• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Konflik dalam Pergaulan Multikultural (Studi Kasus di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga) T1 352008602 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Konflik dalam Pergaulan Multikultural (Studi Kasus di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga) T1 352008602 BAB IV"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

30 BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Untuk mengetahui karakteristik dan memperoleh gambaran mengenai daerah penelitian, maka dalam bab ini akan dikemukakan beberapa hal diantaranya: Letak keadaan geografis serta demografis kota Salatiga, penduduk Kota Salatiga, kondisi budaya kota Salatiga, sekilas tentang UKSW, Visi-Misi UKSW, potret etnis di UKSW serta fenomena konflik yang terjadi.

4.1 Letak dan Keadaan Geografis Serta Demografis Kota Salatiga

Keberadaan Prasasti Plumpungan yang berada di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, merupakan tonggak sejarah berdirinya kota yang saat ini dikenal bernama Salatiga.Prasasti berbentuk batu Endensit dengan ukuran panjang 170 cm dan lebar 160 cm, yang dipermukaannya bertuliskan dalam bahasa Jawa Kuno dan Sansekerta “srir astu swasti prajabyah” yang memiliki arti semoga bahagia, selamatlah rakyat sekalian merupakan cikal bakalnya (Wawasan, 24 Juli 2004).

Salatiga menjadi Daerah Adminitratif Tingkat II setelah Indonesia merdeka. Saat ini berdasarkan Undang-Undang Otonomi daerah, Salatiga menjadi daerah otonom dan merupakan salah satu bagian dari wilayah Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Salatiga terletak di 110 28' 37.79" - 110o 32' 39.79" BT dan luas keseluruhan wilayah 17,87 Km2.Secara administratif, Kota Salatiga terbagi menjadi 4 kecamatan yaitu; Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Argomulyo, Kecamatan Sidomukti, Kecamatan Tingkir dan terdiri dari 22 kelurahan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah No. 11 tahun 2003 tentang perubahan Desa menjadi Kelurahan.

(2)

31

dibatasi beberapa Desa yang berada di wilayah Kabupaten Semarang, adapun batas-batas tersebut adalah:

1. Sebelah Utara : Kecamatan Pabelan (Desa Pabelan, Desa Pejanten), dan Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo, Desa Watu Agung).

2. Sebelah Selatan : Kecamatan Pabelan (Desa Ujung-ujung, Desa Sukpharjo, dan Desa Glawan); dan Kecamatan Tengaran (Desa Bener, Desa Tegal Waton serta Desa Nyamat).

3. Sebelah Timur : Kecamatan Getasan (Desa Sumogawe, Desa Samirono, dan Desa Jetak) dan Kecamatan Tengaran (Desa Patemon, Desa Karang Duren).

(3)
(4)

33

Salatiga terletak dipersimpangan 3 kota besar di Jawa Tengah yaitu, Semarang, Solo dan Yogyakarta. Tiga kota besar tersebut boleh dikatakan amat mudah dijangkau dari Salatiga dengan menempuh jalan darat. Jarak Tempuh Salatiga ke Kota Semarang sekitar 47 Km, Salatiga ke Solo sekitar 53 Km sedangkan Yogyakarta sekitar 100 Km. Itulah sebabnya Salatiga adalah sebuah kota yang dihimpit oleh 3 kota besar Semarang, Solo dan Yogyakarta (Joglosemar).

Letak wilayah yang dihimpit oleh tiga kota seperti dijelaskan di atas sangat berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan sosial ekonomi di Salatiga. Terdapat tiga jenis industri besar yang bergerak dalam bidang perstekstilan, ban, dan pemotongan hewan yang ada di kota ini. Begitu pula dengan dunia kewirausahaan seperti industri kecil dan rumah tangga, tampak dalam berbagai bentuk barang produksi. Di kota ini industri konveksi mencapai 126 buah. Selain konveksi, industri kecil lainnya juga ikut meramaikan ekonomi Salatiga adalah industri makanan, dendeng dan abon rasa manis, asin, dan pedas atau keripik paru misalnya adalah makanan yang banyak diminati untuk dijadikan oleh-oleh. Berkembangnya sektor industri ikut memacu kegairahan dunia perdagangan, letaknya di persimpangan jalan menuju Kota Semarang, Solo, dan Yogyakarta, makin menguntungkan sektor perdagangan Salatiga.

(5)

34 Tabel 4.1.

Luas Wilayah Kota SalatigaMenurut Kecamatan dan Kelurahan Tahun 2010

NO KECAMATAN LUAS JUMLAH

HA % RT RW

1 2 3 4 KECAMATAN SIDOREJO

1. Kelurahan Blotongan 2. Kelurahan Sidorejo Lor 3. Kelurahan Salatiga 4. Kelurahan Bugel

5. Kelurahan Kauman Kidul 6. Kelurahan Pulutan

KECAMATAN TINGKIR 1. Kelurahan Kuto

Winangun

2. Kelurahan Gendongan 3. Kelurahan Kalibening 4. Kelurahan Sidorejo Kidul 5. Kelurahan Tingkir Lor 6. Kelurahan Tingkir Tengah

KECAMATAN ARGOMULYO 1. Kelurahan Noborejo 2. Kelurahan Ledok 3. Kelurahan Tegalrejo 4. Kelurahan Kumpulrejo 5. Kelurahan Randuacir 6 .Kelurahan Cebongan KECAMATAN

SIDOMUKTI

1. Kelurahan Kecandran 2. Kelurahan Dukuh 3. Kelurahan Mangunsari 4. Kelurahan Kalicacing

423,80 271,60 202,00 294,37 195,85 237,10 293,75 68,90 99,60 277,30 177,50 137,80 332,20 187,33 188,40 629,03 377,60 138,10 399,20 377,15 290,77 78,73 1.624,72 1.054,85 1.852,69 1.145,85 28,61 18,58 32,63 20,18 296 78 87 69 23 19 20 277 23 28 9 38 30 149 248 63 55 34 22 32 42 217 39 87 68 23 59 12 14 15 7 5 6 48 8 8 3 5 10 14 55 13 9 10 6 7 10 36 7 14 9 6

Jumlah 5.678,11 100,00 1 .038 1 98

(6)

35 4.1.1. Kependudukan

Dari hasil pendataan Sensus Penduduk 2010 yang dilaksanakan dari tanggal 1 Mei 2010 sampai dengan 31 Mei 2010 tercatat penduduk Kota Salatiga sejumlah 171.067orang terdiri dari 83.721orang laki‐laki dan 87.346orang perempuan. Dilihat persebaran jumlah penduduk hasil Sensus Penduduk tahun 2000 dan tahun 2010 ini tidak terlihat pergeseran yang cukup berarti. Semua wilayah Kecamatan /kelurahan cenderung stabil yaitu tertinggi di Kecamatan Sidorejo sekitar 30,24 % dan terendah di Kecamatan Sidomukti sekitar 22,66 %.

Wilayah terpadat penduduknya di Salatiga ini juga tidak mengalami perubahan dengan Sensus penduduk sepuluh tahun yang lalu, demikian juga untuk wilayah yang paling sedikit kepadatan penduduknya.Wilayah tertinggi kepadatan penduduknya yaitu Kecamatan Tingkir dengan kepadatan 3.827 jiwa/km², sedangkan yang terendah yaitu Kecamatan Argomulyo dengan kepadatan 2.170 jiwa/km². Total untuk Kota Salatiga kepadatan penduduknya berdasarkan hasil sensus kali ini yaitu 3.013 jiwa/kilometer perseginya meningkat dibandingkan dengan kondisi sepuluh tahun yang lalu yaitu 2.667 jiwa tiap kilometer persegi.

(7)

36 Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Tahun 2010

No Pekerjaan Tahun 2010 No Pekerjaan Tahun 2010

1 Belum Bekerja 14.317 41 Imam Masjid 3

2 Mengurus RT 12.040 42 Pendeta 188

3 Pelajar/Mahasiswa 41.414 43 Pastur 7

4 Pensiunan 4.029 44 Wartawan 19

5 PNS 4.681 45 Ustad/Mubaligh 14

6 TNI 1.398 46 Juru masak 23

7 Polri 473 47 Promotor Acara 1

8 Perdagangan 753 48 Anggota BPK 5

9 Petani 2.921 49 Anggota MK 1

10 Peternak 41 50 Walikota 1

11 Nelayan Perikanan 8 51 Wakil Walikota 1

12 Industri 39 52 Anggota DPRD 1

13 Konstruksi 29 53 Anggota DPRD 17

14 Transportasi 98 54 Dosen 396

15 Karyawan swasta 23.116 55 Guru 4.797

16 karyawan BUMN 484 56 Pilot 5

17 Karyawan BUMD 142 57 Pengacara 23

18 Karyawan Honorer 330 58 Notaris 12

19 Buruh Harian 19.221 59 Arsitek 14

20 Buruh Tani 691 60 Akuntan 6

21 Buruh Nelayan 2 61 Konsultan 7

22 Buruh Peternakan 28 62 Dokter 112

23 Pembantu RT 231 63 Bidan 52

24 Tukang Cukur 13 64 Perawat 115

25 Tukang listrtik 15 65 Apoteker 12

26 Tukang Batu 252 66 Psikiater 4

27 Tukang kayu 78 67 Penyiar TV 1

28 Tukang sol 10 68 Penyiar Radio 1

29 Tukang jahit 270 70 Peneliti 13

30 Tukang Gigi 4 71 Sopir 825

31 Penata Rias 22 72 Pialang 3

32 Panata Busana 2 73 Paranormal 3

33 Penata Rambut 25 74 Pedagang 2.968

34 Mekanik 143 75 Perangkat Desa 12

35 Seniman 67 76 Kepala Desa 1

36 Tabib 8 77 Biarawati 23

37 Perancang Busana 3 79 Lainnya 40

(8)

37 Tabel 4.3.

Kepadatan Penduduk per Kecamatan, Tahun 2010

Kecamatan Penduduk

Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan

Sexratio

1 2 3 4 5

Argomulyo 19.902 20.304 40.206 98,02

Tingkir 19.891 20.482 40.373 97,11

Sidomukti 18.839 19.925 38.764 94,55

Sidorejo 25.089 26.635 51.724 94,20

Kota Salatiga 83.721 87.346 171.067 95,85

Sumber: Salatiga Dalam Angka 2010, diolah. 4.1.2. Kondisi Sosial Budaya

Salatiga merupakan kota yang beragam baik dari segi kebudayaan maupun agama.Dalam konteks keragaman, yang membuat kota ini menjadi unik adalah toleransi beragama yang sangat baik ditunjukan dalam kehidupan sehari-hari. Ada enam agama resmi yang diakui oleh Indonesia dalam Undang-undang yang hidup berdampingan di kota Salatiga, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Meski terjadi keragaman kepercayaan, akan tetapi kehidupan beragama di Salatiga sejauh ini belum pernah terdengar persoalan konflik antar agama. Masyarakatnya hidup berdampingan tanpa mempersoalkan kepercayaan masing-masing. Pernyataan tersebut berdasarkan pada data-data yang dimiliki oleh pemerintah Kota Salatiga dan Kepolisian Salatiga yang menunjukan bahwa belum pernah terjadi konflik antar agama di Kota Salatiga.

(9)

38

Kondisi sosial budaya masyarakat Salatiga sangatlah beragam, selain keragaman agama, juga terdapat keragaman suku, bahasa, dan budaya. Hal tersebut semakin jelas dengan keberadaan UKSW yang para mahasiswanya beragam dari suku, ras, bahasa dan agama. Kondisi tersebut tentunya tidak tersebar diseluruh kota Salatiga, karena sebagian besar keragaman tersebut hanya berada di kecamatan Sidorejo dimana lokasi UKSW berada. Seperti yang telah di paparkan dalam latar belakang, bahwa khusus di wilayah Sidorejo terdapat enam agama dan 19 etnis.

Berdasarkan pada tabel di atas, dengan kondisi sosial yang begitu beragam dan berdasarkan pada catatan kepolisian dan dari hasil penelitian lapangan, terdapat beberapa konflik yang disebabkan oleh keragaman budaya tersebut. Melihat pada catatan pemerintah Kota Salatiga dan Kepolisian Kota Salatiga, konflik tersebut terjadi bukanlah disebabkan oleh masyarakat asli Salatiga, melainkan konflik tersebut terjadi dilakukan oleh paguyuban etnis mahasiswa UKSW. Berdasarkan pada data lapangan, konflik yang terjadi yang dilakukan oleh paguyuban etnis mahasiswa UKSW sebagian besar disebabkan oleh karena perbedaan latar belakang budaya, suku, ras, karakter dan faktor yang lain. Meski pernah terjadi konflik antar paguyuban etnis mahasiswa UKSW, dibalik semua itu juga terdapat keakraban antara kelompok satu dengan kelompok yang lain, sehingga kita dapat mempelajari keragaman budaya yang ada.

4.2 Sekilas Tentang Universitas Kristen Satya Wacana

Sebelum berganti nama pada tahun 1959, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) bernama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia (PTPGKI),

yang berdiri tahun 1956. “Satya Wacana” memiliki arti, “Setia Kepada Firman

(10)

39

serta program doktoral. Jumlah mahasiswa UKSW yang tercatat resmi oleh biro kemahasiswaan sejumlah 10956 mahasiswa baik progam S1, S2 maupun S3.

4.2.1 Visi-Misi Universitas Kristen Satya Wacana

Dalam Mukadimah, Statuta UKSW (2000) terumuskan dua hal pokok sebagai tugas UKSW, diantaranya: Pertama, terus menerjemahkan kesaksian Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam pelayanan jenis dan jenjang pendidikan tinggi seperti yang diinginkan oleh beberapa cendekiawan Kristen yang memprakarsai pendiriannya melalui Gereja-Gereja. Kedua, terus membantu Pemerintah Indonesia dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan hak yang sama kepada semua orang yang memenuhi syarat untuk menikmati pendidikan akademik dan pendidikan profesional agar dapat mengembangkan dirinya sebagai manusia yang mandiri dalam masyarakat.

Dengan demikian, UKSW didirikan sebagai perwujudan panggilan Gereja-Gereja di Indonesia untuk melanjutkan dan memberikan kesaksian tentang pemeliharaan dan pembaharuan Allah terhadap ciptaan-Nya melalui kegiatan persekutuan (koinonia), pelayanan (diakonia), kesaksian/pemberitaan (kerugma), dan pengajaran (didache). Prinsip-prinsip pelaksanaan panggilan tersebut adalah: kasih (agape), keadilan (dikaiosune) dan kebenaran (alethea) (Pasal 4. Statuta UKSW, 2000)4.

Berdasarkan tugas penggilannya itu, dirumuskan dasar-dasar UKSW sebagaimana termaktub dalam pasal 5 Statuta UKSW tahun 2000, yakni:

1. Souvereinitas (Kedaulatan) Tuhan: yang berarti “Takut akan Tuhan adalah

permulaan pengetahuan” (Amsal 1:7a). pengakuan terhadap Allah sebagai

khalik yang berdaulat di atas langit dan bumi, berarti pula bahwa semua kedaulatan yang melekat pada jabatan duniawi merupakan pinjaman, sehingga tiap pendukung dan pemegang kekuasaan di bumi (baik dalam

4

(11)

40

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun pemerintahan dan kemiliteran, kemasyarakatan ataupun keagamaan) bertanggung jawab kepada Tuhan yang berkedaulatan mutlak.

2. Normativitas: yang berarti pengakuan bahwa Tuhan yang berdaulat itu juga Pengundang-undang tertinggi, yang menitahkan hukum/normaNya kepada seluruh makhluk dalam lapangan dan hubungan manapun juga.

3. Aktualitas: yang mendorong untuk selalu berorientasi pada keadaan masyarakat dan negara yang senantiasa berubah, dan pada tantangan sosial kultural dari negara yang sedang membangun. Di sini bertemu asas aktualitas persoalan nasional dan kebudayaan bangsa yang berdasarkan Pancasila.

4. Sosiabilitas: yang menuntut saling keterbukaan dalam Sivitas Akademika dan keterbukaan Universitas terhadap masyarakat dan negara Indonesia yang hendak dilayani. Dasar ini mengharapkan supaya insan akademik jangan menjadi penonton yang pasif dalam proses perubahan yang cepat dan kompleks yang berwujud pembangunan, tetapi menjadi pelaku yang kritis-prinsipial dan kreatif-realistis dalam mengabdikan bakat dan tenaganya sebagai wujud pelayanan kepada sesama manusia, masyarakat, bangsa, negara, dan dunia.

Dengan dasar Terang Kasih Allah itulah UKSW terus mengupayakan perwujudan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang baik, makmur dan sejahtera lewat. Upaya untuk mencapai hal itu dirumuskan dalam Visi UKSW seperti terurai dalam Pasal 7 Statuta UKSW tahun 2000, diantaranya:

(12)

41

2. Menjadi Universitas Magistrorum et scholarium untuk pembentukan minoritas yang berdaya cipta (creative minority) bagi pembangunan dan pembaharuan masyarakat dan negara Indonesia.

3. Menjadi pembina kepemimpinan untuk berbagai jabatan dalam masyarakat (termasuk gereja) yang sedang membangun.

4. Menjadi radar dalam situasi perubahan kebudayaan, politik, moral dan rohaniah, yang mensinyalir, mencatat, dan mengikuti perubahan-perubahan itu guna menjadikannya objek atau sasaran pembahasan dan penelitian.

5. Menjadi pelayan dan lembaga pendidikan pelayanan (diakonia), sepanjang masa mencakup kritik yang konstruktif serta informatif kepada gereja dan masyarakat terhadap keadaan masyarakat di mana masih terdapat kemiskinan, ketidakadilan, ketidakbenaran, dan ketidakdamaian.

Sejak awal memang telah diakui bahwa tugas berat itu tidak mungkin terwujud jika tidak diupayakan pendistribusian fungsi dan peran. Karena itu, hadirnya Lembaga Kemahasiswaan juga dimaksudkan dalam upaya pencapaian Visi Misi Universitas. Peran Lembaga Kemahasiswaan adalah turut serta dalam menunjang profil lulusan UKSW. Dalam terminologi seperti ini, maka persekutuan keluarga UKSW sebagai “Tubuh Kristus” itu menjadi bermakna. Bahwa filosofi Kristiani yang menjadi dasarnya telah menempatkan manusia secara sama dihadapan Tuhan (Imagodei). Notohamijojo (dalam Supardan dan Gultom, 1991) mengatakan bahwa

“idealisme UKSW ada dalam persekutuan semua komponen di UKSW sebagai Tubuh Kristus”.

(13)

42

dengan ideal UKSW sebagai “Tinggi Iman, Tinggi Ilmu, Tinggi Pengabdian”. Hal ini terwujud dalam upaya menjadikan UKSW sebagai sebuah keluarga yang creative minority.

Konsep creative minority dipinjam Notohamidjojo dari buku A Study of History, buah tangan Arnold J. Toynbee yang bermakna “tumbuh, berkembang dan hancurnya peradaban ditentukan oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai pengaruh luar biasa. Karena pengaruh inilah peradaban didukung massa kemudian berkembang. Sebaliknya peradaban itu dapat hancur bahkan musnah jika kelompok yang berpengaruh itu pecah. Perpecahan itu dapat menimbulkan konflik yang merusak semua yang telah dibangun. Kelompok yang berpengaruh itulah yang disebutnya creative minority. Inilah cita-cita yang dirumuskan oleh bapak Notohamidjojo oleh UKSW dan lulusannya (Supardan dan Gultom, 1991).

Berdasarkan konsep creative minority inilah SPPM dirumuskan oleh bapak John Titaley ketika beliau menjabat sebagai Pembantu Rektor III UKSW yang membawahi urusan kemahasiswaan dan mulai diberlakukan pada tahun 1984. Jika memperhatikan rumusan SPPM maka setidaknya terdapat dua kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh mahasiswa, yakni humanistik skill dan profesional skill.

Humanistik Skill dimaksudkan sebagai kemampuan menghadirkan diri secara

manusiawi dalam kehidupan bermasyarakat yang turut bertanggung jawab bagi kelangsungan nilai-nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan,sedangkan Profesional Skill dimaksudkan sebagai kemampuan melaksanakan profesinya dengan berbekal

ilmu pengetahuan akademik yang memadai dalam rangka mengaktualisasikan diri dalam masyarakat.5Untuk lebih jelas lihat gambar di bawah ini:

5

(14)

43 Bagan 4.1.

Skenario Tentang Profil Lulusan UKSW

Sumber: Data Sekunder dari Kantor BPMU 2010 4.2.2 Fungsi dan Peran Lembaga Kemahasiswaan

Mahasiswa sebagai sasaran dan salah satu pelaku proses pendidikan perlu untuk dipersiapkan secara baik oleh Perguruan Tinggi yang menaunginya. Mengingat peran mahasiswa yang cukup strategis baik dalam lingkungan internal kampus maupun dalam kehidupan masyarakat. Gagasan ini dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk tindakan melalui suatu lembaga yang dapat menampung aspirasi dan mengkoordinir kegiatan mahasiswa secara utuh dan bertanggungjawab demi tercapainya tujuan-tujuan dari suatu pendidikan tinggi.

(15)

44

menjalankan fungsi dan peran diatas, tujuan-tujuan LK UKSW dirumuskan dalam Ketentuan Umum Keluarga Mahasiswa (KUKM, 1997: 1)6, sebagai berikut:

1. Menjadi wahana mahasiswa berperan serta dalam pencapaian tujuan perguruan tinggi pada umumnya dan UKSW pada khususnya

2. Menjadi wahana pembinaan persekutuan dan persaudaraan bagi kesejahteraan mahasiswa

3. Menjadi wahana pembentukan calon-calon pemimpin yang religius, kritis-analitis, kreatif-inovatif, obyektif, adaptif, dinamis, terampil dan dedikatif 4. Menjadi saluran aspirasi konstruktif dan bertanggungjawab yang hidup

dikalangan mahasiswa.

Indikasi yang terbaca dari tujuan LK tersebut adalah bahwa keberadaan LK turut serta dalam menunjang profil lulusan UKSW yang telah terumuskan dalam 7 (tujuh) kadar SPPM di atas. Untuk mencapi rofil lulusan yang bercirikan creative minority dengan 7 kadar tersebut, struktur program yang dirumuskan dan ditetapkan LK harus merujuk pada ketujuh kadar SPPM. Penetapan kadar sebagai pedoman penyusunan struktur program setiap periode kepengurusan LK dilakukan dalam bentuk skala prioritas yang ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Program Lembaga Kemahasiswaan (GBHPLK) UKSW oleh Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) dalam setiap awal periode kepengurusan LK. Berdasarkan GBHPLK itu, SMU dan SEMA menyusun program kerja tahunan (periode) mereka yang kemudian ditetapkan dalam Rapat Koordinasi (Rakor), dengan Ketetapan BPMU. Rakor adalah forum pengambilan keputusan tertinggi di Lembaga Kemahasiswaan.7

Mengingat fungsi dan peran LK UKSW yang cukup strategis baik dalam lingkungan internal kampus maupun dalam kehidupan masyarakat. Maka, bila fungsi

6

Lihat juga penjelasan tentang Lembaga Kemahasiswaan dan Mahasiswa dalam Statuta UKSW 2000 Pasal 45 dan KUKM 1997 Pasal 6 dan Pasal 10.

7

(16)

45

dan peran tersebut dicermati lebih dalam, tersirat adanya lembaga yang berfungsi sebagai legislatif dan eksekutif, yang bertujuan menjalankan fungsi dan peran demi tercapainya tujuan bersama. Gagasan ini digambarkan lebih lanjut dalam bentuk Penataan Peran Lembaga Kemahasiswaan:

Bagan 4.2

Skenario Tentang Penataan Peran LK

Sumber: Data Sekunder dari Kantor BPMU 2010 4.2.3 Potret Etnis Mahasiswa di UKSW

Seperti yang telah dipaparkan pada gambaran di atas, bahwa di lingkungan UKSW terdapat etnis yang sangat beragam. Mungkin itu juga alasan kenapa UKSW biasa disebut dengan “Indonesia mini”. Faktanya mungkin karena dalam proses pendiriannya UKSW didukung oleh sebanyak 18 sinode gereja pendukung yang terletak di berbagai tempat di Indonesia, itu sebabnya pula potret mahasiswa UKSW menjadi beragam. Rektor UKSW John A. Titaley dalam kesempatan pidato saat penerimaan mahasiswa baru tahun 2010/2011 yang juga dimuat dalam laman www.uksw.edu mengatakan kepada mahasiswa baru demikian, “Selamat datang di UKSW, kampus Indonesia mini,” pernyataan tersebut tentunya didasarkan pada keragaman suku, bahasa, budaya dan agama yang ada di UKSW.

Seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, bahwa di UKSW terdapat mahasiswa yang memiliki latar belakang etnis berbeda-beda. Berdasarkan pada data

Wawasan Almamat er

Dosen

Pegawai

Mahasis wa

Alumni

Penataan Peran Lembaga

Perlu Penyempurnaan

Penyemprnaan Struktur Program

Penyempurnaan Struktur Organisasi

Program LK yang Integratif dengan Program Universitas

(17)

46

Biro Kemahasiswaan UKSW, terdapat 20 etnis yang berada di UKSW. Hal tersebut tentunya menunjukan keragaman yang ada di UKSW. Namun, hal yang mungkin perlu dipahami bersama mengenai kondisi etnis mahasiswa di UKSW yang sangat beragam adalah keseringannya konflik antar paguyuban etnis mahasiswa. Selain itu, berdasarkan pada pengamatan penulis selama berkuliah di UKSW sejak tahun 2007, kebiasaan yang dilakukan oleh mahasiswa UKSW adalah bergerombol sesuai dengan etnis atau sesuai dengan daerah asal. Bahkan, menurut penelitian sebelumnya juga dikatakan bahwa kebiasaan mahasiswa UKSW bergerombol sesuai dengan etnis mereka masing-masing juga tidak menutup kemungkinan untuk menjadi penyebab terjadinya konflik antar paguyuban etnis mahasiswa. Itu sebabnya pada latar belakang di atas dikatakan bahwa keberagaman yang sangat multikultural hendaknya harus termanajemen dengan baik, karena jika tidak maka tidak luput untuk terjadinya konflik antar kelompok.

Tabel 4.4

Nama-nama Etnis dan Jumlahnya yang ada di UKSW

No Etnis Jumlah No Etnis Jumlah

1 Papua 164 11 Dayak 471

2 Jawa (Jateng, Jatim, Jabar)

6954 12 Ambon 427

3 Sumba 296 13 Ternate 34

4 Lampung 47 14 Timor (Rete,

Alor. Sabu, Flores)

105

5 Minahasa 217 15 Bali 37

6 Toraja 218 16 Sangir 8

7 TiongHoa 1484 17 Poso 97

8 Minangkabau 6 18 Batak (Toba, Simalungun,

Karo)

311

9 Aceh 1 19 Timor Leste

(LN)

61

10 Nias 16 20 Bugis 2

Total keseluruhan 10956

(18)

47

Jika melihat pada tabel di atas, terdapat 20 etnis besar yang berada di UKSW, dan juga masih ada beberapa anak-anak suku yang lainnya. Berdasarkan pada data di lapangan yang diperoleh, dari setiap masing-masing etnis mahasiswa di atas, hampir semuanya memiliki paguyuban yang mewadahi anggotanya etnis seperti yang ada pada tabel berikut:

Tabel 4.5

Etnis dan nama organisasi etnis

NO ETNIS ORGANISASI NO ETNIS ORGANISASI

1 Papua HIMPAR 11 Minangkabau AKC

2 Lampung KEMPLANG 12 Batak IGMK, KS

3 Timor (Kupang, Flores, Sabu, Alor, Rote)

IKMASTI 13 Nias IKAONI

4 Sumba PERWASUS 14 Toraja PKMST

5 Kalimantan IKMAL, PERKASA

15 Tiong Hoa

6 Ambon HIPMMA 16 Jawa THE JAVA

7 Poso IKMAPOS 17 Bali PKMBS

8 Ternate KEMAMORA 18 Timor Leste

9 Minahasa PINAESAAN 19 Aceh

10 Sangir SANGIHE 20 Bugis

(19)

48

berdasarkan pada pengamatan penulis, terkadang diakhir acara Ekspo Budaya justru muncul konflik antar paguyuban etnis mahasiswa.

4.2.4 Fenomena Konflik Etnis Mahasiswa di UKSW

Melihat pada data jumlah etnis mahasiswa yang ada di UKSW, tentunya kita dapat berpendapat bahwa kehidupan yang ada di UKSW sangatlah majemuk/multikultural. Itu alasannya di atas dikatakan bahwa kemajemukan tersebut sangat butuh pengelolaan, karena jika tidak, yang terjadi adalah konflik antar kelompok. Berdasarkan pada data yang diperoleh dari kepolisian resort kota Salatiga, terdapat beberapa konflik yang dilakukan oleh kelompok etnis mahasiswa dari tahun 2008-2011 yang diantaranya:

Tabel 4.6

Data Konflik Etnis Mahasiswa Dalam Empat Tahun Terakhir

Tahun Konflik

2008 Ambon VS Sumba 2009 Ambon VS Sumba 2009 Ambon VS Kupang 2010 Ambon VS Jawa

2010 Ambon VS Sumba (personal) 2011 Ambon VS warga Kemiri 2011 Sumba VS warga Margosari 2011 Ternate VS Ternate

Sumber: Data Kepolisian Resort Kota Salatiga Januari 2012, diolah.

(20)

49

Umbu Riada, pengurus dari paguyuban etnis mahasiswa Sumba yang mengatakan bahwa,

“Yang buat konflik sebetulnya bukan etnis, tapi personal. Tapi pada akhirnya membawa nama etnis. Setahu saya yang pernah konflik yang sampai tawuran itu ada 3 kali, saya lupa tahunnya. Saya kurang tahu, tapi yang saya tahu seperti kalo pas main bola terus kena sikut. Yang kedua terkadang masalah individu seperti pacar. Kadang juga gara-gara muka tidak baku enak dan pada akhirnya berlanjut berkelahi. Kalau minuman, yang saya tahu, kalo pas sudah mabok kita mulai ngomong konflik yang sudah terjadi. Nah jadi pada akhirnya membuat situasi jadi panas”8.

Latar belakang budaya yang berbeda-beda juga bisa menjadi salah satu faktor terjadinya konflik, karena saling tidak bisa menerima perbedaan budaya, dan kurangnya toleransi maka dapat memicu terjadinya konflik. Kurangnya kesadaran akan kepelbagaian, yang ada di UKSW cenderung menimbulkan konflik, entah itu konflik pribadi ataupun konflik kelompok. Kebiasaan mengkonsumsi minuman keras dan tingkat emosi yang tinggi juga merupakan faktor pendukung terjadinya konflik antar mahasiswa. Seperti yang diungkapkan oleh Richard Mayopu ketua etnis mahasiswa Timor,

“Jadi waktu ada syukuran wisuda pada bulan Juli, Nah yang namanya orang luar jawa itu kan kalau syukuran pasti identik dengan minum-minuman keras dan dugem. Nah ada salah seorang entah itu dari etnis Kupang atau Ambon itu ngomong kata-kata kasar ke etnis yang lain. Nah, kenapa individu yang ngomong kasar tadi tidak diketahui asal etnisnya, karena wajah, gaya bicara, bentuk tubuh antara etnis Kupang dengan Ambon itu sama, serta situasi yang ramai pula maka jadi tidak jelas berbicara apa. Dari situlah konflik dimulai. mungkin individu yang dikatai tadi emosi hati masih dalam keadaan yang buruk atau dalam keadaan tidak sadar akibat pengaruh minum-minuman keras tadi. Sebelum terjadi konflik itu sebenarnya antara orang Kupang dan Ambon itu sudah mempunyai pandangan tersendiri kepada etnis lain. Seperti orang Kupang menganggap orang Ambon suka main cewek dan orang Kupang tidak suka. Karena bagi mereka

8

(21)

50

perempuan merupakan sebuah sosok yang mereka jaga baik-baik. Sedangkan orang Ambon menganggap orang Kupang itu eksklusif. Nah, lanjut ke konflik waktu syukuran wisuda itu.Setelah syukuran selesai mereka melanjutkan konflik di pemancingan Domas dan sempat terjadi baku hantam, antara individu anak Ambon dengan individu anak Kupang.Namun pada bulan november saat ada pertandingan Futsal, tepatnya pertanian futsal. Terjadi konflik di polres Salatiga, kemudian dilerai dan pada hari yang sama pula, malam harinya konflik dimulai lagi.Letaknya di samping BBnet, Ambon ada yang hidungnya patah. Setelah kejadian itu konflik tensi menurun. Selang 1 tahun, waktu expo budaya. Dimana esensi expo yang hanya mengenalkan budaya dari masing-masing daerah, tapi bagi mereka expo budaya merupakan ajang gagah-gagahan dimana kalau stan mereka dikunjungi banyak orang berarti dia yang menang. Anak Kupang tikam anak Ambon, hampir meninggal. Menurut Ardi expo tahun ini juga rentan konflik”9.

Jika melihat beberapa data yang diperoleh di lapangan, memang sebagian besar konflik yang terjadi antar kelompok etnis mahasiswa sebenarnya bukan merupakan masalah paguyuban etnis mahasiswa, melainkan bermula dari persoalan individu. Seperti yang telah dikatakan oleh Kuman di atas, persoalan konflik antar kelompok bukanlah bermula dari persoalan kelompok, melainkan persoalan pribadi. Kelompok menjadi ikut campur karena sebagaian dari kelompok yang terlibat merasa bahwa mereka berasal dari tempat yang sama, ada perasaan kekerabatan yang menyebabkan persoalan individu tersebut menjadi persoalan kelompok. Seperti juga yang telah dikatakan oleh IPDA Sulitiyono SH,

“Faktor pendorong terbesarnya adalah faktor kontrol emosi yang tidak bisa. Emosi yang sangat tinggi, nanti kalo sudah emosi mereka tidak mau menyelesaikan secara perorangan atau individu namun kembali kepada kelompok. Kalau sudah timbul kelompok akhirnya tidak bisa menyelesaikan sendiri lagi. Nah ini masalahnya. Minuman keras hanya salah satunya, tetapi tidak selalu itu. Baik itu futsal, ada sepak bola, ada kegiatan dies natalis. Dies natalis itu kan kegiatan ceremonial, tapi akhirnya timbul seperti itu, hanya karna istilahnya pandangan mata. Lha

9

(22)

51

Gambar

Tabel 4.1.
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Tahun 2010
Tabel 4.3.
Tabel 4.4 Nama-nama Etnis dan Jumlahnya yang ada di UKSW
+3

Referensi

Dokumen terkait

Syaiful Bahri & Zain, Aswan, Strategi Belaiar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2006..

Pada mulanya bagi terdapat atuan sanksi pidana bagi aparat penegak yang tidak melaksanakan diversi dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Setelah tepung mengalami proses pembakaran hingga produk yang berada pada. cawan reaktan dari tembaga akan

[r]

This is expected because high solar insolation means abundant solar energy for electricity generation, thus, low PV floor area for the facility electrical

Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Selatan akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi dengan Sumber Dana APBK Tahun Anggaran 2012

Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository

[r]