• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka. 1. Hakikat Kecepatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka. 1. Hakikat Kecepatan"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Kecepatan a. Pengertian Kecepatan

Dalam cabang olahraga, kecepatan merupakan komponen fisik yang penting. Kecepatan menjadi faktor penentu dalam cabang olahraga seperti atletik. “Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya” menurut M. Sajoto (1995: 9). Sedangkan menurut Suharno HP (1992: 30) “Kecepatan adalah kemampuan organisme atlet dalam melakukan gerakan-gerakan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya”. Unsur gerak kecepatan merupakan unsur dasar setelah kekuatan dan daya tahan yang berguna untuk mencapai prestasi maksimal. Dengan demikian kecepatan lari 100 meter adalah kemampuan reaksi otot yang ditandai antara kontraksi dan relaksasi untuk menuju frekuensi maksimal dalam berlari menempuh jarak 100 meter.

b. Jeni-Jenis Kecepatan

Kecepatan menurut Suharno HP (1992: 31) dibedakan menjadi 3 yaitu 1) kecepatan sprint, 2) kecepatan reaksi dan 3) kecepatan bergerak. Dari ketiga macam kecepatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut;

1. Kecepatan sprint (sprinting speed) adalah kemampuan organisme atlet gerak ke depan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal untuk mencapai hasil sebaik-baiknya.

2. Kecepatan reaksi (reaction speed) adalah kempuan organisme atlet untuk menjawab suatu rangsangan secepat mungkin dalam mencapai hasil yang

(2)

sebaik-baiknya. Hampir semua cabang olahraga memerlukan kecepatan rekasi di dalam suatu pertandingan.

3. Kecepatan bergerak (speed ot movement) adalah kemampuan organisme atlet untuk bergerak scepat mungkin dalam satu gerakan yang tidak terputus. Dalam tiap cabang olahraga memerlukan jenis kecepatan yang berbeda-beda prosentasenya.

Dari ketiga pendapat di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sama-sama dapat meningkatkan kecepatan reaksi otot yang ditandai dengan pertukaran antara kontraksi dan relaksasi untuk menuju frekuensi maksimal dalam berlari. Dengan demikian kecepatan merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang sangat berpengaruh terhadap penampilan atlet. Kecepatan sangat diperlukan dalam berbagai cabang olahrga, khususnya dalam atletik nomor lari cepat.

c. Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan

Faktor-faktor yang menentukan baik tidaknya kecepatan seorang atlet menurut Suharno HP (1992: 30-31) mengatakan sebagai berikut:

a. Macam fibril otot yang dibawa sejak lahir (pembawaan), fibril berwarna putih (phasic) baik untuk gerakan kecepatan.

b. Pengaturan nervous system. c. Kekuatan otot.

d. Kemampuan elastisitas dan relaksasi suatu otot. e. Kemauan dan disiplin individu atlet.

Sedangkan menurut Sudjarwo (1991: 29) faktor-faktor penentu dari kecepatan adalah sebagai berikut:

1. Macam fibril otot (pembawaan)

2. Pengaturan sistem yang baik berarti kordinasi nya yang baik untuk menghasilkan kecepatan

(3)

4. Elastisitas otot, makin baik akan menyebabkan kontraksi otot yang baik yang berarti kecepatan atlet tersebut baik.

5. Sifat rileks dari otot baik pengaruhnya terhadapkecepatan maupun penguasaan tehnik.

Kecepatan merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang sangat berpengaruh terhadap penampilan atlet. Kecepatan merupakan unsur pembentuk power. Kecepatan sangat diperlukan dalam berbagai cabang olahraga misalnya; saat lari untuk mencari posisi ataupun menghadang serangan lawan dan saat membawa atau menggiring bola dalam permainan sepak bola, kecepatan lari dalam melakukan awalan dalam lompat jauh. Jadi, kecepatan merupakan faktor yang sangat penting dan menunjang didalam lari 100 meter.

d. Pengertian Lari 100 Meter

Lari cepat atau sprint atau istilah lainnya lari jarak pendek merupakan lari yang dilakukan dengan kecepatan penuh dari garis start sampai garis finish dengan waktu sesingkat mungkin. Seperti yang dikemukakan Soegito (1992: 8) bahwa, “ lari ialah gerak maju yang diusahakan agar dapat mencapai tujuan (finish) secepat mungkin atau dalam waktu singkat”. Pada dasarnya gerakan lari pada semua jenis lari adalah sama. Lari adalah gerakan berpindah dengan kaki dari satu tempat ke tempat lain untuk mencapai tujuan. Sedangkan lari jarak pendek atau sprint adalah suatu cara dimana seorang atlet harus menempuh jarak dengan kecepatan semaksimal mungkin. Selanjutnya yang dimaksud lari jarak pendek menurut Yusuf Adisasmita (1992: 35) adalah “ Semua nomor lari yang dilakukan dengan kecepatan penuh (sprint) atau kecepatan maksimal, sepanjang jarak yang ditempuh”. Dalam sprint ada tiga nomor yang sering di ajarkan di sekolah dan sering diperlombakan diantaranya sprint jarak 100 meter, 200 meter, dan 400 meter bahkan dalam dunia perlombaan atletik ketiga jarak atau nomor tersebut menjadi nomor utama atau sering disebut nomor bergengsi dalam kejuaraan atletik.

(4)

Lari 100 meter merupakan salah satu nomor lari jarak pendek. Lari 100 meter merupakan suatu rangkaian gerak lari yang dilakukan dengan kecepatan penuh dari garis start sampai garis finish menempuh jarak 100 meter. Hal ini sesuai pendapat Aip Syarifudin (1992: 41) bahwa, “ Lari jarak pendek atau lari cepat (sprint) adalah cara lari dimana atlet harus menempuh seluruh jarak (100 meter) dengan kecepatan semaksimal mungkin. Sedangkan menurut Jossef Nosseck (1982: 64), mengemukakan bahwa ”Komponen dasar untuk lari sprint meliputi akselerasi (Acceleration), kecepatan absolute (absolute speed) dan daya tahan speed (Speed endurance). Dengan demikian, untuk mendapatkan hasil yang maksimal seorang sprinter harus mempunyai kecepatan akselerasi yang baik, kemampuan berlari yang baik dan mampu mempertahankan kecepatan maksimal.

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, lari 100 meter merupakan suatu cara lari menempuh jarak 100 meter yang dilakukan dengan kecepatan maksimal dari garis start sampai garis finish. Lari harus dilakukan dengan secepat-cepatnya menempuh jarak 100 meter dengan waktu sesingkat mungkin .

e. Teknik Lari 100 Meter

Teknik merupakan suatu rangkuman dari metode yang dipergunakan dalam melakukan gerakan dalam suatu cabang olahraga, dengan kata lain teknik lari sprint merupakan pelaksanaan suatu kegiatan secara efektif dan rasional yang memungkinkan suatu hasil yang optimal dalam latihan atau perlombaan.

Peningkatan prestasi lari cepat atau lari 100 meter menuntut adanya perbaikan dan pengembangan unsur-unsur teknik dalam sprint. Menurut Aip Syarifudin (1992 : 41) bahwa, “dalam lari jarak pendek ada tiga teknik yang harus dipahami dalam situasi yaitu mengenai : (1) teknik start, (2) teknik lari dan, (3) teknik melewati garis finish”.

Menurut Adang Suherman, Yudha M. Saputra,Yudha Hendrayana (2001: 97), “Pelari pada dasarnya mengunakan tiga bentuk dasar posisi dalam melakukan start, dalam pelaksanaan start ini jaraknya bervariasi. Dalam pelaksanaan

(5)

pengambilan start hendaknya disesuaikan dengan panjang tungkai, kekuatan tungkai dan koordinasi. Start dalam sprint sendiri dibagi menjadi tiga macam diantanya start panjang (longated start), menengah (medium start), dan start pendek (bunched start).

Gambar 1. Tiga Posisi Dasar Balok Start

(Adang Suherman, Yudha M. Saputra,Yudha Hendrayana, 2001: 97) 1) Teknik Start

Start adalah posisi dimana seorang pelari akan melakukan lari. Kemampuan start yang baik sangat diperlukan dalam lari 100 meter, karena selisih waktu yang dicapai pelari dengan lawan-lawannya, sangat kecil. Kesalahan dan keterlambatan melakukan start akan merugikan pelari. Menurut Soegito (1989: 10-12) cara melakukan start jongkok (croucing start) sebagai berikut :

1. Pada aba-aba “Bersedia”

a. Salah satu lutut diletakkan ditanah dengan jarak kurang lebih 1 jengkal dari garis start.

b. Kaki lainnya diletakkan tepat disamping lutu yang terletak ditanah dengan jarak kurang lebih 1 kepal.

c. Badan membungkuk ke depan

d. Kedua tangan terletak ditanah, tepat dibelakang garis start (tidak boleh menyentuh atau melampauinya).

e. Ke empat jari rapat, ibu jari terbuka. f. Kepala menunduk, leher rileks g. Pandangan ke bawah.

(6)

h. Konsentrasi pada aba-aba berikutnya 2. Pada aba-aba “Siap”

a. Lutut yang terletak ditanah diangkat b. Panggul diangkat setinggi bahu c. Berat badan dibawa ke muka d. Kepala tetap tunduk dan rileks e. Pandangan tetap ke bawah

f. Konsentrasi pada aba-aba berikutnya. 3. Pada aba-aba “Ya” atau “letusan pistol”.

a. Menolak ke depan dengan kuat, tetapi jangan melompat tapi meluncur. b. Badan tetap rendah atau condong ke depan.

c. Disertai dengan gerakan lengan yang diayunkan dengan kuat pula.

d. Disusul dengan gerakan langkah kaki pendek-pendek tetapi cepat agar badan tidak tersungkur (jatuh tertelungkup).

Gambar 2. Teknik Start Jongkok (Engkos Kosasi, 1994: 19-20)

Kecepatan lari 100 meter, start yang digunakan adalah start jongkok (crouching start) yang dilakukan dengan sikap permulaan jongkok di belakang garis start. Start jongkok yang banyak digunakan terutama medium start, karena posisi

(7)

medium start secara mekanis dapat menghasilkan daya tolak atau daya dorong yang lebih kuat.

2) Teknik Lari Cepat

Dalam lari sprint harus memperhatikan tehnik lari dengan baik dan benar. Pada waktu berlari khususnya pada nomor lari jarak 100 meter, pelari akan berlari dengan secepat-cepatnya dengan mengerahkan tenaga yang kuat untuk mendorong tanah kedepan. Menurut Rusli Lutan dkk. (1992: 137) bahwa “posisi badan lari cepat dipertahankan tetep menghadap ke depan dan agak condong ke depan. Sikap badan seperti ini memungkinkan titik berat badan selalu berada didepan. Sedangkan menurut Soedarminto (1991 : 249) bahwa, “ badan bergerak maju karena akibat dari gaya dorong kebelakang terhadap tanah. Gaya maju ini dan efisiensi penggunaannya merupakan kunci kecepatan yang dapat dikembangkan oleh pelari”. Dalam berlari badan dicondongkan ke depan kurang lebih 20 derajat untuk mengatasi hambatan udara dan cenderung dapat memelihara letaknya titik berat badan selalu ke depan.

Disamping tolakan kaki saat mendorong tanah dilakukan dengan jari-jari kaki saat telapak kaki diluruskan agar mendapat gaya tolak sebesar-besarnya. Hal ini menurut Soedarminto (1991 : 251) “dilakukan agar kaki benar-benar lurus dan tegang pada saat mendorong supaya gaya dorong ke belakang seluruhnya dapat diubah menjadi gerak ke depan”. Gerakan lengan yang dilakukan berlawanan dengan gerakan kaki. Gerakan menyilang berlawanan dengan kaki didepan badan berfungsi membangun putaran panggul.

Untuk memperoleh kecepatan yang tinggi seorang atlet hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip tehnik lari jarak pendek. Seperti yang dikemukakan oleh Engkos Kosasih (1994: 21) sebagai berikut;

a. Langkah atau gerakan kaki selebar dan secepat mungkin.

b. Kaki belakang pada saat bertolak benar-benar lurus, dengan cepat lutut ditekuk secara wajaragar paha lebih muda terayun ke depan.

c. Pendaratan kaki harus selalu pada ujung kaki, sedangkan lutut dalam keadaan bengkok.

(8)

d. Gerakan lengan terayun secara wajar. Siku ditekuk kira-kira 90 derajat. Pergelangan dan jari-jari tangan rileks setengah menggegam.

e. Otot leher tetap rileks

f. Sikap badan condong ke depan secara wajar.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip di atas, maka di harapkan kecepatan maksimal dari pelari akan dapat tercapai sehingga mendukung dalam usaha untuk mencapai prestasi optimal di cabang olah raga atletik pada nomor lari jarak pendek.

Gambar 3. Tehnik Gerakan Lari Sprint (Engkos Kosasih, 1994; 21) 3) Teknik Memasuki Garis Finish

Didalam perlombaan lari jarak pendek tehnik masuk atau melewati garis finish tidak kalah pentingnya dengan tehnik start maupun tehnik lari, sebab dua atlet yang mempunyai kecepatan yang sama sering hasilnya ditentukan dari tehnik masuk finish yaitu saat berakhirnya perlombaan. Adapun tehnik masuk finish menurut Soegito (1989: 13) ada tiga cara yaitu :

a. Berlari secepat mungkin atau tidak mengurangi kecepatan lari.

b. Setelah kurang lebih satu meter di depan garis finish, merebahkan badan seperti orang akan tersungkur tanpa mengurangi kecepatan.

c. Dengan memutar bahu kanan atau kiri setelah sampai dekat garis finish.

Teknik memasuki finish tersebut di atas sangat penting untuk dipahami dan dikuasahi oleh seorang pelari, sebab meskipun mempunyai kecepatan yang baik bisa

(9)

saja kalah pada waktu memasuki garis finish. Seorang pelari bebas melakukan suatu teknik memasuki garis finish yang mau dipakai tergantung individu masing-masing yang dianggap lebih efektif dan efisien.

Gambar 4. Tehnik Memasuki Garis Finish (Engkos Kosasih, 1994; 22)

f. Sistem Energi Utama Aktivitas Lari Cepat 100 Meter

Hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan dalam menyusun program latihan adalah kebutuhan energi utama pada cabang olahraga yang akan dikembangkan. Jenis energi yang digunakan untuk kerja otot tergantung pada intensitas kerja dan waktu kerja. Menurut Fox (1984: 22), “Sumber energi yang diperlukan dengan mudah dan tepat dapat dianalisis berdasarkan atas waktu yang diperlukan untuk kegiatan olahraga yang dilakukan, yaitu: waktu penampilan dengan kurang dari 30 detik. Aktivitas kerja dengan intensitas tinggi dalam waktu kurang dari 30 detik, sistem energi yang digunakan adalah ATP-PC dan LA.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa energi utama yang diperlukan dalam lari cepat 100 meter adalah ATP-PC dan sedikit LA. Oleh karena itu tujuan utama latihan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter terutama harus ditujukan pada pengembangan sistem energi ATP-PC dan ditambah

(10)

pengembangan LA.

Dari aktivitas fisik dapat dilihat bahwa sistem energi yang dibutuhkan dalam lari 100 meter adalah sistem ATP-PC dan LA, karena dalam melakukan lari tanpa menggunakan oksigen (anaerob) dan jumlah ATP yang diproduksi terbatas hal ini tentunya menyebabkan otot akan lebih cepat lelah. Menurut Fox (1984: 22-23), “Perbedaan utama antara penyedia energi anaerobik dan aerobik adalah jika dilakukan pembentukan jumlah glikogen yang sama, maka dengan cara aerobik lebih banyak 13 kali ATP yang dikembangkan dari pada dengan proses anaerobik. ini berarti dalam cara penyediaan sistem energi aerobik lebih ekonomis dan tentu saja otot dapat bekerja lebih lama

g. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan dan Diutamakan Saat Melakukan Lari 100 Meter.

Ditinjau dari segi pelaksanaan lari sprint harus memperhatikan faktor-faktor penentu yang harus diutamakan dan dihindari. Seperti yang dikemukakan oleh Internasional Association Of Athletics Federations yang diterjemahkan oleh PASI (2001: 6-7) sebagai berikut:

a. Hal-hal yang harus dihindari pada saat melakukan lari sprint :

1. Tidak cukup dorongan ke depan dan kurang tingginya lutut diangkat

2. Menjejakkan keras-keras kaki diatas tanah dan mendaratkannya dengan tumit 3. Tubuh condong sekali ke depan atau melengkung ke belakang

4. Memutar kepala dan menggerakkan bahu secara berlebihan 5. Lengan diayun terlalu ke atas

6. Pelurusan yang kurang sempurna dari kaki yang akan dilangkahkan 7. Berlari zig-zag dengan gerakan ke kiri dan ke kanan

(11)

b. Hal-hal yang harus diutamakan pada saat melakukan lari sprint :

1. Membuat titik tertinggi pada kaki yang mengayun (kaki yang bebas) sama besar ekstensinya dengan kaki yang mendorong (kaki yang menyentuh tanah) 2. Membuat mata kaki yang yang dilangkahkan ini seelastis mungkin.

3. Menjaga posisi tubuh sama seperti posisi waktu berjalan biasa. 4. Menjaga kepala tetap tegak dan pandangan lurus ke depan.

5. Mengayun lengan sejajar dengan pinggul dan sedikit menyilang ke badan 6. Membuat gerak kaki yang sempurna dengan melangkah secar horizontal

bukan vertikal.

7. Lari pada saat garis lurus dengan meletakkan kaki yang satu tempat didepan kaki yang lainnnya.

8. Pada komando siap, gerakan tubuh condong kedepan dan bila tanda bunyi pistol dibunyikan tubuh digerakkan ke depan dengan lengan dan kaki.

Pokok-pokok dasar lari 100 meter diatas sangat penting untuk dipahami dan dimengerti oleh setiap guru, siswa bahkan pelatih yang terjun didunia atletik khususnya nomor lari 100 meter. Kesalahan dalam teknik lari akan merugikan dirinya karena catatan waktu pasti tidak baik dan kurang sempurna. Keseluruhan prinsip dasar tersebut hendaknya dilaksanakan setiap kali latihan ataupun dalam pembelajaran, sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal.

2. Latihan

a. Pengertian Latihan

Definisi latihan menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 6) menyatakan,” Latihan adalah suatu proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan”. Berdasarkan pengertian model dan latihan tersebut dapat dirumuskan bahwa, model latihan merupakan suatu pola atau acuan dari suatu kegiatan olahraga yang dilakukan secara berulang-ulang

(12)

dengan kian hari menambah beban latihan secara bertahap. Sedangkan yang di maksud metode latihan menurut Jossef Nosseck (1982: 15) bahwa, “Motode latihan merupakan prosedur dan cara-cara pemilihan jenis-jenis latihan dan penataannya menurut kadar kesulitan, kompleksitas dan beratnya beban”.

b. Tujuan Latihan

Menurut Sukadiyanto dan Dangsina Muluk (2010: 7-8) mengatakan bahwa “Objek dari suatu proses latihan adalah manusia yang harus ditingkatkan kemampuan, ketrampilan, dan penampilannya dengan bimbingan pelatih”. Oleh karena itu atlit merupakan satu totalitas sistem psiko-fisik yang kompleks, maka proses latihan sebaiknya tidak hanya menitik beratkan pada aspek fisik, melainkan juga harus melatih aspek psikisnya secara seimbang. Untuk itu, aspek psikis harus diberikan dan mendapatkan porsi yang seimbang dengan aspek fisik dalam setiap sesi latihan, yang disesuaikan dengan periodisasi latihan. Dengan demikian diharapkan prestasi yang diaktualisasikan oleh atlit benar-benar merupakan suatu totalitas akumulasi hasil dari latihan fisik dan psikis dalam upaya meraih prestasi puncak. Adapun tujuan latihan menurut Sukadiyanto dan Dangsina Muluk (2010: 8-9) antara lain:

1. Meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan menyeluruh. 2. Mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik yang khusus. 3. Menambah dan menyempurnakan tehnik.

4. Mengembangkan dan menyempurnakan strategi dan taktik.

5. Meningkatkan kualitas dan kemampuan psikis olahragawan dalam bertanding.

Dengan demikian penentuan sasaran latihan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan atlit baik secara fisik (teknik dan ketrampilan) maupun psikis (strategi, taktik, dan mental) untuk mencapai puncak prestasi dengan proses waktu yang singkat dan prestasi mampu bertahan lama. Untuk itu proses latihan harus dilakukan

(13)

secara benar sesuai kondisi atlit, sebab kesalahan dalam menentukan beban latihan akan berdampak negatif dan dapat membahayakan atlit itu sendiri. Oleh karena itu dalam setiap proses latihan harus slalu mempertimbangkan prinsip latihan yang benar untuk bisa mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sedangkan menurut Fox, (1984: 47-51) “keberhasilan dalam penampilan olahraga tidak hanya ditentukan oleh pencapaian pada domain fisik saja, melainkan jaga ditentukan oleh pencapaian pada domain psikomotor, domain kognitif dan afektif”. Keempat domain tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Dalam pencapaian tujuan latihan harus diperhatikan beberapa prinsip dasar latihan khusus.

c. Aspek- aspek latihan

Prestasi olahraga merupakan akumulasi dari kualitas fisik, teknik, taktik dan kematangan mental atau psikis. Untuk mencapai prestasi yang tinggi diperlukan persiapan perancanaan dengan sasaran yang tepat meliputi persiapan fisik, teknik, taktik dan mental. Untuk peningkatan beban dan intensitas latihan ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan atlet yang berlatih. Dalam pelaksanaan latihan ada beberapa aspek yang sangat penting untuk mencapai prestasi. Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifudin (1996: 145) mengemukakan bahwa aspek aspek yang perlu dilatih dan dikembangkan untuk mencapai prestasi meliputi: “(1) latihan fisik, (2) latihan teknik, (3) latihan taktik, (4) latihan mental”. Ke empat aspek latihan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Latihan Fisik

Pengertian latihan fisik merupakan kegiatan fisik yang dilakukan secara sistematik, berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang dengan peningkatan beban secara bertahap dan bersifat individual yang bertujuan untuk membentuk kondisi fisiologis dan psikologis, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik (Brooks, GA & Fahay, TD, (1984: 231)” Melalui latihan fisik, seseorang dapat

(14)

meningkatkan sebagian besar sistem fisiologis dan dapat menyesuaikan diri pada tuntutan fungsi yang melebihi dari apa yang biasa dijumpai dari dirinya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa latihan fisik adalah suatu cara yang berbentuk aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematis, berulang-ulang secara terus menerus dengan penambahan beban latihan (over load principle) secara periodik yang dilaksanakan berdasarkan pada intensitas, pola dan metode tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi atlet.

2. Latihan Teknik

Dalam setiap cabang olahraga selalu berisikan teknik-teknik dari cabang olahraga yang bersangkutan. Untuk menguasai teknik dengan baik, diperlukan latihan teknik yang sistematis dan kontinyu. Berikut ini disajikan pengertian-pengertian latihan teknik yang disajikan oleh beberapa ahli, sebagai berikut :

a Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 127), ”latihan teknik adalah latihan yang khusus dimaksudkan untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik dan neuromuskular”.

b Menurut Sudjarwo (1993: 41), ”latihan teknik bertujuan untuk pengembangan dan pembentukan sikap dan gerak melalui pengembangan motorik dan sistem persyarafan menuju gerakan otomatis”.

Berdasarkan pengertian latihan teknik di atas dapat diambil kesimpulan bahwa latihan teknik merupakan latihan yang bertujuan untuk mengembangkan dan menyempurnakan teknik-teknik gerakan pada cabang olahraga. Suatu teknik dalam cabang olahraga dapat dikuasai dengan baik apabila dilakukan secara sistematis dan kontinyu dengan berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang tepat.

3. Latihan Taktik

Pengertian latihan taktik dalam olahraga adalah kemapuan atlet mengatasi segala situasi dan permasalahan yang terjadi di lapangan untuk mendapatkan suatu keuntungan. Latihan taktik juga dapat diartikan sebagai latihan untuk menumbuhkan

(15)

perkembangan daya tafsir pada atlit, pola-pola permainan, strategi, atau siasat untuk mencapai kemenangan. Menurut H. M. Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 118) bahwa, “ taktik adalah kecakapan rohaniah atau kecakapan berfikir dalam melakukan kegiatan olahraga untuk mencapai kemenangan”. Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 119) menyatakan faktor-faktor pendukung taktik yaitu:

1) Kemampuan fisik. Kemampuan fisik yang baik tidak akan menyebabkan menurunnya tempo bertanding, sehingga tetap mampu melaksanakan taktik dengan segala macam variasinya.

2) Kemampuan teknik. Kecakapan teknik sangat membantu lancarnya tugas-tugas taktik. Dengan memiliki kemahiran teknik maka konsentrasi hanya tertuju kepada taktik saja.

3) Team work. Kerjasama menentukan berhasilnya suatu team. Team work menentukan pengertian-pengertian satu sama lain dalam melaksanakan taktik.

4) Distribusi energi. Pengaturan distribusi energi selama pertandingan harus sesuai dan tepat. Hal ini untuk menghindari menurunya tempo karena kehabisan tenaga sebelum atau selesai bertanding atau tempo bertanding rendah karena tidak menggunakan tenega semestinya.

5) Penguasaan pola-pola pertandingan. Pola pertandingan sebaiknya jangan statis, pola pertandingan hendaknya mempunyai variasi-variasi. Hal ini perlu agar tidak dapat diterka lawan. Di samping itu, dengan adanya variasi dapat digunakan untuk merubah taktik apabila usaha yang terdahulu gagal. Taktik dalam bertanding akan sangat bermanfaat atau berjalan dengan lancar jika didukung kemampuan fisik yang prima, penguasaan teknik yang baik, memiliki kerjasama yang kompak, distribusi energi yang baik serta penguasaan pola-pola pertandingan. Bagian-bagian tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya, oleh karena itu harus dikuasai dan dimiliki oleh setiap atlet. Sasaran latihan taktik adalah pengembangan pola pikir untuk mengkondisikan saat bertanding.

4. Latihan Mental

Pengertian psikis atau mental dalam olahraga adalah aspek abstrak berupa daya penggerak dan pendorong untuk mewujudkan kemampuan fisik, teknik maupun taktik. Perkembangan mental atlet tidak kalah penting dari perkembangan faktor fisik, teknik dan taktik. Seperti apapun sempurnanya kemampuan kondisi fisik, taktik dan

(16)

mental seorang atlit, prestasi puncak tidak mungkin tercapai apabila mental atau psikis atlit tersebut lemah. Sebab setiap pertandingan bukan hanya pertandingan atau perlombaan fisik, namun juga pertandingan atau perlombaan mental, bahkan 70% adalah mental dan hanya 30% masalah yang lainya. Jadi ketika saat bertanding mental yang mempuyai peran yang sangat penting dapat dikatakan sebagai faktor pembeda dan penentu hasil suatu pertandingan. Andi Suhendro (1999: 63) menyatakan, “Mental merupakan daya penggerak dan pendorong untuk mengejawantahkan kemampuan fisik, teknik dan taktik atlet dalam penampilan olahraga”.

Mental merupakan kondisi psikologis yang penting dalam kegiatan olaharga. Mental berfungsi sebagai penggerak, pendorong dan pemantap bagi atlet untuk mempraktekkan kemampuan fisik dan skill dalam mencapai pretasi yang tinggi. Atlet yang memiliki mental yang baik akan mampu mengatasi segala kesulitan seperti kegagalan, gangguan emosi, putus asa dan lain sebagainya dengan penuh kesabaran, pengertian dan latihan yang teratur. A. Hamidsyah Noer (1995: 357) menyatakan, “Faktor-faktor penyebab yang dapat mempengaruhi kondisi mental, dapat dikelompokkan dalam dua faktor yaitu: (1) faktor-faktor yang berasal dari dalam atlet (faktor intern), (2) faktor-faktor yang berasal dari luar diri atlet (faktor ekstern)”.

d. Prinsip-Prinsip Latihan

Di dalam pelaksanaan latian, baik atlet maupun pelatih harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan. Dengan memperhatikan prinsip latihan diharapkan kemampuan atlet akan meningkat dan mengurangi akibat yang buruk pada fisik maupun teknik atlet. Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara berulang-ulang dengan meningkatkan beban latihan secara periodik. Dalam pemberian beban latihan harus memahami prinsip-prinsip latihan yang sesuai dengan tujuan latihan. Sudjarwo (1993: 21-23) menyatakan : “agar pemberian dosis latihan dapat dilaksanakan secara tepat dan tidak merusak atlet”.

(17)

Menurut Bompa (1999: 27-52) seluruh program latihan sebaiknya menerapan prinsip-prinsip latihan sebagai berikut : “(1) prinsip aktif dan bersungguh-sungguh dalam berlatih, (2) prinsip perkembangan menyeluruh, (3) prinsip modeling (proses pelatihan), (4) prinsip latihan bervariasi, (5) prinsip individual, (6) prinsip spesialisasi, (7) prinsip beban meningkat”.

1) Prinsip aktif dan bersungguh-sungguh dalam berlatih

Didalam pelatihan perlu timbal balik informasi yang diberikan kepada siswa. Dengan partisipasi aktif dan bersungguh-sungguh maka pelatih akan mudah dalam pemberian materi. Menurut Bompa (1990: 29) bahwa “Keikutsertaan aktif dan teliti di dalam pelatihan akan dimaksimalkan pelatih pada waktu tertentu secara konsisten”. Dengan keikutsertaan atlit maka materi yang diajarkan cepat ditangkap oleh siswa. Kemajuan atlit perlu diketahui, atlit perlu menghubungkan informasi sasaran menerima dari pelatih dengan penilaian tentang pencapaianya. Atlet akan mampu memahami hal positif dan hal negative aspek dari pencapaianya, apa yang dia harus tingkatkan dan bagaimana dia boleh meningkatkan hasilnya.

2) Prinsip perkembangan menyeluruh

Di dalam pelatihan kita dapat mengamati perkembangan atlit-atlit muda yang cukup cepat, dari sinilah kita dapat mengembangkan suatu program latihan khusus. Pengembangan, persiapan fisik terutama adalah suatu kebutuhan dasar. Pendekatan seperti ini ke pelatihan adalah suatu prasyarat untuk mengkhususkan sesuatu di bidang olahraga.

Bompa (1999: 30) menjelaskan bahwa ”Program pelatihan, pertunjukan secara multilateral pengembangan”. Ketika pengembangan ini menjangkau suatu tingkatan dapat diterima oleh atlit, terutama pengembangan fisik, dari sinilah atlit masuk tahap pengembangan hal ini dapat mendorong atlit yakni dalam pelatihan untuk capaian tinggi”

(18)

3) Proses pelatihan

Modal Pelatihan, walaupun tidak selalu diorganisir dengan baik dan sering juga memanfaatkan suatu pendekatan acak telah ada sejak tahun 1960. Di dalam istilah umum suatu model adalah suatu tiruan, suatu simulasi suatu kenyataan dibuat dari unsur-unsur yang spesifik yang mana peristiwa itu orang mengamati atau menyelidiki.

Menurut Bompa (1999: 40) bahwa “model pelatihan adalah suatu usaha pelatih untuk mengarahkan dan mengorganisir pelajaran pelatihanya sedemikian sehingga sasaran hasil, isi dan metode adalah serupa bagi mereka pada suatu kompetisi”. Pelatih mengenal pokok-pokok kompetisi suatu hal yang diperlukan prasyarat dengan sukses memperagakan proses latihan. Pokok-pokoknya menyangkut struktur, seperti volume, intensitas, kompleksitas, jumlah periode atau game, dan semacamnya harus secara penuh dipahami. Persamaan dengan perbandingan kontribusi menyangkut sistem anaerobic dan aerobic untuk suatu olahraga menjadi arti penting modal untuk pemahaman aspek dan kebutuhan harus ditekankan di dalam pelatihan.

4) Prinsip latihan bervariasi

Pelatihan sekarang ini adalah menuntut suatu aktivitas yang berat dan menuntut atlit untuk berlatih secara kondusif dan kontinyu, volume dan intensitas pelatihan secara terus-menerus dapat menyebabkan atlit di dalam pertengahan ataupun pengulangan di dalam latihan menjadikan atlit tersebut merasa bosan. Untuk menjangkau capaian tinggi, volume pelatihan harus melebihi kemampuan atlit. Di sisi lain Bompa (1999: 40) Menyatakan “Untuk mengalahkan sifat membosankan dan kebosanan di (dalam) pelatihan, suatu pelatihan harus mengkreatifitaskan dengan pengetahuan suatu sumber daya latihan yang besar yang mengijinkan perubahan berkala. Pelatih dapat memperkaya ketrampilan dan latihan dengan mengadopsi bergeraknya pola teladan yang teknis serupa atau yang mengembangkan kemampuan biomotor olahraga”.

(19)

5) Prinsip Individual

Individualisasi di dalam pelatihan adalah salah satu kebutuhan yang utama di dalam pelatihan jaman ini. Mengacu pada gagasan di mana pelatih harus memperlakukan atlit masing-masing secara individu baik berdasar kemampuanya, potensi belajar karakteristik, dan pokok-pokok olahraga. Dengan mengabaikan tingkatan capaian. Model konsep pelatihan itu utuh, menurut karakteristik atlit psikologis dan fisiologis secara alami akan meningkatkan pelatihan secara objektif.

Bompa(1999: 37) menyatakan “pelatihan model individualisasi gunakanlah koreksi individu teknis atau mengkhususkan perorangan, untuk suatu peristiwa atau posisi beregu yang menilai secara obyektif dan secara subyektif mengamati suatu atlit. Dengan cara ini, pelatih dapat mengetahui kebutuhan atlit memaksimalkan kemampuanya”.

6) Proses Pelatihan

Spesialisasi yang dikhususkan untuk suatu olahraga, yaitu spesialisasi yang menghadirkan unsur utama yang diperlukan untuk memperolehsukses di dalam suatu olahraga. Spesialisasi adalah suatu kompleks, secara sepihakpun, proses ini berdasar pada pengembangan multilateral. Dari suatu pelajaran pelatihan pemula pertama hingga ke atlit yang telah dewasa, total volume pelatihan dan bagian latihan khusus secara konstan semakin ditingkatkan.

Bompa (1999: 34) menyatakan bahwa ”Rata-rata di dalam pelatihan, atau tindakan atlit yang khusus untuk memperoleh suatu efek pelatihan harus berlatih dari olahraga yang khusus dan berlatih untuk pengembangan kemampuan biomotor”. Yang terdahulu mengacu pada latihan yang paralel atau meniru bergeraknya olahraga yang spesifik. Yang belakangan mengacu pada latihan itu. Kemudian dikembangkan kekuatan, kecepatan dan daya tahan.

7) Prinsip Beban Berlebih

Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk memperoleh peningkatan kemampuan kerja. Andi Suhendro (1999:37) menyatakan,

(20)

“seorang atlet tidak akan meningkat prestasinya apabila dalam latihan mengabaikan prinsip beban latihan”. Sedangkan Bompa (1999: 44) menyatakan bahwa : “Prinsip dari berangsur-angsur beban meningkat adalah untuk pelatihan atlit dalam perencanaan, dari suatu siklus program latihan, dan semua atlit perlu mengikutinya dengan mengabaikan tingkat capaian mereka”. Peningkatan menilai capaian tergantung secara langsung pada tingkat dan cara di mana meningkatkan beban pelatihan tersebut.

Prinsip beban lebih merupakan dasar dan harus dipahami oleh seorang pelatih dan atlet. Kemampuan seseorang dapat meningkat jika mendapat rangsangan berupa beban latihan yang cukup berat, yaitu diatas beban latihan yang diterimanya.

e. Komponen-Komponen Latihan

Setiap kegiatan olahraga yang dilakukan oleh atlet akan mengarah kepada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia, dan kejiwaan. Semua komponen dibuat dengan sedemikian rupa dalam berbagai model yang sesuai dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang olahraga yang dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan tujuan latihan secara pasti, komponen mana yang harus menjadi tekanan latihan dalam mencapai tujuan penampilanya yang telah direncanakan.

Menurut Depdiknas (2000: 105) bahwa,”Dalam proses latihan yang efisien dipengaruhi : (1) Volume latihan, (2) Intensitas latihan, (3) Densitas latihan, dan (4) Kompleksitas latihan”. Apabila seorang pelatih merencanakan suatu latihan yang dinamis, maka harus mempertimbangkan semua aspek yang menjadi komponen latihan tersebut di atas. Untuk lebih jelasnya komponen-komponen latihan dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :

1) Volume Latihan

Sebagai komponen utama, volume merupakan prasyarat yang sangat penting untuk mendapatkan teknik yang tinggi dan pencapaian fisik yang lebih baik. Bompa

(21)

(1999: 77) berpendapat bahwa, ”Volume adalah hal penting prasyarat yang kuantitatif untuk taktis tinggi dan terutama prestasi”. Sedangkan repetisi menurut M. Sajoto (1995: 34) adalah, “Jumlah ulangan mengangkat suatu sebab”. Sedangkan set, menurut M. Sajoto (1995: 34) adalah, “suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi”. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut menunjukkan bahwa, volume latihan mencerminkan kuantitas atau banyaknya latihan yang dilakukan pada saat latihan. Peningkatan volume latihan merupakan puncak latihan dari semua cabang olahraga yang memiliki komponenen aerobik dan juga pada cabang olahraga yang menuntut kesempurnaan teknik atau ketrampilan taktik.

2) Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk dikaitkan dengan komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam kurun waktu yang diberikan. Lebih banyak kerja yang dilakukan dalam satuan waktu akan lebih tinggi pula intensitasnya.

Intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan geraknya, variasi interval atau istirahat diantara tiap ulangannya. Suharno HP. (1993: 31) menyatakan, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan”.

Hasil latihan dapat dicapai secara optimal, maka intensitas latihan yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu latihan yang tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang ditimbulkan sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila intensitas latihan terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera.

3) Densitas Latihan

Densitas menunjukan hubungan yang dicerminkan dalam waktu antara aktifitas dan pemulihan dalam latihan. Menurut Bompa (1999: 91) menyatakan

(22)

bahwa, ”Densitas adalah frekuensi dimana atlet ditunjukkan ke suatu rangkaian stimuli per bagian waktu”. Dengan demikian densitas berkaitan dengan suatu hubungan yang dinyatakan dalam waktu antara kerja dan pemulihan. Densitas yang mencukupi akan menjamin efisiensi latihan dan menghindarkan atlet dari kelelahan yang berlebihan. Densitas yang seimbang akan mengarah kepada pencapaian rasio optimal antara rangsangan latihan dan pemulihan.

Ketetapan densitas dinilai berdasarkan pertimbangan antara aktifitas dan pemulihan. Istirahat interval yang direncanakan diantara dua rangsangan, bergantung langsung pada intensitasnya dan lamanya setiap rangsangan yang diberikan. Rangsangan di atas tingkat intensitas submaksimal menurut interval isirahat yang relatif lama, dengan maksud untuk memudahkan pemulihan seseorang dalam menghadapi rangsangan berikutnya. Sebaliknya rangsangan pada intesitas rendah membutuhkan sedikit waktu untuk pemulihan, karena tuntunan terhadap rangsanganpun juga rendah.

4) Kompleksitas Latihan

Kompleksitas dikaitkan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan dalam latihan. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi, dapat menjadi penyebab penting dalam menambah intensitas latihan. Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang kompleks, dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi yang baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam Bompa (1990: 28) “Semakin sulit bentuk gerakan latihan semakin besar juga perbedaan individual serta efisiensi mekanismenya”. Misal pada olahraga lari 100 meter gerakan kompleks dimulai dari gerakan start sampai gerakan lari.

(23)

Komponen-komponen latihan yang disebutkan di atas, harus dipahami dan diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam latihan, maka komponen-komponen di atas harus diterapkan dengan baik dan benar, Sehingga tidak akan muncul hal-hal yang buruk dalam latihan.

f. Program Latihan

Program latihan merupaka salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pelatihan olahraga prestasi. Pelaksanaan latihan harus direncanakan, disusun, dan diprogram dengan baik sehingga tujuan dapat dicapai. Untuk mencapai prestasi olahraga yang setinggi mungkin, mutlak diperlukan penyusunan program latihan yang baik dan tepat. Program latihan harus disusun dengan teliti dan memperhatikan prinsip-prinsip latihan yang benar. Berkaitan dengan program latihan Andi Suhendro (1999: 13) menyatakan, ”Program latihan merupakan suatu petunjuk atau pedoman yang mengikat secara tertulis berisi cara-cara yan akan ditempuh untuk mencapai tujuan dimasa mendatang yang telah disiapkan”.

Pendapat tersebut menunjukan bahwa, program latihan merupakan petunjuk atau pedoman dalam latihan yang disusun oleh pelatih dan harus dilaksanakan oleh atlet. Kemampuan atlet akan meningkat apabila dibuat progam latihan yang teratur dan terprogram dalam jangka waktu tertentu. Menurut Harsono (1988: 223) bahwa :

“Perkembangan fisik dan mental, pembinaan serta peningkatan prestasi hanyalah dapat dikembangkan melalui suatu program latihan jangka panjang, oleh karena dalam perubahan-perubahan dalam organisasi mekanisme neurophysiologis dan perkembangan jaringan tubuh tidak mungki terjadi dalam jangka waktu yang pendek”.

Kemampuan atau prestasi yang tinggi dapat dicapai melalui program latihan jangka panjang. Dengan adanya program latihan yang tersusun dengan baik, maka latihan akan menjadi lebih terarah, sehingga tujuan yng ditetapkan akan dapat tercapai. Hal ini sesuai pendapat A. Hamidsyah Noer (1995: 309) bahwa , ”Tuntutan

(24)

suatu latihan adalah untuk mencapai prestasi semaksimal mungkin. Itulah sebabnya dibutuhkan penyusunan program dan perencanaan latihan yang baik dan tepat”. Sedangkan Andi Suhendro (1999: 16) memberikan beberapa langkah penting yang harus diperhatikan dalam menyusun program latihan yaitu :

1) Mengidentifikasi masalah dan menganalisa semua masalah dan kendala yang berhubunan dengan penentuan dan tujuan yang ingin dicapai.

2) Pembuatan perumusan program latihan.

3) Penjabaran secara rinci program latihan, terutama target-target latihan. 4) Melaksanakan program latihan dengan disiplin dan konsekuen.

5) Koreksi dan revisi program latihan yang dilaksanakan.

6) Mengevaluasi untuk mengontrol apakah program latihan itu berhasil atau belum mencapai tujuan.

Program latihan mempunyai manfaat yang penting terhadap pelaksanaan dan tujuan latihan. Manfaat dari program latihan diantaranya sebagai pedoman yang terorganisir, terhindar dari faktor kebetulan, waktu yang digunakan lebih efektif dan efesien, dapat terhindar dari hambatan-hambatan, arah dan tujuan latihan lebih jelas serta sebagai kontrol dari latihan yang telah dilaksanakan.

4. Metode Latihan Acceleration Sprint

a. Pengertian Model Latihan Acceleration Sprint

Metode latihan acceleration sprint merupakan suatu bentuk latihan yang dimulai dari lari pelan, semakin cepat, dan lari secepatnya semaksimal dengan kecepatan yang dimilikinya. Ini sesuai dengan pendapat ASCA bahwa acceleration adalah percepatan, seberapa cepat atlet bisa merubah atau meningkatkan kecepatan secara bertahap. Sedangkan menurut pendapat Fox (1984: 208) menyatakan bahwa, “akselerasi adalah pertambahan secara gradual dalam kecepatan lari, mulai dari pelan- pelan, semakin cepat, dan secepatnya dalam jarak 50-120 yard”.

(25)

b. Macam-macam Metode Latihan Acceleration Sprint

Bentuk latihan dalam acceleration sprint dapat berupa lari cepat dengan jarak tertentu dan bentuk pulih asal dari beberapa penulis dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Menurut ASCA (2011: 7) Acceleration drill mulai joging sejauh 10 m, percepatan sampai 30 m x6 repetisi, 1:2 x 1 set = 6 menit.

2. Dalam mencapai tujuan latihan harus mengetahui volume beban latihan lari cepat menurut Bompa (1990: 317-318), sebagai berikut: a) Intensitas rangsangan antara submaksimal dan super maksimal, b) Durasi rangsangan antara 5-20 detik, c) Volume total antara 5-15 kali jarak kompetisi, d) Frekuensi rangsangan adalah dengan diulang 5-6 kali per latihan, 2-4 kali perminggu selama fase kompetitif.

Dengan melakukan model latihan acceleration sprint pelari akan mudah untuk memperbaiki tehnik lari. Karena acceleration sprint dilakukan secara bertahap. c. Pelaksanaan Model Latihan Acceleration Sprint

Dalam pelaksanaan latihan acceleration sprint dalam lari 100 meter dibagi dengan tiga jarak yang sama yaitu lari dengan intensitas rendah, sedang dan maksimal dengan masing-masing jarak yang sama. Latihan acceleration sprint sebenarnya sangant cocok diberikan kepada atlet pemula karena ada penyesuaian antara dari lari ke jogging, langkah panjang sampai ke lari cepat. Menurut ASCA (2011: 3), acceleration sprint dapat dilakukan secara bertahap, membutuhkan peningkatan sedikit demi sedikit dari pelan (jogging) ke langkah panjang dan akhirnya lari cepat (sprint). Dengan demikian cara ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya cidera otot pada saat latihan berlangsung.

d. Kelebihan dan Kelemahan Metode Latihan Acceleration Sprint

Model latihan acceleration sprint merupakan bentuk latihan yang pelaksanaannya dimulai dari pelan, samakin cepat, mempertahankan kecepatan

(26)

maksimal sampai pada jarak tertentu. Tujuan metode latihan acceleration sprint adalah menekankan dan mempertahankan komponen teknik sprint (gerak teknik sprint) ketika kecepatan lari meningkat. Ditinjau dari pelaksanaan latihan acceleratian sprint ada kelebihan dan kelemahan pada model latihan ini. Kelebihan latihan dengan metode acceleration sprint antara lain: (1) Waktu latihan lebih efisien, karena latihan acceleration sprint dilakukan secara berkelanjutan dalam satu set, (2) Penguasaan teknik lari lebih cepat tercapai, karana dalam latihan acceleration sprint terdapat sesion latihan dimulai dari intensitas rendah yang memungkinkan untuk memperbaiki teknik lari. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Frank S. Pyke (1991: 136) mngemukakan bahwa “ peningkatan teknik terjadi pada kecepatan rendah dengan memperbaiki kesalahan yang memerlukan perhatian”. Disamping kelebihan di atas latihan acceleration sprint jaga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan acceleration sprint diantaranya: kurangnya frekuensi latihan kecepatan dengan intensitas maksimal karena dalam pelaksanannya hanya sekitar sepertiga jarak yang ditempuh.

Lari acceleration sprint jika dilakukan secara berulang-ulang dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter tentunya dengan latihan dan program latihan yang benar. Perkembangan kondisi fisik latihan acceleration sprint juga berpengaruh terhadap sistem energi. Menurut Mulyono (1998: 4) “ATP-PC bila 98% dan LA-O2

sebesar 2%, hal ini menandakan bahwa sistem energi yang baik pada lari 100 meter adalah ATP-PC LA atau anaerob”.

5. Metode Latihan Repetition Sprint

a. Pengertian Metode Latihan Repetition Sprint

Metode latihan repetition sprint merupakan metode latihan yang dilakukan dengan intensitas tinggi atau kecepatan maksimal, pada latihan ini dibutuhkan jarak yang tetap, kecepatan lari yang konstan (80-100% kecepatan maksimal). Menurut Mulyono B (1998: 8) bahwa “repetition sprint adalah suatu aktifitas yang dilakukan

(27)

berulang-ulang dan setiap kali diselingi aktifitas yang lebih ringan”. Bentuk model latihan dalam repetition sprint dapat berupa lari cepat atau ringan dengan bentuk latihan lari cepat, yang dilakukan dengan lari kecepatan maksimal, kemudian istirahat, lari lagi, istirahat lagi dan seterusnya.

b. Macam-macam Metode Latihan Repetition Sprint

Bentuk latihan dalam repetition sprint dapat berupa lari cepat dengan jarak tertentu dan bentuk pulih asal dari beberapa penulis dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Menurut Yossef Nossek (1982: 71 ) adalah a) intensitas kerja submaksimal dan maksimal, b) jarak yang di tempuh 30-80 meter, c)volume berjumlah 10-16 kali repetisi pengulangan dalam 3-4 seri.

b. Menurut Suharno HP (1993: 49) bahwa “volume beban latihan lari cepat 5-10 kalii giliran lari, tiap-tiap giliran lari secepat-cepatnya dengan jarak 30-80 meter. Frekuensi dan tempo secepat-cepatnya”.

Dengan melakukan model latihan repetition sprint pelari akan mengalami kesulitan untuk membenahi teknik lari. Karena Repetition sprint dilakukan dengan intensitas tinggi atau kecepatan maksimal dari awal start sampai finish.

c. Pelaksanaan Model Latihan Repetition Sprint

Dalam melaksanakan latihan repetition sprint ini, Zaciorskij dalam bukunya Yossef Nosseck (1982: 103) mengidentifikasikan ada 3 cara yaitu: Pertama, olahragawan secara berulang-ulang melakukan lari jarak pendek dengan kecepatan maksimum. Setelah masing-masing melakukan lari waktunya dihitung dandiumumkan kepada olahragawan tersebut. Kedua, tugas yang sama dilakukan tetapi kecepatan lari tersebut berbedadari waktu ke waktu (meningkat). Olahragawan tersebut memperkirakan masing-masing lari, waktu lari dan membandingkan waktu tersebut dengan waktu yang diukur. Ketiga, jarak dipraktekan dengan kecepatan (yang dinyatakan dalam waktu lari) yang ditetapkan terlebih dahulu. Kontrol

(28)

dilakukan dengan waktu yang diukur, melalui latihan semacam itu olahragawwan tersebut juga belajar untuk memilih kecepatan menurut tujuan latihannya.

b. Kelebihan dan kelemahan Metode Latihan Repetition Sprint

Menurut Fox, & Bowers, & Foss (1988: 315) memberikan definisi bahwa latihan lari cepat repetisi adalah lari cepat yang dilakukan dengan kecepatan maksimal, berulang-ulang dengan diselingi periode pulih asal (recovery) sempurna diantara ulangan yang dilakukan. Sebelum ulangan (repetisi) dilakukan, perlu adanya pulih asal yang cukup lama, hal ini penting terutama untuk meningkatkan power anaerobic dan oksigen-dept yang tinggi. Ditinjau dari pelaksanaan repetition sprint dapat diidentifikasikan kelebihan dan kelemahan. Kelebihan lari dengan model repetition sprint antara lain: (1) Frekuensi latihan kecepatan lebih efektif, karena jarak yang ditempuh harus dengan intensitas maksimal, (2) Terdapat waktu istirahat yang cukup, hal ini dikarenakan pemulihan diperlukan setelah melakukan kerja dengan intensitas beban latihan yang tinggi. Dengan adanya pemulihan yang dilakukan diantara ulangan memiliki beberapa manfaat menurut Suharno H.P. (1985: 12) manfaat adanya pemulihan ini antara lain: (a) Menghindari overtraining, dan (b) memberi kesempatan organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beban latihan sebelumnya. Dengan istirahat yang cukup maka tubuh akan siap kembali untuk melaksanakan latihan selanjutnya.

Disamping kelebihan diatas, metode repetition sprint juga memiliki kelemahan yaitu: (1) Penguasaan teknik sulit tercapai, karena gerakan yang dilakukan secara terus-menerus dengan intensitas tinggi hal ini menyebabkan kelelahan sehingga berpengaruh pada ketidak sempurnaan teknik, (2) Evaluasi dan perbaikan gerakan sulit dilakukan, karena gerakan yang dilakukan terlalu cepat. Repetition sprint yang dilakukan secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan kecepatan lari sesuai dengan tipe kerja dan sistem energi yang dikembangkan. Tipe kerja repetition sprint adalah kerja anaerobik yaitu latihan yang dilakukan dengan jangka waktu yang singkat dan memerlukan kerja maksimal, yang bertujuan

(29)

mengembangkan kondisi fisik , kecepatan dengan sistem energi (ATP-PC dan LA). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Fox (1984: 20), mengemukakan bahwa lari cepat repetisi mengembangkan system energi: (a) ATP-PC dan LA sebesar 10-80%; (b) LA dan 02 sebesar 10-10-80%; dan (c) 02 sebesar 10-80%. Dengan demikian peningkatan kecepatan lari ini maka pelari dalam melakukan kerja dapat meningkat pula. Jadi model latihan repetition sprint dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter.

B. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar 5. Skema Kerangka Berfikir

1. Adakah pengaruh metode latihan acceleration sprint dan repetition sprint terhadap peningkatan hasil belajar lari 100 meter

Metode latihan acceleration sprint dan repetition sprint merupakan suatu metode latihan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Latihan ini merupakan metode latihan yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Pelaksanaan metode latihan acceleration sprint dilakukan dengan lari pelan atau jogging kemudian ditingkatkan lagi ke striding (percepatan) kemudian kecepatan maksimal dilanjutkan istirahat. Akselerasi adalah pertambahan secara

Acceleration Sprint Repetition Sprint

Model Latihan Drill

Keterampilan lari 100 meter

(30)

gradual dalam kecepatan lari, mulai dari pelan- pelan, semakin cepat, dan secepatnya dalam jarak 50-120 yard”. Latihan ini diulangi lagi dengan diselingi istirahat penuh. Pelari-pelari yang berkualitas akan mencapai kecepatan maksimum lebih cepat mempertahankan kecepatan maksimum pada jarak yang lebih panjang dan kecepatan maksimum menurun lebih lambat dari pada pelari cepat yang lain atau pelari cepat yang tidak terkondisi atau tidak terlatih. Tujuan metode latihan ini adalah menekankan dan mempertahankan komponen teknik sprint (gerak teknik sprint) ketika kecepatan berlari meningkat. Penguasaan teknik lari lebih cepat tercapai, karana dalam latihan acceleration sprint terdapat sesion latihan dimulai dari intensitas rendah yang memungkinkan untuk memperbaiki teknik lari.

Sedangkan metode latihan repetition sprint dilakukan dengan kecepatan lari yang tetap dan maksimal dilakukan berulang-ulang dan diselingi waktu pemulihan yang cukup (recovery). Selama mengikuti latihan repetition sprint para siswa melibatkan dirinya dalam latihan fisik dan psikis. Dengan latihan-latihan fisik yang dilakukan dengan metode repetition sprint, juga mengembangkan sistem energi ATP_PC dan LA.

2. Mana yang lebih baik antara metode latihan acceleration sprint dan repetition sprint terhadap peningkatan hasil belajar ketrampilan lari 100 meter

Dalam mengamati pelaksanaan diantara kedua metode latihan tersebut, memiliki karakteristik yang berbeda tentang kelebihan dan kelemahannya. Metode latihan acceleration sprint memiliki kelebihan dan kelemahan yang dapat dianalisis sebagai berikut:

a. Kelebihan:

1. Waktu latihan lebih efisien, karena model latihan acceleration sprint dilakukan secara berkelanjutan dalam satu set.

2. Penguasaan teknik lari lebih cepat tercapai, karana dalam latihan acceleration sprint terdapat sesion latihan dimulai dari intensitas rendah yang memungkinkan untuk memperbaiki teknik lari.

(31)

3. Efektif untuk mengembangkan kekuatan otot dan kecepatan reaksi.

4. Dapat memberikan pengaruh pada peningkatan kecepatan reaksi, terutama reaksi sederhana

b. Kelemahan:

1. Kurangnya frekuensi latihan kecepatan dengan intensitas maksimal karena dalam pelaksanannya hanya sekitar sepertiga jarak yang ditempuh.

2. Kurang efektif untuk mengembangkan daya tahan kecepatan, sebab pelaksanaannya hanya melakukan latihan kecepatan dengan intensitas maksimal kurang dari jarak sesungguhnya

Sedangkan untuk penerapan model latihan repetition sprint dalam satu unit latihan memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut;

a. Kelebihan:

1. Frekuensi latihan kecepatan lebih efektif, karena jarak yang ditempuh harus dengan intensitas maksimal.

2. Terdapat waktu istirahat yang cukup, hal ini dikarenakan pemulihan diperlukan setelah melakukan kerja dengan intensitas beban latihan yang tinggi.

b. Kelemahan:

1. Penguasaan teknik sulit tercapai, karena gerakan yang dilakukan secara terus-menerus dengan intensitas tinggi hal ini menyebabkan kelelahan sehingga berpengaruh pada ketidak sempurnaan teknik/gerak.

2. Evaluasi dan perbaikan gerakan sulit dilakukan, karena gerakan yang dilakukan terlalu cepat.

Pengembangan sistem energi dalam repetition sprint yaitu ATP-PC dan LA sebesar 10-80%; LA dan 02 sebesar 10-80%; dan 02 sebesar 10-80%. Latihan repetition sprint jika dilakukan berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan kondisi fisik sesuai dengan tipe kerja dan sistem energi yang dikembangka. Tipe kerja repetition sprint adalah kerja anaerobik. Yaitu latihan yang dilakukan dengan jangka

(32)

waktu yang singkat dengan intensitas kerja maksimal yang bertujuan mengembangkan kondisi fisik kecepatan dengan sistem energi ATP-PC dan LA.

Berdasarkan karakteristik kelebihan dan kelemahan dari masing-masing metode latihan tersebut tentunya akan memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. Perlakuan yang berbeda-beda akan menimbulkan respon yang berbeda pula pada diri pelaku. Ditinjau dari segi tujuan menggunakan model latihan mempunyai tujuan yang sama yaitu meningkatkan kecepatan lari 100 meteryang lebih baik. Dalam sistem pelaksanan, metode latihan acceleration sprint terdapat penguasaan tehnik yang bagus namun untuk frekuensi latihan kecepatan dengan intensitas maksimal hanya sedikit sedangkan metode latihan repetition sprint merupakan latihan yang dilakukan dengan frekuensi latihan kecepatan dengan intensitas maksimal yang cukup banyak. Dalam hal ini, metode latihan acceleration sprint sangat berpengaruh terhadap peningkatan kecepatanlari 100 meter dibandingkan model latihan repetition sprint

C. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh metode latihan acceleration sprint dan repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA Negeri 1 Tawangsari tahun pelajaran 2014/2015.

2. Metode latihan acceleration sprint memiliki pengaruh yang lebih baik dibandingkan metode latihan repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas XI SMA Negeri 1 Tawangsari tahun pelajaran 2014/2015.

Gambar

Gambar 1. Tiga Posisi Dasar Balok Start
Gambar 2. Teknik Start Jongkok  (Engkos Kosasi, 1994: 19-20)
Gambar 3. Tehnik Gerakan Lari Sprint  (Engkos Kosasih, 1994; 21)
Gambar 4. Tehnik Memasuki Garis Finish  (Engkos Kosasih, 1994; 22)
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Layanan petugas laborato- rium yang perlu ditingkatkan supaya proses belajar mengajar di Jurusan Teknik Industri sukses antara lain asisten laboratorium harus memiliki kemam- puan

Setelah mempelajari arsip menurut kata, asal usul dari beberapa sumber diatas, maka dapat disimpulkan bahwa arsip adalah kumpulan data/warkat/surat/naskah berupa

Kelompok kerja Unit Layanan Pengadaan Barang Jasa, telah melaksanakan tahapan Pemberian Penjelasan (Aanwijzing) Dokumen Pengadaan dengan metode tanya jawab secara elektronik

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Tata Busana..

[r]

DAMPAK BANTUAN OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) TERHADAP KONDISI PEREKONOMIAN UGANDA TAHUN 2001 SAMPAI 2006.. Untuk Pemenuhan Tugas Seminar Masalah