.
4) Interdependensi Sumber Positif
Setiap anggota kelompok harus memiliki sebagian sumber informasi atau materi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas, sebelum dibahas dalam kelompok.
b. Interaksi Promotif
Interdependensi positif dapat menciptakan interaksi promotif di antara anggota kelompok. Interaksi promotif didefinisikan sebagai suatu interaksi dalam kelompok dimana setiap anggota saling mendorong dan membantu anggota lain dalam usaha mereka untuk mencapai, menyelesaikan, dan menghasilkan sesuatu untuk tujuan bersama.
c. Akuntabilitas Individu
Akuntabilitas (tanggung jawab) individu akan muncul ketika
performa setiap anggota dinilai dan hasilnya diberikan kembali
kepada mereka dan kelompoknya. Dari hasil ini anggota kelompok dapat berefleksi kembali untuk meningkatkan performanya agar mampu berkontribusi maksimal dalam kelompok. Akuntabilitas individu menjadi kunci untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok mampu memberikan konstribusi yang maksimal sebagai individu.
d. Keterampilan Interpersonal dan Kelompok Kecil
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dalam kelompok, sehingga diperlukan beberapa kemampuan interpersonal agar dapat mencapai tujuan kelompok, seperti siswa harus bisa saling mengerti dan percaya satu sama lain, berkomunikasi dengan jelas dan tidak ambigu, saling menerima dan mendukung satu sama lain, dan dapat mendamaikan perdebatan yang dapat memunculkan konflik.
Kemampuan interpersonal ini tidak muncul secara tiba-tiba ketika dibutuhkan, melainkan harus diajari dan dimotivasi agar dapat menerapkan keterampilan tersebut dalam kelompok kooperatif.
Semakin tinggi keterampilan sosial yang dimiliki siswa dan semakin intens guru mengajarkan dan memberikan penghargaan atas keterampilan seperti ini, maka akan semakin besar pula pencapaian yang dapat diperoleh kelompok.
e. Pemrosesan Kelompok
Kerja kelompok yang efektif biasanya dipengaruhi oleh sejauh mana
kelompok dapat merefleksikan proses kerja sama mereka. Dalam
pembelajaran kooperatif, pemrosesan kelompok didefinisikan sebagai refleksi kelompok dalam mendeskripsikan tindakan apa saja yang membantu dan tidak terlalu membantu serta membuat keputusan tentang tindakan apa saja yang dapat dilanjutkan atau perlu diubah.
Disimpulkan bahwa, pemrosesan kelompok bertujuan untuk
mengklarifikasi dan meningkatkan efektivitas kerja sama
antaranggota untuk mencapai tujuan kelompok. Pemrosesan dapat
berlangsung dalam dua level, yakni dalam level kelompok kecil atau
level seluruh siswa. Pemrosesan dalam kelompok kecil
memungkinkan setiap anggota kelompok untuk fokus pada relasi
yang bermanfaat diantara para anggota kelompok, memfasilitasi
keterampilan kooperatif, dan memungkinkan setiap anggota
kelompok untuk berpikir tidak hanya secara kognitif, tapi juga secara
metakognitif. Untuk itu, diperlukan peran dari guru untuk
menyediakan waktu yang memadai bagi kelompok untuk melakukan
pemrosesan, memberikan feedback yang positif, mengawasi
keterlibatan setiap anggota dalam pemrosesan kelompok,
mengingatkan anggota untuk menerapkan keterampilan kooperatifnya
selama pemrosesan berlangsung, dan mengkomunikasikan pada
mereka tentang harapan dan tujuan diadakannya pemrosesan ini agar
tahu bagaimana cara untuk mengarahkan pemrosesan. Selain dalam
pemrosesan kelompok kecil, akan baik juga jika guru dapat berperan
dalam pemrosesan seluruh siswa, sehingga diperlukan adanya
observasi yang dilakukan secara berkala pada setiap kelompok agar dapat menganalisis masalah yang dialami kelompok. Pada akhir pembelajaran dari kedua level pemrosesan, yang terpenting adalah adanya feedback atau penghargaan yang diterima kelompok. Melalui penghargaan, kelompok akan merasa mendapat apresiasi atas usahanya selama ini. Diharapkan komitmen mereka untuk terus belajar, antusiasme untuk terus bekerja dalam kelompok kooperatif, dan rasa kebersamaan mereka untuk bekerja sama dapat meningkat secara berkesinambungan.
5. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok heterogen.
Menurut Suprijono (2009 : 65), sintaks model pembelajaran kooperatif terdiri dalam enam fase yang dijabarkan pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Fase-fase Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan belajar dan mempersiapkan siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan mempersiapkan siswa untuk belajar.
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi terkait materi pembelajaran pada siswa melalui demonstrasi, diskusi, atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
Tabel 2.1 Fase-fase Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
dalam kelompok kooperatif kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar dapat saling terbuka menerima kelompok barunya.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok- kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas kelompok.
Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hal kerjanya.
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru memberikan motivasi atau penghargaan kepada hasil belajar individu maupun kelompok.
Dari enam fase pembelajaran kooperatif, peneliti menerapkan metode permainan dimulai dari fase ketiga. Pada tahap ini, peneliti mulai mengelompokkan siswa dalam kelompok permainan. Setelah melaksanakan permainan, peneliti juga akan memberikan motivasi dan penghargaan atas pencapaian siswa yang masuk dalam tahap keenam.
6. Tipe dalam Pembelajaran Kooperatif
Menurut Suprijono (2009 : 89), tipe pembelajaran kooperatif memiliki beberapa metode pembelajaran, yakni :
a. Student Team Achievement Division (STAD)
Model pembelajaran STAD menempatkan siswa dalam tim
belajar beranggotakan empat sampai lima siswa secara heterogen dan
berdasarkan kemampuan siswa yang dilihat dari hasil pretest. Inti dari
model pembelajaran ini adalah adanya penyajian materi yang dilanjutkan dengan latihan secara berkelompok untuk mempertajam pemahaman atas materi. Selanjutnya siswa akan diuji secara mandiri melaui kuis di akhir pembelajaran.
b. Jigsaw (Tim Ahli)
Model pembelajaran jigsaw menempatkan siswa dalam kelompok yang heterogen menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Tiap anggota kelompok asal akan mendapatkan satu sub materi untuk dipelajari secara mandiri. Selanjutnya anggota kelompok asal akan bertemu dengan anggota kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Kelompok baru ini dinamakan kelompok ahli. Bersama dengan guru, kelompok ahli bertugas untuk membahas dan menyimpulkan inti pembelajaran dari sub materi yang telah dipresentasikan dalam kelompok. Jika kelompok ahli telah mendapatkan kesimpulan, maka anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompoknya masing-masing. Tiap anggota di kelompok asal akan saling membagi pemahamannya atas sub materi yang telah mereka diskusikan di kelompok ahlinya masing-masing, hingga kelompok asal mendapatkan pemahaman atas materi secara utuh.
c. Group Investigation (Investigasi Kelompok)
Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran
kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diterapkan. Model
ini mengajarkan keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang
baik. Pada mulanya guru akan membagi kelas dalam kelompok, untuk selanjutnya guru menentukan topik permasalahan dan metode pemecahan yang nantinya akan diimplementasikan oleh siswa. Inti kegiatan metode ini adalah kerja kelompok antar siswa untuk mengumpulkan data, analisis data, sintesis data, hingga menarik kesimpulan. Selanjutnya, kelompok akan mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas agar dapat dikritisi bersama.
Kegiatan ditutup dengan evaluasi kegiatan pembelajaran.
d. Think Pair Share
Metode ini diawali dengan tahap thinking dimana guru menyampaikan pertanyaan atau isu terkait pelajaran untuk dipikirkan siswa secara mandiri. Selanjutnya tahap pairing dimana guru meminta siswa untuk berpasang-pasangan guna mendiskusikan bahasan yang guru sampaikan. Diskusi ini diharapkan mampu untuk memperdalam makna jawaban sebelum pada akhirnya disampaikan kepada seluruh siswa di kelas dalam tahap sharing.
e. Numbered Head Together
Metode ini diawali dengan guru membagi kelas dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam kelompok, siswa juga akan mendapat nomor tertentu. Banyaknya jumlah siswa atau nomor akan disesuaikan dengan jumlah konsep materi yang akan dipelajari.
Selanjutnya kelompok akan mendiskusikan solusi untuk pertanyaan
yang diberikan guru. Guru akan meminta siswa yang memiliki nomor
yang sama dari tiap-tiap kelompok untuk menjawab pertanyaan dari guru, semua siswa dengan nomor yang sama dari tiap kelompok akan mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan.
f. Teams Games Tournament
Model pembelajaran ini hampir sama dengan model pembelajaran STAD pada langkah-langkah pembelajaran. Perbedaan dari kedua model ini adalah adanya permainan dan turnamen di akhir pembelajaran yang harus dilakukan. Siswa akan dibagi berdasar kelompok heterogen untuk bersama-sama menyelesaikan permainan atau turnamen yang ada. Hasil perolehan kelompok dicatat dalam tabel turnamen yang akan selalu berubah setiap kali pembelajaran menerapkan permainan atau turnamen. Dalam pembelajaran guru akan selalu memberikan penghargaan untuk memotivasi siswa.
7. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran ini memiliki beberapa kelebihan, yakni:
a. Pada kelas dengan pembelajaran kooperatif, siswa memiliki kebe- basan untuk saling berdiskusi dan mengutarakan pendapatnya.
b. Mampu membangun karakter siswa untuk memiliki rasa percaya diri yang tinggi, sikap toleransi, dan sikap menghargai pendapat orang lain yang baik bagi hubungan sosial siswa.
c. Memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan pada suasana belajar yang interaktif.
8. Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu yang lama, karena lebih menekankan pada kegiatan siswa untuk belajar dan menemukan inti pembelajaran, baik secara individu maupun kelompok
b. Ketika satu kelas terdiri dari siswa yang cukup banyak, maka guru akan kesulitan untuk mengamati keakifan siswa sebagai individu.
Pembelajaran kooperatif mengaharuskan guru untuk memastikan pembelajaran berjalan baik sesuai rencana, sehingga guru akan sulit mengamati setiap pergerakan siswa. Namun, hal ini bisa terbantu jika guru memiliki lembar ketercapaian pembelajaran yang dapat diisi dengan mudah sehingga bisa membantu menjaga keterlaksanaan pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan.
C. Metode Permainan
Peneliti mengadopsi model pembelajaran kooperatif jenis Teams Games Tournament. Dalam pembelajaran, peneliti memilih menggunakan permainan untuk membantu siswa memahami materi yang sedang dipelajari.
Metode permainan adalah cara menyajikan bahan pengajaran dimana siswa melakukan permainan untuk memperoleh atau menemukan pengertian dan konsep tertentu.
Menurut Jarolimek (1986 : 346) “A game may be defined as an
activity that involves rules, competition, and players who become winners
and losers”. Pernyataan di atas dapat diartikan bahwa permainan adalah
sebuah kegiatan yang melibatkan peraturan, kompetisi, dan pemain yang
diantaranya akan ada yang menang dan kalah. Melalui permainan, anak akan sangat menikmati pembelajaran, sehingga anak akan mengikuti pembelajaran tanpa adanya paksaan dari guru.
Menurut Susanto (2009 : 19) permainan baik digunakan dalam pembelajaran, karena anak melakukan proses pembelajaran menurut pengalaman hidupnya. Oleh karena itu, pengalaman yang baik dan menyenangkan akan berdampak positif bagi perkembangan anak, demikian juga sebaliknya. Anak belajar dari segala hal yang ia lihat, ia dengar, dan ia rasakan. Proses belajar ini akan efektif apabila anak berada dalam kondisi senang dan bahagia, begitu juga sebaliknya. Jika anak merasa takut, cemas, dan was-was dapat membuat hasil belajar akan menjadi kurang optimal, karena proses belajar yang terlalu dipaksakan.
Guru dalam pembelajaran dengan permainan memiliki peran penting,
karena dituntut untuk memiliki keterampilan dalam membuka dan menutup
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran serta relevan
dengan karakteristik siswa. Dengan demikian, guru dapat dengan mudah
mengantarkan siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Guru juga
memiliki peran sebagai fasilitator, yang berperan untuk mengantarkan
pembelajaran agar lebih bermakna. Dalam pembelajaran, guru harus lebih
kreatif dalam menemukan kiat jitu agar kelas menjadi lebih hidup dan siswa
pun tidak jenuh atau mengantuk. Susanto (2009 : 25) menjabarkan beberapa
komponen yang harus diperhatikan guru ketika ia menerapkan metode
permainan dalam pembelajaran, sebagai berikut :
1. Menarik Perhatian Siswa
Sangat penting bagi guru untuk menarik perhatian siswa agar mereka siap mengikuti pelajaran, guru dapat menggunakan beberapa cara, sebagai berikut :
a. Variasi Gaya Mengajar
Berbagai gerak atau posisi guru, kontak pandang atau suara dan intonasi guru, seperti irama tinggi rendah, panjang pendek, keras lembut, penggunaan jeda yang tepat berguna bagi usaha guru dalam menarik perhatian siswa.
b. Variasi Penggunaan Media
Penggunaan media secara variatif dengan beragam bentuk mulai dari gambar, grafik, suara yang direkam, hingga peraga-peraga fisik dapat menjadikan siswa lebih tertarik dan terfokus pada pengajaran guru.
c. Variasi Pada Interaksi
Dengan pola interaksi yang beragam seperti dengan memberikan kuis, hadiah atau ikut bermain dan duduk bersama siswa merupakan daya lekat yang dapat mendorong persepsi siswa dengan guru. Guru yang sering mendengarkan cerita dan menerima aduan siswa maka akan lebih mudah ketika akan menarik perhatian siswa.
2. Menimbulkan Motivasi
Membangkitkan motivasi adalah faktor penting dalam belajar, karena
siswa cenderung antusias untuk belajar ketika mereka mengetahui sesuatu
yang akan mereka peroleh melalui belajar. Untuk itu, beberapa cara
dalam membangkitkan motivasi, sebagai berikut : a. Kehangatan dan Keantusiasan
Kehangatan dan keantusiasan guru dalam mengawali pelajaran akan membuat siswa merasa dekat dan akrab dengan gurunya. Hal inipun akan mendorong siswa merasa senang dan mengerjakan tugas yang diberikan guru.
b. Menimbulkan Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu merupakan tabiat setiap anak. Mereka selalu bertanya, bahkan tidak berhenti jika belum diberi jawaban yang memuaskan.
Keadaan seperti ini bisa menjadi trik guru untuk mendapatkan perhatian siswa.
c. Mengemukakan Konsep yang Bertentangan
Guru mengemukakan konsep yang bertentangan sebagai awal pembelajaran dapat memotivasi siswa tertarik pada pelajaran tersebut.
d. Memperhatikan Minat Siswa
Guru dalam mengajar setidaknya mengerti dan paham betul akan
kebutuhan dan minat siswa. Diantara faktor yang mempengaruhi
minat tersebut adalah usia, jenis kelamin, latar belakang sosial
budaya dan lingkungannya. Agar siswa termotivasi mengikuti
pelajaran, maka pilihan topik dan teknik menjelaskannya disesuaikan
dengan minat siswa.
3. Memberikan Acuan
Agar siswa memiliki gambaran singkat tentang topik dan kegiatan yang akan diikutinya, guru sebaiknya memberikan acuan di awal pembicaraan.
Cara yang dapat dilakukan sebagai berikut : a. Mengemukakan Tujuan dan Batasan Tugas
Memberikan informasi pada awal pelajaran tentang tujuan yang ingin dicapai, materi yang akan dipelajari, aktivitas kegiatan yang akan dilakukan, dan tugas-tugas yang akan dikerjakan menjadikan siswa memiliki gambaran jelas tentang materi pelajaran yang akan diikutinya.
b. Menyarankan Langkah-Langkah yang Akan Dilakukan
Penjelasan mengenai langkah yang akan ditempuh siswa dalam mengerjakan tugas membuat kegiatan lebih terarah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai
c. Mengajukan Kuis
Guru mengajukan kuis berupa pertanyaan yang dapat mengarahkan siswa pada materi yang akan dibahas. Akan lebih menarik ketika setiap siswa dapat menjawab kuis, sehingga guru dapat memberikan hadiah berupa benda atau pujian dengan kata-kata yang dapat menggugah motivasi siswa.
4. Membuat Kaitan
Setiap siswa pasti memiliki pengalaman pribadi yang berbeda-beda.
Apabila dalam pembelajaran guru selalu mengkaitkan pelajaran dengan
pengalaman pribadi siswa, maka akan menjadikan pelajaran menjadi lebih menarik dan disenangi oleh siswa. Berikut beberapa cara untuk membuat kaitan dalam pembelajaran, sebagai berikut :
a. Mengajukan Pertanyaan Apersepsi
Guru dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan yang ada kaitannya dengan materi yang akan dibahas. Pertanyaan tersebut sebaiknya harus ada kaitannya dengan hal-hal yang sudah dialami atau diketahui oleh siswa.
b. Merangkum Pelajaran yang Lalu
Guru dapat merangkum atau meringkas pelajaran yang lalu, sebagai usaha untuk mengkaitkan topik yang akan dibahas.
D. Hasil Belajar
1. Definisi Hasil Belajar
Berikut ini pemaparan beberapa pendapat para ahli mengenai hasil belajar. Sudjana (2010 : 19) menyatakan bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai pencapaian setelah seseorang menempuh proses belajar-mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut Benyamin Bloom (dalam Sudjana 2010 : 22) terdapat
pengklasifikasian pada hasil belajar dilihat dari objek penilaian hasil
belajar, beliau membaginya dalam tiga ranah dan telah digunakan pada
sistem pendidikan nasional di Indonesia, yakni :
a. Ranah Kognitif
Ranah ini berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama merupakan aspek kognitif tingkat rendah, sedangkan keempat aspek berikutnya merupakan aspek kognitif tingkat tinggi.
b. Ranah Afektif
Ranah ini berkaitan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan penghargaan.
c. Ranah Psikomotorik
Ranah ini berkaitan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Terdapat enam aspek yang menjadi ruang lingkupnya, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, serta gerakan ekspresif dan interpretatif.
Dari ketiga ranah di atas, penelitian ini akan mengukur hasil belajar dilihat dari ranah kognitifnya saja. Selain itu, ranah kognitiflah yang menjadi paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena ranah kognitif dapat memetakan dengan jelas kemampuan siswa dalam menguasai bahan pengajaran.
Bagi Winataputra (2007), hasil belajar merupakan bukti
keberhasilan yang telah dicapai siswa dimana setiap kegiatan belajar
dapat menimbulkan suatu perubahan yang khas. Belajar dalam konteks ini meliputi keterampilan proses, keaktifan, motivasi, dan prestasi belajar.
Gambar 2.1 Diagram Proses Belajar-Mengajar
Pada diagram dapat disimpulkan bahwa kegiatan penilaian dinyatakan oleh garis (c), yakni suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana ketercapaian tujuan pengajaran dicapai oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang diperlihatkan setelah mereka menempuh pengalaman belajar. Pada garis (b) terlihat bahwa kegiatan penilaian digunakan untuk mengetahui keefektifan pengalaman belajar dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Hal ini didukung pula oleh Winkel (1989) yang menyatakan bahwa keberhasilan belajar yang dicapai siswa merupakan prestasi belajar siswa di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk angka.
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan prestasi belajar yang dicapai oleh siswa selama proses belajar-mengajar yang membawa perubahan tingkah laku dalam diri siswa itu sendiri. Untuk mengetahui keberhasilan suatu proses belajar tentu terdapat suatu pedoman yang diakui guru-guru secara luas yang dijadikan dasar dalam implementasi pengajaran yang akan dilakukannya.
Tujuan Pengajaran
Pengalaman
belajar-mengajar Hasil Belajar
(b)
(a) (c)
Pedoman ini tertuang dalam suatu kurikulum yang telah disempurnakan dan digunakan secara massal. Di dalam kurikulum, terdapat tujuan pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan yang dapat menjadi tolak ukur keberhasilan belajar jika tujuan tersebut tercapai.
Memperhatikan pandangan-pandangan para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan prestasi belajar yang dicapai oleh siswa selama proses belajar-mengajar.
2. Faktor-faktor Yang Menentukan Hasil Belajar
Secara luas, faktor-faktor yang menentukan hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yakni faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi munculnya siswa berprestasi tinggi, berprestasi rendah, bahkan gagal. Guru harus mampu menunjukkan kompetensi dan keprofesionalannya dalam mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar siswa.
a. Faktor Internal Siswa
Faktor ini berasal dari dalam diri siswa yang meliputi aspek fisiologis (jasmaniah) dan aspek psikologis (rohaniah).
1) Aspek Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran siswa dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
Ketika kondisi organ tubuh lemah, ditambah pula pusing
kepala, tentunya akan menurunkan kemampuan mencipta sehingga materi yang dipelajari pun tidak akan terserap maksimal. Ketika belajar, diperlukan pula kondisi jasmani yang selalu bugar. Siswa dianjurkan mengkonsumsi makan dan minuman bergizi, serta mengatur pola istirahat dan olah raga ringan yang rutin dan berkesinambungan. Pola hidup yang seimbang dan teratur dapat membentuk semangat dan mental siswa yang tangguh dalam belajar.
Kondisi organ khusus siswa seperti indera penglihatan dan pendengaran juga mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas.
Ketika daya pendengaran atau penglihatan siswa rendah, hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan diri siswa di depan teman sekelasnya. Guru seyogyanya peka dalam melihat hal itu dan mengatur strategi agar siswa yang memiliki kekurangsempurnaan dalam pendengaran atau penglihatan berada di barisan duduk paling depan. Strategi ini dilakukan tanpa perlu disertai penjelasan di depan kelas bahwa siswa memiliki kekurangsempurnaan di mata dan telinga mereka.
Langkah ini diambil untuk meminimalisir kemerosotan
kepercayaan diri siswa yang dapat mempengaruhi menurunnya
prestasi belajar, meskipun kemampuan kognitifnya cukup
tinggi.
2) Aspek Psikologis
Banyak faktor psikologis yang mampu mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa, antara lain :
a) Bakat Siswa
Bagi Chaplin dan Reber (dalam Syah 2002: 135) bakat merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
Sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat atau berpotensi mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara umum bakat mirip dengan inteligensi. Dapat dikatakan bahwa jika seorang anak berinteligensi sangat cerdas maka diartikan bahwa anak tersebut anak berbakat. Belakangan ini, bakat dimaknai sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan atau latihan.
b) Minat Siswa
Reber (dalam Syah, 2002, 136) mengartikan minat
kecenderungan atau kegairahan yang tinggi atau keinginan
yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi
kualitas hasil belajar siswa. Jika siswa minat akan suatu
bidang tertentu, maka ia akan memusatkan lebih banyak
perhatiannya pada bidang tersebut. Pemusatan perhatian intensif inilah yang memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat dan mencapai prestasi belajar.
c) Motivasi Siswa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2019) disebutkan bahwa motivasi merupakan usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Pada perkemba- ngannya, motivasi dibedakan jadi dua, yakni motivasi intrinsik atau hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan
yang datang dari luar individu siswa yang juga
mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Adanya
motivasi yang tinggi, baik bersifat internal maupun
eksternal akan membuat siswa bersemangat dalam
melakukan proses pembelajaran. Terlebih lagi motivasi
yang berasal dari dalam diri siswa karena lebih kuat
tertanam pada siswa, sehingga siswa tidak perlu
bergantung pada dorongan atau orang lain dalam mencapai
prestasi belajar.
b. Faktor Eksternal Siswa
Faktor ini berasal dari luar diri siswa seperti faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.
1) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah berperan penting dalam mempengaruhi semangat belajar siswa. Relasi yang baik antar siswa dengan para guru, staf administrasi, dan teman sekelas serta mampu menampilkan citra diri yang rajin dapat mendorong siswa untuk punya sikap positif dalam pembelajaran.
Selain itu, lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan teman sepermainan di sekitar rumah tinggal siswa. Situasi lingkungan yang kondusif dan mendorong peningkatan semangat belajar bagi siswa, tentunya juga berdampak baik pada peningkatan hasil belajar siswa. Lingkungan sosial siswa yang lebih mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua atau keluarga siswa itu sendiri.
Orang tua dan keluarga sebagai orang yang lebih lama berinteraksi dengan siswa sangat mempengaruhi perkembangan dan pencapaian siswa.
2) Lingkungan Non Sosial
Faktor yang termasuk lingkungan non sosial antara lain gedung
sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan siswa
serta letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar
yang digunakan siswa. Daerah tempat tinggal yang sempit dan
berantakan, tentu saja kurang mendukung suasana belajar yang produktif bagi siswa. Terkait waktu, tidak ada jam-jam khusus yang menjamin maksimalnya kualitas belajar siswa. Kesiapan siswa dalam menyerap dan mengelola materi pembelajaran adalah faktor utama penentu kualitas belajar siswa.
c. Faktor Pendekatan Belajar Siswa
Pendekatan pembelajaran dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Menurut Lawson (dalam Syah, 2002: 139), strategi yang dimaksud adalah seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. Siswa yang cenderung mempelajari sesuatu secara lebih mendalam dan detail, cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih maksimal dibanding dengan siswa yang hanya mempelajari sesuatu secara sekilas dan tidak terlalu mendetail.
E. Aritmetika Sosial
Pembahasan pada bagian ini bersumber dari buku paket Matematika untuk SMP/Mts Kelas VII tahun 2013 yang ditulis oleh Kurniawan.
1. Pengertian Aritmetika Sosial
Aritmetika sosial merupakan salah satu materi matematika yang
membahas aplikasi matematika di bidang ekonomi yang sangat erat
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2. Keuntungan
Seorang pedagang dikatakan sedang mengalami keuntungan jika pedagang tersebut berada pada kondisi dimana harga penjualan lebih besar daripada harga pembelian. Keuntungan adalah selisih antara harga jual sebuah produk dengan harga belinya.
Pedagang tersebut akan memperoleh keuntungan ketika hasil pengurangan yang diperoleh berupa bilangan positif, atau ketika harga jual lebih besar dari harga beli. Jika hasil pengurangan merupakan bilangan negatif, maka pedagang tersebut dikatakan mengalami kerugian.
Tentang kerugian, akan dibahas dalam diskusi selanjutnya. Persentase keuntungan dihitung dengan rumus berikut.
Persentase Keuntungan
100%beli hargauntung
Contoh 2.1.
Seorang pedagang membeli 10 buah buku tulis dengan harga Rp18.000.
Buku-buku tersebut habis terjual dengan harga Rp2.000 setiap buku.
Berapakah persentase keuntungan yang didapat pedagang ? Jawab :
20.000
=
2.000
× buku 10
= Seluruhnya Jual
Harga
18.000
= Seluruhnya Beli
Harga
2.000
=
18.000 - 20.000
=
Beli Harga - Jual Harga
= Keuntungan
Keuntungan = Harga Jual - Harga Beli
12,5%
=
16.000 100%
2.000
= Untung
Persentase
Jadi, pedagang mendapat keuntungan sebesar 12,5% atas penjualan buku tulis.
3. Kerugian
Seorang pedagang dikatakan dalam situasi rugi apabila ia mengalami kondisi dimana harga penjualan produknya lebih kecil daripada harga pembelian. Kerugian yang diderita oleh pedangan tersebut adalah selisih harga beli dengan harga jual, dan dituliskan dengan rumus berikut.
Persentase kerugian dihitung dengan rumus sebagai berikut.
beli 100%
harga rugi Kerugian
Persentase
Contoh 2.2.
a. Seorang pedagang membeli sebuah televisi dengan harga Rp675.000.
Kemudian televisi tersebut dijual dengan harga Rp630.000. Tentukan untung atau rugi yang didapat pedagang !
Jawab :
Karena harga penjualan lebih rendah dari harga pembelian maka pedagang akan mengalami rugi.
Kerugian = Harga Beli - Harga Jual
45.000
=
630.000 -
675.000
= Kerugian
Jadi, pedagang tersebut akan mengalami rugi sebesar Rp45.000.
b. Seorang pedagang membeli barang seharga Rp5.000.000. Ia menjual barang itu tetapi mengalami kerugian sebesar Rp250.000. Berapakah harga jualnya ?
Jawab :
4.750.000
= Jual Harga
Jual Harga - 5.000.000
= 250.000
Jual Harga - Beli Harga
= Kerugian
Jadi, harga jual barang tersebut sebesar Rp4.750.000
4. Menentukan Harga Jual jika Persentase Untung atau Persentase Rugi diketahui
Rumus berikut dipakai untuk menghitung harga jual sebuah produk jika diketahui harga beli produk tersebut dan persentase keuntungan atau kerugian.
Beli Harga 100%
rugi%
100%
Jual Harga
Beli Harga 100%
untung%
100%
Jual Harga
Keterangan :
Untung% = Persentase Keuntungan Rugi% = Persentase Kerugian
Jika mengalami untung, maka Harga Jual = Harga Beli + Untung.
Jika mengalami rugi, maka Harga Jual = Harga Beli - Rugi..
Contoh 2.3.
Suatu barang dibeli dengan harga Rp5.000.000, kemudian barang tersebut dijual dan menderita kerugian sebesar 5%. Berapakah harga jual barang tersebut ?
Jawab :
4.750.000
=
000 . 000 . 100% 5
= 95%
000 . 000 . 100% 5
5%
-
=100%
Jual Harga
Jadi, harga jual barang tersebut adalah Rp4.750.000.
5. Menentukan Harga Beli jika Persentase Untung atau Rugi diketahui Berikut adalah rumus yang dipergunakan untuk menghitung harga beli sebuah produk jika diketahui harga jualnya dan persentase keuntungan atau kerugian.
Jual Harga rugi%
100%
100%
Beli Harga
Jual Harga untung%
100%
100%
Beli Harga
Keterangan :
Untung% = Persentase Keuntungan Rugi% = Persentase Kerugian
Contoh 2.4.
Suatu barang dijual dengan harga Rp31.500 dan mendapat untung 5%.
Berapakah harga beli barang tersebut ?
Jawab :
30.000
=
31.500 105%
=100%
31.500 5%
100%
= 100%
Beli Harga
Jadi, harga beli barang itu adalah Rp30.000.
6. Bunga
Bunga adalah besaran dana yang diperoleh pada setiap akhir jangka waktu tertentu yang dipengaruhi oleh besarnya tabungan atau pinjaman di bank. Biasanya dinyatakan dalam persen dan dihitung dengan rumus berikut.
Bunga = besarnya suku bunga × besarnya modal yang dipinjam × lamanya waktu peminjaman
Bunga n bulan = b% × M ×
12n
Keterangan :
b% = Besarnya suku bunga
M = Besarnya modal yang dipinjam n = Lamanya waktu peminjaman Contoh 2.5.
Bu Dian memiliki tabungan di bank sebesar Rp 150.000 dengan bunga
2% per tahun. Hitunglah jumlah tabungan Bu Dian setelah 8 bulan !
Jawab :
2.000 12
8 150.000 100
2 12
8 150.000 2%
bulan 8 Bunga