• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Manajemen Pemasaran

Manajemen pemasaran (Sunarto, 2006, p12) adalah analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian dari program-program yang dirancang untuk menciptakan, membangun dan memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan. Manajemen pemasaran meliputi mengatur permintaan, yang selanjutnya mencakup mengatur hubungan dengan pelanggan.

2.1.2 Pengertian Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran (Sunarto, 2006) adalah seperangkat alat pemasaran taktis dan terkontrol yang dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri atas segala sesuatu yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya. Kemungkinan-kemungkinan itu dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok variabel yang dikenal dengan “Empat P”: Product, Price, Place, Promotion (produk, harga, distribusi, dan promosi).

Produk artinya kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran. Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh pelanggan untuk memperoleh produk. Distribusi meliputi aktivitas perusahaan agar mudah didapatkan konsumen sasarannya. Promosi artinya aktivitas

(2)

mengkomunikasikan keunggulan produk serta membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya.

2.1.3 Pengertian Harga

Menurut Kotler ( 2001, p439 ), harga mempunyai arti sempit dan luas. Dalam arti yang sempit, harga ( price ) adalah jumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa. Dalam arti luas, harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut.

Harga (Ma’ruf, 2006) adalah satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Harga adalah juga salah satu elemen yang paling fleksibel dari bauran pemasaran. Tidak seperti sifat-sifat produk dan komitmen jalur distribusi, harga dapat berubah dengan cepat. Pada saat yang sama, penetapan harga dan persaingan harga adalah masalah utama yang dihadapi banyak eksekutif pemasaran.

2.1.4 Langkah-Langkah Penetapan Harga

Perusahaan harus mempertimbangkan berbagai faktor dalam menetapkan kebijakan harga. Terdapat enam langkah untuk menetapkan harga (Kotler, 2002): (1) memilih tujuan penetapan harga, (2) menentukan permintaan, (3) Memperkirakan biaya, (4) Manganalisis biaya, harga dan tawaran pesaing, (5) memilih metode penetapan harga, serta (6) memilih harga akhir.

(3)

2.1.4.1 Memilih Tujuan Penetapan Harga

Semakin jelas tujuan perusahaan, semakin mudah untuk menetapkan harga. Perusahaan dapat mengejar salah satu dari lima tujuan utama melalui penetapan harga: kelangsungan hidup, laba sekarang maksimum, pangsa pasar maksimum, skimming pasar maksimum, atau kepemimpinan mutu-produk.

Gambar 2.1

Menentukan Kebijakan Penetapan Harga

Sumber: Kotler, 2002

3. Memperkirakan Biaya 2. Menentukan Permintaan 1. Memilih tujuan penetapan

harga

4. Menganalisis biaya, harga, dan tawaran pesaing

5. Memilih metode penetapan harga

(4)

Perusahaan dapat mengejar kelangsungan hidup sebagai tujuan utama jika mengalami kelebihan kapasitas, persaingan yang ketat, atau keinginan konsumen yang berubah-ubah. Untuk menjaga agar pabrik tetap beroperasi dan persediaan terus berputar, perusahaan akan menurunkan harga. Laba kurang penting dibandingkan kelangsungan hidup. Selama harga dapat menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap, perusahaan dapat terus berjalan. Akan tetapi, kelangsungan hidup hanyalah tujuan jangka pendek. Dalam jangka panjang, perusahaan harus belajar meningkatkan nilainya, jika tidak maka ia akan punah.

Banyak perusahaan mencoba untuk menetapkan harga yang akan memaksimumkan laba sekarang. Mereka memperkirakan permintaan dan biaya yang berkaitan dengan berbagai alternatif harga dan memilih harga yang akan menghasilkan laba sekarang, arus kas, atau tingkat pengembalian investasi yang maksimum. Strategi itu mengasumsikan bahwa perusahaan mengetahui fungsi permintaan dan biayanya; dalam kenyataannya kedua hal itu sukar untuk diperkirakan. Dengan menekankan kinerja keuangan sekarang perusahaan mungkin mengorbankan kinerja jangka panjang, mengabaikan pengaruh berbagai variabel bauran pemasaran lain, reaksi pesaing, dan pembatasan hukum atas harga.

Beberapa perusahaan ingin memaksimumkan pangsa pasar mereka. Mereka yakin bahwa volume penjualan yang lebih tinggi akan menghasilkan biaya per unit yang lebih rendah dan laba jangka panjang yang lebih tinggi. Mereka menetapkan harga terendah, dengan berasumsi

(5)

bahwa pasar peka terhadap harga. Hal itu disebut penetapan harga penetrasi-pasar (market-penetration pricing).

Banyak perusahaan menyukai penetapan harga tinggi untuk menyaring pasar. Penyaringan lapisan pasar hanya mungkin dalam kondisi-kondisi berikut: (1) Sejumlah pembeli yang memadai memiliki permintaan sekarang yang tinggi; (2) biaya per unit untuk memproduksi volume kecil tidak terlalu tinggi sehingga dapat menghilangkan keunggulan penetapan harga maksimum yang dapat diserap pasar; (3) harga awal yanga tinggi tidak menarik lebih banyak pesaing ke pasar; (4) harga yang tinggi menyatakan citra produk yang unggul.

Perusahaan mungkin bertujuan untuk menjadi pemimpin dalam mutu-produk di pasar. Biasanya, hal ini menyebabkan dibebankannya harga yang lebih tinggi untuk menutupi mutu produk dan biaya R&D yang lebih tinggi.

Apapun tujuan spesifiknya, perusahaan yang menggunakan harga sebagai alat strategis akan menghasilkan lebih banyak laba daripada perusahaan yang hanya membiarkan biaya atau pasar menetapkan harga mereka.

Menurut Tjiptono (2002, p152), pada dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan harga :

1. Tujuan berorientasi pada laba

Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba yang paling tinggi. Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimasi laba. 2. Tujuan beroerintasi pada volume

(6)

Selain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan harganya berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing objectives. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan (dalam ton, kg, unit, m3,

dan lain-lain), nilai penjualan (Rp) atau pangsa pasar. 3. Tujuan beroerientasi pada citra

Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value), misalnya, dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu. Pada hakikatnya, baik penetapan harga tinggi maupun rendah bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran produk yang ditawarkan perusahaan. 4. Tujuan stabilitas harga

Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan harga mereka. Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga dalam industri-industri tertentu yang produknya sangat terstandarisasi. Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pimpinan industri (industry leader).

(7)

5. Tujuan lain-lainnya

Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah, serta merangsang perrmintaan.

2.1.4.2 Menentukan Permintaan

Tipe harga yang dikenakan perusahaan akan menghasilkan level permintaan yang berbeda-beda dan karena itu akan memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap tujuan pemasarannya. Hubungan antara berbagai alternatif harga dengan permintaan sekarang yang dihasilkan ditunjukkan dalam kurva permintaan (Gambar 2.2 (a)).

Dalam keadaan normal, permintaan dan harga berhubungan terbalik: semakin tinggi harga semakin rendah permintaan. Dalam hal barang mewah, kurva permintaan kadang-kadang mempunyai kemiringan yang naik. Akan tetapi, jika harganya terlalu tinggi, level permintaan akan turun.

Gambar 2.2

Permintaan yang Inelastis dan yang Elastis

(8)

2.1.4.2.1 Kepekaan Harga

Kurva permintaan menunjukkan pembelian pasar yang mungkin pada berbagai harga. Kurva tersebut menjumlahkan reaksi berbagai subbudaya yang memiliki kepekaan pasar yang beragam. Langkah pertama dalam memperkirakan permintaan adalah memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan harga. Terdapat sembilan faktor yang mempengaruhi kepekaan harga (Nagle dikutip oleh Kotler, 2002, pp522-524)

1. Pengaruh nilai-unik: para pembeli kurang peka terhadap harga jika produk tersebut lebih bersifat unik.

2. Pengaruh kesadaran atas produk pengganti: para pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika menyadari adanya produk pengganti.

3. Pengaruh perbandingan yang sulit: para pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika mereka tidak dapat dengan mudah membandingkan mutu barang pengganti. 4. Pengaruh pengeluaran total: pembeli semakin kurang peka

terhadap harga jika pengeluaran tersebut semakin rendah dibandingkan pendapatan totalnya.

5. Pengaruh manfaat akhir: para pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika pengeluaran tersebut semakin kecil dibandingkan biaya total produk akhir.

6. Pengaruh biaya bersama: para pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika sebagian biaya itu ditanggung pihak lain.

(9)

7. Pengaruh investasi tertanam: para pemebli semakin kurang peka terhadap harga jika produk tersebut digunakan bersama dengan aktiva yang telah dibeli.

8. Pengaruh mutu-harga: para pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika produk tersebut dianggap memiliki mutu, prestise, atau eksklusivitas yang lebih.

9. Pengaruh persediaan: para pembeli semakin kurang peka terhadap harga jika mereka tidak dapat menyimpan produk tersebut.

Sejumlah kekuatan, seperti deregulasi dan teknologi perbandingan harga langsung yang tersedia dalam internet, telah mengubah produk menjadi komoditas di mata para konsumen dan meningkatkan kepekaan mereka terhadap harga. Para pemasar perlu bekerja lebih keras untuk mendiferensiasikan tawaran mereka ketika puluhan pesaing secara virtual menjual produk yang sama dengan harga yang sebanding atau lebih rendah. Lebih dari yang pernah ada, perusahaan-perusahaan perlu memahami kepekaan harga dari pelanggan serta calon pelanggan merek dan trade-off yang dilakukan orang untuk memilih antara harga dan karakteristik produk.

2.1.4.2.2 Memperkirakan Kurva Permintaan

Terdapat tiga pendekatan dalam mengukur kurva permintaan, yaitu (Kotler, 2002, p525):

(10)

Yang pertama melibatkan analisis secara statistik atas data harga masa lalu, jumlah yang terjual, dan faktor-faktor lain sebagai dasar untuk memperkirakan hubungannya. Data dapat bersifat longitudinal (dari waktu ke waktu) atau cross-sectional (berbagai lokasi pada saat yang sama).

Pendekatan kedua adalah melakukan eksperimen harga. Bennett dan Wilkinson secara sistematis mengubah harga berbagai poduk yang dijual di toko diskon dan mengamati hasilnya. Suatu pendekatan alternatif adalah mengenakan berbagai harga dalam wilayah yang serupa untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap penjualan.

Pendekatan ketiga adalah meminta pembeli untuk menyatakan berapa banyak unit yang akan mereka beli pada berbagai harga yang diusulkan. Namun, pembeli cenderung merendahkan minat mereka pada harga yang lebih tinggi untuk mencegah perusahaan mengenakan harga yang lebih tinggi.

2.1.4.2.3 Elastisitas Harga dari Permintaan

Pemasar perlu mengetahui seberapa responsif, atau elastis, permintaan dalam menanggapi perubahan harga. Pada kurva permintaan (Gambar 2.2 (a)), harga naik dari $10 menjadi $15 mengakibatkan penurunan kecil dalam permintaan dari 105 menjadi 100. Pada kurva permintaan (Gambar 2.2 (b)), kenaikan harga yang sama mengakibatkan penurunan permintaan yang besar dari 150 menjadi 50. Jika permintaan

(11)

hampir tidak berubah dengan adanya perubahan kecil pada harga, kita menyebut permintaan itu inelastis. Jika permintaan mengalami banyak perubahan, permintaan itu elastis.

Permintaan akan menjadi kurang elastis dalam kondisi-kondisi berikut: (1) Terdapat hanya sedikit atau bahkan tidak ada barang pengganti atau pesaing; (2) pembeli tidak segera menyadari harga yang lebih tinggi tersebut; (3) pembeli lambat dalam mengubah kebiasaan membelinya dan dalam mencari harga yang lebih rendah; (4) pembeli berpikir bahwa harga yang lebih tinggi itu pantas karena ada perbaikan mutu, inflasi yang normal, dan lainnya. Jika permintaan itu elastis, penjual akan mempertimbangkan untuk menurunkan harga. Harga yang lebih rendah akan menghasilkan penerimaan total yang lebih besar. Hal itu benar-benar terjadi jika biaya untuk memproduksi dan menjual lebih banyak unit tidak meningkat melebihi proporsinya.

2.1.4.3 Memperkirakan Biaya

Permintaan menentukan batas harga tertinggi yang dapat dikenakan perusahaan atas produknya. Dan biaya perusahaan menentukan batas terendahnya. Perusahaan ingin menetapkan harga yang dapat menutup biaya produksi, distribusi, dan penjualan produk termasuk tingkat pengembalian investasi yang memadai atas usaha dan resiko yang dilakukannya.

(12)

Biaya perusahaan ada dua jenis, biaya tetap dan variabel. Biaya tetap (juga disebut overhead) adalah biaya-biaya yang tidak dipengaruhi oleh produksi atau penjualan. Biaya variabel adalah biaya yang langsung berubah menurut level produksi.

2.1.4.4 Menganalisis Biaya, Harga, dan Tawaran Pesaing

Dalam rentang kemungkinan harga yang ditentukan oleh permintaan pasar dan biaya perusahaan, perusahaan harus memperhitungkan biaya pesaing, harga pesaing dan kemungkinan reaksi harga oleh pesaing. Jika tawaran perusahaan serupa dengan tawaran pesaing utamanya, maka perusahaan harus menetapkan harga yang dekat dengan harga pesaing atau ia akan kehilangan penjualan. Jika tawaran perusahaan lebih rendah mutunya, perusahaan tidak dapat menetapkan harga yang lebih tinggi daripada pesaing. Jika penawaran perusahaan lebih tinggi mutunya, perusahaan dapat menetapkan harga yang lebih tinggi daripada pesaing. Akan tetapi, perusahaan harus menyadari bahwa pesaing dapat mengubah harganya sebagai tanggapan atas harga perusahaan.

2.1.4.5 Memilih Metode Penetapan Harga

Dengan adanya tiga C (Kotler, 2002, p529), yaitu: kurva permintaan pelanggan (customer’s demand schedule), fungsi biaya (cost function), dan harga pesaing (competitor’s prices), perusahaan kini siap untuk memilih suatu harga. Perusahaan memilih metode penetapan harga yang menyertakan satu atau lebih dari tiga pertimbangan itu. Terdapat

(13)

enam metode penetapan harga (Kotler, 2002, p529), yaitu: penetapan harga markup (markup pricing), penetapan harga berdasarkan sasaran pengembalian (target-return pricing), penetapan harga berdasarkan nilai yang dipersepsikan (perceived-value pricing), penetapan harga nilai (value pricing), penetapan harga sesuai harga berlaku (going-rate pricing), dan penetapan harga penawaran tertutup (sealed-bid pricing).

2.1.4.5.1 Penetapan Harga Markup

Metode penetapan harga yang paling dasar adalah dengan menambahkan markup standar ke biaya produk. Perusahaan konstruksi memberikan harga tender dengan memperkirakan biaya total proyek dan menambahkan markup standar sebagai laba. Misalkan sebuah produsen pemanggang roti memiliki perkiraan biaya dan penjualan sebagai berikut:

Maka biaya per unit produsen tersebut adalah: Biaya per unit = biaya variabel + $300.000

50.000

Biaya variabel per unit $ 10

Biaya tetap 300.000

Unit penjualan yang diharapkan 50.000

Biaya tetap Unit penjualan

(14)

Sekarang, misalkan bahwa produsen tesebut ingin memperoleh 20 persen markup atas penjualan. Harga markup produsen adalah:

Harga markup =

Produsen tersebut akan menetapkan harga bagi dealer $20 untuk tiap pemanggang roti dan memperoleh laba $4 per unit. Penyalur tersebut kemudian akan mengenakan markup pada pemanggang roti tersebut. Jika penyalur tersebut ingin memperoleh laba 50 persen dari harga penjualan, ia akan mengenakan markup sehingga harganya menjadi $40. Itu sama dengan markup atas biaya sebesar 100 persen.

Mark up umumnya lebih tinggi untuk produk musiman (guna menutup resiko produk yang tidak terjual), produk khusus, produk yang penjualannya lambat, produk yang biaya penyimpanan dan penanganannya tinggi, serta produk dengan permintaan yang tidak elastis seperti obat-obat yang memerlukan resep dokter. Perusahaan-perusahaan yang memperkenalkan produk baru sering menetapkan harga yang tinggi dengan harapan dapat mengembalikan biayanya secepat mungkin.

Biaya per unit $ 16

(15)

2.1.4.5.2 Penetapan Harga Berdasarkan Sasaran Pengembalian Dalam penetapan harga berdasarkan sasaran pengembalian (target-return pricing), perusahaan menentukan harga yang akan mengembalikan tingkat pengembalian atas investasi (ROI) yang diinginkan. Harga berdasarkan sasaran pengembalian itu dihitung dengan rumus:

Harga sasaran pengembalian=

2.1.4.5.3 Penetapan Harga Berdasarkan Nilai yang Dipersepsikan Semakin banyak perusahaan yang mendasarkan harga produk mereka pada nilai yang dipersepsikan (perceived-value). Mereka melihat persepsi nilai pembeli, bukan biaya penjual, sebagai kunci untuk penetapan harga. Mereka menggunakan berbagai variabel nonharga dalam bauran pemasaran untuk membentuk nilai yang dipersepsikan dalam pikiran pembeli.

Kunci untuk penetapan harga berdasarkan nilai yang dipersepsikan secara akurat menentukan persepsi pasar atas nilai tawaran. Penjual yang memandang nilai tawarannya terlalu tinggi akan menetapkan harga yang terlalu tinggi bagi produknya. Penjual dengan pandangan terlalu rendah akan menetapkan harga yang lebih rendah daripada harga yang dapat ditetapkan. Riset pasar dibutuhkan untuk membentuk Biaya perunit + x modal yang diinvestasikan Unit penjualan

Tingkat pengembali an yang diinginkan

(16)

persepsi pasar atas nilai sebagai panduan dalam penetapan harga yang efektif.

2.1.4.5.4 Penetapan Harga Nilai

Dalam tahun-tahuan terakhir ini, beberapa perusahaan menerapkan penetapan harga nilai (value pricing), yaitu mereka menetapkan harga yang cukup rendah untuk tawaran yang bermutu tinggi. Penetapan harga nilai menyatakan bahwa harga harus menggambarkan tawaran yang bernilai tinggi bagi konsumen.

Penetapan harga nilai bukan sekedar menetapkan harga yang lebih rendah untuk produk suatu perusahaan dibandingkan para pesaing. Hal itu merupakan masalah rekayasa ulang operasi perusahaan supaya benar-benar menjadi produsen yang berbiaya rendah tanpa mengorbankan mutu, serta menurunkan harga secara berarti untuk menarik sejumlah pelanggan yang sadar-nilai.

Salah satu jenis penetapan harga nilai yang penting adalah penetapan harga murah setiap hari (everyday low pricing – EDLP), yang terjadi ditingkat eceran. Pengecer yang menerapkan kebijakan EDLP mengenakan harga yang murah setiap hari secara konstan tanpa diskon harga sementara. Harga konstan itu menghilangkan ketidakpastian harga dari minggu ke minggu dan dapat dikontraskan dengan penetapan harga “tinggi-rendah” dari pesaing yang berorientasi promosi. Dalam penetapan harga tinggi-rendah (High-low pricing),

(17)

pengecer mengenakan harga yang lebih tinggi setiap hari tetapi kemudian sering melancarkan promosi dengan menurunkan harga dibawah tingkat EDLP untuk sementara.

Para pengecer menerapkan EDLP untuk sejumlah alasan, yang paling penting adalah bahwa penjualan dan promosi terus-menerus itu mahal dan menghapus kepercayaan konsumen terhadap kredibilitas harga di rak sehari-hari. Konsumen juga kurang memiliki waktu dan kesabaran terhadap tradisi lama seperti mengamati tawaran khusus pasar swalayan dan mengumpulkan kupon potongan harga.

Namun, tidak bisa disangkal bahwa promosi menciptakan kegembiraan dan menarik para pembelanja. Karena alasan itu, EDLP bukan jaminan keberhasilan. Ketika supermarket menghadapi persaingan yang semakin memuncak dari mitranya yang seimbang dan dari saluran alternatif, banyak orang yang menemukan bahwa kunci untuk menarik para pembelanja adalah menggunakan kombinasi strategi penetapan harga tinggi-rendah dan penetapan harga rendah seetiap hari dengan iklan dan promosi yang ditingkatkan.

2.1.4.5.5 Penetapan Harga Sesuai Harga Berlaku

Dalam penetapan harga sesuai harga berlaku (going-rate pricing), perusahaan mendasarkan harganya terutama pada harga pesaing. Perusahaan dapat mengenakan harga yang sama, lebih tinggi, atau lebih rendah daripada pesaing

(18)

utamanya. Dalam industri yang bersifat oligopoli yang menjual komoditas seperti baja, kertas, atau pupuk, perusahaan-perusahaan itu umumnya menetapkan harga yang sama. Perusahaan-perusahaan kecil yang “mengikuti pemimpin pasar”, mengubah harga jika harga pemimpin pasar berubah dan bukannya jika permintaan atau biaya mereka sendiri berubah. Beberapa perusahaan mengenakan sedikit premium atau diskon tetapi mereka mempertahankan selisih tersebut. Para pengecer bensin kecil biasanya mengenakan harga beberapa sen lebih murah per galon dibandingkan dengan perusahaan minyak besar serta menjaga agar selisih tersebut tidak bertambah atau berkurang.

Penetapan harga sesuai harga berlaku cukup populer. Jika biaya sulit untuk diukur atau tanggapan pesaing tidak pasti, perusahaan berpendapat bahwa harga yang berlaku merupakan pemecahan yang baik. Harga yang berlaku dianggap mencerminkan kebijakan bersama industri sebagai harga yang akan menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang layak dan tidak membahayakan keselarasan industri.

2.1.4.5.6 Penetapan Harga Tender Tertutup

Penetapan harga yang kompetitif umumnya digunakan jika perusahaan mengikuti tender tertutup atas suatu proyek. Perusahaan menentukan harga berdasarkan perkiraannya tentang bagaimana pesaing akan menetapkan harga dan bukan

(19)

berdasarkan hubungan yang kaku dengan biaya atau permintaan perusahaan. Perusahaan ingin memenangkan kontrak tersebut dan untuk menang, perusahaan harus memberikan harga yang lebih rendah dibandingkan para pesaing. Tetapi pada saat yang sama, perusahaan tidak dapat menetapkan harga dibawah biayanya tanpa membahayakan posisinya sendiri.

2.1.4.6 Memilih Harga Akhir

Metode-metode penetapan harga mempersempit rentang harga yang harus dipilih perusahaan untuk menentukan harga akhir. Dalam memilih harga akhir, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai faktor tambahan, termasuk penetapan harga psikologis, pengaruh elemen bauran pemasaran lain terhadap harga, kebijakan penetapan harga perusahaan, dan dampak dari harga terhadap pihak-pihak lain.

2.1.4.6.1 Penetapan Harga Psikologis

Ketika melihat produk tertentu, pembeli memiliki suatu harga referensi dalam benaknya yang mungkin terbentuk dengan memperhatikan harga-harga sekarang, harga masa lalu, atau konteks pembelian. Para penjual sering memanipulasi harga referensi itu dalam menetapkan harga produk mereka. Misalnya, seorang penjual menempatkan produknya diantara produk-produk mahal untuk menyiratkan bahwa produk tersebut berada dalam kelas yang sama. Toko serba ada

(20)

memajang pakaian wanita di berbagai bagian tersendiri yang dibedakan menurut harga; gaun di bagian yang mahal dianggap bermutu lebih baik. Pemikiran harga referensi juga diciptakan dengan menyarankan suatu harga produsen yang tinggi, atau dengan menunjukkan bahwa harga produk tersebut sebelumnya jauh lebih tinggi, atau dengan menunjukkan harga pesaingnya yang tinggi.

Banyak penjual percaya bahwa harga harus menghasilkan angka ganjil. Banyak pelanggan melihat amplifier stereo dijual dengan harga $299 dan bukannya $300 yang berada dikisaran $200 bukannya di kisaran $300. Penjelasan lain adalah angka akhir yang ganjil tersebut menunjukkan kesan diskon. Akan tetapi, jika perusahaan menginginkan citra harga yang tinggi dan bukannya citra harga yang rendah, ia harus menghindari taktik angka ganjil itu.

2.1.4.6.2 Pengaruh Elemen Bauran Pemasaran Lain terhadap Harga

Harga akhir harus mempertimbangkan mutu merek dan iklan dibandingkan dengan pesaing. Farris dan Reibstein meneliti hubungan antara harga relatif, mutu relatif, dan iklan relatif pada 227 konsumen bisnis dan memperoleh hasil berikut (Kotler, 2002, p535):

ƒ Merek dengan mutu relatif rata-rata tetapi dengan anggaran iklan yang relatif tinggi dapat mengenakan harga

(21)

premium. Konsumen tampaknya bersedia membayar harga yang lebih tinggi untuk produk yang dikenal daripada untuk produk yang tidak dikenal.

ƒ Merek dengan mutu relatif tinggi dan iklan yang relatif tinggi memperoleh harga tertinggi. Sebaliknya, merek bermutu rendah dan iklan yang rendah mengenakan harga yang terendah.

ƒ Hubungan positif yang paling kuat antara harga yang tinggi dan iklan yang tinggi terjadi pada tahap-tahap akhir siklus hidup produk bagi pemimpin pasar.

2.1.4.6.3 Kebijakan Penetapan Harga Perusahaan

Harga yang ditentukan harus konsisten dengan kebijakan penetapan harga perusahaan. Banyak perusahaan membentuk departemen penetapan harga untuk mengembangkan kebijakan penetapan harga dan membuat atau menyetujui keputusan penetapan harga. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa wiraniaga menggunakan harga yang layak bagi pelanggan dan menetapkan bagi perusahaan.

2.1.4.6.4 Pengaruh Harga terhadap Pihak-pihak Lain

Manajemen juga harus mempertimbangkan reaksi pihak-pihak lain atas harga yang ditetapkan tersebut. Bagaimana pendapat distributor dan penyalur tentang harga

(22)

tesebut? Apakah para wiraniaga perusahaan bersedia menjual pada harga itu atau apakah mereka mengeluh bahwa harga itu terlalu tinggi? Bagaimana reaksi pesaing atas harga itu? Apakah pemasok akan menaikkan harga jika mereka melihat harga perusahaan? Apakah pemerintah akan ikut campur dan mencegah pengenaan harga tesebut?

2.1.5 Harga Ganjil (odd pricing)

Harga ganjil (0dd pricing) (Ma’ruf, 2006, p174) adalah harga yang ganjil seperti Rp 99.000, Rp 199.000, Rp 749.000 atau angka lainnya yang menunjukkan angka tidak bulat. Dasarnya adalah bahwa secara psikologis orang-orang mudah tertarik dengan harga yang dirasakan murah, misalnya harga suatu barang Rp 600 ribuan tentu lebih murah daripada harga barang lain senilai Rp 700 ribuan meskipun yang pertama tertulis Rp 699.000. Dan yang kedua tertulis Rp 710.000. Contoh Harga ganjil lainnya adalah harga PDA (Personal Digital Assistant) bertelepon suatu merek dari jenis-jenis termahal hingga jenis termurah yang diiklankan pada Januari 2005 disebuah koran Jakarta dengan harga dalam dollar AS sebagai berikut: 649, 629, 499, 449, 399, 349, 299, dan 249.

Harga ganjil menunjuk pada suatu akhiran harga dalam jumlah ganji (1, 3, 5, 7, 9) atau pada suatu harga dibawah angka bulat (97,99). Ginzberg (dikutip oleh Monroe, 2003) menegaskan pola-pola pengalaman dari harga ganjil dan genap ($.50 [.49], $.80 [.79], $.1 [.98], $1.50 [1.49], $2 [1.98]) pada barang-barang terpilih dalam katalog mail-order yang besar dan tidak dapat menemukan pola-pola pembelian yang sama rata sebagai hasilnya. Kemudian, Gabor dan Granger menyimpulkan bahwa jika para penjual menggunakan harga ganjil secara

(23)

reguler, lalu beberapa pembeli akan mempertimbangkan harga ganjil tersebut sebagai harga nyata atau biasa dan harga pembulatan sebagai harga tidak benar dan merespon dengan cara-cara yang tidak mendukung.

Suatu pembelajaraan mengenai harga pada industri makanan di Amerika mengungkapkan bahwa harga-harga makanan yang dijual secara ritel dengan berakhiran angka 9 menduduki posisi yang pertama dan harga-harga yang berakhiran dengan angka 5 menduduki tempat kedua. Lebih dari 80% harga-harga makanan ritel diakhiri dengan angka 9 atau 5. Suatu pembelajaran di Jerman menunjukkan bahwa 91,7% dari semua harga-harga, berakhiran dengan angka 9. Sementara itu, 8,3% berakhiran dengan angka 8. Selain itu, 63,5% dari puluhan digit juga menggunakan akhiran dengan angka 9.

Suatu survei dari 1.415 periklanan dari 43 koran-koran Sunday menunjukkan bahwa 30,7% dari digit paling kanan dalam periklanan tersebut adalah angka 9 dan 27,2% dari digit paling kanan adalah 0. Penggunaan angka 5 untuk mengakhiri harga dalam periklanan terjadi sebanyak 18,5%. Akhirnya, suatu survei lain dari 1.200 harga mengindikasikan bahwa 56,8% dari harga-harga produk ritel berakhiran dalam .99¢, 4,8% berakhiran dalam .49¢, dan 2,1% berakhiran dalam .29¢. Dua digit sen lainnya berakhiran dalam .97¢, .98¢ dan terjadi sebanyak 10,8%. Hanya 40 harga yang berakhiran .00.

Orang-orang pemasaran yang menggunakan strategi harga-harga ganjil (odd pricing) secara nyata mengasumsikan sebuah kurva permintaan yang bergerigi seperti terlihat pada di bawah ini.

(24)

Analisis yang demikian menegaskan bahwa para pembeli akan membeli kurang ketika harga mengalami kenaikan hingga suatu titik angka tertinggi sebelum pembulatan (thereshold price) tercapai. Disekitar atau pada titik tertinggi sebelum pembulatan, pembeli akan membeli dalam kuantitas yang lebih besar. Kurva permintaan dalam gambar di atas ,mengasumsikan suatu hubungan terbalik secara menyeluruh antara harga dan kuantitas yang terjual.

2.1.6 Efek Dari Harga Ganjil 2.1.6.1 Efek Angka Ganjil

Persoalan lain yang tidak kalah pentingnya dalam menetapkan angka adalah perbedaan antara angka-angka genap dan ganjil. Berdasarkan sejumlah pertimbangan yang berbeda dan bermacam-macam, angka-angka genap diserap lebih cepat dan lebih akurat daripada angka-angka ganjil. Efek keharmonisan juga nampak terjadi ketika

Gambar 2.3

Kurva Permintaan yang Diasumsikan Untuk Harga Ganjil

(25)

penilaian angka-angka multiple-digit lebih lambat dalam membuat keputusan mengenai angka-angka genap dari 10 hingga 19 daripada dari 0 sampai 9. Yaitu, status ganjil genap dari digit puluhan memberikan beberapa rintangan dalam memutuskan digit satuan.

2.1.6.2 Persepsi dan Efek Kesadaran Suatu Harga

Alasan yang masuk akal untuk efek harga ganjil yang diasumsikan pada perilaku pembelian dapat dikategorikan ke dalam dua tipe yang saling berhubungan, yaitu: Persepsi harga (bagaimana orang mengkodekan informasi harga di dalam pikirannya) dan efek dari kesadaran harga (bagaimana orang memproses informasi tentang harga).

Tabel 2.1 Efek dari Akhiran Angka Ganjil

Sumber: Monroe, 2003

Efek Persepsi Harga

- Orang menganggap harga sebagai suatu besaran - Orang memperhatikan harga dari sisi kiri ke sisi kanan - Orang memiliki kemampuan terbatas untuk mengingat harga Efek Kesadaran Harga

- Orang mengartikan harga ganjil sebagai tanda dari kualitas yang rendah dan harga bulat sebagai tanda dari kualitas tinggi

- Orang mengartikan harga ganjil sebagai tanda dari pengurangan, diskon, atau harga rendah

- Orang mengartikan harga-harga ganjil sebagai pembuktian bahwa harga dihitung secara tepat dan untuk itu dipandang sebagai harga yang adil

(26)

Dalam tes mengenai memori, suatu pembelajaran (pembelajaran pertama) menemukan bahwa konsumen memiliki kesulitan terbesar dalam mengingat harga-harga yang berakhiran dengan 98 sen atau 99 sen daripada yang berakhiran dengan angka 0. Para responden dalam pembelajaran ini memiliki kecenderungan untuk meremehkan harga-harga berakhiran 98 sen dan 99 sen.

Orang lebih mudah memproses bilangan-bilangan bulat/genap dan lebih suka meniru kembali angka tersebut ketika ditanya. Suatu implikasi yang masuk akal yaitu bahwa harga-harga berakhiran 98 dan 99 sen lebih sulit untuk diproses oleh kebanyakan orang, dan sebagai akibatnya orang-orang mungkin akan mengingat suatu angka “kira-kira/kurang lebih” dari pada harga “pasti/tepat”. Sehingga harga $23.99 akan diingat sebagai harga kira-kira $20 lebih dan harga $27.99 sebagai harga kira-kira $30. Semua harga-harga yang tidak dibulatkan yang berada dalam rentang $20 sampai $29.99 akan diingat sebagai suatu harga sekitar $20 dengan asumsi bahwa pembeli hanya mengingat angka paling kiri dan mengingat suatu harga “kira-kira” untuk semua harga dalam rentang tersebut.

Suatu penelitian lain menunjukkan bahwa harga ganjil nampaknya mengkomunikasikan suatu kesan harga rendah dan kesan kualitas rendah. Pembelajaran kedua yang membandingkan harga-harga $29.95 versus $30.00, $79.95 versus $80.00, dan $129.95 versus $130.00, , menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada persepsi konsumen mengenai kualitas dan persepsi nilai untuk suatu barang elektronik bermerek dibandingkan dengan suatu barang elektronik

(27)

tidak bermerek. Suatu perbedaan penting dalam kedua pembelajaran ini adalah bahwa penelitian pertama menggunakan akhiran 99 sen dalam harga, sedangkan penelitian kedua mengggunakan 95 sen dalam akhiran harga.

2.1.7 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen (Tjiptono, 2002) adalah tindakan-tindakan subbudaya yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh, menggunakan, dan menentukan produk dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan-tindakan tersebut.

2.1.8 Model Keputusan: Empat Pandangan Mengenai Pengambilan Keputusan Istilah model konsumen (Kanuk, 2004, p487) mengacu ke “pandangan” atau perspektif yang umum mengenai bagaimana (dan mengapa) para subbudaya berperilaku seperti yang mereka lakukan. Terdapat empat pandangan mengenai pengambilan keputusan (Kanuk, 2004, pp488-489), yaitu:

• Pandangan ekonomi

Untuk berperilaku rasional dalam arti ekonomi, seorang konsumen harus:

1. Mengetahui semua alternatif produk yang tersedia,

2. Mampu memeringkat setiap alternatif secara tepat dari sudut keuntungan dan kerugiannya,

3. Mampu mengenali satu alternatif yang terbaik.

Tetapi, kenyataannya para konsumen jarang mempunyai semua informasi atau informasi yang cukup akurat ataupun tingkat keterlibatan

(28)

atau motivasi yang memadai untuk membuat apa yang dinamakan keputusan yang “sempurna”

• Pandangan pasif

Yang sangat berlawanan dengan pandangan ekonomi yang rasional mengenai konsumen adalah pandangan pasif yang menggambarkan konsumen sebagai orang yang pada dasarnya tunduk pada kepentingan melayani-diri dan usaha promosi para pemasar. Dalam pandangan pasif, para konsumen dianggap sebagai pembeli yang menurutkan kata hati dan irasional, siap menyerah kepada tujuan dan kekuasaan pemasar.

• Pandangan kognitif

Dalam kerangka ini, konsumen sering digambarkan sebagai mau menerima maupun dengan aktif mencari produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan mereka dan memperkaya kehidupan mereka. Model kognitif memfokuskan kepada proses konsumen mencari dan menilai informasi mengenai merk dan saluran ritel yang dipilih.

• Pandangan emosional

Walaupun sudah lama menyadari adanya model pengambilan keputusan yang emosional atau impulsif (menurutkan desakan hati), para pemasar sering lebih suka memikirkan konsumen model ekonomi maupun model pasif. Tetapi, kenyataannya setiap kita mungkin menghubungkan perasaaan yang mendalam atau emosi, seperti kegembiraan, kekhawatiran, rasa sayang, harapan, seksualitas, fantasi, dan bahkan sedikit “keajaiban” dengan berbagai pembelian atau kepemilikan tertentu.

(29)

2.1.9 Model Pengambilan Keputusan Konsumen

Model pengambilan keputusan konsumen ini tidak dirancang untuk menyatukan dan menyelaraskan berbagai konsep yang relevan menjadi suatu keseluruhan yang berarti. Model tersebut mempunyai tiga komponen utama (Kanuk, 2004, p491), yaitu:

1. Masukan

Komponen masukan dalam model pengambilan keputusan konsumen mempunyai berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap, dan perilaku konsumen yang berkaitan dengan produk. Yang utama di antara berbagai faktor masukan ini adalah berbagai kegiatan bauran pemasaran perusahaan yang berusaha menyampaikan manfaat produk dan jasa mereka kepada para konsumen potensial dan pengaruh sosiobudaya di luar pemasaran.

• Masukan Pemasaran

Kegiatan pemasaran perusahaan merupakan usaha langsung untuk mencapai, memberikan informasi, dan membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produknya. Masukan kepada proses pengambilan keputusan konsumen ini mengambil bentuk berbagai strategi bauran pemasaran khusus yang terdiri dari produk itu sendiri ( termasuk kemasan, ukuran dan jaminannya ), iklan di media massa, pemasaran langsung, penjualan personal, dan berbagai usaha promosi lainnya, kebijakan harga, dan pemilihan saluran distribusi untuk memindahkan produk dari pabrikan kepada konsumen.

(30)

Akhirnya, dampak berbagai usaha pemasaran suatu perusahaan sebagian besar ditentukan oleh persepsi konsumen terhadap semua usaha ini.

• Masukan sosiobudaya

Tipe masukan yang kedua, lingkungan sosiobudaya, juga mempunyai pengaruh besar terhadap konsumen. Masukan sosiobudaya terdiri dari berbagai macam pengaruh nonkomersial. Sebagai contoh, komentar teman, editorial di surat kabar, pemakaian oleh anggota keluarga, artikel pada Consumer Reports, pandangan konsumen berpengalaman yang ikut serta dalam kelompok diskusi di internet, semuanya itu merupakan sumber informasi nonkomersial. Pengaruh kelas sosial, budaya dan subbudaya merupakan faktor-faktor masukan penting yang dihayati dan diserap dan mempengaruhi bagaimana konsumen menilai dan akhirnya mengadopsi ( atau menolak ) produk. 2. Proses

Komponen proses dalam model tersebut berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan. Untuk memahami proses ini, kita harus mempertimbangkan pengaruh berbagai konsep psikologis. Bidang psikologis mewakili pengaruh dalam diri (motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap) yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan (apa yang mereka butuhkan atau inginkan, kesadaran mereka terhadap berbagai pilihan produk, kegiatan mereka dalam pengumpulan informasi, dan penilaian mereka mengenai berbagai alternatif). Tindakan pengambilan keputusan konsumen terdiri dari tiga tahap:

(31)

Di kalangan konsumen, tampaknya ada dua gaya pengenalan kebutuhan atau masalah yang sebenarnya, yang merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan. Sebaliknya, konsumen lain adalah tipe keadaan yang diinginkan, di mana bagi mereka keinginan terhadap sesuatu yang baru dapat menggerakkan proses keputusan.

• Penelitian sebelum pembelian

Penelitian sebelum pembelian dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Ada tiga faktor utama yang dapat meningkatkan pencarian informasi sebelum pembelian, yaitu:

a. Faktor produk

- Lamanya waktu antar pembelian

- Perubahan yang sering dalam model produk - Perubahan harga yang sering

- Banyaknya yang dibeli - Harga yang tinggi

- Merek alternatif yang banyak - Berbagai macam keistimewaan b. Faktor situasi

- Pengalaman

- Dapat diterima secara sosial

- Pertimbangan yang berhubungan dengan nilai c. Faktor subbudaya dan psikologis

(32)

™ Berpendidikan baik ™ Penghasilan yang tinggi ™ Pekerjaan kantor ™ Dibawah umur 35 tahun ™ Pria atau wanita

- Kepribadian

™ Tidak terlalu dogmatis

™ Kemampuan menerima resiko rendah ™ Faktor-faktor kepribadian lain

• Penilaian berbagai alternatif

Ketika menilai berbagai alternatif potensial, para konsumen cenderung menggunakan dua macam informasi, yaitu:

- Daftar merk yang akan mereka rencanakan untuk dipilih - Kriteria yang akan mereka pergunakan untuk menilai setiap

merk. 3. Keluaran

Porsi keluaran dalam model pengambilan keputusan konsumen menyangkut dua kegiatan pasca-pembelian yang berhubungan erat, yaitu: • Perilaku pembelian

Para konsumen melakukan tiga tipe pembelian: pembelian percobaan, pembelian ulangan, dan pembelian komitmen jangka panjang. Ketika konsumen membeli suatu produk untuk pertama kalinya dengan jumlah yang lebih sedikit dari biasanya, pembelian ini akan dianggap suatu percobaan. Jadi percobaan merupakan tahap

(33)

perilaku pembelian yang bersifat penjajakan di mana konsumen berusaha menilai suatu produk melalui pemakaian langsung. Jika suatu produk baru berdasarkan percobaan dirasakan lebih memuaskan atau lebih baik dari produk lain, konsumen mungkin melakukan pembelian ulang.

• Penilaian pasca-pembelian

Ketika konsumen menggunakan suatu produk, terutama selama pembelian percobaan, mereka menilai kinerja produk tersebut menurut berbagai harapan mereka. Ada tiga hasil penilaian yang mungkin timbul:

- Kinerja yang sesungguhnya sesuai dengan harapan yang

menimbulkan perasaan netral

- Kinerja melebihi harapan, yang menimbulkan apa yang dikenal

sebagai pemenuhan harapan secara positif (yang menimbulkan kepuasan)

- Kinerja di bawah harapan, yang menimbulkan pemenuhan harapan

harapan secara negatif dan ketidakpuasan. Hal di atas diperjelas pada gambar 2.4.

(34)

Gambar 2.4

Model Sederhana mengenai Pengambilan Keputusan Konsumen Sumber: Kanuk, 2004 Pembelian 1. Pencobaan 2. Pembelian ulang Evaluasi setelah pembelian Perilaku Setelah Keputusan Keluaran Usaha Pemasaran Perusahaan 1. Produk 2. Harga 3. Saluran Distribusi

4.

Promosi

Lingkungan Sosiobudaya 1. Keluarga 2. Sumber informasi 3. Sumber nonkomersial lain 4. Kelas sosial

5.

Subbudaya dan budaya

Masukan Pengaruh Eksternal Pengenalan Kebutuhan Penelitian Sebelum Pembelian Evaluasi Alternatif Bidang Psikologi 1. Motivasi 2. Persepsi 3. Pembelajaran 4. Kepribadian 5. Sikap Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Pengalaman

(35)

2.1.10 Lingkungan Subbudaya

Para anggota subbudaya tertentu mempunyai kerpercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang membedakan mereka dari anggota lain dalam masyarakat yang sama. Di samping itu, mereka mengikuti sebagian besar kepercayaan, nilai-nilai, dan pola perilaku budaya yang dominan dalam masyarakat yang lebih besar. Karena itu, kita mendefinisikan subbudaya sebagai kelompok budaya berbeda yang ada sebagai segmen yang dapat dikenali dalam masyarakat tertentu yang lebih luas dan lebih kompleks.

Jadi, profil budaya masyarakat atau bangsa tertentu merupakan gabungan dua unsur yang berbeda: (1) kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan unik yang dianut oleh para anggota subbudaya tertentu, dan (2) tema budaya yang pokok atau inti yang dipakai bersama-sama oleh sebagian besar penduduk, tanpa memandang keanggotaan subbudaya tertentu.

2.1.10.1 Jenis Kelamin Sebagai Sebuah Subbudaya

Terlepas dari kecenderungan modern untuk meniadakan perbedaan antara pria dan wanita, banyak didapati bukti bahwa pria dan wanita berbeda untuk beberapa hal penting tertentu (bukan hanya secara fisik). Misalnya, wanita dapat memproses informasi secara berbeda dari pria dan tampaknya lebih “sabar, telaten, dan kurang begitu mendominasi seperti pria”. Untuk beberapa tujuan pemasaran, perbedaan jenis kelamin sebagai suatu subbudaya yang berbeda. Misalnya, penelitian membuktikan bahwa wanita memperlakukan harta milik secara berbeda ketimbang pria. Kepemilikan produk dipandang oleh sebagian pria sebagai cara untuk

(36)

mendominasi dan mengungkapkan kekuasaan atas orang lain, membedakan dirinya dari orang lain (pembedaan status), dan bahkan mungkin adalah bentuk terselubung dari agresi terhadap orang lain. Wanita, sebaliknya, cenderung menilai tinggi barang milik yang dapat memperkuat hubungan personal dan sosial. Dibandingkan dengan sebagian besar pria, sebagian besar wanita lebih menghargai perawatan ketimbang pengontrolan, rasa bersama ketimbang kecemburuan, dan bekerja sama ketimbang mendominasi. Sebagian pemasar melihat bahwa sangat bermanfaat untuk mengembangkan strategi pemasaran yang berbeda untuk subbudaya pria dan wanita.

2.1.10.2 Pendidikan Sebagai Subbudaya

Tingkat pendidikan formal seseorang merupakan perkiraan lain bagi kedudukan kelas sosial yang umum diterima. Pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar kemungkinan orang itu bergaji tinggi (berpenghasilan lebih tinggi) dan mempunyai kedudukan yang dikagumi atau dihormati (status pekerjaan yang tinggi).

2.1.10.3 Usia Sebagai Subbudaya

Subbudaya umur terdiri atas tiga kelompok umur dewasa, yaitu (kanuk, 2004, p396): Generasi X, baby boomer (orang yang lahir sesudah perang dunia II), dan para manula. Ketiga segmen ini diplih karena gaya hidup khusus mereka dapat dianggap sebagai kelompok subbudaya.

(37)

Pengelompokkan umur generasi X, sering disebut Xers, busters/orang yang gagal, atau slackers/orang yang menghindari tugas (sebagai lawan dari boomer), didefinisikan berjumlah kira-kira 46 juta, berusia antara 18 sampai 29 tahun, yang membelanjakan uang mereka sekitar $125 milyar setahun. Mereka tidak menyukai semua penamaan itu dan tidak ingin dikhususkan dan dijadikan sasaran pemasaran. Juga tidak seperti orang tua mereka, yang sering adalah baby boomer, mereka tidak ingin cepat-cepat menikah, memulai pembentukan keluarga, atau bekerja dengan waktu yang berlebihan untuk memperoleh gaji yang tinggi. Bagi para konsumen dari generasi X, kepuasan kerja secara lazimnya jauh lebih penting daripada gaji. Generasi X menolak nilai-nilai mitra kerja yang lebih tua yang mungkin mengabaikan keluarga mereka ketika berjuang untuk memperoleh gaji yang lebih tinggi dan kemajuan karier.

Para anggota generasi X sering membanggakan kecanggihan mereka. Walaupun mereka tidak perlu meterialistis, mereka memang membeli merk yang baik tetapi tidak merasa perlu membeli merk perancang. Mereka ingin dikenal oleh para pemasar sebagai kelompok dengan hak mereka sendiri dan bukan sebagai mini-baby boomer. Karena itu, iklan-iklan yang ditargetkan untuk audiens ini harus memfokuskan kepada gaya mereka dalam musik, mode, dan bahasa. Satu kunci bagi para pemasar adalah ketulusan hati. Generasi X tidak menentang iklan tetapi hanya menentang ketidaktulusan.

Para pemasar telah menyadari bahwa baby boomer merupakan audiens sasaran yang sangat diinginkan karena (1)

(38)

mereka merupakan satu-satunya kategori umur terbesar yang hidup sekarang ini, (2) mereka sering mengambil keputusan pembelian konsumen yang penting, dan (3) mereka mempunyai subsegmen kecil yang mempengaruhi kecenderungan para konsumen (kadang-kadang dikenal sebagai yuppies atau para profesional muda yang bergerak ke atas) yang mempunyai pengaruh terhadap selera konsumen dari berbagai segmen umur dalam masyarakat.

Banyak baby boomer yang sudah berusia 50-an tahun (atau orang dewasa yang sudah matang), dan banyak pula praboomer (mereka yang berusia 55 sampai 65 tahun), dan jumlah konsumen lanjut usia bertambah dua kali lebih cepat dari pertambahan penduduk Amerika Serikat. Walaupun ada orang yang menganggap bahwa para konsumen manula terdiri dari orang-orang yang tidak mempunyai sumber keuangan yang besar, biasanya mempunyai kesehatan yang kurang baik, dan banyak mempunyai waktu luang. Seorang pakar konsumen usia lanjut telah mengemukakan bahwa kaum lanjut usia lebih beragam minat, pendapat, dan tindakannya dibandingkan berbagai segmen penduduk dewasa lainnya. Walaupun pandangan ini berlawanan dengan dongeng yang populer bahwa kaum lanjut usia seragam dari sudut sikap dan gaya hidup, baik para pakar kaum lanjut usia maupun para peneliti pasar telah berulang kali menunjukkan bahwa umur tidak harus merupakan faktor utama dalam menentukan bagaimana para konsumen yang lebih tua bereaksi terhadap berbagai kegiatan pemasaran. Penelitian selalu mengemukakan bahwa persepsi orangn mengenai umur mereka lebih

(39)

penting dalam menentukan perilaku ketimbang umur kronologis mereka (atau jumlah tahun hidup). Sebetulnya, pada waktu yang sama orang dapat merasakan berbagai macam umur atau umur kognitif. Tegasnya, para konsumen lanjut usia merasa diri mereka lebih muda daripada umur kronologis mereka pada empat dimensi umur yang dirasakan: umur yang dirasakan (berapa umur menurut perasaan mereka), umur yang terlihat (berapa umur mereka dari penampilan), umur kerja (sejauh mana mereka terlibat dalam berbagai kegiatan yang disukai para anggota kelompok umur tertentu), dan usia minta (sejauh mana minat mereka sama dengan para anggota kelompok umur tertentu).

2.1.10.4 Pendapatan Sebagai Subbudaya

Orang berbeda penghasilannya akan berbeda perilakunya, gaya hidupnya “value” nya. Maka perlu dibuat segmentasi berdasarkan pendapatan kemudian pendapatan disegmentasi lagi menurut usia, kelompok etnis, daerah/wilayah. Banyak mitos dan konsepsi yang salah mengenai distribusi pendapatan di Amerika yang bisa membingungkan pemasar. Kalau misalnya pemasar berpendapat bahwa pendapatan rendah didominasi oleh minoritas pemasar tersebut salah, sebab kebanyakan orang miskin di Amerika itu berkulit putih. Kekayaan berlimpah juga tidak berani karena bertambahnya umur. Pemasar membagi rumah tangga di Amerika mejadi 3 kelompok/kategori (Supranto dan Limakrisna, 2007, p60):

(40)

(2) Middle scale (US$ 25000 – US$ 50000 per tahun) (3) Up scale (di atas US$ 50000 per tahun)

Ada hubungan/korelasi antara lamanya waktu belajar/tingkat pendidikan dengan pendapatan, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan juga tingkat pendapatan.

Hampir setengah orang dewasa dari kategori up scale menamatkan 4 tahun college sedangkan untuk kategori down scale hanya ada 10% yang bisa menamatkan 4 tahun college. Hampir setengah orang Amerika termasuk kategori down scale. Walaupun kategori up scale merupakan pasar yang menguntungkan untuk produk bernilai tinggi (produk mewah) ini hanya ada satu diantara lima rumah tangga yang masuk dalam kategori.

2.1.10.5 Pekerjaan Sebagai Subbudaya

Pekerjaan merupakan ukuran sosial yang diterima secara luas dan mungkin merupakan ukuran kelas sosial terbaik yang dapat didokumentasikan karena menggambarkan status yang berhubungan dengan pekerjaan. Pentingnya pekerjaan sebagai indikator kelas sosial diperkuat oleh seringnya orang menanyakan hal tersebut kepada orang lain yang mereka temui untuk pertama kalinya. “Apa pekerjaan Anda?” Jawaban terhadap pertanyaan ini berlaku sebagai pedoman dalam memperkirakan (atau menilai dan membentuk pendapat mengenai) orang lain. Yang lebih penting lagi, para pemasar sering berpikir dari sudut pekerjaan spesifik ketika menentukan pasar yang mereka targetkan bagi berbagai produk mereka.

(41)

2.2 Kerangka Pemikiran Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis

Penjelasan kerangka pemikiran:

Terdapat dua faktor eksternal yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen, yaitu:

1. Bauran pemasaran yang salah satunya mencakup harga. Harga memiliki peranan yang cukup penting dalam mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dan salah satu teknik penetapan harga adalah penetapan harga ganjil (odd pricing). 2. Lingkungan sosiobudaya yang salah satunya mencakup subbudaya. Sebuah

subbudaya yang luas diidentifikasi berdasarkan pada beberapa karakteristik demografis (jenis kelamin, pendidikan, usia, pendapatan, pekerjaan).

Pengaruh Eksternal Pengambilan Keputusan Konsumen

Bauran Pemasaran Lingkungan Sosiobudaya

Harga Subbudaya Harga Ganjil (Odd Pricing) Keputusan Pembelian Konsumen Jenis kelamin, Pendidikan, Usia, Pendapatan, Pekerjaan

(42)

Kedua faktor diatas saling mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen.

2.3 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan di bab 1 maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

1. H0 = tidak terdapat pengaruh lingkungan subbudaya (jenis kelamin) terhadap

keputusan pembelian produk elektronik dengan teknik penetapan harga ganjil. H1 = terdapat pengaruh lingkungan subbudaya (jenis kelamin) terhadap

keputusan pembelian produk elektronik dengan teknik penetapan harga ganjil. 2. H0 = tidak terdapat pengaruh lingkungan subbudaya (pendidikan) terhadap

keputusan pembelian produk elektronik dengan teknik penetapan harga ganjil. H1 = terdapat pengaruh lingkungan subbudaya (pendidikan) terhadap

keputusan pembelian produk elektronik dengan teknik penetapan harga ganjil. 3. H0 = tidak terdapat pengaruh lingkungan subbudaya (umur) terhadap

keputusan pembelian produk elektronik dengan teknik penetapan harga ganjil. H1 = terdapat pengaruh lingkungan subbudaya (umur) terhadap keputusan

pembelian produk elektronik dengan teknik penetapan harga ganjil.

4. H0 = tidak terdapat pengaruh lingkungan subbudaya (pendapatan) terhadap

keputusan pembelian produk elektronik dengan teknik penetapan harga ganjil. H1 = terdapat pengaruh lingkungan subbudaya (pendapatan) terhadap

keputusan pembelian produk elektronik dengan teknik penetapan harga ganjil. 5. H0 = tidak terdapat pengaruh lingkungan subbudaya (pekerjaan) terhadap

(43)

H1 = terdapat pengaruh lingkungan subbudaya (pekerjaan) terhadap keputusan

pembelian produk elektronik dengan teknik penetapan harga ganjil.

6. H0 = tidak terdapat pengaruh lingkungan subbudaya (pendidikan, pendapatan,

pekerjaan) terhadap keputusan pembelian produk elektronik dengan teknik penetapan harga ganjil.

H1 = terdapat pengaruh lingkungan subbudaya (pendidikan, pendapatan,

pekerjaan) terhadap keputusan pembelian produk elektronik dengan teknik penetapan harga ganjil.

2.4 Analisis Porter

Menurut Michael E.Porter dari Harvard University (dikutip oleh Warren J. Keegan, 2003), salah seorang pakar terkemuka dalam strategi pemasaran, terdapat lima

kekuatan yang mempengaruhi persaingan dalam suatu industri.

Gambar 2.6 Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan di Suatu Indsutri Sumber: Michael E. Porter, Competitive Strategy (New York: Free Press, 1980) dikutip oleh Warren J.Keegan, 2003

Ancaman dari Pendatang

Persaingan di Antara Pesaing yang Sudah Ada

Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli

Ancaman Produk atau Jasa Pengganti Kekuatan

(44)

2.4.1 Ancaman Pendatang Baru

Pendatang baru bagi suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk ikut menikmati pangsa pasar dan meraih posisi, serta amat sering pendekatan baru untuk melayani kebutuhan pelanggan. Keputusan untuk menjadi pendatang baru dalam suatu industri sering kali disertai dengan komitmen besar yang menyangkut sumber daya. Pemain baru berarti bahwa harga akan ditekan serendah mungkin dan keuntungan dibuat kecil, akibatnya profitabilitas industri menurun. Porter menjadikan delapan sumber utama merupakan penghambat untuk masuk dalam industri, kehadiran atau ketidakhadirannya menentukan sejauh mana ancaman dari pendatang baru dalam suatu industri. Hambatan-hambatan tersebut adalah:

- Skala ekonomi, mengacu pada menurunnya biaya produk per unit saat volume absolut dari produksi meningkat per periode.

- Diferensiasi produk, yang ,merupakan hambatan besar kedua, adalah sejauh mana suatu produk dianggap unik

- Kebutuhan akan modal. Modal dibutuhkan tidak hanya untuk fasilitas manufaktur, (modal tetap) tetapi juga untuk membiayai litbang, periklanan, penjualan dan servis di lapangan, kredit kepada pelanggan, dan modal kerja. - Biaya peralihan pada pembeli untuk perubahan pemasok dan produk. Hal ini

termasuk pelatihan ulang, biaya peralatan pelengkap, biaya mengevaluasi sumber baru, dan sebagainya.

- Saluran distribusi. Kalau saluran distribusi sudah penuh, biaya untuk masuk mahal, atau tidak tersedia, biaya untuk memasuki industri naik berlipat ganda, karena pendatang baru harus menciptakan dan mendirikan saluran yang baru.

(45)

- Kebijakan pemerintah seringkali menjadi penghambat yang besar. Dalam berbagai kasus, pemerintah secara absolut akan menghambat masuknya pendatang baru.

- Keunggulan biaya yang tidak tergantung.

- Reaksi pesaing. Bila pendatang baru mengaharapkan pesaing yang sudah ada sekarang memberikan respons yang kuat terhadap pendatang yang masuk, harapan mereka terhadap imbalan untuk masuk ke dalam industri pasti akan terpengaruh.

2.4.2 Ancaman Produk pengganti

Kekuatan kedua yang mempengaruhi persaingan dalam suatu industri adalah anacaman produk pengganti. Ketersediaan produk pengganti memberi batas pada harga yang dapat ditentukan oleh pemimpin pasar dalam suatu industri; harga yang tinggi dapat memicu pembeli beralih ke produk pengganti.

2.4.3 Kekuatan tawar-Menawar Pemasok

Bila pemasok mempunyai daya tuas yang cukup banyak atas perusahaan industri, mereka dapat menaikkan harga cukup signifikan untuk mempengaruhi kemampuan organisasi pelanggan untuk menghasilkan laba. Beberapa faktor mempengaruhi daya tawar pemasok:

1. Pemasok akan mempunyai keunggulan bila mereka besar dan jumlahnya relatif sedikit.

2. Kalau produk atau jasa pemasok merupakan masukan penting bagi perusahaan industri, atau terdiferensiasi, atau menanggung biaya pengalihan, pemasok akan mempunyai daya tuas yang besar atas pembeli.

(46)

3. Pemasok akan menikmati kekuatan tawar-menawar bila bisnis mereka tidak terancam oleh produk alternatif.

4. Kemauan dan kemampuan pemasok untuk dan mengembangkan produk dan merek mereka sendiri bila mereka tidak mampu mendapatkan persyaratan yang memuaskan dari pembeli industri yang mempengaruhi kekuatan mereka.

2.4.4 Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli

Tujuan akhir dari pelanggan industri adalah membayar harga serendah mungkin untuk memperoleh produk atau jasa yang dipergunakannya sebagai masukan. Biasanya minat paling besar dari pembeli terpenuhi jika mereka dapat menurunkan kemampuan menghasilkan laba dalam industri pemasok. Kondisi-kondisi berikut adalah di mana pembeli dapat mempunyai kelebihan kekuatan atas pemasok:

1. Membeli dalam jumlah besar sehingga perusahaan pemasok tergantung pada bisnis pembeli agar dapat tetap bertahan hidup.

2. Ketika produk pemasok dipandang sebagai komoditi, artinya, sebagai produk standar atau tidak terdiferensiasi, pembeli menekan harga dalam tawar-menawar, karena banyak perusahaan dapat memenuhi kebutuhan mereka. 3. Produk atau jasa industri pemasok mewakili bagian yang signifikan dari biaya

perusahaan pembeli.

4. Kemauan dan kemampuan untuk melakukan integrasi ke hulu.

2.4.5 Rivalitas Antar Pesaing

Rivalitas antar perusahaan mengacu pada semua tindakan yang diambil oleh perusahaan dalam industri untuk memperbaiki posisi mereka masing-masing

(47)

dan memperoleh keunggulan atas para pesaingnya. Disini termasuk hal-hal seperti persaingan harga, pertempuran iklan, penetapan posisi produk, dan usaha melakukan diferensiasi. Sejauh persaingan di antara perusahaan memperbaiki kemampuan menghasilkan laba dari industri dan mendorong stabilitas industri, kekuatan itu bersifat positif. Sejauh persaingan itu menurunkan harga dan, oleh karena itu, menurunkan kemampuan menghasilkan laba dan menciptakan ketidakstabilan dalam industri, itu merupakan faktor negatif.

Gambar

Tabel 2.1 Efek dari Akhiran Angka Ganjil

Referensi

Dokumen terkait

(AZT) Peroral dan IV pada HIV kehamilan dan partus untuk mencegah transmisi ibu- anak dan kemoprofilaksis setelah pajanan (McEvoy, 2004) penghambat reverse transcriptase

Kualitas pelayan publik yang tinggi dan murah dapat diperoleh jika pemerintah mengadopsi system informasi akuntansi manajemen yang modern. Meskipun pada dasarnya

Diameter awal (mm), diameter akhir (mm) dan pertumbuhan mutlak diameter (mm) karang Acropora formosa (Veron & Terrence, 1979) pada bak kontrol .... Uji Paired-Samples T Test

Pesan saya kepada seluruh generasi muda Indonesia, bergabung lah dengan IFCA, karena IFCA memiliki konsep unik di mana para peserta tidak hanya saling berkompetisi namun

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya

Interaksi antara perbandingan bubur buah sirsak dan bubur jahe dengan konsentrasi gum arab memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar air dan kadar

Menggabungkan semua instansi agar dapat menangani Kasus Asusila Terhadap Anak dan Perempuan di Kabupaten Enrekang maka untuk mengetahui apakah ada proses kerja

Gambar 5.15 Diagram Fishbone untuk cacat Boring NG 111 Gambar 5.16 Pareto Chart untuk FMEA cacat gompal 114 Gambar 5.17 Pareto Chart untuk FMEA cacat Boring NG 115 Gambar 5.18