IMPLIKASI SIRAH NABI TERHADAP PENDIDIKAN
ANAK USIA DINI
Nino Yudiar
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Al-Ihsan Baleendah Jl. Adipati Agung No. 40 Baleendah Bandung Jawa Barat Telp (022) 5949227 Email: ninoyudiar@stitalihsan.ac.id
ABSTRAK
Berbagai hasil penelitian menunjukkan usia dini merupakan masa peka yang sangat penting bagi pendidikan anak. Pada masa tersebut tempaan dapat memberikan bekas yang kuat dan tahan lama. Kesalahan menempa akan memberikan efek negatif jangka panjang yang sulit diperbaiki. Usia dini (usia 0-8 tahun) adalah usia emas (golden age). Untuk mengembangkan bangsa yang cerdas, beriman, bertakwa, serta berbudi luhur hendaklah dimulai dari PAUD. PAUD memegang peranan yang sangat penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak selanjutnya, sebab ia merupakan pondasi bagi dasar kepribadian anak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tahapan PAUD yang tertuang dalam Sirah Nabi, mengungkap implikasi pedagogis Sirah Nabi terhadap millieu PAUD dan manajemen PAUD. Manfaatnya adalah menjadi bahan dalam mengelola PAUD sesuai dengan tahap perkembangannya dengan melakukan adaptasi dan kontekstualisasi Sirah Nabi sesuai dengan kebutuhan zaman di mana anak itu berada, memperkaya kajian pendidikan anak usia dini yang digali dari sumber kearifan lokal dan budaya setempat yang Islami, dan membuka kajian-kajian Sirah Nabi tahap berikutnya yang berguna bagi tumbuh kembang anak secara Islami. Dengan analisis dekriptif historis dan library
research terhadap Sirah Nabi, peneliti menemukan adanya tahapan-tahapan pendidikan anak usia dini
mulai dari usia pranatal sampai dengan usia 8 tahun. Di samping itu, peneliti dapatkan juga implikasinya terhadap milieu dan manajemen PAUD. Peneliti juga menemukan prinsip-prinsip dan tahapan pengembangan PAUD yang semuanya mendapatkan contohnya yang sempurna dari pengalaman pribadi Nabi Muhammad Saw.
Kata Kunci: Golden Age; Sirah Nabi; Milieu PAUD; Manajemen PAUD
ABSTRACT
Many studies indicated that childhood important and sensitive age in education. In this period, education will be very influential for long term. Therefore, failure in education in this period will affect negatively for long time and will be difficult to refine. Childhood (0-8 years) is a golden age for children and hence to develop smart, faithful, pious generation and of noble character education should be started from early childhood. In this regard, early education will serve as foundation for child personality. This article describes analytically steps of early education as found in the life of Prophet and its peadagogical impacts on the milieu and management of early education. This is beneficial as materials for management of early education in line with the development step of children. In addition, this research can enrich studies on early education in lne with local culture as well as to explore principles of Islamic education as found in the life of Prophet. Through historical description and library research this article finds some steps for early education for children from prenatal to 8 years old. This article also finds its implication for milieu and management of early education. The author found some principles and steps to develop early education that can be found perfectly in the life of Prophet Muhammad.
PENDAHULUAN
Usia dini (usia 0-8 tahun) adalah usia emas (golden age). Untuk mengembangkan bangsa yang cerdas, beriman, bertakwa, serta berbudi luhur hendaklah dimulai dari PAUD. Itulah sebabnya negara-negara maju sangat serius mengembangkan PAUD. Pendidikan masa ini jangan dianggap sebagai pelengkap, tetapi kedudukannya sama penting dengan pendidikan di atasnya. Begitu pentingnya usia dini, sampai ada teori yang menyatakan bahwa pada usia empat tahun 50% kecerdasan telah tercapai, dan 80% kecerdasan tercapai pada usia delapan tahun.1
Berbeda dengan negara maju, kondisi PAUD di Indonesia belum tergarap dengan baik. Perhatian pemerintah untuk mengembangkan PAUD masih jauh dari harapan. Meskipun sudah terlihat terdapat keseriusan dalam mengembangkannya, tetapi tetap belum memadai. Menurut catatan UNESCO, angka partisipasi PAUD di Indonesia masih tergolong rendah dibanding negara-negara berpenghasilan rendah di Asia lainnya. Di mana partisipasi PAUD di Indonesia hanya 22 persen. Angka tersebut lebih rendah dibanding partisipasi PAUD di Filipina yang sebesar 27 persen, Vietnam 43 persen, Thailand 86 persen, dan Malaysia 89 persen.2
Sesuai dengan pasal 28 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 ayat 1, yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang usia 0-6 tahun. Sementara itu, menurut kajian rumpun ilmu PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa
1Slamet Suyanto, Dasar-Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta:
Hikayat, 2005), 6.
2Isjoni,Mode Pembelajaran Anak Usia
Dini(Bandung: CV. Alfabeta, 2009), 6.
negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang lingkup Pendidikan Anak Usia Dini adalah :
1. Infant (0-1 tahun) 2. Toddler (2-3 tahun)
3. Preschool/Kindergarten Children
(3-6 tahun)
4. Early Primary School (SD kelas awal, 6-8 tahun)
Menurut Maimunah Hasan3, ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini, yaitu sebagai berikut:
1. Membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
2. Membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Jika melihat sistem dan model pendidikan PAUD di Indonesia banyak dilihami dan dipengaruhi oleh perkembangan pendidikan prasekolah yang ada di Barat. Hal ini menurut Soemiarti4, karena buku rujukan yang ada di Indonesia belum memadai.
Wajar sekali jika tidak menggunakan referensi dari khazanah keislaman (turats), padahal mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Seharusnya penggunaan khazanah keislaman menjadi rujukan dan pendukung kuat terwujudnya
3MaimunahHasan, PAUD (Pendidikan
Anak Usia Dini): Panduan Lengkap
Manajemen Mutu Pendidikan Anak Untuk Para Guru dan Orang Tua (Jogjakarta: Diva Press,
2009), 16-17.
4Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan
Anak Luar Sekolah(Jakarta: Rineka Cipta,
pendidikan anak usia dini yang baik dan komprehensif.
Salah satu khazanah keislaman yang sering luput dan terlupakan dalam pendidikan anak adalah Sirah Nabi. Sirah Nabi sebenarnya merupakan bentuk kearifan lokal yang berakar kuat pada tradisi Islam Indonesia, melalui pembacaan Maulid Al-Barzanji pada saat kelahiran anak dan peringatan maulid Nabi Saw.
Menurut Abdul Hamid Jasim Al-Bilali, hikmah-hikmah tarbawiyah dalam sirah amatlah banyak, tetapi sedikit yang mau dan mampu mengambil ‘ibrah daripadanya. Betapa perlunya manusia merenungi hal ini. Bukan untuk meratapi sejarah masa silam, tetapi agar dapat membenahi langkah yang salah menuju kepada kesungguhan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw. dan generasi pertama umat ini.Menurut Al-Bilali, Sirah Nabi adalah realisasi dari nilai-nilai dasar Islam. Ia merupakan ilustrasi sempurna petunjuk Al-Quran dan Sunah Nabi Saw. Ketika Al-Quran mengungkap aqidah, ibadah, akhlak, dakwah dan jihad, di sana dijumpai contoh dengan wujud yang sempurna dalam sirah.5
Miftah Faridl mengatakan bahwa sejarah memang tidak seharusnya diadopsi, sebab sejarah selalu mewakili masing-masing zamannya. Tapi sejarah selalu mengisyaratkan nilai-nilai, semangat ataupun hikmah yang dapat diadaptasi dan kontekstualisasi. Sejarah bukan hanya cerita yang dilengkapi dengan nama-nama aktor, tempat dan waktu sesuatu peristiwa terjadi serta disusun dalam alur metodologis tertentu. Sejarah merupakan serangkaian nilai
5Abdul Hamid Jasim Al-Bilali,
Rambu-Rambu TarbiyahDalam Sirah Nabi(Solo: Era
Intermedia, 2000), 13-14.
yang mengandung makna edukasi bagi para pembacanya.6
Peneliti perlu mengungkap beberapa makna edukasi atau hikmah
tarbawiyah dalam Sirah Nabi ini.
Bagaimana tahapan PAUD yang ada dalam Sirah Nabi? Bagaimana implikasi pedagogis Sirah Nabi terhadap milieu dan manajemen PAUD?
Metodologi yang dilakukan peneliti bersifat kepustakaan murni (library research). Sumber primernya adalah buku-buku Sirah Nabi baik yang berbahasa Arab, Inggris (terjemahan) maupun Indonesia. Sumber sekundernya adalah buku-buku tentang pendidikan anak (tarbiyatul awlad) dalam Islam dan buku-buku PAUD. Sumber pembantunya adalah buku-buku tafsir, hadits, sejarah peradaban Islam, metode penelitian dan beberapa kamus. Metode penelitiannya adalah deskriptif dengan pendekatan historis.
Penelitian Deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu seting kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.7
Pendekatan historis dilakukan karena sumber datanya adalah fakta-fakta historis. Menurut Nana Sudjana dan Ibrahim8, dalam penelitian ini peneliti dituntut secara sistematik objektif untuk memahami masa lampau. Temuan masa lampau tersebut dapat dijadikan bahan untuk masa sekarang, dan disajikan secara deskriptif analitik.
6Miftah Faridl, Wahai Anakku(Bandung:
Kakibuku, 2006), 9.
7Moh. Nazir, Metode Penelitian,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 54.
8Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian
dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Sirah Nabi adalah perjalanan kenabian atau perjalanan hidup Nabi Muhammad Saw. yang dimulai sebelum kelahirannya sampai wafatnya baik sebelum diangkat menjadi Rasul (bi’tsah) ataupun sesudahnya. Definisi ini diambil dari kesimpulan definisi As-Sunnah dan Al-Hadits menurut ahli hadits, Muhadditsin.9
Manajemen adalah proses kerja dengan dan melalui orang lain untuk menyelesaikan tujuan-tujuan organisasi secara efisien.10Manajemen pendidikan anak di sini adalah proses kerja atau tahapan-tahapan pendidikan, pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan orang tua dan lembaga atau orang lain terhadap anak mulai usia sebelum kelahiran, setelah kelahiran, masa anak-anak, dan seterusnya sehingga tercapai sesuai tujuannya.
A. Implikasi Sirah Nabi
Sirah Nabi usia pranatal sampai 8 tahun memberikan implikasi pedagogis terhadap tahapan, millieu dan manajemen PAUD. Tahapan PAUD dalam Sirah Nabi ini meliputi:
1) Tahapan sebelum anak lahir memperhatikan silsilah/nasab keluarga, membina keshalihan pribadi dan mulai mendidik anak sejak dalam kandungan. 2) Tahapan setelah anak lahir menjaga fithrah anak sejak awal dan melakukan proses pendidikan sesuai tahapannya, yakni tahapan PAUD mulai usia 0-8 Tahun (usia 0-7 hari, usia 7 hari-4 tahun, usia 4-6 tahun, usia 6-8 tahun dan usia 8 tahun). Usia 0-7 hari dimulai dengan menyambut
9Hasbi As-Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadits (Semarang: Pustaka
Rizki Putra 2009), 5-6.
10Nan Rahminawati, Makalah
Pengantar Manajemen Pendidikan (Bandung:
Pasca Sarjana UNISBA, 2009), 2.
kelahiran anak dengan penuh kegembiraan dan kesyukuran, menimang, menyentuh bayi dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Berdoa dan menyerahkan perlindungan kepada Allah atas bayi yang baru dilahirkan agar diberi perlindungan dari segala macam gangguan. Mendekatkan bayi dengan nilai-nilai spiritual (dekat dengan Allah Swt.). Melaksanakan ritual-ritual yang berhubungan dengan anak sesuai dengan syariat (seperti aqiqah, khitan, dan memberi nama yang positif secara psikologis).
Usia 7 Hari-4 tahun dimulai menyusukan bayi dengan sempurna selama 2 tahun penuh. Memberikan perhatian dan kasih sayang lebih kepada anak. Perhatian dari kerabat yang penuh kasih, atau dititipkan pada keluarga yang suka memperhatikan, jauh lebih baik daripada tempat penitipan anak untuk anak-anak di bawah usia tiga tahun. Memilih dan memperhatikan karakter para pengasuh atau pemeliharanya yang kelak berinteraksi secara penuh dengan anak-anak. Memperhatikan tempat tumbuh kembang anak atau menyediakan rumah serta lingkungan yang aman bagi anak yang layak dan sehat dari segi sanitasi, cukup leluasa, dan bebas polusi. Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk bermain di tempat yang luas atau lapang. Bermain memiliki dampak edukasi yang positif bagi perkembangan anak, baik secara kognitif, moral, emosi, sosial, bahkan spiritual. Membiarkan atau memberikan kebebasan mereka untuk berinteraksi dengan alam. Mulai membentuk karakter-karakter dan dasar perilaku sosial anak yang dibutuhkan di masa depan. Karena pembentukan pada masa ini selalu melekat sepanjang hidupnya. Di antara karakter tersebut adalah kepemimpinan. Mengenalkan dan membiasakan anak dengan bahasa
yang terstruktur dengan baik, jernih, jauh dari bahasa-bahasa yang kasar dan kotor. Dari sini, anak akan membentuk kerangka berpikir dan logikanya sehingga berkembang lebih lanjut sampai dewasa. Menghindarkan anak dari berbagai macam penyakit yang membahayakan. Termasuk membiasakannya untuk hidup bersih dan mencintai lingkungan hidup. Mulai memberikan pendidikan ‘hikmah dan keimanan’ seperti halnya Luqman kepada anaknya.
Usia 4-6 tahun dimulai dengantetap menjadikan anak sebagai pusat perhatian. Setidaknya ada satu atau dua orang kunci yang mencintai anak pada usia ini.Terjaminnya keamanan batin anak dengan orang-orang yang siap dan selalu memperhatikannya baik dari ibunya, ayahnya kalau ada, ataupun eyangnya (kakek atau neneknya). Membiasakan dan melatih keterampilan komunikasi secara dekat dan kesenangan untuk belajar, berinteraksi secara sosial dan melatih kemampuan motoriknya. Sarana yang digunakan bisa dengan rihlah, wisata, ziarah dan bermain dengan teman sebayanya melalui media tanah, pasir, dan air, termasuk berenang dan menunggang kuda.
Usia 6-8 tahun dengan memberikan teladan yang baik kepada anak-anak, sehingga mereka bisa belajar dan menirunya. Jika anak laki-laki maka ia berusaha untuk terikat pada ayahnya, atau pria lain yang ada di dekatnya. Mereka akan belajar untuk menjadi laki-laki. Begitupun dengan anak perempuan. Memberikan keleluasan dan kebebasan beraktivitas yang bertanggung jawab. Membiarkan anak bermain atau dekat dengan rumah sucinya. Memberikan penghormatan dan penghargaan kepada anak. Menjalin komunikasi yang manis dan berkesan. Menyampaikan nilai-nilai
luhur dan hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan untuk masa depan, dengan cara dan gaya yang tepat. Mengikutsertakan anak dalam majelis atau pertemuan-pertemuan orang dewasa, supaya bisa belajar dan mengamati perilaku manusia dan hal lainnya.
Usia 8 tahun dimulai dengananak belajar menjadi pemimpin, belajar berdikari dan mencari nafkah sendiri melalui aktifitas wirausaha (enterpreneurship). Memberikan kesempatan anak untuk melihat bagaimana hidup sebagai wirausaha dan ikut terlibat di dalamnya.Membiasakan anak untuk hidup mandiri dan tidak manja. Membiasakan hidup prihatin dan sederhana. Mengembangkan kesadaran moral anak di antaranya dengan memberikan pendidikan seksual seperti menjaga diri untuk memelihara aurat dan tidak melihat aurat orang lain secara bertahap.
B. Millieu PAUD
Diperhatikannya lingkungan keluarga dalam pembentukan anak usia dini yang meliputi perhatian terhadap kondisi silsilah keturunan keluarga dari segi kesehatan secara fisik dan mental. Data historis Nabi Saw. menunjukkan tidak adanya kecacatan dalam silsilah beliau. Begitupun dengan kondisi ayah dan ibu sang anak. Ayah dan ibu secara lahir dan batin siap menerima keberadaan anaknya sejak dalam kandungan. Stres yang dialami oleh ayah dan ibu mempengaruhi janin yang ada dalam kandungan. Abdullah meskipun hidupnya hanya sebentar (beliau wafat saat Muhammad Saw. kurang lebih berusia 3 bulan dalam kandungan) sudah menitipkan kebahagiaannya melalui istrinya Aminah. Begitupun Aminah menjaga amanah suaminya dengan baik.
Keimanan keluarga (kakek, nenek, ayah, ibu dan kerabat) kepada agama dan nilai-nilai mulia yang terdiri dari keyakinan kepada agama tauhid (Islam) dan pengamalan ajaran agama dalam keluarga menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh kembang potensi anak secara spiritual, moral, emosional dan juga sosial.
Lingkungan alam, kondisi geografis dan budaya di mana anak tinggal secara sederhana merupakan sekolah di mana anak belajar secara alamiah dan bertahap menangkap dan memahami tanda-tanda dan makna. Model ‘sekolah’ yang dekat alam (lingkungan hidup) atau green education, dengan pelajaran dari alam melalui cara mengamati, memahami dan menghargai. Lingkungan yang bersih dari polusi dan penyakit, tempat bermain yang luas dan nyaman (sebelumnya gersang) di perkampungan Bani Sa’ad sangat cocok untuk tumbuh kembang fisik dan jasmani Nabi Muhammad Saw. Masyarakat termasuk di dalamnya pergaulan anak dengan teman sebaya, tradisi dan etika yang ada di mana anak berinteraksi sosial, haruslah diperhatikan secara serius karena seorang anak yang telah terbiasa dengan tradisi dan etika yang buruk, maka akan sulit untuk diperbaiki. Begitupun sebaliknya.
C. Manajemen PAUD
Pentingnya perencanaan dalam pengelolaan PAUD berdasarkan Sirah Nabi. Perencanaan tersebut melibatkan banyak faktor sebagai berikut:
(1) Faktor Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga harus direncanakan dan dipersiapkan agar membantu perkembangan kepribadian anak. Antar anggota keluarga harus sepakat bekerjasama mengorganisasikan peran
masing-masing dalam membina dan membentuk anak agar berkembang pribadinya secara spiritual, intelektual (kognitif), emosional, sosial, moral, fisik-motorik, dan juga komunikasi bahasanya.
(2) Faktor Lingkungan Fisik
Lingkungan di mana anak tinggal mempunyai nilai tertentu bagi anak. Semua yang terlibat dalam pendidikan anak, dalam hal ini orang tua, guru, dan
stakeholder lainnya harus menata dan
mengatur agar lingkungan fisik anak aman dan tidak membahayakan, memenuhi syarat untuk anak bisa melakukan eksplorasi dan beraktivitas, sehat, menyenangkan dan dekat dengan lingkungan hidup.
(3) Faktor Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial perlu direncanakan dan dirancang sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Secara umum, lingkungan sosial diharapkan memberikan bimbingan utama kepada anak dengan membantunya untuk mengembangkan konsep dirinya yang positif melalui pemberian dan pemanggilan nama yang baik, kesadaran untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya, motivasi melalui penghargaan dalam bentuk pujian, dekapan, sanjungan yang hangat, kontrol diri, dan mengembangkan keterampilan hidup seperti melakukan penyelesaian masalah.
D. Prinsip Pembelajaran dan Tahapan Pengembangan PAUD
Dalam proses pembelajaran anak usia dini, terdapat beberapa prinsip pembelajaran yang terdiri dari tujuh prinsip. Sirah Nabi dalam hal ini memberikan sebuah paradigma dan juga contoh yang sempurna ketujuh prinsip pembelajaran tersebut. Begitupun dengan tahapan pembelajarannya, Sirah Nabi usia
pranatal sampai usia 8 tahun memuat beberapa tahapan yang mungkin secara sederhana bisa digolongkan ke dalam tahapan pembelajaran PAUD.
Tahapan pengembangan dalam PAUD meliputi:
1. Tahapan Pengembangan Fisik Motorik
a. Nabi Muhammad Saw. mendapatkan ASI yang sempurna sehingga mendapat makanan yang bergizi ketika usia 0-2 tahun.
b. Selain susu, tentunya orang-orang yang mengurus Muhammad Saw. memberikan makanan dan minuman yang terbaik sesuai dengan makanan yang ada pada waktu itu. c. Aktivitasnya selama di
perkampungan Bani Sa’ad, Yathrib dan Mekah melatih kemampuan motorik kasar, dan motorik halus beliau, melalui kegiatan di tempat yang luas, bermain bersama teman-temannya, berjalan, berlari, main layang-layang, menggembala, berenang, menunggang kuda/unta, dan memanah.
d. Hidup di udara yang bersih, dan tempat yang khas menjadikan fisik atau jasmaninya sehat dan terhindar dari wabah penyakit. e. Termasuk juga bagaimana
beliau sedari dini selalu memperhatikan dan menjaga masalah kebersihan pakaiannya, rambut, dan anggota tubuhnya yang lain.
2. Tahapan Pengembangan Intelektual (Kognitif)
Dari interaksi fisiknya dengan orang-orang yang mencintainya, dan juga benda-benda yang ada di sekitarnya, Muhammad Saw. mendapatkan pengetahuan.
Pengetahuan dari orang-orang terdekatnya, ibunya, kakeknya dan pamannya. Pengetahuan yang mendalam didapatnya juga dari alam semesta yang terhampar luas di sekitarnya. Dari alam terdapat
‘ibrah (pelajaran) berharga,
sehingga dengan pengetahuannya itu, memori beliau selalu perhatian dan mencintai lingkungan hidup. 3. Tahapan Pengembangan Sosial
a. Muhammad Saw. belajar kehidupan sosial dan juga norma-norma yang ada di dalamnya dari ibu, kakek dan paman-pamannya, kemudian mendapatkan teladan dari mereka dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari.
b. Kemampuan interpersonalnya dibuktikan dengan aktivitas bermain bersama teman, dapat bergantian dan antri, bisa memberi dan menerima. Dan kemampuan personalnya muncul dari respon terhadap kondisi sekitarnya, mampu mengekspresikan diri, dan menjawab pertanyaan atas peristiwa yang dialaminya, mau tinggal bersama Halimah di Bani Sa’ad selama 4 tahun, dan mandiri atau berdikari.
c. Nabi Muhammad Saw. di sini
dipersiapkan dan dibentuk menjadi anak yang cerdas secara interpersonal, dan sosial. 4. Tahapan Pengembangan Emosional a. Pengalamannya sebagai anak
yatim, ditinggalkan oleh orang-orang yang dicintainya, dan menjadi pusat perhatian orang-orang yang memeliharanya. Hal ini membuat emosi beliau matang dan berusaha menjadi anak yang berperilaku kasih kepada anak yang mengalami nasib serupa, sayang kepada
keluarganya, dan berempati terhadap penderitaan orang lain. b. Nabi Muhammad Saw. di sini dipersiapkan dan dibentuk menjadi anak yang cerdas secara emosional. 5. Tahapan Pengembangan Moral,
Disiplin dan Etika
a. Muhammad Saw, terlindung dari ritus penyembahan berhala dan beragam perayaan, pesta, atau resepsi pernikahan yang akrab dengan minuman keras dan pergaulan bebas. Metode Pendidik Nabi (Allah Swt.) untuk mencegah Nabi masa depan ini adalah dengan membuatnya tertidur, melindungi dari ajakan nafsu, dan membantu hatinya dalam
mengembangkanpemahaman tentang kesalahan dan dosa, atau perilaku amoral lainnya. b. Peristiwa-peristiwa yang dialami Nabi ini secara bertahap telah mengukuhkan intuisi moral dalam dirinya, yang terbentuk melalui pemahaman terhadap tanda-tanda tersebut dan terhadap makna perlindungan Ilahi. 6. Tahapan Pengembangan
Spiritual
a. Nabi Saw. mengetahui salah satu kemuliaan bangsa Arab adalah karena kedekatannya dgn baitullah, pusat dunia yaitu Ka’bah. Kesadaran ini menumbuhkan benih spiritual ttg kedudukan kakeknya yg mulia dan pengaruh Ka’bah itu secara spiritual dlm hati-hati orang Arab.
b. Sejak dlm kandungannya, sudah mendapatkan
pendidikan spiritual dari ibunya melalui doa-doa sebagaimana Nabi Ibrahim dan Hajar, Adam dan Hawa berdoa. Begitupun setelah lahir dan masa anak-anak. Bahkan beliau dijadikan
wasilah (tawassul) oleh
kakek dan juga pamannya untuk berdoa meminta hujan.
7. Tahapan Pengembangan Bahasa a. Belajar bahasa yg efektif adalah langsung dgn pemilik bahasa tersebut. Sebagai alat pengungkap pikiran dan perasaannya melalui mulut, atau salah satu anggota badan, atau melalui simbol-simbol, sejak awal Allah Swt. sudah mempersiapkan orang yg berbahasa baik dan fasih dan juga tempat atau
bi’ah yang tepat untuk
pengembangan bahasa tersebut.
b. Keterampilan bahasa ini sangat dibutuhkan nantinya ketika Nabi Muhammad Saw. berhadapan dgn kaumnya yg sangat menghormati dan menghargai keindahan bahasa dan pengungkapannya. Di masa sebelum dan setelah kerasulan, Nabi Saw. mencintai syair-syair indah pembangun jiwa dan mengapresiasinya. Bahkan sampai mengatakan,
Lagukanlah, karena
barangsiapa yang tidak
melagukan Al-Quran, maka ia bukan golongan kami”
(H.R Ibnu Majah, dan Abi Ya’la Al-Mushili)
c. Nabi Muhammad Saw. dibentuk untuk menjadi anak yg cerdas secara verbal, linguistik dan musikal.
SIMPULAN
Dari uraian di atas, penelitian ini menyimpulkan bahwa ada tahapan-tahapan pendidikan anak usia dini mulai dari usia pranatal sampai dengan usia 8 tahun. Di samping itu, penelitian ini berimplikasi pada pentingnya milieu dan manajemen PAUD. Semua itu dapat ditemukan contohnya yang sempurna dalam pengalaman pribadi Nabi Muhammad Saw.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mubarakfuri,
Shofiyurrahman.Ar-Rahiqul Makhtum: Sirah
Nabawiyah. Jakarta: Rabbani
Press, 2004.
Al-Bilali, Abdul Hamid Jasim.
Rambu-Rambu Tarbiyah (Dalam Sirah Nabi). Solo: Era Intermedia,
2000.
Al-Ghadban, Munir Muhammad.Manhaj Haraki dalam Sirah Nabawi: Kajian Kritis Perjuangan Nabi dan
Analisis Umat Islam yang
Bertolak Belakang dengan Taktik dan Strategi Nabi. Solo: Pustaka
Mantiq, 1997.
An-Nadwi, Abul Hasan ‘Ali al-Hasan.
Sirah Nabi Sejarah Lengkap
Nabi Muhammad Saw.
Yogyakarta: Mardhiyyah Press, 2008.
Antonio, M. Syafii. Muhammad Saw
The Super Leader Super
Manager. Jakarta: ProLM Centre
& Tazkia Publishing, 2009. Anwar dan Arsyad Ahmad.Pendidikan
Anak Dini Usia (Panduan Praktis Bagi Ibu dan Calon Ibu).
Bandung: CV. Alfabeta, 2009.
As-Sibai, Mustafa.Sari Sejarah
Perjuangan Rasulullah Saw.
Jakarta: Media Dakwah, 1997. Baharits, Adnan Hasan Shalih.
Mendidik Anak Laki-Laki.
Jakarta: Gema Insani Press, 2007. Biddulph, Steve. Raising Boys: Memahami Anak Laki-Laki dan Bagaimana Mendidiknya Agar Menjadi Bahagia, Percaya Diri
dan Mandiri. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2005. Hasan, Maimunah. PAUD (Pendidikan
Anak Usia Dini): Panduan
Lengkap Manajemen Mutu
Pendidikan Anak Untuk Para Guru dan Orang Tua. Jogjakarta:
Diva Press, 2009.
Hammam, Hasan ibn Ahmad Hasan.Perilaku Nabi Saw terhadap Anak-Anak. Bandung:
Irsyad Baitus Salam, 2007. Isjoni. Mode Pembelajaran Anak Usia
Dini. Bandung: CV. Alfabeta,
2009.
Langgulung, Hasan.Beberapa
Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif,
1995.
Lings, Martin. Muhammad: Kisah
Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik. Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2009.
Matta, M. Anis. Model Manusia
Muslim Pesona Abad ke-21:
Kumpulan Ceramah
Pengembangan Diri. Bandung:
Syamil, 2004.
Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian
dan Penilaian Pendidikan,
Bandung: Sinar Baru, 1989. Nazir, Moh., Metode Penelitian,
Bogor: Ghalia Indonesia, 2005. Rahman, Jamal Abdur.Tahapan
Mendidik Anak:Teladan
Rasulullah Saw. Bandung: Irsyad
Rahminawati, Nan.Makalah Pengantar
Manajemen Pendidikan.
Bandung: Pasca Sarjana UNISBA, 2009.
Suyanto, Slamet.Dasar-Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini.
Yogyakarta: Hikayat, 2005. Suwaid, Ibnu Muhammad Abdul
Hafidh. Cara Nabi Mendidik
Anak. Jakarta: Al-I’tisham, 2004.
Ulwan, Abdullah Nashih.Pendidikan
Anak dalam Islam. Jakarta:
Pustaka Amani, 2003.
Yudiar, Nino.“Pendidikan Anak: Lautan Ilmu dari Sirah Nabi”,Majalah Auladi, edisi 07 dan 08 Tahun 1, 2005.