KONSEP BANTUAN HUKUM AKUSATOIR SEBAGAI PENGAMALAN SILA KELIMA PANCASILA
Oleh :
Dr.Hibnu Nugroho, S.H.,M.H.
MAKALAH SEMINAR NASIONAL
“Membangun Sistem Hukum Pidana Berbasis Budaya Hukum Nasional”
DISELENGGARAKAN DALAM RANGKA DIES NATALIS FAKULTAS HUKUM UNSOED KE-33
PURWOKERTO, 29 JUNI 2013
KONSEP BANTUAN HUKUM AKUSATOIR SEBAGAI PENGAMALAN SILA KELIMA PANCASILA
1Oleh :Dr.Hibnu Nugroho, S.H.,M.H.2
ABSTRAK
Bantuan hukum merupakan salah satu perwujudan tanggungjawab negara terhadap warga negaranya. Sebagai negara yamg menjunjung tinggi hukum maka negara Indonesia harus mampu mewujudkan hak-hak asasi manusia setiap warga negara, dan salah satunya adalah persamaan hak dimuka hukum. Bagi sebagian masyarakat masalah bantuan hukum sangat mudah diperoleh aksesnya, namun bagi sebagian besar lainnya hak untuk memperoleh bantuan hukum yang layak merupakan suatu kemewahan yang kadang sangat sulit diperoleh. Pancasila merupakan sumber bagi segala sumber hukum di Indonesia, sehingga spirit yang terkandung didalam sila- silanya harus mampu menjadi pedoman bagi segala peraturan perundangan yang ada.
Sila kelima yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengamanatkan ada perlindungan hukum bagi siapa saja tanpa perkecualian. Sejak tahun 2011, negara melalui UU No16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum telah memberikan akses bantuan hukum bagi mereka yang kurang mampu. Sehingga hak-hak mereka dihadapan hukum menjadi sama, apa yang diatur dalam undang-undang bantua hukum telah mencerminkan apa yang diatur oleh Sila-sila dalam Pancasila terutama sila kelima.
Kata Kunci : Bantuan hukum, Akusatoir, Pancasila.
I. Pendahuluan
Indonesia adalah negara hukum maka semua orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Persamaan di hadapan hukum harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment). Kalau seorang yang mampu (the have) mempunyai masalah hukum, ia dapat menunjuk seorang atau lebih advokat untuk membela kepentingannya. Sebaliknya seorang yang tergolong tidak mampu (the have not) juga dapat meminta pembelaan dari seorang atau lebih
1 Makalah Seminar Nasional, disampaikan dalam Rangka Dies Natalis Fakultas Hukum Unsoed ke 33, pada tanggal 29 Juni 2013.
2 Dosen tetap Fak.Hukum Unsoed Purwokerto
pembela umum (public defender) sebagai pekerja di lembaga bantuan hukum (legal aid institute) untuk membela kepentingannya dalam suatu perkara hukum. Tidak adil bilamana orang yang mampu saja yang dibela oleh advokat dalam menghadapi masalah hukum, sedangkan fakir miskin tidak memperoleh pembelaan karena tidak sanggup membayar uang jasa (fee) seorang advokat.
Menurut Romli Atmasasmita dalam Frans Hendra Winata3 di Indonesia hak fakir miskin untuk memperoleh bantuan hukum terutama pada masyarakat yang bermukim di wilayah terpencil masih jauh dari harapan, sehingga menjadi sebuah pertanyaan mengapa di negeri ini bantuan hukum belum mampu untuk mencapai daerah terpencil, padahal daerah terpencil tersebut masih diwilayah Jawa dan Sumatera.
BAPPENAS dalam survey yang dilakukan pada tahun 2002, sejumlah 38,4 juta jiwa (18,2%) rakyat Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan, dengan prosentase penduduk miskin di kota besar sebanyak 14,5% dan di desa sebesar 21,1%. Sedangkan data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada tahun 2002 adalah 38.394.000, pada tahun 2003 adalah 37.339.400. Data statistik tentang fakir miskin tersebut membuktikan bahwa penuduk dalam katagori miskin di Indonesia masih cukup tinggi dan tentu saja kehadiran bantuan hukum terhadap mereka harus mendapatkan perhatian yang serius. Keadilan bagi orang yang mampu yang tidak mampu masih jauh tertinggal dibandingkan keadilan bagi yang mampu. Keadilan bagi yang tidak mampu hanya dapat dicapai melalui bantuan hukum.4
Hak untuk mendapat perlindungan hukum adalah salah satu hak mendasar yang dimiliki oleh setiap manusia, salah satu perwujudan dari perlindungan hukum adalah hak untuk mendapatkan bantuan hukum. Bantuan hukum memiliki arti yang sangat penting bagi seseorang yang sedang berhadapan dengan masalah hukum, apalagi bila orang tersebut “buta hukum”, oleh sebab masalah bantuan hukum diatur dalam pasal-pasal dibeberapa undang-undang, yaitu UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU Nomor 8 Tahun 2003 tentang Advokat dan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dan yang terbaru adalah UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum Lahirnya
3 Frans Hendra Winata, 2009, Probono Publico, Hak Konstitusional Fakir Miskin Untuk Memeperoleh Bantuan Hukum, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,hlm.xii
4 Ibid.hlm.4.
undang-undang tentang bantuan hukum semakin mempertegas kedudukan penting suatu bantuan hukum dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
II. Permasalahan
1. Bagaimanakah konsep bantuan hukum yang diharapkan dalam sistem akusatoir sebagaimana dianut dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia ?
2. Apakah Konsep Bantuan Hukum yang diatur dalam UU Bantuan Hukum telah sesuai dengan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ?
III. Pembahasan
Tujuan program bantuan hukum berbeda-beda dan berubah-ubah, bukan saja dari suatu Negara ke Negara lainnya, melainkan juga dari suatu zaman ke zaman lainnya.5 Menurut Cappelletti, tujuan dari pada program bantuan hukum dinegara berkembang sulit ditentukan dengan jelas. Meskipun demikian, kiranya tidaklah salah apa yang dikatakan oleh Metager seperti yang dikutip oleh Adnan Buyung Nasution menyatakan bahwa program bantuan hukum di negara-negara berkembang pada umumnya mengambil arti dan tujuan yang sama seperti dibarat, yang pada dasarnya terdiri dari dua bagian yaitu :
a. Bahwa bantuan hukum yang efektif adalah merupakan syarat yang esensial untuk berjalanya fungsi maupun intergritas peradilan dengan baik;
b. Bahwa bantuan hukum merupakan tuntunan dari rasa perikemanusiaan.
Bahkan lebih dari pada itu, menurut Metzger sebagaimana yang dikutip oleh Adnan Buyung Nasution mencoba menambahkan alasan-alasan lain :
a. Untuk membangun suatu kesatuan system hukum nasional;
b. Untuk melaksanakan yang lebih efektif dari pada peraturan peraturan kesejahteraan social untuk keuntungan orang yang tidak mampu atau orang miskin;
c. Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab yang lebih besar dari pejabat- pejabat pemerintahan atau birokrasi kepada masyarakat;
d. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat yang lebih luas kedalam proses pemerintahan;
5 Adnan Buyung Nasution, 1982, Bantuan hukum Indonesia, LP3S, Djaya Pirusa, Jakarta hlm, 3.
e. Untuk memperkuat profesi hukum.6
Tujuan bantuan hukum di Negara berkembang, khususnya Indonesia, merupakan hal yang menarik. Bantuan hukum bagi fakir miskin tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral, budaya, pandangan politik, dan filosofi hukum di Indonesia. Bantuan hukum bagi fakir miskin mempunyai kedudukan strategis dalam system peradilan pidana di Indonesia yang menganut system akusaktur (due process of law), dalam praktik sehati-hari system inkuistir, (crime control model/arbitrary process) masih dijalankan sehingga fakir miskin sering menjadi sarana penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi dan perendahan harkat dan martabat manusia.7
Ada beberapa konsep bantuan hukum yang dikenal selama ini, namun demikian konsep bantuan hukum Responsif merupakan konsep yang tepat untuk diterapkan di Indonesia. Menurut Frans Hendra Winarta, bantuan hukum responsif diberikan kepada fakir miskin secara cuma-cuma dan meliputi semua bidang hukum dan hak asasi manusia serta tanpa membedakan pembelaan baik perkara individual maupun kolektif. Jasa yang diberikan dalam bantuan hukum responsif berupa penyuluhan hukum tentang hak asasi manusia dan proses hukum hak untuk dibela oleh organisasi bantuan hukum dan atau advokat, pembelaan dalam mengatasi masalah masalah hukum yang kongkrit, pembelaan yang berkualitas didalam pengadilan agar menghasilkan yurisprudensi yang lebih tegas tepat jelas dan benar, pembaharuan hukum melalui keputusan pengadilan yang berpihak kepada kebenaran dan pembentukan undang-undang yang sesuai dengan system nilai dan budaya yang ada dalam masyarakat untuk mensukseskan konsep tersebut bantuan hukum harus menjadi gerakan nasional yang didukung oleh negara dan masyarakat.8
Didalam ketentuan UU No16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum Pasal 3 disebutkan mengenai tujuan bantuan hukum di Indonesia yaitu :
a) Menjamin dan memenuhi hak bagi penerima bantuan hukum untuk mendapatkan akses keadilan.
b) Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum,
6 Ibid, hlm. 5.
7 Frans Hendra Winarta, Op.Cit. hlm. 7.
8 Ibid. hlm. 206
c) Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien dan dapat dipertang-gungjawabkan.
Bantuan hukum menurut UUBH meliputi masalah hukum perdata, pidana dan TUN baik dalam tahap non litigasi maupun litigasi. Dalam memberikan bantuan hukum maka pemberi bantuan hukum memiliki kewajiban untuk menjalankan kuasa yang meliputi mendampingi, mewakili, membela dan atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan penerima bantuan hukum.
Kelahiran UU No. 16 tahun 2011 serta keberadaan UU No 18 tahun 2003 Tentang Advokat dan Pasal 1 angka (6) PP No. 83 Tahun 2008 tentang Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-cuma menjadi benang merah adanya hak bagi orang yang tidak mampu untuk memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma.Namun demikian pada kenyataannya ditengarai masih ada kantor-kantor advokat yang mengaku sebagai organisasi bantuan hukum tetapi sebenarnya berpraktik komersial dan memungut fee.9
Penyediaan jasa pelayanan hukum kepada orang yang tidak mampu di Negara-negara berkembang akan membantu juga tercapainya usaha-usaha :
1. Pembinaan sistem hukum nasional yang tunggal;
2. Implementasi peraturan perundang-undangan kesejahteraan sosial yang telah ada, dan yang dimaksudkan untuk lebih menguntungkan golongan yang tidak mampu, dengan cara yang lebih efektif;
3. Peningkatan pertanggung jawaban yang lebih besar kepada rakyat oleh pemerintah dan oleh semua aparat administrasi;
4. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam setiap proses pemerintahan;
Selama ini pengertian bantuan hukum menunjukan ruang lingkup yang seakan-akan terbatas pada kegiatan yuridis semata-mata, sebagaimana dianggap oleh sementara praktisi dan teoritis hukum di negeri ini. Soerjono Soekanto, mengemukakan bahwa pemberian bantuan hukum mencakup kemungkinan- kemungkinan sebagai berikut :
1. Pemberian informasi hukum, misalnya, memberitahukan kepada seorang pegawai negeri tentang hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai pegawai negeri;
9 Ibid. Hlm 12
2. Beberapa penasihat hukum, menjelaskan apa yang harus dilakukan seseorang yang akan membeli rumah atau tanah;
3. Pemberian jasa hukum, misalnya membantu seseorang untuk menyusun surat gugatan;
4. Bimbingan yaitu member jasa secara kontinya;
5. Memberikan jasa perantara, misalnya menghubungkan warga masyarakat dengan instansi-instansi tertentu yang berkaitan dengan masalah-masalah huku yang dihadapinya;
6. Menjadi kuasa warga masyarakat di dalam atau di luar pengadilan.10
Advokat merupakan person yang mempunyai tugas memberikan bantuan hukum. Profesi advokat merupakan profesi yang dikenal sebagai officium nobile yaitu sebuah profesi yang mulia. Oleh sebab itu dalam mejalankan profesinya para advokat terikat pada kode etik sebagaimana diatur oleh organisasi maupun ketentuan-ketentuan lain sebagaimana diatur dalam UU Advokat.
Kata “advokat” berasal dari bahasa Latin “advocates” yang berarti
“membela” secara umum mengandung arti sebagai seorang ahli hukum yang memberikan bantuan hukum atau pertolongan dalam soal-soal hukum.11 Dalam ketentuan UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, diberikan definisi pengertian advokat sebagai :
“ Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketententuan UU ini (Pasal 1 angka 1).
Advokat mempunyai hak untuk mengeluarkan pendapat/ pernyataan secara bebas dalam melakukan tugas pembelaan yang menjadi tanggungjawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang teguh pada kode etik dan peraturan perundangan. Dalam menjalankan profesinya advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana apabila yang dilakukannya dengan itikad baik adalah demi kepentingan klien dalam sidang pengadilan.
10 Abdul Hakim Garuda Nusantara, 1981, Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural. Dalam : Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Mulyana W Kusumah (Eds), Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, hlm. 56-58.
11 Lasdin Wias, 1989, Cakrawala Advokat Indonesia, Yogyakarta : Liberty, hlm.2.
Setelah menjalankan kewajibannya maka advokat berhak untuk mendapatkan honorarium (fee). Besarnya fee haruslah wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak (Pasal 21 ayat (2)).
Adapun kewajiban advokat dalam menjalankan profesinya adalah advokat wajib untuk merahasikan segala hal yang diperoleh dari kilennya, advokat juga dilarang memegang jabatan Negara. Disamping itu advokat wajib memberikan bantuan hukum Prodeo pada orang yang tidak mampu.
Advokat dilarang membedakan klien berdasar SARA. Advokat juga tidak dapat diidentikan dengan kliennya oleh pihak yg berwenang dan atau masyarakat.
Sehingga advokat mempunyai hak Immunitas , pada saat ia melaksanakan tugasnya.
Namun apabila di dalam melaksanakan tugasnya seorang advokat melakukan tindakan yang melanggar hukum maka tetap dapat dipidana.
Data-data yang disampaikan oleh klien wajib disimpan secara benar dan dirahasiakan oleh advokat kecuali undang-undang menentukan lain, perlindungan tersebut termasuk perlindungan atas penyitaan dan penyadapan komunikasi elektronik advokat (Pasal 19).
Persyaratan menjadi advokat secara rinci telah diatur dalam UU Advokat dan advokat yang dapat menjalankan proesinya adalah yang diangkat sesuai dengan ketentuan UU No. 18/2003 (Ketentuan Pasal 30).
Yang dapat diangkat menjadi advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan telah mengikuti PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat), tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat Negara, usia minimal 25 tahun, telah lulus ujian yang diadakan organisasi advokat dan telah magang minimal 2 tahun terus menerus pada kantor advokat. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Berperilaku jujur, bertanggungjawab, adil dan mempunyai integritas tinggi.
Setelah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 maka para calon advokat akan diangkat /dilantik oleh organisasi advokat, salinan SK Pengangkatan akan disampaikan oleh organisasi kepada MA dan menteri. Sebelum menjalankan profesinya advokat akan disumpah oleh Ketua PT di wilayah domisili hukumnya.
Advokat dapat berhenti/diberhentikan dari profesinya oleh organisasi Advokat karena alas an permohonan sendiri dan atau dijatuhi pidana yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
hukuman 4 tahun atau lebih ataupun diberhentikan atas dasar keputusan organisasi.
Bagi yang diberhentikan atas dasar hal-hal tersebut di atas maka tidak berhak menjalankan profesi advokat.
UUBH dan UU Advokat memberikan definisi berbeda tentang bantuan hukum. Menurut UU Advokat, bantuan hukum merupakan jasa hukum yang diberikan oleh advokat secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu, sedangkan menurut UUBH bantuan hukum diberikan oleh LBH atau organisasi kemasyarakatan, dimana lembaga tersebut boleh merekrut advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa Fak.Hukum.
Selain dalam proses peradilan peran advokat juga terlihat dijalur profesi diluar pengadilan. Kebutuhan jasa hukum adokat diluar proses peradilan pada saat sekarang semakin meningkat sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan antara bangsa melalui pemberian jasa konsultasi, negoisasi maupun dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi advokat ikut member sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan hukum nasional khususnya dibidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Keberadaan advokat sangat penting bagi masyarakat untuk membela hak- hak seseorang (individu) dalam menghadapi persoalan hukum. Apabila seseorang individu menghadapi tuntunan pidana dari Negara yang mempunyai perangkat Polisi, Jaksa, Hakim, dan Lembaga Pemasyarakatan, jelas diperlukan advokat untuk membela individu yang berstatus sebagai tersangka atau terdakwa yang sedang menghadapi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan.Pembelaan advokat atas tersangka atau terdakwa yang berhadapan dengan Negara yang mempunyai perangkat lengkap akan menciptakan keseimbanagan dalam proses peradilan sehingga keadilan bagi semua orang (justice for all) dapat dicapai.12
Advokat sebagai penegak hukum, harus mampu mengoreksi dan mengamati keputusan dan tindakan para praktisi hukum lainnya. Advokat harus tanggap terhadap tegaknya hukum dan keadilan ditengah lapisan masyarakat, dengan menghilangkan rasa takut kepada siapapun dan tidak membeda-bedakan
12 Frans Hendra Winarta, Op. Cit. hlm. 2.
tempat, etnis, agama, kepercayaan, miskin dan kaya dan lain sebagainya untuk memberikan bantuan hukum setiap saat.
Menurut Arip Yogiawan yang dikutip oleh Yesmil Anwar mengatakan bahwa : Seorang advokat selalu harus fleksibel dan kreatif serta mempunyai kualifikasi dan karakter pribadi untuk menjadi seorang advokat yang professional dan berdedikasi tinggi, maka diperlukan beberapa factor penunjang diantaranya :
1. Penguasaan system inteligensia
a. Mempelajari berkas perkara dengan mengkonsentrasi potensi yang sesuai kasus perkara pada ahlinya.
b. Yang menyesuaikan situasi dan kondisi pada saat observasi ke lapangan dengan memanfaatkan sarana dan prasarana.
2. Pendalaman ilmu pengetahuan
a. Memilih bidang hukum yang dikuasai dan disenangi.
b. Memperdalam dan menggali spesialisasi hukum dan memperkaya kasanah kepustakaan.
c. Senantiasa mengikut perkembangan hukum.
d. Aktif seminar dan diskusi tentang hukum.
3. Peningkatan penanganan perkara
a. Awal dimulai profesi advokat menangani perkara prodeo dan probono.
b. Perimbangan penanganan perkara prodeo/probono dengan honorarium profesi.13
Idealnya, profesi advokat senantiasa membela kepentingan rakyat tanpa membeda-bedakan kepentingan rakyat tanpa membeda-bedakan latar belakang, asal usul agama, budaya warna kulit, tempat tinggal, asal usul budaya, warna kulit tempat tinggal, tingkat ekonomi, jender, dan lain sebagainya. Pembelaan kepada semua orang termasuk juga kepada fakir miskin sebagai salah satu bentuk bantuan hukum merupakan wujud dari penghayatan advokat terhadap prinsip persamaan kedudukan dihadapan hukum dan perwujudan dari hak untuk didampingi advokat yang dimiliki oleh semua orang.
13 Anwar, Yesmil dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen, Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia). Widya Padjajaran , Bandung :. hlm.
231.
Dengan telah adanya UU Advokat dan UUBH maka apabila dapat diterapkan secara konsekuen maka terwujudnya persamaan hak bagi para pencarian keadilan bukan lagi merupakan impian. Pengormatan antara sesama penegak hukum yaitu lembaga Penyidik, lembaga Penuntut Umum, lemabaga Pengadilan dan Advokat yang memiliki kedudukan sejajar akan dapat mewujudkan sistem akusatoir.
Disisi lain pihak advokat juga dituntut untuk mampu bersikap lebih profesional, sehingga kewajiban yang diemban sesuai dengan yang digariskan oleh UU mampu disandang dengan baik. Pada saat advokat membuat pledooi dapat diibaratkan sebagai arsitek yang meciptakan sebuah disain bangunan, kajian ilmiah terhadap kasus yang ditangani, akan melahirkan pledooi yang berbobot, karena pada hekekatnya itulah “mahkota” seorang advokat. Sebaliknya, advokat yang hanya menjalankan tahapan proses penegakan hukum sebagai sebuah rutinitas tanpa kajian ilmiah maka yang demikian dapat diibaratkan sebagai tukang bangunan, yang hanya menjalankan pekerjaan sesuai dengan pola yang sudah ada.
Dalam UUBH diatur mengenai pihak pemberi bantuan hukum, pihak pemberi bantuan hukum adalah LBH atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan UUBH. Dan Bantuan hukum yang diberikan oleh LBH atau organisasi tersebut harus benar-benar Cuma-Cuma. Karena pemberi bantuan hukum dilarang menerima atau meminta pembayarakan dari penerima bantuan hukum, pelanggaran terhadap ketentuan ini dikenakan sanksi berupa Pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Limapuluh juta rupiah).
Pancasila merupakan spirit sekaligus idologi yang harus ada dalam setiap kehidupan kenegaraan di Indonesia menurut Mahfud MD 14 Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara atau sebagai cita hukum dan staatsfundamentalnorm, menjadikan Pancasila sebagai paradigma dalam setiap pembaharuan hukum.
Sebagai paradigma dalam pembaharuan tatanan hukum, Pancasila sebagai cita hukum memiliki fungsi konstitutif dan regulatif. Dimaksudkan sebagai fungsi konstitutif adalah bahwa Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum, sehingga tanda Pancasila hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum. Sedangkan fungsi regulatif,
14 Moh.Mahfud MD, 2006, Membangun Politik Hukun, Menegakan Konstitusi. Jakarta :LP3ES
menempatkan Pancasila sebagai penilai apakah suatu hukum positif sebagai suatu produk hukum yang adil atau tidak adil.
Didalam konsideran UUBH disebutkan bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan HAM dan negara bertanggungjawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai pewujudan akses terhadap keadilan.
Kesatuan sila-sila dalam Pancasila merupakan suatu kesatuan yang “majemuk Tunggal”; “hierarkhis piramidal” juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengaktualisasi. Hal ini d dimaksudkan bahwa dalam setiap sila terkandung nilai keemapat sila lainnya, atau dengan perkataan lain dalam setiap sila santiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya.15 Oleh sebab itu didalam sila kelima yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyta Indonesia terkandung empat sila lainnya.
Adanya pertanggungjawaban negara atas adanya jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan HAM dan negara bertanggungjawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai pewujudan akses terhadap keadilan, menunjukan bahwa spirit UUBH adalah tidak dapat dipisahkan dari pengamalan sila kelima dari Pancasila.
IV. Penutup
Bantuan hukum yang responsif merupakan konsep bantuan hukum yang sangat tepat diterapkan di negara kita. Hal ini sangat membantu percepatan perbaikan sistem hukum yang sering dinggap tidak berpihak kepada masyarakat miskin. Melalui UUBH, negara memberikan perhatian yang luas terhadap hak-hak masyarakat akan perlindungan hukum.
Didalam konsideran UUBH disebutkan bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan HAM dan negara bertanggungjawab terhadap
15 Kaelan, 2010, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta : Paradigma. Hlm. 61.
pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai pewujudan akses terhadap keadilan.
Adanya pertanggungjawaban negara atas adanya jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan HAM dan negara bertanggungjawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai pewujudan akses terhadap keadilan, menunjukan bahwa spirit UUBH adalah tidak dapat dipisahkan dari pengamalan sela kelima dari Pancasila.
Pustaka Rujukan
Anwar, Yesmil dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen, Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia). Bandung : Widya Padjajaran.
Kaelan, 2010, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta : Paradigma.
MD, Moh.Mahfud 2006, Membangun Politik Hukun, Menegakan Konstitusi.
Jakarta :LP3ES
Nasution, Adnan Buyung. 1982, Bantuan hukum Indonesia, , Jakarta : LP3S, Djaya Pirusa.
Nusantara, Abdul Hakim Garuda 1981, Bantuan Hukum dan Kemiskinan Struktural. Dalam : Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Mulyana W Kusumah (Eds), Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum, Bandung : Penerbit Alumni.
Wias,Lasdin. 1989, Cakrawala Advokat Indonesia, Yogyakarta : Liberty.
Winarta, Frans Hendra. 2009, Probono Publicio, Hak Konstitusional Fakir Miskin Untuk Memperoleh Bantuan Hukum, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Yayasan Bantuan Hukum Indonesia dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, 2007, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia : Pedoman Anda Memahami Masalah Hukum, cetakan Kedua, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
---, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
---, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum
---, Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma.