• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA TATALAKSANA DIARE CAIR AKUT DI RSUD WONOSOBO Ika Purnamasari, Ari Setyawati ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POLA TATALAKSANA DIARE CAIR AKUT DI RSUD WONOSOBO Ika Purnamasari, Ari Setyawati ABSTRAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

POLA TATALAKSANA DIARE CAIR AKUT DI RSUD WONOSOBO Ika Purnamasari, Ari Setyawati

ABSTRAK

Latar Belakang : Penyakit diare merupakan penyebab kematian pertama pada usia balita. Penatalaksanaan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berbasis bukti diharapkan mampu menekan angka mortalitas dan morbiditas penyakit diare.

Tujuan : untuk mengetahui bagaimana pola tata laksana pasien diare cair akut di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Wonosobo.

Metode : Penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan retrospektf. Sampel penelitian ini adalah pasien anak usia dibawah dua tahun yang menjalani rawat inap karena diare selama periode waktu Januari – Desember tahun 2013. Julah sampel 193 anak. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan ceklist. Analisis data dilakukan dengan SPSS versi 16.00.

Hasil :Pasien yang dirawat dengan dehidrasi berat hanya 5,2%, tatalaksana diare terkait upaya rehidrasi oral menggunakan oralit masih sangat rendah (7,3%) dan 92,7% anak diare tidak diberi oalit. Penggunaan rehidrasi intravena pada kasus diare dijumpai 100% pada semua kasus tanpa memperhatikan derajat dehidrasi.

Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dijumpai 98,4%. Pemberian zink sebagai mikronutrien sudah sangat bagik dterapkan yaitu 95,3% anak diare mendapatkan terapi zink. Penggunaan anti diare dan anti emetik masing-masing sebanyak 2,6%

dan 44%. Sedangkan untuk pemberian ASI maupun susu formula dijumpai bahwa 58% anak diare tidak mendapatkan ASI dan atau susu formula

Kesimpulan : Pola tatalaksana diare cair akut pada anak di RSUD Wonosobo masih ada yang belum sesuai dengan pedoman tatalaksana diare menurut Kementrian Kesehatan RI

Implikasi Keperawatan : Perawat dapat melaksanakan perannya sebagai advocate terkait tatalaksana diare cair akut di rumah sakit.

Kata Kunci : Tatalaksana, Anak, Diare Cair Akut

(2)

Pendahuluan

Penyakit Diare merupakan penyakit yang menempati urutan kedua penyebab kematian balita di dunia setelah pneumonia. WHO mencatat hampir sembilan juta anak balita meninggal setiap tahunnya dan satu setengah juta per tahun anak balita meninggal karena diare atau 16 % dari seluruh penyebab kematian. Saat ini, hanya 39% anak dengan diare di negara-negara berkembang mendapatkan penanganan yang sesuai (WHO 2009). Di Indonesia, penyakit diare merupakan penyakit endemis yang berpotensi untuk menjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) dan sering disertai dengan kematian. Laporan Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke empat (13,2%). (Kemenkes RI 2012).

Paket penanganan dan pengawasan terhadap penyakit diare telah disusun oleh WHO yang meliputi paket pengobatan (treatment) dengan tujuan untuk mengurangi angka kematian balita akibat diaredan paket pencegahan yang bertujuan untuk mengurangi beban diare pada jangka waktu menengah dan lama.

Paket ini tersusun atas 7 (tujuh) poin perencanaan untuk penanganan diare secara komprehensif, yaitu 2(dua) elemen penting pengobatan sesuai WHO dan UNICEF dan 5 elemen pencegahan yang membutuhkan perhatian lebih dalam proses implementasinya, yaitu (WHO 2009):

1. Penggantian cairan untuk mencegah dehidrasi, termasuk dengan menggunakan low-osmolarity oral rehydration (ORS),

2. Pengobatan dengan zinc, dimana pengobatan ini dapat menurunkan keparahan dan lama diare.

3. Vaksinasi rotavirus dan campak

4. Promosi kesehatan tentang ASI eksklusif dan suplemen vitamin A 5. Promosi kesehatan tentang cuci tangan menggunakan sabun

6. Peningkatan kualitas dan kuantitas penyediaan air, termasuk keamanan penyimpanan air rumah tangga

7. Promosi tentang sanitasi di komunitas.

(3)

Penelitian oleh Sofian (2004) tentang pola penggunaan antibiotik di RSI NU Demak, diperoleh hasil bahwa 100% anak usia 1-3 tahun yang dirawat di rumah sakit tersebut mendapatkan antibiotik. Cara pemberian 62,93% serbuk injeksi dan 37,07% sirup (oral). Hal ini menunjukkan penggunaan antibiotik pada kasus diare bersifat tidak rasional. Penelitian lain di rumah sakit swasta di Jakarta tentang penatalaksanaan diare diperoleh hasil bahwa tata laksana diare akut di tiga rumah sakit swasta di Jakarta kurang sesuai dengan panduan/protabel WHO, tampak dari hasil pemakaian CRO hanya pada 50% pasien, antibiotik masih banyak dipakai (90%), dan pemakaian susu formula khusus pada 70% anak (Dwipurwantoro 2005)

Rumah Sakit Umum Daerah Wonosobo, merupakan salah satu rumah sakit yang sering mendapatkan rujukan dari puskesmas di wilayah Wonosobo.

Berdasarkan data di ruang rawat inap RSUD Wonosobo tahun 2013, diketahui bahwa peringkat pertama dari 10 besar penyakit anak adalah diare. Hal ini dapat terjadi hampir sepanjang tahun. Jumlah rata-rata pasien diare setiap bulannya di ruang perawatan khusus anak mencapai 50 – 60 pasien. Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup tinggi.

Berdasarkan wawancara dengan perawat di rumah sakit, masih terdapat penggunaan antibiotik pada kasus – kasus diare, penggantian susu formula dan pemberian cairan intravena yang kurang sesuai dengan indikasi. Keadaan ini membutuhkan pemantauan yang rutin terkait tata laksana pasien diare, sehingga pasien mendapatkan pengobatan dan perawatan yang sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Apabila pasien diare mendapatkan pengobatan dan perawatan yang tidak sesuai, maka dikhawatirkan pasien mendapatkan kerugian dari praktik tersebut seperti resisten terhadap antibiotika dan dapat juga berhubungan dengan penambahan biaya karena harus membeli obat yang sebenarnya kurang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya diare disebabkan oleh rotavirus dan tidak memerlukan antibotika.

Berdasarkan keadaan tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan yang ada, yaitu “Bagaimana pola tata laksana pasien diare cair akut di RSUD

(4)

Wonosobo? Apakah sudah sesuai dengan lima langkah tuntaskan diare (Lima Lintas Diare) dari Kemenkes RI?”

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola tata laksana pasien diare cair akut di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Wonosobo. yang meliputi:

1. Pemberian cairan rehidrasi oral (CRO) 2. Pemberian cairan parenteral

3. Penggunaan antibiotik 4. Pemberian tablet zinc

5. Penggunaan anti diare dan anti emetik 6. Pemberian ASI dan susu formula Metode

Penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan retrospektf. Sampel penelitian ini adalah pasien anak usia dibawah dua tahun yang menjalani rawat inap karena diare selama periode waktu Januari – Desember tahun 2013. Julah sampel 193 anak. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan ceklist. Analisis data dilakukan dengan SPSS versi 16.00.

Hasil

1. Karakteristik Responden

Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 257 pasien anak dengan diare cair akut yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Setjonegoro Wonosobo periode bulan Januari sampai Desember 2013.

Adapun sampel yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 193 pasien, terdiri dari 126 (65,3%) anak laki-laki dan 67 (34,7%) anak perempuan dengan rentang usia 0 – 24 bulan. Kelompok umur 0 – 6 bulan berjumlah 41 (21,2%) anak, kelompok umur 7 – 11 bulan berjumlah 66 (34,1%) anak serta 86 (44,6%) anak berusia 12-24 bulan. Berdasarkan derajat dehidrasi, 115 (59,6%) diantaranya tanpa mengalami dehidrasi, sebanyak 68 (35,2%) dengan dehidrasi ringan-sedang, sedangkan dengan dehidrasi berat terdapat 10 (5,2%) anak.

(5)

2. Pola Tatalaksana Diare Cair Akut

Berdasarkan penelitian diperoleh data bahwa penggunaan oralit dipakai pada 14 (7,3%) anak, sedangkan 179 (92,7%) anak tidak diberikan oralit. Pada penelitian ini anak dengan diare cair akut masih banyak yang tidak diberikan ASI yaitu 112 (58%), sedangkan anak yang masih diberikan ASI 81 (42%). Terapi cairan parenteral masih banyak digunakan pada kasus diare baik tanpa dehidrasi, dengan dehidrasi ringan sampai sedang dan dehidrasi berat yaitu 193 (100%). Penggunaan antibiotik dalam kasus diare juga menjadi salah satu terapi yang banyak digunakan yaitu 190 (98,4%) dan 3 (1,6%) anak tidak mendapatkan terapi antibiotik. Tetapi untuk penggunaan zink hanya pada 9 (4,7%) anak saja yang tidak mendapatkan zink, yang lain 184 (95,3%) menggunakan zink. Terapi antidiare hanya digunakan pada 4 (2,6%) anak saja, sedangkan sebagian besar 188 (97,4%) anak tidak mendapat terapi antidiare. Penggunaan antiemetik didapatkan pada 85 (44%) anak, sedangkan 108 (56%) anak tidak mendapatkan antiemetik. Gambaran pola tatalaksana diatas dapat dilihat pada Tabel 1 berikut

Tabel 1

Pola Tata Laksana Diare Cair Akut

No. Jenis Tatalaksana Frekuensi Prosentase 1. Pemberian oralit

Ya Tidak

14 179

7,3 92,7 2. Pemberian ASI/Sufor

Ya Tidak

81 112

42 58 3. Pemberian cairan parenteral

Ya Tidak

193 0

100 0 4. Pemberian antibiotik

Ya Tidak

190 3

98,4%

1,6 5. Pemberian zinc

Ya Tidak

184 9

95,3%

4,7%

(6)

Pembahasan 1. Jenis Kelamin

Pada penelitian ini didapatkan bahwa anak yang mengalami diare cair akut yang dirawat di RSUD Setjonegoro sebagian besar adalah laki laki (65,3%), dengan rentang usia 0 – 24 bulan. Penelitian yang dilakukan Pramita dkk juga menyebutkan bahwa 55% dari keseluruhan anak yang dirawat di RS swasta di Jakarta dengan diare adalah laki laki1,3. Hal ini dimungkinkan karena pada tahap pertumbuhan dan perkembangannya, tingkat aktifitas pada anak laki laki lebih banyak daripada anak perempuan.

Pada usia tersebut juga anak mulai mengeksplorasi lingkungan.

2. Usia

Berdasarkan data yang diperoleh, insiden tertinggi anak yang mengalami diare cair akut berada pada usia dibawah 2 tahun. Jumlah terbanyak didapatkan pada usia lebih dari 6 bulan, kemungkinan terjadi karena pada anak lebh dari 6 bulan sudah diperkenalkan makanan pendamping ASI dan makanan tambahan lainnya, sedangkan untuk rentang usia kurang dari 6 bulan tingkat kejadian diare lebih sedikit karena anak masih mendapatkan ASI.

3. Tingkat dehidrasi

Berdasarkan hasil yang diperoleh, tingkat dehidrasi pada diare cair akut yang dirawat di RSUD Wonosobo paling banyak pada kasus tanpa dehidrasi. Hasil ini tidak sesuai dengan pola tata laksana yang direkomendasikan oleh WHO, dimana pada kasus diare cair akut, yang perlu dirawat di Rumah Sakit adalah pada kasus diare cair akut dengan dehidrasi berat. Faktor ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan tingkat pengetahuan orang tua/keluarga tentang tanda dan gejala diare serta penanganan pertama untuk diare, yaitu untuk diare cair akut tanpa

6. Pemberian antidiare Ya

Tidak

4 188

2,6%

97,4%

7. Pemberian antiemetik Ya

Tidak

85 108

44%

56%

(7)

dehidrasi dapat dengan pemberian CRO/oralit, yang bisa dilakukan di rumah.

4. Upaya rehidrasi

Hasil penelitian ini, pasien yang mendapatkan CRO hanya 7,3% saja, sisanya tidak mendapatkan terapi rehidrasi oral. Pemberian CRO belum dapat dipahami dan dilaksanakan sepenuhnya, padahal terapi rehidrasi oral merupakan terapi pilihan dan direkomendasikan untuk menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang akibat diare pada anak dengan diare akut dehidrasi ringan sedang2. Selain itu juga belum tersedianya pojok oralit di rumah Sakit.

Terapi parenteral didapatkan 100% pada penelitian ini. Dari keseluruhan pasien yang dirawat dengan diare cair akut tanpa dehidrasi, dehidrasi sedang mendapatkan terapi parenteral. Akan tetapi, terapi parenteral pada diare cair akut dengan dehidrasi berat telah dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi WHO, yaitu pemberian pemberian cairan intravena secara bertahap. Untuk anak umur kurang dari 12 bulan 30 ml/kgBB pada 1 jam dan 70 mm/kgBB dalam 5 jam pada pemberian berikutnya. Sedangkan untuk anak usia lebih dari 12 bulan diberikan dengan dosis yang sama pada 30 ml pemberian pertama dan 2,5 jam untuk pemberian berikutnya (WHO, 2009).

Pemberian ASI pada anak dengan diare cair akut yang ditemukan pada penelitian ini masih jarang ditemukan, hanya 42% anak dengan diare yang masih diberikan ASI. Sebagian tidak diberikan ASI, padahal ASI dan makanan pendamping ASI sebenarnya masih dapat dilanjutkan walaupun anak mengalami diare, karena ASI/MPASI masih dibutuhkan oleh tubuh pada anak dengan diare. Pemberian ASI pada anak 0-6 bulan juga sangat dianjurkan mengingat ASI dapat meningkatkan imunitas anak, sehingga anak tidak mudah terinfeksi bakteri/virus.

Sebagian besar anak yang dirawat dengan diare cair akut mendapatkan terapi antibiotik, yaitu pada 98,4% kasus. Penatalaksanaan ini tidak sesuai dengan rekomendasi WHO. Pemberian antibiotik dilakukan pada diare yang

(8)

disebabkan karena virus/bakteri. Namun, pada penelitian ini tidak ditemukan adanya pemeriksaan penunjang yaitu feces rutin, sehingga pemberian antibiotik ini dilakukan sebagai upaya pencegahan.

Pemberian zinc pada anak dengan diare cair akut sangat direkomendasikan oleh WHO, sesuai dengan penelitian ini bahwa 95,3%

anak sudah mendapatkan zinc. Pemberian antidiare hanya diberikan pada 2,6% kasus, sedangkan anti emetik diberikan pada 88% kasus anak dengan diare cair akut karena mengalami mual dan muntah. Hal ini sebenarnya tidak direkomendasikan oleh WHO.

Kesimpulan dan Saran

Pola tatalaksana diare cair akut pada anak bawah dua tahun masih ada yang belum sesuai dengan panduan penetalaksanaan diare menurut Departemmen Kesehatan RI.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi rumah sakit khususnya terkait tatalaksana anak diare dan selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun prosedur operasional standar pelayanan. Penelitian ini masih terbatas pada deskripsi tatalaksana diare sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang faktor-faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian tatalaksana diare dengan panduan yang telah ditetapkan.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

DepKes RI (2011), Buku saku Bagi Petugas Kesehatan ; Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE), Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Dorland (2002) Kamus Kedokteran

Dwipoerwantoro, PG, Hegar Badriul, Witjaksono PAW (2005), Pola Tata Laksana Diare Akut di Beberapa Rumah Sakit Swasta di Jakarta, Apakah Sesuaidengan ProtokolWHO? Sari Pediatri, vol 6 No 4 2005 ;182-187 KemenKes RI (2013), Profil Kesehatan Indonesia 2012

Opando et al.. Effect of a multi faceted quality improvement intervention on inappropriate antibiotic use in children with non bloody diarrhoea admitted to district hospitals in Kenya. BMC Pediatrics http://www.biomedcentral.com/1471-2431/11/109.

Pramita G. Dwipoerwantoro, Badriul Hegar, Pustika A. W. Witjaksono. Pola Tata Laksana Diare Akut di Beberapa Rumah Sakit Swasta di Jakarta; apakah sesuai dengan protokol WHO. Sari Pediatri, Vol.6, No.4, Maret 2005: 182- 187

Sidik NA dkk (2013), Assessment of The Quality of Hospital Care for Children in Indonesia, Tropical Medicine and International Health, volume 18 No.4 PP 407 – 415 April 2013

Sofian Ahmad (2004), Pola Penggunaan Antibiotik pada Diare Anak di RSI NU Demak, skripsi

WHO – UNICEF (2009), Diarrhoea : Why Children Are Still Dying and What Can Be done?

WHO (2009), Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah sakit;

Pedoman Bagi Rumah sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten / Kota

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh pencarian pengecer (retailer search) terhadap perilaku beralih merek (switching behavior) dalam pembelian hand phone. Dengan hasil penelitian ini

Extended the application of social media named entity recognition in the new domain lead to more adoption of supervised machine learning techniques that include Support Vector

First of all, the writer wants to say Thank God for His grace and His blessing so this practical training report entitled “The Effect of Acid Solubilization Condition on The Yield

I,II Konsep Dasar Jaringan TIU : Mahasiswa memahami dan menjelaskan mengenai pengertian, tujuan, kegunaan atau manfaat jaringan komputer dan dasar dari

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian tindakan kelas dengan menerapkan metode pembelajaran creative problem solving diperoleh adanya

Hasil penelitian menunjukan bahwa tepung tempe dan virgin coconut oil (VCO) memberi pengaruh berbeda nyata (signifikan) terhadap kadar lemak, protein, volume

adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang. b) Masalah persalinan preterm atau kurang bulan. Kesulitan utama dalam persalinan preterm atau kurang

Lemahnya bukti permulaan yang cukup yang dimiliki oleh penyidik untuk memulai penyidikan Untuk membuktikan adanya motif “kriminalisasi” hal yang paling utama untuk diketahui adalah