• Tidak ada hasil yang ditemukan

: Karakteristik Pasien Meningioma di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Periode Juni - Desember Telah Diperiksa dan Disetujui oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ": Karakteristik Pasien Meningioma di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Periode Juni - Desember Telah Diperiksa dan Disetujui oleh"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

Mini Observasional : Karakteristik Pasien Meningioma di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Periode Juni - Desember 2019

Penyaji : Siti Aisyah

Pembimbing : DR.dr. M Rinaldi Dahlan, Sp.M(K), MKes

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing

DR.dr. M Rinaldi Dahlan, Sp.M (K), MKes

Kamis, 25 Juni 2020

07.30 WIB

(2)

KARAKTERISTIK PASIEN MENINGIOMA

DI PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO PERIODE JUNI – DESEMBER TAHUN 2019

Siti Aisyah, M Rinaldi Dahlan Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Abstract

Introduction: Meningioma is the most common primary brain tumor which is characterized with proptosis as a major symptom, visual deterioration and diverse neurologic symptoms related to the location of the tumor. Meningioma is influenced by some risk factors and diagnosed from the history, physical examination and imaging study.

Objective: To describe the clinical characteristics of Meningioma patients in the National Eye Center Cicendo Eye Hospital.

Methods: This study is a descriptive study and the data were collected retrospectively from the medical records of 46 patients who were diagnosed as meningioma. Age, gender, hormonal factors, history of associated diseases and head traumas, visual acuity, clinical features and Computed Tomography-scan imaging were reviewed retrospectively.

Results: A total of 46 patients were diagnosed as Meningioma. Among these patients, the mean age was 44.5 years old and 90.7% of patients were female who have history of hormonal birth control injection. 47.8 % patients were total blindness. Proptosis was found in all patients, 84.8% patients were diagnosed as sphenoid wing meningioma.

Conclusion: This cross-sectional study found that most of meningioma patients in Cicendo Eye Hospital were predominantly diagnosed in female in 4

th

decades in life with history of hormonal birth control injection. Visual loss occurred in almost half of related patient’s eye. Proptosis was the most common sign, clinical examination and imaging used to establish the diagnosis of meningioma. Most of cases classified as sphenoid wing meningioma.

Keywords: Meningioma, sphenoid wing meningioma, characteristics PENDAHULUAN

Meningioma adalah salah satu jenis neoplasma jinak intrakranial tersering yang berkembang dari sel epitel araknoid dan memiliki persentase sebanyak 20% dari total jumlah seluruh tumor intrakranial.

Sandra dkk mendapatkan bahwa meningioma merupakan etiologi kedua tersering dari tumor retrobulbar intrakonal setelah limfoma dengan angka kejadian sebanyak 26 kasus di Poli Rekonstruksi, Onkologi dan Okuloplasti PMN RS Mata Cicendo periode Januari 2015 – Desember 2017. Insidensi meningioma lebih tinggi pada wanita dengan rasio 2:1 dibanding pria. Risiko meningioma semakin meningkat seiring

bertambahnya usia baik pada wanita maupun pria dan terutama terjadi pada usia pertengahan.

1-5

Meningioma dapat di klasifikasikan menjadi berbagai subtipe berdasarkan lokasi dan stadium histologis berdasar pada klasifikasi World Health Organization (WHO) tentang tumor otak. Sebagian besar kasus meningioma (90%) adalah WHO stadium 1 yaitu jinak, kurang dari 10%

adalah stadium 2 atau atipikal dan

stadium 3 tumor ganas. Meningioma

orbital dapat diklasifikasikan menjadi

meningioma orbital primer yaitu

meningioma selubung nervus optikus

dan meningioma sekunder dengan

lokasi yang tersering adalah sphenoid

wing meningioma.

6-9

(3)

Meningioma dapat menimbulkan manifestasi klinis yang bervariasi tergantung dari lokasi meningioma tersebut. Gejala yang muncul dapat berupa sakit kepala, kejang, defisit saraf kranial (termasuk kehilangan penglihatan), kelemahan wajah, asimetri kranial (termasuk proptosis, kelainan bentuk tengkorak), defisit neurologis fokal dan perubahan kognitif atau kesadaran. Gejala neurologis yang muncul merupakan akibat dari penekanan tumor pada struktur sistem saraf setempat.

10-11

Selain kondisi abnormalitas genetik bawaan seperti neurofibromatosis tipe 2, terdapat beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan terjadinya meningioma yaitu riwayat penggunaan alat kontrasepsi hormonal, riwayat trauma kepala, paparan radiasi ion dan riwayat penyakit sebelumnya seperti diabetes mellitus dan hipertensi.

2,12-13

Pemeriksaan untuk diagnosis meningioma ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang radiologi kepala Computed Tomography scan (CT-scan) dengan zat kontras.

2,6

Karakteristik klinis dari pasien dengan meningioma diperlukan untuk membantu dalam penegakan diagnosa yang tepat, menentukan terapi selanjutnya dan menentukan prognosis pasien.

1,8-9

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan karakteristik klinis dari pasien yang didiagnosis Meningioma di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo (RSMC) periode Juni 2019 – Desember 2019.

SUBJEK DAN METODE

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif retrospektif dengan subjek penelitian adalah seluruh pasien meningioma yang datang ke Pusat Mata Nasional (PMN) Rumah Sakit Mata Cicendo selama periode Juni 2019 – Desember 2019. Data yang diambil dari rekam medik meliputi usia, jenis kelamin, riwayat penggunaan alat kontrasepsi, riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus, riwayat trauma kepala, hasil pemeriksaan tajam penglihatan dan hasil pemeriksaan penunjang CT Scan. Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2019®.

Kriteria inklusi adalah seluruh pasien yang telah di diagnosis diagnosis meningioma berdasarkan klinis dan hasil penunjang CT-scan di unit Rekonstruksi, Okuloplastik, dan Onkologi Pusat Mata Nasional (PMN) Rumah Sakit Mata Cicendo selama periode Juni 2019 – Desember 2019. Kriteria eksklusi adalah seluruh pasien meningioma dengan data rekam medik usia, jenis kelamin, riwayat penggunaan alat kontrasepsi, riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus, riwayat trauma kepala, hasil pemeriksaan tajam penglihatan dan hasil pemeriksaan penunjang CT Scan yang tidak lengkap.

Meningioma di diagnosis pada

pasien yang memiliki tanda dan

gejala berupa proptosis dengan atau

tanpa disertai nyeri kepala, diplopia,

riwayat kejang disertai salah satu

faktor risiko dari meningioma yaitu

riwayat penggunaan alat

kontrasepsi hormonal, riwayat

hipertensi dan diabetes mellitus,

riwayat trauma kepala ditambah

dengan hasil pemeriksaan

oftalmologi dan pemeriksaan

penunjang radiologi kepala CT-

scan.

(4)

HASIL PENELITIAN Selama periode 1 Juni 2019 sampai dengan 31 Desember 2019 terdapat 46 pasien yang termasuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi penelitian dari jumlah total 54 pasien.

Data demografis 46 pasien yang di diagnosis meningioma ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik Pasien Meningioma

pasien. Rata-rata usia pada seluruh pasien adalah 44.5 tahun. Seluruh pasien wanita memiliki riwayat kontrasepsi hormonal, 40 pasien (87%) memiliki riwayat kontrasepsi suntik saja dan 2 pasien (4.4%) memiliki riwayat kontrasepsi suntik maupun pil. Penyakit penyerta diabetes mellitus didapatkan pada 7 pasien (15.2%) sedangkan penyakit hipertensi tidak ditemukan. Pada penelitian ini didapatkan riwayat trauma kepala sebelumnya terjadi pada 4 pasien (8.7%).

Visus dasar pada mata yang terlibat ditemukan 12 mata (26%) memiliki visus lebih dari 6/18, sedangkan 11 mata (11,66%) memiliki visus kurang dari 6/18 , 6 pasien dengan visus kurang dari 6/60, 5 pasien dengan visus dasar 1/300, 2 pasien hanya bisa melihat arah cahaya, dan kebutaan total ditemukan pada 10 mata (21,7%).

Tabel 2 menunjukkan gejala yang dikeluhkan oleh pasien meningioma. Proptosis menjadi manifestasi klinis yang dikeluhkan oleh seluruh pasien (100%). Diikuti dengan nyeri kepala pada 13 pasien (28.2%), kejang pada 2 pasien (4.3%) dan diplopia hanya dikeluhkan oleh 1 orang pasien (2.1%).

Tabel 2 Gejala Pasien Meningioma

Pasien dengan jenis kelamin wanita sebanyak 42 pasien (91.3%) mendominasi bila dibandingkan pasien pria sebanyak 4 pasien (8.7%) dengan perbandingan 10.5:1

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis meningioma adalah CT- scan, pada tabel 3 menunjukkan

Karakteristik Jumlah (n=46)

Persentase Jenis

Kelamin

Wanita 42 91.3%

Pria 4 8.7%

Usia

44.5 Rata-rata

(tahun) Rentang waktu (tahun)

5-79

Riwayat Kontrasepsi

42 91.3%

Suntik 40 87%

Suntik+Pil 2 4.4%

Penyakit penyerta

7 15.2%

Diabetes Mellitus

7 15.2%

Hipertensi 0 0

Riwayat Trauma Kepala

4 8.7%

Visus Dasar

>6/18 12 26%

6/60-6/18 11 23,9%

1/60-5/60 6 13.1%

1/300 5 10.8%

LP 2 4.3%

NLP 10 21.7%

Karakteristik Jumlah (n=46)

Persentase

Proptosis 46 100%

Sakit Kepala 13 28.2%

Kejang 2 4.3%

Diplopia 1 2.1%

(5)

bahwa sphenoid wing meningioma terdapat pada 39 pasien (84.8%) dan sebanyak 7 pasien (15.2%) dengan meningioma selubung nervus optikus.

Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Penunjang

Pembahasan

Meningioma merupakan salah tumor intrakranial yang paling sering terjadi dan berasal dari lapisan meninges yang melapisi otak dan medulla spinalis.

Meningioma tumbuh dengan perlahan dari sel pada vili araknoid. Meningioma memiliki tanda maupun gejala yang bervariasi tergantung dari lokasi dimana tumor berada.

6,14

Tumorigenesis

meningioma berkaitan dengan mutasi gen neurofibromatosis 2 (NF2) yang terletak pada kromosom 22, gen ini merupakan tumor suppressor gene yang diekspresikan terutama oleh sistem saraf dan berfungsi untuk menghambat pertumbuhan sel. Mutasi gen NF2 terdapat pada 60% kasus

meningioma yang

mengakibatkan reorganisasi skeletal dan memicu tumorigenesis meningioma.

Pertumbuhan meningioma juga diketahui berkaitan dengan beberapa faktor risiko lainnya seperti paparan radiasi ion, riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal pada wanita, riwayat trauma kepala, riwayat penyakit penyerta seperti hipertensi dan diabetes mellitus.

2,15-

18

Orbita merupakan rongga tulang yang tersusun dari bola mata, otot ekstraokular lemak, saraf dan pembuluh darah. Terdapat 7 tulang yang menyusun dinding orbita yaitu etmoid, frontal, lakrimal, maksilla, sfenoid, palatine dan zigoma, ketujuh tulang ini membentuk 4 dinding orbita.

19-20

Penelitian ini mendapatkan bahwa jumlah penderita perempuan sejumlah 42 pasien (91.3%) jauh lebih banyak dibanding jumlah penderita laki-laki sebanyak 4 pasien (8.7%) dengan rata-rata usia pada dekade ke-4 kehidupan dan rentang usia mulai dari 5 tahun sampai 79 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiemels dkk bahwa penderita meningioma di dominasi oleh wanita dan banyak terjadi mulai dari dekade ke 3 sampai ke 6 kehidupan. Pertumbuhan meningioma diyakini berkaitan dengan faktor hormonal, dimana pada dekade 3 dan 4 kehidupan adalah masa reproduktif yang mengakibatkan tingginya penggunaan alat kontrasepsi hormonal.

5,16

Pada penelitian ini seluruh pasien wanita memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal.

Kontrasepsi jenis suntik sebanyak 40 orang (87%) dan 2 orang (4.4%) memiliki riwayat penggunaan dua

Hasil CT Scan

Jumlah Persentase Sphenoid

Wing Meningioma

39 84.8%

Meningioma Selubung Nervus Optikus

7 15.2%

(6)

jenis kontrasepsi yaitu suntik dan pil. Hasil penelitian oleh Custer dkk bahwa terdapat hubungan antara meningioma dengan paparan hormon eksogen pada wanita. Studi lainnya oleh Wahyuhadi dkk melaporkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara penggunaan kontrasepsi hormonal, jenis kontrasepsi hormonal suntik 3 bulan dan lama penggunaan kontrasepsi lebih dari 10 tahun dengan peningkatan risiko kasus meningioma. Studi meta analisis oleh Qi Zhen-Yu dkk menyatakan bahwa semakin lama pajanan terhadap hormon eksogen pada wanita akan semakin meningkatkan risiko terjadinya meningioma.

Reseptor progesteron dan estrogen banyak ditemukan pada meningioma, diketahui hormon estrogen berperan dalam memodulasi proliferasi dan mempercepat siklus sel melalui mekanisme transkripsi, estrogen juga menstimulasi pertumbuhan tumor dan mencegah apoptosis sel. Terdapat limitasi dari penelitian ini yaitu tidak lengkapnya data dari lama durasi pemakaian kontrasepsi dan jenis kontrasepsi suntik yang digunakan oleh penderita meningioma.

16,21-22

Hasil penelitian didapatkan bahwa 7 pasien (15.2%) memiliki faktor risiko penyakit penyerta untuk terjadinya meningioma yaitu diabetes mellitus tipe 2.

Penelitian Schneider dkk melaporkan bahwa terdapat asosiasi positif antara diabetes dengan risiko meningioma. Berbeda dengan penelitian Seliger dkk yang menyatakan bahwa diabetes melitus tidak berhubungan dengan terjadinya meningioma, meskipun peningkatan produksi insulin di sirkulasi dan insulin-like growth factor diyakini berperan dalam pembentukan terjadinya meningioma karena mengakibatkan produksi estrogen yang berlebih di jaringan adiposa sehingga memicu pertumbuhan meningioma.

18,23

Faktor risiko lainnya yang diteliti adalah adanya penyakit penyerta hipertensi, pada penelitian ini didapatkan tidak ada penderita yang memiliki hipertensi yang bisa disebabkan karena terbatasnya jumlah sampel sebagai limitasi lain dari penelitian ini. Penelitian kohort oleh Edlinger dkk melaporkan bahwa hipertensi memiliki hubungan positif dengan peningkatan risiko terjadinya meningioma. Hal ini disebabkan karena hipertensi dapat memicu aktifnya jalur metabolik yang memberikan efek terhadap pertumbuhan meningioma secara independen.

17-18

Riwayat trauma kepala

dilaporkan menjadi salah satu

faktor risiko terjadinya

meningioma, pada penelitian ini

didapatkan sebanyak 4 orang

(8.7%) memiliki riwayat trauma

kepala sebelum terjadinya

meningioma. Penelitian oleh Kuan

dkk di Taiwan menyangkal bahwa

riwayat trauma kepala menjadi

salah satu faktor risiko yang

berhubungan dengan meningioma.

(7)

Berbeda dengan studi kasus kontrol pada 200 kasus dan 400 subjek kontrol oleh Phillips dkk yang melaporkan hubungan antara trauma kepala dengan peningkatan risiko kasus meningioma.

Mekanisme terjadi meningioma disebabkan oleh karena adanya perubahan neoplastik akibat proses peradangan dan pelepasan faktor pertumbuhan dalam penyembuhan jaringan meningeal akibat trauma kepala sebelumnya.

24-25

Penelitian ini

mendapatkan hasil pemeriksaan tajam penglihatan dasar pada mata yang terlibat sebanyak 12 mata (26%) memiliki visus yang lebih baik dari 6/18, 11 mata (11,66%) memiliki visus 6/18-6/60, 6 mata (13.1%) dengan visus kurang dari 6/60, 5 pasien (10.8%) dengan visus dasar 1/300, 2 mata (4.3%) dengan visus light perception (LP) dan 10 mata (21.7%) memiliki visus no light perception (NLP).

Sebanyak 22 mata (47,8%) dikategorikan termasuk kebutaan menurut kriteria dari World Health Organization (WHO). Penurunan tajam penglihatan pada meningioma merupakan komplikasi utama akibat penekanan tumor pada nervus optikus, biasanya gambaran klinis klasik meningioma berupa kehilangan penglihatan unilateral yang terjadi secara progresif dalam waktu

berbulan-bulan hingga bertahun- tahun.

10,26

Proptosis terjadi pada seluruh pasien meningioma di penelitian ini. Diikuti oleh nyeri kepala yang terjadi pada 13 pasien (28.2%), kejang pada 2 pasien (4.3%) dan diplopia pada 1 pasien (2.1%).

Manifestasi klinis meningioma tergantung dimana lokasi tumor berada. Pada meningioma gejala utama proptosis jenis nonaksial terjadi akibat penekanan tumor ke bagian posterior bola mata. Gejala klinis sakit kepala dapat diakibatkan oleh peningkatan tekanan intrakranial. Defisit neurologis fokal kejang disebabkan oleh efek massa fokal pada struktur sekitarnya, terutama terjadi pada meningioma yang berlokasi di supratentorial yang berhubungan dengan edema otak. Diplopia atau penglihatan ganda terjadi akibat gangguan gerak bola mata yang disebabkan oleh kompresi dari tumor pada nervus kranialis III, IV, dan VI, Perubahan kepribadian, confusion dan perubahan tingkat kesadaran terutama terjadi pada meningioma yang terletak di anterior (frontal) atau parasagital.

10,27-29

Hasil pemeriksaan penunjang

CT scan pada seluruh penderita

meningioma di penelitian ini

menunjukkan 39 pasien (84.8%)

memiliki jenis sphenoid wing

meningioma dan hanya 7 pasien

(15.2%) dengan meningioma

selubung nervus optikus. Penelitian

observasional oleh Juniarto dkk di

PMN RS Mata Cicendo tahun 2011-

2015 melaporkan hasil yang serupa,

yaitu ditemukan paling banyak

adalah jenis sphenoid wing

meningioma sebanyak 80 pasien

(8)

(49,08%) dari total 163 pasien. Pada CT scan, gambaran tipikal yang tampak adalah hiperostosis yang signifikan dari greater wing tulang sfenoid dan melibatkan tulang yang berdekatan, termasuk tulang fossa kranial medial, dinding orbital lateral dan atap orbital, dinding sinus sfenoid dan sel ethmoidal.

Jaringan lunak meningioma tampak isodens atau hipodens dan homogen dibanding parenkim sekitarnya, menyengat kontras dengan padat dan kuat, memiliki perlekatan lebar pada batasan dura.

Meningioma orbital dibagi menjadi primer dan sekunder. Meningioma selubung nervus optikus merupakan meningioma primer dan berasal dari lapisan araknoid nervus optikus yang dapat menginvasi saraf dan mata juga meluas menginvasi otot ekstraokular melalui dura mater. Meningioma orbital sekunder merupakan perluasan dari meningioma intrakranial ke orbital, meliputi sphenoid wing meningioma lebih sering terjadi daripada primer.

30-31

Kekurangan penelitian ini adalah pengumpulan data yang bersifat retrospektif, terbatasnya jumlah sampel data penelitian, visus pasien dinilai berdasarkan visus dasar tanpa penilaian lebih lanjut adanya kelainan lain yang menjadi

penyebab penurunan visus seperti katarak dan kelainan refraksi, baik beberapa faktor risiko lain meningioma seperti riwayat merokok, riwayat meningioma dalam keluarga maupun manifestasi klinis dan pemeriksaan oftalmologi seperti gangguan penglihatan warna, relative afferent pupillary defect (RAPD) dan pemeriksaan fundus (papil) tidak dimasukan ke dalam kriteria penelitian karena keterbatasan data, tidak ada data lanjutan ketika pasien di konsulkan ke bagian lain di luar PMN RS Mata Cicendo.

pengambilan data.

Penelitian lanjutan dengan perluasan kriteria inklusi dan jumlah sampel data penelitian yang lebih memadai dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih signifikan dalam menentukan karakteristik klinis pada pasien meningioma. Penelitian retrospektif kasus kontrol dapat dilakukan untuk menentukan hubungan antara faktor risiko meningioma yang diteliti dengan terjadinya meningioma.

SIMPULAN

Meningioma yang didiagnosis di PMN RS Mata Cicendo didominasi oleh wanita dengan rata-rata usia pada dekade ke-4 kehidupan yaitu 44.5 tahun. Seluruh pasien wanita memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal jenis suntik.

Faktor risiko lain yaitu riwayat trauma kepala, riwayat diabetes mellitus dan hipertensi. Komplikasi utama yaitu penurunan tajam penglihatan hingga kebutaan banyak dialami mata pasien yang terkait.

Gejala yang paling utama adalah proptosis diikuti dengan nyeri kepala.

Hasil CT-scan menunjukkan jenis

(9)

sphenoid wing meningioma paling banyak diderita pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chaichana KL, Jackson C, Patel A, Miller NR, Subramanian P, et al.

Predictors of Visual Outcome Following Surgical Resection of Medial Sphenoid Wing Meningiomas. J Neurol Surg B. 2012;73:321–326.

2. Anindhita T. Meningioma dan Tumor Meningeal Lainnya. In: Buku Ajar Neuroonkologi. I. Jakarta:

Penerbit Kedokteran Indonesia; 2019. p. 115–

29.

3. Sandra L, Dahlan MR.

Karakteristik Klinis Pasien Tumor Retrobulbar di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Januari tahun 2015 – Desember tahun

2017. Jurnal

Oftalmologi:1-6.

4. Cea-Soriano L, Blenk T, Wallander M, .Garcı´a L.

Hormonal therapies and meningioma: Is there a

link?. Cancer

Epidemiology.

2012;36.p198-205.

5. Wiemels J, Wrensch M, Claus E. Epidemiology and etiology of

meningioma. J

Neurooncol (2010) 99:307–314.

6. Us O, Kaya D. Clinical Presentation of Meningiomas. In:

Meningiomas, A

Comprehensive Text. 2010. hal.

165–73.

7. Holleczek B, Zampella D, Urbschat S, Sahm F, Deimling A. Incidence, mortality and outcome of meningiomas: A population-based study from

Germany. Cancer

Epidemiology. 2019;62.p1-8.

8. Kansu T. Neuroophthalmology of Meningioma. In:

Meningiomas, A

Comprehensive Text. 2010. hal.

177–82.

9. Downes KM, Peralta RJ, Silkiss RZ, Wendt S. Sphenoid Wing Meningioma [Internet].

American Academy of Ophthalmology. 2019.

Didapatkan

dari:https://eyewiki.aao.org/Sp henoid_Wing_Meningioma.

10. Wu A, Garcia M, Magill S, Chen W, Vasudevan H.

Presenting Symptoms and Prognostic Factors for Symptomatic Outcomes Following Resection of

Meningioma. World

Neurosurg.2017;12(012).p1-11.

11. Smee R, Williams J, Kotevski D, Schneide M. Radiotherapy as a means of treating meningiomas. Journal of Clinical

Neuroscience.2019;61.p210- 218.

12. Michaud D, Gallo V, Schlehofer B, Tjonneland A, Olsen A. Reproductive Factors and Exogenous Hormone Use in Relation to Risk of Glioma and Meningioma in a Large European Cohort Study. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev.

2010; 19(10).p2562-8.

(10)

13. Benson VS, Pirie K, Green J, Casabonne D, Beral V; Million Women Study Collaborators.

Lifestyle factors and primary glioma and meningioma tumours in the Million Women Study cohort. Br J Cancer.

2008;99(1):185-190.

14. Toro ED, Vengerovich G, Risbud A, Khosravani N, Archilla A. Sphenoid Wing Meningioma Presenting as Sudden Sensorineural Hearing Loss: A Case Report and Literature Review. Ear, Nose & Throat Journal.

2020;1-4.

15. DeMonte F, McDermott M, AL-Mefty O.

Epidemiology of Meningiomas. In: AL- Mefty’s Meningiomas.

New York.2011. hal35- 39.

16. Custer B, Longstreth WT Jr, Phillips LE, Koepsell TD, Van Belle G.

Hormonal exposures and the risk of intracranial meningioma in women: a population-based case- control study. BMC Cancer. 2006;6:152.

17. Edlinger M, et al. Blood pressure and other metabolic syndrome factors and risk of brain tumour in the large population-based Me-Can cohort study. J Hypertens.2012;

;30(2):290-6

18. Seliger C, Meier CR,

Becker C, et al. Metabolic syndrome in relation to risk of meningioma. Oncotarget.

2017;8(2):2284-2292.

19. Cantor LB. Orbital Anatomy.

In: Oculofacial Plastic and Orbital Surgery. San Fransisco:

American Academy of Ophthalmology; 2019. hal. 25–

35

20. Nikolaenko VP, Astakhov YS, Gaivoronsky I V. Clinical Anatomy of the Orbit and Periorbital Area. In: Orbital Fractures. Saint-Petersburg:

Springer International Publishing; 2015. hal. 9–12.

21. Wahyuhadi J, Heryani D, Basuki H. Risk of meningioma associated with exposure of hormonal contraception. A case control study. Majalah Obstetri dan Ginekologi.2018;26(1).

22. Qi ZY, Shao C, Huang YL, Hui GZ, Zhou YX, Wang Z.

Reproductive and exogenous hormone factors in relation to risk of meningioma in women: a meta-analysis. PLoS One.

2013;8(12):e83261.

23. Schneider B, Pulhorn H, Rohrig B, Rainov NG. Predisposing conditions and risk factors for development of symptomatic meningioma in adults. Cancer detection and prevention. 2005;

29: 440–7.

24. Kuan AS, Chen YT, Teng CJ, et al. Risk of Meningioma in Patients with Head Injury: A nationwide population-based study. Journal of the Chinese Medical Association.

2014;77(9).p457-462.

25. Phillips LE, Koepsell TD, Belle

G, Kukull WA, Gehrels A,

(11)

Longstreth WT. History of head trauma and risk of intracranial meningioma:

Population-based case-

control study.

Neurology.2002;58:1849- 1852.

26. Le HM, Boch A, Gerber S, Cornu P, Bodaghi B , P Lehoang , Touitou V.

Acute Visual Loss Related to Sphenoid Meningioma.

J Fr Ophtalmol.

2019;42(5):485-491.

27. Xue H, Sveinsson O, Tomson T, Mathiesen T.

Intracranial Meningiomas and Seizures: A Review of the Literature. Acta Neurochir

(Wien).2015;157(9):1541 -8.

28. Wiemels J, Wrensch M, Claus EB. Epidemiology and etiology of

meningioma. J

Neurooncol, 2010; 99(3):

307-31.

29. Englot DJ, Magill ST, Han SJ, Chang EF, Berger MS, McDermott MW.

Seizures in supratentorial meningioma: a systematic review and meta-analysis.

J Neurosurg.

2016;124(6):1552-1561.

30. Rosa RH, Bloomer MM, Gombos DS, Kivela TT, Milman T, Potter HA, Syed NA. Optic Nerve.

Basic and Clinical Science Course section 4:

Ophthalmic Pathology and Intraocular Tumors.

San Fransisco: American

Academy of

Opthalmology; 2019-2020. Hlm 338 –339.

31. Juniarto AD, Boesoirie SF.

Karakteristik Pasien Meningioma di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung pada tahun 2011-2015. Jurnal Oftalmologi:2015.

32. Yong Li, Ji-tong Shi, Yu-Zhi An, Tian-Ming Z, Ji-di Fu,et al.

Sphenoid wing meningioma en plaque: report of 37 cases.

Chinese Medical Journal.

2009;122(20):2423-24.

Gambar

Tabel 1 Karakteristik Pasien  Meningioma
Tabel  3  Hasil  Pemeriksaan  Penunjang

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan: Mengetahui perbedaan pengaruh pemberian latihan foam roller massage dan contrast bath terhadap penurunan efek delayed onset muscle sorness pada otot

INOKULASI RHIZOBAKTERIA PEMACU TUMBUH PADA BIBIT MELATI (Jasminum officinale Linn) UNTUK MENDAPATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI YANG TINGGI DI TANAH ULTISOL. Holtikultura

Pada pasien dengan keratitis infeksi mayoritas terdapat pada usia dekade 40an dengan faktor risiko utama yaitu trauma disertai patogen terbanyak yaitu jamur dengan

besar pada kelainan atau penyakit sistemik sehingga kualitas hidup (terkait kesehatan gigi dan mulut) pada lansia yang mengalami ganguan sendi

mix merupakan rangsangan pemasaran yang dilakukan Dompet Dhuafa Jawa Timur untuk mempengaruhi keputusan donatur dalam memilih Dompet.. Dhuafa Jawa Timur sebagai

• Print out hasil test.. Dari 5 elemen kerja tersebut, penulis membagi menjadi dua bagian yaitu elemen kerja orang dan elemen kerja mesin yang keduanya merupakan

Selain itu dalam penelitian Wijayanti (2013) juga disimpulkan bahwa soal pemecahan dengan jawaban lebih dari satu (nonrutin) hanya mencapai 20% dari keseluruhan

2 Perbedaan jaringan antara 4G dan 4,5G yaitu dalam segi jumlah frekuensinya yang semakin banyak akan berdampak pada kecepatan yang lebih baik, perbedaan