• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KUNJUNGAN ANTENATAL CARE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KUNJUNGAN ANTENATAL CARE"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KUNJUNGAN ANTENATAL CARE

Kurnia Indriyanti Purnama Sari1), Heny Vidia Efendy2) Program Studi Kebidanan, STIKES Dian Husada Mojokerto,

Email : kurnia.indriyanti.purnamasari@gmail.com

ABSTRAK

Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian pelayanan antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama masa kehamilan. Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan atau janin, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan dini komplikasi kehamilan. Secara nasional, indikator kinerja cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 pada tahun 2013 belum dapat mencapai target Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun yang sama, yakni sebesar 93%.

Dalam Riskesdas 2013 dilaporkan terjadi penurunan cakupan K4 yaitu 90,18%

menjadi 86,85%. Dengan mendapatkan pelayanan antenatal care yang sesuai (4K) diharapkan ibu hamil dapat terhindar dari resiko terjadinya komplikasi kehamilan, persalinan dan masa nifas. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa faktor faktor yang berpengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil.

Rancangan penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang memenuhi kriteria penelitian yaitu ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto, ibu hamil yang dapat berkomunikasi dengan baik, ibu hamil yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah faktor yang yang berpengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil. Pengolahan data meliputi tahap editing, coding, scoring dan tabulating.

Dari hasil penelitian, untuk komponen predisposisi (predisposing factor) yang berpengaruh terhadap pelaksanaan kunjungan antenatal care adalah usia ibu hamil, usia kehamilan, paritas (kehamilan yang terjadi), latar belakang pendidikan yang dimiliki ibu hamil, jarak kehamilan / interval kelahiran, pengetahuan tentang antenatal care, dan sikap tentang antenatal care. Untuk komponen enabling (pemungkin/pendorong) yang berpengaruh terhadap kunjungan antenatal care adalah pekerjaan, pendapatan keluarga / ekonomi keluarga, dukungan suami, biaya antenatal care / pembayaran dan ketersediaan waktu ibu hamil, jarak tempuh antara rumah dengan pusat pelayanan antenatal care. Pada komponen need (kebutuhan) yang berpengaruh terhadap kunjungan antenatal care adalah kondisi kesehatan selama kehamilan dan Kadar Hb / kejadian anemia selama kehamilan

Dibutuhkan kerjasama berbagai pihak untuk dapat mensukseskan program kunjungan antenatal care. Di level pemerintahan, regulasi dan policy harus tersusun dengan lebih jelas agar setiap pelaksana program memiliki dasar untuk melakukan program kegiatan tersebut. Dilevel pelaksana perlu adanya pengkajian ulang mengenai metode pelaksanaan program antenatal care mengingat jumlah kunjugan antenatal care semakin menurun setiap tahunnya

Kata kunci : Kunjungan Antenatal Care, Ibu Hamil

(2)

Halaman | 94 PENDAHULUAN

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari sekelompok orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dan biasanya memiliki hubungan darah atau perkawinan, dalam keadaan saling ketergantungan.

Keluarga memiliki fungsi yang sangat strategis dalam mempengaruhi status kesehatan diantara anggotanya. Diantara fungsi keluarga dalam tatanan masyarakat yaitu memenuhi kebutuhan gizi dan merawat serta melindungi kesehatan para anggotanya.

Anak dan ibu merupakan dua anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.

Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan. Hal tersebut disebabkan Angka Kematian Ibu dan Anak merupakan dua indikator yang peka terhadap kualitas fasilitas pelayanan kesehatan. Kualitas fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksud termasuk aksesibilitas terhadap fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri. Sejak tahun 1990 upaya strategis yang dilakukan dalam upaya menekan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah dengan pendekatan safe motherhood, dengan menganggap bahwa setiap kehamilan mengandung risiko, walaupun kondisi kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan dalam keadaan baik. Di Indonesia Safe Motherhood Initiative ditindaklanjuti dengan peluncuran Gerakan Sayang Ibu di tahun 1996 oleh Presiden yang melibatkan berbagi sektor pemerintahan di samping sektor kesehatan. Salah satu program utama yang ditujukan untuk mengatasi masalah kematian ibu adalah penempatan bidan di tingkat desa secara besar -besaran yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir ke masyarakat. Di tahun 2000, Kementerian Kesehatan RI memperkuat strategi intervensi sektor kesehatan untuk mengatasi kematian ibu dengan mencanangkan strategi Making Pregnancy Safer. Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan neonatal sebesar 25%. Selain itu, pemerintah bersama masyarakat juga bertanggung jawab untuk menjamin bahwa setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, mulai dari saat hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

terlatih, dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, dan memperoleh cuti hamil dan melahirkan serta akses terhadap keluarga berencana. Di samping itu, pentingnya melakukan intervensi lebih ke hulu yakni kepada kelompok remaja dan dewasa muda dalam upaya percepatan penurunan AKI (Kemenkes RI, 2014).

Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian pelayanan antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama masa kehamilan, dengan distribusi waktu minimal 1 kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), minimal 1 kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu), dan minimal 2 kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24minggu - lahir).

Antenatal Care (pemeriksaan kehamilan) sangatlah penting dilakukan oleh ibu hamil karena dapat membantu mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Keuntungan yang lain yaitu untuk menjaga agar selalu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat, memantau kemungkinan adanya resiko-resiko kehamilan, dan merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan resiko tinggi serta menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin perinatal (Mufdlilah, 2009). Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan atau janin, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan dini komplikasi kehamilan. Capaian pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan menggunakan indikator Cakupan K1 dan K4.

Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun.

Sedangkan Cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali sesuai jadwal yang dianjurkan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun.

Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.

Secara nasional, indikator kinerja cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 pada tahun 2013 belum dapat mencapai

(3)

target Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun yang sama, yakni sebesar 93%. Dari laporan Riskesdas 2013 terlihat bahwa cakupan K1 selalu mengalami peningkatan, kecuali di tahun 2013 dimana angkanya mengalami penurunan dari 96,84% pada tahun 2012 menjadi 95,25% pada tahun 2013. Hal itu sedikit berbeda dengan cakupan K4 yang pernah mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari 80,26% pada 2007 menjadi 86,04% pada 2008, namun setelah itu mengalami penurunan menjadi 84,54% di tahun berikutnya. Kemudian setelah terus mengalami kenaikan, cakupan K4 kembali menurun pada 2013 menjadi 86,85% dari 90,18% pada tahun sebelumnya (Kemenkes, 2014).

Banyak faktor yang mempengaruhi kunjungan antenatal care pada ibu hamil.

Secara umum kunjungan kesehatan ibu hamil erat hubungannya dengan kemiskinan, pendidikan, faktor geografis dan pembangunan sosial. Ibu hamil dari keluarga miskin yang tidak mememiliki latar belakang pendidikan yang memadai cenderung mengalami kesulitan dalam melakukan kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan karena keterbatasan biaya dan ketidaktahuan (Depkes, 2001 dalam Sarminah, 2012).

Penelitian yang dilakukan Wibowo (1992, dalam Sarminah, 2012), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kunjungan antenatal care yaitu faktor presdisposing (meliputi umur ibu, paritas, jarak kelahiran, pendidikan, pengetahuan dan sikap), faktor enabling (meliputi pekerjaan suami, ekonomi keluarga, biaya, waktu, ketersediaan pelayanan dan jarak) dan faktor kebutuhan yang meliputi riwayat penyakit, keluhan, perseps sehat, kondisi ibu, rencana pengobatan dan kadar Hb). Penelitian yang dilakukan oleh Rahma (publikasi dalam Medical Journal of Lampung University Volume 2 No 4 Februari 2013) didapatkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kunjungan antenatal care adalah sikap ibu dan keterjangkauan akses pelayanan kesehatan). Pelayanan antenatal adalah pelayanan komprehensif dan berkualitas yang

diberikan kepada semua ibu hamil. Tujuan umum ANC adalah untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan antenatal yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat (Kemenkes, 2010). Dengan mendapatkan pelayanan antenatal care yang sesuai (4K) diharapkan ibu hamil dapat terhindar dari resiko terjadinya komplikasi kehamilan, persalinan dan masa nifas.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor yang berpengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang memenuhi kriteria penelitian yaitu : Ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Gayaman Kabupaten Mojokerto, Ibu hamil yang dapat berkomunikasi dengan baik, Ibu hamil yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

Variabel dalam penelitian ini adalah faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan kunjungan antenatal care sesuai usia kehamilan yang meliputi : 1) Predisposing faktor (paritas, interval kelahiran, pendidikan, pengetahuan dan sikap), 2) Enabling faktor (dukungan suami, ekonomi keluarga, pembayaran, ongkos, waktu, ketersediaan pelayanan, dan jarak) dan 3) Need faktor (riwayat / kehamilan masa lalu, keluhan / penyakit yang diderita, persepsi sehat, kondisi ibu, rencana pengobatan, kadar Hb). Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh slovin. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Pengolahan data meliputi tahap editing, coding, scoring dan tabulating.

Data diolah dengan menggunakan analisis data univariat dan analisis bivariat. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis data dilakukan menggunakan uji T

HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik responden

Dari hasil penelitian didapatkan untuk usia responden, sebagian besar responden memiliki usia dalam kategori dewasa awal yaitu sebanyak 28 responden (84,8%), untuk usia kehamilan sebagian besar masuk usia kehamilan trimester II yaitu sebanyak 13 responden (39,4%), untuk pendidikan responden sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan

(4)

Halaman | 96 SMA / sederajat yaitu sebanyak 27 responden (81,8%), untuk pekerjaan responden sebagian besar responden dalam penelitian adalah tidak bekerja (ibu rumah tangga) yaitu sebanyak 26 responden (78,8%), untuk kehamilan responden sebagian besar termasuk multigravida yaitu sebanyak 20 responden (60,6%), untu jarak kehamilan sebagian besar responden hamil untuk pertam kalinya dan ada responden dengan jarak kehamilan 1-2 tahun masing-masing sebanyak 13 responden (39,4%).

Berikutnya adalah pendapatan keluarga. Dari hasil penelitian sebagian besar responden memiliki pendapatan dibawah UMR yaitu sebanyak 25 responden (75,8%), untuk pengetahuan sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup tentang antenatal care yaitu sebanyak 23 responden (69,7%), untuk sikap sebagian besar cenderung bersikap positif terhadap antenatal care yaitu sebanyak 24 responden (72,7%), untuk dukungan suami terhadap kunjungan antenatal care dari hasil penelitian sebagian besar suami bersikap negatif yaitu sebanyak 27 responden (81,8%), untuk biaya antenatal care sebagian besar responden berpendapat positif (murah dan terjangkau) yaitu sebanyak 27 responden (81,8%), untuk meluangkan waktu guna melakukan kunjungan antenatal care dari hasil penelitian sebagian besar responden memiliki persepsi positif yaitu sebanyak 28 responden (84,8%), untuk jarak tempuh dari rumah ke pusat pelayanan antenatal care dari hasil penelitian sebagian besar responden mengatakan jarak tempuhnya relatif dekat yaitu sebanyak 27 responden (81,8%). Untuk kondisi kesehatan ibu selama hamil sebagian besar tidak mengalami gangguan kehamilan yaitu sebanyak 28 responden (84,8%), untuk kondisi Hb (hemoglobion) sebagian besar ibu hamil tidak mengalami anemia. Untuk kunjungan ANC, dari hasil penelitian didapatkan lebih dari separuh responden tidak teratur / tidak patuh dalam melakukan kunjungan ANC yaitu sebanyak 17 responden (51,5%)

2. Hubungan usia dengan kunjungan antenatal care

Tabel 1. Hubungan usia dengan kunjungan antenatal care pada ibu hamil Usia Responden

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Remaja akhir 5 15,2 0 0,0 5 15,2

Dewasa awal 12 36,4 16 48,5 28 100

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Pearson chi-square 0,019 Fisher’s Exact Test 0,006

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden dengan usia remaja akhir seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 5 responden (15,2%), dan untuk responden dengan usia dewasa awal, sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,019 yang berarti usia memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

3. Hubungan usia kehamilan dengan kunjungan antenatal care

Tabel 2. Hubungan usia kehamilan dengan kunjungan antenatal care pada ibu hamil Usia Kehamilan

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Trimester I 11 33,3 0 0,0 11 33,3

Trimester II 6 18,2 7 21,2 13 39,4

Trimester III dan IV 0 0,0 9 27,3 9 27,3

Jumlah 33 100

Spearman rho 0,000

Koefisien korelasi 0,780

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden dengan usia kehamilan TM 1, seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 11 responden (33,3%), untuk usia kehamilan TM 2, sebagian besar yaitu sebanyak 7 responden (21,2%) teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care, dan untuk usia kehamilan TM 3 dan TM 4 seluruhnya teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 9 responden (27,3%). Dari hasil uji korelasi spearman rho dengan tingkat kemaknaan α (0,05)

(5)

didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,000 dan nilai korelasi sebesar 0,780 yang berarti usia kehamilan memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil.

4. Hubungan pendidikan dengan kunjungan antenatal care

Tabel 3. Hubungan pendidikan dengan kunjungan antenatal care Pendidikan Responden

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

SMP / sederajat 6 18,2 0 0,0 6 18,2

SMA / sederajat 11 33,3 16 48,5 27 81,8

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Pearson chi-square 0,009 Fisher’s Exact Test 0,018

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden dengan latar belakang pendidikan SMP / sederajat seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 6 responden (18,2%), dan untuk responden dengan latar belakang pendidikan SMA / sederajat, sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,009 yang berarti latar belakang pendidikan ibu hamil memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care

5. Hubungan pekerjaan dengan kunjungan antenatal care

Tabel 4. Hubungan pekerjaan dengan kunjungan antenatal care Pekerjaan Responden

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Bekerja 7 21,2 0 0,0 7 21,2

Tidak bekerja 10 30,3 16 48,5 26 78,8

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Pearson chi-square 0,004 Fisher’s Exact Test 0,007

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang bekerja seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 7 responden (21,2%), dan untuk responden yang tidak bekerja sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,004 yang berarti latar aktivitas pekerjaan yang dimiliki ibu hamil memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care 6. Hubungan kehamilan dengan kunjungan antenatal care

Tabel 5. Hubungan kehamilan dengan dengan kunjungan antenatal care Kehamilan Responden

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Multigravida 4 12,1 16 48,5 20 60,6

Primigravida 13 39,4 0 0,0 13 39,4

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Pearson chi-square 0,000 Fisher’s Exact Test 0,000

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang hamil pertama lebih dari 1 kali (multigravida) sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%), dan untuk responden yang hamil pertama kali (primigravida) seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 13 responden (39,4%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,000 yang berarti kehamilan yang dialami ibu memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care

(6)

Halaman | 98 7. Hubungan jarak kehamilan dengan kunjungan antenatal care

Tabel 6. Hubungan jarak kehamilan dengan kunjungan antenatal care Jarak Kehamilan

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Hamil pertama kali 13 39,4 0 0,0 13 39,4

1-2 tahun 4 12,1 9 27,3 13 39,4

3-5 tahun 0 0,0 7 21,2 7 21,2

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Spearman rho 0,000

Koefisien korelasi 0,806

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang hamil pertama kali, seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 13 responden (39,4%), untuk responden yang hamil dengan jarak antara 1-2 tahun, sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 9 responden (27,3%) dan untuk responden yang hamil dengan jarak kehamilan 3-5 tahun, seluruhnya teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 7 responden (21,2%). Dari hasil uji korelasi spearman rho dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,000 dan nilai korelasi sebesar 0,806 yang berarti jarak kehamilan memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

8. Hubungan pendapatan keluarga dengan kunjungan antenatal care

Tabel 7. Hubungan pendapatan keluarga dengan kunjungan antenatal care Pendapatan keluarga

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Dibawah UMR 17 51,5 8 24,2 25 75,8

Sesuai / diatas UMR 0 0,0 8 24,2 8 24,2

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Pearson chi-square 0,001 Fisher’s Exact Test 0,001

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang memiliki pendapatan keluarga dibawah UMR sebagian besar tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 17 responden (51,5%), dan untuk responden yang memiliki pendapatan keluarga sesuai / diatas UMR, seluruhnya teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 8 responden (24,2%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,001 yang berarti pendapatan keluarga memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care

9. Hubungan pengetahuan tentang antenatal care dengan kunjungan antenatal care

Tabel 8. Hubungan pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care dengan kunjungan antenatal care

Pengetahuan tentang antenatal care

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Kurang 5 15,2 0 0,0 5 15,2

Cukup 12 36,3 11 33,3 23 69,6

Baik 0 0,0 5 15,2 5 15,2

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Spearman rho 0,001

Koefisien korelasi 0,551

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang antenatal care seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 5 responden (15,2%), untuk responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang antenatal care sebagian besar tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 12 responden (36,3%) dan untuk responden yang memiliki pengetahuan baik seluruhnya teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 5 responden (15,2%). Dari hasil uji korelasi spearman rho dengan tingkat kemaknaan α (0,05)

(7)

didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,001 dan nilai korelasi sebesar 0,551 yang berarti pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care

10. Hubungan sikap dengan kunjungan antenatal care

Tabel 9. Hubungan sikap ibu hamil dengan kunjungan antenatal care Sikap tentang antenatal care

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Negatif 9 27,3 0 0,0 9 27,3

Positif 8 24,2 16 48,5 24 72,7

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Pearson chi-square 0,001 Fisher’s Exact Test 0,001

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang memiliki sikap negatif tentang antenatal care seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 9 responden (27,3%), dan untuk responden yang memiliki sikap positif tentang antenatal care sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,001 yang berarti sikap ibu hamil tentang antenatal care memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care

11. Hubungan dukungan suami dengan kunjungan antenatal care

Tabel 10. Hubungan dukungan suami dengan kunjungan antenatal care Dukungan suami

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Negatif 17 51,5 10 30,3 27 81,8

Positif 0 0,0 6 18,2 6 18,2

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Pearson chi-square 0,005 Fisher’s Exact Test 0,007

Dari tabulasi silang diatas, untuk dukungan suami negatif sebagian besar responden tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 17 responden (51,5%) dan untuk dukungan suami positif sleuruhnya teratur melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 6 responden (18,2%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,005 yang berarti dukungan suami dalam pelaksanaan antenatal care memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

12. Hubungan biaya antenatal care dengan kunjungan antenatal care

Tabel 11. Hubungan biaya antenatal care dengan kunjungan antenatal care Biaya pelaksanaan antenatal

care

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Negatif 6 18,2 0 0,0 6 18,2

Positif 11 33,3 16 48,5 27 81,8

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Pearson chi-square 0,009 Fisher’s Exact Test 0,018

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang berpendapat bahwa biaya pelaksanaan antenatal care mahal (negatif) seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 6 responden (18,2%) dan untuk responden yang berpendapat bahwa biaya pelaksanaan antenatal care murah / terjangkau (positif) sebagian besar responden teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,009 yang berarti biaya untuk pelaksanaan antenatal care memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

(8)

Halaman | 100 13. Hubungan waktu dengan kunjungan antenatal care

Tabel 12. Hubungan ketersediaan waktu untuk melakukan kunjungan antenatal care dengan kunjungan antenatal care

Waktu untuk melakukan kunjungan antenatal care

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Negatif 5 15,2 0 0,0 5 15,2

Positif 12 36,4 16 48,5 28 84,8

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Pearson chi-square 0,019 Fisher’s Exact Test 0,044

Dari tabulasi silang diatas, untuk tanggapan negatif atas ketersediaan waktu untuk melakukan kunjungan antenatal care seluruh responden tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 5 respoden (15,2%) dan untuk tanggapan positif atas ketersediaan waktu untuk melakukan kunjungan antenatal care sebagian besar responden teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,019 yang berarti ketersediaan waktu untuk melakukan kunjungan antenatal care memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

14. Hubungan jarak tempuh dengan kunjungan antenatal care

Tabel 13. Hubungan jarak tempuh dengan kunjungan antenatal care Jarak tempuh

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Jauh 6 18,2 0 0,0 6 18,2

Dekat 11 33,3 16 48,5 27 81,8

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Pearson chi-square 0,009 Fisher’s Exact Test 0,018

Dari tabulasi silang diatas, untuk jarak tempuh antara rumah dengan pusat pelayanan antenatal care yang jauh, seluruh responden tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 6 responden (18,2%) dan untuk jarak tempuh antara rumah dengan pusat pelayanan antenatal care yang dekat sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,009 yang berarti jarak tempuh antara rumah dengan pusat pelayanan antenatal care memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

15. Hubungan kondisi kesehatan selama kehamilan dengan kunjungan antenatal care

Tabel 14. Hubungan kondisi kesehatan ibu hamil selama kehamilan dengan kunjungan antenatal care

Kondisi kesehatan selama kehamilan

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Tidak mengalami gangguan 17 51,5 11 33,3 28 84,8

Mengalami gangguan 0 0,0 5 15,2 5 15,2

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Pearson chi-square 0,012 Fisher’s Exact Test 0,08

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang tidak mengalami gangguan selama kehamilan, sebagian besar tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 11 responden (33,3%) dan untuk responden yang mengalami gangguan selama kehamilan seluruhnya patuh dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 5 respoden (15,2). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,012 yang berarti kondisi kesehatan ibu hamil selama kehamilan memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care

(9)

16. Hubungan kondisi Hb selama kehamilan dengan kunjungan antenatal care

Tabel 15. Hubungan kondisi Hb selama kehamilan dengan kunjungan antenatal care Kondisi Hb selama kehamilan

Kunjungan Antenatal Care

Jumlah Tidak teratur Teratur

N % N % N %

Anemia 4 12,1 0 0,0 4 12,1

Tidak anemia 13 39,4 16 48,5 29 87,9

Jumlah 17 51,5 16 48,5 33 100

Pearson chi-square 0,038 Fisher’s Exact Test 0,103

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang mengalami anemia selama kehamilan seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 4 responden (12,1%) dan untuk responden yang tidak mengalami anemia selama kehamilan, sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,038 yang berarti kondisi anemia selama kehamilan memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care

PEMBAHASAN

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan kesehatan cukup banyak model- model penggunaan pelayanan kesehatan yang dikembangkan seperti model kependudukan, model sumberdaya masyarakat, model organisasi dan lain-lain sesuai dengan variabel-variabel yang digunakan dalam masing-masing model.

Anderson (1974 dikutip dalam Sihombing, 2012) mengembangkan model sistem kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan (health belief model) yang didasarkan teori lapangan (field theory) dari Lewin (1994). Sesuai dengan model yang dikemukakan Anderson ini, terdapat 3 (tiga) kategori utama yang mempengaruhi ibu hamil dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu :

1. Komponen predisposisi, menggambarkan kecenderungan individu yang berbeda- beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan seseorang. Komponen terdiri dari :

a. Usia

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden dengan usia remaja akhir seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 5 responden (15,2%), dan untuk responden dengan usia dewasa awal, sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,019 yang berarti usia memiliki

pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik, hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya, Sehingga semakin matang usia ibu hamil bisa mempengaruhi dalam menerima informasi tentang pemeriksaan kehamilan serta kunjungan selama hamil (Budiman, 2013). Semakin cukup umur seorang ibu, tingkat kematangan dalam berpikir semakin baik sehinggga akan termotivasi untuk memeriksakan kehamilan, juga mengetahui akan pentingnya pemeriksaan kehamilan.

Semakin muda umur ibu, semakin tidak mengerti tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan. Usia produktif, aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun (Padila, 2014).

Beberapa penelitian mengenai usia ibu hamil telah dilakukan. Penelitian Sumiati (2012), menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan.

Hasil ini menunjukkan semakin tua umur ibu belum tentu tidak bisa melakukan ANC dengan baik, dan sebaliknya ibu yang berumur lebih muda juga belum tentu mampu melakukan ANC yang ideal di fasilitas kesehatan. Kesamaan hasil didapatkan oleh Siswosuharjo (2004), menyatakan bahwa umur secara

(10)

Halaman | 102 bermakna tidak berhubungan dengan

keputusan ibu memilih pelayanan ANC.

Umur merupakan faktor predisposisi seseorang untuk memutuskan memanfaatkan pelayanan kesehatan, tetapi untuk bertindak masih dipertimbangkan quality, accessibility, and affordability pelayanan kesehatan.

Pada saat seseorang diminta untuk memilih pelayanan ANC dengan keterbatasan biaya yang dimiliki, umur seseorang tidak dapat menjadi penentu utama dalam faktor penentu keputusan, melainkan kemampuan membayar dan keterjangkauan pelayanan. Remaja akhir merupakan usia peralihan dari usia remaja menuju dewasa. Dalam usia ini terjadi proses untuk pendewasaan diri yang bertujuan untuk membentuk pribadi manusia yang mampu untuk mengatasi setiap permasalahan seputar kesehatan dan mengupayakan kesehatan yang optimal bagi dirinya dan keluarganya. Seorang ibu yang sudah matang dalam berpikir akan mampu menyikapi secara positif mengenai pentingnya melakukan kunjungan antenatal care. Kunjungan anc pada dasarnya adalah perilaku yang dilakukan oleh ibu hamil untuk melakukan kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan informasi seputar kehamilan yang dialami, untuk mengetahui kondisi kehamilan yang terjadi dan berusaha untuk mengakses pelayanan kesehatan yang tersedia.

Pemahaman mengenai antenatal care harus terlebih dahulu dimiliki oleh seorang ibu hamil. Ibu hamil yang sudah paham dengan kehamilan secara tidak langsung akan terjadi proses menimbang dalam dirinya. Ibu hamil akan mempertimbangkan mengenai manfaat dari melakukan kunjungan kehamilan. Begitu ibu hamil mengetahui mengenai manfaat kehamilan maka ibu hamil akan berperilaku positif terutama untuk melakukan kunjungan antenatal care.

b. Usia kehamilan

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden dengan usia kehamilan TM 1, seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 11 responden (33,3%), untuk usia kehamilan TM 2, sebagian

besar yaitu sebanyak 7 responden (21,2%) teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care, dan untuk usia kehamilan TM 3 dan TM 4 seluruhnya teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 9 responden (27,3%). Dari hasil uji korelasi spearman rho dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,000 dan nilai korelasi sebesar 0,780 yang berarti usia kehamilan memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil.

Menurut Muslihatun (2011) usia kehamilan (usia gestasi) adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir (menstrual age of pregnancy). Kehamilan cukup bulan (term/ aterm adalah usia kehamilan 37 – 42 minggu (259 – 294 hari) lengkap.

Kehamilan kurang bulan (preterm) adalah masa gestasi kurang dari 37 minggu (259 hari). Dan kehamilan lewat waktu (postterm) adalah masa gestasi lebih dari 42 minggu (294 hari).

Setiap kehamilan yang terjadi baik pada primigravida maupun multigravida, baik pada primipara maupun multipara akan menimbulkan dampak pada ibu hamil itu sendiri. Ibu hamil akan mengupayakan hal yang terbaik bagi kehamilan yang dialami. Di awal kehamilan ibu akan merasa bahagia dengan kehamilan yang terjadi. Karena sudah muncul rasa bahagia maka ibu hamil akan berusaha untuk mendapatkan semua hal yang bisa diakses untuk kehamilannya. Ibu hamil akan berusaha untuk makan makanan yang bergizi dan bernutrisi, ibu hamil akan berusaha untuk berkunjung ke bidan atau dokter guna memeriksakan kehamilannya. Seiring dengan pertumbuhan kehamilannya ibu hamil akan semakin cemas dengan kehamilan yang terjadi. Adanya rasa cemas yang dimiliki ibu hamil adalah hal yang wajar untuk terjadi karena cemas ini merupakan koping pertahanan diri yang muncul akibat dari kondisi kehamilan yang terjadi. Tidak jarang kita temui budaya masyarakat untuk melakukan ritual keagaaman atau ritual adat budaya lama (jawa : mitoni) atas kehamilan yang terjadi dengan tujuan

(11)

agar kehamilan yang terjadi dapat dilalui tanpa adanya hambatan. Jika ibu hamil merasa ada gangguan yang dialami selama kehamilan, maka ibu hamil akan segera memeriksakan dirinya kepada tenaga kesehatan atau instansi pelayanan kesehatan yang ada. Dari hal ini nampak bahwa semakin tinggi usia kehamilan yang dialami maka akan semakin banyak pula perilaku yang akan dilakukan oleh ibu hamil terkait dengan kehamilan yang terjadi sehingga dapat disimpulkan bahwa usia kehamilan akan berpengaruh terhadap kunjungan antenatal care

c. Paritas (kehamilan yang terjadi)

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang hamil pertama lebih dari 1 kali (multigravida) sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%), dan untuk responden yang hamil pertama kali (primigravida) seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 13 responden (39,4%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,000 yang berarti kehamilan yang dialami ibu memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care

Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram atau lebih yang pernah dilahirkan, hidup atau mati. Bila berat badan tidak diketahui maka dipakai batas umur kehamilannya 24 minggu, berdasarkan pengertian diatas maka paritas mempengaruhi kehamilan. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.

Makin tinggi paritas ibu maka makin kurang baik endometriumnya. Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan hal yang sangat baru sehingga termotivasi dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Sebaliknya ibu yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu orang mempunyai anggapan bahwa ia sudah berpengalaman sehingga tidak termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya (Wiknjosastro, 2005). Paritas adalah keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari satu orang. Ibu yang pertama kali hamil merupakan hal yang

sangat baru sehingga termotivasi dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Sebaliknya ibu yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu orang, mempunyai anggapan bahwa ia sudah berpengalaman sehingga tidak termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya (Padila, 2014)

Ibu yang hamil untuk pertama kali cenderung untuk berusaha melakukan segal sesuatu yang bermanfaat positif bagi kehamilannya seperti melakukan kunjungan antenatal care. Hal ini dikarena ibu tersebut ingin kehamilan yang dialami tidak terjadi hal yang tidak diinginkan seperti terjadinya gangguan kehamilan atau adanya gangguan selama kehamilan. Dalam penelitian ini didapatkan primigravida enggan untuk melakukan kunjungan antenatal care.

Hal ini dimungkinkan karena mereka tidak memiliki waktu untuk sekedar berkunjung ke pusat pelayanan kesehatan karena adanya anggapan bahwa antenatal care akan membutuhkan banyak biaya serta menyita waktu. Namun untuk multigravida, sebagian besar melakukan kunjungan antenatal care. Hal ini dapat dikarenakan bahwa ibu yang pernah hamil menyadari pentingnya melakukan kunjungan antenatal care sehingga ibu akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan pada kehamilan sebelumnya agar kehamilan yang terjadi terhindar dari tanda bahaya atau resiko kehamilan.

d. Pendidikan

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden dengan latar belakang pendidikan SMP / sederajat seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 6 responden (18,2%), dan untuk responden dengan latar belakang pendidikan SMA / sederajat, sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,009 yang berarti latar belakang pendidikan ibu hamil memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care.

Pendidikan adalah suatu proses dimana pengalaman atau informasi

(12)

Halaman | 104 diperoleh sebagai hasil dari proses

belajar. Pendidikan dapat diartikan suatu proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. Umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pula tingkat pengetahuannya (Padila, 2014).

Pendidikan dapat terjadi melalui kegiatan atau proses belajar yang dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja yang mempunyai tiga ciri khas. Ciri pertama, belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha dan didasari bukan karena kebetulan (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki (Notoatmodjo, 2007). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Cholifah dan Navyati (2015), ibu yang mencapai K4 hampir seluruhnya (90,0 %) berpendidikan tinggi dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan menengah dan dasar.

Sedangkan ibu yang tidak mencapai K4 hampir hampir seluruhnya (80,0%) berpendidikan rendah dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan menengah dan tinggi, dengan nilai P = 0,0001 berarti nilai α < 0,05 maka H1 diterima yang berarti ada hubungan pendidikan ibu dengan pencapaian K4

Pendidikan merupakan metode yang diterapkan di lingkungan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir yang dimiliki masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki maka akan semakin baik pula cara berpikir yang dimiliki oleh seseorang. Hal ini dikarenakan selama proses pendidikan

seseorang akan dipaksa untuk mengembangkan pola berpikir yang dimiliki untuk menangkap setiap materi yang disampaikan, menerima setiap ilmu yang diajarkan dan diajak untuk berpikir logis dalam menyelesaikan setiap soal yang diajukan. Dengan adanya metode seperti ini secara tidak langsung dalam diri seseorang akan terjadi proses untuk menyikapi setiap permsalahan secara logis sesuai dengan kajian keilmuan. Ibu hamil yang memiliki latar belakang pendidikan dalam kategori cukup, dalam dirinya sudah memiliki dasar untuk bisa berpikir secara logis untuk menyikap mengenai kunjungan antenatal care. Ibu akan mencoba untuk menimbang baik dan buruknya melakukan kunjungan antenatal care. Jika yang muncul adalah aspek positif maka ibu akan termotivasi untuk melakukan kunjungan antenatal care, namun jika yang muncul adalah aspek yang negatif maka ibu hamil dipastikan akan enggan untuk melakukan kunjungan antenatal care.

e. Jarak kehamilan / interval kelahiran Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang hamil pertama kali, seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 13 responden (39,4%), untuk responden yang hamil dengan jarak antara 1-2 tahun, sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 9 responden (27,3%) dan untuk responden yang hamil dengan jarak kehamilan 3-5 tahun, seluruhnya teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 7 responden (21,2%). Dari hasil uji korelasi spearman rho dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,000 dan nilai korelasi sebesar 0,806 yang berarti jarak kehamilan memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

Kehamilan merupakan saat yang paling tepat untuk saling berbagi dan merencanakan apa yang akan dilakukan sebagai calon orangtua. Upaya perencanaan dalam keluarga yakni menentukan jumlah anak dan jarak kehamilannya merupakan hal yang umum dilakukan, terutama oleh keluarga muda baik diperkotaan

(13)

maupun di pedesaan. Kesadaran akan pentingnya perencanaan keluarga ini biasanya dikaitkan dengan konsep perencanaan keluarga, pasangan muda dianggap lebih siap baik secara mental, spiritual maupun finansial dalam menata masa depan anak-anak mereka. Tentu saja pandangan ini masih bisa di pertanyakan mengingat penataan masa depan keluarga sangat berkaitan dengan banyak faktor (Sugiri, 2007). Di masyarakat masih berlaku kebiasaan dimana sebagian besar suami-istri hanya berbincang tentang ukuran keluarga ketika ingin menambah jumlah anak, tetapi tidak detail hingga menyentuh masalah kesiapan istri untuk menerima kehamilan baru (Rahima, 2003). Secara medis, rahim sebenarnya sudah siap untuk hamil kembali tiga bulan setelah melahirkan. Namun berdasarkan catatan statistik penelitian bahwa jarak kelahiran yang aman antara anak satu dengan lainnya adalah 27 sampai 32 bulan. Pada jarak ini si ibu akan memiliki bayi yang sehat serta selamat saat melewati proses kehamilan (Agudelo, 2007). Penelitian The Demographic and Health Survey, menyebutkan bahwa anakanak yang dilahirkan 2-5 tahun setelah kelahiran anak sebelumnya, memiliki kemungkinan hidup sehat 2,5 kali lebih tinggi daripada yang berjarak kelahiran kurang dari 2 tahun, maka jarak kehamilan yang aman adalah 2-5 tahun (Yolan, 2007). Menentukan jarak kehamilan tidak semua pasangan usia subur mengetahui secara jelas manfaatnya buat kehidupan jangka panjang yang lebih baik. Maka yang paling penting dalam hal ini adalah meningkatkan peran suami istri dalam memahami betul manfaat menentukan jarak kehamilan. Dimana, terdapat keadaan bahwa jarak kehamilan yang diinginkan sebagian besar wanita di negara berkembang tersebut tidak selalu terpenuhi. Hal itu diakibatkan beberapa faktor yang mungkin sangat kompleks sifatnya seperti faktor sosial budaya serta pengambilan keputusan yang dilakukan tidak oleh istri, akan tetapi oleh anggota keluarga lainnya seperti suami atau ibu mertua. Kejadian ini masih terjadi di Indonesia, terutama di beberapa daerah pedalaman yang

masih kuat nilai-nilai tradisionalnya.

Padahal tertulis dalam hak-hak reproduksi yang mengatakan bahwa setiap orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang dimiliki serta jarak kehamilan yang diinginkan (Diana, 2007).

Jarak antara kehamilan yang terjadi secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kondisi kehamilan. Untuk hal ini setiap usia subur harus melakukan perencanaan kehamilan. Salah satu perencanaan kehamilan antara lain adaah dengan mengikuti program Keluarga Berencana (KB). KB memberi kepada pasangan pilihan tentang kapan sebaiknya mempunyai anak, berapa jumlahnya, jarak antar anak yang satu dengan yang lain, dan kapan sebaiknya berhenti mempunyai anak. Menjaga jarak kehamilan tak hanya menyelamatkan ibu dan bayi dari sisi kesehatan, namun juga memperbaiki kualitas hubungan psikologis keluarga. Kehamilan yang terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) atau terlalu jauh (lebih dari 5 tahun) semakin memperbesar peluang untuk terjadinya gangguan kehamilan. Ibu hamil yang mengalami gangguan seputar kehamilan akan termotivasi untuk melakukan kunjungan antenatal care.

f. Pengetahuan tentang antenatal care Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang antenatal care seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 5 responden (15,2%), untuk responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang antenatal care sebagian besar tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 12 responden (36,3%) dan untuk responden yang memiliki pengetahuan baik seluruhnya teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 5 responden (15,2%). Dari hasil uji korelasi spearman rho dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,001 dan nilai korelasi sebesar 0,551 yang berarti pengetahuan ibu hamil tentang antenatal care memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care

(14)

Halaman | 106 Pengetahuan adalah merupakan

hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Ancaman yang dilihat mengenai gejala dan penyakit Pendorong (cues) untuk bertindak (kampanye media, peringatan dari dokter gigi, tulisan dalam surat kabar, majalah). Pengetahuan merupakan domain dari perilaku.

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng (Friedman, 2005).

Pengetahuan terdiri atas kepercayaan tentang kenyataan (reality). Salah satu cara untuk mendapatkan dan memeriksa pengetahuan adalah dari tradisi atau dari yang berwewenang di masa lalu yang umumnya dikenal, seperti Aritoteles. Pengetahuan juga mungkin diperoleh berdasarkan pengumuman sekuler atau kekuasaan agama, negara, atau gereja. Cara lain untuk mendapatkan pengetahuan dengan pengamatan dan eksperimen (metode ilmiah). Pengetahuan juga diturunkan dengan cara logika secara tradisional, otoratif atau ilmiah atau kombinasi dari mereka, dan dapat atau tidak dapat dibuktikan dengan pengamatan dan pengetesan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengetahuan dan penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan yang dimiliki ibu tentang pelayanan Antenatal Care (ANC) dan pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada ibu hamil akan memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan. Pengetahuan tentang manfaat sesuatu program (manfaat pelayanan ANC) menyebabkan seorang ibu hamil mempunyai sikap yang positif dan akan mempengaruhi ibu untuk melakukan kunjungan antenatal (Pongsibidan, 2012) Semakin tinggi tingkat

pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia ketahui.

Pengetahuan yang dimiliki ibu tentang pelayanan ANC dan pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada ibu hamil akan memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Inayah (2005) yang menyebutkan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu hamil dengan pemamfaatan pelayanan ANC. 11 Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Pongsibidan (2012) yang menyebutkan bahwa ada hubungan pengetahuan ibu dengan keteraturan kunjungan ANC yang berarti pengetahuan yang dimiliki oleh ibu mempengaruhinya untuk melakukan kunjungan ANC. Ibu yang memiliki pengetahuan cukup melakukan kunjungan ANC lebih teratur di bandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan kurang

g. Sikap tentang antenatal care

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang memiliki sikap negatif tentang antenatal care seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 9 responden (27,3%), dan untuk responden yang memiliki sikap positif tentang antenatal care sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Dari hasil uji chi- square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,001 yang berarti sikap ibu hamil tentang antenatal care memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care

Sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sikap negatif terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tertentu (Padila, 2014). Sikap merupakan penentu penting dalam memberikan gambaran tingkah laku seseorang. Berdasarkan pada sikap

(15)

seseorang, orang akan dapat menduga bagaimana respon atau tindakan yang akan diambil terhadap suatu masalah yang dihadapinya. Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan (Padila, 2014).

Tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap (attitude) yaitu suatu tingkat efek (perasaan) baik yang positif (menguntungkan) maupun negatif (merugikan). Sikap belum tentu merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan “priedisposisi”

tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2003). Menurut Sarwono (2005) sikap merupakan potensi tingkah laku seseorang terhadap sesuatu keinginan yang dilakukan. Maka dapat dikatakan seorang ibu hamil yang bersikap positif terhadap perawatan kehamilan (ANC) cenderung akan mempunyai motivasi tinggi untuk melakukan ANC. Hal ini dikarenakan informasi, pengetahuan dan pemahaman ibu hamil yang baik mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan (ANC) selama kehamilan dapat mencegah bahaya dan risiko yang mungkin terjadi selama hamil. Sikap ibu terhadap pelayanan antenatal care berperan dalam pemeriksaan kehamilan secara teratur. Hasil penelitian Simanjuntak menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan antenatal K4 sesuai standar, diperoleh OR = 2,83 yang berarti bahwa responden yang memiliki sikap positif akan memiliki kecenderungan 2,83 kali untuk melakukan kunjungan antenatal K4 sesuai standar dibandingkan yang memiliki sikap negatif

2. Komponen enabling

(pemungkin/pendorong), menunjukkan kemampuan individual untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Di dalam komponen ini termasuk faktor-faktor yang berpengaruh dengan perilaku pencarian.

Komponen terdiri dari : a. Pekerjaan

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang bekerja seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 7 responden (21,2%), dan

untuk responden yang tidak bekerja sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%).

Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,004 yang berarti latar aktivitas pekerjaan yang dimiliki ibu hamil memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care

Pekerjaan adalah serangkaian tugas atau kegiatan yang harus dilaksanakan atau diselesaikan oleh seseorang sesuai dengan jabatan atau profesi masing-masing dan suatu cara seseorang yang tujuannya untuk mencari uang terutama dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan dapat diklasifikasikan yaitu bekerja (buruh, tani, swasta, dan PNS) dan tidak bekerja (ibu rumah tangga dan pengangguran) (Notoatmodjo, 2010).

Pekerjaan ibu yang dimaksudkan adalah apabila ibu beraktifitas ke luar rumah maupun di dalam rumah kecuali pekerjaan rutin rumah tangga. Ibu yang bekerja akan memiliki sedikit waktu untuk memeriksakan kehamilannya dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Sedangkan ibu yang tidak bekerja, akan memiliki banyak waktu untuk memeriksakan kehamilan (Notoatmodjo, 2010)

Pada sebagian masyarakat di Indonesia, pekerjaan merupakan hal penting yang harus menjadi prioritas karena berkaitan dengan pendapatan yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Hal ini merupakan model yang selama ini berkembang terutama di negara maju seperti Indonesia. Seorang ibu hamil yang bekerja cenderung akan menghabiskan waktu yang dimiliki untuk melakukan aktivitas pekerjaan yang dimiliki dibandingkan harus melakukan kunjungan antenatal care. Pada masyarakat dengan perekonomian menengah kebawah, perilaku untuk menjadikan pekerjaan sebagai hal yang prioritas adalah suatu hal yang wajar mengingat selama ini pelayanan kesehatan yang ada belum mampu untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat terutama pada masyarakat dengan perekonomian menengah kebawah. Hal ini secara tidak

(16)

Halaman | 108 langsung akan menurunkan motivasi ibu

hamil dalam melakukan kunjungan antenatal care

b. Pendapatan keluarga / ekonomi keluarga

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang memiliki pendapatan keluarga dibawah UMR sebagian besar tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 17 responden (51,5%), dan untuk responden yang memiliki pendapatan keluarga sesuai / diatas UMR, seluruhnya teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 8 responden (24,2%).

Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,001 yang berarti pendapatan keluarga memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care

Pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari pihak sendiri. Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata keluarga dari suatu keluarga yang diperoleh dari hasil pembagian pendapatan seluruh anggota keluarga tersebut. Pendapatan yang dimaksud adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan orang tua dan anggota keluarga lainnya (Padila, 2014).

Penghasilan keluarga merupakan faktor pemungkin bagi seseorang untuk

memanfaatkan pelayanan

kesehatan.Penghasilan keluarga juga menentukan stasus sosial ekonomi keluarga tersebut. Sosial ekonomi merupakan gambaran tingkat kehidupan seseorang dalam masyarakat yang ditentukan dengan variabel pendapatan, pendidikan dan pekerjaan, karena ini dapat mempengaruhi aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan.

Keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan yang dihadapi, hal ini disebabkan karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan dalam mengatasi berbagai masalah tersebut (Effendy, N, 1998). Menurut WHO (Notoatmodjo, 2003) faktor ekonomi juga berpengaruh terhadap seseorang dalam upaya deteksi dini komplikasi kehamilan. Status ekonomi

keluarga juga berperan bagi seseorang dalam bertindak termasuk tindakan yang berhubungan dengan kesehatan dan pemeriksaan kehamilannya. Hasil penelitian Simanjuntak (2002) menujukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penghasilan dengan kunjungan antenatal K4, dimana OR sebesar 2,42 yang berarti ibu yang berpenghasilan tinggi cenderung melakukan kunjungan antenatal sesuai standar 2,42 kali dibandingkan dengan ibu yang berpenghasilan rendah.

Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor pendukung pelaksanaan kunjungan antenatal care pada ibu hamil. Seorang ibu hamil yang memiliki pendapatan keluarga yang memadai secara tidak langsung akan memudahkan bagi ibu hamil itu sendiri untuk melakukan kunjungan antenatal care karena ibu hamil tidak memikirkan mengenai pembiayaan yang harus disiapkan untuk melakukan kunjungan antenatal care. Hal ini bertolak belakang dengan ibu hamil yang memiliki pendapatan keluarga yang dalam kategori menengah atau kurang. Ibu hamil dengan perekonomian yang terbatas, cenderung mengalokasikan keuangan keluarga untuk pemenuhan kebutuhan dasar keluarganya. Hal ini dikarenakan ibu hamil lebih mementingkan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Dari kedua contoh ini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pendapatan keluarga berpengaruh terhadap perilaku ibu hamil dalam melakukan kunjungan antenatal care.

c. Dukungan suami

Dari tabulasi silang diatas, untuk dukungan suami negatif sebagian besar responden tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 17 responden (51,5%) dan untuk dukungan suami positif sleuruhnya teratur melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 6 responden (18,2%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,005 yang berarti dukungan suami dalam pelaksanaan antenatal care memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

(17)

Dukungan atau motivasi adalah sesuatu hal yang menyebabkan dan yang mendukung tindakan atau perilaku seseorang. Dukungan mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan. Dukungan menjadi suatu alasan seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Notoatmodjo, 2010).

Wanita hamil tidak hidup sendiri tetapi dalam lingkungan keluarga dan budaya yang kompleks atau bermacam- macam.Pada kenyataanya peranan suami dan keluarga sangat besar bagi ibu hamil dalam mendukung perilaku atau tindakan ibu hamil dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Teori Snehendu B. Kar (Notoatmodjo, 2003) menyimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang ditentukan antara lain oleh ada atau tidaknya dukungan masyarakat sekitarnya (social support).

Orang yang tinggal dilingkungan yang menjunjung tinggi aspek kesehatan akan lebih antusias dalam menjaga kesehatannya. Sebaliknya mereka yang tinggal dilingkungan dengan pola hidup tidak sehat/tidak memperhatikan kesehatan akan cenderung tidak perduli dengan pencegahan penyakit atau pemeriksan kesehatan secara teratur.

Hasil penelitian Simanjuntak (2002) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan suami/keluarga dengan kunjungan K4, dimana diperoleh OR = 2, 89 yang berarti bahwa responden yang memperoleh dukungan baik mempunyai kecenderungan untuk melakukan kunjungan K4 sesuai standar 3 kali lebih besar dibandingkan responden yang kurang mendapat dukungan suami/keluarga.

d. Biaya antenatal care / pembayaran Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang berpendapat bahwa biaya pelaksanaan antenatal care mahal (negatif) seluruhnya tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 6 responden (18,2%) dan untuk responden yang berpendapat bahwa biaya pelaksanaan antenatal care murah / terjangkau (positif) sebagian besar responden teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%).

Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,009 yang berarti biaya untuk pelaksanaan antenatal care memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

Biaya antenatal care adalah harga yang harus dibayar oleh ibu hamil untuk dapat melakukan kunjungan antenatal care. Harga disini terbagi menjadi 2 yaitu price dan cost. Price merupakan biaya yang harus dibayarkan oleh ibu hamil untuk bisa mendapatkan pelayanan antenatal care, sedangkan cost adalah keseluruhan biaya yang harus dibayar oleh ibu hamil untuk melakukan kunjungan antenatal care.

Cost antenatal care meliputi biaya yang harus dibayar untuk mendapatkan pelayanan antenatal care, biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk melakukan kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan, biaya konsumsi yang harus dikeluarkan untuk melakukan kunjungan antenatal care dan waktu yang harus diluangkan untuk melakukan kunjungan antenatal care (Susiyanti, 2015).

Pada masyarakat Indonesia, yang menjadi pengukuran atas suatu jasa pelayanan adalah harga yang harus dibayar untuk mendapatkan jasa pelayanan tersebut. Masyarakat Indonesia tidak pernah menghitung mengenai cost yang harus dikeluarkan untuk mengakses pelayanan kesehatan itu sendiri. Seorang ibu hamil dengan tingkat perekonomian keluarga menengah kebawah cenderung tidak akan mau untuk melakukan kunjungan antenatal care terutama jika harga yang harus dibayarkan dianggap terlalu tinggi dan menjadi beban jika harus dilakukan.

Untuk mengatasi hal ini pemerintah melalui BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) berusaha untuk mengalokasikan dana yang ada agar masyarakat dapat memperoleh kesempatan guna melakukan kunjungan antenatal care secara optimal.

e. Ketersediaan waktu ibu hamil

Dari tabulasi silang diatas, untuk tanggapan negatif atas ketersediaan waktu untuk melakukan kunjungan antenatal care seluruh responden tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 5

(18)

Halaman | 110 respoden (15,2%) dan untuk tanggapan

positif atas ketersediaan waktu untuk melakukan kunjungan antenatal care sebagian besar responden teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%).

Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,019 yang berarti ketersediaan waktu untuk melakukan kunjungan antenatal care memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

Pada masyarakat Indonesia terutama dengan perekonomian menengah kebawah, kecenderungan waktu yang dimiliki ibu hamil akan lebih terfokus digunakan untuk melakukan kegiatan rumah tangga atau melakukan aktivitas pekerjaan. Setiap aktivitas yang dilakukan ibu hamil akan berpengaruh kepada kualitas kunjungan antenatal care. Ibu hamil yang bekerja (PNS, guru, karyawan pabrik, petani ataupun yang lain) akan menghabiskan waktu yang dimiliki untuk melakukan pekerjaan yang dimiliki. Informasi mengenai pentingnya melakukan kunjungan antenatal care dibutuhkan ibu hamil untuk dapat termotivasi dalam melakukan kunjungan antenatal care.

f. Jarak tempuh antara rumah dengan pusat pelayanan antenatal care

Dari tabulasi silang diatas, untuk jarak tempuh antara rumah dengan pusat pelayanan antenatal care yang jauh, seluruh responden tidak teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 6 responden (18,2%) dan untuk jarak tempuh antara rumah dengan pusat pelayanan antenatal care yang dekat sebagian besar teratur dalam melakukan kunjungan antenatal care yaitu sebanyak 16 responden (48,5%). Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan α (0,05) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,009 yang berarti jarak tempuh antara rumah dengan pusat pelayanan antenatal care memiliki pengaruh terhadap kunjungan antenatal care pada ibu hamil

Jarak adalah ruang sela antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara rumah dengan tempat pelayanan ANC.

Keterjangkauan masyarakat termasuk jarak akan fasilitaas kesehatan akan

mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Jarak juga merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan pengobatan (Padila, 2014).

Jarak dari rumah ke pelayanan kesehatan dapat di ukur melalui santuan panjang. Jarak tempuh dikatakan dekat bila ≤ 5 km dan jauh bila > 5 km (Adri, 2008).

Jarak tempuh antara rumah ibu hamil dengan pusat pelayanan antenatal care secara tidak langsung akan berpengaruh pada ibu hamil dalam melakukan kunjungan antenatal care.

Semakin jauh jarak yang harus ditempuh ibu hamil untuk melakukan kunjungan antenatal care maka akan semakin kecil pula kesempatan yang dimiliki ibu hamil dalam melakukan kunjungan antenatal care. Dalam setiap kehamilan, tidak semua kehamilan yang terjadi dalam kategori normal., tidak semua ibu hamil bisa memiliki kondisi yang optimal selama kehamilan. Untuk melakukan kunjungan antenatal care, salah satu faktor yang akan dianalisa oleh ibu hamil adalah jarak tempuh. Ibu akan membayangkan rasa capek yang harus dialami jika dia melakukan kunjungan antenatal care terutama jika jarak tempuhnya terlalu jauh. Ibu hamil akan merasa cemas dengan kondisi kehamilannya jika dia memaksakan diri untuk melakukan kunjungan antenatal care dan pada akhirnya ibu hamil memutuskan untuk tidak melakukan kunjungan antenatal care. Hal ini merupakan model pemikiran yang wajar terjadi pada setiap ibu hamil. Jika harus menempuh jarak yang jauh dengan resiko capek atau takut terjadi hal yang merugikan kesehatannya, ibu hamil akan memilih untuk tidak melakukan kunjungan antenatal care.

3. Komponen need (kebutuhan), merupakan faktor yang mendasari dan merupakan stimulus langsung bagi individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan apabila faktor-faktor predisposisi dan enabling itu ada. Komponen terdiri dari : a. Kondisi kesehatan selama kehamilan

Dari tabulasi silang diatas, untuk responden yang tidak mengalami gangguan selama kehamilan, sebagian besar tidak teratur dalam melakukan

Gambar

Tabel 6. Hubungan jarak kehamilan dengan kunjungan antenatal care  Jarak Kehamilan
Tabel  12.  Hubungan  ketersediaan  waktu  untuk  melakukan  kunjungan  antenatal  care  dengan kunjungan antenatal care
Tabel 15. Hubungan kondisi Hb selama kehamilan dengan kunjungan antenatal care  Kondisi Hb selama kehamilan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan nilai-nilai parameter karakteristik yaitu kecepatan, kerapatan, dan tingkat arus pejalan kaki dengan metode Greenshields serta nilai

 Keluhan: batuk berdahak hampir setiap hari selama lebih dari satu bulan, bisa terdapat hemoptisis bila terjadi infeksi, sesak nafas, nyeri dada, wheezing,

Hal yang diteliti meliputi bagaimana merangkai alat yang menghasilkan pirolisis lambat, berapa banyak minyak yang dihasilkan dari limbah plastik tersebut, bagaimana

Hal ini akan memberikan peluang kepada siswa untuk berlatih memahami tentang materi secara menyenangkan, efektif, dan efesien untuk mencapai tujuan

Dengan demikian pengetahuan tentang dokumentasi sangat diperlukan untuk menunjang tercapainya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan, semakain rendahnya pengetahuan

Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Klasik. Menurut Klasik tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga tinggi pula keinginan

85 Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi menuju Millenium Baru, (Jakarta: Logos, 1997), xxi.. yang masuk pesantren ketika masa kuliah saja menunjukan

Klisney (2003), mengembangkan model pembelajaran matematika mengacu pada model siklus belajar dari Kolb yang disebut pembelajaran matematika empat tahap. Adapun tahap-tahap