• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan. secara material dan spiritual (Todaro dan Smith, 2012: 16).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan. secara material dan spiritual (Todaro dan Smith, 2012: 16)."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan harus merepresentasikan perubahan suatu masyarakat secara menyeluruh yang bergerak dari kondisi yang tidak memuaskan menuju kondisi yang lebih baik secara material dan spiritual (Todaro dan Smith, 2012: 16).

Menurut Schaffner (2014: 16), tujuan utama dari pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan, di mana kesejahteraan seseorang adalah penilaian secara keseluruhan terhadap seberapa baik atau buruk kondisi hidupnya. Penilaian kesejahteraan berdasarkan pada jumlah serta kualitas konsumsi barang dan jasa.

Selain itu, penilaian ini berdasar pada alokasi waktu dalam melakukan kegiatan, serta harapan dan ketakutan tentang masa depan. Dalam penelitian oleh Rutherford (2002 dalam Schaffner 2014: 18), konsumsi barang dan jasa yang dianggap penting untuk mencapai kesejahteraan oleh rumah tangga di Bangladesh tidak hanya makanan, pakaian, dan tempat tinggal tetapi juga kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan sosial lainnya.

Pendidikan tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan seseorang, tetapi juga mempengaruhi pertumbuhan pendapatan per kapita. Pendidikan menyebabkan pertumbuhan output agregat jika modal manusia adalah input dalam fungsi produksi agregat (Meier dan Rauch, 2005: 185). Terdapat 3 pandangan mengenai pengaruh pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Meier dan Rauch, 2005:

187). Pendapat pertama adalah ketika tenaga kerja berpendidikan dan tidak

(2)

2

berpendidikan dianggap sebagai substitusi sempurna dari input produksi.

Pendapat ini menyatakan bahwa semakin besar rata-rata lama sekolah seorang tenaga kerja, maka output produksinya akan semakin besar. Pandangan kedua adalah ketika tenaga kerja berpendidikan dan tidak berpendidikan bukan merupakan substitusi sempurna dalam input produksi. Pendapat kedua ini menyatakan bahwa tenaga kerja yang berpendidikan dan memiliki kompetensi keahlian tertentu akan membuat produk perusahaan memiliki kualitas yang semakin bagus. Pandangan ketiga menyatakan bahwa tenaga kerja yang terdidik akan lebih mudah dalam mempelajari teknologi asing.

Lebih lanjut Todaro dan Smith (2012: 23-25), mengungkapkan bahwa salah satu upaya pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara adalah melalui Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2000, yang bertujuan untuk

mengurangi kemiskinan dan peningkatan kualitas manusia. Salah satu tujuan dari MDGs adalah mencapai pendidikan untuk semua. Diharapkan pada tahun 2015 semua anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar.

Upaya untuk membangun pendidikan di Indonesia dituangkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003, yang menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan. Salah satu bagian penting dalam sistem pendidikan nasional adalah menjamin bahwa setiap anak usia sekolah mendapatkan haknya untuk bersekolah.

(3)

3

Pembangunan pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan bagian dari pembangunan pendidikan nasional. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan pendidikan di DIY harus mengacu pada sistem pendidikan nasional sehingga pemenuhan peningkatan perluasan akses dan pemerataan pendidikan wajib dilakukan.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki luas wilayah 3.185,80 km2, yang secara administratif terbagi menjadi empat kabupaten dan satu kota.

Wilayah di DIY yang terluas adalah Kabupaten Gunungkidul, yaitu 46,62 persen dari luas DIY sedangkan wilayah terkecil adalah Kota Yogyakarta, yaitu sebesar 1,02 persen seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Sumber: RPJMD DIY, 2013

Gambar 1.1 Komposisi Luas Wilayah DIY

Jika dilihat dari kondisi capaian salah satu indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu pemenuhan angka rata-rata lama sekolah, masih terdapat selisih capaian yang jauh antarkabupaten/kota di DIY. Gambar 1.2 menampilkan grafik capaian angka rata-rata lama sekolah per kabupaten/kota di DIY.

(4)

4 Sumber: BPS DIY, 2005—2013 (diolah)

Gambar 1.2 Angka Rata-rata Lama Sekolah per Kabupaten/Kota di DIY, 2004--2012 (tahun)

Dari Gambar 1.2 di atas dapat dilihat bahwa angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Kulon Progo, Bantul, dan Gunungkidul berada di bawah angka rata- rata lama sekolah DIY. Ketiga kabupaten tersebut tidak mencapai wajib belajar sembilan tahun. Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta jauh di atas rata-rata, bahkan hampir mencapai 12 tahun (tamat pendidikan menengah).

Selain pemenuhan angka rata-rata lama sekolah, pembangunan bidang pendidikan di DIY meliputi peningkatan mutu pendidikan dan perluasan akses pendidikan. Upaya yang ditempuh untuk meningkatkan mutu pendidikan di DIY adalah dengan mengembangkan lembaga pendidikan yang berstandar nasional ataupun bertaraf internasional dan penyediaan sumber daya pendidikan yang handal untuk menjamin kualitas pendidikan. Jumlah lembaga pendidikan yang berstandar nasional dan internasional dapat dilihat dari persentase lembaga pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA/SMK) yang terakreditasi A.

0 2 4 6 8 10 12 14

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Angka Rata-rata Lama Sekolah

Kulon Progo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta DIY

(5)

5 Tabel 1.1 Persentase SD/MI, SMP/Mts, SMA/MA/SMK Terakreditasi A

No Kabupaten/

Kota

2012 2013

SD/MI SMP/

MTs

SMA/MA/

SMK SD/MI SMP/

MTs

SMA/MA/

SMK 1 Bantul 35,08 67,06 66,67 47,64 64,15 60,00 2 Sleman 39,12 58,33 55,24 46,83 70,00 63,72 3 Gunungkidul 24,18 43,69 44,44 27,82 46,74 52,31 4 Kulon Progo 17,30 43,33 54,41 17,66 59,74 46,43 5 Yogyakarta 73,26 66,07 64,75 78,82 68,66 68,29 DIY 33,13 55,44 57,71 39,28 62,29 59,61 Sumber: Profil Pendidikan DIY, 2012—2013 (diolah)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa wilayah yang paling besar persentase sekolah terakreditasi A adalah Kota Yogyakarta, sedangkan yang persentasenya rendah adalah Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunungkidul.

Perluasan akses pendidikan di DIY diupayakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk usia sekolah. Masing-masing kabupaten/kota telah mengupayakan penyediaan lembaga pendidikan. Berikut ini adalah jumlah lembaga pendidikan jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK di masing-masing kabupaten/kota:

Sumber: Profil Pendidikan DIY, 2011—2014 (diolah)

Gambar 1.3 Jumlah SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK di DIY 2011--2014

Gambar 1.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2014 jumlah SD/MI dan SMP/MTs yang paling banyak berada di Kabupaten Gunungkidul, sedangkan

(6)

6

jumlah penduduk usia 7-15 tahun terbesar ada di Kabupaten Sleman. Untuk jenjang SMA/MA/SMK, jumlah sekolah terbanyak pada tahun 2014 adalah Kabupaten Sleman. Hal ini sesuai dengan jumlah penduduk usia 16-18 tahun Kabupaten Sleman yang paling besar dibanding kabupaten/kota lainnya.

Tingginya jumlah sekolah tidak menjamin terjadinya pemerataan pendidikan. Untuk mengetahui seberapa banyak penduduk yang memanfaatkan fasilitas pendidikan dapat dilihat dari persentase penduduk menurut partisipasi sekolah. Persentase partisipasi sekolah dalam suatu wilayah dapat diketahui antara lain dengan perhitungan Angka Partisipasi Kasar (APK) yang didapat dari perbandingan antara jumlah siswa usia tertentu pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk kelompok usia tertentu.

Tabel 1.2 Angka Partisipasi Jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK

No. Kabupaten/

Kota

2012 2013

SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/

MA SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/

MA

1 Bantul 105,90 106,38 85,15 106,57 106,87 88,43

2 Sleman 117,34 113,72 77,35 116,81 113,84 76,66

3 Gunungkidul 99,80 104,34 70,46 92,93 112,09 72,11 4 Kulon Progo 105,87 124,28 93,63 104,79 122,62 95,86 5 Yogyakarta 140,13 148,78 124,23 137,77 151,14 123,80

DIY 111,78 115,43 88,04 109,88 117,37 89,07

Sumber: Profil Pendidikan DIY, 2013—2014 (diolah)

Dilihat dari indikator tersebut, selama periode 2012 – 2013, perbandingan jumlah siswa terhadap penduduk usia sekolah cenderung fluktuatif. Angka partisipasi terendah pada tahun 2012 dan 2013 untuk semua jenjang adalah Kabupaten Gunungkidul. Wilayah yang memiliki angka partisipasi tertinggi adalah Kota Yogyakarta.

(7)

7

Secara umum dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar terhadap akses pendidikan antarkabupaten/kota di DIY. Untuk itu perlu dikaji lebih dalam lagi sejauhmana tingkat ketimpangan pendidikan antarwilayah di DIY. Selain itu, perlu juga menganalisis faktor-faktor dominan yang mempengaruhi partisipasi pendidikan antarwilayah tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai bahan perumusan kebijakan agar ketimpangan tidak semakin melebar dan menghambat pembangunan.

Alasan pemilihan periode penelitian 2004—2013 karena pada tahun 2004, mulai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Dengan demikian, masing-masing kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk mengelola potensi daerah yang dimiliki, termasuk dalam bidang pendidikan. Dampak yang ditimbulkan terhadap perkembangan capaian bidang pendidikan pada masing-masing kabupaten/kota tersebut dapat berbeda sesuai dengan kemampuan dan kapasitas yang dimilikinya.

1.2 Keaslian Penelitian

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang mengambil tema ketimpangan pendidikan serta kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, dan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Tabel 1.3 berikut menampilkan beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dan pembanding dalam penelitian ini.

(8)

8 Tabel 1.3

Hasil Penelitian Sebelumnya Mengenai Ketimpangan Pendidikan

No Peneliti Lokasi Metoda Kesimpulan

1 Thomas, Wang, dan Fang (2001)

Panel data 85 negara

Indeks Gini dan Kurva Lorenz

Ketimpangan pendidikan mengalami penurunan di sebagian besar negara.

Rata-rata lama sekolah dan pertumbuhan PDB per kapita berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pendidikan.

2 Sanggenafa (2009)

Provinsi Papua

Regresi data panel

Variabel PDRB per kapita berpengaruh signifikan positif terhadap Angka Partisipasi Sekolah SMP/MTs dan variabel buku berpengaruh signifikan negatif terhadap Angka Partisipasi Sekolah SMP/MTs.

3 Akram, Hamid, dan Bashir (2011)

Pakistan Analisis kointegrasi

Pakistan tidak terlalu menganggap penting pendidikan. Tidak hanya anggaran pendidikan pemerintah tetap tidak memadai tetapi pemanfaatannya juga masih dipertanyakan. Di semua tingkat pendidikan ketidaksetaraan gender sangat tinggi. Ketidaksetaraan gender di bidang pendidikan ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara negatif.

4 Masyithah (2011)

Provinsi Jawa Tengah

Koefisien Gini, Regresi data panel

Ketimpangan pendidikan termasuk dalam kategori rendah. Variabel rata- rata tahun sekolah, indikator

kesehatan, infrastruktur jalan dan kemiskinan berpengaruh signifikan negatif terhadap ketimpangan pendidikan. PDRB per kapita dan belanja pemerintah berpengaruh signifikan positif terhadap ketimpangan pendidikan.

5 Kreishan dan Al Hawarin (2011)

Yordania Data time series, unit root test, kointegrasi dan kausalitas

Tenaga kerja terdidik mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Yordania.

Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa perbedaan antar tingkatan pendidikan dalam

dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingkat pendidikan sarjana dan pascasarjana memiliki dampak positif yang kuat terhadap

pertumbuhan ekonomi, namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja dengan pendidikan dasar dan menengah tidak berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.

(9)

9 Tabel 1.3 Lanjutan

No Peneliti Lokasi Metoda Kesimpulan

6 Shaihani, Haris, Ismail, dan Said (2011)

Malaysia Autoregressiv e distributed lag (ARDL)

Dalam jangka pendek, pendidikan dasar dan pendidikan tinggi

menujukkan hubungan yang signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hanya pendidikan menengah yang menunjukkan hubungan positif dan signifikan.

Namun dalam jangka panjang, hanya pendidikan tinggi yang menunjukkan hubungan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

7 Ali, Chaudry, dan Farooq (2012)

Pakistan Ordinasry Least Square, uji kausalitas Granger

Hasil penelitian menyiratkan bahwa tingkat partisipasi sekolah, kesehatan dan modal fisik berpengaruh

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Pakistan. Uji Granger menghasilkan bahwa modal manusia, modal tetap dan tenaga kerja

mempengaruhi PDB.

9 Senadza (2012)

Ghana Koefisien Gini, dengan menggunakan data lama tahun sekolah individu

Terdapat ketidaksetaraan gender dan spasial dalam pendidikan di Ghana.

Secara khusus, tiga wilayah utara memiliki tingkat pendidikan rendah serta koefisien Gini yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Ketimpangan dalam koefisien Gini ini secara proporsional lebih dipengaruhi oleh perempuan. Terdapat korelasi positif antara tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendidikan.

10 Suzano (2012)

Provinsi Bangka Belitung

Indeks Williamson, regresi data panel

Ketimpangan partisipasi jenjang SLTP cenderung menurun. Variabel belanja pemerintah di bidang pendidikan dan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah berpengaruh signifikan positif terhadap partisipasi sekolah. Variabel jumlah penduduk miskin dan PDRB per kapita tidak berpengaruh siginifikan terhadap partisipasi sekolah.

11 Ibourk dan Amaghouss (2013)

15 negara dari kawasan MENA

Koefisien Gini, Kurva Kuznets, OLS

Terjadi penurunan indeks Gini di semua negara. Distribusi pendidikan lebih tidak merata di negara menengah daripada di negara maju. Ketimpangan pendidikan berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

(10)

10 Tabel 1.3 Lanjutan

No Peneliti Lokasi Metoda Kesimpulan

12 Qazi, Raza, dan Jawaid (2013)

Pakistan Uji kausalitas Granger, uji Wald, dan uji dekomposisi varians

Hasil uji menunjukkan hubungan kausal antara 2 arah pendidikan yang lebih tinggi dan pertumbuhan ekonomi di Pakistan. Kontribusi pendidikan tinggi dalam pertumbuhan ekonomi secara signifikan meningkat setelah pembentukan komisi pendidikan tinggi Pakistan pada tahun 2002.

13 Grdinić (2014)

Negara anggota Uni Eropa

Regresi data panel

Hasil analisis menunjukkan bahwa pengeluaran publik untuk pendidikan, serta jumlah angkatan kerja

berpendidikan tinggi dan jumlah peneliti memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan PDB.

Penelitian ini memiliki kesamaan terhadap penelitian sebelumnya dalam hal topik yang berkaitan dengan ketimpangan pendidikan dan alat analisis yang digunakan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang SMA/MA/SMK sebagai variabel terikat. Perbedaan lainnya adalah penggunaan variabel bebas kemiskinan, tingkat pendidikan Kepala Keluarga, kuantitas sekolah, kualitas sekolah, dan belanja pemerintah untuk bidang pendidikan. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis pengaruh partisipasi sekolah terhadap PDRB per kapita kabupaten/kota. Penelitian ini menggunakan data panel dalam jangka waktu 10 tahun yaitu tahun 2004 – 2013.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang di atas, permasalahan yang teridentifikasi dalam perkembangan capaian pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah:

1. terdapat perbedaan yang cukup besar dalam pencapaian angka rata-rata lama sekolah antarkabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Angka rata-rata

(11)

11

lama sekolah di Kabupaten Kulon Progo, Bantul, dan Gunungkidul berada di bawah angka rata-rata lama sekolah DIY. Ketiga kabupaten tersebut tidak mencapai wajib belajar sembilan tahun. Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta jauh di atas rata-rata, bahkan hampir mencapai 12 tahun (tamat pendidikan menengah);

2. persentase Angka Partisipasi sebagai salah satu indikator untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang telah memanfaatkan fasilitas pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki perbedaan yang tinggi antar kabupaten/kota.

1.4 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana tipologi daerah kabupaten/kota di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan Angka Partisipasi Kasar sekolah jenjang menengah dan PDRB per kapita?

2. Bagaimana kecenderungan ketimpangan partisipasi sekolah antarkabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta?

3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi partisipasi sekolah pada kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta?

4. Bagaimana pengaruh variabel partisipasi sekolah dan angka rata-rata lama sekolah terhadap PDRB per kapita antarkabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta?

(12)

12 1.5 Tujuan Penelitian

Dengan mempertimbangkan latar belakang masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1. menganalisis tipologi daerah kabupaten/kota di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta;

2. menganalisis kecenderungan ketimpangan partisipasi sekolah jenjang menengah antarkabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta;

3. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi sekolah jenjang menengah antarkabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta;

4. menganalisis pengaruh pendidikan terhadap PDRB per kapita antarkabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran, yaitu:

1. memberikan bahan masukan dan informasi bagi perencana dan pengambil kebijakan di bidang pendidikan khususnya di lingkup Pemerintah Daerah DIY;

2. menjadi sumber referensi dan informasi bagi penelitian selanjutnya khususnya terkait dengan ketimpangan pendidikan.

1.7 Sistematika Penelitian

Penulisan penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab I Pendahuluan, yang memuat uraian mengenai latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah,

(13)

13

pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematikan penulisan. Bab II Kajian Pustaka, berisi uraian mengenai landasan teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, formulasi hipotesis, dan kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian, terdiri dari desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional dan metode analisis data. Bab IV Analisis, memuat deskripsi data, uji hipotesis, dan pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran, memuat simpulan penelitian, implikasi penelitian, keterbatasan, dan saran.

Gambar

Gambar 1.1  Komposisi Luas Wilayah DIY
Gambar 1.2  Angka Rata-rata Lama Sekolah per Kabupaten/Kota   di DIY, 2004--2012 (tahun)
Gambar 1.3  Jumlah SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK di DIY 2011--2014
Tabel 1.2  Angka Partisipasi Jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum, baik berdasarkan hasil dari angket maupun wawancara yang dilakukan, minat mahasiswa terhadap bidang otomotif mempengaruhi ketertarikan mahasiswa konsentrasi

Berkaitan dengan banyaknya tulisan lingkungan yang bertemakan dampak lingkungan, hukum lingkungan dan konflik lingkungan dimana isinya hampir seragam yaitu tentang

Puji syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Pengaruh Kompensasi, Diklat dan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi

Seseorang yang mengaku bahawa dia bukan lagi beragama Islam, sama ada melalui percakapan, penulisan atau apa-apa cara dengan apa-apa niat, adalah melakukan

Kriteria/Persyaratan
 Tidak terdapat selisih jumlah saldo akhir dalam aplikasi piutang dengan total saldo yang dihitung kembali oleh auditor. Akar
Penyebab
 Banyak

Berdasarkan penjelasan di atas akan dilakukan penelitian dengan memilih game classic yaitu Pac-Man untuk menerapkan algoritma A* pada ghost (NPC) untuk mencari

Secara legal formal Indonesia terikat dengan ketentuan-ketentuan dalam UNCLOS 1982, termasuk kewajibannya untuk menjamin keamanan wilayah laut, khususnya di Sea

melakukan kehendak pimpinan meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya, Siagian (Sutrisno, 2015, hal. Seorang pemimpin harus mampu menjadi teladan yang