• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERITA DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BERITA DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BERITA DAERAH

KOTA TANGERANG SELATAN

No. 34,2019 PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN.

Pedoman Penyelenggaraan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

PROVINSI BANTEN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

NOMOR 34 TAHUN 2019 TENTANG

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kualitas layanan penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu yang cepat, mudah, transparan, pasti, sederhana, terjangkau, profesional, berintegritas, dan meningkatkan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan, perlu adanya peningkatan pelayanan secara elektronik;

b. bahwa dalam rangka memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat di Daerah dalam penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan, meningkatkan kemudahan berusaha dan daya saing, dan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum dalam kegiatan Penanaman Modal bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat, serta untuk melakukan sinkronisasi dengan pelayanan Perizinan Berusaha, diperlukan pengaturan sebagai pedoman dalam pelaksanaannya;

c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11

ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 20 ayat (3), dan

Pasal 24 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Tangerang

Selatan Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Penanaman Modal di Kota

Tangerang Selatan sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 4

Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan

Daerah Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Penanaman Modal di Kota

Tangerang Selatan;

(2)

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Pedoman Penyelenggaraan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);

4. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4935);

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang

Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara

Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 6215);

(3)

8. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 221);

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 138 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1956);

10. Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2018 tentang Rincian Bidang Usaha Dan Jenis Produksi Industri Pionir Yang Dapat Diberikan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Serta Pedoman Dan Tata Cara Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 715);

11. Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 11 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal (Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 1112), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal (Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2019 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kota Tangerang SelatanNomor 95);

12. Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2016 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Kota Tangerang SelatanNomor 72);

13. Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 61

Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan

Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (Berita Daerah Kota Tangerang Selatan

Tahun 2016 Nomor 61);

(4)

14. Peraturan Walikota Tangerang Selatan Nomor 33 Tahun 2018 tentang Pendelegasian Wewenang Perizinan dan Nonperizinan Kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Berita Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2018 Nomor 33);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kota Tangerang Selatan.

2. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3. Walikota adalah Walikota Tangerang Selatan.

4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Walikota dan DPRD dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang menjadi kewenangan Daerah.

5. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disebut Dinas adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang Selatan

6. Pemohon adalah setiap orang, badan, lembaga, atau organisasi yang mengajukan permohonan Perizinan dan Nonperizinan kepada Pemerintah Daerah.

7. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu.

8. Penyelenggaraan PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai tahap terbitnya dokumen dilakukan secara terpadu dalam satu pintu dan satu tempat.

9. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing, untuk melakukan usaha di Daerah.

10. Penanam Modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa Penanam Modal dalam negeri dan Penanam Modal asing.

11. Pelaku Usaha adalah perseorangan atau non perseorangan yang

melakukan usaha dan/atau kegiatan bidang tertentu.

(5)

12. Perizinan adalah pemberian dokumen dan bukti legalitas persetujuan dari Pemerintah Daerah kepada seseorang atau Pelaku Usaha/kegiatan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

13. Nonperizinan adalah pemberian dokumen dan bukti legalitas atas sahnya sesuatu kepada seseorang atau sekelompok orang dalam kemudahan pelayanan dan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

14. Perizinan Berusaha adalah pendaftaran yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan diberikan dalam bentuk persetujuan yang dituangkan dalam bentuk surat/keputusan atau pemenuhan persyaratan dan/atau Komitmen.

15. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disebut OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.

16. Izin Usaha adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/Walikota setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran dan untuk memulai usaha dan/atau kegiatan sampai sebelum pelaksanaan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau Komitmen.

17. Izin Komersial atau Operasional adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/Walikota setelah Pelaku Usaha mendapatkan Izin Usaha dan untuk melakukan kegiatan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau Komitmen.

18. Komitmen adalah pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi persyaratan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional.

19. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.

20. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS setelah Pelaku Usaha melakukan pendaftaran.

21. Pelayanan Secara Elektronik yang selanjutnya disingkat PSE adalah pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang diberikan melalui PTSP secara elektronik.

22. Tandatangan Elektronik adalah tandatangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi.

23. Sistem Informasi Manajemen Perizinan Online yang selanjutnya disingkat

SIMPONIE adalah sistem pelayanan secara elektronik yang digunakan

Dinas untuk memproses pendaftaran sampai dengan penerbitan dokumen

Perizinan dan Nonperizinan.

(6)

24. Laporan Kegiatan Penanaman Modal yang selanjutnya disingkat LKPM adalah laporan mengenai perkembangan realisasi Penanaman Modal dan permasalahan yang dihadapi Pelaku Usaha yang wajib dibuat dan disampaikan secara berkala.

25. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah sistem elektronik pelayanan perizinan dan nonperizinan yang terintegrasi.

BAB II

KELEMBAGAAN DAN KEWENANGAN Pasal 2

(1) Penyelenggaraan Penanaman Modal dan PTSP dilaksanakan oleh Dinas dalam bentuk pemberian layanan Perizinan dan Nonperizinan.

(2) Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk unit pelaksana teknis Daerah dan bentuk layanan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Bentuk layanan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

a. pelayanan administrasi terpadu di kecamatan dan/atau di kelurahan;

b. gerai layanan atau outlet;

c. layanan keliling;

d. layanan antar jemput; dan/atau

e. layanan bersama antar Dinas kabupaten/kota.

(4) Pembinaan teknis pelayanan administrasi terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan oleh Kepala Dinas.

Pasal 3

(1) Walikota dalam menyelenggarakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan, mendelegasikan kewenangannya kepada Kepala Dinas.

(2) Pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang menjadi urusan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan

b. kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang menjadi urusan pemerintah pusat yang diberikan pelimpahan wewenang kepada Walikota.

(3) Ketentuan mengenai pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Walikota.

Pasal 4

(1) Dinas dalam menyelenggarakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat berkoordinasi dengan Perangkat Daerah sesuai dengan bidang tugasnya.

(2) Dinas dalam penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab secara administratif.

(3) Perangkat Daerah dalam penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab:

a. secara teknis; dan

b. melakukan pengawasan dan evaluasi setelah terbitnya dokumen

Perizinan dan Nonperizinan.

(7)

BAB III TIM TEKNIS

Pasal 5

(1) Dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dibentuk tim teknis sesuai dengan kebutuhan yang merupakan representasi dari Perangkat Daerah sesuai dengan bidang tugasnya.

(2) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:

a. melaksanakan pemeriksaan teknis di lokasi terhadap permohonan Perizinan dan Nonperizinan yang memerlukan kajian teknis dan penelitian/survei lokasi;

b. memberikan pertimbangan teknis atas pemeriksaan teknis; dan c. menyampaikan pertimbangan teknis kepada Kepala Dinas.

(3) Susunan keanggotaan tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

a. Pembina;

b. Pengarah;

c. Ketua;

d. Sekretaris;

e. Anggota; dan f. Sekretariat.

(4) Pembentukan dan keanggotaan tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

BAB IV

PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 6

(1) Dinas menyelenggarakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.

(2) Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jenis:

a. Perizinan dan Nonperizinan yang menjadi urusan Pemerintah Daerah;

dan

b. Perizinan dan Nonperizinan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang diberikan pelimpahan wewenang kepada Walikota.

(3) Jenis Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

(1) Dinas dalam menyelenggarakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, menerapkan manajemen PTSP.

(2) Manajemen PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. standar dan maklumat pelayanan;

b. pelaksanaan pelayanan;

(8)

c. pengelolaan pengaduan masyarakat;

d. pengelolaan informasi;

e. penyuluhan kepada masyarakat; dan f. pelayanan konsultasi.

Bagian Kedua

Standar dan Maklumat Pelayanan Pasal 8

(1) Dinas dalam menyelenggarakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan menerapkan standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a.

(2) Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. standar pelayanan; dan

b. standar operasional prosedur.

Pasal 9

Dinas dalam menyelenggarakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan mengumumkan maklumat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a.

Pasal 10

Standar dan maklumat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Bagian Ketiga Pelaksanaan Pelayanan

Pasal 11

Pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi jenis layanan Perizinan dan Nonperizinan antara lain:

a. pendaftaran baru;

b. perubahan;

c. perpanjangan;

d. pencabutan; dan e. legalisir dokumen izin.

Pasal 12

(1) Pelaksanaan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dengan tahapan sebagai berikut:

a. menerima berkas permohonan;

b. memverifikasi/memeriksa berkas permohonan;

c. memberikan tanda terima kepada Pemohon;

d. melakukan peninjauan lapangan jika diperlukan;

e. menolak permohonan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. memungut retribusi untuk perizinan tertentu;

g. memproses dan menerbitkan dokumen izin;

h. memproses pencabutan dan pembatalan dokumen izin dan/atau non izin; dan

i. menyerahkan dokumen izin yang telah selesai kepada Pemohon.

(9)

(2) Proses pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk 1 (satu) jenis Perizinan dan Nonperizinan tertentu atau dapat dilakukan secara paralel.

(3) Dinas menerbitkan dokumen Perizinan dan Nonperizinan dalam bentuk:

a. naskah surat keterangan pemenuhan komitmen;

b. naskah sertifikat; dan/atau c. surat keputusan Kepala Dinas.

Pasal 13

(1) Dalam hal proses penerbitan izin perlu pemeriksaan teknis lokasi dan memerlukan pertimbangan teknis, dilakukan oleh petugas lapangan PTSP bersama tim teknis.

(2) Dalam hal suatu Perizinan dan Nonperizinan yang dikenakan retribusi Daerah, besarannya dihitung dan ditetapkan oleh pejabat terkait yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pemohon dapat melakukan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara tunai maupun nontunai ke Bank yang ditunjuk.

Bagian Keempat

Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Pasal 14

Pelaksanaan pengelolaan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c, dapat dilakukan secara:

a. manual; atau b. elektronik.

Pasal 15

Pelaksanaan pengelolaan pengaduan masyarakat secara manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, dengan tahapan paling sedikit sebagai berikut:

a. menerima pengaduan atas layanan Perizinan dan Nonperizinan, memeriksa kelengkapan dokumen pengaduan, menanggapi, dan memberikan tanda terima kepada pengadu;

b. menelaah, mengklasifikasi, dan memprioritaskan penyelesaian pengaduan;

c. memproses penyelesaian setiap pengaduan dalam hal substansi pengaduan terkait langsung dengan layanan Perizinan dan Nonperizinan;

d. dalam hal substansi pengaduan tidak menjadi kewenangan penyelenggara PTSP, pengaduan disalurkan kepada kepala Perangkat Daerah terkait;

e. menyampaikan informasi dan/atau tanggapan kepada pengadu dan/atau pihak terkait;

f. melakukan pencatatan dan pelaporan hasil pengelolaan pengaduan; dan g. pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengaduan.

Pasal 16

Pelaksanaan pengelolaan pengaduan masyarakat secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, dapat menggunakan:

a. telepon;

b. surat elektronik;dan/atau

c. aplikasi livechat.

(10)

Bagian Kelima Pengelolaan Informasi

Pasal 17

(1) Pengelolaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d wajib dilakukan secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat.

(2) Pelaksanaan pengelolaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan tahapan paling sedikit sebagai berikut:

a. menerima permintaan layanan informasi;

b. menyediakan informasi terkait layanan Perizinan dan Nonperizinan;

dan

c. memberikan informasi terkait layanan Perizinan dan Nonperizinan.

Pasal 18

(1) Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b, paling sedikit terdiri atas:

a. profil kelembagaan;

b. profil struktur organisasi;

c. maklumat layanan penyelenggara PTSP;

d. standar pelayanan;

e. penelusuran proses penerbitan Perizinan dan Nonperizinan;

f. pengelolaan pengaduan Perizinan dan Nonperizinan; dan g. penilaian kinerja PTSP.

(2) Layanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara:

a. manual; atau b. elektronik.

(3) Penyediaan dan pemberian informasi kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya.

(4) Pelaksanaan penyediaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam

Penyuluhan Kepada Masyarakat Pasal 19

(1) Penyuluhan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e paling sedikit terdiri atas:

a. hak dan kewajiban Pemerintah Daerah dan masyarakat terhadap pelayanan Perizinan dan Nonperizinan;

b. manfaat Perizinan dan Nonperizinan bagi masyarakat;

c. jenis pelayanan;

d. persyaratan dan mekanisme layanan Perizinan dan Nonperizinan; dan e. waktu dan tempat pelayanan.

(2) Penyelenggaraan penyuluhan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:

a. media elektronik;

b. media online;

c. media cetak; dan/atau

d. sosialisasi, workshop, atau bimbingan teknis.

(11)

Bagian Ketujuh Pelayanan Konsultasi

Pasal 20

Pelayanan konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf f paling sedikit terdiri atas:

a. konsultasi teknis jenis layanan Perizinan dan Nonperizinan;

b. konsultasi aspek hukum Perizinan dan Nonperizinan; dan c. pendampingan teknis.

Bagian Kedelapan Waktu Pasal 21

Jangka waktu pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf i kecuali huruf h ditetapkan paling lama 9 (sembilan) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen Perizinan dan Nonperizinan secara lengkap dan benar, kecuali yang diatur waktunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 22

Jangka waktu pengelolaan pengaduan layanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a sampai dengan huruf e paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen pengaduan layanan Perizinan dan Nonperizinan secara lengkap, kecuali yang diatur waktunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V PSE Bagian Kesatu Pemanfaatan PSE

Pasal 23

(1) Dalam penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan mulai dari tahap penerimaan berkas permohonan sampai dengan penandatanganan dokumen izin, dilakukan dengan menggunakan PSE.

(2) PSE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

a. OSS; dan/atau b. SIMPONIE.

Pasal 24

(1) OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a, digunakan untuk memproses penerbitan NIB dan Perizinan yang memerlukan pemenuhan komitmen di Daerah.

(2) Tata cara pendaftaran Perizinan yang diajukan oleh Pemohon untuk mendapatkan NIB dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. login pada portal OSS;

b. mengisi data yang diperlukan, antara lain:

1) data perusahaan;

2) pemegang saham;

3) kepemilikan modal;

(12)

4) nilai investasi; dan

5) rencana penggunaan tenaga kerja, termasuk tenaga kerja asing.

c. mengisi informasi bidang usaha dan uraian bidang usaha yang sesuai dengan 5 (lima) digit klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia;

d. dalam hal klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia yang dipilih termasuk dalam daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu dalam ketentuan daftar negatif investasi, Pelaku Usaha wajib menyetujui pernyataan kesediaan untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan, agar dapat melanjutkan proses pendaftaran dalam OSS;

e. memberikan tanda checklist sebagai bukti persetujuan pernyataan mengenai kebenaran dan keabsahan data yang dimasukkan; dan

f. pemohon mendapatkan NIB dan dokumen pendaftaran lainnya.

Pasal 25

(1) Setelah pemohon mendapatkan NIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf f, pemohon wajib menindaklanjuti untuk melakukan pemenuhan komitmen melalui SIMPONIE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b, dengan melengkapi syarat administratif dan teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(2) Tata cara pemenuhan komitmen yang diajukan Pemohon melalui SIMPONIE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. login pada portal SIMPONIE;

b. Dinas melakukan pemeriksaan dokumen persyaratan Perizinan;

c. Dinas melakukan peninjauan lapangan jika diperlukan dan/atau memungut retribusi untuk perizinan tertentu;

d. Dinas menyetujui atau menolak permohonan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. persetujuan atau penolakan pemberian persetujuan pemenuhan komitmen sebagaimana dimaksud pada huruf d disampaikan atau dinotifikasi ke dalam OSS dengan memasukkan data paling sedikit memuat:

1. nomor sertifikat atau lisensi, pendaftaran, surat izin, atau keputusan;

2. tanggal Penerbitan;

3. tanggal akhir masa berlaku; dan

4. Pejabat penanda tangan, url atau link tempat Perizinan Berusaha tersebut disimpan.

f. selain memasukkan data sebagaimana dimaksud pada huruf e, Dinas dapat menyampaikan dokumen persetujuan pemenuhan komitmen dalam bentuk Portable Document Format ke dalam OSS melalui webform; dan

g. atas penyampaian sebagaimana dimaksud dalam huruf e dan huruf f,

OSS menetapkan bahwa komitmen Pelaku Usaha sudah terpenuhi dan

memberikan notifikasi bahwa Perizinan berlaku efektif.

(13)

Pasal 26

(1) Selain digunakan untuk memproses persetujuan pemenuhan komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, SIMPONIE dapat juga digunakan untuk memproses penerbitan Perizinan dan Nonperizinan diluar OSS.

(2) Tata cara penerbitan Perizinan dan Nonperizinan diluar OSS yang diajukan Pemohon melalui portal SIMPONIE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. login pada portal SIMPONIE;

b. Dinas melakukan pemeriksaan dokumen persyaratan perizinan;

c. Dinas melakukan peninjauan lapangan jika diperlukan dan/atau memungut retribusi untuk perizinan tertentu;

d. Dinas menyetujui atau menolak permohonan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

e. Pemohon mendapatkan dokumen Perizinan dan Nonperizinan sesuai dengan yang didaftarkan.

Bagian Kedua

Pemanfaatan Tanda Tangan Elektronik Pasal 27

(1) Penerbitan dokumen Perizinan dan Nonperizinan dapat berwujud kertas yang ditandatangani secara elektronik dan dibubuhi stempel basah.

(2) Selain dalam wujud kertas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokumen Perizinan dan Nonperizinan dapat diterbitkan dalam bentuk Portable Document Format dengan tanda tangan elektronik.

(3) Dokumen yang diterbitkan dalam bentuk Portable Document Format dengan tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kekuatan hukum yang sah.

(4) Proses pembubuhan Tanda Tangan Elektronik pada dokumen elektronik tidak dibatasi oleh tempat dan waktu penandatanganan.

(5) Dokumen elektronik dapat diverifikasi melalui website Dinas atau aplikasi yang dibuat khusus untuk melakukan verifikasi.

BAB VI

PEMBATALAN DAN PENCABUTAN Bagian Kesatu

Pembatalan Pasal 28

(1) Dokumen Perizinan dan Nonperizinan serta Perizinan Berusaha yang sudah diterbitkan dapat dilakukan pembatalan.

(2) Pembatalan dokumen Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila data, informasi dan keterangan mengenai dokumen persyaratan yang disampaikan pemohon pada saat pendaftaran, ternyata diketahui tidak benar berdasarkan keterangan/laporan tertulis dari instansi berwenang dan hasil pengecekan.

(3) Pembatalan dokumen Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Kepala Dinas sesuai dengan

kewenangannya.

(14)

(4) Dokumen Perizinan dan Nonperizinan yang telah dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku harus dikembalikan kepada Dinas.

(5) Dinas dapat mengumumkan pembatalan dokumen Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui media cetak dan/atau media elektronik.

Bagian Kedua Pencabutan

Pasal 29

(1) Dokumen Perizinan dan Nonperizinan serta Perizinan Berusaha yang sudah diterbitkan dapat dilakukan pencabutan.

(2) Pencabutan dokumen Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:

a. permohonan Pelaku Usaha;

b. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; dan/atau c. pengenaan sanksi administratif.

(3) Pencabutan dokumen Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, berdasarkan rekomendasi pencabutan dari Perangkat Daerah yang berwenang melakukan pengawasan secara teknis.

(4) Pencabutan dokumen Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Kepala Dinas sesuai dengan kewenangannya.

(5) Dokumen Perizinan dan Nonperizinan yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku harus dikembalikan kepada Dinas.

(6) Dinas dapat mengumumkan pencabutan dokumen Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui media cetak dan/atau media elektronik.

BAB VII

HAK, KEWAJIBAN, DAN TANGGUNG JAWAB PENANAM MODAL Pasal 30

Setiap Penanam Modal berhak mendapatkan:

a. kepastian hak, hukum dan perlindungan;

b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankan;

c. hak pelayanan; dan

d. berbagai bentuk fasilitas fiskal kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 31 Setiap Penanam Modal berkewajiban:

a. meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan bagi perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja asing;

c. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;

d. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;

(15)

e. menyampaikan laporan kegiatan Penanaman Modal;

f. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal;

g. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan;

h. mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup bagi perusahaan yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

dan

i. melaksanakan kegiatan usaha di lokasi yang sesuai dengan rencana tata ruang Daerah.

Pasal 32 Setiap Penanam Modal bertanggung jawab:

a. menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau menelantarkan kegiatan usahanya;

c. menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli dan hal lain yang merugikan negara;

d. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

e. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan pekerja; dan

f. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 33

(1) Setiap Penanam Modal yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 dikenakan sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pembatasan kegiatan usaha;

c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas Penanaman Modal;

dan/atau

d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas Penanaman Modal.

(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan secara bertahap.

Pasal 34

(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a berisi pelanggaran yang dilakukan dan perintah untuk memperbaikinya, serta konsekuensi jika tidak mengindahkan surat peringatan.

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Kepala Dinas.

(3) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling

banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu masing-masing

paling lama 5 (lima) hari kerja.

(16)

Pasal 35

(1) Penanam Modal yang tidak mengindahkan sampai dengan peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dan tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran, dikenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b.

(2) Pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak jangka waktu peringatan tertulis ketiga berakhir.

(3) Penanam Modal yang dikenakan sanksi pembatasan usaha wajib melakukan perbaikan atas pelanggaran yang terjadi.

Pasal 36

(1) Penanam Modal yang tidak mengindahkan sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, dikenakan sanksi berupa pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c.

(2) Penanam Modal yang dikenakan sanksi berupa pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) wajib melakukan perbaikan atas pelanggaran dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal pengenaan sanksi.

Pasal 37

Penanam Modal yang tidak mengindahkan sanksi berupa pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikenakan sanksi berupa pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf d.

BAB VIII

PEMBERIAN KERINGANAN PAJAK DAN RETRIBUSI Pasal 38

(1) Walikota sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan keringanan pajak dan retribusi Daerah untuk jangka waktu tertentu bagi Penanam Modal yang telah melaksanakan realisasi penanaman modalnya.

(2) Keringanan pajak dan retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

Pasal 39

(1) Pemberian keringanan pajak dan retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 diberikan untuk penanaman modal dengan kriteria:

a. merupakan industri pionir;

b. merupakan Penanaman Modal Baru;

c. mempunyai nilai rencana Penanaman Modal baru, yaitu nilai sarana produksi dan/atau modal tetap minimal Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), tidak termasuk modal kerja;

d. memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai penentuan besarnya perbandingan

antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan

pajak penghasilan;

(17)

e. belum diterbitkan keputusan mengenai pemberian atau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan pajak dan retribusi Daerah oleh Walikota; dan

f. berstatus sebagai badan hukum Indonesia.

(2) Tata cara pemberian keringanan pajak dan retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. surat permohonan disampaikan kepada Walikota melalui Kepala Dinas dengan dilengkapi dokumen berupa:

1. fotokopi pendaftaran Penanaman Modal dan rincian modal tetap dalam rencana nilai Penanaman Modal baru; dan

2. surat keterangan fiskal para pemegang saham dalam negeri.

b. Permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan sebelum saat mulai berproduksi komersial atas Penanaman Modal baru:

1. bersamaan dengan permohonan pendaftaran Penanaman Modal;

atau

2. paling lambat 1 (satu) tahun setelah penerbitan pendaftaran Penanaman Modal yang dimohonkan fasilitasnya.

c. Dinas melakukan verifikasi kesesuaian pemenuhan kriteria dan persyaratan, serta jika dianggap perlu akan dilakukan peninjauan lokasi.

d. dalam hal permohonan tidak memenuhi kriteria dan persyaratan, permohonan dikembalikan dan Kepala Dinas menerbitkan surat penolakan.

e. dalam hal permohonan memenuhi kriteria dan persyaratan, Kepala Dinas membuat surat usulan kepada Walikota untuk diterbitkan Keputusan Walikota.

(3) Pelaksanaan pemberian keringanan pajak dan retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

BAB IX

PEMANTAUAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 40

(1) Walikota melakukan pemantauan, pembinaan, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Penanaman Modal dan PTSP.

(2) Walikota mendelegasikan pelaksanaan pemantauan, pembinaan, dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Dinas.

Bagian Kedua Pemantauan

Pasal 41

(1) Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), dilakukan

untuk mengetahui perkembangan realisasi Penanaman Modal dan

permasalahan yang dihadapi oleh Pelaku Usaha melalui pengumpulan,

verifikasi, dan evaluasi terhadap:

(18)

a. LKPM yang disampaikan oleh Pelaku Usaha;

b. laporan realisasi impor dan/atau fasilitas fiskal yang disampaikan oleh Pelaku Usaha; dan

c. laporan kegiatan usaha lainnya yang diwajibkan sesuai dengan perundang-undangan.

(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan terhadap Penanaman Modal sejak mendapatkan Perizinan Berusaha.

(3) Dinas melakukan Pemantauan terhadap seluruh realisasi Penanaman Modal baik yang Perizinan Berusahanya diterbitkan melalui OSS, badan koordinasi penanaman modal, dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu Provinsi, dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu Kabupaten/Kota, atau instansi teknis lainnya baik di pusat maupun Daerah.

Pasal 42

(1) LKPM yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a dilakukan secara daring dan berkala melalui SPIPISE untuk setiap kegiatan usaha yang dilakukan oleh Pelaku Usaha.

(2) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melakukan kegiatan usaha untuk setiap bidang usaha dan/atau lokasi dengan nilai investasi lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) wajib menyampaikan LKPM.

(3) Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha untuk setiap bidang usaha dan/atau lokasi dengan nilai investasi sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), menyampaikan laporan kegiatan berusaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyampaian LKPM mengacu pada data dan/atau perubahan data Perizinan termasuk perubahan data yang tercantum dalam OSS sesuai dengan periode berjalan.

(5) Penyampaian LKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pelaku Usaha wajib menyampaikan LKPM setiap 3 (tiga) bulan.

b. periode pelaporan LKPM sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilaksanakan paling lambat:

1. tanggal 10 bulan April tahun yang bersangkutan untuk laporan triwulan I;

2. tanggal 10 bulan Juli tahun yang bersangkutan untuk laporan triwulan II;

3. tanggal 10 bulan Oktober tahun yang bersangkutan untuk laporan triwulan III; dan

4. tanggal 10 bulan Januari tahun berikutnya untuk Laporan triwulan IV.

(6) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kewajiban

menyampaikan LKPM pertama kali atas pelaksanaan kegiatan Penanaman

Modal pada periode yang sesuai, setelah tanggal diterbitkannya Perizinan.

(19)

Pasal 43

Format LKPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (5) huruf a terdiri atas:

a. LKPM bagi kegiatan usaha yang belum berproduksi komersial; dan b. LKPM bagi kegiatan usaha yang sudah berproduksi komersial.

Pasal 44

(1) Dinas melakukan verifikasi dan evaluasi secara daring pada PTSP Pusat di Badan Koordinasi Penanaman Modal terhadap data realisasi Penanaman Modal yang dicantumkan dalam LKPM.

(2) Dinas dalam melakukan verifikasi dan evaluasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat meminta penjelasan dari Pelaku Usaha atau meminta perbaikan LKPM.

(3) Dalam hal Pelaku Usaha melakukan perbaikan atas LKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perbaikan harus disampaikan secara daring paling banyak 2 (dua) kali, dengan setiap perbaikan maksimal 2 (dua) hari kerja pada periode pelaporan yang sama.

(4) Dalam hal Pelaku Usaha tidak melakukan perbaikan atas LKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pelaku Usaha dianggap tidak menyampaikan LKPM.

(5) Hasil verifikasi dan evaluasi data realisasi Penanaman Modal yang dicantumkan dalam LKPM yang telah disetujui, disimpan secara daring melalui SPIPISE.

(6) Hasil kompilasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) disampaikan ke publik paling lambat:

a. tanggal 30 bulan April tahun yang bersangkutan untuk laporan triwulan I;

b. tanggal 31 bulan Juli tahun yang bersangkutan untuk laporan triwulan II;

c. tanggal 31 bulan Oktober tahun yang bersangkutan untuk laporan triwulan III; dan

d. tanggal 31 bulan Januari tahun berikutnya untuk laporan triwulan IV.

Pasal 45

(1) Dinas membuat laporan kumulatif atas pelaksanaan Penanaman Modal di Daerah setiap 3 (tiga) bulan dan disampaikan kepada Walikota dengan tembusan pada gubernur.

(2) Laporan kumulatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. periode laporan;

b. realisasi investasi penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri pada periode pelaporan;

c. jumlah proyek dan realisasi investasi berdasarkan lokasi proyek, sektor usaha dan negara untuk penanam modal asing; dan

d. jumlah proyek dan realisasi investasi berdasarkan lokasi proyek, sektor

usaha untuk penanam modal dalam negeri.

(20)

Bagian Ketiga Pembinaan

Pasal 46

(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), dilaksanakan melalui:

a. bimbingan, sosialisasi, workshop, bimbingan teknis, atau dialog investasi mengenai ketentuan pelaksanaan Penanaman Modal secara berkala;

b. pemberian konsultasi pengendalian pelaksanaan Penanaman Modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;

c. fasilitasi penyelesaian permasalahan yang dihadapi Pelaku Usaha;

d. fasilitasi percepatan realisasi investasi proyek berupa kemudahan berusaha bagi Pelaku Usaha;

e. fasilitasi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan dalam penyelenggaraan PTSP;

f. pemberian bimbingan, supervisi serta pengembangan, pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan PTSP; atau

g. pengawalan percepatan realisasi proyek strategis nasional yang sudah memiliki Perizinan.

(2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terkoordinasi dengan pihak terkait.

Pasal 47

(1) Dalam hal Pelaku Usaha memohon pembinaan mengenai permasalahan atas pelaksanaan kegiatan Penanaman Modal, Dinas dapat melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c.

(2) Pelaku Usaha dapat menyampaikan permohonan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui LKPM dan/atau surat yang ditujukan kepada Kepala Dinas.

(3) Atas permohonan Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dinas melakukan fasilitasi penyelesaian permasalahan Penanaman Modal melalui tahapan sebagai berikut:

a. identifikasi dan verifikasi permasalahan;

b. koordinasi fasilitasi penyelesaian masalah dengan instansi teknis terkait, Perangkat Daerah sesuai dengan bidang tugasnya, dan/atau pihak terkait lainnya;

c. dalam hal fasilitasi penyelesaian hambatan atas Perizinan, dilakukan koordinasi dengan satuan tugas nasional, satuan tugas instansi teknis, satuan tugas provinsi, satuan tugas daerah terkait; dan

d. laporan penyampaian hasil fasilitasi penyelesaian masalah kepada pihak terkait.

(4) Hasil fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, dituangkan dalam notula.

(5) Dinas memantau dan mengevaluasi perkembangan hasil fasilitasi

penyelesaian masalah.

(21)

Bagian Keempat Pengawasan

Pasal 48

(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan PTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dilakukan melalui pengawasan internal.

(2) Pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengawasan oleh:

a. atasan langsung; dan b. pengawas fungsional.

(3) Pengawasan oleh atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan oleh Kepala Dinas.

(4) Kepala Dinas dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membentuk tim pengawas internal.

(5) Tim pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas.

(6) Pengawasan oleh pengawas fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan oleh aparat pengawas internal pemerintah.

(7) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49

(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dilakukan atas usaha dan/atau kegiatan sebagai tindak lanjut dari:

a. evaluasi atas pelaksanaan Penanaman Modal;

b. adanya indikasi atau bukti awal penyimpangan atas ketentuan pelaksanaan Penanaman Modal atau tidak dipenuhinya kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32;

c. mengajukan usulan pencabutan Perizinan Berusaha kepada badan koordinasi penanaman modal untuk proyek yang merupakan kewenangan Pemerintah; dan

d. mengajukan usulan pencabutan Perizinan kepada dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu Provinsi untuk proyek yang merupakan kewenangan pemerintah Provinsi.

(2) Dinas melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara terkoordinasi dan dapat didampingi oleh Perangkat Daerah sesuai dengan bidang tugasnya dan/atau instansi terkait.

Pasal 50

(1) Kepala Dinas dalam setiap pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 menunjuk petugas pengawasan secara tertulis dalam surat tugas.

(2) Dalam hal pimpinan/penanggung jawab perusahaan tidak memberikan tanggapan, pengawasan tetap dilakukan oleh Dinas.

(3) Dalam hal pengawasan dilakukan karena adanya indikasi atau bukti awal

penyimpangan atas ketentuan pelaksanaan Penanaman Modal

sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (1) huruf b, pengawasan dilakukan

tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pimpinan/penanggung

jawab perusahaan.

(22)

Pasal 51

(1) Dinas berhak memperoleh penjelasan dan informasi dan/atau meminta data dukung yang diperlukan terkait dengan perusahaan yang menjadi objek pengawasan.

(2) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan penjelasan serta informasi dan/atau menyediakan data dukung yang lengkap dan benar.

Pasal 52

(1) Hasil pemeriksaan ke lokasi proyek dalam rangka pengawasan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani bersama oleh petugas pengawasan dari Dinas dengan Perangkat Daerah sesuai dengan bidang tugasnya, instansi terkait, dan pimpinan/penanggung jawab perusahaan di lokasi proyek.

(2) Dalam hal pimpinan/penanggung jawab perusahaan di lokasi proyek menolak untuk menandatangani berita acara pemeriksaan, petugas pengawasan dari Dinas membuat berita acara penolakan.

(3) Berita Acara Pemeriksaan yang tidak ditandatangani oleh pimpinan/penanggung jawab perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sah.

BAB X PELAPORAN

Pasal 53

(1) Dinas menyampaikan laporan penyelenggaraan Penanaman Modal dan PTSP kepada Walikota setiap 1 (satu) bulan sekali.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat minggu pertama bulan berikutnya.

(3) Laporan sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. jenis Perizinan dan Nonperizinan;

b. jumlah pendaftar Perizinan dan Nonperizinan;

c. jumlah dokumen Perizinan dan Nonperizinan yang diterbitkan; dan d. jumlah dokumen Perizinan dan Nonperizinan yang ditolak.

BAB XI PEMBIAYAAN

Pasal 54

Biaya Penyelenggaraan penanaman modal dan PTSP dibebankan pada anggaran

pendapatan dan belanja Daerah.

(23)

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 55

Peraturan Walikota ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Tangerang Selatan.

Ditetapkan di Tangerang Selatan Pada tanggal 6 November 2019

WALIKOTA

TANGERANG SELATAN ttd

AIRIN RACHMI DIANY Diundangkan di Tangerang Selatan

Pada tanggal 6 November 2019

SEKRETARIS DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN

ttd MUHAMAD

BERITA DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2019 NOMOR 34

Referensi

Dokumen terkait

Membawa pas foto close up ukuran 2x3 & 3x4 masing – masing 1 lembar Adapun Persyaratan Peserta Penataran Wasit Lisensi B2 :.. Aktif sebagai wasit lisensi C minimal 2 tahun

Pada struktur vektor ini data disimpan dalam bentuk titik (point), garis (lines) atau segmen, data poligon (area) secara matematis-geometris Contoh tipe data titik adalah

Secara sederhana tipologi dapat didefinisikan sebagai sebuah konsep yang memerikan (describe) sebuah kelompok objek atas dasar kesamaan sifat-sifat dasar. Bahkan bisa juga

Pengusaha yang sejak semula bermaksud melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan/atau huruf h Undang-Undang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pelayanan Keliling Perizinan dan Nonperizinan

Jangka waktu pelayanan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f kecuali huruf e ditetapkan paling lama 5 (lima) hari

b) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal dan akhir. Terapi meminta masing-masing kien secara berurutan searah dengan jarum jam menceritakan apa yang dilakukan jika