• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Asas Equality Before The Law. Rechtsbeginsselen voor de praktijk memiliki arti bahwa asas dianggap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Asas Equality Before The Law. Rechtsbeginsselen voor de praktijk memiliki arti bahwa asas dianggap"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Asas Equality Before The Law 1. Pengertian Tentang Asas Hukum

Dalam pendapat H.J Homes dalam bukunya “Betekni van des Algemene Rechtsbeginsselen voor de praktijk” memiliki arti bahwa asas dianggap sebagai petunjuk-petunjuk yang ada dimasyarakat bukan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat.7 Dari pendapat tersebut asas hukum merupakan sebuah petunjuk hukum yang digunakan untuk membuat peraturan perundang- undangan. Sedangkan menurut pendapat Paul Scholten asas-asas hukum merupakan sebuah kecendurangan yang di isyaratkan oleh paham kesusilaan kita.8 Hal ini asas hukum tergolong dengan kaidah/norma yang berlaku sehingga dapat dicampurkan didalam peraturan perundang-undangan maka dari itu dapat digunakan sebagai petunjuk norma yang ada dimasyarakat. Dari perspektif ilmu hukum, asas hukum bersifat mengatur, menjelaskan (eksplanasi) dan tidak normative. Asas hukum didalamnya bertolak belakang dengan kebeneran-kebenaran yang ada dimasyarakat.

Arti kata asas sebagai berikut :

7 Dewa Gede Atmadja, “Asas-Asas Hukum Dalam Sistem Hukum” KERTHA WICAKSANA Volume 12, Nomor 2, 2018, hal.147

https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/kertawicaksana/article/view/721/504 November 2020.

8 Ibid, hal. 147

(2)

17 a. Akar, alas, basis, dasar, fondasi, fundamental, hakikat, hukum, landasan, lunas, pangkal, pegangangan, pilar, pokok, prinsip, rukun, sandaran, sendi, teras, tiang, tonggak

b. Hukum, kaidah, kode etik, norma, patokan, pedoman, pijakan, tata cara

2. Fungsi Asas Hukum

Menurut Sudikno Mertokususmo asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa menyarankan cara-cara khusus mengenai pelaksanaannya, yang diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk bagi perbuatan itu.

Fungsi asas terutama guna untuk sebagai dasar dalam terbentuknya peraturan- peraturan konkrit. Menurut Sudikno Mertokusumo9fungsi asas ada dua yaitu : 1. Fungsi asas hukum dalam hukum

Asas dalam hukum mendasarkan eksistensinya pada rumusan sebagai pembentuk undang-undang dan hakim sendiri memiliki sifat mengesahkan produk undang-undang dan mempunyai sifat mengikat para pihak (normative).

2. Fungsi asas hukum dalam ilmu hukum

Asas dalam ilmu hukum bersifat mengatur, menjelaskan. Tujuannya tidak bersifat normative. Dari pendapatnya Sudikno asas memiliki sifat yang mengatur sehingga kesimpulan pengertian asas sendiri merupakan suatu

9 Ibid, hal 54.

(3)

18 dasar sebuah norma dalam pembentukan peraturan perundang-udangan serta sebagai petunjuk suatu perbuatan.

Berasal dari berbagai definisi asas hukum merupakan suatu dasar norma yang ada dimasyarakat sehingga pembentuk peraturan perundang-undangan yang digunakan hakim di pengadilan untuk memutuskan suatu perkara yang putusannya bersifat incraht dan secara mengikat.

3. Pengertian Asas Equality Before The Law

Menurut Scheltema dalam sebuah negara hukum modern salah satunya ada asas-asas atau dasar-dasar diantaranya salah satu asas similia similibus yang diartikan sebagai asas persamaan. Menurut asas ini sebagai state of law pemerintah tidak akan memberikan keistimewaan kepada pihak khusus atau yang memiliki jabatan-jabatan. Sehingga peraturan hukum berlaku sama kepada siapa saja dan bersifat universal dan abstrak. Terdapat dua jenis asas similia similibus (asas persamaan) diantaranya sebagai berikut :

1. Adanya persamaan kedudukan dihadapan hukum dan pemerintahan 2. Adanya tuntutan perlakuan yang sama bagi semua warga negara. 10

Dari definisi diatas memiliki pemaknaan meskipun menjadi seorang anggota pejabat harus tetap ada persamaan didepan hukum tidak ada non diskriminatif dan adanya perlakuan yang sama bagi semua warga negara Indonesia tanpa adanya perbedaan. Penulis mengutip pendapat Scheltama sangat relevan dengan permasalahan ini serta dalam aturan hukum yang dibuat

10 Yopi Gunawan dan Kristian, Perkembangan Konsep Negara Hukum dan Negara Hukum Pancasila (Bandung : PT Refika Aditama, 2015), hal. 65.

(4)

19 dan mulai diberlakukan harus bersifat umum tanpa ada perbedaan baik secara perlakuan meskipun mempunyai kedudukan hukum yang tinggi dalam sistem pemerintahan.

4. Asas Equality Before The Law Dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional

Asas Equality Before The Law diakui secara Internasional yaitu di dalam DUHAM (Universal Declaration of Human Rights tahun 1948). Pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disebut dengan MU PBB telah mengesahkan Universal Declaration of Human Rights.

Isi dari DUHAM sendiri mengatur tentang kebebasan bagi manusia dan menikmati kebebasan hak sipil dan politik. Setelah mengesahkan DUHAM, Komisi HAM PBB pada tahun 1951 dalam sidangnya berhasil menyelesaikan rancangan Konvenan sesuai dengan Keputusan Majelis Umum PBB pada tahun 1951 lalu diubahlah pasal-pasal sehingga akhirnya Majelis Umum PBB mengesahkan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) pada tahun 1976. ICCPR terdiri dari 6 BAB dan 53 Pasal. ICCPR mempunyai 6 prinsip yaitu ;

1. Universalitas 2. Permartabatan 3. Non Diskriminasi 4. Equality atau persaman 5. Indivisibility

6. Inalienability

(5)

20 7. Interdepency

8. Responsibilitas atau pertanggungjawaban.11

Prinsip persamaan bersingungan dengan prinsip non diskriminasi. Konsep persamaan menegaskan pemahaman tentang penghormatan untuk martabat yang melekat pada setiap manusia. Konvenan Internasional Hak-Hak sipil dan Politik yang tercantum dalam Pasal 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang memiliki arti orang didepan hukum memiliki kesamaan dan berhak perlindungan hukum (protect). Negara Indonesia sendiri juga meratifikasi International Convenant On Civil Political Right atau ICCPR pada tanggal 28 Oktober 2005 yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang pengesahan International Convenant On Civil Political Right.

Persamaan didepan hukum sendiri diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 diatur dalam Pasal 13 yang berbunyi

“persamaan didepan pengadilan dan badan peradilan, hak atas pemeriksaan yang adil dan terbuka oleh badan peradilan yang kompeten, bebas dan tidak berpihak, hak atas praduga tak bersalah bagi setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana dan hak setiap orang yang dijatuhi hukuman atas peninjauan kembali keputusan atau hukumannya oleh badan peradilan yang lebih tinggi” dan pasal 25 berbunyi “persamaan kedudukan semua orang didepan hukum dan hak semua orang atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi”. Equality before the law memiliki kedudukan yang sangat

11 Bayu Dwiwiddy Jatmiko, Menelisik Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia Politik Pasca Perubahan UUD 1945, Jurnal Paronama Hukum Vol. 3 No.2 Desember 2018 Hal.

221

(6)

21 penting karena asas tersebut merupakan bagian dari sebuah prinsip negara hukum (rule of law). Asas Equality before the law merupakan pilar utama dari bangunan Negara Hukum (state law) yang mengutamakan hukum diatas segalanya (supreme of law). Hal ini diatur dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang terdapat dalam Pasal 6 yang mengatakan “ Setiap orang berhak atas pengakuan didepan hukum sebagai manusia pribadi dimana saja ia berada” dan Pasal 7 “Semua orang yang sama didepan hukum dan berhak atas pertimbangan hukum yang sama tanpa diskriminasi”.

5. Asas Equality Before The Law Dalam Hukum Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) yang sudah diatur dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, maka dari itu asas tersebut manifestasi negara hukum (rechstaat) sehingga mempunyai akibat adanya perlakuan sama bagi setiap orang didepan hukum (gelijkheid van ieder voor de wet). Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini”. Pengakuan kedudukan tiap individu hukum ditempatkan dalam kedudukan yang sama tanpa memandang status social (social stratum). Teori dan konsep Equality keberlakuan prinsip equality before the law seperti yang dianut dalam konstitusi Republik Indonesia Pasal 27 ayat (1) Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa : “segala warga negara bersama negara kedudukan didalam hukum dan pemerintahan, dan wajib

(7)

22 menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya‘’. Ayat ini mengisyaratkan asas hukum yang sangat fundamental yaitu asas persamaan kedudukan dalam hukum (asas persamaan kedudukan dimuka hukum) atau dikenal dengan istilah “equality before the law”. Demikian pula setelah perubahan (amandemen) ke 2 Undang-Undang Dasar 1945, hal ini dipertegas didalam pasal 28 D Ayat (1) dan ayat (2). Hal ini dimaksud, bahwa semua orang diperlakukan sama didepan hukum dalam praktek penegakan negara hukum yang berdasarkan supremasi hukum (kedaulatan hukum) ternyata mengalami

“penghalusan” kalau tidak mau dikatakan “exception” pengecualian demi mempertahankan kewibawaan hukum itu sendiri. Pasal 28 D ayat 1 Undang- Undang Dasar 1945 menyatakan “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dimuka hukum”.12 Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 dengan implikasi sekarang sangat berbeda. Pasal tersebut menjadi dasar perlindungan bagi warga negara agar diperlakukan sama dihadapan hukum dan pemerintahan. Asas ini sudah diatur dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) 1949. Namun setelah adanya perubahan kedua UUD NRI 1945, asas tersebut dipertegas kembali didalam pasal 28D ayat 1 “setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”

12 Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum Di Indonesia Hak untuk Didampingi Penasihat Hukum bagi Semua Warga Negara, (Jakarta: PT Elex Media, 2011) hal. 102

(8)

23 Asas Equality before the law merupakan sebuah asas yang paling penting dalam hukum saat ini karena asas tersebut merupakan sendi doktrin rule of law yang berkembang di Indonesia. Asas tersebut diadopsi ketika masa colonial lewat Burgelijke Wetboek atau disebut dengan Kitab Undang Hukum Perdata dan Wetboek van Koophandel voor Indonesie (Kitab Undang Hukum Dagang) tanggal 30 April 1847 No.23 tetapi pada saat masa itu asas tersebut tidak sepenuhnya diterapkan, dikarenakan adanya politik pluralisme. Asas ini mempunyai sebuah pemaknaan secara dinamis bukan statis dalam dihadapan hukum diimbangi dengan persamaan perlakuan (equal treatment) bagi semua orang. Keberlakuan asas ini merupakan sebuah payung hukum secara general dan tunggal. Sebuah ketunggalan tersebut dari berbagai perspektif kehidupan social tidak membolehkan adanya asas persamaan, 13 maka mempunyai akibat ketidakdilan. Keadilan sendiri memiliki makna jamak yaitu adil (just), bersifat hukum (legal), sah menurut hukum (lawful), tidak memihak (impartial), mempunyai kedudukan yang sama (equal), layak (fair), wajar secara moral (equitable), dan benar secara moral (righteous). Muladi memiliki pendapat bahwa keadilan memiliki hubungan hukum serta keadilan substansif terletak pada keseimbangan makna tujuan, wewenang, integrasi dengan moralitas komunal, kelembagaan dan sipil. 14 Pendapatnya Muladi bahwa suatu keadilan tersistem dengan adanya sebuah aparat penegak hukum sendiri. Ibarat penegak

13 Riduan Noor, “Eksistensi Persetujuan Tertulis Presiden Pemanggilan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Pada Tahap Penyidikan Dalam Perspektif Asas Equality Before The Law” . Badamai Law Journal, Vol, 2, Issues 1, Maret 2017, hal.82-83 https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/blj/article/download/3388/2944 November 2020.

14 Sidik Sunaryo dan Shinta Ayu Purnamawati, “PARADIGMA HUKUM YANG BENAR DAN HUKUM YANG BAIK (Perspektif Desain Putusan Hakim Perkara Korupsi di Indonesia)”,. hal. 6

(9)

24 hukum sendiri seperti penggerak dan didalamnya ada sebuah tujuan, wewenang, dan integrasi. Tanpa adanya sebuah integrasi keadilan tidak bisa ditegakkan.

6. Asas Equality Before The Law Dalam Sistem Peradilan Pidana

Asas tersebut juga diatur dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) dan Kitab Undang Hukum Acara Pidana butir 3a yang berbunyi “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang”. Penulis setuju dengan pendapatnya Mokh Najih bahwa hukum pidana baik materiil maupun formil melindungi jiwa dan raga manusia Indonesia. Pendapat tersebut memiliki arti dalam hukum pidana maupun hukum acara pidana tidak boleh membedakan antar warga negara lain guna untuk melindungi seluruh jiwa raga manusia seluruh Indonesia sehingga hal ini sangat menjunjung asas equality before the law. Akibat tidak diterapkan asas equality before the law menyebabkan sebuah ketidakadilan. Sehingga menyebabkan kecemburuan social masyarakat. Unsur-unsur asas equality before the law harus adanya persaman didepan hukum seluruh warga negara Indonesia tanpa adanya prinsip non dikriminasi baik pejabat maupun non pejabat. Menurut Eddy O.S Hiariej tujuan dari asas equality before the law memberikan jaminan hak asasi manusia guna untuk mendapatkan perlindungan didalam negara berdasarkan Pancasila15. Jika orang yang melakukan tindak pidana harus adanya perlindungan hukum. Perlindungan hukum tersebut

15 Ramdhan Kasim dan Apriyanto Nusa, Hukum Acara Pidana Teori, Asas dan Perkembangannya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (Malang: Setara Press, 2016), hal. 27

(10)

25 seperti adanya jaminan hak asasi manusia berdasarkan pancasila yang sudah diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (1) dan 28D ayat (1). Penulis setuju dengan pendapat diatas perlindungan hak asasi manusia terhadap warga negara seluruh rakyat Indonesia sangat penting sekali dikarenakan apabila hak asasi manusia tersebut tidak dijamin oleh warga negara maka banyaknya pelanggaran hak asasi manusia di negara ini. Asas equality before the law tidak hanya diatur didalam Undang-Undang Dasar 1945 dan penjelasan Kitab Undang Hukum Acara Pidana tetapi juga diatur didalam bagian menimbang dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Menurut plato16 dan cara berfikirnya tujuan utama dari Kitab Undang Hukum Acara Pidana adalah menerapkan asas equality before the law sebagai kewajiban yang harus ditunaikan sedangkan menurut Mardjono Reksodiputro perlakuan yang sama tidak bisa hanya ditafsirkan sebagai larangan diskriminasi terhadap tersangka dan terdakwa berdasarkan status sosial atau kekayaan an sich, tetapi juga berhubungan dengan diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, seks, bahasa, agama, haluan politik, kebangsaan, kelahiran dll. 17 Dari pendapat Plato asas tersebut memiliki sebuah keistimewaan dalam penerapan Kitab Undang Hukum Acara Pidana yang harus paling utama diterapkan dalam hukum pidana formil akan tetapi jika pendapat Mardjono dari definisi diatas bahwa asas equality before the law tidak hanya diambil dari sudut pandang perbedaan kekayaan saja. Hal ini penulis setuju dengan pendapat Mardjono memiliki

16 Theodorus Yosep Parera, Advokat dan Penegakan Hukumnya (Yogyakarta : Genta Press, 2016), hal. 56.

17 Ibid, 56-57.

(11)

26 sebuah unsur penting didalam asas equality before the law adalah didalam persamaan didepan hukum tidak hanya adanya diskriminasi dari sudut pandang kekayaan saja tetapi adanya bentuk diskriminasi lain seperti ras, bentuk kulit, jabatan, warna kulit, kebangsaan, kelahiran dll. Kebanyakan di Indonesia orang memandang bentuk adanya diskriminasi dalam masyarakat yang paling utama adalah sebuah kekayaan dan hal ini membuat buta hukum oleh masyarakat.

B. Tinjauan Umum Tentang Teori Hak Imunitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

1. Pengertian Hak Imunitas

Menurut hukum hak memiliki ciri salah satunya adalah mewajibkan pihak lain untuk melakukan commission atau tidak melakukan omission sesuatu perbuatan sedangkan commission dan omission menyangkut sesuatu yang bisa disebut dari sebagai objek dari hak. 18

Kata imunitas berasal dari bahasa inggris “immunity” memiliki arti kekebalan atau dengan kata lain “immunis” maknanya adalah “tidak dapat diganggu” sedangkan dalam bahasa belanda imunitas disebut dengan

“immuniteit” yang berarti kekebalan atau tindak tunduk hukum yang berlaku pada suatu negara.

Pengaturan hak imunitas diatur di Indonesia diatur dalam pasal 20A ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi

18 Finny Alfonita Massie, “Kajian Yuridis Hak Imunitas Anggota DPR Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”, Lex Administratum, Vol. VI/No.4/ Sept-Des/2018, halaman. 141 https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/download/24533/24229, November 2020.

(12)

27

“selain hak yang diatur dalam pasal-pasal ini lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas”.

2. Jenis-Jenis Hak Imunitas

Hak imunitas terbagi menjadi dua macam diantaranya yaitu :

a. Hak imunitas mutlak merupakan hak yang tidak dapat dibatalkan oleh siapapun

b. Hak imunitas kualifikasi mempunyai sifat relative, bisa dikesampingkan manakala penggunaan hak tersebut dengan sengaja dilakukan karena menjatuhkan dan menghina nama baik dan martabat orang lain.

Sedangkan, hak imunitas absolut adalah hak yang dimiliki pejabat tinggi guna untuk menjalankan tugasnya seperti sidang-sidang atau rapat parlemen dan sidang di pengadilan ketika menjalankan wewenangnya 19 Hak imunitas absolut kebanyakan dimiliki oleh pejabat-pejabat yang memiiki jabatan tinggi didalam parlemen maupun pengadilan, hak imunitas absolut ini digunakan untuk menjalankan tugas ketika rapat-rapat dalam persidangan maupun didalam parlemen.

19 Finny Alfionitas Massie, “Kajian Yuridis Hak Imunitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sistem Ketatanegaraan Indonesia”. Lex Administratum, Vol.I/No.4/Sept-Des/2018, hal. 5 KAJIAN YURIDIS HAK IMUNITAS ANGGOTA DPR DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA | Massie | LEX ADMINISTRATUM (unsrat.ac.id) November 2020.

(13)

28 3. Peraturan Hak Imunitas

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 diatur adanya hak imunitas Dewan perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam Pasal 388 namun dalam pasal 409 huruf d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah mencabut peraturan tentang hak imunitas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 hal ini memiliki konsekuensi substansi muatan tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 dicabut dan tidak berlaku. Maka dengan dicabutnya substansi tentang hak imunitas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tidak bisa dijadikan dasar hukum lagi tetapi, ketentuan Pasal 388 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 diakomodir di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang berbunyi ; hak imunitas dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tidak dapat dituntut ketika menjalankan fungsi, tugas dan kewenangannnya seperti mengemukakan pendapatnya baik secara tertulis maupun lisan didalam rapat ataupun diluar rapat, serta ketika menjalankan tugas dan wewenangnya anggota dewan perwakilan rakyat daerah tidak dapat diganti antar waktu dikarenakan pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakan baik dalam rapat maupun diluar rapat. 20

20 Jorawati Simarmata, “Menafsirkan Hak Imunitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Analisis Surat Kemendagri Nomor 331/9914/OTDA Tertanggal 14 Desember 2016)”. Jurnal legislasi Indonesia Vol.15 No.01 – Maret 2018 : 01 – 10, hal. 7-8 https://e- jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/view/60, November 2020.

(14)

29 Hak imunitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selain diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 juga diatur didalam Undang- Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang terdapat didalam Pasal 366 tentang hak imunitas yang berbunyi sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diberikan hak imunitas, jika berkaitan dengan tugas dan kewenangannya tidak bisa dituntut didepan pengadilan dikarenakan pernyataan, pertanyaan, atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis didalam rapat.

Sedangkan dalam peraturan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mendefinisikan hak imunitas merupakan hak kekebalan hukum yang dimiliki anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berguna untuk pemberian perlindungan hukum terkait pernyataan, pertanyaan atapun pendapat secara tertulis maupun lisan dan didalam ruangan rapat ataupun diluar rapat. Batas-batas hak imunitas menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 diantaranya yaitu dalam sepanjang berhubungan tugas dan kewenangannya hak imunitas tersebut masih melekat namun apabila diluar tugas dan kewenangannya tidak memiliki kekebalan hukum.

Dalam adanya hak imunitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diharapkan mengaktualisasikan keberadaannya wakil rakyat sebagai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat

(15)

30 Daerah meskipun memiliki hak imunitas namun tidak semata-mata mutlak kebal hukum. Pasal 388 dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2018j o Undang No.17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memberikan sebuah batasan hak imunitas artinya hak imunitas itu hanya berlaku didalam rapat sedangkan ketika diluar tugas dan tidak menjalankan wewenang, tugas maka hak imunitas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak berlaku dan tidak mendapatkan perlindungan hukum dari hak imunitas tersebut. Demikian hak imunitas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak berlaku untuk tindak pidana secara umum dilakukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang tidak berhubungan dengan tugas dan wewenangnya seperti korupsi, perzinahan, penganiayaan, pemerkosaan, dan lain-lain. 21

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai hak imunitas yang telah diatur oleh UU MD3 namun hak imunitas tersebut tidak boleh disalah gunakan oleh pihak itu sendiri. Hak imunitas itu tidak bisa digunakan ketika pihak tersebut melakukan tindak pidana secara umum dan apabila melakukan tindak pidana khusus pihak penyidik langsung melakukan penyidikan tanpa adanya izin secara tertulis dari pihak yang berwenang seperti ketua dewan atau badan kehormatan.

21 Lanang Sakti, “Penerapan Hak Imunitas Dalam Melindungi Hak Konstitusional Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)”. Volume 1 No.1 Februari 2020 (Fundamental Justice), hal. 51 – 57. https://doi.org/10.30812/fundamental.v1i1.635 November 2020.

(16)

31 Menurut Wenly J. Lolong mengartikan sebagai hak imunitas diberikan dari negara untuk pihak legislatife dan eksekutif ketika menjalankan tugas dan kewenangannya. 22 Maka dari pendapatnya Wenly hak imunitas sendiri dimiliki oleh pihak legislative maupun eksekutif guna untuk melindungi mereka ketika menjalankan sebuah tugas kenegaraan. Dalam pihak warga negara Indonesia sendiri tidak adanya hak imunitas maka hal ini apabila hak imunitas sendiri tidak berlaku apabila diluar kewenangan tugas pihak legislatif dan eksekutif. Sementara hak imunitas menurut pendapat Munir Fuady merupakan hak yang dimiliki oleh pihak legislatife dan diberlakukan secara universal, maka fungsi hak imunitas sendiri memiliki fungsi diantaranya yaitu ketika ditimpa masalah hukum tidak akan ada rasanya terhadap tuduhan, gugatan sehingga bisa berkonsentrasi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dan tidak membuang waktu, uang, pikiran, dan tenaga. 23

Dari pendapat Munir Fuady hak imunitas sendiri dimaknai tanpa adanya rasanya takut ketika menjalankan tugas dan wewenangnya mendapatkan tuduhan atau gugatan hukum. Hal ini penulis tidak setuju dengan pendapatnya Munir Fuady apabila pihak legislatif ketika memberikan sebuah pendapat dan pendapatnya bertentangan dengan norma-norma bisa digugat dalam pengadilan. Menurut penulis hak imunitas dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dalam Pasal 20A Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 lalu diturunkan ke hak imunitas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam

22 Fathih Misbahuddin Islam dkk, “Implementasi Hak Imunitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Volume 8, nomor 4, tahun 2019, hal. 2512.

23 Ibid., halaman 2513

(17)

32 peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 388 Undang-Undang No.17 Tahun 2014 akan tetapi pasal tersebut diakodimir dengan Undang-Undang No.23 tahun 2014. Meskipun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai hak imunitas tetapi dibatasi oleh Peraturan Tata Tertib dan Kode etik Lembaga dalam pengaturannya Pasal 224 ayat 1, 2 dan 3 Undang-Undang No.2 Tahun 2018 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.17 tahun 2014. Hal ini menurut penulis hak imunitas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memuat unsur – unsur tetap ada sebuah batasan-batasan berdasarkan undang-undang.

Hak imunitas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu dengan bentuk pemberian perlindungan hukum atas pernyataan, pertanyaan ataupun pendapat yang disampaikan anggota legislatife baik secara lisan maupun tulisan baik didalam rapat maupun diluar ruang rapat selama berkaitan dengan menjalankan tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, maka diluar itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak mendapatkan perlindungan hukum.

Perlindungan hukum kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ketika menjalankan tugas dan wewenang guna untuk menjaga dan mewujudkan marwah lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah karena hal ini wajar Indonesia sendiri merupakan negara hukum (state of law) asal tidak bertentangan dengan prinsip equality before the law.

C. Tinjuan Umum Tentang Teori Penyidikan Tindak Pidana 1. Pengertian Penyidikan

Proses hukum acara pidana di Belanda istilah penyidikan disebut dengan opsporing sedangkan di Inggris dan Amerika disebut dengan

(18)

33 investigation sedangkan di Indonesia penyidikan diatur dalam Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk mencari, mengumpulkan bukti yang terjadi, dan menemukan tersangkanya.

Menurut M.Yahya Harahap yang dimaksud penyidikan adalah suatu peristiwa dalam tindak pidana upaya lanjut dari penyelidikan untuk mengumpulkan alat bukti dan menemukan tersangka24 Dari definisi diatas mulai suatu pemeriksaan tindak pidana dimulai dari tahap penyelidikan untuk mengumpulkan alat bukti, dalam penyelidikan setidaknya ada 2 alat bukti yang sah lalu dilanjutkan dalam tahap penyidikan sampai menemukan siapa tersangkanya apakah benar melakukan atau tidak. Dalam pembatasan dan adanya aturan yang ketat guna untuk mengetahui peristiwa itu secara terang dan yang paling penting menemukan suatu alat bukti dan tersangkanya yang memiliki keterangan secara jelas. Dalam upaya pembatasan yang ketat dan adanya keterpaksaan ini guna untuk mengetahui keterangan Tersangka supaya mengaku dan memberikan keterangan sejujur-jujurnya.

Tujuan penyidikan dalam tindak pidana guna untuk menjernihkan persoalan sekaligus menghindari orang tidak bersalah dari tindakan yang dibebankan kepadanya. Maka dari itu penyidikan membutuhkan waktu yang sangat lama, melelahkan, dan menyebabkan beban psikis. Dalam penyidikan dibutuhkan waktu yang sangat lama 120 Hari untuk perkara yang sangat sulit,

24 Ramdhan Kasim dan Apriyanto Nusa, Hukum Acara Pidana Teori, Asas, dan Perkembangannya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (Malang: Setara Press, 2019), hlm. 60.

(19)

34 90 hari untuk penyidikan perkara sangat sulit, 60 hari untuk perkara sedang, 30 hari untuk perkara mudah.

2. Wewenang Penyidik

Penyidikan sendiri merupakan bagian dari hak tersangka untuk mendapatkan pemeriksaan dan persidangan pengadilan (Pasal 50 Kitab Undang Hukum Acara Pidana). Maka dari itu tersangka harus segera dilakukan pemeriksaan tanpa adanya pemeriksaan diundur-diundur karena hal ini juga sangat menjungjung asas peradilan cepat, biaya ringan. Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana ada 11 asas diantaranya yaitu asas legalitas dalam segala tindakan dan pertimbangan pelaksanaan Kitab Undang Hukum Acara Pidana berdasarkan hukum yang berlaku, keseimbangan dalam memutuskan sesuatu sehingga menjungjung prinsip non diskriminasi, praduga tak bersalah (presumption of innocence) sampai adanya putusan dari pihak pengadilan, pembatasan dan penahanan tersangka dan terdakwa dalam proses penahanan diberi batasan waktu. Dalam masa penahanan sendiri diatur secara berjenjang mulai dari tahap pemeriksaan sampai perpanjangan masa tahanan yang tidak boleh lebih 400 hari, penggabungan pidana ganti rugi hak materiil maupun immateril, unifikasi pelaksanaan disatu padukan dalam Kitab Undang Hukum Acara Pidana, diferensiasi ada pemisahan fungsi dalam setiap instansi berdasarkan Kitab Undang Hukum Acara Pidana, saling koordinasi , dan asas peradilan cepat dan biaya ringan. Namun dalam penyidikan sendiri harus mengutamakan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).

(20)

35 Penyidikan dilakukan pada waktu setelah adanya laporan suatu tindak pidana. Pasal 106 Kitab Undang Hukum Pidana menyebutkan ketika penyidik mengetahui adanya laporan atau pengaduan maka segera mungkin untuk dilakukannya penyidikan. Kewenangan penyidik diatur dalam Pasal 7 diantaranya yaitu menerima laporan atau pengaduan dari masyarakat, melakukan tindakan pertama di TKP, menyuruh berhenti seorang tersangka ketika melakukan tindak pidana, memeriksa identitas tersangka, melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan dan penyitaan surat, mengambil sidik jari dan memotret seseorang, memanggil orang didengar dan diperiksa sebagai saksi, mendapatkan ahli yang diperlukan dalam proses pemeriksaan, penghentikan penyidikan mengeluarkan SP3.

Dalam pasal 6 ayat (1) penyidik mempunyai kewenangan sesuai dengan Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan untuk pelaksanaannya tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a. Dalam melaksanakan tugasnya yang dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 penyidik wajib menjungjung tinggi hukum yang berlaku.

Dalam Pasal 75 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana penyidik wajib menjungjung tinggi hukum :

1. Pemeriksaan tersangka 2. Penangkapan

3. Penahanan 4. Penggeledahan

(21)

36 5. Pemasukan rumah

6. Penyitaan benda 7. Pemeriksaan surat 8. Pemeriksaan saksi

9. Pemeriksaan tempat kejadian

10. Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan

11. Pelaksanaan tindakan lain sesuai Kitab Undang Hukum Acara Pidana Pemeriksaan oleh penyidik kepada tersangka difokuskan kepada persoalan hukum, hal ini akan memperoleh titik keterangan mengenai peristiwa yang sedang diperiksa. Tersangka mempunyai kedudukan harkat dan martabat yang sama didepan hukum hal ini sangat menjungjung tinggi asas equality before the law dan dinilai secara subjektif bukan objektif. Pemeriksaan terhadap tersangka yang diperiksa adalah tindak pidana yang telah diperbuat selain itu tersangka juga dianggap sesuai dengan prinsip hukum yaitu asas presumption of innocent sampai pengadilan yang memutuskan. 25 Dalam proses penyidikan sendiri tidak boleh adanya praduga tak bersalah sampai adanya putusan pengadilan tetap sampai incraht dan tersangka mempunyai hak-hak yang diatur dalam Pasal 50 Kitab Undang Hukum Acara Pidana dan harus menerapkan asas persamaan didepan hukum. Dalam proses penyidikan sendiri yang menyidik adalah Polisi dan Pejabat PNS.

25 Riflan Noho, “Akibat Hukum Penandatangan Berita Acara Pemeriksaan oleh Tersangka Dalam Perkara Pidana”. Lex Crimen Vol.VI/No.6/Ags/2017, hal. 157.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/view/17030, November 2020.

(22)

37 Tujuan dari penyidikan sudah diatur dalam Pasal 1 butir 2 Kitab Undang Hukum Acara Pidana yaitu untuk mencari dan menemukan bukti tersangka. Penyidikan dimulai pada saat LHP memberi tahu jika perkara tersebut merupakan tindak pidana sehingga sangat perlu dilakukan penyidikan.

3. Rangkaian Tindakan Penyidikan

Dalam penjelasan Kitab Undang Hukum Acara Pidana, penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidikan. Pasal 4 dan Pasal 15 Perkap nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana mengatur tentang dasar dilakukannya penyidikan dan tahap-tahap kegiatan penyidikan.

Pasal 4 Perkap Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana menyebutkan, dasar dilakukan penyidikan ;

1. Laporan polisi/pengaduan 2. Surat perintah tugas

3. Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) 4. Surat Perintah Penyidikan

5. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)

Pasal 15 Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang menyebutkan tahapan penyidikan terdiri dari: Penyelidikan, pengiriman SPDP, upaya paksa, pemeriksaan, gelar perkara, penyelesaian

(23)

38 berkas perkara, penyerahan berkas pekrara ke penuntut umum, penyerahan tersangka dan barang bukti; serta penghentian penyidikan.26

Penyidikan menurut R.Soesilo dalam arti luas meliputi penyidikan, pengusutan dan pemeriksaan sekaligus rangkaian tindakan-tindakan terus menerus tidak ada pangkal permulaan dan penyelesaiannya sedangkan dalam arti sempit tindakan-tindakan dari bentuk represif dari reserse kriminal Polri yang merupakan pemeriksaan perkara pidana. 27 Dari pendapat R.Soesilo diatas arti dari tindakan terus menerus yaitu penyidikan sendiri diawali dari sebuah penyelidikan dan penyelesaiannya di akhiri di pengadilan sampai hakim yang memutuskan.

Penyidikan didahului pemberitahuan penuntut umum, secara formal melalui mekanisme Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Pasal 109 Kitab Undang Hukum Acara Pidana, tidak ada ketegasan kapan waktunya penyidik diberitahukan kepada penuntut umum. Dalam Pasal 75 Kitab Undang Hukum Acara Pidana harus dibuat berita acara pelaksanaan.

Dalam penyidikan apabila tidak menemukan bukti yang cukup bukanlah peristiwa pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik mengeluarkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan dan ketika SPPP sudah dikeluarkan maka diberitahukan kepada Penuntut Umum baik tersangka maupun keluarganya. Namun, jika keluarganya tidak menerima surat perintah

26 Tolib Effendi, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana Perkembangan dan Pembaharuan di Indonesia, (Malang: Setara Press, 2014), halaman. 83

(24)

39 penghentian penyidikan maka bisa mengajukan praperadilan berdasarkan Pasal 77 butir a Kitab Undang Hukum Acara Pidana. Apabila berkas selama penyidikan tidak lengkap maka Penuntut Umum menyerahkan kembali ke penyidik. Apabila penyidik menyerahkan hasil penyidikan dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas tersebut maka penyidikan dianggap selesai.

Berita acara penyidikan atau disebut dengan BAP diatur dalam Pasal 75 Kitab Undang Hukum Acara Pidana menyebutkannya hanya berita acara tetapi dalam penjelasan pasal 8 ayat 1 menjelaskan betapa pentingnya dalam membuat berita acara karena hal ini menyangkut wewenang keras dalam penyidikan dan sudah menjadi kewajiban administrative dalam tahap penyidikan. Dalam tahap penyidikan membuat Berita Acara Penyidikan tidak boleh terlewatkan karena didalamnya ada sebuah histori kasus. Selain itu juga pentingnya membuat Berita Acara Penyidikan adalah hasil temuan atau kumpulan bukti pada saat penyelidikan maupun penyidikan. Ada 11 jenis tindakan yang harus termuat dalam berita acara pemeriksaan hal ini termuat dalam Pasal 75 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana diantaranya berupa: pemeriksaan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan, pemasukan rumah, penyitaan benda, pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi, pemeriksaan di tempat kejadian, pelaksanaan penetapan pengadilan, dan pelaksanaan tindakan lain berdasarkan undang-undang. Dalam pasal 75 ayat 2 Kitab Undang Hukum Acara Pidana dalam pembuatan Berita Acara

(25)

40 Pemeriksaan dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan harus dibuat dengan kekuatan sumpah (Pasal 76 Kitab Undang Hukum Acara Pidana)

Penulis menarik dari berbagai referensi tentang penyidikan yang diatur dalam Pasal 1 butir 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memiliki 3 unsur yaitu bukti yang dicari dan dikumpulkan, tindak pidana menjadi terang, dan tersangka ditemukan. Apabila dalam sebuah penyelidikan mencari untuk menemukan, lalu menjadi mengumpulkan didalam penyidikan. Ruang lingkup penyidikan sangat luas baik dilihat dari segi wewenang, tugas, dan kewajiban penyidik, hal ini tidak hanya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tetapi juga dari berbagai peraturan yang relevan dengan penyidikan. Kerumitan dalam tahap proses penyidikan dilihat dari mencari dan mengumpulkan bukti menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau disebut dengan KUHAP. Pegawai Penyidik dilakukan oleh POLRI dan PPNS. Wewenang penyidik yang sudah diatur dalam Pasal 7 Kitab Undang Hukum Acara Pidana memiliki 10 wewenang yang harus dilakukannya diantaranya yaitu menerima laporan; melakukan tindakan pertama ketika di TKP; menyuruh berhenti dan memeriksa tanda pengenal tersangka; melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan surat; mengambil sidik jari; memanggil saksi; mendatangkan ahli; mengadakan penghentian penyidikan; melakukan wewenang lain yang diatur dalam undang-undang.

Wewenang penyidik dikenal sebagai tindakan projustisia atau dalam bahasa latin disebut dengan demi keadilan/demi hukum. Title projustisia selalu

(26)

41 dicantumkan dalam berita acara pemeriksaan. Dari pendapat penulis penyidikan memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Pemeriksaan tersangka oleh penyidik, dalam pemeriksaan terhadap tersangka ditahan dalam waktu 1x24 jam (pasal 112 Kitab Undang Hukum Acara Pidana). Ketika pemeriksaan tersangka tidak boleh adanya tekanan apapun dari pihak penyidik (pasal 117 Kitab Undang Hukum Acara Pidana)

2. Penyerahan alat bukti kepada penyidik. Untuk menemukan alat bukti ini ketika pada waktu penyelidikan. Alat bukti diatur didalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang diatur didalam Pasal 184 ayat 1 alat bukti yang sah ialah a. Keterangan saksi, b. Keterangan ahli, c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan Terdakwa dan alat bukti yang terakhir adalah pengakuan dari Tersangka sendiri.

3. Pemeriksaan saksi, hal ini penyidik memanggil para saksi dipertemukan satu dengan yang lainnya pasal 116 ayat (2) Kitab Undang Hukum Acara Pidana. Dalam pemeriksaan saksi tidak disumpah terlebih dahulu.

Pemeriksaan saksi ketika disumpah di pengadilan.

4. Adanya hak-hak tersangka yang diatur dalam Kitab Undang Hukum Acara Pidana diantaranya yaitu :

a. Hak prioritas penyelesaian perkara Pasal 50 b. Hak persiapan pasal 51

c. Hak mendapatkan bantuan hukum sejak penahanan Pasal 54 d. Hak menghubungi

(27)

42 Pada dasarnya hak tersangka diperoleh pada saat proses penyidikan atau tahap pemeriksaan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.

Perlindingan hak tersangka tidak terlepas dari sebuah pelaksanaan asas-asas hukum pidana. Penyidik wajib menjamin terlaksananya hak-hak seseorang tersangka selama proses penyidikan langsung disinilah peran penyidik memberikan jaminan hak tersangka dalam perkara pidana.

Tindakan-tindakan dalam suatu penyidikan diantara lain : 1. Penangkapan

Dasar dikeluarkannya Surat Perintah Penangkapan diatur dalam pasal 5 ayat 1 b angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 16, pasal 17, pasal 18, pasal 19, pasal 27 Kitab Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Setelah penangkapan dilakukan adanya sebuah pemeriksaan untuk mengetahui diadakannya penahanan kepada tersangka atau tidak dikarenakan waktu penangkapan 1x24 jam. Setelah adanya penangkapan dilakukan adanya surat salinan surat perintah penangkapan terhadap tersangka dan keluarganya. Setelah itu dibuatlah berita acara penangkapan yang didatandatangani oleh tersangka dan penyidik yang melakukan penangkapan.

2. Penahanan

Dasar dikeluarkannya penahanan pasal 17 ayat 1 huruf d, pasal 11, pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal 24 ayat 1 Kitab Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Apabila setelah dilakukannya penangkapan maka penyidik

(28)

43 melakukan penahanan apabila tersangka memiliki alat bukti yang cukup kuat melakukan suatu tindak pidana. Apabila tidak ditahan maka tersangka ditakutkannya melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti.

3. Pemeriksaan

Pemeriksaan sendiri dilakukan oleh penyidik guna untuk mendapatkan keterangan kejelasan dari tersangka sendiri maupun saksi-saksi atau pihak yang terlibat. Sehingga peran penyidik dalam melakukan pemeriksaan yaitu membuat Berita Acara Pemeriksaan.

4. Penggeledahan

Dasar Penggeledahan dalam Pasal 1 butir 17, Pasal 5 ayat (1) angka 1, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 11, Pasal 33, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 Kitab Undang Hukum Acara Pidana, permintaan dari penyidik, surat izin penggeledahan dari ketua pengadilan negeri.

5. Penyitaan

Penyitaan dan pembuatan surat perintah penyitaan adalah laporan polisi, hasil pemeriksaan, laporan hasil penyelidikan yang dibuat oleh petugas atau perintah penyidik atau penyidik pembantu dan hasil penggeledahan.

Sedangkan yang berhak mengeluarkan surat perintah penyitaan adalah Kepala kesatuan atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik atau penyidik pembantu.

Benda-benda yang dapat disita antara lain :

1. Benda atau tagihan tersangka bila seluruh atau sebagian diduga di peroleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.

(29)

44 2. Benda yang digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau

untuk mempersiapkannya

3. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan suatu tindak pidana.

Dasar penyitaan diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf I angka 1, Pasal 7 ayat (10), huruf d, Pasal 11, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, pasal 44, Pasal 128, Pasal 129, Pasal 130, pasal 131 kitab undang hukum acara pidana dan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Setelah dalam rangkaian tindakan penyidikan diselesaikan maka kepolisian menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penuntut umum yaitu penyerahan pada tahap pertama berkas perkara Pasal 8 ayat 3 sub a dan Pasal 110 ayat (1) Kitab Undang Hukum Acara Pidana. Apabila penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan dalam waktu 7 hari sesuai dengan Pasal 138 ayat (1) Kitab Undang Hukum Acara Pidana, Jaksa Penuntut Umum wajib memberitahukan kepada penyidik apakah berkas yang telah diserahkan sudah dianggap telah selesai (Pasal 110 ayat (4) Kitab Undang Hukum Acara Pidana.28

4. Jenis-Jenis Sistem Pemeriksaan Penyidikan

Dalam proses penyidikan ada dua system atau teknik pemeriksaan terhadap seorang pemeriksa yaitu menggunakkan system inquisitoir dan acquisitoir. Sistem “inquisitoir” tersangka dianggap sebagai suatu barang.

28 Mazrizal Afrialdo, Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan Perkara Pidana Oleh Kepolisian Terhadap Laporan Masyarakat di Polisi Sektor Lima Puluh, JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 2 Oktober 2016, halaman. 8-9.

(30)

45 Suatu objek yang harus diperiksa wujudnya berhubung dengan suatu pendakwaan. Pemeriksaan pada wujud ini berupa pendengaran si tersangka tentang dirinya pribadi. Pada system inquisitor seseorang yang diperiksa akan diperlakukan sebagai objek sesuai dengan kehendak hati si pemeriksa, sudah dianggap dalam posisi bersalah, dan tidak perlu diberi kasihan, simpati serta perlakuan baik. Dalam sistem inquisitoir tersangka dipandang sebagai objek pemeriksaan dalam mencari kebenaran material yang cenderung mendorong agar Tersangka mengaku saja sehingga dalam praktik pendorongan banyak sekali. Sedangkan arti dari kata “accusatoir” memiliki arti menuduh menganggap seorang tersangka yaitu pihak yang didakwa sebagai suatu subjek berhadap-hadapan dengan pihak lain yang mendakwa, yaitu kepolisian atau kejaksaan. Pemeriksaan acquisitoir cara pemeriksaan lebih manusiawi dengan menghargai, menghormati, dan melaksanakan hak-hak asasi manusia. Dalam pemeriksaan terperiksa menjadi subjek bukan objek. Dalam sistem accusatoir memandang tersangka dan terdakwa sebagai subjek yang mempunyai hak-hak yang nilainya atau setara dengan pihak kepolisian dan kejaksaan. System acquisitoir menggunakkan bantuan ilmu-ilmu lain guna untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya alat bukti dari tersangka maupun terdakwa hal ini menggunakkan taktik scientific crime. Sehingga legitimasi perlindungan manusiawi terdapat dalam system acquisitoir karena menjungjung asas presumption of innocence .29 Maka hal ini guna untuk

29 Novaldy Franklin Makapuas, Pencarian Kebenaran Material Dalam Perkara Pidana Melalui Alat-Alat Bukti yang Sah Menurut Hukum Acara Pidana Indonesia, Lex Crimen Vol.

VIII/No.8/Ags/2019. Hal. 109

(31)

46 menjungjung hak asasi manusia (human rights) maka Indonesia dalam hukum acara pidana menerapkan sistem inquisitoir. Dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dalam proses peradilan pidana menggunakan sistem accusatoir karena hak tersangka sama dengan kepolisian maupun kejaksaan.

Dari penjelasan diatas disimpulkan harus adanya perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.

Hal ini tujuan utamanya adalah untuk mencari sebuah kebenaran secara materiil guna untuk tidak menghalalkan dalam segala cara dan menerapkan asas hukum acara pidana dalam proses peradilan pidana secara benar dan tidak adanya kesewenang-wenangan maupun pembedaan perlakuan tanpa ada pandangan pejabat atau warga sipil biasa.

D. Tinjauan Umum Tentang Teori Tindak Pidana 1. Pengertian Tentang Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari terjemahan kata Strafbaarfeit apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia memiliki arti tindak pidana perbuatan itu sendiri. Strafbarfeit mengandung dua pengertian diantaranya yaitu kata feit istilah strafbaarfeit mengandung arti kelakuan atau tingkah laku dan pengertian strafbarfeit dihubungkan dengan kepada kesalahan orang yang mengadakan kelakuan tersebut.

Menurut Simons tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-

(32)

47 undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Maka unsur-unsur berdasarkan pendapat simons yang harus dipenuhi adalah : 1. Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif (berbuat) maupun

perbuatan negatif (tidak berbuat).

2. Diancam dengan pidana 3. Melawan hukum

4. Dilakukan dengan kesalahan

5. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab. 30

Berdasarkan pendapat simons penulis menekankan jika terjadi suatu tindak pidana maka harus adanya perbuatan manusia yang melawan hukum dan harus mampu dipertanggungjawabkan atau disebut dengan istilah criminal act dan criminal responsibility. Pertanggungjawaban pidana berdasarkan pasal yang telah dilanggar.

Sedangkan menurut Moeljatno dari pandangan dualistik perbuatan pidana merupakan sebuah perbuatan yang diancam dengan pidana barangsiapa melanggar larangan tersebut. Dalam sebuah tindak pidana harus dipenuhi unsur :

a) Adanya perbuatan (manusia)

b) Memenuhi sebuah rumusan dalam Undang-Undang hal ini merupakan syarat formil terkait dengan berlakunya pasal 1 ayat 1 Kitab Undang Hukum Pidana.

30 Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan (Malang : UMM Press, 2012), hal. 94

(33)

48 c) Bersifat melawan hukum hal ini merupakan sebuah syarat materiil.31 Berdasarkan dua pendapat Simons dengan Moeljatno memiliki sebuah kesamaan jadi pada intinya tindak pidana memiliki sebuah unsur-unsur diantaranya yaitu

1. Dilakukan oleh perbuatan manusia yang mampu bertanggung jawab atau disebut dengan subyek hukum. Subyek hukum sendiri terdiri dari manusia dan badan hukum. Apabila manusia sendiri melakukan sebuah perbuatan tindak pidana dilakukan diatas umur 17 tahun, tidak dibawah pengampuan dan tidak gila. Jadi memenuhi unsur subyek hukum maka bisa dipertanggungjawabkan perbuatan pidana tersebut atau disebut dengan criminal responsibility.

2. Adanya kesalahan memiliki sebuah unsur kesengajaan. Kesengajaan disini memiliki arti dimulai dari niat pelaku sendiri apakah disengaja atau tidak.

Kesengajaan melakukan tindak pidana ini apakah sebuah kealpaan, ketidak kirang hati-hatian dan kurang kewaspadaan untuk melakukan tindak pidana.

3. Melawan secara hukum memiliki arti bahwa melanggar pasal yang telah ditentukan berdasarkan rumusan pasal 1 ayat (1) Kitab Undang Hukum Pidana atau disebut dengan asas legalitas. Maka jika sudah ditetapkan dalam pasal tersebut adanya ancaman hukuman pidana sesuai dengan perbuatan yang dilanggar.

31 Ibid, 97

(34)

49 E. Tinjuan Umum Tentang Teori Batal Demi Hukum dan Dapat

Dibatalkan

1. Pengertian Tentang Batal Demi Hukum

Pengertian “batal” dan pengertian “batal demi hukum”. Batal artinya 1.tidak berlaku; tidak sah: 2. tidak jadi dilangsungkan; ditunda; urung; 3. tidak berhasil, gagal. Sehingga batal demi hukum adalah kebatalan yang terjadi berdasarkan undang-undang, berakibat perbuatan hukum yang bersangkutan tidak pernah terjadi. Konsep batal demi hukum diatur dalam pasal 153 ayat (4) dan pasal 197 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pasal 153 ayat (4) menegaskan tidak dipenuhinya ketentuan tersebut dalam ayat 2 dan ayat 3 mengakibatkan batalnya putusan demi hukum. Sedangkan pasal 197 ayat 2 Kitab Undang Hukum Acara Pidana berbunyi putusan yang dinyatakan batal demi hukum adalah putusan sejak semula dianggap tidak pernah ada (never existed) sehingga tidak mempunyai kekuatan apapun (legally nul and void, nietigheid van rechhtswe). Menurut Yahya Harahap putusan batal demi hukum mempunyai akibat : dianggap tidak pernah ada atau never existed sejak semula, putusan yang batal demi hukum tidak mempunyai kekuatan dan akibat hukum, putusan batal demi hukum sejak putusan dijatuhkan sama sekali tidak memiliki daya eksekusi atau tidak dapat dilaksanakan.32

32 Fajar Santoso, “Penerapan Konsep Batal Demi Hukum di Peradilan Pidana, Perdata, dan Tata Usaha Negara”. MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 18 Nomor 1 periode Nov.2015, Halaman 60-76, halaman. 64 View of PENERAPAN KONSEP BATAL DEMI HUKUM DI PERADILAN PIDANA, PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA (wisnuwardhana.ac.id), November 2020.

(35)

50 Berdasarkaan pendapat diatas putusan batal demi hukum mempunyai makna putusan yang dianggap tidak pernah ada dan tidak bisa dilaksanakan/tidak bisa dieksekusi. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-X/2012 tentang pengujian undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana, mahkamah konstitusi menyatakan pasal 197 ayat 2 inkonstitusional artinya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Putusan batal demi hukum yang batal demi hukum adalah putusannya bukan berita acara pemeriksaan.

Menurut Yahya Harahap33 pendapatnya tentang akibat putusan batal demi hukum mempunyai akibat semua pemeriksaan batal demi hukum dianggap terlalu berlebihan. Sedangkan apabila dalam pasal 197 ayat 2 Kitab Undang Hukum Acara Pidana menegaskan batal demi hukum tidak lebih putusan yang dijatuhkan, akan tetapi berita acara pemeriksaan tetap sah dan memiliki kekuatan hukum. Sifat putusan berubah menjadi “dapat dibatalkan” (vernietig baar) atau

“dinyatakan batal” (nietig verklaard) atau voidable oleh instansi yang lebih tinggi atau instansi yang berwenang. putusan dikatakan “batal demi hukum”

(venrechtswee nietig atau ab initio legally null and void) yang artinya putusan itu dianggap tidak pernah ada (never existed). Apabila putusan tersebut sudah batal demi hukum maka tidak bisa dieksekusi. Dari definisi diatas baik secara undang-undang maupun para ahli, penulis memaknai batal demi hukum adalah

33 Sovia Hasanah, Arti Putusan Pengadilan Batal Demi Hukum Ulasan lengkap : Arti Putusan Pengadilan “Batal Demi Hukum” (hukumonline.com) diakses pada tanggal 24 November 2020

(36)

51 dianggap tidak pernah ada dan tidak adanya daya eksekusi terhadap putusan tersebut.

2. Pengertian Tentang Dapat Dibatalkan

Dapat di batalkan perlunya suatu tindakan aktif untuk membatalkan sesuatu karena tidak terjadi secara otomatis untuk membatalkan sesuatu karena tidak secara otomatis atau dengan sendirinya melainkan harus dimintakan agar sesuatu itu dibatalkan.

3. Perbedaan Batal Demi Hukum dan Dapat dibatalkan

Batal adalah 1. Tidak jadi dilangsungkan, ditunda, urung, rapat kemarin terpaksa, 2. tidak berlaku dan tidak sah, 3. tidak berhasil gagal. Dengan demikian batal atau menyatakan batal artinya perjanjian yang pernah di setujui bersama tidak sah atau terjadi. Sedangkan batlal demi hukum adalah kebatalan yang terjadi berdasarkan dengan undang-undang, berakibat perbuatan hukum yang bersangkutan tidak pernah terjadi. Sehingga batal demi hukum tidak boleh dijalankan atau diselesaikan sama sekali. Syarat-syarat dikatakan batal demi hukum yaitu :

1. Batal demi hukum karena syarat perjanjian formil tidak terpenuhi 2. Batal demi hukum karena syarat obyektif sahnya perjanjian tidak

terpenuhi

3. Batal demi hukum karena dibuat oleh orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum

4. Batal demi hukum karena ada syarat batal yang terpenuhi.

(37)

52 Sedangkan pengertian dapat dibatalkan memiliki unsur terpenuhi perjanjiannya akan tetapi dapat dibatalkan oleh para pihak apabila membuat kerugian.

Menurut Gunawan Widjaya pembatalan perjanjian dibedakan menjadi : a. Pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak dalam perjanjian

dikarenakan tidak terpenuhinya persyaratan subyektif sahnya perjanjian. Pembatalan perjanjian hal ini tidak adanya kesepakatan bebas dari para pihak dan tidak adanya kecakapan salah satu pihak atau tidak mempunyai kewenangan dalam melakukan tindakan hukum.

b. Pembatalan perjanjian oleh pihak ketiga diluar perjanjian yaitu suatu perjanjian yang dibuat oleh mengikat para pihak dan mereka yang bukan pihak dalam suatu perjanjian dan juga yang bukan menerima hak.34 Maka pengertian dapat dibatalkan adalah suatu perjanjian antara kedua belah pihak akan tetapi pihak ketiga atau pihak luar bisa untuk meminta membatalkan secara otomatis dan mempunyai akibat hukum kepada orang yang membatalkan sedangkan batal demi hukum dikarenakan adanya undang-undang mengatur dan mempunyai implikasi secara yuridis.

34 Nanin Koeswidi Astuti, Analisa Yuridis Tentang Perjanjian Dinyatakan Batal Demi Hukum, Jurnal Hukum to-ra, Vol.2 No.1 April 2016.

http://ejournal.uki.ac.id/index.php/tora/article/download/1130/958

(38)

53 F. Tinjauan Umum Tentang Teori Penegakan Hukum

1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum suatu persitiwa mengharmonisasikan mulai dari hubungan kaidah-kaidah yang ada dimasyarakat, sudut pandangan yang mantab mengejawahkannya ke dalam sebuah sikap, dan menciptakan kedamaian pergaulan hidup. Menurut Soerjano Soekanto penegakan hukum merupakan serangkaian penindakan hukum terhadap tiap pelanggaran yang dilakukan oleh penegak hukum. 35 Dari definisi tersebut makna dari penegakan hukum tersebut setiap pelanggaran/ tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat maka akan mendapatkan penindakan dari aparat penegak hukum.

Empat prinsip untuk penegakan hukum yang baik yaitu legitimasi, akuntabilitas, transparansi dan partisipasi. Pertama, penegakan hukum taat pada asas sehingga kekurangan dan kelebihannya bisa terprediksikan sebelumnya (predictable). kedua, penegak hukumnya dapat mempertanggung jawabkan kepada masyarakat (accountable). Ketiga, proses penegakan hukumnya tidak dilakukan secara sembunyi-bunyi (transparancy). Keempat, proses penegakan hukumnya mengakomodasikan adanya opini kritis masyarakat (participated). 36Keempat syarat itu tidak bisa berdiri sendiri harus bersama-sama. Dalam membangun menegakkan hukum yang baik ditentukan oleh penegak hukum setiap instansi. Menegakkan hukum berhubungan dengan

35 Theodarus Yosep Parera, Advokat dan Penegakan Hukum (Yogyakarta : Genta Press, 2016), halaman. 19-20.

36 Kusnu Goesniadhie, “Perspektif Moral Penegakan Hukum yang Baik”, Jurnal Hukum No.2 VOL. 17 April 2010: 195-216, halaman 205-206.

(39)

54 integritas seseorang. Persoalan penegakan hukum adalah persoalan public predictability, public accountability, public transparency dan public participation. Dalam membangun penegakan hukum yang baik ditentukan sikap dan perilaku pejabat penegak hukum. Untuk menentukan kinerja penegakan hukum yang baik membutuhkan kesadaran masyarakat untuk memantau kinerja-kinerja para penegak hukum sesuai dengan norma-norma keadilan.

Namun, penegakan hukum kembali kepada instansi masing-masing.

Dalam peraturan perundang-undangan sendiri tidak menghendaki adanya pertentangan unsur antara substansi/isi undang-undang dengan yang lainnya.

Peraturan perundang-undangan yang harmonis dan terintegrasi sangat diperlukan untuk mewujudkan ketertiban, menjamin serta adanya kepastian hukum kepada masyarakat. 37 Dari penjabaran deskripsi diatas pengertian dari penegakkan hukum tidak bisa terlepas dari empat komponen penting legitimasi, akuntabilitas, transparansi dan partisipasi apabila dari empat komponen penting tersebut salah satu saja ada yang hilang misalnya unsur transparansi hilang maka adanya cacat dalam penegakkan hukum. Nilai-nilai yang mengandung keadilan di dalam masyarakat harus ditegakkan sehingga adanya kepastian hukum serta terintegrasinya peraturan perundang-undangan.

Menurut pendapat Jimly Asshiddique38, penegakan hukum merupakan sebuah proses dilakukan upaya tegak atau berfungsinya norma-norma hukum

37 Ibid, halaman 207.

38 Slamet Tri Wahyudi, “Problematika Penerapan Pidana Mati Dalam Konteks Penegakan Hukum di Indonesia”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 1, Nomor 2 Juli 2012, halaman 215.

(40)

55 secara nyata untuk pedoman kehidupan perilaku yang ada dimasyarakat dan negara.

Dalam proses menegakkan hukum terbagi menjadi dua perspektif yaitu subjek dan objek.

a. Penegakan hukum di pandang dari subyek dilihat dari luas dan sempit.

Secara luas proses penegakan hukum melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu mendasarkan diri kepada norma hukum aturan yang berlaku. Secara sempit penegakkan hukum dilakukan oleh aparatur penegak hukum untuk menjamin dan memastikan suatu aturan hukum. Apabila tidak adanya penegakan hukum dalam masyarakat maka aparatur penegakan hukum menggunakkan daya paksa.

b. Penegakan hukum dipandang dari objek, penegakan hukum dari objek terbagi menjadi dalam artian luas dan sempit. Secara arti luas, penegakan hukum dikarenakan bunyi aturan formal secara dan nilai-nilai keadilan yang ada dimasyarakat (living law) sedangkan secara sempit penegakkan hukum hanya aturan tertulis saja. Perkataan penegakan hukum atau disebut dengan law enforcement dalam arti sempit sedangkan dalam arti luas penegakan peraturan .

Dari definisi tersebut Jimly Asshidique secara tersirat mengungkap bahwa adanya proses penegakan hukum tidak terlepas dari aparatur penegak hukum sendiri dan masyarakat guna untuk menegakkan hukum tertulis dan

(41)

56 tidak tertulis supaya adanya kehidupan yang berkeadilan. Hukum tertulis saja tidak cukup namun juga menggunakkan kaidah-kaidah yang ada dimasyarakat.

Sehingga apabila masyarakat melanggar suatu peraturan tertentu maka penegak hukum akan menggunakkan daya paksa untuk mentaati peraturan tersebut.

Menurut pendapat muladi penegakan hukum berarti menegakkan norma-norma, kaidah-kaidah, nilai-nilai. 39 Dengan demikian pendapatnya muladi maka dalam proses penegakkan hukum sendiri adanya campur tangan masyarakat, karena norma-norma, kaidah dan nilai berasal dari masyarakat.

2. Faktor-Faktor Penegakan Hukum

Dari menurut pendapat Soerjono Soekanto penentu 5 faktor penegakan hukum ditentukan oleh :

1. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah secara sah. Asas-asas tersebut diantara lain adalah :

a. Undang-Undang tidak berlaku surut

b. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa lebih tinggi

c. Undang-Undang bersifat khusus menyampingkan Undang-Undang bersifat umum

d. Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat

e. Undang-Undang untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material

39 Ibid, hal. 215.

(42)

57 2. Penegak Hukum. Penegak hukum merupakan orang-orang yang berprofesi menegakkan hukum itu sendiri baik dari peraturan tertulis maupun tidak tertulis. 3 faktor penting mempengaruhi dalam penegakkan hukum :

a. Institusi penegak hukum beserta perangkat sarana dan prasarana pendukung serta mekanisme kerja kelembagaannya

b. Lingkungan kerja terkait dengan aparatnya

c. Perangkat peraturan yang mendukung kinerja kelembagaannya

3. Faktor sarana dan fasilitas mempunyai sarana sangat penting dalam penegakkan hukum.

4. Faktor masyarakat, penegakkan hukum sendiri berasal dari masyarakat, masyarakat sangat mempengaruhi penegakkan hukum tersebut. Namun baik buruknya penegakkan hukum sendiri diawali dari pola perilaku penegak hukum sendiri.

5. Faktor kebudayaan merupakan didalamnya ada sebuah nilai-nilai konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut.

Nilai-nilai yang berperan dalam hukum adalah : a. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman.

b. Nilai jasmani/kebendaan dan nilai rohani/keakhlakan.

c. Nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebaruan.40

Bila dikaitkan dengan dengan skema Lawrence Friedman, proses penegakan hukum yang dikatakan Soekanto mencakup seluruh sub-sistem hukum, yakni

40 Agus Riyanto, PENEGAKAN HUKUM, MASALAHNYA APA? (binus.ac.id) diakses pada tanggal 03 Desember 2020 pukul 07:51.

(43)

58 legal substance, legal culture, legal structure. Legal substance dalam skema Friedman sama dengan faktor hukum dalam kategori Soekanto, legal structure mencakup kelembagaan hukum/organisasi hukum. Sedangkan legal culture terkait dengan budaya, nilai, pengetahuan hukum, kesadaran hukum, baik dari masyarakat maupun aparat penegak hukumnya. Faktor hukum terkait dengan isi/substansi aturan hukum. Substansi/aturan hukum merupakan titik awal dari proses penegakan hukum. Faktor aparat berbicara terkait dengan sejauh mana peraturan tidak hanya tertulis saja namun juga kaidah/nilai-nilai yang ada dimasyarakat sudah ditegakkan oleh aparat penegak hukum. Faktor sarana dan prasarana terkait dengan ketersediaan yang mendukung tegaknya penegakan hukum itu sendiri. Dan faktor organisasi dan birokrasi terkait dengan tekanan keorganisasian dan kelembagaan penegakan hukum.

Menurut Theodarus ada 5 faktor-faktor penting dalam penegakan hukum diantaranya yaitu :

1. Aturan hukum itu sendiri regulasi mengatur secara jelas pelanggaran yang yang terjadi.

2. Aparat penegak hukum (apakah aparat responsif/tidak responsif menindak pelanggaran tersebut)

3. Sarana dan prasarana (apakah tersedia peralatan kelengkapan yang mendukung/tidak mendukung penindakan hukum terhadap pelanggaran tersebut).

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen yang menerapkan strategi pembelajaran guided note taking pada proses pembelajarannya menghasilkan nilai pemahaman konsep

Keberhasilan Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Kutoarjo dalam mewujudkan tujuan akhir pemidanaan dapat dilihat dari keberhasilam pembinaan yang telah dilaksanakan

Sebagai salah satu kesenian daeiah di Jawa Timur, ludruk mampu mengun- dang masyarakat penonton yang cukup banyak. la mampu pula menjangkau penonton sampai ke berbagai pelosok

Menurut Borshchev & Filippov (2004) Agent Based Model (ABM) adalah suatu metode yang digunakan untuk eksperimen dengan melihat pendekatan dari bawah ke atas (

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pengaruh penggantian Bovine Serum Albumin (BSA) dengan putih telur dalam pengencer dasar CEP-2 terhadap kualitas

Setelah proses pengukuran selesai, dilakukan proses identifikasi dan klasifikasi spesies, dengan cara dilakukan pengamatan terhadap dua duri tajam yang berada pada bagian

• Jaringan yang letaknya paling luar pada organ-organ primer akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji, menutupi permukaan tubuh tumbuhan. • Jaringan ini melindungi bagian