• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKON (Chlorella sp.) Oleh: Merizawati C"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: Merizawati C64104004

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh: Merizawati C64104004

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(3)

(RGB) UNTUK MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKTON (Chlorella sp.)

Nama Mahasiswa : Merizawati Nomor Pokok : C64104004

Disetujui,

Dosen pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Totok Hestirianoto,M.Sc Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc NIP. 131 631 207 NIP. 130 367 095

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

(4)

iv   

ANALISIS SINAR MERAH, HIJAU, DAN BIRU (RGB) UNTUK

MENGUKUR KELIMPAHAN FITOPLANKTON (Chlorella sp.)

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dilakukan

sebelumnya oleh pihak lain baik di perguruan tinggi IPB maupun perguruan tinggi yang lain. Data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2008

Merizawati C64104004

(5)

v   

MERIZAWATI. Analisis Sinar Merah, Hijau, dan Biru (RGB) untuk Mengukur Kelimpahan Fitoplankton (Chlorella sp.). Dibimbing oleh TOTOK HESTIRIANOTO dan RICHARDUS F. KASWADJI

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kelimpahan fitoplankton (Chlorella sp.) berdasarkan analisis sinar merah, hijau, dan biru (RGB)

berdasarkan nilai reflektansinya. Penelitian ini dilakukan bulan Februari hingga Maret 2008. Penelitian dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, FPIK IPB, Laboratorium Biologi Mikro, FPIK IPB, dan Laboratorium Fisika Lanjut, FMIPA IPB.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium, aerator, aquades, mikroskop, pipet, cover glass, object glass, hemacytometer, gelas ukur, pupuk NPK dan TSP, lampu TL, video kamera CCTV, piringan putih, USB 2000 spektrofotometer, dan komputer. Bahan yang digunakan adalah Chlorella sp.

Lampu TL diukur intensitasnya menggunakan spektrofotometer. Image atau gambar diperoleh dengan cara memotret permukaan air dalam akuarium menggunakan kamera CCTV. Kelimpahan Chlorella sp. dihitung setiap hari. Citra yang didapatkan diolah menggunakan Adobe Photoshop 7.0 untuk mengetahui nilai level intensitas sinar merah, hijau, dan biru. Citra terlebih dahulu harus dicropping, hasil cropping dipindahkan ke halaman baru dan dilihat intensitas warnanya melalui histogram pada masing-masing kanal. Histogram dari tiap-tiap kanal disajikan secara berurutan untuk melihat pergeseran warna yang terjadi. Pergeseran kekanan menandakan terjadinya peningkatan nilai intensitas dan sebaliknya.

Lampu TL memiliki cahaya visible, sehingga perlu filter untuk mengetahui panjang gelombang sinar merah, hijau, dan biru. Lampu TL memantulkan sinar merah pada panjang gelombang 550 sampai 800 nanometer, sinar hijau pada panjang gelombang 450 sampai 650 nanometer dan sinar biru pada panjang gelombang 400 sampai 600 nanometer. Sinar merah dan biru lebih efektif diserap pada saat kelimpahan Chlorella sp. tinggi, dan sinar hijau akan dipantulkan.

(6)

vi   

dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Analisis Sinar Merah, Hijau, dan Biru (RGB) untuk Mengukur Kelimpahan Fitoplankton (Chlorella sp.).

Dalam kesempatan ini penulis ucapkan terima hasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc dan Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang banyak memberikan bimbingan, tuntunan, dan pengetahuan

2. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor yang telah mendanai kegiatan penelitian 3. Wiliandi S. S.Pi dan M. Ikbal S.Pi yang banyak memberikan bantuan dan

saran dalam kegiatan penelitian

4. Orang tua tercinta dan keluarga besar di Jakarta yang banyak memberikan dukungan, semangat, dan limpahan kasih sayang

5. Teman-teman ITK 41 yang telah memberikan semangat dan bantuan 6. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2008

Merizawati

(7)

vii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fitoplankton dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ... 4

2.2. Struktur morfologi Chlorella sp. ... 7

2.3. Pigmen-pigmen pada Chlorella sp. ... 10

2.4. Warna, RGB, dan panjang gelombang ... 12

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan lokasi penelitian ... 16

3.2. Alat ... 16

3.3. Bahan ... 17

3.4. Prosedur kerja ... 19

3.4.1. Perakitan alat ... 19

3.4.2. Persiapan media penumbuh fitoplankton (Chlorella sp.) . 19

3.4.3. Isolasi fitoplankton (Chlorella sp.) ... 20

3.4.4. Penentuan kelimpahan fitoplankton (Chlorella sp.) ... 20

3.4.5. Teknik pengambilan gambar ... 22

3.4.6. Teknik pengolahan citra ... 23

3.4.7. Pengukuran panjang gelombang lampu TL ... 25

3.4.8. Analisis data ... 26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan warna pada obyek pengamatan (Chlorella sp.) dan kelimpahannya selama 24 hari pengamatan ... 28

4.2. Karakteristik lampu TL dan sinar merah, hijau, dan biru (RGB) setelah menggunakan filter ... 30

4.3. Hubungan frekuensi kejadian warna merah, hijau, dan biru (RGB) dengan kelimpahan Chlorella sp. ... 33

4.4. Sebaran nilai konsentrasi Chlorella sp. berdasarkan nilai tengah pada sinar merah, hijau,dan biru (RGB) ... 37

4.5. Hasil analisis ragam dan uji hipotesis hubungan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) ... 40

(8)

viii

ragam satu arah ... 42

4.6. Jarak antar partikel (konsentrasi Chlorella sp.) dengan kemampuan pemantulan sinar merah, hijau, dan biru (RGB) ... 45

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 48

5.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 51

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 87

(9)

ix   

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Warna dan kisaran panjang gelombangnya ... 14 2. Hasil perhitungan nilai korelasi kelimpahan Chlorella sp. dengan

intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) ... 43 3. Hasil uji F perlakuan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas

sinar merah, hijau, dan biru (RGB) ... 43 4. Hasil uji t perlakuan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas

sinar merah, hijau, dan biru (RGB) ... 44

(10)

x  

1. Struktur morfologi dan koloni Chlorella sp. ... 7 2. Kurva absorbansi sinar terhadap jumlah sel/volume Chlorella sp.

pada panjang gelombang 687 nanometer ... 9 3. Korelasi antara biakan klorofil-a dengan konsentrasi klorofil

DF Kinetik fotometer ... 9 4. Spektrum absorbansi Chlorella sp. pada panjang gelombang

400 sampai 800 nanometer ... 11 5. Bagan alir langkah kerja perolehan dan pengolahan data

Chlorella sp. ... 18 6. Pola kotakan pada hemacytometer dan contoh arah

perhitungannya ... 21 7. Teknik pengambilan gambar (citra) media pengamatan

(Chlorella sp.) ... 23 8. Cropping obyek pengamatan (konsentrasi Chlorella sp.) pada

Adobe Photoshop ... 24 9. Analisis sinar merah, hijau, dan biru (RGB) serta spesifikasi lembar

baru pada Adobe Photoshop ... 24 10. Analisis sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada histogram

Adobe Photoshop ... 25 11. Pergeseran intensitas warna yang dipantulkan oleh konsentrasi

Chlorella sp. pada histogram Adobe Photoshop ... 26 12. Warna air pada obyek pengamatan (Chlorella sp.) yang diamati

pada tanggal 5,12,19, dan 26 Maret 2008 ... 28 13. Sebaran nilai kelimpahan Chlorella sp. berdasarkan hari pengamatan pada bulan Maret 2008 ... 29 14. Karakteristik sinar lampu TL dengan menggunakan filter merah,

hijau, dan biru (RGB) ... 32 15. Kurva sebaran kelimpahan Chlorella sp. terhadap frekuensi kejadian sinar merah, hijau, dan biru (RGB) ... 35

(11)

xi  

dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) ... 41 18. Plot sisaan regresi (galat) intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) dengan kelimpahan Chlorella sp. ... 41 19. Kurva hubungan jarak antar sel Chlorella sp. terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB) ... 46

(12)

xii  

1. Gambar/citra obyek pengamatan (Chlorella sp.) ... 51 2. Panjang gelombang dan intensitas lampu TL, sinar merah, hijau,

dan biru (RGB) dengan menggunakan filter ... 53 3. Data harian jumlah Chlorella sp. ... 69 4. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada

kelimpahan Chlorella sp. 5 Maret 2008 ... 72 5. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada

kelimpahan Chlorella sp. 12 Maret 2008 ... 74 6. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada

kelimpahan Chlorella sp. 19 Maret 2008 ... 76 7. Sebaran nilai intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada

kelimpahan Chlorella sp. 26 Maret 2008 ... 78 8. Analisis ragam dan pengujian hipotesis hubungan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) dengan kelimpahan Chlorella sp. ... 80 9. Gambar alat-alat yang diperlukan untuk penelitian ... 86

(13)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Fitoplankton merupakan tumbuhan mikroskopis yang hidupnya melayang-layang dalam perairan dan bergerak mengikuti pergerakan air. Pertumbuhan, penyebaran jenis-jenis, dan komposisi serta kelimpahan fitoplankton dipengaruhi oleh keadaan lingkungan perairan setempat, baik yang bersifat fisika maupun kimia. Fitoplankton sebagai produsen merupakan dasar kehidupan bagi organisme lainnya di perairan, karena fitoplankton berperan sebagai sumber makanan dan penghasil oksigen (Davis, 1951). Fitoplankton sangat penting dalam struktur piramida makanan, karena menempati posisi sebagai produsen.

Fitoplankton sebagai produsen memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, serta asam lemak dapat dimanfaatkan dalam berbagai keperluan antara lain dalam bidang perikanan, farmasi, dan makanan suplemen. Organisme ini diisolasi kemudian dibudidayakan secara intensif untuk mendapatkan monospesies dengan kepadatan tinggi.

Fitoplankton dikatakan sebagai pembuka kehidupan di planet bumi, karena dengan adanya fitoplankton memungkinkan adanya makhluk hidup yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan sifatnya yang autotrof mampu merubah hara anorganik menjadi bahan organik dan penghasil oksigen yang sangat mutlak diperlukan bagi kehidupan makhluk yang lebih tinggi tingkatannya. Dilihat dari daya reproduksi dan produktifitasnya, maka fitoplankton mempunyai produktifitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan organisme autotrof lainnya (Alim dan Kurniastuty, 1995).

(14)

Chlorella sp. adalah salah satu jenis mikro alga bersel satu yang banyak

memiliki manfaat, diantaranya sebagai pakan ikan, makanan kesehatan bagi manusia, bahan campuran kosmetik maupan biofilter dalam menanggulangi limbah organik. Chlorella sp. layak untuk dibudidayakan karena sifatnya mudah dan cepat berkembang biak.

Klorofil adalah pigmen hijau yang terdapat pada Chlorella sp. Klorofil-a adalah tipe klorofil yang paling umum pada Chlorella sp. digunakan untuk proses fotosintesis. Semakin tinggi konsentrasi klorofil-a, semakin berlimpah

fitoplankton di perairan tersebut sehingga dalam inventarisasi dan pemetaan sumberdaya alam pesisir dan laut, klorofil-a digunakan untuk mengetahui keberadaan fitoplankton dalam air (Suriadi dan Siswanto, 2004).

Menghitung kelimpahan fitoplankton di lapangan memerlukan waktu yang relatif lama. Pada umumnya ada tiga cara yang dilakukan untuk mengetahui kelimpahan fitoplankton yakni secara manual, hydroacoustic, dan secara optik. Secara optik dapat diketahui dengan menggunakan sinar-sinar khususnya sinar merah, hijau, dan biru (RGB).

Penggunaan sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada fitoplankton khususnya Chlorella sp. merupakan langkah awal untuk melihat perkembangan dan pertumbuhannya melalui hubungan nilai absorbansi dan reflektansi sinar merah, hijau, dan biru (RGB) terhadap konsentrasi mikroorganisme tersebut. Sinar-sinar yang ada di bumi memiliki tingkat penyerapan yang berbeda-beda tergantung pada obyek yang menerima sinar tersebut.

(15)

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB) berdasarkan nilai reflektansi

(16)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fitoplankton dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

Fitoplankton merupakan nama umum untuk plankton tumbuhan atau plankton nabati yang terdiri dari beberapa kelas. Kelimpahan fitoplankton berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya. Fitoplankton

memerlukan kondisi lingkungan yang optimal agar dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Keadaan lingkungan yang merupakan faktor penentu keberadaan fitoplankton adalah suhu, salinitas, cahaya matahari, pH, kekeruhan, konsentrasi unsur-unsur hara, dan berbagai senyawa lainnya.

Komunitas merupakan mozaik dari komposisi spesies dan sifat-sifat lingkungan, meskipun mungkin konstan secara komparatif di wilayah yang luas. Perubahan-perubahan lokal terjadi secara konstan karena ada kematian dan sisa hasil mikrosuksesi (McNaughton dan Wolf, 1990). Komunitas fitoplankton di dalam kolom perairan kuantitas dan kualitasnya selalu berubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya.

Pertumbuhan fitoplankton dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika seperti suhu, cahaya matahari, kedalaman, kekeruhan, salinitas, dan kandungan oksigen; faktor kimia seperti pH, fosfat, nitrat, nitrit, dan silikat (Nybakken, 1992). Kelimpahan dan komposisi jenis fitoplankton antara lain dipengaruhi oleh salinitas, musim, habitat, kecerahan, arus, proses reproduksi, dan aktifitas pemangsaan (Davis, 1951).

Fotosintesis dapat berlangsung apabila cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar dari pada suatu intensitas tertentu. Kedalaman penetrasi cahaya di perairan dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung

(17)

pada beberapa faktor antara lain absorbansi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan air, lintang geografik, dan musim.

Cahaya yang sampai ke permukaan perairan sebagian akan dipantulkan. Cahaya yang dapat menembus permukaan perairan akan berkurang karena partikel-partikel yang ada di perairan menangkap cahaya dan memantulkannya kembali ke permukaan. Berkurangnya jumlah cahaya yang tersedia juga disebabkan oleh penyerapan air itu sendiri (Nybakken, 1992).

Fitoplankton sebagai organisme fotoautotrof memerlukan sinar matahari untuk membentuk bahan organik dari unsur-unsur anorganik. Oleh sebab itu, fitoplankton hanya terdapat dalam lapisan air pada kedalaman 100 sampai 300 meter. Pada kedalaman itu, intensitas cahaya kurang lebih hanya 1% dari

permukaan (Brotowidjoyo et al., 1995). Tahap pertama yang terjadi dalam proses fotosintesis adalah proses penyerapan sinar matahari dan hanya panjang

gelombang 400 mikron hingga 720 mikron saja yang dapat dimanfaatkan. Laju fotosintesis maksimum terjadi pada lapisan tepat di bawah permukaan air. Penetrasi cahaya matahari dipengaruhi oleh kecerahan dan kecerahan dipengaruhi oleh kekeruhan dan warna air. Semakin tinggi kecerahan, semakin dalam penetrasi cahaya matahari. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan fitoplankton tidak dapat melakukan fotosintesis secara efektif. Kekeruhan

perairan disebabkan adanya zat-zat melayang yang terurai secara halus, baik yang berasal dari jasad-jasad renik, lumpur, kotoran-kotoran organik, unsur-unsur organik dan anorganik, serta mikroorganisme plankton lainnya (Mays, 1996).

(18)

Zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak ialah nitrogen dan fosfor. Kedua unsur ini jumlahnya sangat sedikit di perairan, namun unsur ini sangat penting keberadaannya. Nitrogen dan fosfor merupakan faktor pembatas bagi produktifitas fitoplankton. Selain nitrogen dan fosfor, zat-zat hara lain baik organik maupun anorganik diperlukan dalam jumlah kecil, tetapi tidak terlalu berpengaruh jika dibandingkan dengan nitrogen dan fosfor (Nybakken, 1992).

Suhu merupakan parameter lingkungan yang sangat penting bagi

kehidupan fitoplankton. Sifat fisika-kimia perairan seperti kelarutan oksigen dan gas-gas lainnya serta kecepatan reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga berpengaruh terhadap pertumbuhan biota. Pada umumnya, laju pertumbuhan meningkat jika suhu air naik sampai tingkat tertentu. Suhu air dapat

mempengaruhi keberadaan, penyebaran, kelimpahan, tingkah laku, dan pertumbuhan fitoplankton. Kinne (1970) mengemukakan bahwa kisaran

fitoplankton untuk pertumbuhan optimal terhadap temperatur berbeda-beda setiap jenis atau spesies, namun rata-rata berkisar 20o C sampai 30o C.

Kehidupan berbagai jenis fitoplankton dipengaruhi oleh salinitas

(Sediadi, 1999). Variasi yang besar pada salinitas menimbulkan banyak pengaruh pada kehidupan organisme termasuk fitoplankton (Davis, 1951). Salinitas

mempunyai pengaruh besar terhadap suksesi jenis fitoplankton. Variasi salinitas yang kecil, lebih kurang beberapa gram per seribu berpengaruh terhadap

fitoplankton, yakni mempengaruhi daya melayang fitoplankton (Riley dan Chester, 1971).

(19)

2.2. Struktur morfologi Chlorella sp.

Chlorella adalah salah satu jenis mikroalga yang mengandung klorofil

serta pigmen lainnya untuk melakukan fotosintesis. Kata Chlorella berasal dari bahasa latin yaitu ”Chloros” yang berarti hijau dan ”ella” yang berarti kecil.

Chlorella merupakan pakan dasar biota yang ada di perairan termasuk ikan. Chlorella merupakan produsen dalam rantai makanan makhluk hidup yang kaya

gizi. Menurut habitat hidupnya, ada dua macam Chlorella yaitu Chlorella yang hidup di air tawar dan Chlorella yang hidup di air laut. Bentuk sel Chlorella bulat atau bulat telur, merupakan alga bersel tunggal (uniseluler), dan kadang-kadang bergerombol. Chlorella merupakan alga hijau yang diklasifikasikan sebagai berikut:

Phylum : Chlorophyta Kelas : Clorophyceae Ordo : Chlorococcales Familia : Chlorellaceae

Genus : Chlorella (Bougis, 1979)

Sumber : Alim dan Kurniastuti, 1995

(20)

Chlorella memiliki diameter sel berkisar antara 2 − 8 mikron, berwarna

hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan. Dinding selnya keras terdiri dari selulosa dan pektin. Sel ini mempunyai protoplasma yang berbentuk cawan. Chlorella dapat bergerak tetapi sangat lambat sehingga pada pengamatan seakan-akan tidak bergerak. Struktur morfologi Chlorella dapat dilihat pada Gambar 1 (Alim dan Kurniastuty, 1995).

Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana, kecuali

pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini dapat tumbuh pada salinitas 0 – 35 ppt. Salinitas 10 – 20 ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhan. Chlorella masih dapat bertahan hidup pada suhu 40o C. Kisaran suhu 25o – 30o C merupakan suhu yang optimal untuk pertumbuhan. Chlorella bereproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel, dan pemisahan autospora dari sel induknya (Alim dan Kurniastuty, 1995).

Kelimpahan fitoplankton didefinisikan sebagai jumlah individu

fitoplankton persatuan volume. Fitoplankton merupakan tumbuhan yang paling banyak ditemukan di perairan, tapi karena ukurannya mikroskopis sehingga sukar dilihat kehadirannya. Konsentrasinya bisa mencapai ribuan hingga jutaan sel per liter air (Nontji, 1987).

Jumlah individu fitoplankton berlimpah pada lokasi tertentu, sedangkan pada lokasi lain di perairan yang sama jumlahnya sedikit (Nontji, 1987). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi fitoplankton di perairan tidak homogen. Faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan yang demikian yaitu arus, unsur hara, dan aktifitas pemangsaan (Davis, 1951).

(21)

Sumber: Retno, 2002

Gambar 2. Kurva absorbansi sinar terhadap jumlah sel/volume Chlorella sp. pada panjang gelombang 687 nanometer

Sumber : Tümpling, 1999

Gambar 3. Korelasi antara biakan klorofil-a dengan konsentrasi klorofil DF Kinetik fotometer

(22)

Karakteristik optik (absorbansi) fitoplankton (Chlorella sp.) diukur dengan Spectrophotometer di daerah panjang gelombang ultraviolet dan cahaya tampak. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa Chlorella sp. memiliki nilai absorbansi yang tinggi untuk panjang gelombang 687 nanometer dan 490 nanometer. Hubungan antara absorbansi dan kepadatan sel Chlorella sp. adalah linier pada rentang kepadatan 50 sampai dengan 150 x 104 sel/l (Gambar 2) (Retno, 2002). Digital fluorometer (DF) kinetik fotometer merupakan suatu metode untuk mengetahui bertambahnya jumlah konsentasi klorofil-a yang ada di perairan. Konsentrasi klorofil-a yang ada di perairan besarnya sebanding dengan besarnya konsentrasi total klorofil yang ada di perairan tersebut (Tümpling, 1999) (Gambar 3).

2.3. Pigmen-pigmen pada Chlorella sp.

Pigmen merupakan gabungan beberapa warna yang direfleksikan pada panjang gelombang tertentu pada cahaya tampak. Bunga, karang, dan kulit binatang memiliki pigmen yang berbeda-beda. Tumbuhan hijau, alga, dan Cyanobakteria dapat melakukan fotosintesis (Nikolav dan Velik, 1996). Fotosintesis terjadi akibat interaksi antara pigmen dengan cahaya yang diserap oleh pigmen tersebut. Cahaya yang diserap oleh pigmen klorofil berbeda-beda tergantung pada warna yang ada dalam pigmen tersebut. Klorofil dapat menyerap panjang gelombang pada cahaya visible, kecuali hijau. Cahaya hijau direfleksikan sehingga klorofil terlihat berwarna hijau. Klorofil terdapat dalam membran yang dinamakan sebagai kloroplas (Christian dan Iris, 1987). Chlorella sp. merupakan alga hijau yang memiliki klorofil serta pigmen-pigmen yang lain seperti xantofil, neoxantin, dan violaxantin.

(23)

Sumber: Retno, 2002

Gambar 4. Spektrum absorbansi Chlorella sp. pada panjang gelombang 400 sampai 800 nanometer.

Pigmen fotosintesis pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi 3 yakni sebagai berikut:

1. Chlorophylls, merupakan pigmen hijau yang mengandung jaringan Porphyrin. Klorofil dapat dibagi menjadi beberapa jenis yakni klorofil-a sebagai tempat melakukan fotosintesis. Tumbuhan hijau, alga, dan Cyanobacteria dapat melakukan fotosintesis karena mengandung klorofil-a. Klorofil-b merupakan klorofil yang hanya terdapat pada alga hijau dan tumbuhan hjau. Klorofil-c hanya ditemukan pada Chromista misalnya Dinoflagellata.

2. Carotenoid, merupakan pigmen yang berwarna merah, orange, atau kuning.

Carotenoid mengandung carotene yang memberi warna orange. Fuxocantin

merupakan salah satu contoh pigmen carotenoid. Foxocatin berwarna coklat dan terdapat pada alga coklat misalnya Diatom.

3. Phycobilins, merupakan pigmen bening yang terdapat pada sitoplasma atau stroma kloroplas. Phycobilin terdapat pada Cyanobacteria dan Rhodophyta.

(24)

Pigmen phycobilin dibagi menjadi dua yakni, phycocyanin dan phycorietrin.

Phycocyanin berwarna kebiruan terdapat pada Cyanobacteria, dan phycorietrin yang memberi warna merah pada alga merah.

Chlorella sp. adalah jenis mikroalga bersel satu yang memiliki banyak

manfaat. Chlorella sp. merupakan organisme yang mempunyai klorofil.

Penentuan distribusi klorofil diperoleh dengan menggunakan sensor karakteristik

Ocean Color yaitu daerah visible sinar biru dan sinar hijau. Sinar hijau yang

dipantulkan dari permukaan laut membawa informasi mengenai konsentrasi klorofil yang dideteksi oleh sensor. Semakin banyak sinar hijau yang diterima sensor, maka semakin banyak pula kandungan klorofil tersebut (Suriadi dan Siswanto, 2004). Spektrum absorbansi klorofil pada Chlorella sp. berkisar antara 400 sampai 800 nanometer (Gambar 4).

2.4. Warna, RGB, dan panjang gelombang

Panjang gelombang yang berbeda-beda diinterpretasikan oleh otak manusia sebagai warna, dengan merah adalah panjang gelombang terpanjang hingga violet dengan panjang gelombang terpendek. Cahaya dengan frekuensi di bawah 400 nanometer tidak dapat dilihat oleh mata manusia dan disebut ultraviolet pada batas frekuensi tinggi serta inframerah pada batas frekuensi rendah.

Antara obyek dan tenaga terjadi interaksi. Ada lima bentuk interaksi yaitu transmisi, serapan, pantulan, hamburan, dan pancaran. Transmisi merupakan tenaga menembus obyek dengan mengalami perubahan kecepatan sesuai dengan indeks pembiasan antara dua obyek yang bersangkutan. Tenaga dalam bentuk panas maupun sinar dapat diserap oleh benda. Tenaga pantulan yaitu tenaga yang

(25)

dipantulkan oleh benda dengan sudut datang sebesar sudut pantulnya, tanpa mengalami perubahan kecepatan. Hamburan yaitu pantulan yang bersifat acak. Tenaga pancaran sebenarnya berupa tenaga serapan yang kemudian dipancarkan oleh benda penyerapnya.

Tenaga elektromagnetik berupa sinar, interaksinya dengan benda terjadi dalam bentuk serapan dan pantulan. Bila sinar banyak diserap, maka yang dipantulkan hanya sedikit dan sebaliknya. Transmisi terjadi pada air jernih bagi panjang gelombang tertentu. Hamburan terjadi pada obyek yang berbentuk tidak beraturan atau tidak datar (Sutanto, 1987).

Pembentukan warna dapat berupa proses aditif dan substraktif. Pada proses aditif, pembentukan warna dilakukan dengan memadukan warna aditif primer yaitu warna biru, hijau, dan merah. Pembentukan warna dengan proses substraktif dilakukan dengan memadukan warna substraktif primer, yaitu warna kuning, cyan, dan magenta (Lillesand dan Kiefer, 1979).

Penguraian sinar dilakukan menggunakan filter. Filter yang berwarna merah jika dipasang pada sinar putih akan menyerap saluran biru dan saluran hijau sehingga hanya saluran merah saja yang diteruskan sehingga sinar itu tampak berwarna merah. Obyek yang berwarna putih akan memantulkan warna merah, hijau, dan biru.

Cahaya matahari yang sampai ke permukaan air terdiri dari suatu spektrum berbagai gelombang cahaya yang diukur dengan satuan nanometer (nm).

Spektrum cahaya ini mencakup semua warna yang dapat dilihat yakni warna ungu sampai merah (400 – 700 nanometer). Komponen merah dan ungu diserap setelah

(26)

gelombang menembus permukaan air. Komponen hijau dan biru diabsorbsi lebih lambat sehingga dapat menembus air lebih dalam (Nybakken, 1988).

Sinar merah dan ungu akan diabsorbsi sampai kedalaman tertentu, tetapi sinar biru dapat mencapai kedalaman yang lebih dibandingkan dengan merah dan ungu. Panjang gelombang akan berkurang intensitasnya seiring dengan

bertambahnya kedalaman. Kedalaman yang dicapai oleh cahaya dengan intensitas tertentu merupakan fungsi dari kecerahan air dan absorbsi berbagai panjang gelombang sebagai komponen cahaya (Nybakken, 1988).

Tabel 1. Warna dan kisaran panjang gelombangnya

Warna Panjang gelombang

Ungu 380 – 450 nanometer Biru 450 – 500 nanometer Hijau 500 – 570 nanometer Kuning 570 – 590 nanometer Jingga 590 – 600 nanometer Merah 600 – 700 nanometer Sumber: Sutanto, 1987

Daya tembus sinar terhadap air tergantung pada daya serap air terhadap sinar yang mengenainya. Semakin besar daya serapnya, semakin kecil

kemungkinan sinar untuk menembus air tersebut. Daya serap air yang terkecil berada pada kisaran panjang gelombang 400 – 600 nanometer sehingga dapat digunakan untuk penginderaan dasar perairan yang dangkal. Pada perairan yang dangkal, sinar biru memiliki daya tembus yang besar terhadap air, selain itu juga

(27)

mengalami hamburan yang besar sehingga tidak banyak sinar pantulan yang dapat mencapai kamera (Lilesand dan Kiefer, 1979).

Sinar merah memiliki daya tembus yang lebih kecil. Bila digunakan saluran merah, daya tembusnya terhadap air jernih hanya beberapa meter saja. Bila digunakan seluruh spektrum tampak maka ia akan diserap oleh air setelah mencapai kedalaman 2 meter. Apabila digunakan saluran inframerah dekat, sinar telah diserap pada jarak hanya beberapa desimeter sehingga ronanya tampak gelap. Untuk penginderaan dasar perairan dangkal saluran yang digunakan adalah 450 – 520 nanometer dan 520 – 600 nanometer (Rehder, 1985).

(28)

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan lokasi penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2008. Penelitian terdiri dari beberapa tahapan yaitu perakitan alat-alat dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB. Tahapan selanjutnya adalah analisis

fitoplankton dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB. Pengambilan citra dan pengamatan

perkembangan fitoplankton dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK, IPB. Pengukuran intensitas cahaya lampu di Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika, FMIPA, IPB.

3.2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Aquarium berukuran 18 x 20 x 30 centimeter 2. Aerator aquaries aquarium air pump AA-348 3. Pipet, cover glass, object glass, dan botol sampel

4. Gelas ukur berukuran 10 mililiter Class A IWAKI PYREX 5. Mikroskop olympus microservise CHS-213 Em

6. Hemacytometer neubauer improved marienfeld 0,0025 mm2 7. Lampu TL SAKURA FL-20W

8. Video kamera (Handycam) CCTV

9. Piringan putih berdiameter 16,5 centimeter

(29)

10. Seperangkat komputer Intel Pentium 4, dengan RAM 512 MB dan USB (flash disk)

11. Software pengolah citra Adobe Photoshop, Honestec TV, pengolah data

statistica 6.0, dan software Microsoft office 2007

12. USB 2000 fiber optic vis-nir spektrofotometer

3.3. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Biota (Chlorella sp. sebanyak 555 x 104 ind/ml) 2. Aquades sebanyak 35 liter

3. Kotoran ayam (10 mg) 4. Pupuk NPK dan TSP

(30)

Prosedur kerja pengambilan, pengolahan, dan analisis data dapat disajikan pada Gambar 5.

Ya Tidak

Gambar 5. Bagan alir langkah kerja perolehan dan pengolahan data Chlorella sp. Mulai Persiapan media penumbuh Chlorella sp. Pembiakan Chlorella sp. Ambil gambar/citra Buka citra pada Adobe Cropping citra/gambar

Simpan citra pada lembar kerja baru

Baca intensitas warna pada histogram Adobe

Analisis sinar RGB pada histogram Adobe Perubahan warna? Selesai Hitung kelimpahan Chlorella sp.

(31)

3.4. Prosedur kerja 3.4.1. Perakitan alat

Bak pengamatan berupa 4 akuarium dipasang berjejer (sejajar), pada bagian atas 20 centimeter dari permukaan akuarium dipasang 2 buah besi sepanjang 50 centimeter. Pada kedua sisi besi tersebut dipasang 2 buah lampu TL. Kamera CCTV dirakit dengan menggunakan kawat besi tipis berukuran 23 centimeter yang dipasang menempel di atas piringan putih, kemudian kamera tersebut dihubungkan dengan komputer menggunakan kabel video sepanjang 5 meter. Ke dalam empat akuarium dimasukkan selang aerator yang digunakan untuk proses aerasi. Perakitan alat yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.

3.4.2. Persiapan media penumbuh fitoplankton (Chlorella sp.)

Kotoran ayam sebanyak 1 sendok (2 mg) dimasukkan ke dalam 4 buah akuarium yang telah diisi dengan air aquades masing-masing 5 liter. Kotoran ayam dibungkus dengan kain, tujuannya agar kotoran ayam tidak menyebar dan air terlihat bersih. Batu karang dan kotoran ayam yang telah dibungkus kain diikatkan pada selang aerator agar selang aerator dan kotoran ayam dapat tenggelam ke dasar akuarium sehingga proses aerasi merata. Batu karang dan selang aerator tersebut dimasukkan ke dalam ke empat akuarium. Media yang telah disiapkan dibiarkan selama 1 minggu agar terjadi proses dekomposisi sehingga jumlah nitrat dalam media tidak terlalu banyak.

(32)

3.4.3. Isolasi fitoplankton (Chlorella sp.)

Bibit Chlorella sp. yang akan ditumbuhkan terlebih dahulu diisolasi atau dipisahkan dari jenis organisme lain dengan cara mengamatinya menggunakan mikroskop. Tujuannya adalah untuk mendapatkan bibit Chlorella sp. murni. Pada tahap isolasi ini Chlorella sp. yang diambil 10 mililiter dari media inokulan diamati di bawah mikroskop. Organisme jenis lain dipisahkan dari inokulan

Chlorella sp. tersebut. Inokulan yang telah murni dimasukkan ke dalam wadah

berukuran 50 mililiter. Inokulan Chlorella sp. yang diperoleh, dimasukkan ke dalam media penumbuh yang telah disediakan.

3.4.4. Penentuan kelimpahan fitoplankton (Chlorella sp.)

Fitoplankton (Chlorella sp.) yang diperoleh dari hasil isolasi, dimasukkan ke dalam 50 mililiter akuades dan dihitung kelimpahan awalnya. Kelimpahan awal diperoleh dengan menghitung jumlah Chlorella sp. yang ditemukan pada 9 kotak besar hemacytometer dengan menggunakan mikroskop. Hemacytometer merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas yang dibagi menjadi kotak-kotak pada dua tempat bidang pandang. Kotak tersebut berbentuk bujur sangkar dengan sisi 1 milimeter dan tinggi 0,1 milimeter sehingga apabila ditutup dengan gelas penutup volume ruangan yang terdapat diatas bidang adalah 0,1 mm3 atau 10-4 mililiter.

Jumlah total kotak besar ada sebanyak 9 buah dan di dalam 9 kotak besar terdapat masing-masing 16 kotak kecil. Jumlah total Chlorella sp. dikalikan dengan jumlah total kotak dibagi dengan banyaknya jumlah kotak yang diamati kemudian dikalikan dengan 104 mililiter. Setelah diketahui kelimpahan awalnya, fitoplankton tersebut dimasukkan ke dalam media yang telah disediakan.

(33)

Cara menghitung jumlah Chlorella sp. pada hemacytometer dapat dilihat pada Gambar 6. Kelimpahan Chorella sp. dihitung setiap hari dengan mengambil masing-masing 10 mililiter air sampel dari tiap-tiap akuarium. Air yang telah diambil dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian ditetesi dengan lugol sebanyak 3 tetes pada tiap-tiap botol sampel. Pemberian lugol dilakukan agar

Chlorella sp. mati, sehingga pembelahan sel tidak terjadi.

Kotak yang diamati

Sumber : Alim dan Kurniastuty, 1995

Gambar 6. Pola kotakan pada hemacytometer dan contoh arah perhitungannya

Air sampel diteteskan pada permukaan hemacytometer yang telah ditutupi

cover glass sampai permukaan hemacytometer ditutupi air sampel. Selanjutnya

hemacytometer tersebut diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali. Penentuan jumlah Chlorella sp. dapat diketahui dengan cara menghitung

banyaknya jumlah Chlorella sp. yang terdapat dalam 9 kotak besar yang

mempunyai sisi 1 milimeter pada hemacytometer. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk mengetahui besarnya kelimpahan Chlorella sp. Pengamatan dilakukan

(34)

sampai kelimpahan Chlorella sp. cenderung stabil atau sampai air dalam akuarium pengamatan berubah warna dari jernih menjadi sangat hijau.

Kelimpahan fitoplankton (Chlorella sp.) dihitung menggunakan persamaan berikut (Eaton et al., 1995):

Keterangan: N = Kelimpahan individu (sel/ml) n = Jumlah sel

16 = Jumlah total kotak kecil

∑Kbi = Jumlah kotak kecil yang diamati pada hemacytometer 10-4 = Volume air sampel yang menutupi 1 kotak besar pada

hemacytometer (ml)

3.4.5. Teknik pengambilan gambar

Gambar diperoleh dengan menggunakan kamera CCTV. Kamera yang dipasang pada piringan putih dimasukkan ke dalam akuarium sehingga kamera berada pada jarak lebih kurang 10 centimeter dari obyek pengamatan (Gambar 7). Kamera dihubungkan dengan komputer menggunakan kabel video sepanjang 5 meter. Pengambilan gambar dilakukan pada komputer menggunakan program

Honestec TV.

Citra diperoleh dari hasil pemotretan pada permukaan air bak pengamatan (akuarium). Pada saat pengambilan gambar, aerator dimatikan tujuannya untuk menghindari riak air pada saat pengambilan gambar. Gambar yang telah diperoleh melalui pemotretan langsung tersimpan di komputer secara otomatis. Pengambilan gambar dilakukan satu kali setiap hari selama 24 hari.

4 16 1 10 1 16 − = × × =

i i Kb n N

(35)

Piringan putih Lampu TL Bak pengamatan Komputer Kamera CCTV

Gambar 7. Teknik pengambilan gambar (citra) media pengamatan (Chlorella sp.)

3.4.6. Teknik pengolahan citra

Gambar yang diperoleh dari hasil pemotretan dapat dibuka dan diolah menggunakan software Adobe Photoshop. Pada gambar yang diperoleh dari hasil pemotretan terdapat cahaya putih, cahaya putih tersebut adalah bayangan lampu yang digunakan sebagai penerangan. Pada gambar yang akan dianalisis terlebih dahulu dilakukan cropping sebanyak 3 x 3 grid atau 9 grid (Gambar 8). Proses

cropping bertujuan menghilangkan pengaruh pantulan cahaya oleh permukaan air,

supaya cahaya lampu tersebut tidak dihitung nilai intensitasnya. Hasil cropping dipindahkan ke halaman dan lembar baru (Gambar 9).

Spesifikasi lembar baru yang digunakan untuk menempatkan citra hasil

cropping dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai intensitas sinar merah, hijau, dan

biru diketahui dengan melihat nilai yang tertera pada histogram (Gambar 10). Data yang disajikan pada histogram terdiri dari level intensitas dan frekuensi kejadian. Level intensitas pada tiap-tiap kanal histogram berkisar antara 0 – 255. Frekuensi kejadian yang disajikan pada level intensitas tertentu adalah data pantulan sinar merah, hijau, dan biru oleh obyek pengamatan.

(36)

Gambar 8. Cropping obyek pengamatan (konsentrasi Chlorella sp.) pada Adobe

Photoshop

Gambar 9. Analisis sinar merah, hijau, dan biru (RGB) serta spesifikasi lembar baru pada Adobe Photoshop

Spesifikasi lembar baru

(37)

Gambar 10. Analisis intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada histogram Adobe Photoshop

3.4.7. Pengukuran panjang gelombang lampu TL

Lampu TL yang digunakan untuk penyinaran obyek pengamatan (Chlorella sp.) diukur intensitas relatifnya menggunakan spektrofotometer . Spektrofotometer yang dipakai adalah USB spektrofotometer S 2000. Lampu yang akan diukur dinyalakan dan sensor spektrofotometer didekatkan. Hasil pengukuran akan berupa intensitas relatif gelombang yang dipancarkan pada tiap panjang gelombang dan disajikan dalam bentuk grafik. Sinar lampu TL berbentuk grafik sinar Visible.

Karakteristik sinar-sinar yang lain diketahui dengan menggunakan filter yang sesuai dengan warna yang akan diamati. Filter didekatkan pada lampu TL dan sensor optik juga didekatkan sehingga melalui software spektrofotometer yang ada pada komputer dapat diketahui panjang gelombang dan intensitas sinar .

Intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) pada kanal Citra hasil cropping

(38)

Filter merah digunakan untuk menentukan nilai panjang gelombang dan intensitas relatif pada sinar merah, filter hijau digunakan untuk sinar hijau dan filter biru digunakan untuk melihat panjang gelombang dan intensitas relatif sinar biru. Filter berfungsi menyerap warna lain yang dipancarkan oleh lampu TL sehingga yang disalurkan adalah warna yang sesuai dengan warna filter.

3.4.8. Analisis data

Pergeseran warna dilihat pada histogram melalui kanal-kanal pada tiap perlakuan. Pergeseran warna dapat dilihat secara visual. Pada sumbu horizontal histogram terdapat level intensitas dan pada sumbu vertikal terdapat frekuensi kejadian. Pergeseran ke kanan menunjukkan terjadinya peningkatan intensitas warna dan pergeseran ke kiri menunjukkan terjadinya penurunan intensitas warna (Gambar 11). Dalam analisis data, presentasi kuat cahaya diukur dalam unit absorbansi. Absorbansi merupakan perbandingan energi yang diserap dan dilepaskan oleh suatu bahan. Energi yang diukur berupa photon atau flux persatuan luasan. Besarnya nilai absorbansi oleh Chlorella sp. diperoleh dengan cara mencari selisih nilai level intensitas maksimum yakni 255 terhadap nilai pantulan yang diberikan oleh permukaan air.

Gambar 11. Pergeseran intensitas warna yang dipantulkan oleh konsentrasi

(39)

Perbandingan antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain dilakukan dengan analisis regresi. Analisis regresi yang dipakai adalah analisis regresi multivariat. Analisis regresi dapat digunakan untuk memutuskan apakah naik dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui menaikkan dan

menurunkan keadaan variabel independen, atau untuk meningkatkan keadaan variabel dapat dilakukan dengan meningkatkan variabel independen dan

sebaliknya sehingga dapat diketahui variabel-variabel yang saling mempengaruhi. Persamaan pada analisis regresi untuk tiga prediktor adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2006):

Keterangan:

Y = Peubah tak bebas ( Kelimpahan Chlorella sp.) X1 = Peubah bebas ke-1 (Intensitas sinar merah) X2 = Peubah bebas ke-2 (Intensitas sinar hijau) X3 = Peubah bebas ke-3 (Intensitas sinar biru) a = Intercept

b1, b2, b3 = Slope

Untuk mengetahui tingkat korelasi ganda dengan tiga prediktor digunakan persamaan berikut (Sugiyono, 2006):

Keterangan: Ry (1, 2, 3) = korelasi antara peubah bebas 1, 2, 3 dengan Y

3 3 2 2 1 1x b x b x b a Y = + + +

= = = = + + = 96 1 2 96 1 96 1 96 1 3 3 2 2 1 1 ) 3 , 2 , 1 ( i i i i y y x b y x b y x b Ry

(40)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perubahan warna obyek pengamatan (Chlorella sp.) dan kelimpahannya selama 24 hari pengamatan

Pengamatan dilakukan setelah benih Chlorella sp. dimasukkan ke dalam akuarium pengamatan. Pada awal pengamatan (5 Maret) terlihat bahwa air berwarna kecoklatan dan piringan putih yang digunakan sebagai standar

perubahan warna terlihat dengan jelas. Secara perlahan warna air dalam akuarium berubah dari coklat menjadi kehijauan. Warna air terus mengalami perubahan menjadi hijau, dan piringan putih tidak terlihat dengan jelas (Gambar 12).

5 Maret 12 Maret

19 Maret 26 Maret

Gambar 12. Warna air pada obyek pengamatan (Chlorella sp.) yang diamati pada tanggal 5, 12, 19, dan 26 Maret 2008

Perubahan warna air menjadi hijau pekat sehingga piringan putih benar-benar tidak terlihat (26 Maret). Secara visual, dari keempat gambar dapat dilihat bahwa gambar yang diperoleh tanggal 26 Maret 2008 memiliki warna paling hijau jika dibandingkan dengan ketiga gambar lainnya. Perubahan warna air semakin hijau seiring dengan bertambahnya biomassa Chlorella sp.

Kelimpahan Chlorella sp. secara umum mengalami peningkatan. Pada awal pengamatan, kelimpahan Chlorella sp. hampir merata disetiap ulangan dan

(41)

cenderung mengalami pertumbuhan yang lambat. Terhambatnya pertambahan jumlah Chlorella sp. dikarenakan adanya zooplankton pengganggu yaitu Ciliata (Paramaecium sp.). Keberadaan zooplankton pengganggu diatasi dengan memberi penyinaran (cahaya lampu) sehingga jumlahnya dapat ditekan.

Sumber: Diolah dari lampiran 8

Gambar 13. Sebaran nilai kelimpahan Chlorella sp. berdasarkan hari pengamatan pada bulan Maret 2008

Nilai kelimpahan Chlorella sp. dinyatakan dalam bentuk titik-titik (partikel) seperti pada Gambar 13. Setiap titik mewakili nilai kelimpahan

Chlorella sp. Kelimpahan Chlorella sp. pada keempat ulangan secara umum

mengalami kestabilan setelah mencapai puncak. Pemberian pupuk NPK dan TSP membuat media penumbuh Chlorella sp. tersedia nutrien yang cukup, sehingga menyebabkan kelimpahan Chlorella sp. cenderung bertahan. Faktor lain yang mempengaruhi kestabilan kelimpahan Chlorella sp. adalah faktor ruang yaitu ruangan yang tersedia bersifat tetap sementara jumlah kepadatan Chlorella sp. terus mengalami peningkatan. Penyesuaian antara ruangan dengan pertambahan jumlah Chlorella sp. membuat kelimpahan menjadi stabil.

(42)

Laju pertumbuhan Chlorella sp. terlihat membentuk grafik eksponensial, yang menunjukkan bahwa Chlorella sp. cenderung mengalami peningkatan jumlah secara kuadratik, atau dengan kata lain pertumbuhan Chlorella sp. menjadi dua kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan sebelumnya. Jumlah

Chlorella sp. cenderung mengalami peningkatan secara drastis dari tanggal

5 sampai 12 Maret 2008 dan cenderung mengalami kestabilan mulai tanggal 13 sampai 28 Maret 2008. Laju pertumbuhan Chlorella sp. terlihat membentuk kurva sigmoid, dimana jumlah Chlorella sp. relatif stabil setelah 20 hari

pemeliharaan (budidaya) (Gambar 13).

4.2. Karakteristik lampu TL dan sinar merah, hijau, dan biru (RGB) setelah menggunakan filter

Lampu TL memiliki panjang gelombang pada sinar visible dan cahaya lampu TL tampak berwarna putih. Warna putih pada lampu TL merupakan gabungan dari beberapa warna sehingga warna yang terlihat dominan adalah putih. Sinar visible pada lampu TL diemisikan pada panjang gelombang 400 − 900 nanometer dengan intensitas relatif tertinggi sebesar 2 W/m2

(Gambar 14). Pada lampu TL ditemukan sinar infra merah pada kisaran panjang gelombang 700 − 900 nanometer. Sinar inframerah yang ada pada lampu TL ditimbulkan oleh panas pada saat lampu dinyalakan.

Intensitas relatif tertinggi berada pada panjang gelombang 600 nanometer. Intensitas relatif sinar lampu TL mengalami kenaikan pada kisaran panjang

gelombang 400 − 600 nanometer dan mencapai puncak pada panjang gelombang 600 nanometer. Pada kisaran panjang gelombang 600 − 900 nanometer intensitas

(43)

sinar lampu TL mengalami penurunan. Penurunan intensitas sinar secara drastis terjadi pada kisaran panjang gelombang 600 − 700 nanometer.

Intensitas sinar konstan/tetap pada panjang gelombang 700 − 800 nanometer. Sinar RGB pada lampu TL diperoleh dengan menggunakan filter yang sesuai dengan warna yang diamati. Intensitas relatif dan panjang gelombang pada sinar merah lampu TL diperoleh dengan menggunakan filter merah, untuk sinar hijau digunakan filter hijau dan untuk sinar biru digunakan filter yang berwarna biru. Sinar merah dipantulkan pada panjang gelombang 500 − 800 nanometer. Intensitas relatif tertinggi berada pada kisaran panjang gelombang 650 nanometer yakni sebesar 7,100 W/m2.

Intensitas relatif sinar merah mengalami penurunan secara drastis pada panjang gelombang 650 − 800 nanometer. Sinar hijau diemisikan pada panjang gelombang 450 − 650 nanometer. Intensitas tertinggi terdapat pada panjang gelombang 550 nanometer yakni sebesar 2,522 W/m2 (Gambar 14).

Sinar biru diemisikan pada panjang gelombang 400 − 600 nanometer. Intensitas tertinggi berada pada kisaran panjang gelombang 480 nanometer yakni sebesar 3,242 W/m2 (Gambar 14).

Sinar merah, hijau, dan biru memiliki nilai intensitas relatif yang lebih besar jika dibandingkan dengan intensitas relatif sinar visible lampu TL. Nilai intensitas pada ketiga sinar yaitu merah, hijau, dan biru meningkat dikarenakan adanya pengaruh warna filter sehingga intensitas yang ditimbulkan oleh filter juga turut terhitung.

(44)

Sumber: Diolah dari lampiran 2

Gambar 14. Karakteristik sinar lampu TL dengan menggunakan filter merah, hijau, dan biru (RGB)

(45)

Hasil pengukuran panjang gelombang dan intensitas relatif dengan spektrofotometer memperlihatkan bahwa sinar merah memiliki panjang

gelombang dan intensitas relatif terbesar jika dibandingkan dengan sinar hijau dan biru. Intensitas sinar merah dipancarkan lebih besar dibandingkan dengan sinar hijau dan biru. Ketiga sinar memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Berdasarkan panjang gelombangnya, sinar merah dan biru memiliki tingkat penyerapan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sinar hijau.

4.3. Hubungan frekuensi kejadian warna merah, hijau, dan biru (RGB) dengan kelimpahan Chlorella sp.

Histogram pada tiap kanal Adobe Photoshop menunjukkan frekuensi kejadian sinar merah, hijau, dan biru pada kisaran level intensitas 0 − 255. Nilai yang tertera pada level intensitas merupakan pantulan sinar oleh permukaan obyek pengamatan (Chlorella sp.). Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar merah dilihat berdasarkan nilai reflektansi (pantul) sinar yang dipancarkan oleh sumber. Besarnya nilai reflektansi cahaya oleh Chlorella sp. diperoleh dengan cara mencari selisih antara nilai maksimum yakni 255 dengan besarnya nilai pantulan sinar yang tertera pada histogram tiap kanal.

Grafik hubungan antara frekuensi kejadian sinar merah dengan

kelimpahan Chlorella sp. menunjukkan pengaruh sinar merah dengan kelimpahan

Chlorella sp. Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa pengaruh kelimpahan

Chlorella sp. dengan sinar merah mulai terlihat pada saat nilai kelimpahan 6,400

sel/ml yakni semakin tinggi nilai kelimpahan Chlorella sp., maka intensitas sinar merah juga semakin tinggi. Kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh pada level intensitas 20 sampai 100.

(46)

Nilai korelasi antara intensitas sinar merah terhadap kelimpahan Chlorella sp. adalah sebesar 0,7827. Berdasarkan nilai korelasi tersebut diketahui bahwa kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh terhadap pemantulan sinar merah. Sebaran titik-titik yang terbentuk pada gambar 15, menunjukkan bahwa pada awalnya korelasi antara nilai intensitas sinar merah terhadap kelimpahan Chlorella sp. adalah korelasi nol. Hal ini dikarenakan pola sebaran titik yang terbentuk mengikuti pola yang bersifat acak, dengan kata lain tidak ada pola.

Korelasi intensitas sinar merah terhadap kelimpahan Chlorella sp. disebut korelasi positif dan tinggi yang ditandai dengan sebaran titik-titik menggerombol mengikuti pola garis lurus dengan kemiringan yang positif. Kemiringan positif dimulai pada saat nilai kelimpahan sebesar 6,400 sel/ml, yang ditandai dengan memusatnya partikel-partikel di sepanjang garis linier yang terbentuk.

Pola sebaran titik-titik pada area plot tersebar secara acak dan tidak mengelompok mengikuti garis linier. Nilai korelasi kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar hijau adalah sebesar 0,5842. Nilai ini sesuai dengan pola sebaran titik yang terbentuk yaitu terdapatnya hubungan yang kurang erat antara intensitas sinar hijau terhadap kelimpahan Chlorella sp.

Hubungan antara intensitas sinar biru dengan kelimpahan Chlorella sp. sangat erat. Pada kurva sebaran nilai Chlorella sp. (Gambar 15) terlihat bahwa titik-titik menggerombol mengikuti pola garis lurus dengan kemiringan yang positif. Berdasarkan pola sebaran titik yang terbentuk dapat dikatakan intensitas sinar biru memiliki korelasi yang positif terhadap kelimpahan Chlorella sp. Nilai korelasi (r) adalah sebesar 0,8457 sehingga dikatakan terdapat hubungan yang sangat erat antara intensitas sinar biru dengan kelimpahan Chlorella sp.

(47)

Sumber: Diolah dari lampiran 8

Gambar 15. Kurva sebaran kelimpahan Chlorella sp. terhadap frekuensi kejadian sinar merah, hijau, dan biru (RGB)

(48)

Nilai korelasi pada intensitas sinar merah, hijau, dan biru masing-masing sebesar 0,7827; 0,5842; dan 0,8457. Korelasi yang besar terjadi antara intensitas sinar biru terhadap kelimpahan Chlorella sp., jika dibandingkan dengan intensitas warna merah dan hijau. Semakin tinggi kelimpahan Chlorella sp., maka intensitas warna biru juga semakin tinggi. Tingginya nilai intensitas berkaitan dengan penyerapan gelombang biru oleh Chlorella sp. Gelombang biru lebih mudah diserap oleh Chlorella sp. jika dibandingkan dengan warna lainnya.

Kelimpahan Chlorella sp. berbentuk eksponensial, sehingga nilai kelimpahan yang digunakan dalam perhitungan dan pengolahan merupakan logaritma dari nilai yang sesungguhnya (nilai hitung kelimpahan dengan menggunakan rumus), dan untuk mendapatkan nilai yang sesungguhnya

digunakan antilogaritma terhadap nilai kelimpahan Chlorella sp. yang tertera pada Gambar 15. Jika nilai yang digunakan adalah nilai yang sesungguhnya, maka hubungan antara sinar RGB dengan kelimpahan Chlorella sp. akan sulit diketahui karena perbedaan nilai yang sangat besar antara intensitas warna merah, hijau, dan biru dengan kelimpahan Chlorella sp.

Chlorella sp. adalah klorofil yang ada di perairan. Zat hijau (klorofil)

menyerap sebagian sinar merah dan biru dan memantulkan sinar hijau. Sinar merah dan biru dipantulkan lebih besar jika dibandingkan dengan sinar hijau. Besarnya nilai pantul yang diberikan oleh Chlorella sp. tidak semata-mata

diakibatkan oleh nilai klorofil yang ada pada Chlorella sp. tersebut. Chlorella sp. memiliki pigmen-pigmen selain klorofil, sehingga dengan adanya pigmen tersebut mengakibatkan sinar merah dan biru dipantulkan lebih besar.

(49)

4.4. Sebaran nilai konsentrasi Chlorella sp. berdasarkan nilai tengah pada sinar merah, hijau, dan biru (RGB).

Nilai konsentrasi kelimpahan Chlorella sp. pada sinar merah secara umum memiliki keragaman yang besar. Besar atau kecilnya keragaman nilai kelimpahan

Chlorella sp. diketahui dengan melihat panjang-pendeknya garis vertikal yang

melalui titik nilai tengah. Semakin panjang garis yang terbentuk menandakan partikel-partikel tersebar dan bersifat acak. Keragaman yang besar menunjukkan jarak antar partikel berjauhan.

Nilai keragaman pada konsentrasi kelimpahan Chlorella sp. pada sinar merah tertinggi berada pada titik tengah 6,70 sel/ml. Pada kurva terlihat bahwa garis tersebut merupakan garis yang paling panjang jika dibandingkan dengan yang lain. Nilai keragaman yang paling kecil terdapat pada nilai tengah 7,50 sel/ml untuk konsentrasi Chlorella sp. Kecilnya nilai keragaman pada titik tersebut ditandai dengan pendeknya garis vertikal yang terbentuk.

Semakin besar nilai kelimpahan Chlorella sp., intensitas sinar merah yang dipantulkan semakin meningkat. Pada kelimpahan yang tinggi, sinar optik yang dipantulkan lebih banyak adalah sinar merah. Sinar merah lebih cepat dan mudah dipantulkan oleh permukaan konsentrasi Chlorella sp. yang ada dalam media pengamatan (Gambar 16).

Nilai keragaman kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar hijau paling besar terjadi pada nilai titik tengah 6,70 sel/ml. Nilai keragaman terendah berada pada titik tengah 7,50 sel/ml. Nilai ragam rendah menandakan data kelimpahan

Chlorella sp. pada rentang tersebut hampir sama (memusat), sehingga kelimpahan Chlorella sp. dikatakan tinggi pada rentang wilayah tersebut.

(50)

Sumber: Diolah dari lampiran 8

Gambar 16. Kurva sebaran nilai konsentrasi Chlorella sp. pada sinar merah, hijau, dan biru (RGB) berdasarkan nilai tengah

(51)

Nilai konsentrasi Chlorella sp. tidak terlalu berpengaruh terhadap besarnya penyerapan dan pemantulan sinar hijau. Hal ini berkaitan dengan sifat warna hijau yang ditimbulkan oleh Chlorella sp. Obyek yang berwarna hijau khususnya

Chlorella sp. memiliki sifat memantulkan sinar hijau, sehingga nilai absorbansi

menjadi lebih kecil (Gambar 16).

Reflektansi sinar merah oleh Chlorella sp. berada pada kisaran level intensitas 20 − 80, sinar hijau pada kisaran level intensitas 20 − 60 dan reflektansi sinar biru pada kisaran level intensitas 80 − 140. Nilai reflektansi (pantul) yang besar menandakan sinar yang absorbsi menjadi lebih kecil. Sinar merah dan biru dipantulkan lebih besar jika dibandingkan dengan sinar hijau. Pigmen yang ada pada Chlorella sp. selain klorofil menyebabkan sinar merah dan biru dipantulkan lebih banyak.

Konsentrasi Chlorella sp. mempunyai pemantulan yang tinggi terhadap intensitas sinar biru. Semakin besar konsentrasi Chlorella sp., maka intensitas sinar biru yang dipantulkan semakin kuat. Nilai intensitas sinar biru yang dipantulkan menurun pada saat nilai kelimpahan Chlorella sp. sangat tinggi. Menurunnya nilai intensitas sinar biru disebabkan adanya penyerapan sinar biru sampai ke dasar akuarium, sehingga nilai intensitas yang dipantulkan menjadi lemah. Sinar merah diserap pada permukaan air akuarium, sehingga intensitas yang dipantulkan menjadi kuat (Gambar 16).

(52)

4.5. Hasil analisis ragam dan uji hipotesis hubungan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB)

4.5.1. Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB)

Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. dengan ketiga sinar yakni sinar merah, hijau, dan biru dapat dinyatakan dengan persamaan regresi berikut:

Keterangan : Y = Kelimpahan Chlorella sp. X1 = Intensitas sinar merah X2 = Intensitas sinar hijau X3 = Intensitas sinar biru

Persamaan regresi menunjukkan hubungan intensitas sinar merah, hijau, dan biru mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kelimpahan Chlorella sp. Pengaruh antara intensitas sinar merah, hijau, dan biru diketahui berdasarkan nilai

probability (p) yang terbentuk melalui persamaan (Lampiran 8). Dari hasil

perhitungan diperoleh nilai p lebih kecil dari 0,05 untuk ketiga jenis prediktor yakni intensitas merah, hijau, dan biru. Jika nilai p lebih kecil dari 0,05 maka ketiga prediktor (intensitas sinar merah, hijau, dan biru) mempunyai pengaruh dengan respon (kelimpahan Chlorella sp.).

Nilai koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 92,4% (Lampiran 8). Ini berarti pengaruh yang terjadi antara intensitas sinar merah, hijau, dan biru adalah sebesar 92,4%. Pengaruh antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru dapat dijelaskan melalui analisis varian yakni pada uji F. Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F hitung lebih besar dari

3 2 1 0,0623 0,0224 0473 , 0 61 , 4 X X X Y = + − +

(53)

nilai F tabel sehingga dapat dikatakan kelimpahan Chlorella sp. mempunyai pengaruh dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru.

Sumber: Diolah dari lampiran 8

Gambar 17. Pengujian kenormalan sisaan regresi antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB).

Sumber: Diolah dari lampiran 8

Gambar 18. Plot sisaan regresi (galat) intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) dengan kelimpahan Chlorella sp.

Residual Pe rc e n t 0.50 0.25 0.00 -0.25 -0.50 99.9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1

Normal Probability Plot of the Residuals

(response is Kelimpahan Chlorella sp.)

Fitted Value Re si d u a l 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2 -0.3 -0.4

Residuals Versus the Fitted Values

(54)

Asumsi dalam sistem regresi dapat diuji kebenarannya berdasarkan grafik asumsi galat (Gambar 17). Uji sebaran nilai residual memperlihatkan bahwa terjadi sebaran normal. Sebaran normal ditandai dengan pola/scatter yang terbentuk mendekati garis lurus, sehingga terdapat pengaruh yang nyata antara intensitas sinar merah, hijau, dan biru dengan kelimpahan Chlorella sp.

Analisis plot sisaan regresi memperlihatkan adanya pengaruh antara intensitas sinar merah, hijau, dan biru dengan kelimpahan Chlorella sp.

Hubungan tersebut terbukti dari sebaran galat yang terbentuk yaitu bersifat acak atau tidak memiliki pola (Gambar 18). Besarnya pengaruh yang terjadi antara intensitas sinar merah, hijau, dan biru dengan kelimpahan Chlorella sp. dapat dilakukan dengan analisis regresi antara kelimpahan Chlorella sp. dengan masing-masing sinar yakni sinar merah, hijau, dan biru.

4.5.2. Hubungan antara kelimpahan Chlorella sp. terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB) menggunakan analisis ragam satu arah Nilai korelasi antara kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru masing-masing sebesar 0,7872; 0,5842; dan 0,8457. Nilai korelasi yang paling besar adalah 0,8478 terjadi pada hubungan antara kelimpahan

Chlorella sp. dengan intensitas sinar biru. Kelimpahan Chlorella sp. dengan

intensitas sinar biru sangat erat. Hal yang sama juga terjadi pada intensitas sinar merah. Pada sinar hijau hubungan yang terbentuk adalah kurang erat.

Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh yang nyata antara

kelimpahan Chlorella sp. terhadap masing-masing intensitas sinar merah, hijau, dan biru. Nilai F hitung yang paling besar terjadi pada hubungan kelimpahan

(55)

menandakan hubungan yang besar sehingga galat atau faktor kesalahan yang terjadi sangat kecil.

Nilai F hitung paling kecil terjadi pada hubungan antara kelimpahan

Chlorella sp. dengan intensitas sinar hijau yaitu sebesar 48,7075. Secara

keseluruhan kelimpahan Chlorella sp. mempunyai pengaruh nyata terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru. Berdasarkan nilai korelasinya diketahui bahwa kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh terhadap nilai intensitas sinar merah dan biru, dan kurang berpengaruh terhadap intensitas sinar hijau.

Tabel 2. Hasil perhitungan nilai korelasi kelimpahan Chlorella sp. dengan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB).

Perlakuan Nilai korelasi hubungan Kategori Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar

merah

0,7827 sangat erat Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar

hijau

0,5842 kurang erat Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar

biru

0,8457 sangat erat

Tabel 3. Hasil uji F perlakuan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB)

Perlakuan F hitung F tabel Pengaruh

Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar merah

148,6156 3,9423 berpengaruh Kelimpahan Chlorella sp. dan

intensitas sinar hijau

48,7075 3,9423 berpengaruh Kelimpahan Chlorella sp. dan

(56)

Tabel 4. Hasil uji t perlakuan kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB)

Perlakuan t hitung t tabel Hubungan

Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar merah

12,1908 1,6604 positif

Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar hijau

6,9791 1,6604 positif

Kelimpahan Chlorella sp. dan intensitas sinar biru

15,3629 1,6604 positif

Nilai uji t memperlihatkan secara umum kelimpahan Chlorella sp.

mempunyai pengaruh yang positif terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru. Hubungan positif menunjukkan jika kelimpahan Chlorella sp. bertambah maka intensitas sinar merah, hijau, dan biru juga meningkat. Nilai t hitung kelimpahan

Chlorella sp. terhadap intensitas sinar merah, hijau, dan biru berturut-turut

12,1908; 6,9791; dan 15,3629.

Nilai t hitung paling besar terjadi pada kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar biru yakni sebesar 15,3629 dan nilai t hitung terkecil terjadi pada kelimpahan Chlorella sp. terhadap intensitas sinar hijau yakni sebesar 6,9791. Berdasarkan nilai t hitung, dapat dikatakan bahwa kelimpahan Chlorella sp. berpengaruh terhadap pemantulan sinar merah dan biru.

(57)

4.6. Jarak antar partikel (konsentrasi Chlorella sp.) dengan kemampuan pemantulan sinar merah, hijau, dan biru (RGB)

Jarak antar sel mempengaruhi pemantulan cahaya. Jika diasumsikan

Chlorella sp. tercampur merata, dan volume dinyatakan dalam meter3. Maka

kepadatan Chlorella sp. yang ditemukan dalam kolam pengamatan dinyatakan dalam n cm 3. Kepadatan per cm jarak dapat dinyatakan dengan mencari nilai akar pangkat 3 dari jumlah Chlorella sp. Jarak antar sel dinyatakan dengan satu per kepadatan tiap satuan jarak.

Hubungan linier jarak antar sel terhadap sinar merah terjadi pada jarak partikel lebih kecil dari 0,20 x 10-2 meter (Gambar 19), dan hubungan linier jarak partikel terhadap sinar biru mulai terjadi pada saat nilai jarak antar partikel lebih kecil dari 0,35 x 10-2 meter. Hubungan linier antara jarak antar sel terhadap sinar hijau tidak begitu terlihat karena pemantulan sinar yang tidak beraturan oleh partikel-partikel.

Cahaya merah akan efektif dipantulkan pada jarak partikel lebih kecil dari 0,20 x 10-2 meter. Partikel-partikel akan lebih efektif memantulkan sinar merah pada saat partikel-partikel tersusun secara teratur, atau jarak antar partikel sangat kecil (Simmonds dan Maclennan, 1992). Hubungan jarak partikel dengan sinar merah berbentuk kuadratik, dan berbentuk linier pada jarak partikel lebih kecil dari 0,20 x 10-2 meter. Cahaya biru efektif dipantulkan saat jarak partikel lebih kecil dari 0,35 x 10-2 meter. Pemantulan sinar biru oleh partikel terjadi secara beraturan, sehingga garis pemantulan sinar biru berbentuk linier (Gambar 19).

(58)

Sumber: Diolah dari lampiran 3

Gambar 19. Kurva hubungan jarak antar sel Chlorella sp. terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB)

(59)

Hubungan antara jarak partikel terhadap sinar merah, hijau, dan biru (RGB) secara umum mempunyai korelasi negatif khususnya pada sinar merah dan biru. Pemantulan sinar akan lebih efektif jika jarak antar partikel semakin

pendek. Cahaya akan lebih sulit dipantulkan jika jarak antar partikel semakin renggang (Simmonds dan Maclennan, 1992). Sinar merah yang dipancarkan berada pada panjang gelombang 650 nanometer. Jarak antara partikel terhadap sinar merah lebih kecil dari panjang gelombang, sehingga sinar merah akan dipantulkan lebih efektif. Sinar biru dipancarkan pada panjang gelombang 450 nanometer.

(60)

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kelimpahan Chlorella sp. memiliki pengaruh terhadap sinar hijau, tetapi tidak memiliki hubungan yang erat. Nilai korelasi yang diperoleh menunjukkan bahwa kelimpahan Chlorella sp. memiliki hubungan yang sangat erat dengan sinar merah dan biru. Sehingga disimpulkan bahwa semakin tinggi kelimpahan

Chlorella sp. semakin besar sinar merah dan biru yang dipantulkan. Chlorella sp.

memantulkan dengan baik sinar biru sehingga hanya sedikit yang dapat diserap oleh permukaan.

Jarak antar partikel mempengaruhi pemantulan intensitas sinar merah dan biru. Jarak antar partikel yang sempit akan meningkatkan daya pantul terhadap sinar dan sebaliknya. Sinar merah, hijau, dan biru saling berpengaruh terhadap kelimpahan Chlorella sp. Pertambahan jumlah kelimpahan Chlorella sp. mempunyai pengaruh terhadap tingginya nilai intensitas sinar merah dan biru.

5.2. Saran

Saran yang diberikan antara lain perlunya dilakukan penelitian lanjutan tentang hubungan intensitas sinar merah, hijau, dan biru (RGB) lampu TL dan lampu fluorescence pada kelimpahan Chlorella sp. mono spesies dan multi spesies.

Gambar

Tabel 1.  Warna dan kisaran panjang gelombangnya
Gambar 5.  Bagan alir langkah kerja perolehan dan pengolahan data Chlorella sp.
Gambar 6.  Pola kotakan pada hemacytometer dan contoh arah     perhitungannya
Gambar 7.  Teknik pengambilan gambar (citra) media pengamatan (Chlorella sp.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dengan judul macam-macam tindak tutur direktif guru dalam proses belajar mengajar di TK Al-Muhajirin Desa gunung Simping Kecamatan Cilacap Tengah Kabupaten

Pers dalam arti kata sempit yaitu yang menyangkut dengan kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantara barang cetakan.. Sedangkan pers dalam arti kata

Jika jaringan tujuan tidak terhubung langsung di badan router, Router harus mempelajari rute terhubung langsung di badan router, Router harus mempelajari rute terbaik yang

Kemampuan berpikir reflektif matematis adalah suatu kemampuan dapat mengindentifikasikan konsep dan atau rumus matematika yang terlibat dalam soal matematika

Selain itu, pada tahun 2011, Yasa juga pernah melakukan penelitian dengan menggunakan teori poskolonialisme pada novel-novel Balai Pustaka, tetapi objek kajian

Hal ini membuat para pedagang kesulitan jika harus mengirim barang dari tempat produksi setiap barang dagangan habis sehingga membuat biaya transportasi semakin

Waktu tunggu obat jadi (non racikan) adalah tenggang waktu mulai pasien menyerahkan resep sampai dengan menerima obat jadi (non racikan) dengan standar minimal yang

Berdasarkan parameter kandungan geokimia (komposisi senyawa oksida utama) marmer tersebut, maka marmer bagian timur laut daerah penelitian direkomendasikan dapat