• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum yang mengedepankan Hak Asasi Manusia yang bertujuan untuk menyejahterakan dan memberikan perlindungan, keamanan dan perdamaian bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dengan keterlibatan Indonesia dalam meratifikasi DUHAM. DUHAM merupakan singkatan dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang pada 10 Desember 1948, dideklarasikan oleh PBB. Deklarasi tersebut merupakan aturan tertulis mengenai hak dasar yang ada pada manusia. DUHAM memiliki 3 nilai pokok yaitu kemerdekaan, kesetaraan dan penghormatan martabat manusia. Menurut Ahmad Taufan Damanik, ketua Komnas HAM, ketiga nilai pokok tersebut menjadi dasar wacana mengenai HAM hingga sekarang. Ketiga nilai tersebut dimaksudkan untuk menciptakan keadilan, kedamaian dan kemajuan umat manusia dengan mengedepankan keadilan dan nilai- nilai kemanusiaan. Selain itu, Yasonna H. Laoly, Menkumham, mengatakan bahwa negara atau pemerintah memiliki tanggung jawab penuh untuk memberikan perlindungan, pemajuan, pemohonan dan pemenuhan HAM kepada masyarakatnya sesuai yang sudah dituliskan secara resmi di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (Kemenkumham, 2020). PBB lalu mengesahkan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights pada 16 Desember 1966, yang mulai berlaku pada 23 Maret 1976. ICCPR berisi 6 Bab dan 53 Pasal, yang bertujuan untuk menegaskan nilai-nilai atau pokok-pokok HAM di bidang politik dan sipil seperti yang tertulis dalam DUHAM. Indonesia sendiri baru meratifikasi ICCPR pada 28 Oktober 2005 dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Hak- Hak tersebut diantaranya meliputi, Hak hidup, hak untuk berkumpul dan berserikat, hak bebas berpendapat dan berekspresi, serta hak atas kebebasan dan keamanan pribadi (ICJR, 2012). Sebelumnya, Indonesia sudah memiliki Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang secara khusus membahas dan melindungi hak"

tiap individu yang berkaitan dengan HAM serta bagaimana tanggungjawab dari

(2)

2

pemerintah, seperti hak untuk hidup, hak atas rasa aman, dan hak memperoleh keadilan.

Hal tersebut di perkuat dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berlaku di Indonesia yang berisikan tentang macam-macam tindakan dan sanksi bagi pelaku kejahatan yang merampas hak asasi manusia dari masyarakat, serta Pembentukan Gugus Tugas PTPPO yang terdiri dari masyarakat dan berbagai lapisan pemerintah sesuai PERPRES No. 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO).

Indonesia pada masa pemerintahan presiden Joko Widodo, tetap berusaha mengedepankan Hak Asasi Manusia dan meningkatkan pertahanan dan keamanan bagi bangsa Indonesia demi menjaga serta menciptakan keselamatan, keamanan, perdamaian dan menyejahterakan rakyatnya. Jokowi-Jusuf Kalla membahas mengenai Hak Asasi Manusia pada janji-janjinya. Janji-janji tersebut diantaranya, (1) menghapus regulasi yang memungkinkan terjadinya pelanggaran HAM terhadap kelompok rentan, anak-anak, masyarakat adat, penyandang disabilitas dan perempuan, (3) menghapus bentuk kejahatan tanpa hukuman yang menimbulkan ancaman bagi hak asasi manusia (impunitas) dengan merevisi UU Peradilan Militer, dan (4) akan memperjuangkan kesepakatan dalam ASEAN charter dengan menghormati HAM di lingkungan negara ASEAN (Syahni, 2014). Selain itu, Jokowi-Jusuf Kalla juga memiliki 9 agenda prioritas yang disebut dengan Nawa Cita, yang di mana pada 2 poinnya membahas mengenai penegakan hukum dan perlindungan bagi bangsanya, seperti pada poin yang pertama dan keempat yaitu, (1) melalui politik luar negerinya yang menganut asas bebas dan aktif, pembangunan pertahanan negara Tri Matra yang berlandaskan kepentingan nasional yang menjadikan Indonesia sebagai negara maritim, dan keamanan nasional yang terpercaya, dapat menghadirkan negara yang memberikan rasa aman dan melindungi segenap bangsa. Lalu yang terakhir, (4) melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang terpercaya, bermartabat dan bebas korupsi (Wedhaswary, 2014). Sehingga dapat dilihat bagaimana adanya target, visi, dan misi pada masa pemerintahan Jokowi di periode pertama, yang kemudian berlanjut pada periode kedua masa pemerintahan Jokowi-Amin, yang dimana Jokowi tetap berusaha menyejahterakan rakyatnya dan menciptakan perdamaian dan keamanan dengan, (1) menegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bemartabat dan terpercaya, serta (2) meningkatkan kesejahteraan para prajurit TNI. (Hasibun, 2019). Jokowi juga berusaha menuntaskan janji-janji yang Beliau sebutkan pada periode pemerintahanya yang

(3)

3

pertama. Salah satu cara untuk menjaga keamanan Indonesia adalah dengan menegakan hukum dengan adil, menekan angka kriminalitas baik kejahatan dalam negeri maupun kejahatan transnasional.

Kejahatan transnasional meliputi korupsi, Illegal Fisihing, cyber crime, perdagangan narkoba dan perdagangan manusia (Human Trafficking). Dengan masih banyaknya kasus perdagangan manusia, terutama di daerah perbatasan membuat dibutuhkanya peran pemerintah dalam menghadapi dan menanganinya. Peran pemerintah dalam memerangi kasus kejahatan perdagangan manusia juga sesuai dengan janji-janji dan agenda prioritas yakni menghapus regulasi yang memungkinkan terjadinya pelanggaran HAM, memperjuangkan HAM di lingkup Asia Tenggara, serta memberikan rasa aman terhadap warga negaranya dan melindungi bangsanya.

Perdagangan Manusia menurut Rosenberg (2003), dapat disebabkan oleh, kemiskinan, status dan kekuasaaan, pernikahan dini, peran perempuan dalam keluarga, kebijakan undang-undang yang lebih berpihak kepada laki-laki daripada perempuan hingga tingkat pendidikan yang rendah. Sedangkan menurut International Law Organization dalam penelitian Ike Herdiana (2014), penyebab dari perdagangan manusia atau Human Trafficking adalah kemiskinan, budaya, lemahnya aparat terkait dalam mengawal kasus human trafficking, lemahnya pencatatan akta kelahiran anak, budaya dan kurangnya kesadaran dalam atau ketika mencari pekerjaan. Ditambah lagi dengan budaya Indonesia yang menempatkan posisi perempuan dan anak-anak rentan dimanfaatkan pelaku perdagangan manusia. Adapun peran keluarga yang kurang dalam memberikan perlindungan dan pendidikan terkait kasus kejahatan yang sering terjadi. (Herdiana, 2014).

Di Indonesia sendiri kasus kejahatan manusia yang terjadi dapat dikatakan cukup memprihatinkan, dimana pada tahun 2011-2013 terdapat 509 kasus yang ditangani, tetapi hanya 6 kasus yang divonis. Lalu, menurut International Organization for Migration (IOM) bahwa korban perdagangan manusia mencapai 74.616 hingga 1 juta per tahun. Hal tersebut berarti terdapat 1 korban perdagangan manusia tiap satu detik. Padahal di Eropa Barat hanya terdapat 500.000 perempuan dan 250.000 orang di ASEAN tiap tahunnya. (Zubaidah, 2015). Terdapat juga data-data lainya, seperti laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika mengenai Perdagangan Orang tahun 2011, Indonesia memiliki 6 juta pekerja migran di luar negeri, yang 1,7 juta diantaranya merupakan pekerja tanpa dokumen. Lalu, International Organization of Migration (IOM) mencatat telah ada 1.180 korban yang sudah didampingi dan

(4)

4

dipulangkan. 70% dari modus yang dilakukan para pelaku adalah dengan membohongi korban dengan melakukan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang tidak memiliki dokumen lengkap atau resmi ke luar negeri. (Toule, 2013).

Hal yang lainya yang membuat mengapa kasus perdagangan manusia lebih harus diperhatikan adalah karena pada 2012 Indonesia menjadi negara yang aktif dalam melakukan kekerasan, serta eksploitasi terhadap anak-anak, dan prostitusi yang merupakan salah satu bentuk dari kejahatan manusia terbesar ke 2. Hal tersebut diungkapkan oleh PBB. Selain itu Indonesia dikenal sebagai Producing Area dan Sending Transit terkait perdagangan manusia, yang dimana banyak pekerja seks komersial berusia 12-16 tahun mengalami penyakit HIV/AIDS. (detikHealt, 2012).

Berlanjut, kasus kejahatan manusia juga banyak terjadi pada masa pemerintahan Joko Widodo, yang dimana mengalami grafik yang naik turun dan menjadi kejahatan terbesar di dunia kedua setelah narkotika menurut Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dimana menurut Biro Pengendalian Operasi, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia dari 2011-2015 mengalami fase ketidakstabilan, yakni pada tahun 2011 terdapat 347.605 orang, lalu pada 2012,2013 dan 2014 mengalami penurunan yakni 325.317 orang, dan kemudian kembali meningkat pada 2015 menjadi 352.936 orang. (Fardian, 2020). Sedangkan menurut International Organization for Migration (IOM) terdapat 6.651 jumlah korban perdagangan orang atau Human Trafficking pada Maret 2005 hingga Desember 2014. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negara yang paling banyak memiliki jumlah angka terbesar, dengan 92,46%

membuat Indonesia menduduki peringkat pertama. Dari jumlah tersebut 82%

merupakan perempuan dengan wanita dewasa sebanyak 4.888 orang dan wanita anak- anak sebanyak 950 orang, Sementara itu, 18% merupakan laki-laki dengan rincian 647 pria dewasa dan 166 pria anak-anak. Lalu, Menurut tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia sendiri, Jawa Barat menjadi provinsi dengan korban paling banyak yakni 2.151 orang (32,35%). Disusul oleh Jawa Tengah dan Kalimantan dengan 909 orang (13,67%) dan 732 orang (11%). Para korban tersebut dijual sebanyak 20% ke Jakarta, 19% ke Kepulauan Riau, 13% ke Sumatera Utara dan 12% ke Jawa Timur, (Septian, 2015).

Hal yang mengejutkan dalam beberapa tahun terakhir, kasus kejahatan perdagangan manusia identik dengan provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut jurnal dari Edward (2020), NTT terus mengalami peningkatan jumlah kasus

(5)

5

perdagangan manusia dari tahun 2014 hingga 2018. Puncaknya, pada 2015, Nusa Tenggara Timur bersama dengan Nusa Tenggara Barat menjadi 2 provinsi dengan kasus perdagangan anak terbanyak. Modus utama yang digunakan adalah dengan menjadi buruh migran dan eksploitasi seksual. Menurut Advocacy Officer, Dewi Astuti dari jaringan Indonesia ACT, kasus perdagangan anak menimpa anak usia 11 tahun hingga 18 tahun di NTB dan NTT. Lebih lanjut, menurut ACT, terdapat 107 kasus perdagangan anak yang terjadi sepanjang 2015 di 10 provinsi diantaranya, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, dan 50% diantaranya terjadi di NTT dan NTB (Kusumawati, 2015). Di tahun yang sama, NTT menjadi provinsi nomor satu yang memiliki Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Nurul Qoirah, selaku National Project Coordinator International for Migration pada 16 Februari 2015 melalui siaran pers, (Seo, 2015). Ditambah lagi, pada 2017, NTT menjadi salah satu dari 5 Provinsi dengan jumlah angka kejahatan terhadap perempuan dan anak-anak tertinggi, bersama dengan Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Padahal sebelumnya, NTT tidak termasuk dalam 5 provinsi berzona merah terkait perdagangan manusia. menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise, hal ini menjadi hal yang serius dan pihaknya sedang bekerjasama dengan aparat penegak hukum dan Pepmprov NTT untuk merumuskan langkah pencegahannya. Sebelumnya diketahui, terdapat korban yang mengalami kekerasan seksual di beberapa negara Asia, seperti Korea, Malaysia, Brunei Darussalam hingga China, yang ternyata terdapat perempuan yang berasal dari NTT, (Lewar, 2017).

Dari penjelasan dan bukti-bukti data di atas dapat dilihat bahwa kasus kejahatan Human Trafficking atau perdagangan manusia masih sering terjadi. Seperti diketahui Indonesia sudah meratifikasi DUHAM, dan memiliki Undang-Undang nya tersendiri mengenai perlindungan Hak Asasi Manusia bagi masyarakat. Namun, nyatanya masih terdapat naik-turunya jumlah kasus kejahatan perdagangan manusia di Indonesia pada masa pemerintahan Joko Widodo. Oleh Karena itu Pemerintah perlu untuk memberikan perhatian lebih dalam membuat atau membentuk kebijakan-kebijakan, melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat, serta memanfaatkan lembaga-lembaga dalam negeri seperti NCB-Interpol dan Kementerian Pemberdayaaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang dapat digunakan untuk menghadapi kasus kejahatan

(6)

6

perdagangan manusia pada masa pemerintahan Joko Widodo di Indonesia. Disini, penulis mengambil studi kasus perdagangan manusia di Nusa Tenggara Timur (NTT) karena NTT sebelumnya tidak termasuk dalam zona merah daerah yang paling banyak terjadi kasus kejahatan perdagangan manusia, tetapi sejak 2015 NTT menjadi provinsi dengan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terbanyak di Indonesia. Di tahun yang sama, NTT bersama NTB menjadi 2 provinsi dengan kasus perdagangan anak terbanyak di Indonesia, dan NTT menjadi salah satu daerah dari 5 daerah yang berzona merah bersama Nusa tenggara Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Hal ini menunjukan adanya peningkatan signifikan terkait adanya jumlah kasus human trafficking di NTT.

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Bagaimana upaya pemerintah Indonesia dalam menghadapi kasus kejahatan human trafficking (human trafficking) di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada masa pemerintahan Joko Widodo (2014-2020) ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan upaya pemerintah Indonesia dalam menghadapi kasus kejahatan perdagangan manusia (human trafficking) di Nusa Tenggara Timur pada masa pemerintahan Joko Widodo.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar dapat menjadi referensi bagi para pembaca untuk memahami apa saja dan bagaimana upaya dari pemerintah dalam menghadapi kasus kejahatan human trafficking pada masa pemerintahan Joko Widodo di Nusa Tenggara Timur. Selain itu penelitian ini juga dapat memberikan informasi mengenai kasus kejahatan human trafficking di Indonesia.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penilitian ini adalah agar menjadi acuan pustaka untuk ke depanya dalam penelitian yang sejenis bagi para pembaca serta dapat menjadi bahan pengembangan pemikiran bagi para pelajar ilmu studi Hubungan

(7)

7

Internasional terkait perdagangan manusia dan upaya dari pemerintah Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber wawasan atau informasi dalam mengkaji upaya pemerintah dalam menghadapi kasus kejahatan human trafficking di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Timur.

1.5. Batasan Penelitian

Penelitian ini dilengkapi dengan batasan-batasan yang bertujuan supaya fokus dari pembahasan pada penelitian ini sesuai dengan tujuan awal dan tidak menyangkut unsur-unsur yang tidak diperlukan. Batasan dari penelitian ini yaitu,

1. Penelitian ini hanya menjelaskan bagaimana dan apa saja upaya pemerintah, baik dalam kebijakan maupun kerjasama dengan lembaga terkait dalam menghadapi kasus kejahatan human trafficking pada masa pemerintahan Joko Widodo di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Timur.

2. Penelitian ini hanya menjelaskan mengenai kasus kejahatan human trafficking baik dari definisi, jenis, kasus-kasusnya, hingga kaitanya dengan Hak Asasi Manusia pada masa pemerintahan Joko Widodo di Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

1.6. Konsep

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep Human Trafficking (perdagangan manusia) dan Human Security. Konsep Human Trafficking sendiri adalah suatu kegiatan seperti pengangkutan, penyembunyian orang, dan perekrutan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman demi mendapat keuntungan dan kendali atas orang lain seperti melakukan eksploitasi. Contoh dari Human Trafficking diantaranya, perbudakan, eksploitasi seksual dan pengambilan organ manusia. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini yang menjelaskan mengenai apa itu perdagangan manusia di Indonesia dan faktor-faktor atau penyebab yang menyebabkan masih banyaknya terjadi kasus perdagangan manusia di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Timur.

Sedangkan konsep Human Security berarti adanya perlindungan untuk manusia yang bukan hanya dari ancaman perang, tetapi juga seperti penyakit, kelaparan hingga terorisme. Konsep ini juga memiliki berbagai komponen seperti keamanan komunitas yang meliputi kekerasan etnis, dan keamanan politik seperti represi politik dan pelanggaran HAM. Keamanan manusia membutuhkan perhatian dari pemerintah untuk melindungi setiap masyarakat terkait korban kasus perdagangan manusia. Peneliti dapat melihat bahwa kasus kejahatan perdagangan manusia melanggar Hak Asasi Manusia

(8)

8

dan oleh sebab itu, dibutuhkan adanya upaya pemerintah untuk melindungi setiap warga negaranya.

Referensi

Dokumen terkait

Pada strategi alternating deadheading, banyaknya penumpang yang berangkat dari terminal di kota asal ke terminal di kota tujuan dan banyaknya bus yang tersedia

pembangunan. Solidaritas sosial bergeser dengan orientasi unsur materi.Sementara mereka yang bertahan, sebagaimana ditunjukkan oleh masyarakat Lako Akelamo, berada pada akses

Menurut Tannure dkk 2010, mucocele dapat terjadi pada laki-laki maupun pada perempuan dan pada segala usia dengan insiden tertinggi pada dekade kedua dan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ekstrak Etanolik Herba Ciplukan memberi- kan efek sitotoksik dan mampu meng- induksi apoptosis pada sel kanker payudara MCF-7

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, keabsahan akta notaris meliputi bentuk isi, kewenangan pejabat yang membuat, serta pembuatannya harus memenuhi

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk