SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo
Oleh:
IBRAHIM BAFADAL H1A1 13 237
BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI
2017
ii
iii
iv
HALAMAN PENGESAHAAN ...iii
DAFTAR ISI...iv
ABSTRAK... v
KATA PENGANTAR... vi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 8
C. Tujuan Penelitian... 8
D. Manfaat Penelitian... 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan UmumTentangAsuransi...10
1.PengertianAsuransi………...…...10
2.Dasar Hukum Asuransi………....….... 15
3. PengertianAsuransi Jiwa ………... 15
4. Polis Asuransi ... 19
5. Asas-asas Dalam Hukum Asuransi ... 25
6. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Asuransi Jiwa ...33
B. TinjauanUmum Tentang Jaminan ... 36
1.PengertianJaminan... 36
2.Dasar Hukum Jaminan………..…………... 39
3.Penggolongan Jaminan……….…..…………... 41
iv
D. TinjauanUmum Tentang Kredit ... 59
1.PengertianKredit... 59
2.Unsur unsur Kredit ………..…………... 61
3.Fungsi Kredit…….…..…………... 62
4. Manfaat Kredit... 62
BAB III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian... 63
B. Pendekatan Penelitian... 63
C. Sumber Bahan Hukum... 63
D. Pengumpulan Bahan Hukum... 65
E.Langkah- Langkah Penelitian Hukum...66
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PT Asuransi Jiwa BRIngin Jiwa Sejahtera (BRInginLife)...67
B. Kedudukan polis asuransi jiwa yang digunakan sebagai jaminan dalam pemberian fasilitas kredit di perusahaan asuransi bringin life...70
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 114
B.Saran... 115 DAFTAR PUSTAKA
v
S.H., M.Kn sebagai pembimbing I danHari Yusuf S.H., M.H sebagai pembimbing II.
Tujuan penelitian ini di harapkan dapat membantu para calon debitur atau calon kreditur dalam melakukan kegiatan pinjam meminjam uang atau kredit pada salah satu lembaga penjaminan dan dapat membantu mengetahui kedudukan polis asuransi yang dijadikan sebagai jaminan di perusahaan asuransi bringin life
Penelitian ini dikualifikasikan sebagai penelitian hukum normatif yang mengkaji kesenjangan antara ketentuan yang ada di undang undang dengan apa yang terjadi di masyarakat. Bahan hukum dalam penelitian ini yaitu yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Sedangkan bahan Non hukum dalam penelitian ini yaitu Bahan non hukum adalah wawancara, dialog, kesaksian ahli hukum di pengadilan, seminar, ceramah, dan kuliah.
Kedudukan polis asuransi jiwa sebagai jaminan pengambilan fasilitas kredit di perusahaan asuransi bringin life adalah sebagai benda bergerak yang tidak berwujud sehingga oleh karenanya dapat di jadikan sebagai objek jaminan atas kredit dengan menggunakan jaminan kebendaan gadai. Yang dimana objek dalam gadai salah satunya adalah benda bergerak yang tidak berwujud yang dalam hal ini berupa hak tagih atau piutang yang dalam penelitian ini adalah polis asuransi jiwa. polis asuransi jiwa adalah alat bukti adanya perjanjian asuransi antara penanggung dan tertanggung. polis asuransi jiwa yang dijadikan objek gadai dikategorikan sebagai piutang atas bawa. Piutang atas bawa adalah surat piutang yang memungkinkan pembayaran kepada siapa saja yang memegang atau membawa surat itu.
Kata-kata Kunci : Asuransi, Polis asuransi, Jaminan
vi
WaTa’ala yang telah memberikan rahmat serta kasih sayang-Nya yang takterhingga. Sholawat serta salam, penulis haturkan kepada Rasulullah ShalallahuA’laihiWasallam sebagai suritaula dan bagi seluruh umat manusia. Atas segala rahmat dan kasih saying tersebut, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan masa studi pada Jurusan Ilmu Hukum Bagian Keperdataan, Fakultas Hukum Universitas Halu OleoKendari.
Ucapan terimakasih dan rasa hormat kepada Ayahanda tercinta Awaludin Bafadal dan Ibunda tercinta Hudayah Panto yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, dan memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.
Ucapan terima kasih kepada saudaraku tercinta Abd Rachman Bafadal, Farida Bafadal,danFahmi Bafadal atasdukungan yang diberikan pada saat penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan sehingga membutuhkan bantuan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada Bapak Dr.Muhamad Satria S.H., M.Kn sebagai Pembimbing I dan Bapak Haris Yusuf S.H., M.H sebagai Pembimbing II atas segala arahan dan bimbingannya selama penelitian ini dirampungkan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada :
vi
dan seluruh staf lingkup Fakultas Hukum, yang telah banyak memberikan dukungan dan bimbingan selama mengikuti pendidikan.
3. Dewan penguji Ibu Dr. Deity Yuningsih, S.H, M.H, Ibu Jumiati Ukkas, S.H., M.H danIbuNur Intan, S.H., M.H, yang telah memberikan arahan dan bimbingan agar penelitian ini terselesaikan dengan baik.
4. Ibu Sahrina Safiudin, S.H., M.H,selaku penasehat akademik.
5. Keluarga besar yang selalu memberikan dorongan dan nasihat serta pengorbanan yang tidak ternilai yang telah diberikan selama penulis menempuh studi.
6. Teman-teman seperjuanganku Hukum UHO 2013, khususnya bagian Keperdataan 2013 yang setia menemani dari awal hingga akhir dirampungkannya penelitian ini, serta yang terkhususnya lagi bagi teman teman anak kelas C Hukum UHO terima kasih banyak yang selalu menemani dalam keadaan suka maupun duka dari semester awal sampai semester terakhir.
7. Teman-teman anak FAAMEN SQUAD, anak KPSJ, anak futsal Hukum UHO yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam menyusun penelitian ini.
vi
ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan demi kemaslahatan umat manusia. Amin.
Kendari, Juli 2017
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan.
Manfaat asuransi sangat penting dan besar pada masa sekarang ini. Pada era globalisasi seperti sekarang ini pembanangunan di sektor ekonomi sangatlah penting, dimana untuk kemajuan ekonomi tidak terlepas dari tersedianya modal yang cukup baik untuk usaha kecil, menengah, maupun besar.
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan mendapatkan penggantian dari kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. Abbas Salim mendefinisikan asuransi adalah merupakan suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti atau substitusi. kerugian- kerugian besar yang belum terjadi. Secara sederhana, dalam asuransi seseorang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang agar bisa menghadapi kerugian besar yang mungkin terjadi dimasa depan.
Kerugian besar yang mungkin terjadi di masa depan dipindahkan kepada perusahaan asuransi. Pengertian tersebut beranggapan bahwa risiko atau kerugian yang belum pasti datangnya akan ditanggung oleh perusahaan asuransi sehingga tanggung jawab kerugian yang belum pasti datangnya akan ditanggung oleh perusahaan asuransi.1
Asuransi dalam aspek hukum yang terdapat dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang Pasal 246 asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian yang antara seorang penanggung yang mengikatkan diri kepada tertanggung dengan mana tertanggung menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya oleh karena suatu sebab seperti kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Asuransi merupakan hubungan hukum antara dua pihak yang mengikatkan diri didalam suatu perjanjian yang mana mengakibatkan hak dan kewajiban antara tertanggung (insured/assure) atau pihak yang mempercayakan (mengasuransikan) miliknya terhadap suatu resiko yang mungkin akan terjadi dan penanggung (insurer/underwriter) atau pihak yang menerima pertanggungan dan pihak ini lazim disebut Perusahan Asuransi.
Polis memegang peranan penting sebagai sarana untuk menjaga konsistensi pertanggungjawaban baik pihak penanggung maupun tertanggung. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara kedua belah pihak mendapatkan keluasan secara hukum. Dengan memiliki polis asuransi
1 Abbas Salim, 2003, Asuransi Dan Manajemen, Jakarta, Raja Grafindo, hlm. 01.
tersebut maka pihak tertanggung memiliki jaminan bahwa pihak penanggung akan mengganti kerugian yang mungkin dialami oeh tertanggung akibat peristiwa tak terduga. Polis merupakan bukti otentik yang dapat digunakan oleh tertanggung dalam hal untuk mengajukan klaim apabila penanggung mengabaikan tanggung jawabnya. Penggantian finansial dari pihak penanggung penggantian finansial dari pihak penanggung apabila pihak tertanggung mengabaikan tanggung jawabnya. Penggantian yang berupa finansial dari pihak penanggung akan bermanfaat untuk mengembalikan tertanggung pada kedudukannya semula sebelum mengalami kerugian dan menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan.
MenurutAgus Surjarwo, pengertian polis secara umum adalah untuk setiap perjanjian yang dibuat perlu dibuat bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, bukti tertulis tersebut polis, sedangkan pengertian polis menurut Hendro prasetyo adalah bukti perjanjian antara pihak penanggung (insurer) dalam hal ini adalah perusahaan dan pihak tertanggung (insured) dalam hal ini pihak yang menggunakan asuransi. Jadi polis merupakan satu-satunya alat bukti tertulis bahwa telah terjadi pertanggungan antara tertanggung dengan penanggung, Pasal 258 ayat 1 KUHD yang berbunyi “Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa pertanggungan telah terjadi”. Dalam polis dicantumkan semua ketentuan dan syarat mengenai pertanggungan yang telah dibuat. Begitu pula pada polis asuransi jiwa yang didalam akta polis yang dipertanggungkan adalah jiwa si tertanggung.
Dengan demikian asuransi terutama asuransi jiwa mempunyai tujuan memberikan jaminan proteksi kepada nasabahnya (tertanggung) apabila si tertanggung mengalami hal-hal yang tidak diharapkan. Sedangkan Klaim Asuransi adalah pembayaran ganti rugi kepada pihak tertanggung bila mengalami kerugian yang tidak dapat dihindari. Sehingga pembayarannya sesuai dengan tingkat masalah atau kerugian yang dihadapi, yang disesuaikan pula dengan nilai barang yang diasuransikan pada waktu itu. Sedangkan pada asuransi jiwa pembayaran klaim asuransi sesuai dengan keterangan diagnosa dokter yang merawatnya dan tingkat resiko yang dialaminya.
Menurut M. Bahsan, penilaian terhadap objek jaminan kredit dilakukan dengan cara penilaian secara hukum atas objek jaminan kredit, antara lain : pertama adalah dengan melihat legalitas dari objek jaminan kredit, dalam hal beberapa objek jaminan kredit, baik yang termasuk barang bergerak dan tidak bergerak maupun yang berupa penanggungan hutang telah diatur oleh suatu peraturan perundang-undangan karena dengan merujuk kepada peraturan perundang-undangan tersebut maka akan diketahui legalitas dari objek jaminan kredit tersebut.2 Kedua, penilaian secara ekonomi terhadap objek jaminan yang salah satunya adalah jenis dan bentuk jaminan. dalam hal ini bank terlebih dahulu telah mengetahui secara jelas mengenai objek jaminan kredit, yaitu apakah merupakan barang bergerak dan apa jenisnya, barang tidak bergerak dan apa jenisnya, penanggungan hutang dan apa jenisnya, sebagaimana yang telah diketahui berdasarkan penilaian secara
2M. Bahsan, 2012, Hukum Jaminan Dan jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta, Cetakan Ketiga, Raja Grafindo Persada, hlm. 112-114
hukum. Masing-masing jenis objek jaminan kredit mempunyai nilai ekonomi yang berbeda-beda, misalnya secara umum nilai ekonomi tanah lebih baik dari nilai ekonomi barang persediaan yang berupa barang mentah atau persediaan.3
Mengenai nilai ekonomi suatu benda yang dijadikan sebagai jaminan, Munir Fuady dalam bukunya hukum jaminan hutang menyatakan bahwa suatu jaminan hutang yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya mempersyaratkan bahwa objek jaminan Polis asuransi dapat dikatagorikan sebagai benda yang bisa dijaminkan sebagai setidaknya harus memenuhi kedua syarat di atas, yaitu legalitas dari polis asuransi tersebut dan nilai ekonomi polis asuransi sehingga dapat dijadikan sebagai jaminan.4
Yang behak melakukan pinjaman dengan polis asuransi hanya para nasabah dari suatu perusahaan asuransi saja. Dengan kata lain seseorang yang akan melakukan pinjaman tersebut harus terlebih dahulu menjadi salah satu nasabah dari suatu perusahaan asuransi. Lain halnya dengan perjanjian kredit pada bank yang tidak mengharuskan seseorang harus menjadi nasabah bila akan melakukan pinjaman kredit pada bank tersebut pemberian pinjaman oleh perusahaan suransi hanyalah merupakan salah satu bentuk investasi bukan bisnis utama pada perusahaan asuransi. Dengan kata lain misi utamanya adalah mensejahterakan masyarakat asuransi tersebut kalaupun bisa menyalurkan dana dalam bentuk pinjama dengan jaminan polis hal ini tetap
3Ibid, hlm. 115.
4Munir Fuady, 2013, Hukum Jaminan Hutang, jakarta, Erlangga, hlm. 04.
dalam rangka memasyarakatkan asuransi. Dewasa ini jenis lembaga keuangan bukan bank yang ada di indonesia meliputi : lembaga pembiayaan, lembaga pasar modal, dana pensiun, pegadaian, perdagangan valuta asing, asuransi, dan koperasi simpan pinjam. Mengingat jenis lembaga keuangan semacam ini mempunyai arti penting dalam bisnis masyarakat maka secara bertahap pemerintah mengembangkan dan mengatur usahanya melalui peraturan pemerintah maupun surat keputusan menteri keuangan republik indonesia.
Kegiatan pinjam-meminjam uang atau yang lebih dikenal dengan istilah kredit dalam praktek kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi, bahkan istilah kredit ini tidak hanya dikenal oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga sampai pada masyarakat di pedesaan.
Kredit umumnya berfungsi untuk memperlancar suatu kegiatan usaha, dan khususnya bagi kegiatan perekonomian di Indonesia sangat berperan penting dalam kedudukannya, baik untuk usaha produksi maupun usaha swasta yang dikembangkan secara mandiri karena bertujuan meningkatkan taraf kehidupan bermasyarakat.
Dalam kehidupan sehari hari dapat kita liat bahwa masalah pinjam meminjam uang antara seorang dengan orang lain sangatlah sering terjadi bahkan kita juga sering melakukanya. Pinjam meminjam uang bukanlah hanya dilakukan antara orang dengan orang lain, akan tetapi juga antara seseorang dengan bank atau seorang dengan perusahaan asuransi jiwa melalui pinjaman dengan jaminan polis asuransi seperti yang terjadi pada perusahaan asuransi bringin life yang memberikan pinjaman kepada nasabahnya dengan
menjaminkan polis asuransi sebagai jaminan untuk pengambilan kredit pada perusahaan asuransi tersebut.
Hal ini pada prakteknya masyarakat selalu melakukan kegiatan pinjam meminjam uang atau biasa disebut kredit dengan menjaminkan polis asuransinya kepada perusahaan asuransi tanpa mengetahui apakah hal ini sudah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Mereka hanya ingin bagaimana cara mendapatkan kredit dengan mudah dan cepat tanpa mengetahui mengenai sah atau tidaknya, boleh atau tidaknya melakukan peminjaman pada perusahaan asuransi tersebut.
Pengaturan mengenai polis asuransi sebagai jaminan ini juga tidak diatur dalam peraturan perundang undangan baik secara umum maupun khusus hal ini tersebut dapat menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya. Sebagaimana yang penulis pahami juga bahwa perusahaan asuransi itu adalah merupakan perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko kerugian, kehilangan, atau yang berkaitan dengan hidup atau meninggalnya seseorang bukan merupakan perusahaan yang memberikan jasa peminjaman uang kepada nasabahnya. Dari hal tersebut diatas penulis tertarik untuk mempelajari, memahami, dan meneliti secara lebih mendalam mengenai hal tersebut di atas, sehingga penulis menyusunnya dalam suatu penulisan hukum yang berjudul: “Tinjauan Yuridis Penjaminan Polis Asuransi dalam Pemberian Fasilitas Kredit Pada Perusahaan Asuransi Bringin life
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang di rumuskan adalah Bagaimana kedudukan polis asuransi jiwa yang digunakan sebagai jaminan dalam pemberian fasilitas kredit di perusahaan peransuransian Bringin life?
C. Tujuan Peneltian
Untuk mengetahui Bagaimana kedudukan polis asuransi jiwa yang digunakan sebagai jaminan dalam pemberian fasilitas kredit di perusahaan peransuransian Bringin life?
D. Manfaat Penelitian
Mengenai manfaat dari penelitian ini dapat diklasifikasikan atas manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan untuk menambah pengetahuan penulis tentang tinjauan yuridis penjaminan polis asuransi dalam pemberian fasilitas kredit pada perusahaan asuransi bringin life.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis dan masukan-masukan yang bermanfaat demi perkembangan ilmu pengetahuan terhadap tinjauan yuridis penjaminan polis asuransi dalam pemberian fasilitas kredit pada perusahaan asuransi bringin life.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi
Istilah asuransi atau pertanggungan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dari kata “verzekering”. Di indonesia, para sarjana tidak ada keseragaman dalam pemakaian istilah “pertanggungan”. Dalam uraian skripsi ini nanti tidak dibedakan istilah asuransi atau pertanggungan, keduannya digunakan secara bergantian.
Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa :
Asuransi atau dalam bahasa Belanda “Verzekering” berarti pertanggungan. dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu yang satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa pihak yang lain akan mendapatkan penggantian suatu kerugiaan, yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan akan saat terjadinya. Suatu kontra prestasi dari pertanggungan ini, pihak yang ditanggung itu, diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung.
Apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi.
Sementara itu Muhammad Muslehuddin memberikan pengertian asuransi istilah asuransi menurut pengertian railnya, adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya. Konsep asuransi yang paling sederhana dan umum adalah suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang bisa
ditimpa kerugian, kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka, maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok.5Defenisi (perumusan otentik) dari asuransi termuat dalam Pasal 246 KUHD, yang berbunyi sebagai berikut
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.Meskipun dalam definisi tersebut di atas, seolah-olah hanya terdapat satu pihak saja yaitu penanggung yang terikat, tetapi jika diselami maksud sebenarnya dari perumusan itu, maka pihak tertanggung juga terikat untuk melakukan sesuatu terhadap pihak lain. Dari pengertian asuransi yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD itu, Wirjono Prodjodikoro menyimpulkan bahwa ada 3 unsur dalam asuransi yaitu :
Unsur ke 1 : Pihak terjamin (verzekerde), berjanji membayar uang premi kepada penjamin (verzekeraar), sekaligus atau berangsur- angsur.
Unsur ke 2 : Pihak penjamin (verzekeraar) berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak terjamin (verzekerde) sekaligus atau berangsur-angsur apabila terlaksana unsur ke 3.
5 Muhammad Muslehuddin, 1999, Menggugat Asuransi Modern, Jakarta, Lentera, hlm. 03
Unsur ke 3: Suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi.
Rumusan yang diberikan oleh pasal 246 KUHD di atas adalah pengertian asuransi secara umum. Pasal 246 KUHD ini belum memberikan pengertian yang lengkap, karena lebih menekankan pada asuransi kerugian saja, sedangkan pengertian asuransi jiwa atau sejumlah uang tidak tercukup didalamnya oleh karena itu dalam UU.No.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian diberikan suatu defenisi yang lebih lengkap, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 yaitu :
Asuransi atau pertanggung adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada penanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung, karena kerugian,kerusakan atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atau meninggalkan atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.Seperti dengan perjanjian-perjanjian pada umumnya, maka transaksi yang terjadi antara penanggung dengan tertanggung harus memenuhi syarat tersebut (Pasal 1320 KUH Perdata). Dan apabila ini telah terjadi maka kedua belah pihak mempunyai hak-hak dan kewajiban- kewajiban.
Kalau Pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa tiada kata sepakat yang sah apabila kesepakatan itu diberikan karena kekhilafan atau
diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Maka khusus bagi perjajian asuransi syarat-syarat tersebut masih dirasakan kurang, sehingga oleh Pasal 251 KUHD masih dipertegas lagi dengan mengatakan : bahwa tertanggung harus memberikan keterangan yang benar dan jujur, dan apabila ada hal-hal yangdisembunyikannya menyebabkan perjajian batal. Ketentuan ini berlaku untuk semua perjajian asuransi dengan tujuan untuk melindungi pihak penanggung.
Ada dua hal yang diberikan dari ketentuan itu yaitu :
1. Tertanggung hendaknya jangan memberikan keterangan yang keliru atau tidak benar kepada penanggung.
2. Tertanggung hendaknya jangan/tidak memberitahu hal-hal yang mempunyai sifat sedemikian rupa, sehingga perjajian itu tidak akan ditutup atau tidak mungkin diadakan dengan syarat-syarat yang sama, mengetahui keadaan sebenarnya walaupun ada itikad baik dari tertanggung dan apabila hal ini terjadimaka batallah perjajian asuransi yang dibuat.
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa, perjajian asuransi merupakan perjajian timbal balik yaitu perjanjian dimana kedua belah pihak sama-sama melakukan prestasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.
Pihak pertama sebagai pihak yang ditanggung, mengalihkan beban atau resikonya kepada pihak kedua yaitu penaggung.Dari rumusan Pasal 1 Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menunjukkan bahwa pada dasarnya asuransi atau pertanggung merupakan
suatu upaya dalam rangka menanggunlangi adanya resiko, yaitu kemungkinan kehilangan atau kerugian atau kemungkinan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan karena kemungkinan penyimpangan harapan merupakan suatu kehilangan. Antara asuransi dengan resiko mempunyai keterkaitan yang sangat erat, karena asuransi itu sendiri justru menanggunlangi adanya resiko, dan tanpa adanya resiko, asuransi atau pertanggungan tidak diperlukan kehadirannya.
Pada hakikatnya, semua asuransi bertujuan untuk menciptakan suatu kesiapansiagaan dalam menghadapi berbagai resiko yang yang mengancam kehidupan manusia, terutama resiko terhadap kehilangan atau kerugian yang membuat orang secara sungguh-sungguh memikirkan cara-cara yang paling aman untuk mengatasinya.Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengatakan bahwa tujuan semula dari pertanggungan itu adalah tujuan ekonomi, yaitu bahwa seseorang menghendaki supaya resiko yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu dapat diperalihkan kepada pihak lain dengan diperjanjikan sebelumnya dengan syarat-syarat yang dapat disepakati bersama.6
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam pengertian hukum asuransi atau pertanggungan mengandung satu arti yang pasti, yaitu sebagai salah satu jenis perjanjian dengan tujuan berkisar pada manfaat ekonomi bagi para pihak yang mengadakan perjanjian.
6
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1997, Beberapa Aspek Hukum Dagang di Indonesia, Jakarta, Bina Cipta, hlm. 28
2. Dasar Hukum Asuransi
Sumber hukum asuransi adalah dasar kekuatan atau dasar berpijak kegiatan penyelenggaraan asuransi. Secara umum di indonesia sekarang ini, perjanjian asuransi diatur dalam dua kodifikasi, yaitu KUHPerdata dan KUHD. Di samping itu sejak tahun 1992 juga telah keluar Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Untuk lebih jelasnya, dasar hukum perjanjian asuransi di indonesia antara lain :
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
1) Buku III Bab I tentang perikatan-perikatan pada umumnya.
2) Buku III Bab II tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau persetujuan.
b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
1) Buku I Bab IX Pasal 246 s/d 286, memuat tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya.
2) Buku I Bab X Pasal 287 s/d 308, memuat tentang pertanggungan terhadap biaya kebakaran, hasil pertanian dan pertanggungan jiwa.
3. Pengertian Asuransi Jiwa
Perjanjian pertanggungan jiwa dapat diartikan sebagai suatu perjanjian dimana suatu pihak mengikatkan dirinya untuk membayar uang secara sekaligus atau periodik, sedang pihak lain mengikatkan dirinya untuk membayar premi dan pembayaran itu tergantung pada mati atau hidupnya seseorang tertentu atau lebih.
Sementara itu H.M.N. Purwosutjipto memberikan pengertian tentang asuransi jiwa Asuransi jiwa adalah suatu perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama berjalannya asuransi membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah dilampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang telah ditunjukan oleh penutup asuransi sebagai penikmat.Selain itu menurut pendapat H. Abdul Muis menyatakan pertanggungan jiwa termasuk dalam golongan sommen verzekering yaitu suatu persetujuan pertanggungan menanggung untuk membayar sejumlah uang yang jumlahnya sudah ditentukan terlebih dahulu, apabila sesuatu hal yang belum pasti telah terjadi sommenverzekering (pertanggungan sejumlah uang) dimana pertanggungan atas hidup ataujiwa seseorang atas kesehatan seseorang, terhadap invalid seseorang yang pada pokoknya mengenai pribadi seseorang yang sama juga halnya dengan pertanggungan sejumlah uang.
Sommen verzekering dalam bidang pertanggungan jiwa ini dapat digolongkan dua jenis pertanggungan yaitu :
a) Pertanggungan jiwa yang murni, karena disamping unsur pertanggungan tidak lagi mempunyai unsur yang lain;
b) Pertanggungan jiwa yang tidak murni disamping mempunyai unsur pertanggungan masih terdapat unsur lain;
Pertanggungan jiwa yang murni adalah pertanggungan terhadap kematian dalam jangka waktu tertentu. Dalam pertanggungan ini ada kemungkinan perusahaan pertanggungan tidak usah membayar apabila si tertanggung tidak meninggal dunia dalam jangka waktu tertentu.Dalam pertanggungan jiwa tidak murni soal unsur yang tidak pasti (onzekervooval) itu bukanlah apakah ia akan mati ( karena semua orang pasti akan mati).
Tetapi apabila ia mati dalam semua hal uang pertanggungan itu harus dibayar.Perusahaan pertanggung tentu akan memperhitungkan akan hal ini dan karenanya akan menyediakan sebahagian dari premi untuk membayar jumlah itu kelak.
Sebagai suatu perjanjian, maka asuransi juga dikuasai oleh ketentuan mengenai persyaratan sahnya suatu perjanjian. Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan 4 syarat untuk sahnya suatu perjanjian itu yaitu :
a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b) Kecakapanuntuk membuat suatu perjanjian c) Mengenai suatu hal tertentu
d) Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat subyektif karena menyangkut orang-orang (pihak-pihak) yang mengadakan perjanjian. Dan
apabila syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan.
Syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat obyektif karena menyangkut dengan perjanjian itu sendiri yang menjadi objek dari perbuatan hukum itu. Jika salah satudari kedua syarat ini tidak dipenuhi, maka perjanjian yang diadakan itu dianggap tidak ada. perjanjian yang demikian adalah batal demi hukum (absolut nietighied), yang berarti tidak perlu lagi dimintakan pembatalannya oleh para pihak.
Jadi dalam asuransi jiwa yang dipertanggungkan adalah kemungkinan terjadinya kerugian oleh suatu peristiwa yang belum tentu terjadi yang disebut dengan resiko. Resiko yang ditimbulkan terletak pada unsur waktu. Mengenai pengertian resiko Herman Darmawi menulis beberapa defenisi resiko yang dikemukakan oleh Vaughan sebagai berikut :
a) Risk is the chance of loss (resiko adalah kerugian)
b) Risk is the possibility of loss (resiko adalah kemungkinan kerugian) c) Risk is uncertainty ( resiko adalah ketidakpastian).7
Dari ketentuan Pasal 302 KUHD tersebut di atas dapatlah dikatakan bahwa asuransi jiwa itu berbentuk :
7 Herman Darmawi, 2000, Manajemen Resiko, Jakarta, Bumi Aksara, hlm. 19
a) Asuransi jiwa yang disadarkan untuk selama hidupnya seseorang yang pembayaran klaim asuransi digantungkan pada meninggalnya seseorang itu.
b) Asuransi jiwa yang hanya berlangsung untuk tenggang waktu tertentu ditentukan dalam perjanjian.
4. Polis Asuransi a) Fungsi Polis
Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992 menentukan polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan nama apapun, berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh mengadung kata-kata atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai resiko yang ditutup asuransinya, kewajiban penaggung dan kewajiban tertanggung, atau mempersulit tertanggung mengurus haknya.
Berdasarkan ketentuan dua pasal tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung. Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interprestasi,
sehingga mempersulit tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi. Disamping itupolis juga
memuat kesepakatan mengenai syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk mencapai tujuanAsuaransi. Namun Pasal 257 KUHD ayat (1) menyatakan bahwa perjanjian pertanggungan itu telah ada, segera setelah adanya kata sepakat, bahkan sebelum polis itu ditandatangani. Tetapi lain halnya menurut Pasal 258 KUHD ayat (1) yang mengatakan bahwa untuk membuktikan adanya perjanjian pertanggungan, harus dibuktikan dengan surat, akan tetapi semua upaya pembuktian akan diperkenankan bilamana ada permulaan pembuktian dengan surat. Dari bunyi pasal ini jelas bahwa polis bukan merupakan syarat sahnya perjanjian tetapi merupakan sekedar alat bukti dalam perjanjian pertanggungan. Bahkan Emmy Pangaribuan S, mengatakan bahwa polis itu merrupakan alat bukti yang sempurna tentang apa yang mereka perjanjikan dalam polis itu.
Asuransi mulai ditentukan oleh tanggal yang disebut dalam nota penutupan sedangkan mulainya kontrak asuransi ditentukan oleh pembayaran premi pertama misalnya kontrakasuransi ditentukan oleh pembayaran premi pertama, misalnya dalam nota penutupan dinyatakan mulai asuransi; 1 Maret 1988. Seandainya tertanggung meninggal pada tanggal 15 Februari 1988 maka tidak ada kewajiban perusahaan untuk membayarnya.
b). Isi Polis
Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat berikut ini :
1)dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi.
2) Nama tertanggung untuk diri sendiri atau untuk pihak ketiga.
3) Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan.
4) Jumlah yang diasuransikan
5) Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung.
6) Saat bahaya/evenemen mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penaggung.
7)Premi asuransi.
Disamping syarat-syarat khusus tersebut, dalam polis harus dicantumkan jugaberbagai asuransi yang diadakan lebih dahulu, dengan ancaman batal jika tidakdicantumkan. Berbagai asuransi yang dimaksud adalah seperti tercantum dalam pasal KUHD berikut ini :
1). Reasuransi (Pasal 271 KUHD) 2). Asuransi rangkap (Pasal 252 KUHD) 3). Asuransi Insolvabilitas (Pasal 280 KUHD)
4). Asuransi kapal yang sudah berangkat berlayar (Pasal 603 KUHD) 5). Asuransi kapal yang belum tiba ditempat tujuan (Pasal 606 KUHD)
6). Asuransi atas keuntungan yang diharapkan (Pasal 615 KUHD)
c). Jenis Polis
Dalam praktek asuransi, setiap perusahaan Asuransi telah menyusun polisnya masing-masing dengan syarat-syarat khusus dan pula. Berdasarkan syarat-syarat khusus dan klausula-klausula tertentu yang dicantumkan dalam polis timbullah bermacam-macam jenis polis yang berbeda antara satu sama lain, bahkan menunjukan persaingan antara sesama lain, bahkan menunjukan persaingan antara satu sama lain, bahkan menunjukan persaingan antara sesama penanggung. Demikian juga tertanggung, ada yang merasa sulit memiliki perusahaan Asuransi yang mana akan dijadikan penanggung karena masing-masing punya kelebihan dan kekurangan.
1). Polis Maskapai
Dinamakan polis maskapai karena polis ini dibuat dan diterbitkan oleh maskapai-maskapai asuransi. Selain syarat-syarat yang diharuskan oleh Undang-undang, Polis maskapai memuat beberapa ketentuan khusus yang berlaku bagi maskapai yang menciptakan syarat-syarat tersebut. Dalam operasi kerjanyaperusahaan Asuransi yang mengunakan Polis Maskapai ini banyak mengalami kesulitan, sehingga lambat laun polis maskapai ini ditinggalkan dan orang mulai mengarah pada perbuatan dan penggunaan polis seragam.
2). Polis Bursa
Polis mempunyai syarat-syarat yang seragam dan digunakan pada bursa asuransi. Ada dua macam polis bursa yaitu Polis Bursa Amsterdam dan
Polis Bursa Rotterdam. Kedua Polis ini digunakan pada asuransi pengangkutan laut dan asuransi kebakaran. Kedua polis ini dinamakan demikian karena Polis Bursa Amsterdam digunakan di Bursa Asuransi Amsterdam, sedangkan Polis Bursa Rotterdam digunakan di bursa Asuransi Rotterdam.
Dalam dunia usaha-usaha Asuransi di indonesia dewasa ini, Polis- polis standar yang demikian itu digunakan oleh Perusahaan Asuransi.
Disamping itu Dewan Asuransi Indonesia (PAI) juga telah menetapkan Polis Standar untuk Asuransi Kebakaran dan Asuransi Kendaraan bermotor.
3). Polis Lloyds
Polis Lloyds adalah polis yang digunakan di Bursa Lloyds London.
Polis ini telah dikembangkan sendiri dibawah merek Lloyds dan hanya digunakan oleh perusahaan Asuransi yang menjadi The Lloyds Corpepration.
Polis Lloyds digunakan untuk asuransi pengangkutan laut, asuransi kebakaran dan asuransi terhadap bahaya-bahaya lain. Polis Lloyds untuk asuransi penggangkutan laut diatur oleh Marine Insurance Act 1906.
Tentang Polis Pertanggungan Jiwa diatur didalam Pasal 304 KUHD yang menyebutkan :
1) Hari ditutupnya pertanggungan 2) Nama si tertanggung
3) Nama orang yang jiwanya dipertanggungkat
4) Saat mulai berlaku dan berakhirnya bahaya bagi si penanggung
5) Jumlah uang untuk mana diadakan pertanggungan
Di dalam sub 2 disebut tertanggung yang ternyata kalau dihubungkan dengan apa yang disebut di dalam sub-sub yaitu nama orang yang jiwa nya dipertanggungkan, tidak lain daripada bahwa yang dimaksud orang yang mengambil pertanggungan tersebut, yang menurut sistem undang-undang adalah orang yang berkepentingan walaupun kenyataannya di dalam praktek kedua sifat itu tidak selalu jatuh bersama.Apabila kita perhatikan bunyi Pasal 304 KUHD maka tidak ada sebutkan bahwa polis harus ditanda tangani oleh tiap-tiap penanggung seperti yang diatur didalam Pasal 255 ayat 2 KUHD mengenai isi Polis pada umumnya. Tetapi ini tidak berarti bahwa Polis dari pertanggungan jiwa itu tidak perlu dibubuhi tanda tangan penanggung.
Walaupun demikian penyebutan itu hanya merupakan penunjuk bukan hukum yang memaksa seperti yang diatur dalam Pasal 603, 605, 606 masing- masing dari KUHD untuk pertanggungan laut. Tanpa ada hal-hal itu pertanggungan tetap sah dan tidak batal.
4) Gadai Polis
Tergolong sebagai benda yang dapat digadaikan ialah tagihan, polis dalam hal ini merupakan surat tanda bukti adanya penagihan, dan kurangnya polis dapat juga merupakan benda yang dapat digadaikan. Pengadaian polis dalam hal ini dimaksudkan untuk memberi jaminan kepada debitor pemberi gadai, sebelum hutangnya lunas.Apabila debitor meninggal dunia, maka seluruh hutang sisanya dibayar dengan uang pertanggungan. Penggadaian
polis hanya akan mengikat penanggung, bila hal itu diperjanjikan secara tegas-tegas ; baik didalam polis sendiri maupun dengan surat yang tersendiri.
Sedangkan menurut kebiasaan dari Asuransi Rakyat untuk memperkenalkan polis-polis yang dikeluarkan dipergunakan sebagai obyek penggadaian.
5. Asas-asas Dalam Hukum Asuransi
Dalam hukum asuransi terdapat tiga asas pokok yaitu asas indemnitas, asas kepentingan dan asas itikad baik.
a) asas indemnitas
Kata indemnitas berasal dari bahasa latin yang berarti ganti kerugiaan.
inti asas indemnitas adalah seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita tertanggung dengan jumlah ganti kerugiaannya.Dalam hukum asuransi, asas indemnitas tersirat dalam Pasal 246 KUHD yang memberi batasan tentang asuransi atau pertanggungan, yaitu sebagai perjanjian yang bermaksud memberikan penggantian untuk suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan yang mungkin diderita oleh tertanggung sebagai akibat terjadinya suatu bahaya yang pada saat ditutupnya perjanjian tidak dapat dipastikan apakah akan terjadi atau tidak.Asas ini hanya berlaku terhadap asuransi kerugian saja, tidak berlaku terhadap asuransi sejumlah uang.
Ada 3 macam kerugian yang timbul karena kehilangan atau kerusakan harta benda dalam asuransi kerugian yaitu :
1) Kerugiaan atas barang itu sendiri.
2) Kerugiaan pendapatan dan pemakaian, karena hancurnya barang itu sampai barang itu dapat diganti
3) Kerugiaan yang menyangkut tanggung jawab terhadap orang lain.
Semua jenis kerugian tersebut dapat dituntut penggantiannya jika resiko terhadap timbulnya kerugian itu pertanggungkan secara tegas. Dengan adanya asas indemnitas ini, maka jumlah ganti rugi yang diberikan penaggung kepada tertanggung, tidak melebihi besarnya kerugian yang sebenarnya diderita oleh tertanggung. Dengan kata lain, asas indemnitas bermaksud semata-mata untuk memulihkan keadaan tertanggung yang tertimpa kerugian kembali seperti keadaan sebelum terjadinya kerugian itu, sehingga jumlah kekayaan tertanggung tetap terpelihara.Gunanto berpendapat, “perjanjian yang memungkinkan tertanggung menjadi lebih kaya daripada sebelum tertimpa musibah dapat membuat tertanggung justru mengharapkan terjadinya musibah. hal tersebut tidak dapat ditoleransi.
Penentuan besarnya ganti kerugiaan pada jumlah yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung ini sifatnya adalah memaksa. Setiap penyimpangan atau pelepasan dari ketentuan tersebut adalah batal. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 252, 253, dan 254 KUHD. Dari ketentuan pasal-pasal tersebut jelaslah bahwa penggantian lebih tinggi dari jumlah kerugian atau harga kepentingan yang sesungguhnya tidak diperbolehkan. Sementara penggantian kerugian lebih rendah dari kerugian yang sesungguhnya diderita
dapat terjadi, apabila diadakan pertanggungan di bawah harga. Hal ini diatur dalam Pasal 253 ayat 2 KUHD, tetapi ketentuan itu tidak bersifat memaksa, karena hal itu dapat dilanggar dengan membuat janji secara tegas untuk pembayaran penuh yang disebut dengan “primer risque” sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 253 ayat 3 KUHD.
b) Asas Kepentingan
Asas kepentingan dalam hukum asuransi diatur dalam Pasal 250 dan 268 KUHD.
Pasal 250 KUHD menyebutkan :
Apabila seseorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seseorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberi ganti rugi.Selanjutnya dalam Pasal 268 KUHD disebutkan,
“suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya, dan tidak dikecualikanoleh undang-undang”.
J.E. Kaihatu menyebutkan, “kepentingan adalah suatu hubungan atau ikatan yang sah dan sedemikian rupa maupun langsung atau tidak dengan barang yang dipertanggungkan itu.Sementara itu H.M.N Purwosutjipto mengartikan kepetingan sebagai “hak atau kewajiban tertanggung yang dipertanggungkan”.Jika kedua pendapat itu disatukan, maka hubungan atau ikatan yang sah itu sama dengan hak dan kewajiban seseorang atas benda yang dipertanggungkan.Pengertian hubungan yang sah atau hak berkaitan
dengan hukum yaitu sesuai atau dibenarkan oleh hukum. Jadi bila seseorang yang memiliki suatu benda yang dilarang Undang-undang, maka orang itu secara hukum tidak mempunyai hubungan yang sah atau tidak berhak atas benda tersebut. Dengan demikian menurut hukum asuransi, seorang tertanggung harus menunjukkan :
1) Benda tertentu, yang patut dipertanggungkan.
2) Kepentingan, yaitu hubungannya yang sah dengan benda tersebut sehingga jika benda itu tertimpa bahaya, terhadap mana diadakan pertanggungan, maka ia berhak menerima ganti kerugian yang sewajarnya.
c)Asas Itikad Baik
Asas itikad baik diatur dalam Pasal 251 KUHD yang berbunyi sebagai berikut :
Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya si tertanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.
Yang dimaksud dengan itikad baik adalah kemauan baik dari setiap pihak untuk melakukan perbuatan hukum agar akibat dari kehendak/perbuatan hukum itu dapat tercapai dengan baik.Menurut Amiruddin Abdul Wahab, dari Pasal 251 KUHD dapat diperoleh beberapa unsur yaitu :
1) Bahwa dalam perjanjian pertanggungan sangat diperlukan adanya asas itikad baik.
2) pelanggaran terhadap asas tersebut terjadi dalam hal tertanggung memberikan keterangankeliru/tidak benar, atau tidak memberitahukan/mengungkapkan hal-hal yang diketahuinya.
3) Sifat dari hal-hal itu dapat mempengaruhi keputusan si penanggung.
4) Bahwa asas itu harus diperhatikan sejak sebelum perjanjian ditutup.
5) Bahwa pelanggaran terhadap asas tersebut mengakibatkan batalnya perjanjian itu.24 Syarat-syarat umum sahnya perjanjian pada umumnya diatur oleh Pasal 1320 jo Pasal1338 KUHPdt, Syarat tersebut dalam Pasal 1320 KUHPdt adalah sebagai berikut :
i) Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
ii) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
iii) Suatu hal tertentu.
iv) Suatu sebab yang halal.
d) Asas Proporsionalitas
Pada intinya bahwa dalam kontrak komersial harus menempatkan posisi para pihak pada kesetaraan dengan adanya pertukaran hak dan kewajiban secara fair (proporsional). makna azas proporsionalitas dalam kontrak harus beranjak dari makna filosofi keadilan. Prinsip bahwa yang
sama diperlakukan secara sama, dan yang tidak sama juga diperlakukan tidak sama, secara proporsional. Untuk mencapai win-win contract maka diperlukan prinsip-prinsip universal seperti itikad baik dan transaksi yang adil atau jujur (good faith and fair dealing) atau kepentingan dan keadilan dalam hal pertukaran kepentingan hak dan kewajiban.
Ad.1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
Dalam perjanjian setidaknya ada dua orang yang saling berhadap- hadapan dan mempunyai kehendak yang saling mengisi. Kedua belah pihak yaitu penanggung dan tertanggung dalam mengadakan perjanjian harus setuju atau sepakat terhadap hal-hal pokok dalam perjanjian yang diadakan. Orang dikatakan tidak memberikan persetujuan/sepakat, kalau orang memang tidak menghendaki apa yang disepakati.Kesesuaian kehendak saja dari dua orang belum menimbulkan suatu perikatan, karena hukum hanya mengatur perbuatan nyata daripada manusia, kehendak tersebut harus saling bertemu dan untuk saling bertemu harus dinyatakan. Sehubungan dengan syarat kesepakatan ini KUHPdt dalam Pasal 1321 menentukan bahwa, tiada sepakat yang sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Kesepakatan yang hendak dicapai tersebut harus bebas dari unsur-unsur paksaan, penipuan dan kekhilafan.
Ad.2. Kecakapan dalam membuat suatu perjanjian
Para pihak dalam membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang
yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Pasal 1329 KUHPdt mengatakan bahwa setiap orang adalah berwenang untuk membuat perikatan jika oleh Undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Para pihak dianggap cakap apabila telah mencapai umur 21 tahun atau telah menikah, sehat jasmani dan rohani serta tidak berada di bawah pengampunan.
Ad.3. Suatu hal tertentu
Suatu perjanjian harus mengenai hal-hal tertentu, artinya ada objek yang jelas yang diperjanjikan, dalam hal ini adalah jiwa seseorang. Dengan demikian timbullah hak dan kewajiban kedua belah pihak yaitu penanggung dan pemegang polis yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang jiwanya dipertanggungkan (tertanggung). Suatu hal tertentu adalah objek dari perjanjian. Perjanjian yang tidak mengandung suatu hal tertentu dapat dikatakan bahwa, perjanjian yang demikian tidak dapat dilaksanakan karena tidak jelas apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak.
Ad.4. Suatu sebab yang dibolehkan
Sebab adalah sesuatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, namun yang dimaksud sebab dalam Pasal 1320 KUHPdt bukan yang mendorong orang untuk membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti “isi perjajian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Termasuk dalam sebab-sebab yang tidak halal adalah sebab yang palsu dan sebab yang terlarang. Suatu sebab
dikatakan palsu apabila sebab itu diadakan oleh para pihak untuk menutupi sebab yang sebenarnya. Sebab yang terlarang adalah sebab yang bertentangan dengan kesusilaan, undang-undang maupun ketertiban umum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sebab yang halal disini adalah isi dari perjanjian penanggungan jiwa ini tidak dilarang undang- undang, tidak beertentangan dengan ketertiban umum dan nilai-nilai kesusilaan.
e) Asas Subrogasi
Di dalam KUHD, asas ini secara tegas diatur dalam Pasal 284 :
“Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan menerbitkan kerugian tersebut ; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang- orang ketiga itu”.
Asas subrogasi bagi penanggung, seperti diatur pada Pasal 284 KUHD tersebut di atas adalah suatu asas yang merupakan konsekuensi logis dari asas indemnitas.Mengingat tujuan perjanjian asuransi itu adalah untuk memberi ganti kerugian, maka tidak adil apabila tertanggung, karena dengan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diharapkan menjadi diuntungkan, artinya tertanggung disamping sudah mendapat ganti kerugian dari penanggung
masih memperoleh pembayaran lagi dari pihak ketiga (meskipun ada alasan hak untuk itu).
Subrogasi dalam asuransi adalah subrogasi berdasarkan undang- undang, Oleh karena itu asas subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila memenuhi dua syarat berikut :
1) Apabila tertanggung disamping mempunyai hak terhadap penanggung masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga.
2) Hak tersebut timbul karena terjadinya suatu kerugian
Jadi pada perjanjian asuransi, atas subrogasi dilaksanakan baik berdasarkan undang-undang maupun berdasarkan perjanjian.
6. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Asuransi Jiwa
Pada perjanjian asuransi tatanan hubungan hukum antara para pihak.
Tatanan hukum ini menimbulkan hak dan kewajiban. Menurut Sudikno Merkusumo, tatanan yang diciptikan oleh hukum baru menjadi kenyataan apabila kepada subyek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segiyang isinya di satu pihak “hak”, sedang di pihaklain “kewajiban”. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak.Urain di atas menunjukan bahwa dalam suatu hubungan hukum perjanjian hak dan kewajiban selalu berada pada posisi yang bersebelahan. Hak pada satu pihak akan merupakan kewajiban pada pihak lain. Hak itu memberi kenikmatan dan
keleluasaan kepada satu pihak, sedangkan kewajiban merupakan pembatasan dan beban pada pihak lain.
Berkaitan dengan hak dan kewajiban, lebih lanjut Sudikno Mertukusumo mengatakan bahwa hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaedah, melainkan merupakan perimbagan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin pada kewajiban dipihak lawan. Kalau ada hak maka ada kewajiban kepada seserorang oleh hukum.
Dalam suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan diatur hak dan kewajiban bagi para pihak yang terlibat di dalamnya yaitu penanggung dan tertanggung. Pasal 26 KUHD antara lain menetapkan bahwa pertanggungan itu suatu perjanjian, penggung berkewajiban untuk mengganti kerugian bila terjadi evenemen (peristiwa yang tidak tentu terjadi menjadi kenyataan) yang merugikan tertanggung serta berhak untuk mendapatkan uang santunan.
Kemudian dalam Pasal 257 ayat KUHD menetapkan bahwa hak dan kewajiban itu mulai berlaku pada saat perjanjian pertanggung ditutup.
Sehubungan dengan hal ini H.M.N Purwusutjipto berpendapat bahwa hak dankewajiban itu bersifat timbal balik antara penanggung dan tertanggung dengan perincian sebagai berikut :
a) Kewajiban membayar uang premi dibebankan kepada tertanggung atau orang yang berkepentingan.
b) Kewajiban pemberitaan yang lengkap dan jelas dibebankan kepada tertanggung. Kesalahan-kesalahan yang tidak termasuk dalam kesalahan orang yang berkepentingan, tidak dapat dilimpahkan pada orang yang berkepentingan.
c) Tertanggung bukan orang yang berkepentingan dalam pertanggungan, tidak dibebani yang disebut dalam Pasal 283 KUHD yaitu berkewajiban mengusahakan segala sesuatu untuk mencegah dan mengurangi kerugian yang mungkin terjadi.
d) Tertanggung mempunyai hak untuk menuntut penyerahan polis, sedang orang yang berkepentingan mempunyai hak untuk menuntut ganti kerugian kepada penanggung.28
Sementara itu M. Isa Arif memberikan perincian mengenai hak dan kewajiban dari tertanggung, sebagai berikut :
a) Kewajiban adalah :
1) Berusaha untuk membatasi kerugian.
2) Membayar premi pada waktunya.
b) Hak dari tertanggung adalah berhak atas penggantian kerugian.
Sedangkan dari penanggung, hak dan kewajiban sebagai berikut : a) Kewajiban adalah :
1) Mengganti biaya yang dikeluarkan oleh tertanggung untuk menghalang atau membatasi kerugian.
2) Mengganti kerugiaan, jika itu memang terjadi.
b) Penanggung yang menganti suatu kerugian mendapat semua hak yang dipunyai oleh tertanggung terhadap orang yang menyebabkan kerugian.
B. Tinjauan Umum Tentang Jaminan 1. Pengertian Jaminan
Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan Zaker Heiddos Stelling atau SecurityOf Law. Dalam seminar badan pembinaan hukum nasional tentang lembaga politik danjaminan lainnya, yang diselenggarakan di yogyakarta, pada tanggal 20 sampai 30 Juli 1977, disebutkan bahwa hukum jaminan, meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan. Defenisi ini menjadi tidak jelas, karena yang dilihat hanya dan penggolongan jaminan. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah :
“Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberi fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang diberinya sebagai jaminan.
Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar dengan jangka waktu lama dan bunga yang relatif rendah”.
a). Jaminan Lahir Karena Undang Undang
Jaminan yang lahir karena undang undang jaminan yang adanya karena ditentukan oleh undang undang tidak perlu adanya perjanjian antara kreditur dan debitur. Perwujudan dari jaminan yang lahir dari undang undang ini ialah pasal 1131 KUHPerdata yang menentukan bahwa semua harta kekayaan debitur baik benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan atas seluruh hutangnya.
Perjanjian yang lahir karena ditentukan undang undang ini akan menimbulkan jaminan umum artinya semua harta benda debitur menjadi jaminan bagi seluruh hutang debitur dan berlaku untuk semua kreditur. Para kreditur mempunyai kedudukan konkuren yang secara bersama sama memproleh jaminan umum yang di berikan oleh undang undang.
b). Jaminan Lahir Karena Perjanjian
Jaminan lahir karena perjanjian adalah jaminan ada karena diperjanjikan terlebih dahulu antara debitur dan kreditur. Pada umumnya jaminan yang lahir karena perjanjian dalam bentuk hak tanggungan, fidusia, gadai, dan hipotik.
c). Jaminan Kebendaan
Jaminan Kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu.
Dapat dipertahankan terhadap siapapun selalu mengikuti bendanya di tangan siapapun benda itu berada dan dapat dialihkan. Jaminan kebendaan juga mempunyai siapa yang memegang jaminan atas jaminan kebenaan lebih
dahulu akan didahulukan pelunasan hutangnya dibanding yang memegang kemudian. Jaminan kebendaan itu lahir dan bersumber pada perjanjian.
Jaminan ini ada karena diperjanjikan antara kreditur dan debitur misalnya hak tanggungan, fidusia, dan gadai. Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya tetapi juga dapat diadakan antara kreditur atau pihak ketiga yang menyediakan harta kekayaanya secara khusus misalnya : tanah dan bangunan yang digunakan untuk menjamin dipenuhinya kewajiban debitur pada kreditur.
d). Jaminan Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak
Dengan adanya pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak dalam hal-hal sebagai berikut :
1). Pembebanan Jaminan :
a). Terjadi pembedaan jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak
b). Pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak akan menentukan bentuk atau jenis pembebanan atau pengikatan jaminan atas benda tersebut dalam pemberian kredit. Jaminan benda tidak bergerak pembebanannya berupa hak tanggungan.
2). Penyerahan (levering).
Pembedaan mengenai benda bergerak dan benda tidak bergerak mengakibatkan perbedaan penyerahan pada benda itu. Untuk benda bergerak penyerahan dilakukan dengan penyerahan nyata
(penyerahan bendanya), sedangkan untuk benda yang tidak bergerak penyerahan dilakukan dengan balik nama.
3). Dalam hal daluwarsa untuk benda bergerak tidak mengenal daluwarsa sedangkan untuk benda tidak bergerak mengenal daluwarsa yaitu 30 tahun.
4). Berkenan dengan bezituntuk benda bergerak berlaku ketentuan pasal 1977 KUHPerdata yaitu seorang pemilik dari barang bergerak adalah pemilik benda itu, sedangkan untuk benda tidak bergerak tidak demikian.
2. Dasar Hukum Jaminan
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam yakni sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil adalah tempat materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum. Misalnya hubungan sosial, kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional dan keadaan geografis.
Sumber hukum formal ini dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu sumber formal tertulis dan tidak tertulis. analog dengan hal ini, maka sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi 2 macam, yakni sumber hukum jaminan tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum jaminan tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum jaminan yang
berasal dari sumber tertulis. Umumnya sumber hukum jaminan tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurispendensi.
Sedangkan sumber hukum jaminan tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tidak tertulis.
Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan. Adapun yang menjadi sumber hukum jaminan tertulis, yaitu :
a) Buku II KUH Perdata (BW)
KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang berasal dari produk pemerintah Hindia Belanda, yang diundangkan pada tahun 1848, diberlakukan di indonesia berdasarkan asas konkordansi. Sedangkan yang menyangkut tentang jaminan terdapat pada buku II KUH Perdata Pasal 1131 dan 1132. Yang mana isi dari Pasal ini adalah Pasal 1131 “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Pasal 1132 “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya;
pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk di dahulukan”.
b) KUHD
KUH Dagang diatur dalam stb 1847 nomor 23 KUH Dagang, terdiri atas 2 buku, yaitu buku I tentang dagang pada umumnya dan buku II tentang
hak-hak dan kewajiban yang timbul dalam pelayaran. Sedangkan jumlah pasalnya sebanyak 754 pasal. Pasal-pasal yang erat kaitannya dengan jaminan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan hipotik kapal laut. Pasal-pasal yang berkaitan dengan hipotik kapal laut. Pasal-pasal yang mengatur hipotik kapal laut adalah Pasal 314 sampai dengan Pasal 316 KUH Dagang.
3. Penggolongan Jaminan
Demikian kepentingan kreditor yang mengadakan perutangan undang- undang memberikan jaminan yang tertuju terhadap semua Kreditor dan mengenai semua harta benda debitor. Baik mengenai benda bergerak maupun tak bergerak, baik benda yang sudah ada maupun yang masih akan ada, semua menjadi jaminan bagi seluruh perutangan debitor. Hasil penjualan dari benda-benda tersebut dibagi-bagi “Secara ponds-ponds gelifik”, seimbang dengan besar kecilnya piutang masing-masing. Jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua Kreditor dan menyangkut semua harta kekayaan debitor dan sebagainya disebut jaminan umum. Artinya benda jaminan itu tidak ditunjuk secara khusus dan tidakdiperuntukkan untuk kreditor. Sedang hasil penjualan benda jaminan itu dibagi-bagi di antara para kreditor seimbang dengan piutangnya masing-masing.
Walaupun telah ada ketentuan dalam undang-undang yang bersifat memberikan jaminan bagi perutangan debitor sebagaimana tercantum dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata, namun ketentuan tersebut diatas adalah merupakan ketentuan yang bersifat umum. Dalam praktek perbankan adanya
jaminan yang dikhususkan itu diisyratkan oleh suatu prinsip sebagaimana tercantum dalam undang-undang pokok perbankan, yaitu ketentuan Pasal 24 undang-undang No. 14 tahun 1967 yang melarang adanya pemberian kredit tanpa jaminan. Jadi jaminan disini maksudnya adalah jaminan yang dikhususkan untuk Bank dimana persediaan barang-barang jaminan itu disebutkan secara terperinci. Adapun jaminan khusus ini timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan diantara kreditor dan debitor yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan ialah adanya benda tertentu yang dipakai sebagai jaminan, sedangkan jaminan yang bersifat perorangan ialah adanya orang tertentu yang sangup membayar/memenuhi prestasi manakala debitor berprestasi.
Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan”, dalam arti memberikan hak mendahului diatas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahuluhi atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan (hasil seminar badan pembinaan Hukum Nasional yang diselengarakan di Yogyakarta dari tanggal 20 sampai tanggal 30 juli 1977). Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengemukan pengertian jaminan materiil (kebendaan) dan jaminan perorangan,
Dari uraian di atas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum pada jaminan materiil yaitu :
a) Hak mutlak atas suatu benda
b) Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu c) Dapa dipertahankan terhadap siapapun
d) Selalu mengikuti bendanya, dan e) Dapat dialihkan kepada pihak lainnya.
Unsur jaminan perorangan, yaitu :
a) Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu.
b) Hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu; dan c) Terhadap harta kekayaan debitor umumnya.
Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu ; a) Gadai (pand) yang diatur di dalam Bab 20 Buku II KUHPerdata b) Hipotik, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUHPerdata
c) Credietverband, yang diatur dalam stb 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan stb 1937 Nomor 190
d) Hak tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 4 tahun 1999
e) Jaminan fidusia, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 42 tahun 1999
Yang termasuk jaminan perorangan, adalah :
a) Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih b) Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng c) Perjanjian garansi
Dari kedelapan jenis jaminan diatas, maka yang masih berlaku adalah:
a) Gadai
b) Hak tanggungan c) Jaminan fidusia
d) Hipotik atas kapal laut dan pesawat udara e) Borg
f) Tanggungan-menanggung, dan g) Perjanjian garansi8
h) Jaminan Atas Benda Bergerak dan Tak Bergerak
Penggolongan atas benda yang penting menurut sistem hukum perdata yang berlaku kini di indonesia adalah penggolongan atas benda bergerak dan benda tak bergerak. Karenanya juga dikenal adanya pembedaan atas benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak. Pembedaan atas benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak, juga pembedaan atas jaminan
8 H.Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm. 25
benda bergerak dan tak bergerak demikian itu juga dikenal hampir diseluruh perundang-undang modern di berbagai negara didunia ini.
Pembedaan atas benda bergerak dan benda tak bergerak demikian, dalam hukum perdata mempunyai arti penting dalam hal-hal tertentu, yaitu mengenai :
a) Cara pembebanan/jaminan b) Cara penyerahan
c) Dalam hal daluwarsa d) Dalam hal bezit
Cara penyerahan benda bergerak dilakukan dengan cara-cara yang berlainan dengan tak bergerak. Penyerahan benda bergerak menurut jenisnya dapat dilakukan dengan penyerahan nyata, penyerahan simbolis (penyerahan kunci gudang), Traditio Brevimanu,Coustitum Possessoium (penyerahan dengan terus melanjutkan penguasaan atas benda itu), Cossi Endossomint.
Sedangkan untuk benda tak bergerak dilakukan dengan balik nama, yaituharus dilakukan penyerahan yuridis yang bermaksud memperalihkan hak itu, dibuat dengan bentuk akta otentik yang dibuat dihadapan notaris/PPAT dan didaftarkan. Dalam hal
Daluwarsa, untuk benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sedang untuk benda takbergerak mengenal lembaga daluwarsa.