• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Manajemen Proyek 2.1.1. Prinsip Dasar Manajemen

Sebuah proyek dapat didefinisikan sebagai satu kali usaha dalam jangka waktu yang telah ditentukan dengan sasaran yang jelas yaitu mencapai hasil yang telah dirumuskan pada waktu awal pembangunan proyek akan dimulai.

Bertitik tolak dari pemikiran ini, maka maksud dan tujuan manajemen adalah usaha kegiatan untuk meraih sasaran yang telah didefinisikan dan ditentukan dengan jelas seefisien dan seefektif mungkin. Dalam rangka meraih sasaran-sasaran yang telah disepakati, maka diperlukan sumber-sumber daya (resources) termasuk sumber daya manusia yang merupakan kunci dari segalanya (Paulus Nugraha, 1985)

2.1.2. Fungsi-Fungsi Manajemen

Manajemen mengandung fungsi-fungsi : 1. Perencanaan/ perancangan (planning),

Fungsi perencanaan memasukkan unsur-unsur manusia, mesin dan peralatan, dana, material, metode program kerja dan sistem informasi untuk pengontrolannya.

2. Pengaturan dan penyediaan staff (organizing and staffing),

Pada tahap ini pekerjaan dipecah-pecah menjadi bagian-bagian kecil sampai pada akhirnya dapat dilaksanakan perorangan atau secara kelompok kerja.

3. Pengarahan (directing),

Mengarahkan organisasi yang diciptakan mengarah kepada sasaran yang telah direncanakan. Inti dari pengarahan, yaitu terletak kepada kemampuan dari manajer proyek memberikan motivasi kepada anak buahnya.

4. Kontrol (controlling), dan

Mengontrol pekerjaan yang dilakukan organisasi proyek apakah perkembangan pekerjaan sesuai dengan jalur yang direncanakan ataukah ada penyimpangan.

(2)

5. Koordinasi (coordinating).

Koordinasi tidak hanya terbatas di dalam organisasi saja, juga ada hubungannya dengan pihak luar atau pihak ketiga. Prinsip kerjanya selalu tetap yaitu semua aktivitas yang berkaitan dengan proyek, apakah dari dalam, atau dari luar harus dibawa bersama-sama sesuai dengan tujuan dan maksud proyek itu diciptakan (Paulus Nugraha, 1985)

2.1.3. Pengertian Manajemen Proyek

Menurut Kerzner (1995), manajemen proyek didefinisikan sebagai :

Project manajement is the planning, organizing, directing, and controlling of company resources for a relatively short term objective that has been establish to complete specific goals and objectives. Furthermore, project management utilizes the systems approach to management by having functional personnel (the vertical hierarchy) assigned to a specific project (the horizontal hierarchy).

“Manajemen proyek adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan. Lebih jauh, manajemen proyek menggunakan pendekatan sistem dan hierarki (arus kegiatan) vertikal dan horisontal”.

Jelas di sini tidak terlihat diperlukannya unsur-unsur prasarana (dalam arti bangunan dan jalan) untuk memulai sebuah proyek.

Lebih jauh O’Brien mengatakan manajemen proyek adalah :

Project management accours when managemet gives emphasis and special attention to the conduct of non repetitive activities for the purpose of meeting a single set of goals.

Sedang menurut Cleland berpendapat manajemen proyek adalah :

Project is a combination of human and non human resources pulled together in a “temporary” organization to achieve a specific purpose.

Lima serangkai n: Clive Gray, Payaman S, Lien K.S,PFL Maspaitella dan RCG Varley memberikan definisi sebagai berikut :

(3)

Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber- sumber untuk mendapatkan benefit. Suatu proyek dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah, badan-badan swasta, atau organisasi-organisasi sosial maupun oleh perorangan.

Dari definisi tersebut terlihat bahwa konsep manajemen proyek mengandung hal-hal pokok sebagai berikut :

• Menggunakan pengertian manajemen berdasarkan fungsinya, yaitu merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan yang berupa manusia, dan material.

• Kegiatan yang dikelola berjangka pendek, dengan sasaran yang telah digariskan secara spesifik. Ini memerlukan teknik dan metode pengelolaan yang khusus, terutama aspek perencanaan dan pengendalian.

• Memakai pendekatan sistem (System approach to management)

• Mempunyai hierarki (arus kegiatan) horisontal disamping hierarki vertikal.

(Soeharto, 1999)

Manajemen proyek memiliki peran yang khusus dan berbeda dalam struktur organisasi tradisional yang sangat birokratis dan tidak dapat dengan cepat merespon perubahan lingkungan.

Dalam sebuah studi dilaporkan bahwa dibandingkan dengan negara Barat, kebanyakan perusahaan Indonesia masih menganggap manjemen proyek sebagai alat yang baru; meskipun para manajer proyek sudah ada di Indonesia. Selama beberapa tahun, istilah manajemen proyek masih membingungkan beberapa orang, banyak manajer proyek Indonesia yang kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman bila dibandingkan dengan manajer proyek dari negara Barat.

Dalam pendefinisian manajemen proyek selalu terdapat unsur-unsur :

• Dilaksanakan dalam waktu tertentu.

• Mempunyai tujuan yang jelas.

• Manajemen proyek mengelola kegiatan yang tidak biasa dan tidak rutin serta terasa asing.

(Soeharto, 1999)

(4)

“Dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi, hal penting yang perlu dicermati, adalah mencakup hal perencanaan (planning), pelaksanaan (costruction), operasional bangunan dan peran masyarakat” (Yant, 2005, p.2).

Industri konstruksi dikenal sebagai industri dengan tingkat fragmentasi yang tinggi. Hal ini tercermin dari terpecah-pecahnya proses konstruksi ke dalam beberapa subproses : perencanaan, pengadaan hingga pelaksanaan (produksi), dalam masing-masing subproses tersebut melibatkan berbagai pihak yang berbeda dengan beragam keahlian yang spesifik. Hingga menambah kompleksitas konstruksi yang ditenggarai sebagai salah satu penyebab rendahnya kinerja dan efisiensi kerja, termasuk peningkatan potensi timbulnya konflik.

Hillebrandt (1988) menggambarkan proses pekerjaan konstruksi sebagai sesuatu yang panjang, rumit dan melibatkan banyak pihak. Keberhasilannya tergantung dari saling keterkaitan antara pihak yang terlibat dalam proses.

Biasanya melibatkan perorangan / perusahaan sebagai pelaku utama :

1. Pemilik, bisa swasta / swasta perorangan / pemerintah. Pemilik bertanggung jawab atas konsepsi proyek. Pemilik adalah pihak yang paling menentukan.

2. Engineering / designer, seperti arsitek atau consultan engineering.

3. Pelaksana, seperti kontraktor umum atau kontraktor spesialis.

Oleh karena itu dalam hal tersebut dibutuhkan peran yang profesional.

Profesional dalam desain, pelaksanaan/ konstruksi,maupun operasional bangunan.

Masyarakat dalam hal ini, menjadi katalisator sekaligus penilai seluruh aplikasi profesionalisme tersebut, sesuai kebutuhan dan kepentingan secara umum dan khusus.

Dalam Undang-Undang Bangunan Gedung No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung, dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta operasional, ada beberapa hal penting yang perlu dicermati, yaitu : keamanan, kemudahan, kesehatan dan keselamatan bangunan. Undang-Undang tersebut, mengharuskan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan, harus memiliki keahlian dan profesionalisme yang khusus. Yakni, harus melibatkan para ahli dan tenaga yang kompeten, yang mampu mengatur seluruh proses

(5)

pembangunan, untuk menghindarkan terjadinya suatu kegagalan dalam proses pembangunan tersebut. Sehingga diperlukan pihak tertentu, yang nantinya mengatur seluruh proses pembangunan, sampai mengatur seluruh kebutuhan dan keinginan pemilik proyek (owner). Pihak ini lazim disebut sebagai manajemen konstruksi yang dapat berupa perorangan maupun perusahaan. (Ronald.A, 2004, p.49)

2.1.4. Tujuan Manajemen Proyek

Sistem manajemen proyek bertujuan untuk dapat menjalankan setiap proyek secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan pelayanan maksimal bagi semua pelanggan. Sistem manajemen proyek diterapkan karena didukung oleh sumber daya manusia yang profesional di bidang - bidang yang dibutuhkan dalam menjalankan setiap proyek. Manajer proyek secara aktif melakukan kegiatan - kegiatan proyek dan bertanggung jawab dalam hal :

Melakukan konsolidasi dan integrasi rencana pelaksanaan proyek untuk menentukan secara layak uraian kegiatan, penjadwalan, anggaran, alokasi sumber daya dan pengendaliannya.

Melakukan koordinasi dengan semua pihak yang terkait baik internal maupun eksternal perusahaan dalam merealisasikan kegiatan proyek menyangkut desain / rekayasa sistem, pengembangan produk, operasi / produksi, instalasi / testing / commissioning dan purna jual serta mengendalikan penyerahan hasil proyek agar sesuai dengan permintaan baik dari aspek waktu, anggaran biaya dan tingkat kualitas yang dibutuhkan.

Melaporkan status proyek dan proses kemajuannya secara berkala.

Melakukan pengendalian terhadap ketidaksesuaian pelaksanaan proyek dan perubahan-perubahan rencana proyek serta melakukan koreksi dan pencegahan yang diperlukan untuk menjaga tingkat keberhasilan proyek (Soeharto, 1999).

Dalam pengerjaan proyek dibutuhkan suatu keahlian lebih, bukan secara teoritik. Dalam penerapan praktis, para Manajer Proyek selalu terjebak pada

(6)

pola-pola klasik yang selama ini masih dilakukan. Dalam mengawali proyek dibutuhkan teknik lobi yang baik sehingga akan mempengaruhi omzet dari perusahaan.

Tabel 2.1

Tujuan dan motivasi sasaran proyek

SASARAN PROYEK PEMILIK KONTRAKTOR

Jadwal penyelesaian Cepat selesai, agar hasil proyek dapat segera dipergunakan

Cepat selesai, minimal sesuai kontrak

Biaya proyek Harga terendah

memenuhi persyaratan teknik. Minimal tidak melewati anggaran

Mendapat keuntungan sebaik mungkin

Mutu pekerjaan dan peralatan

Berfungsi sesuai harapan.

Minimal sesuai spesifikasi

Memenuhi kriteria dan spesifikasi dalam kontrak (Soeharto, 2001)

2.2. Kegagalan Proyek

Kegagalan terjadi karena pemilik / klien (owner) tidak tahu kemampuan teknis perusahaan konstruksi sehingga menyebabkan kegagalan proyek. Salah satu penyebab kegagalan dalam pemilihan perusahaan konstruksi adalah minimnya informasi mengenai kemampuan perusahaan konstruksi yang dapat dikumpulkan oleh pemilik proyek / klien. Oleh karena itu, dalam melakukan evaluasi terhadap perusahaan konstruksi dibutuhkan pengetahuan mendalam dan pengalaman yang cukup untuk dapat memastikan bahwa perusahaan konstruksi yang terpilih mempunyai kemampuan dari segi teknik, pengalaman, keuangan, serta manajemen dan organisasi, untuk menyelesaikan proyek sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh pemilik proyek tersebut.

Selain itu, pemilik adalah partisipan proyek yang mempunyai kebutuhan terhadap proyek konstruksi sehingga dibutuhkan dukungannya untuk mencapai performa jadwal yang diharapakan. Dukungan pemilik yang paling umum adalah berupa dana, tetapi masih banyak bentuk dukungan lain yang dapat diberikan pemilik. Selain dukungan, pengalaman juga dapat mempengaruhi sukses proyek

(7)

konstruksi. Melalui pengalamannya pemilik dapat menjalankan perannya dengan lebih tepat pada sasaran utama proyek (Ashley and Jaselskis, 1991)

Proyek konstruksi semakin hari semakin kompleks sehubungan dengan adanya standart-standart baru yang dipakai, teknologi yang semakin canggih, dan keinginan pemilik bangunan yang senantiasa melakukan penambahan atau perubahan lingkungan pekerjaan. Suksesnya sebuah proyek sangat tergantung dari kerjasama antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu pemilik bangunan, kontraktor dan perencana proyek.

Pihak-pihak tersebut mempunyai kepentingan dan tujuan yang berbeda, yang pada akhirnya dapat menimbulkan konflik atau perselisihan pada saat perencanaan dan pelaksanaan proyek.

Sebelum proses konstruksi dimulai, perusahaan konstruksi dan pemilik bangunan membuat kesepakatan berupa surat perjanjian atau kontrak.

Kompleksitas proses konstruksi, dokumen-dokumen proyek, dan kondisi kontrak dapat menyebabkan terjadinya perselisihan, konflik interpretasi dan sikap bermusuhan sehingga proyek sukses antara kontraktor dengan klien tidak dapat terjadi dalam penerapan manajemen proyek.

Kontrak yang lazim dipakai dalam proyek engineering construction dikenal sebagai kontrak engineering, pengadaan, dan konstruksi (EPK). Suatu kontrak EPK adalah dokumen yang memuat persetujuan bersama secara sukarela, yang mempunyai kekuatan hukum, di mana pihak pertama berjanji untuk memberikan jasa dan menyediakan material untuk membangun proyek bagi pihak kedua, sedangkan pihak kedua berjanji membayar sejumlah uang sebagai imbalan untuk jasa dan material yang telah digunakan. Pada dasarnya, kontrak harus bersifat adil (fair) terhadap kedua belah pihak, dan tidak bermaksud untuk mengambil keuntungan sepihak dengan cara merugikan pihak lain (Soeharto, 2001).

Dalam pelaksaan suatu proyek sudah hampir dapat dipastikan bahwa akan terjadi suatu klaim. Klaim merupakan suatu bentuk tuntutan dari salah satu pihak penanda tangan kontrak atas hal yang menjadi haknya atau yang dianggap menjadi haknya. Klaim dapat mempermasalahkan tentang lingkup pekerjaan, waktu pelaksanaan, biaya pelaksanaan, kualitas pekerjaan maupun tentang

(8)

pemutusan hubungan kontrak kerja. Klaim pada hakekatnya adalah sesuatu yang wajar namun bilamana klaim itu tidak dapat diselesaikan secara memuaskan kedua belah pihak dan menimbulkan suatu ketidaksepakatan maka klaim itu biasanya beralih menjadi suatu perselisihan (Manan, 2002, p.37-38). Penyebab adanya klaim ini sering kali pihak yang satu tidak memberikan informasi yang tepat kepada pihak lain. Setiap pihak menganggap dirinya lebih baik atau lebih penting dan mereka bekerja untuk mencapai tujuannya masing-masing dan komunikasi di antara mereka seringkali kurang baik (Conley, Gregory, 1999). Bila konflik berlangsung terus menerus, biaya proyek akan meningkat dan waktu akan terbuang secara percuma.

Oleh karena itu penelitian ini memfokuskan dalam mengidentifikasi kriteria faktor sukses untuk hubungan kerja yang efektif antara klien dengan perusahaan konstruksi, mengidentifikasi faktor-faktor penting seperti time-focus, cost-focus, tecnical-focus yang dilihat dari sudut pandang klien (pemilik) dan perusahaan konstruksi .

Beberapa faktor yang menjadi masalah bagi perusahaan-perusahaan konstruksi yang melaksanakan pekerjaan administrasi yang meliputi :

• Pengajuan kelengkapan penawaran tender

Kelengkapan tender hal ini terdiri atas, surat penawaran, rincian dan rekapitilasi harga

• Pengontrolan prestasi kontrak/ jadwal pelaksanaan, pengontrolan prestasi kontrak yang dimaksud dapat berfungsi baik sebagai evaluasi pemilik proyek (owner) maupun sebagai kontrol pekerjaan di lapangan oleh pihak kontraktor sendiri

• Pengontrolan biaya proyek

Pengontrolan kebutuhan biaya untuk melakukan suatu proyek secara keseluruhan meliputi biaya untuk pembelian bahan dan biaya untuk upah pekerjaan.

Dalam melaksanakan administrasi proyek, kontraktor sering menghadapi berbagai faktor yang baik langsung maupun yang tidak langsung akan mempengaruhi prestasi kerja kontraktor, adapun faktor-faktor tersebut antara lain yaitu :

(9)

• Proses perhitungan anggaran biaya selalu dikerjakan dalam setiap kali mengikuti tender, begitu pula pada saat proyek berlangsung, kontraktor perlu mengetahui jadwal prestasi di lapangan sebagai kontrol pekerjaan di lapangan yang mana berkaitan dengan posisi keuangan kontraktor. Adapun hal tersebut, kontraktor harus dapat mengetahui dengan segera, sedangkan waktu yang tersedia sangat terbatas.

• Untuk melakukan perhitungan tersebut bila dilaksanakan denagn manual terasa kurang efektif, mengingat untuk dapat hasil suatu proyek kontraktor harus menganalisa seluruh item satu per satu di mulai dari harga hingga surat penawaran. Walaupun sebenarnya perhitungan semacam ini sudah atau selalu dilakukan pada tender-tender sebelumnya.

• Akibat banyaknya kontraktor dewasa ini, mengakibatkan persaingan kontraktor semakin ketat (Soeharto, 2001).

Dengan adanya persaingan yang sangat ketat ini memberi dampak pada kontraktor untuk menekan pengeluaran di segala faktor sedapat mungkin, khususnya yang berhubungan dengan administrasi dan waktu.

2.2.1. Kegagalan Proyek Konstruksi

Kegagalan konstruksi jelas merupakan akibat kegagalan perencanaan.

Tetapi selain itu juga dapat disebabkan oleh kegagalan pelaksanaan atau penggunaan metode kerja yang tidak benar, penggunaan alat yang tidak sesuai, atau penggunaan bahan yang tidak sesuai spesifikasi dan standart yang sudah ditetapkan. Maka dari itu, kegagalan konstruksi itu bisa dari segi kualitas, biaya maupun waktu dalam periode pelaksanaan konstruksi.

Hanya karena tidak dipatuhinya metode kerja secara benar agar pekerjaan bisa cepat selesai, atau ingin memperoleh keuntungan besar, para pelaksana konstruksi penyedia jasa terkadang berani melanggar tata cara prosedur penyelenggara bangunan yang benar dan aman. Akibatnya dampak yang harus dipikul penyedia jasa atau pengguna jasa biayanya menjadi lebih besar dari yang direncanakan semula.

(10)

Menurut pengamatan Sulistijo (2005) tentang kegagalan bangunan, setelah diadakan identifikasi kegagalan konstruksi disebabkan oleh beberapa hal (dalam Yant, 2005, p.25-28), yaitu :

1. Penyebab langsung dan utama dari setiap kegagalan adalah :

• Selalu datang dari perbuatan manusia baik disengaja maupun tidak disengaja.

• Kesalahan manajemen, termasuk sistem prosedur dan pengawasan

• Metode pembangunan yang keliru, termasuk penggunaan peralatan dan bahan yang salah.

• Kondisi lapangan. Yaitu sesuatu yang tidak terdeteksi, karena data-data survey yang tidak lengkap.

2. Sedangkan penyebab tidak langsung, menurut Sulistijo adalah :

• Birokrasi. Birokrasi bukan berarti yang hanya terkait dengan masalah institusi pemerintah, tetapi proses perizinan yang tidak diproses secara benar. Tidak adanya koordinasi dan komunikasi dari semua pihak.

Adanya suatu pemalsuan, mulai dari pemalsuan kualitas bahan hingga kompetensi yang berbentuk sertifikat, adanya KKN dalam prosedur tender, terjadinya pemotong-pemotongan, sehingga harganya menjadi tidak mungkin untuk membangun sesuai dengan kualitas yang diharapkan.

2.3. Definisi Proyek Sukses

Konsep utama dari literatur tentang kemitraan atau hubungan kerjasama sebagaimana pada koperasi atau kerjasama secara umum adalah kepercayaan. Di Amerika Serikat suatu survey yang dilakukan oleh Construction Industry Institute ( CII ) pada proyek kerjasama menemukan bahwa partisipan melihat kepercayaan sebagai suatu faktor sukses kunci proyek kemitraan (Crane et al, 1997) :

• Lazar (2000) melakukan studi literatur tentang tentang kepercayaan dalam kerjasama menyimpulkan bahwa kepercayaan dapat tumbuh bersama waktu (grow or develop over time) sebagai hasil dari dicapainya kesuksesan yang berulang kali, atau muncul secara spontan

(11)

(spontaneously emergent) dengan dasar reputasi yang telah ada lebih dahulu (preexist) dalam dimensi inter maupun intra organisasi.

Menurut Ashley (1987), Sebuah proyek konstruksi dapat dikatakan sukses apabila mempunyai hasil yang sesuai atau lebih baik daripada yang direncanakan dalam sasaran biaya, jadwal, kualitas (dalam Hatush dan Skitmore, 1997b).

Menurut De wit (1992), Proyek dianggap mencapai sukses secara keseluruhan bila proyek bisa memenuhi spesifikasi teknik dan / atau misi yang harus di capai, dan tingkat kepuasan tertinggi dalam proyek terdapat pada tim proyek dan klien dari proyek tersebut. (dalam Sanvindo, et al., 1992).

2.3.1. Kesuksesan Proyek

Kesuksesan proyek pada dasarnya terdiri dari empat sasaran, yaitu tepat waktu, biaya sesuai anggaran, kualitas yang memenuhi spesifikasi yang disyaratkan, dan terjaminnya keselamatan kerja. Proyek yang sukses tidaklah mudah didapat karena banyaknya kepentingan dari pihak-pihak utama yang terlibat dalam proyek. Kepentingan-kepentingan yang ada dalam proyek adalah kepentingan-kepentingan owner yang meliputi proyek tepat waktu, biaya, fungsi seperti yang diharapkan. Menarik secara estetika, minimisasi persoalan yang muncul selama proyek. Sedangkan perusahaan konstruksi memiliki kepentingan yaitu memenuhi jadwal proyek, profit, melakukan minimasi biaya proyek, kualitas yang dihasilkan sesuai / melebihi persyaratan, minimnya kejadian-kejadian yang tidak terduga selama proyek berlangsung (Sanvindo,et al, 1992).

Menurut Kometa et al (1995), kebutuhan pemilik proyek dapat dikategorikan dalam tujuh kategori yaitu ekonomi, fungsi, keselamatan kerja, kualitas, waktu, biaya operasi dan perawatan, fleksibilitas dalam penggunaan.

(dalam Chinyio et al., 1998)

Menurut Curtis et al (1994) Kesuksesan proyek adalah tujuan dari semua pihak yang terlibat dalam proyek. Tujuan proyek yang ingin dicapai oleh pemilik proyek adalah proyek tersebut dapat diselesaikan oleh kontraktor selaku pelaksana pembangunan dengan biaya yang sesuai anggaran dan kualitas yang sesuai.

(dalam Hatush dan Skitmore, 1997a).

(12)

Suatu proyek konstruksi yang berskala besar dituntut adanya manajemen yang baik agar menghasilkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, di mana proyek merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mempunyai dimensi waktu, biaya dan mutu guna mewujudkan gagasan pemilik yang tertuang pada gambaran kerja.

Manajemen konstruksi mempunyai peranan untuk mengatur hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi (pemilik, konsultan perencana, kontraktor, subkontraktor, pemasok material) berusaha untuk memenuhi kebutuhan pemilik proyek seoptimal mungkin, dengan mengatur hubungan antara biaya konstruksi, waktu, dan kualitas seperti yang diharapkan, sehingga proyek tersebut bernilai maksimal bagi pemilik.

Faktor-faktor biaya, waktu dan mutu membentuk suatu tata hubungan yang saling mempengaruhi pada saat proyek berlangsung (Dipohusodo, 1996).

Faktor waktu dan biaya merupakan dua unsur kunci yang menentukan selesainya sebuah proyek dengan baik, sesuai dengan keinginan pemilik.

Tabel 2.2

Kriteria Sukses Proyek Konstruksi 1 Meminimalisasi biaya proyek (minimizing project cost)

2 Memuaskan / memenuhi kebutuhan konsumen (satisfying the customer’s needs)

3 Meminimalisasi waktu proyek (minimizing the project duration) 4 Spesifikasi teknik (meeting the technical specification)

5 Memuaskan / memenuhi kebutuhan kontraktor (satisfying the need of stakeholder’s)

(David James Bryde and Lynne Robinson, 2005)

2.3.2. Faktor-Faktor Kesuksesan Proyek 2.3.2.1. Faktor Biaya

Faktor biaya merupakan bahan pertimbangan utama karena menyangkut jumlah investasi besar yang harus ditanam oleh pemilik, fluktuasi pembiayaan suatu konstruksi bangunan juga tidak terlepas dari pengaruh sistem ekonomi umum yang mungkin dapat berupa kenaikan harga material, peralatan dan upah

(13)

tenaga kerja karena inflasi, kenaikan biaya sebagai akibat dari pengembangan bunga bank, kesempitan modal kerja, atau penundaan waktu pelaksanaan kegiatan karena suatu keterlambatan. Penganggaran modal sangatlah penting bagi kesuksesan pelaksanaan proyek, karena panganggaran modal adalah faktor yang sangat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan dalam manajemen keuangan profesional. Semua bagian dari proyek sangat terpengaruh oleh kepentingan penanggaran modal.

Perkiraan biaya memiliki fungsi dengan spektrum yang amat luas, yaitu merencanakan dan mengendalikan sumber daya, seperti material, tenaga kerja, pelayanan maupun waktu. Meskipun kegunaannya sama namun penekanannya berbeda-beda untuk masing-masing organisasi peserta proyek (pemilik proyek dan perusahaan konstruksi). Bagi pemilik proyek / klien, angka yang menunjukkan jumlah perkiraan biaya akan menjadi salah satu patokan untuk menentukan kelayakan investasi. Sedangkan bagi perusahaan konstruksi, keuntungan financial yang akan diperolah tergantung pada berapa jauh kecakapannya membuat perkiraan biaya (Soeharto,2001).

Penundaan waktu pelaksanaan pada tahap rancangan dan pelaksanaan kerap kali terjadi. Hal ini menyebabkan membengkaknya biaya proyek, seperti biaya pengeluaran yang harus ditanggung akibat bunga dari bank dan terjadinya inflasi. Beberapa penyebab terjadinya penundaan waktu untuk profesional konstruksi antara lain : bencana alam, huru-hara, permasalahan buruh, keadaan cuaca yang tidak normal dan persengketaan yang terjadi dalam proyek.

Oleh karena itu diperlukan adanya pengendalian biaya agar tidak terjadi pembengkakan biaya. Pengendalian biaya (cost control) merupakan suatu aktivitas yang membandingkan antara biaya yang terjadi dengan biaya rencana, melakukan penyesuaian secara dinamis terhadap setiap perubahan keadaan pada lingkup permasalahan keuangan suatu proyek (Hughes, 1991). Cost control adalah keseluruhan proses pengendalian biaya-biaya pengeluaran pada suatu proyek, mulai ide awal pemikiran klien (owner) sampai pada tahap penyelesaian dan pembayaran di akhir lapangan (Pilcher, 1992).

Agar tidak terjadi pembengkakan biaya maka harus ada pengendalian biaya dalam proyek sehingga antar kedua belah pihak dapat diuntungkan.

(14)

Pengendalian biaya yaitu mengusahakan agar penggunaan dan pengeluaran biaya sesuai dengan perencanaan, berupa anggaran yang telah ditetapkan (Soeharto, 2001).

2.3.2.2. Faktor Waktu

Jadwal waktu proyek merupakan alat yang dapat menunjukkan kapan berlangsungnya setiap kegiatan, sehingga dapat digunakan pada waktu merencanakan kegiatan-kegiatan maupun untuk pengendalian pelaksanaan profesional secara keseluruhan (Dipohusodo,1996).

Oleh karena itu diperlukan koordinasi antar pihak terkait dalam mengerjakan pekerjaan proyek. Tanpa koordinasi yang baik akan menambah waktu pengerjaan proyek, untuk mewujudkan koordinasi yang baik tersebut dibutuhkan suatu manajemen yang baik pula (Ahuja, 1983). Dari penyimpangan jadwal sebuah proyek dapat diketahui bahwa pada proyek tersebut terdapat banyak kekurangan fungsi koordinasi, komunikasi dan kerjasama , atau dapat dikatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan sebuah proyek, pada dasarnya tergantung pada tingkatan-tingkatan penggunaan sistem koordinasi, komunikasi dan kerjasama.

Faktor potensial penyebab persengketaan konstruksi dari segi waktu : - faktor penundaan waktu pelaksanaan pekerjaan.

- faktor percepatan waktu penyelesaian pekerjaan.

- Faktor keterlambatan waktu penyelesaian pekerjaan.

2.3.2.3. Faktor Kualitas Atau Mutu

“Mutu adalah sifat dan karakteristik produk atau jasa yang membuatnya memenuhi kebutuhan pelanggan atau pemakai (ISO 8402, 1986). Pengelolaan mutu bertujuan untuk mencapai persyaratan mutu proyek pada pekerjaan pertama tanpa adanya pengulangan dengan cara-cara yang efektif dan ekonomis pengelolaan mutu proyek merupakan unsur dari pengelolaan proyek secara keseluruhan, yang mencakup :

• Meletakkan dasar filosofi dan kebijakan mutu proyek

(15)

• Memberikan keputusan strategis mengenai hubungan antara mutu, biaya dan waktu.

• Membuat program penjaminan dan pengendalian mutu proyek {Quality Assurance (QA) atau Quality Control (QC)}.

• Implementasi program Quality Assurance (QA)/ Quality Control (QC) (Soeharto, 2001).

Faktor potensial penyebab persengketaan konstruksi dari segi mutu/ kualitas - Faktor perubahan lingkup pekerjaan.

- Faktor perbedaan kondisi lapangan.

- Faktor kekurangan material yang sesuai dengan spesifikasi teknis.

- Faktor keterbatasan peralatan.

- Faktor kurang jelas / kurang lengkapnya gambar rencana dan / atau spesifikasi teknis.

Kualitas pekerjaan lebih banyak berawal dan dinominasi oleh kualitas sumber daya manusia yang berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan teknis (Dipohusodo, 1996). Semakin tinggi kualitas sumber daya manusia suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula kualitas produksi baru yang akan terwujud

2.4. Hubungan Antar Konsep

Dalam sebuah kerjasama antara perusahaan konstruksi dengan kliennya ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesuksesan suatu proyek. Beberapa faktor tersebut adalah fokus pada kontraktor, fokus pada konsumen dari kedua fokus tersebut dapat dilihat dari sudut pandang waktu, biaya, dan teknik.

Dengan adanya hubungan kerjasama antara perusahaan konstruksi dengan kliennya maka akan menimbulkan berbagai persepsi tentang kriteria sukses suatu proyek. Dilihat dari sisi perusahaan konstruksi yang mempunyai pandangan sendiri tentang kriteria proyek sukses dan klien juga mempunyai pandangan sendiri tentang kriteria proyek sukses. Dilihat dari sisi perusahaan konstruksi dan sisi klien dipetimbangkan beberapa faktor yaitu : fokus pada waktu, fokus pada biaya, dan fokus pada teknik. Dari faktor-faktor tersebut akan dilihat apakah ada perbedaan antara sudut pandang perusahaan konstruksi dengan kliennya.

(16)

2.5. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir (David James Bryde and Lynne Robinson, 2005)

2.6. Hipotesa

Adanya perbedaan kriteria proyek sukses dari sudut pandang klien dengan perusahaan konstruksi.

KONTRAKTOR KLIEN

KRITERIA PROYEK SUKSES

Cara pandang dari sisi :

• Fokus Pada Kontraktor

• Fokus Pada Konsumen

• Fokus Pada Waktu

• Fokus Pada Biaya

• Fokus Pada Teknik

PERBEDAAN

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Berpikir  (David James Bryde and Lynne Robinson, 2005)

Referensi

Dokumen terkait

Membuat sistem deteksi kebisingan dalam ruangan perpustakaan dengan menggunakan sensor mikrofon kondensor dengan output yang berupa bunyi buzzer dan tingkat

o Clip, digunakan untuk ‘memotong’ dan ’menggunting’ suatu layer (layer yang bertindak sebagai objek) berdasarkan (batas- batas yang di miliki oleh) layer yang lain

Menurut Soekanto (2002), proses pembentukan lembaga kemasyarakatan yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah

pengendalian pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas dan fungsi perangkat daerah ruang lingkup perencanaan pembangunan, penelitian dan pengembangan serta

Performansi berdasarkan nilai BER untuk teknik estimasi kanal dengan pendekatan linier piece wise yang menggunakan bantuan cyclic prefix lebih bagus terlihat pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan, dan debt default terhadap penerimaan opini audit going concern pada

100.000 Penduduk Jumlah di suatu wila penduduk yah di pada wilayah kurun wakt dan pada u tertentu tahun yang sama x 100.000 lain kesehatan pelayanan sarana dan

Pada pelaksanaanya ada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan agar sistem pendidikan (pembelajaran) jarak jauh dapat berjalan dengan baik yaitu tingkat perhatian