6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Alumunium
Aluminium (Al) adalah logam yang ringan dan mempunyai ketahanan korosi yang baik terhadap udara, air, oli dan beberapa cairan kimia lainnya. Massa jenis Aluminium sekitar 2,7 gr/cm3.(Herry, 2016) Aluminium adalah logam yang sedikit bersifat magnet, ulet, lunak, yang menyerupai timah. Aluminium tidak ditemukan dalam keadaan metalik tetapi harus diproses melalui elektrolisis dari bijih bauxide.(Agarwal, 2014) Dengan sifat bahan yang istimewa, paduan Aluminium banyak digunakan berbagai struktur dalam mengurangi beban suatu konstruksi.
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah logam paduan Aluminium.
Paduan Aluminium ada dua yaitu paduan Aluminium tempa dan paduan Aluminium cor.
2.2. Paduan Alumunium
Aluminium dapat bagi menjadi dua menurut cara pengolahan produknya.
yaitu pengerjaan logam (wrought alloys) dan hasil pengecoran (casting alloys).
Pada paduan Aluminium ini memiliki nama yang ditandai dengan empat digit angka yang mana menyatakan jenis paduannya. Perbedaan penamaan antara wrought alloys dan casting alloys terletak pada adanya titik pemisah yang ada untuk
dari paduan Aluminium dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 paduan alumunium
Pada paduan Aluminium tempa, terdapat paduan yang dapat diperlakupanaskan (heat treatable alloys) dan tidak dapat dipelakupanaskan (non- heat treatable alloys). Yang dapat diperlakupanaskan seperti paduan seri 2XXX,
4XXX, 6XXX dan 7XXX (paduan I). Sedangkan tidak dapat dipelakupanaskan seperti paduan seri 1XXX, 3XXX, 4XXX dan 5XXX (paduan II). Dalam pengelasan akan lebih mudah mengelas paduan II dari pada mengelas paduan I.(Herry, 2016)
Pada penelitian ini, logam paduan Aluminium yang digunakan adalah paduan Aluminium tempa. Jenis paduan Aluminium tempa dengan seri 5XXX. Tipe yang dipilih untuk penelitian adalah Aluminium A5083.
2.2.1. Alumunium 5083
Aluminium A5083 merupakan Aluminium paduan dengan pemrosesan tempa atau bisa disebut wrought alloys. Aluminium ini merupakan Aluminium yang tidak dapat diperlakupanaskan sehingga jenis ini bisa disebut dengan non-heat treatable alloys. Karena sifatnya yang tidak dapat diperlakupanaskan maka akan
memudahkan dalam proses pengelasan. Material ini sangat sering digunakan dalam industri perkapalan karena sifat tahan karatnya yang baik. Aluminium jenis ini memiliki komposisi 93,1% Al, 0,4% Si, 0,4% Fe, 0,1% Cu, 0,4% Mn, 4,9% Mg, 0,25% Cr0, 25% Zn, 0,15% Ti dan 0,05% unsur lain.(Budiarsa,2008)
logam Alumunium Al-5083 merupakan paduan dari Al-Mg, paduan ini memiliki sifat tidak dapat diperlakukan panas tetapi memiliki sifat baik dalam daya tahan korosi terutama korosi oleh air laut dan sifat mampu las Al-Mg banyak dipakai untuk kontruksi umum termasuk kontruksi kapal. Alumunium 5083adalah paduan sistem yang memiliki kekuatan yang kurang sebagai barang tempaan dibandingkan dengan paduan-paduan lainya, tetapi alumunium 5083 sangat liat dan sangat baik mampu bentuknya untuk penembaan, ekstrusi da sangat baik ketika dibentuk dalam temperatur tinggi dan temperatur biasa (Surdia, 2005). Diagram fasa Al-Mg menunjukan bahwa kelarutan yang menurun dari Mg terhadap larutan pada Al dari temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah
Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Mg (Surdia, 2005)
Pada penelitian ini Aluminium A5083 yang mana memiliki sifat bagus dan juga banyak sekali dipakai dalam dunia industri, maka material Aluminium A5083 sangat pantas untuk dijadikan bahan penelitian ini.
2.3. Definisi Pengelasan
Mengelas tidak lain merupakan pekerjaan menyambungkan dua logam/paduan dengan pemberian panas baik diatas atau dibawah titik cair logam tersebut baik dengan atau tanpa tekanan serta ditambah atau tanpa logam pengisi.
(Suharto, 1991). Jadi pengelasan merupakan penggabungan dua logam dengan menggunakan peralatan khusus.
Dalam prosesnya pengelasan dibagi menjadi 3, yaitu fusion welding (pengelasan mencair), solid state welding (pengelasan tidak mencair) dan soldering/brazing. Oleh karena itu, dalam pengelasan memerlukan peralatan untuk
mencairkan, memanaskan dan menekankan kedua sisi bagian logam yang ingin disambungkan. Peralatan mencair atau pemanas logam dapat didasarkan pada penggunaan energi listrik, energi gas atau energi mekanik. (Herry, 2016)
Dilihat dari segi komersial maupun teknologi, pengelasan merupakan proses yang begitu penting karena:
1. Pengelasan adalah cara penyambungan yang permanen.
2. Sambungan logam lebih kuat dari pada logam induknya, apabila menggunakan logam pengisi yang kekuatannya lebih besar dari pada logam induknya. Pengelasan adalah cara yang paling ekonomis dari segi biaya fabrikasi dan penggunaan material.
3. Pengelasan dapat dilakukan di dalam atau di luar pabrik.
Meskipun demikian dalam pengelasan ada keterbatasan dan juga kekurangan, seperti:
1. Upah tenaga kerja mahal karena masih menggunakan proses pengelasan manual.
2. Rata-rata menggunakan energi yang besar sehingga berbahaya.
3. Pengelasan tidak cocok untuk produk yang membutuhkan pelepasan atau perakitan karena sifatnya yang permanen.
4. Adanya cacat yang sulit dideteksi sehingga dapat menimbulkan bahaya.
Cacat yang terjadi dapat mengurangi kekuatan sambungannya. (Datu, 2016)
Pada logam Aluminium dan paduannya, pengelasan yang dapat digunakan dengan dua cara yaitu dengan proses GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) dan GMAW (Gas Metal Arc Welding).
2.3.1. Proses GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)
Proses pengelasan ini termasuk dalam pengelasan mencair yang mana sebagian logam induk mencair disebabkan pemanasan busur listrik.(Herry, 2016) Proses pengelasan GTAW ini adalah busur listrik timbul diantara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Prinsip dasar dalam proses GTAW adalah menggunakan gas seperti Argon dan Helium sebagai gas pelindung.
Proses GTAW elektrodanya terbuat dari Wolfram (Tungsten) yang mana tidak ikut menjadi cair. Untuk penyuplaian logam las dibuthkan kawat las (logam pengisi/filler metal) yang diberi secara manual. Skema Proses GTAW atau TIG dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Skema Proses GTAW (Herry, 2016)
2.3.2. Proses GMAW (Gas Metal Arc Welding)
Prinsip dasar dari proses GMAW dengan mencairkan sambungan logam induk dan juga elektroda yang akan membeku dan membentuk logam las. Proses pengelasan ini dapat disebut dengan pengelasan MIG (Metal Inert Gas). Pada pengelasan MIG menggunakan gas pelindung yaitu gas Inert seperti Argon (Ar) dan Helium (He).
Pada proses GMAW jenis pelindung logam las berupa gas yaitu bisa gas Inert atau Active. Hasil pengelasan pada proses GMAW tidak terdapat terak karena
tidak menggunakan fluks. Proses GMAW ini dapat dipakai untuk mengelas baja karbon, baja tahan karat atau stainless steel dan juga dapat mengelas logam-logam lain yang afinitasnya terhadap oksigen sangat besar seperti Aluminium (Al) dan Titanium (Ti).(Herry, 2016)
2.3.3. Proses Metal Inert Gas Welding (MIG)
Las MIG atau busur las listrik adalah pengelasan dimana panas yang ditimbulkan oleh busur listrik antara ujung elektroda dan bahan dasar, karena adanya arus listrik dan menggunakan elektrodanya berupa gulungan kawat yang berbentuk rol yang bergeraknya diatur oleh pasangan roda gigi yang digerakkan oleh motor listrik.
2.3.4. Sifat mekanik alumunium
Untuk dapat menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka harus dikenali dengan baik sifat-sifat bahan teknik yang mungkin akan dipilih untuk dipergunakan.
Didalam teknik mesin sifat mekanik memegang peranan sangat penting, disamping beberapa sifat kimia (tahan korosi), sifat thermal dan sifat fisik. Korosi merupakan masalah yang sangat serius dalam dunia teknik
Sifat mekanik adalah sifat mekanik yang menyatakan kemampuan suatu bahan atau gaya dan energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan atau komponen tersebut, namun pada dasarnya tidak ada bahan yang tidak memiliki kekurangan. Misalnya alumunium mempunyai sifat mekanik cukup baik tetapi mempunyai sifat lunak, maka sifat lunak ini dapat di antisipasi dengan melakukan
tidak harus mencari bahan lain yang lebih keras.
Beberapa sifat mekanik dari alumunium antara lain :
A. Kekuatan tarik
Kekuatan tarik adalah besar tegangan yang didapatkan ketika dilakukan pengujian tarik. Kekuatan tarik ditunjukkan oleh nilai tertinggi dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tarik bukanlah ukuran kekuatan yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai suatu acuan terhadap kekuatan bahan.. Kekuatan tarik pada aluminium murni pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan tarik yang tinggi, aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tarik hingga 200 Mpa. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)
B. Kekerasan
Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut. Ketika diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tarik, ductility, dan sebagainya. Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode. Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell. Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah kecil, yaitu sekitar 20 skala Brinnel, sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk kebutuhan aplikasi yang
membutuhkan kekerasan, aluminium perlu dipadukan dengan logam lain dan/atau diberi perlakuan termal atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan quenching, lalu disimpan pada temperatur tinggi dapat memiliki tingkat kekerasan Brinnel sebesar 160. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009) C. Ductility (kelenturan)
Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk
menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu pengujian tarik, ductility ditunjukkan dengan bentuk neckingnya material dengan ductility yang tinggi akan mengalami necking yang sangat sempit, sedangkan bahan yang memiliki ductility rendah, hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil pengujian tarik, ductility diukur dengan skala yang disebut elongasi. Elongasi adalah seberapa
besar pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tarik. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)
D. Recyclability (daya untuk didaur ulang)
Aluminium adalah 100% bahan yang dapat didaur ulang tanpa penurunan dari kualitas awalnya, peleburannya memerlukan sedikit energi, hanya sekitar 5%
dari energi yang diperlukan untuk memproduksi logam utama yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)
2.4. Korosi
Korosi berasal dari bahasa latin “Corrode” yang artinya berkarat atau perusakanlogam. Korosi atau yang lebih dikenal dengan istilah pengaratan
metalurgi(pada material itu sendiri) serta akibat dari pengaruh lingkungan (suhu,kelembaban dan lainnya) sehingga dapat menurunkan kualitas bahan logamtersebut (Bayliss and Deacon, 2002). Korosi tidak hanya melibatkan reaksi kimianamun juga reaksi elektrokimia. Reaksi elektrokimia melibatkan perpindahanelektron-elektron. Perpindahan elektron ini merupakan hasil dari reaksi redoks(reduksi-oksidasi). Mekanisme korosi melalui reaksi elektrokimia melibatkan reaksi anodik di daerah anoda (Perez, 2004). Berikut reaksi anodik yangterjadi pada korosi logam:
M → Mn+ + ne- (1)
Proses korosi dari logam M adalah proses oksidasi logam menjadi satu ion (n+) dalam pelepasan n elektron. Nilai dari n tergantung dari sifat logam, contohnya : jika pada besi maka reaksi yang terjadi sebagai berikut (Broomfield, 2007).
Fe → Fe2+ + 2e- (2)
Reaksi katodik juga berlangsung di proses korosi. Reaksi katodik terjadi pada daerah katoda. Beberapa jenis reaksi katodik yang terjadi selama proses korosi antara lain:
Pelepasan gas hidrogen 2H+ + 2e- → H2 (3)
Reduksi oksigen O2 + 2(H2O) + 4e- → 4OH- (4)
Reduksi ion logam Fe3+ + e- → Fe2+ (5)
Pengendapan logam 3Na+ + 3e- → 3Na (6)
Reaksi katodik dimana oksigen dari udara akan larut dalam larutan terbuka.
Secara umum korosi yang terjadi pada suatu larutan diawali dengan teroksidasinya
logam di dalam larutan sehingga logam tersebut melepaskan elektron untuk membentuk ion logam yang bermuatan positif. Pada kondisi ini, larutan akan bertindak sebagai katoda dengan reaksi umum yang terjadi adalah pelepasan H2 (Reaksi 3) dan reduksi O2 (Reaksi 4), akibat ion H+ dan H2O yang tereduksi.
Reaksi ini terjadi pada permukaan logam yang selanjutnya akan mengakibatkan pengikisan akibat pelarutan logam ke dalam larutan secara berulang-ulang (Jones, 1992).
Gambar 2.3 Mekanisme korosi (Broomfield, 2007).
Gambar 1 menunjukkan bagaimana korosi pada logam besi (Fe). Mekanisme korosi pada logam besi (Fe) dituliskan sebagai berikut:
Fe (s) + H2O (l) + ½ O2(g) → Fe(OH)2 (s) (7)
Ferro hidroksida (Fe(OH)2 ) yang dihasilkan pada reaksi di atas merupakan hasil sementara yang dapat teroksidasi secara alami oleh air dan udara menjadi ferri hidroksida (Fe(OH)3), dari mekanisme reaksi berikut:
4 Fe(OH)2(s) + O2 (g) + 2H2O(l) → 4Fe(OH)3 (s) (8)
Ferri hidroksida (Fe(OH)3) yang terbentuk akan berubah menjadi Fe2O3 yang berwarna merah kecoklatan yang selanjutnya kita sebut sebagai karat, melalui reaksi berikut (Broomfield, 2007).
2.5. Pengujian Tarik
Pengujian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sifat-sifat dan keadaan dari suatau logam/besi/baja. Pengujian tarik dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan-lahan, kemudian akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan gaya yang bekerja. Perbandingan ini terus berlanjut sampai bahan mencapai titik propotionality limit. Setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban tidak lagi berbanding lurus, pertambahan beban yang sama akan menghasilkan penambahan panjang yang lebih beasr dan suatu saat terjadi penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinya. Hal ini dikatakan batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini haynya berlangsung sesaat dan setelah itu akan naik lagi
Pada pengujian tarik menghasilkan grafik tegangan regangan yang dapat dipakai untuk mendapatkan data regangan, daerah elastis, kekuatan tarik, daerah plastis, tegangan luluh, tegangan maksimum dan tegangan patah.(Purwaningrum, 2006)
Gambar 2.4 Mesin Uji Tarik Servo Pulser
Adapun spesimen yang digunakan untuk pengujian Tarik menggunakan ASTM E8
Gambar 2.5 Spesimen Uji Tarik ASTM E8
Kenaikan beban ini akan berlangsung sampai mencapai maksimum, untuk batang yang ulet beban mesin tarik akan turun lagi sampai akhirnya putus. Pada saat beban mencapai maksimum, batang uji mengalami pengecilan penampang setempat (local necting)dan penmbahan panjang terjadi hanya disekitar necking tersebut. Pada batang getas tidak terjadi necking dan batang akan putus pada saat beban maksimum.