• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAMPINGAN ANAK JALANAN MELALUI PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL)) DI RUMAH SINGGAH HAFARA KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAMPINGAN ANAK JALANAN MELALUI PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL)) DI RUMAH SINGGAH HAFARA KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA."

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAMPINGAN ANAK JALANAN MELALUI PROGRAM PENDIDIKAN

KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL)) DI RUMAH SINGGAH HAFARA

KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Ruli Utami NIM 11102244029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Jika kamu menetapkan tujuanmu yang begitu tinggi dan itu gagal, kamu akan jatuh di atas kesuksesan yang lain”

(James Cameron)

“Teruslah melakukan hal kebaikan, jika kamu baik kamu akan menemukan orang baik, jika tidak menemukanya, orang baiklah yang akan menemukanmu”

(6)

PERSEMBAHAN

Atas Karunia Allah SWT saya persembahkkan karya tulis ini kepada :

1. Almamaterku Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yoyakarta Tempatku menambah bekal wawasan serta ilmu pengetahuan.

2. Agama, Nusa dan Bangsa 3. Ibu dan Bapak

Terima kasih atas kasih sayang , doa serta semangatnya. 4. Seluruh kawan dan sahabat

(7)

PENDAMPINGAN ANAK JALANAN MELALUI PROGRAM PENDIDIKAN

KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL)) DI RUMAH SINGGAH HAFARA

KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA Oleh Ruli Utami NIM 11102244029 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Penyelenggaraan pendampingan pendidikan kecakapan hidup (life skill) bagi anak jalanan di Rumah Singgah Hafara, (2)Manfaat pelaksanaan pendampingan pendidikan kecakapan hidup (life skill) di Rumah Singgah Hafara, (3)Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendampingan pendidikan kecakapan hidup (life skill)di Rumah Singgah Hafara.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian ini adalah pengelola Rumah Singgah Hafara, pendamping Rumah Singgah Hafara dan anak jalanan Rumah Singgah Hafara. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah display data, reduksi data, dan pengambilan kesimpulan. Triangulasi sumber dilakukan untuk menjelaskan keabsahan data dengan berbagai narasumber dalam mencari informasi yang di butuhkan.

Hasil penelitian menujukkan bahwa: (1) Penyelenggaraan pendampingan pendidikan kecakapan hidup (life skill) bagi anak jalanan di Rumah Singgah Hafara yakni melalui tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. (2) Manfaat pelaksanaan pendampingan pendidikan kecakapan hidup (life skill) di Rumah Singgah Hafara: (a) Pendidikan, anak memperoleh manfaat dari kegiatan pendampingan seperti menambah pengetahuan sehingga membuat anak menjadi termotivasi untuk belajar, b) Kecakapan personal, anak jalanan memiliki pola berpikir untuk masa depannya, c) Kecakapan sosial, anak jalanan memiliki empati dengan orang lain, dapat bersosialisasi dan berinteraksi, (3) Faktor pendukung dalam pelaksanaan pendampingan pendidikan kecakapan hidup (life skill) di Rumah Singgah Hafara, yaitu: (a) semangat dari anak jalanan untuk mengikuti pendampingan. (b) adanya motivasi dari pendamping dan relawan. (c) adanya tempat mendukung untuk keberlangsungan program. Faktor penghambatnya, yaitu : (a) tidak adanya kerjasama dengan pihak lain sehingga segala sarana dan prasarana dipersiapkan oleh pihak Hafara sendiri. (b) karakter anak yang beragam. (c) pendanaan yang terbatas.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT, Pemelihara seluruh alam raya atas limpahan Rahmat, Taufik, hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang pendampingan anak jalanan melalui pendidikan kecakapan hidup (life skill)di Rumah Singgah Hafara Kasihan, Bantul Yogyakarta.

Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas kerjasama, bimbingan, bantuan, saran dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang mengijinkan penulis menuntut ilmu di Universitas negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNY yang telah memberikan fasilitas, kemudahan dan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan pengarahan dalam pengambilan Tugas Akhir Skripsi.

4. Bapak Dr. Sugito, M.A selaku pembimbing, terimakasih atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Ibnu Syamsi, M.Pd sebagai penguji utama yang telah berkenan menguji.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.

(9)
(10)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN...iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO...v

HALAMAN PERSEMBAHAN...vi

ABSTRAK...vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN TEORI ...11

1. Kajian tentang Pendampingan ...11

a. Pengertian Pendampingan ...11

b. Tujuan Pendampingan ...18

c. Fungsi Pendampingan ...18

(11)

e. Tahapan Pendampingan...20

f. Langkah-langkah Pendampingan ...23

g. Model Pendampingan ...24

h. Bentuk-bentuk Pendampingan...26

2. Kajian tentang Anak Jalanan...28

a. Pengertian Anak Jalanan ...28

b. Faktor Penyebab menjadi Anak Jalanan...30

c. Kebutuhan Dasar dan Penanganan Anak Jalananan………...32

d. Penanganan Anak Jalanan……….. ...34

3. Kajian tentang Rumah Singgah ...36

a. Pengertian Rumah Singgah ...36

4. Kajian Pendidikan Kecakapan Hidup(life Skill)...42

a. Pengertian Pendidikan Kecakapan Hidup(life Skill)...42

b. Model Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill)...44

c. Ciri-ciri Pembelajaran Kecakapan Hidup(life Skill)...46

d. Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup(life Skill)...47

5. Tahap Penyelenggaraan Program...48

a. Tahap Perencanaan Program ...48

b. Tahap Pelaksanaan Program...52

c. Tahap Evaluasi Program ...52

B. Penelitian Relevan ...53

C. Kerangka Berpikir...54

D. Pertanyaan Penelitian...56

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ...58

B. Setting, Tempat dan Waktu Penelitian...59

C. Penentuan Subyek dan Obyek Penelitian...60

D. Teknik Pengumpulan Data...62

E. Instrumen Penelitian ...64

(12)

G. Keabsahan Data...68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Rumah Singgah HAFARA...70

1. Sejarah Rumah Singgah HAFARA...70

2. Visi dan Misi Rumah Singgah HAFARA ...72

3. Tujuan dan sasaran Rumah Singgah HAFARA ...72

4. Struktur Organisasi Rumah Singgah HAFARA...73

5. Tenaga Pengurus ...73

6. Sarana dan Prasarana Rumah Singgah HAFARA...75

7. Program Rumah Singgah HAFARA ...76

8. Peserta Didik Rumah Singgah HAFARA ...79

9. Jaringan Kerjasama ...79

10. Pendanaan ...80

B. Hasil Penelitian ...80

1. Pelaksanaan Pendampingan Kecakapan Hidup(life Skill...87

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Program ...102

3. Manfaat Pendampingan Kecakapan Hidup ...103

C. Pembahasan...96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 107

B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA... 109

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pedoman Observasi... .. 64

Tabel 2. Pedoman Wawancara ... .. 65

Tabel 3. Pedoman Dokumentasi ... .. 66

Tabel 4. Tenaga Pengurus Rumah Singgah Hafara ... .. 74

(14)

DAFTAR GAMBAR

Hal

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi ...111

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ...112

Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi...118

Lampiran 4. Catatan Lapangan ...119

Lampiran 5. Display, Reduksi, dan Kesimpulan Hasil Wawancara ...138

Lampiran 6. Hasil Dokumentasi Foto ...150

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak menegaskan bahwa anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna bagi Nusa dan Bangsa. Kesejahteraan, perawatan, asuhan, perlindungan, pengembangan kemampuan, pendidikan dan kasih sayang merupakan point hak yang berhak diterima anak. Anak dikatakan sejahtera jika perkembangan fisik, mental, moral, sosial dan emosionalnya baik serta terhindar dari tindakan perlakuan salah secara fisik, emosional, terhindar dari penyalahgunaan seksual anak, tidak mengalami penelantaran dan eksploitasi komersil anak. Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhinya kebutuhan dasar baik secara rohani, jasmani, maupun sosial dengan wajar.

Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut yang pada umumnya akan mengakibatkan permasalahan sosial pada anak. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor seperti : kondisi orang tua sebagai tulang punggung keluarga namun tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok, keluarga yang brocken home ataupun keluarga disharmonis. Faktor tersebut yang nantinya mengakibatkan mental dan psikis anak mengalami goncangan sehingga mudah terpengaruh oleh kondisi lingkungannya, terutama lingkungan yang bersifat negatif.

(17)

menimpa pekerja mengakibatkan meningkatnya pengangguran dan otomatis jika hal ini terjadi seseorang akan mengalami permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhanya alhasil terjadilah masalah selanjutnya yaitu ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan fisik, psikhis, ketelantaran, gizi buruk, pemeliharaan kesehatan yang minim, bahkan yang lebih parah dapat mengakibatkan tindak kekerasan dan pemicu tindak kriminal.

Pusat Data dan Informasi, Kementrian Sosial mencatat jumlah anak terlantar di Indonesia sebanyak 5,4 juta, 232 ribu diantaranya merupakan anak jalanan. Keberadaan anak jalanan merupakan akibat langsung dari pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Anak yang merupakan bagian dari keluarga, tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritualnya. Anak tidak tercukupi kebutuhan makanan, pendidikan, rasa nyaman, hingga tidak mampu menjalankan fungsi sosial sebagai anak secara wajar. Oleh sebab itu, anak melakukan upaya mencari pemenuhan kebutuhan tersebut dengan turun ke jalan menjadi anak jalanan.

(18)

mendapatkan uang. Tidak sulit menemukan mereka, kita bisa menjumpainya di pusat keramaian seperi : Pasar, perempatan lampu merah, emperan toko, terminal, taman kota bahkan pelataran mall.

Pusat Data dan Informasi Departemen Sosial RI, mencatat jumlah anak jalanan pada tahun 2000 sebanyak 59.517 anak, selanjutnya pada tahun 2001 sebanyak 94.674 dan pada tahun 2004 sebanyak 98.113 anak. Jumlahnya semakin meningnkat dan itu semua tersebar di kota-kota besar.

Menurut B Mujiyadi dkk masalah yang disandang oleh anak jalanan di kategorikan ke dalam 2 kelompok besar yakni masalah fisik dan masalah psikis. Masalah fisik berkaitan dengan ketidakmampuan keluarga (kepala keluarga) dalam pemenuhan kebutuhan dasar dikarenakan kemiskinan yang melanda. Sedangkan masalah psikis berkaitan dengan tidak terpenuhinya segala sesuatu yang berkaitan dengan peran keluarga.

Di dalam masalah fisik mereka melakukan aktivitas ekonomi seperti berjualan koran,ngamen,menjadi pedagang asongan,hingga nekat menjadi pelaku tindak kriminal dengan maksud hasil dari kegiatan tersebut mereka gunakan untuk pemenuhan kebutuhan pribadi mereka dan sebagian mereka bawa pulang. Tidak sedikit dari mereka yang menerima perlakuan kekerasan baik secara fisik maupun psikis jika hasil yang mereka bawa pulang sedikit jumlahnya.

(19)

norma seperti ngelem, mabuk-mabukan atau penyalahgunaan obat bahkan sampai penyimpangan seksual.

Untuk memenuhi kebutuhan dirinya mereka sampai ada yang menjadi pelaku tindak kriminal seperti mencuri atau mencopet. Sebagian yang memiliki pikiran jernih, mereka lebih memilih untuk bekerja sebagai pedagang asongan, tukang semir sepatu, dan penjual koran. Kita dengan mudah menemukan mereka di lampu merah, terminal ,pasar dan bahkan mereka ada yang mengkoordinir, anak jalanan di jadikan ladang bisnis oleh para oknum yang makin memperburuk keadaan ini.

(20)

Mungkin banyak yang belum mengetahui apa itu Rumah Singgah, bagi yang mengetahuinya, Rumah Singgah diartikan hanya sebagai persinggahan tanpa memiliki target ketercapaian program tertentu. Rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana mereka bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut.

Menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah merupakan proses informal yang memberikan suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap system nilai dan norma di masyarakat.

Rumah Singgah merupakan upaya yang telah di tetapkan oleh Pemerintah yang diharapkan dapat menjadi sebuah pelayanan sosial bagi anak jalanan guna melindungi anak dari suatu kondisi ataupun situasi kehidupan jalanan yang tidak sehat, aman, serta sangat tidak kondusif untuk perkembanganya.

(21)

menimbulkan wacana pada masyarakat bahwa Rumah Singgah hanya menghambur-hamburkan anggaran Negara.

Pemerintah, seperti Dinas Sosial, Kepolisian, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, DISPOL PP, Dinas kesehatan, LSM, dan juga masyarakat harus saling memberi dukungan dan harus terbangun komitmen diantaranya agar perencanaan dan juga proses keberlangsungan program berjalan sesuai rencana dan mencapai keberhasilan dalam penanganan anak jalanan.

Dengan adanya Rumah Singgah ini di harapkan dapat memberikan penyegaran terhadap cara penekanan jumlah anak jalanan dan bisa menjadi penanganan awal untuk penanganan selanjutnya. Berbagai macam faktor mempengaruhi keberhasilan kinerja Rumah Singgah baik secara internal maupun eksternal. Faktor secara internal yaitu mengenai Tutor yang kurang berkompeten dalam penanganan anak jalanan dan juga soal Dana terkait kebutuhan program yang berlangsung di Rumah Singgah. Untuk faktor eksternal ialah berupa respon, segala respon dari berbagai pihak terutama masyarakat sekitar Rumah Singgah.

(22)

yang dimilikinya. Program yang di rancang juga didasari dengan kebutuhan mereka dimaksudkan agar nantinya program berjalan sesuai dengan tujuan dan mencapai ketercapaian program yang di harapkan. Dengan melaksanakan program sesuai dengan yang mereka inginkan atau mereka butuhkan otomatis akan membekali mereka dan membawa perubahan bagi kehidupan mereka dan mengembalikan atau memberikan kepercayaan diri untuk berkarya di tengah-tengah masyarakat,berperan aktif dan juga dapat menampilkan eksistensi diri mereka.

(23)

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah disampaikan diatas, maka dapat di identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Faktor tidak terpenuhinya kebutuhan dasar menyebabkan anak terlantar. 2. Masih sedikit masyarakat yang mengetahui apa itu Rumah Singgah dan

fungsinya.

3. Kurang efektifnya penanganan anak jalanan di rumah singgah.

4. Rumah singgah berfungsi sebagai tempat pemusatan dan pembinaan dalam pemberdayaan anak jalanan.

5. Pendidikan kecakapan hidup merupakan cara efektif dalam penanganan anak jalanan.

C. Pembatasan Masalah

Mempertimbangkan keterbatasan yang ada pada peneliti, maka perlu diadakanya pembatasan masalah agar pembahasan lebih terfokus dan jelas. Berdasarkan latarbelakang masalah dan identifiksi masalah yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini, yaitu tentang “Pendampingan Anak Jalanan Melalui Program Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill) di Rumah Singgah Hafara “.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penelitian ini dapat di rumuskan

(24)

2. Manfaat program pendidikan kecakapan hidup (life skill) di Rumah Singgah Hafara ?

3. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat di dalam pelaksanaan pendampingan program kecakapan hidup di Rumah Singgah Hafara?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas,tujuan penelitian dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan pelaksanaan pendampingan program kecakapan hidup bagi anak jalanan di Rumah Singgah Hafara.

2. Mendeskripsikan manfaat program pendidikan kecakapan hidup (life skill) di Rumah Singgah Hafara.

3. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendampingan program kecakapan hidup (life skill) di Rumah Singgah Hafara.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diambil dari penelitian ini adalah : 1. Bagi pengelola rumah singgah

a. Sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan kualitas pendampingan program kecakapan hidup(life skill)bagi anak jalanan.

b. Sebagai bahan pertimbangan untuk pemberian model pendampingan bagi anak jalanan.

(25)

a. Mengetahui kelemahan dan kelebihan tentng jalannya proses pendampingan yang diberikan.

b. Sebagai bahan masukan untuk mencari bentuk/model pendampingan yang lebih baik pada program pendampingan yang akan dilakukan berikutnya.

3. Bagi pemerhati pendidikan

a. Menambah wawasan pengetahuan mengenai model pendampingan anak yang berstatus sebagai anak jalanan.

(26)

BAB II KAJIAN TEORI

1. Pendampingan

a. Pengertian Pendampingan

Menurut Totok S. Wirya Saputra (2006 : 57) pendampingan adalah proses perjumpaan pertolongan antara pendamping dan orang yang didampingi. Pendampingan bisa dikatakan sebagai pertolongan yang dilakukan oleh pendamping kepada orang yang didampingi dan keduanya saling berinteraksi dan memunculkan ide ataupun solusi untuk mengatasi permasalahan.

Pendampingan merupakan suatu aktivitas yang bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan yang lebih berkonotasi pada menguasai, mengendalikan dan mengontrol (Rokhmah, 2012 : 5). Maka orang yang didampingi bisa berkembang ataupun lebih mandiri setelah mendapatkan pendampingan oleh pendamping.

(27)

Pendampingan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh orang yang didampingi. Menurut Albertina Nasri Lobo (2008:33) pendampingan yaitu sebagai suatu strategi yang umum digunakan oleh pemerintah dan lembaga non profit dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusia (SDM), sehingga mampu mengindentifikasikan dirinya sebagai bagian dari permasalahan yang dialami dan berupaya untuk mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.

Pendampingan menurut Totok S. Wiryasaputra (2006:19) mengacu pada hubungan diantara dua subjek, yakni orang yang “mendampingi” dan orang yang “didampingi” dalam posisi sederajat. Pendapat tersebut dikuatkan dengan pendapat Departemen Sosial, (2005) bahwa:

“Pendampingan adalah proses pembimbingan atau pemberian kesempatan kepada masyarakat, khususnya masyarakat miskin yang dilakukan oleh para pendamping atau fasilitator melalui serangkaian aktivitas yang memungkinkan komunitas tersebut memiliki kemampuan dan kepercayaan diri dalam menghadapi permasalahan seputar kehidupannya” (Albertina Nasri Lobo, 2008:3).

Pendampingan adalah suatu proses relasi sosial antara pendamping dengan korban dalam bentuk pemberian kemudahan (fasilitas) untuk mengidentifiasi keutuhan dan memecahkan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan keputusan sehingga kemandirian korban secara berkelanjutan dapat diwujudkan (Departemen Sosial, 2007:4).

(28)

meningkatkan sumber daya manusia (SDM), yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakata itu sendiri. Masyarakat yang didampingi dengan pendamping harus memiliki tujuan yang sama. Pada pelaksanaan pendampingan, pendamping hanya memberikan bimbingan, saran dan bantuan konsultatif tidak mempunyai kekuasaan lebih.

Pendampingan sosial merupakan satu strategi yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. Sesuai dengan prinsip pekerja sosial, yakni “membantu orang agar mampu membantu dirinya sendiri”, pemberdayaan masyarakat sangat memperhatikan pentingnya partisipasi masyarakat yang kuat. Dalam konteks ini, peranan seorang pekerja sosial seringkali diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, bukan sebagai penyembuh atau pemecah masalah (problem solver) secara langsung (Ahmad Rokhoul Alamin, 2010:33). Masyarakat didampingi untuk menganalisa permasalahan yang dihadapi, kemudian dibantu untuk menemukan solusi dari masalah yang dihadapi serta ditunjukan strategi dalam memanfaatkan suber daya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.

(29)

saran dan bantuan konsultatif dan tidak pada pengambilan keputusan (BPKB Jawa Timur dalam Rina Erviyati,2012). Menurut Nurnita Widyakusuma (2013) pendampingan merupakan kegiatan yang diyakini mampu mendorong terjadinya pemberdayaan fakir miskin secara optimal. Perlunya pendampingan dilatar belakangi oleh adanya kesenjangan pemahaman diantara pihak yang memberikan bantuan dengan sasaran penerima bantuan.

Jadi dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendampingan adalah suatu kegiatan untuk membantu individu atau kelompok yang didampingi untuk memecahkan masalah yang dihadapi agar dapat hidup mandiri dan berperan dalam masyarakat. Pendamping hanya berperan memfasilitasi bersama-sama individu atau kelompok dalam memecahkan masalah. Peran antara pendamping dengan yang didampingi adalah sederajat jadi dalam pelaksanaanya tidak ada istilah atasan maupun bawahan.

Pengertian yang lainya menyebutkan bahwa pendampingan adalah usaha untuk mendampingi sesuatu atau seseorang untuk dapat saling bertumbuh (Primanto Nugroho, 2004 : 57). Pertumbuhan yang diharapkan baik sesuai dengan tujuan dari pendampingan entah itu dari pihak pendamping atau dari orang yang di dampingi sama-sama bertumbuh.

(30)

permasalahan yang dihadapi oleh orang yang didampingi. Dalam hal ini pendamping yang dimaksud adalah pendamping anak jalanan.

Pendamping anak jalanan adalah orang-orang yang tergerak untuk mendampingi anak jalanan dengan tujuan membantu mereka memenuhi hak-hak nya sebagai anak dan membantu mereka menuju kemandirian (Laurike dan Adi, 2003 : 8). Tidak hanya perorangan yang dikatakan sebagai pendamping, pemerintah melalui Kementerian Sosial mendefinisikan pendamping adalah perorangan, kelompok atau lembaga yang memiliki kopetensi di bidangnya dalam melakukan pendampingan (Kemensos, 2009).

Jadi pendamping adalah perorangan ataupun kelompok yang memiliki kopetensi dibidangnya yang melakukan pendampingan dengan tujuan membantu memenuhi kebutuhan dasar, hak-hak dasar anak, memberikan solusi menyelesaikan masalah anak jalanan.

Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendampingan anak jalanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh perorangan, kelompok, atau lembaga yang memiliki kopetensi dibidangnya khusunya anak jalanan yang bertujuan memberikan hak-hak mereka, kebutuhan dasar mereka, memberikan solusi kepada mereka untuk menyelesaikan masalahnya, menjadi orang tua dan teman anak jalanan.

(31)

1. Mampu dengan cepat beradaptasi dengan anak-anak jalanan.

2. Diterima dan diakui oleh anak jalanan sebagai pendamping, kakak, kawan. 3. Kreatif dan inovatif, mampu menjawab kebutuhan anak untuk kemudian

diwujudkan dalam program kegiatan.

4. Mampu mendorong keterlibatan masyarakat.

5. Memiliki pengetahuan dasar psikologi, terutama psikologi perkembangan. 6. Dan yang paling tidak 4 kategori hak dasar anak

(Laurike dan Adi, 2003 : 13-14)

Kategori kriteria ini tidak dimaksud untuk mengatakan bahwa semuanya harus ada secara bersama-sama pada diri seorang pendamping, karena seorang pendamping harus mengembangkan sendiri teknik pendampingan mereka apabila kenyataan di lapangan menuntut mereka untuk menggunakan cara pendampingan yang menurut mereka baik.

(32)

anak jalanan memahami makna apa yang mereka dapatkan setelah mereka menerima pendampingan.

Menjadi seorang pendamping harus bisa mendengarkan suara anak dan tidak boleh mendominasi pendampingan sehingga anak nyaman selama pendampingan berlangsung. Ada 6 kategori kegiatan yang menjadi tanggung jawab pendamping, yaitu :

1. Penjangkauan atauoutreachkegiatan menjangkau anak jalanan di tempat biasa anak jalanan itu beraktifitas meliputi pemetaan dan pendampingan.

2. Membangun kepercayaan atau trust building. Membangun kepercayaan terhadap anak jalanan dan orang tua anak jalanan serta berusaha menjadi teman akrab dari mereka mulai dari berkunjung ketempat mereka kerja, bermain bersama, ngobrol dan berkunjung ke tempat tinggal mereka (home visit). Semua itu dilakukan pendamping supaya anak jalanan dan orang tua anak jalanan merasa nyaman dan pendamping tidak dicurigai keberadaanya sehingga pendamping dapat melakukan tugasnya dengan baik.

3. Intervensi program. Pendamping melakukan kegiatan yang sesuai dengan program yang dijalankan lembaga dan kegiatan-kegiatan itu meliputi :

a) Mendampingi dalam proses belajar. b) Kunjungan kesekolah

c) Membantu anak memperoleh fasilitas kesehatan.

(33)

4. Meningkatkan partisipasi masyarakat. Pendamping berusaha melibatkan masyarakat untuk membantu mengurangi anak jalanan, dan masyarakat dalam hal ini luas meliputi masyarakat dimana anak jalanan itu tinggal, masyarakat dimana anak jalanan itu bekerja dan masyarakat sekitar Rumah Singgah.

5. Advocacy. Pendamping membantu anak jalanan memperoleh hak-hak mereka seperti akte kelahiran, hak pendidikan dan kesehatan.

6. Administrasi dan pembuatan laporan. Meliputi kegiatan pendataan anak jalanan dan orang tua anak jalanan yang bekerja di jalan, membuat laporan kegiatan, evalusi program sampai monitoring pendamping program di lapangan.(Laurike dan Adi, 2003 : 9-12).

b. Tujuan Pendampingan

Tujuan pendampingan adalah membantu anak memperoleh hak-hak mereka sebagai anak dan membantu mereka menuju kemandirian saat mereka beranjak dewasa dan mengupayakan mereka tidak lagi terjun dijalan (Laurike dan Adi 2004:8).

Jadi tujuan pendampingan adalah mendampingi anak-anak supaya mereka mempunyai rasa tanggung jawab, membantu anak-anak dalam membentuk sikap kemandirian mereka, membantu mengendalikan emosi sehingga mereka dapat selalu berfikir positif dan produktif dalam setiap tindakan-tindakan mereka.

c. Fungsi Pendampingan

(34)

1. Menyembuhkan, pendamping memakai ketika melihat keadaan yang perludikembalikan pada keadaan semula atau mendekati keadaan semula. 2. Menopang, digunakan untuk membantu orang yang didampingi menerima

keadaan yang sekarang sebagaimana adanya, kemudian berdiri di atas kaki sendiri dalam keadaan yang baru serta tumbuh secara penuh dan utuh.

3. Membimbing, dilakukan pada waktu orang mengambil keputusan mengenai masa depannya.

4. Memperbaiki hubungan, fungsi ini digunakan pendamping untuk membantu orang yang didampingi bila mengalami konflik batin dengan pihak lain yang mengakibatkan putusnya atau rusaknya hubungan.

5. Memberdayakan (empowering), pendamping memfungsikan diri sebagai sebagai mitra atau fasilitator yang memberdayakan, membebaskan dan membangun kekuatan atau kemampuan.

d. Prinsip- Prinsip Pendamping

Menurut Departemen sosial (2007: 9) dalam melaksanakan tugasnya, pendamping harus berpedoman dan memegang teguh prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Penerima (acceptance)

Pendamping hendaknya menerima penerima manfaat tanpa memandang latar belakang, SARA, keadaan fisik dan psikis.

(35)

Pendamping hendaknya memahami keberadaan penerima manfaat sebagai sosok individu yang unik atau berbeda satu sama yang tidak bisadisamakan dengan individu lainnya.

3. Tidak menghakimi (non-judgemental)

Pendamping selayaknya tidak menghakimi atau melakukan penlilaian secara sepihak atas diri penerima manfaat dalam berbagai hal baik sifat, watak, tingkah laku, perbuatan maupun masalah yang sedang dihadapinya. 4. Kerahasiaan (confidentiality)

Dalam rangka menjaga keselamatan, keamanan, dan kenyamanan maka pendamping wajib member jaminan atau menjaga kerahasiaan menyangkut data atau informasi yang bersifat pribadi kepada orang lain. 5. Rasional (rationality)

Pendamping berperan dalam memberikan pandangan yang objektif dan faktual terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi serta mampu mengambil keputusan.

e. Tahapan Pendampingan

Keberhasilan pendampingan tidak dapat dipisahkan dari kemampuan maupun ketrampilan yang dimiliki oleh pendamping. Keteraturan dalam melaksanakan tahapan pendampingan menjadi kunci keberhasilan. Tahapan pendampingan menurut Adi (2003,250-258) tahapan dalam pendampingan secara umum meliputi:

(36)

Tahap ini mencakup penyiapan petugas yang dimaksudkan untuk menyamakan persepsi antar anggota tim agen perubah mengenai pendekatan apa yang akan dipilih dan penyiapan lapangan, yang bertugas melakukan studi kelayakan terhadap daerah yang akan dijadikan sasaran, baik dilakukan secara informal maupun formal.

2. Tahap Assesment

Mencakup proses pengidentifikasian masalah (kebutuhan yang dirasakan atau feltneeds) dan juga sumberdaya yang di miliki klien.

3. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Pada tahap ini agen perubah secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya.

4. Tahap Pemformulasian Rencana Aksi

Pada tahap ini agen perubah secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya.

5. Tahap Pelaksanaan

Merupakan tahap pelaksanaan perencanaan yang telah dibuat dalam

bentuk program dan kegiatan secara bersama-sama oleh

(37)

Merupakan pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan pada pengembangan masyarakat dan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga.

7. Tahap Terminasi

Merupakan tahap ‘pemutusan’ hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. (Albertina Nasri Lombo,2003:44-45) Juni Thamrin menjelaskan mengenai cara melaksanakan pendampingan yakni :

“ banyak cara melakukan pendampingan dan salah satunya melalui kunjungan lapangan, tujuan kunjungan lapangan ini adalah membina hubungan dekat dengan anak-anak, kedekatan yang dihasilkan akan semakn menumbuhkan kepercayaan anak bahwa kita sunggguh menjadi sahabat, kakak,sekaligus orangtua” (Rina Erviyati, 2007:17).

(38)

f. Langkah-langkah Pendampingan

Kerja pendampingan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat dan sesuka hati. Seluruh kegiatan pendampingan dilakukan secara bersungguh-sungguh dan dilakukan secara bertahap tidak sekaligus. Beberapa tahapan pendampingan diantaranya, yaitu :

1. Menjalin hubungan yang baik dengan orang yang didampingi. 2. Menentukan sumber permasalahan.

3. Merencanakan program yang akan dijalankan sesuai dengan permasalahan yang ada.

4. Menjalankan program yang sudah direncanakan.

Pendampingan sebagai pekerjaan sosial membutuhkan pengetahuan, keterampilan, keberanian, ketekunan, dan memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Karena yang mereka hadapi adalah anak jalanan yang memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga pendamping haruslah pandai-pandai beradaptasi dengan mereka supaya proses pendampingan dapat berjalan dengan lancar dan anak jalanan merasa nyaman akan kedatangan seorang pendamping.

(39)

g. Model Pendampingan

Dalam penanganan pendamping perlu diciptakan model alternatif pendampingan untuk anak jalanan supaya pendampingan lebih terarah/terfokus sehingga tujuan pendampingan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Maka dari itu ada beberapa model alternatif yang diterapkan untuk melakukan pendampingan anak jalanan sesuai dengan fungi dan tujuan dibentuknya model tersebut. Model-model alternatif tersebut antara lain (Laurike & Adi, 2004: 82-83) :

1. Shelter.

2. Sanggar, sebagai tempat untuk anak melakukan segala aktifitas. 3. Crisis center, tempat rehabilitasi anak yang berhadapan dengan

hukum.

4. Drop in center,tempat untuk anak-anak yang kecanduan Napza. 5. Panti asuhan

6. Rumah singgah.

7. Pos-pos kegiatan di perempatan, terminal, bawah jebatan 8. Kelompok kerja / partisipasi masyarakat

Dari beberapa model diatas dapat diuraikan sebagai berikut agar lebih jelas dalam memaknainya :

a. Shelter, model alternatif seperti panti akan tetapi model ini lebih membebaskan anak untuk datang dan pergi lagi kapan mereka mau. Fungsinya untuk konseling anak, sebagai tempat kegiatan, tempat tinggal sementara, tempat anak curhat.

(40)

model sanggar ini adalah meningkatkan skill dan menampung bakat anak, tempat curhat anak, mengurangi waktu mereka di jalan.

c. Crisis center atau lebih dikenal dengan sebutan LSM adalah tempat anak menjalani proses pemulihan mental setelah mereka mengalami tindak kekerasan, kecelakaan, penanganan hukum atau psikologis. Fungsi dari model ini adalah sebagai tempat rehabilitasi anak, memberikan perlindungan untuk anak, ataupun penanganan dan pendampingan terhadap anak yang mengalami proses pidana.

d. Drop in center : metode dimana pendampingan dan penanganan khusus bagi anak yang mengalami masalah tertentu seperti dilacurkan, penyakit ataupun kekerasan. Fungsi dari metode ini adalah rehabilitasi anak yang terkena narkoba, tempat tinggal anak.

e. Panti asuhan metode yang berfungsi untuk anak jalanan yang tidak mempunyai orang tua atau yatim piatu, tempat belajar dan pendampingan yang dilakukan biasanya berdasarkan spiritual atau berpedoman pada agama. f. Rumah singgah: bisa dikatakan tempat singgah sementara yang diciptakan

senyaman mungkin sehingga anak jalanan nyaman. Fungsinya adalah tempat berlindung anak dari resiko di jalan, tempat bermain anak, tempat tinggal anak sehingga pendamping lebih mudah melakukan pendampingan dan monitoring aktifitas dan perkembangan anak dan orang tua mereka.

(41)

merah, terminal, di bawah jembatan atau tempat-tempat di mana anak jalanan sering melakukan aktivitas mereka. Dengan metode ini diharapkan pendampingan lebih fleksibel.

h. Kelompok kerja (partisipasi) masyarakat, metode yang melibatkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi melakukan pendampingan anak jalanan. misalnya masyarakat sendiri yang melakukan pendampingan anak jalanan di wilayahnya masing-masing, bisa menjadi relawan untuk mengajar anak, menyediakan ruang dan fasilitas belajar anak.

Semua model dilakukan dengan satu tujuan yang sama yaitu berusaha melakukan pendampingan kepada anak jalanan dan berusaha membantu mereka keluar dari jalan atau setidaknya mengurangi waktu mereka di jalan, membantu memenuhi hak anak jalanan, melindungi mereka dari berbagai tindak kekerasan ataupun kriminal.

h. Bentuk-bentuk pendampingan

Ada beberapa bentuk pendampingan yang perlu diperhatikan oleh seorang pendamping dalam melakukan pendampingan, diantaranya :

(42)

3. Pendampingan Manajemen diri, memilih pemimpin sendiri, mengatur kegiatan mereka sendiri, seperti melaksanakan pertemuan.

4. Pendampingan Mobilisasi sumber, menghimpun sumber-sumber individual maupun kelompok/instansi melalui tabungan reguler dan sumbangan sukarela dengan tujuan menciptakan modal sosial.

5. Pendampingan Pembangunan dan pengembangan jaringan, pengorganisasian perlu ditingkatkan kemampuan membangun dan mempertahankan

Dari uraian diatas dapat dijelaskan secara terperinci sebagai berikut : a. Pendampingan motivasi, pendamping harus memberikan

pemahaman kepada anak tentang hak mereka sebagai warga negara seperti nilai kebersamaan di masyarakat, interaksi sosial di lingkunganya sehingga anak tidaklah merasa takut atau dikucilkan oleh masyarakat dimana mereka tinggal.

b. Pendampingan peningkatan kesadaran dan pelatihan kemapuan, pendampingan ini menunjukan bahwa seorang anak jalanan harus diberikan pelatihan yang bertujuan meningkatkan potensi/skill mereka sehingga membantu mencitakan matapencaharian sendiri. c. Manajemen diri, disini pendamping mendampingi anak jalanan

untuk berlatih memanajemen dirinya sendiri mulai dari mereka menentukan jadwal mereka sehari-hari sehingga anak jalanan dapat mengatur waktu mereka untuk melakukan atifitas yang produktif. d. Mobilisasi sumber, mengajarkan kelompok untuk menghimpun

(43)

dengan tujuan dana tersebut untuk modal sosial bersama dengan catatan tetap diawasi dan didampingi dalam prosesnya.

e. Pembangunan dan pengembangan jaringan, membangun dan pengembangan jaringan sangatlah penting karena dapat menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap sumber serta kesempatan bagi peningkatan keberdayaan.

2. Anak Jalanan

a. Pengertian Anak Jalanan

Menurut Abdul Hayat (2011:15) menjelaskan anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya digunakan untuk berkeliaran atau mencari nafkah di jalan atau tempat umum lainnya.

Dijelaskan lebih spesifik oleh Edi Suharto (2013:231) anak jalanan adalah anak laki-laki dan perempuan yang mempergunakan sebagian besar waktunya di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya seperti pasar, mall, terminal, stasiun, taman kota untuk hidup atau bekerja di sektor informal seperti menjual koran, mengemis, menjadi pemulung, bahkan mengamen. Hal tersebut di lakukan guna untuk membiayai hidupnya agar dapat bertahan hidup.

Menurut Lusk dalam Abdul Hayat (15:2011) any girl boy for whom the street (in the widest sense of the word, including unoccupied dwellings,

wasteland, etc.) has become his or her habitual abode and/or source of

livelihood; and who is inadequately protected, supervised, or directed by

(44)

tinggal di tanah kosong dan lain sebagainya ) menjadi tempat tinggal sementara dan atau sumber kehidupan; dan tidak dilindungi, diawasi atau diatur oleh orang dewasa yang bertanggung jawab.

Menurut Zeptien Chrystalia fawzie mendefinisikan anak jalanan adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Anak jalanan umumnya berusia 6 -18 tahun yang bekerja di jalanan dan atau bekerja dan hidup di jalan yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari.

Menurut DEPSOS bulan Oktober 1995 (15:2011) anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah berkeliaran di jalan atau di tempat umum lainnya. Usia anak jalanan berkisar antara 6 tahun sampai dengan 18 tahun.

Mereka menghabiskan waktu di jalanan lebih dari 4 jam, dan melakukan aktivitas ekonomi guna untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau sekedar berkeliaran bahkan tidak segan-segan melakukan tindak kriminal. Anak jalanan kebanyakan sudah putus sekolah dan sedikit dari mereka yang berpendidikan tamat SD.

(45)

b. Faktor penyebab menjadi anak jalanan

Saat ini kita bisa dengan mudahnya menjumpai anak jalanan di pusat keramaian kota seperti taman kota, terminal, bahkan di pelataran-pelataran mall. Keberadaan mereka berkaitan dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak antara lain : Kebutuhan fisik, kebutuhan psikis, sosial, dan bahkan spiritual. Anak juga tidak merasa terpenuhi kebutuhannya dalam hal segi rasa nyaman yang membuat mereka tidak mampu untuk menjalankan fungsi sosialnya sebagai anak secara wajar. Maka dari itu anak berusaha untuk melakukan berbagai upaya dengan tujuan untuk mencari segala pemenuhan tersebut baik pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, sosialnya dengan turun ke jalan menjadi anak jalanan.

Dijelaskan lebih spesifik oleh Pungki,dkk (2002) bahwa faktor-faktor anak jalanan disebabkan oleh :

1. Banyaknya fasilitas umum dikota besar yang menawarkan kemudahan seperti; pusat kegiatan perdagangan jasa, transportasi, hiburan, kesenian, perkantoran yang merupakan faktor penarik dari kota tersebut, sehingga membuat semua orang tertarik termasuk anak jalanan,

2. Faktor lingkungan keluarga yang diwarnai oleh ketidakharmonisan, baik perceraian, percekcokan, maupun kehadiran orang tua tiri.

3. Faktor ekonomi rumah tangga yang kurang mendukung memaksa setiap anggota keluarga untuk mencari penghasilan dan nafkah sendiri,

(46)

1. Kondisi ekonomi keluarga

Dimana anak-anak turun ke jalan disebabkan oleh orang tuanya yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka ( kebutuhan sandang, pangan, papan) sehingga mereka mencari segala pemenuhan itu sendiri.

2. Terdapatnya konflik dengan orang tua

Anak membutuhkan suasana aman dan nyaman, ketika keluarga yang dimilikinya dalam kondisi disharmonis tentunya anak akan merasa tidak nyaman tidak bahagia. Jadi terdapat konflik di dalam keluarga menjadi salah satu faktor penyebab anak turun ke jalan.

3. Guna mencari pengalaman

Dalam faktor ini biasanya mereka berasal dari luar kota atau pendatang yang ingin mencari peruntungan di kota besar contohnya Jakarta. Dengan melihat berita atau melihat saudara yang memiliki kesuksesan setelah merantau ke kota besar membuat orang yang melihatnya tergiur dan menarik minat untuk ikut mencoba mencari peruntungan di Kota besar seperti Jakarta. Sebagian besar mereka tidak datng bersama orang tuanya.

(47)

anak jalanan dengan memanfaatkan kemudahan fasilitas umum sebagai tempat mereka beraktivitas atau menghabiskan waktu.

c. Kebutuhan Dasar dan Penanganan Anak Jalanan

Kebutuhan manusia itu mencakup kebutuhan fisik (udara,air,makan), kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi, kebutuhan untuk penghargaan, kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dan juga bertumbuh.

Mujiyadi ( 2011 : 14 ) memaparkan anak jalanan juga memiliki kebutuhan dasar seperti kebutuhaan fisik, psikis, soaial dan juga spiritual. Dijamin oleh PASAL 37 (a) UU No.23 tahun 2002 dalam Abdul Hayat (2011:17) yang menyebutkan bahwa kebutuhan dasar anak meliputi :

1. Hak untuk hidup.

2. Hak untuk tumbuh dan berkembang.

3. Hak untuk mendapatkan perlindungan dan partisipasi.

Semua pihak tentu berkewajiban untuk memenuhi hak-hak yang dimaksud bukan hanya orang tua saja tetapi masyarakat dan Pemerintah juga memiliki andil di dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Namun di dalam segala keterbatasan terdapat permasalahan dimana orang di sekitarnya termasuk keluarganya tidak mampu memberikan kebuthan-kebutuhan tersebut. Menurut Moeliono dalam Mujiyadi (2009 : 12) penyebab anak turun ke jalan disebabkan oleh :

1. Keluarga yang pendidikanya rendah 2. Keluarga yang miskin.

(48)

Hal tersebut merupakan gambaran yang dialami oleh anak jalanan. Untuk itu perlu adanya upaya agar kebutuhan tersebut terpenuhi secara baik dan maksimal. Anak jalanan muncul dengan berbagai faktor, baik dari segi kemiskinan, lingkungan atau keberadaan keluarga ynag tidak berjalan sebagaimana semestinya.

Dari berbagai faktor tersebut Abdul Hayat (2011:15) menggolongkan anak jalanan ke dalam 3 kelompok, yaitu :

1. Children at high-risk. Berawal dari kondisi sosial ekonomi orang tua yang sangat miskin dan umumnya mereka bertempat tinggal di daerah kumuh. 2. Children on the street.Mereka bekerja di jalanan, masih kembali ke keluarga

mereka di kampung namun tidak teratur waktunya. Biasanya mereka bekerja dari pagi hingga sore hari sebagai penyemir sepatu, ojek payung, tukang asongan ataupun kuli panggul dan mereka bertempat tinggal di kawasan kumuh bersama saudara atau teman senasibnya.

3. Children of the street Merupakan anak yang menghabiskan atau memanfaatkan waktunya di jalanan dan sudah tidak berhubungan lagi dengan keluarganya. Anak jalanan dalam kategori ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, korban kekerasan, penolakan dan juga perceraian orang tua. Pada umumnya mereka sudah tidak ingin lagi kembali ke rumah.

(49)

ketrampilan yang cukup untuk hidup di jalanan. Usia-usia mereka sangatlah masih membutuhkan pendampingan.

Rentang usia ini dianggap rawan karena mereka belum mampu berdiri sendiri, labil mudah terpengaruh dan belum mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan yang cukup. Di jalanan memang ada anak yang berusia lima tahun kebawah, tetapi biasanya mereka dibawa orang tuanya atau disewakan untuk mengemis. Memasuki usia enam tahun biasanya dilepas atau mengikuti temannya. Anak-anak yang berusia 18 sampai dengan 21 tahun dianggap pandai bekerja atau dapat mengontrak rumah sendiri bersama teman-temannya.

d. Penanganan Anak Jalanan

Selama ini penanganan anak jalanan yang dilakukan oleh panti-panti asuhan dan Rumah Singgah dinilai kurang efektif dan tidak menyentuh pada akar persoalan. Menurut Mujiyadi (2011:15) terdapat 3 jenis model penanganan, yaitu: 1. Family base, yaitu model penanganan dengan memberdayakan keluarga anak jalanan melalui beberapa metode yaitu melalui pemberia modal usaha, memberikan tambahan makanan, dan memberikan penyuluhan berupa penyuluhan tentang keberfungsian keluarga. Dalam model ini keluarga dituntut berperan aktif dalam membina dan menumbuh kembangkan anak.

(50)

3. Multi-system base, adalah melalui jaringan sistem yang ada mulai dari anak jalanan itu sendiri, keluarga anak jalanan, masyarakat, para pemerhati anak, akademisi, aparat penegak hukum serta instansi yang terkait.

Menurut Departemen Sosial dalam Laila Sakina (2011:9) sebagaimana menjelaskan bahwa penanganan anak jalanan dilakukan dengan metode dan teknik pemberian pelayanan yang meliputi:

1. Street based, penanganan dengan melakukan pendekatan di jalanan melalui pendampingan. Hal ini bertujuan untuk menjalin komunikasi melalui diskusi, konseling dan lain-lain yang tentunya berisikan tentang pemberian wawasan-wawasan dan juga nilai-nilai positif.

2. Community based. Penanganan dengan melibatkan keluarga dan juga masyarakat tempat tinggal anak jalanan. Hal ini bertujuan agar terciptanya sarana pemenuhan kebutuhan anak jalanan guna mencegah anak turun ke jalan. Dalam hal ini diberikan arahan bahwasannya semua pihak memiliki tanggung jawab dan juga agar dapat ikut berpartisipasi dalam mengatasi anak jalanan.

3. Bimbingan sosial. Denga cara dibentuk sikap dan perilakunya sesuai dengan nor ma melalui bimbingan perilaku sehari-harinya.

(51)

3. Rumah Singgah

a. Pengertian Rumah Singgah

Menurut DEPSOS RI (2001:7) menjelaskan Rumah Singgah adalah sebagai wadah yang dipersiapkan guna menjadi perantara bagi pihak-pihak yang ingin membantu anak jalanan . Mereka datang kapan saja pagi, siang ,dan juga bahkan tengah malam dan pekerja sosial berkewajiban melayaninya. Mereka juga akan merasakan apakah Rumah Singgah tersebut menarik kegiatannya dan menyenangkan atau tidak. Itu semua tergantung bagaimana para pekerja sosial berperan dalam menciptakan suasana yang nyaman dan menarik keikutsertaan mereka di dalam kegiatan-kegiatan yang berjalan di Rumah Singgah. Di harapkan anak jalanan secara berangsur-angsur akan menemukan situasi baru di Rumah Singgah dari kehidupan mereka sebelumnya tentunya situasi baru yang membawa mereka ke perubahan kehidupan yang lebih baik. Agar mereka mendapatkan perubahan kehidupan yang lebih baik, Rumah Singgah melakukan program pemberdayaan berupa pelatihan ketrampilan, modal kegiatan ekonomi, dan lain-lain agar mereka dapat mengubah hidup mereka. Fungsi, Tugas dan Tujuan Rumah Singgah Menurut Depsos RI (2013:32) fungsi Rumah Singgah yaitu :

a. Sebagai fasilitator antara anak jalanan dengan keluarga,keluarga pengganti atau juga dengan lembaga lainya.

(52)

c. Metting point, sebagai tempat bertemu antara pekerja sosial dengan anak jalanan agar tercipta sikap persahabatan, sikap terbuka, antara anak jalanan dengan pekerja sosial agar mempermudah dalam menentukan dan melakukan aktivitas apapun.

d. Pusat informasi tentang anak jalanan.

e. Tempat mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak (kuratif dan rehabiliatif).

f. Sebagai tempat berlindung dari berbagai tindak kekerasan dan juga perilaku menyimpang seksual ataupun bentuk kekerasan lainnya.

g. Resosialisasi, upaya untuk mengenalkan kembali norma, situasi dan kehidupan bermasyrakat. Pada sisi lain mengarah pada perlakuan, tanggungjawab dan upaya warga masyarakat terhadap penanganan anak jalanan.

h. Akses terhadap pelayanan, merupakan sebagai persinggahan yang bersifat sementara anak jalanan sekaligus akses kepada berbagai pelayanan sosial.

(53)

Rumah Singgah melakukan pemulihan dimana terdapat suatu keadaan yang bermasalah menjadi suatu kondisi yang baik atau lebih baik. Pemulihan tersebut dilakukan dengan cara membantu individu, ataupun kelompok dan juga masyarakat untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh dirinya sehingga dapat memiliki kemampuan untuk dapat menghadapi permasalahan yang dimiliki atau dihadapi. Menurut Kemensos RI (2013:16), Rumah Singgah memiliki tugas seperti :

a. Memperkuat dan memperbaiki fungsi-fungsi keluarga dan perorangan selaras dengan peranan-peranan yang selalu berkembang.

b. Menyediakan saluran-saluran kelembagaan baru untuk keperluan sosialisasi, pengembangan dan pemberian bantuan, yaitu peranan-peranan yang di masa lampau yang dilakukan oleh keluarga.

c. Mengembangkan bentuk-bentuk lembaga baru untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan baru yang sangat diperlukan oleh perorangan, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat industri dan kota yang kompleks.

(54)

a. Rumah Singgah bertujuan untuk memberikan perlindungan atau melakukan pemulihan kehidupan keluarga.

b. Rumah Singgah membantu mengatasi masalah-masalah yang diakibatkan akibat faktor-faktor yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya. c. Melakukan peningkatan proses perkembangan yaitu membantu individu

ataupun kelompok untuk dapat mengembangkan atau memanfaatkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.

d. Mengembangkan kemampuan orang untuk memahami, menjangkau dan mengusahakan pelayanan yang di butuhkan.

Rumah Singgah merupakan Lembaga Pelayanan Sosial yang bersifat Informal yang membantu anak jalanan untuk menemukan solusi bagi permasalahan hidupnya. Di dalam Rumah Singgah, anak jalanan di harapkan dapat memahami segala bentuk norma yang berlaku di masyarakat agar nantinya anak jalanan dapat hidup normal di tengah-tengah masyarakat. Dengan begitu, Rumah Singgah telah berhasil mencapai tujuannya. Dijelaskan lebih lanjut Rumah Singgah memiliki dua tujuan, yaitu tujuan khusus dan umum.

Menurut DEPSOS RI (2002:7) tujuan umum dari Rumah Singgah adalah membantu anak jalanan dalam menemukan solusi bagi permasalahanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan Khusus Rumah Singgah yaitu :

1. Membentuk kembali sikap dan perilaku anak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

2. Mengupayakan anak untuk dapat kembali ke rumah atau ke panti dan lembaga lainnya.

(55)

Departemen Sosial RI (1999 : 34) menjelaskan beberapa tahapan pelayanan Rumah Singgah ialah sebagai berikut :

1. Tahap Penjangkauan

Pada tahap ini, para pelaksana turun ke jalan untuk bertemu dan berinteraksi dengan anak jalanan yang berada di kantong sasaran. Adapun kegiatan-kegiatan dalam tahap ini meliputi :

2) Berkenalan dengan anak jalanan.

3) Mengidentifikasi anak jalanan secara kelompok seperti: jenis kegiatan, asal daerah, kebiasaan di jalanan dll.

4) Pembentukan kelompok-kelompok di jalanan.

5) Mensosialisasikan manfaat Rumah Singgah kepada anak jalanan. 2. Problem Assesment

Pada tahap ini anak jalanan yang sudah dikenal di motivasi untuk datang ke Rumah Singgah untuk melakukan :

1) Pengisian file anak.

2) Pengisian file perkembangan kemajuan anak sesuai perubahan-perubahan yang terjadi pada anak.

3.Persiapan Pemberdayaan

Pada tahap ini anak jalanan dipersiapkan untuk menerima pelayanan, kegiatan yang utama ialah :Resosialisasi, dimana anak jalanan diperkenalkan tentang peranannya di Rumah Singgah, kegiatan lain dalan tahao ini adalah :

1) Mengadakan bimbingan sosial, baik yang menangani kasus maupun perilaku sehari-hari dengan cara dan metode yang menyenangkan.

2) Membuat jadwal pemeriksaan kesehatan tiap bulan.

3) Mengadakan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan seperti permainan, olahraga, kesenian dan lain-lain.

4. Pemberdayaan

Dalam tahap ini anak jalanan mulai menerima pemberdayaan yang dipilih berdasarkan kemauan sendiri dan diskusi dengan pekerja sosial. Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini antara lain:

1) Mengidentifikasi kebutuhan anak satu persatu menurut kebutuhannya.

2) Memberikan beasiswa

3) Memberikan pelatihan ketrampilan

4) Memantau anak selama memperoleh pelayanan tersebut. 5. Terminasi (Pengakhiran)

Dalam tahap ini anak jalanan sudah selesai menerima pelayanan dan siap dikembalikan kepada keluarganya atau lembaga pengganti. Adapaun kegiatan dalam tahap terminasi ialah :

(56)

Salah satu program Rumah Singgah guna mengatasi anak jalanan sekaligus juga membantu anak jalanan itu sendiri agar dapat menyelesaikan masalahnya dan juga merubah hidupnya menjadi kearah yang lebih baik adalah dengan program pemberdayaan. Pemberdayaan ini bisa melalui Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill). Hal ini juga merupakan bentuk point ke 3 dari tujuan Rumah Singgah dimana bentuk ketercapaiannya adalah bukan hanya menghapuskan mereka dari jalanan, tetapi harus bisa meningkatkan kualitas hidup mereka.

Menurut Elly Kuntjorowati (2011:381) Proses pemberdayaan memiliki dua proses ,yaitu :

1. Menekankan pada proses pemberian atau pengalihan sebagai kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya

2. Menekankan pada proses mendorong dan memotivasi agar individu memiliki kemampuan untuk dapat menentukan apa yang akan menjadi pilihan hidupnya.

(57)

sehingga Rumah Singgah memberikan pelayanan dengan serangkaian kegiatan dalam bidang tertentu yang ditujukan pada individu, kelompok, ataupun masyarakat guna mencapai kehidupan yang sejahtera dan mengembalikan rasa percaya diri anak jalanan serta membekali diri mereka agar dapat bertahan hidup di masa depan.

4. Pendidikan Kecakapan Hidup(Life skill)

a. Pengertian Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill)

Pelayanan kepada anak dilakukan melalui pelayanan kesejahteraan yang berpusat pada hak-hak anak seperti hak untuk tumbuh dan berkembang, hak perlindungan dan partisipasi serta diperhatikan dalam segi kesehatan, pendidikan hingga kepentingan psikis dan juga sosial anak, itu semua guna untuk kebaikan dan kepentingan anak. Pelayanan untuk keluarga anak jalanan dilakukan melalui pemberdayaan bertujuan agar orang tua atau keluarga dapat memenuhi kebutuhan anak.

Salah satu fokus analisis dalam konsep kecakapan hidup ( life skill ) adalah pengembangan kurikulum yang menekankan pada kecakapan hidup. Kecakapan hidup (life skill) ini pada dasarnya membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar .

(58)

Menurut Satori dalam Anwar (2006 : 20) Pendidikan kecakapan hidup (life skill) adalah :

“ Pendidikan yang dapat memberikan bekal ketrampilan yang praktis, terpakai, terkait, dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usahadan potensi ekonomi atau industri yang ada di masyarakat. Kecakapan hidup ( life skill)ini memiliki cakupan yang luas, berinteraksi antara pengetahuan yang diyakini sebagai unsur penting untuk hidup lebih mandiri”.

Pengertian lain menurut Anwar ( 2006 : 21) menyatakan bahwa Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill) adalah :

“Kemampuan berkomunikasi secara aktif, kemampuan mengembangkan kerjasama, melaksanakan peranan sebagai warga negara yang bertanggung jawab, memiliki kesiapan serta kecakapan untuk bekerja , dan memiliki karakter dan juga etika untuk terjun ke dalam dunia kerja”.

Dari berbagai pengertian di atas dapat di simpulkan pendidikan kecakapan hidup (life skill) adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mengarahkan peserta didik memiliki bekal untuk hidup mandiri atau berwirausaha melalui pendidikan yang berisi ketrampilan dan pengetahuan guna peserta didik atau warga belajar dapat mencapai hidup yang lebih baik.

(59)

anak yang berada pada usia pendidikan dasar dan menengah yang tidak dapat mengikuti jenjang pendidikan Formal dikarenakan berbagai alasan hendaknya alternatif pendidikan sepatutnya lebih bnayak memiliki muatan life skill yang tentunya disesuaikan dengan lingkungan sosial dan juga budayanya. Hal ini agar di harapkan dapat membantu untuk meningkatkan harga diri mereka serta kepercayaan diri dalam meraih peluang yang terdapat di lingkungan sosial mereka.

Kecakapan hidup merupakan kecakapan guna berani menghadapi masalah-masalah hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa cemas ataupun tertekan lalu secara kreatif dan produktif mencari atau menemukan solusi untuk menyelesaikan atau mengatasi permasalahan hidupnya dan dapat mewujudkan kehidupan yang sejahtera.

b. Model-model Pendidikan Kecakapan Hidup( Life Skill )

Suatu model kecakapan hidup meliputi 4-H. 4-H ini meliputi Head, Hand, Heart dan Health. Model kecakapan hidup yang pertama kali dikembangkan oleh Universitas Ohio ini pada dasarnya dikembangkan atas dasar pemahaman manusia guna mengatasi permasalahan hidupnya. Di bawah ini pendeskripsian lebih lanjut mengenai 4-H :

1. Head( Otak )

(60)

1. Heart( Hati )

Bagaimana cara membangun komunikasi yang menguntungkan semua pihak. Memiliki kebaikan dan afeksi terhadap orang lain.

2. Hand(Tangan)

Melakukan action dengan bekerja agar dapat menghasilkan pendapatan.

3. Health(Sehat)

Melakukan gaya hidup sehat dan juga melaksanakan aktualisasi diri.

Pemahaman mengenai 4-H tersebut adalah bahwasannya kecakapan hidup perlu dibentuk dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang disebut dengan pendidikan kecakapan hidup, dimana pendidikan kecakapan hidup merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, sikap dan kemampuan yang memungkinkan warga belajar untuk dapat hidup mandiri.

Menurut Ditjen Diklusepa (2003: 6) di dalam pendidikan kecakapan hidup , terdapat empat pilar prinsip pendidikan, kelima pilar prinsip pendidikan tersebut adalah :

1. Learning to know ( Dimana tujuan belajar adalah untuk memperoleh pengetahuan ).

2. Learning to do( Yakni belajar untuk melakukan pekerjaan ). 3. Learning to be( Belajar agar menjadi orang yang berguna ).

4. Learning to live together ( Belajar untuk dapat hidup bersama orang lain).

Menurut Anwar (2006 : 21) Departmen Pendidikan Nasional Kecakapan hidup dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Generic life skill ( Kecakapan hidup generik ) b. Specific life skill( Kecakapan hidup spesifik )

(61)

kecakapan sosial (social skill). Kecakapan hidup spesifik adalah kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu. Kecakapan ini terdiri dari kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional (vocational skill).

Menurut konsep di atas, kecakapan hidup adalah kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya.

c. Ciri-ciri pembelajaran Kecakapan Hidup(Life Skill)

Pada hakekatnya pendidikan kecakapan hidup ini membantu dan membekali peserta didik dalam pengembangan kemampuan belajar, menyadari dan mensyukuri potensi diri, berani menghadapi problema kehidupan, serta mampu memecahkan persoalan secara kreatif. Pendidikan kecakapan hidup bukan mata pelajaran baru, akan tetapi sebagai alat dan bukan sebagai tujuan. Penerapan konsep pendidikan kecakapan hidup terkait dengan kondisi peserta didik dan lingkungannya seperti substansi yang dipelajari, karakter peserta didik, kondisi sekolah dan lingkungannya.

Pendidikan life skill hendaknya pendidikan yang nantinya benar-benar dapat digunakan oleh peserta didik untuk berwirausaha atau untuk bekal hidup mandiri dan tentunya sebelum melaksanakan program pendidikan life skill ini harus memerhatikan need assesment. Adapun ciri-ciri Pendidikan life skills Menurut Depdiknas,2003 dalam Anwar ( 2006 : 21 ) adalah:

(62)

2. Terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama.

3. Terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri, belajar, usaha mandiri, usaha bersama.

4. Terjadi proses penguasaan kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik, manajerial, kewirausahaan .

5. Terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan dengan benar, menghasilkan produk bermutu.

6. Terjadi proses interaksi saling belajar dari ahli. 7. Terjadi proses penilaian kompetensi

8. Terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha bersama.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan ciri-ciri pembelajaran life skill adalah seharusnya disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan oleh peserta didik dan melalui pembelajaran life skill peserta didik dapat merubah dirinya menjadi lebih baik baik melalui usaha mandiri,bersama,atau segala sesuatu hasil dari proses pengembangan diri. Di dalam proses pembelajaran life skill ini juga terdapat proses bertukar pikiran, interaksi , pencarian solusi untuk masalah yang sedang dialami peserta didik.

d. Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup(Life Skills)

Pendidikan life skills bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh manusia, diharapkan setelah mengikuti program pendidikan life skills akan mampu menghadapi persoalan guna memperoleh kehidupan yang layak. Menurut Anwar (2006: 43) Tujuan Pendidikanlife skillsadalah:

(63)

yang ada di masyarakat, sesuai dengan prinsip manajeman berbasis sekolah. life skills dilaksanakan untuk masyarakat yang memerlukan pelayanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan untuk melengkapi pendidikan nonformal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan warga belajar khususnya dan masyarakat umum”.

Lebih lanjut Menurut Ditjen Diklusepa dalam Khotimah Suci (2014: 17) Pendidikan Kecakapan Hidup(life skills)memiliki tujuan, yaitu:

“pendidikan (life skills) yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan luar sekolah bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan sikap warga belajar di bidang pekerjaan/ usaha tertentu sesuai dengan bakat dan minatnya sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan tujuan life skill adalah sebuah proses pembelajaran yang mengarahkan , membekali peserta didik agar dapat mendapatkan solusi untuk permasalahanya serta membekali peserta didik agar dapat hidup mandiri , mendapati hidup yang lebih baik dan menjadikan hidupnya menjadi berkualitas.

5. Penyelenggaraan program a. Tahapan perencanaan program

(64)

Prosesnya disebut sistematis dikarenakan dalam pelaksanaannya menggunakan prinsip- prinsip tertentu. Menurut Waterson dalam Sudjana (2000:61) mengemukakan bahwa :

“Hakekatnya perencanaan merupakan usaha sadar, terorganisasi, dan terus menerus dilakukan untuk memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif tindakan guna mencapai tujuan. Perencanaan bukan kegiatan tersendiri melainkan merupakan suatu bagian dari proses pengambilan keputusan yang kompleks”.

Dapat disimpulkan bahwa keputusan yang diambil di dalam perencanaan berkaitan dengan rangkaian tindakan atau kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan di masa yang akan datang. Rangkaian kegiatan dilakukan dengan alasan untuk mewujudkan kemajuan atau keberhasilan sesuai dengan yang diinginkan dan juga agar tidak terjadi hal yang tidak diharapkan .

Terdapat ciri-ciri dalam perencanaan, adapun ciri-ciri perencanaan ialah sebagai berikut :

1.` Perencanaan merupakan model pengambilan keputusan secara rasional dalam memilih dan menetapkan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan.

2. Perencanaan berorientasi pada perubahan dari keadaan masa sekarang kepada suatu keadaan yang diinginkan di masa datang sebagaimana dirumuskan dalam tujuan yang akan dicapai.

3. Perencanaan melibatkan orang-orang ke dalam suatu proses untuk menentukan dan menemukan masa depan yang diinginkan.

4. Perencanaan memberi arah mengenal bagaimana dan kapan tindakan akan diambil serta siapa pihak yang terlibat dalam tindakan atau kegiatan itu.

5. Perencanaan melibatkan perkiraan tentang semua kegiatan yang akan dilalui atau akan dilaksanakan. Perkiraan itu meliputi kebutuhan, kemungkinan-kemungkinan keberhasilan, sumber-sumber yang digunakan.

(65)

7. Perencanaan sebagai titik awal untuk dan arahan terhadap kegiatan pengorganisasian, penggerakan, pembinaan, penilaian, dan pengembangan.

Terdapat hal-hal yang perlu di perhatikan oleh pendidik mengenai persiapan, hal yang perlu dilakukan dalam mempersiapkan segala hal yang dilakukan oleh pendidik ialah :

a. Menentukan kelompok sasaran.

Langkah ini penting karena kegiatan ini akan lebih terarah dan mengena pada peserta didik. Secara umum yang dimaksud dengan sasaran adalah semua pihak yang terkait dengan program.

b. Mengidentifikasi kelompok sasaran.

Mengidentifikasi adalah kegiatan mencari, menemukan, dan mencatat data tentang sasaran peserta didik, kemudian data tersebut diolah menjadi informasi.

c. Mempelajari data tentang kelompok sasaran.

Berdasarkan data yang telah diidentifikasi tersebut, akan diperoleh berbagai informasi tentang kebutuhan dan masalah yang perlu diatasi serta mengkaji sumber-sumber dan peluang yang tersedia, serta kendala yang mungkin ditemui. Upaya ini diakhiri dengan mencari alternatif kegiatan untuk memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah.

d. Menentukan prioritas kebutuhan dan masalah

(66)

dengan kelompok sasaran, tokoh masyarakat dan/atau pihak-pihak lainnya yang terkait.

e. Menetapkan topik dan tujuan motivasi

Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pendidik sesudah prioritas kebutuhan dan/atau masalah ditentukan.

f. Menyusun materi

Materi harus sesuai dengan tujuan. Materi disusun secara sistimatis atau berurut, dimulai dari bahan yang mudah menuju ke bahan yang lebih sulit atau dari materi yang konkrit ke arah materi yang abstrak. Materi berdasarkan sumber-sumber yang relevan seperti buku, pengalaman sendiri, dan nara sumber.

g. Menilih dan menentukan metode

Di dalam memilih dan menentukan metode perlu dipertimbangkan karakteristik, sasaran, situasi, dan juga fasilitas yang tersedia.

h. Menyiapkan daftar sasaran

Daftar sasaran perlu dipersiapkan guna untuk mengetahui kehadiran, catatan-catatan khusus mengenai peserta didik dan informasi guna kegiatan tindak lanjut.

i. Menentukan waktu dan tempat

(67)

sehingga diharapkan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan program.Sudjana (2000:218-220)

b. Tahap Pelaksanaan Program

Beberapa langkah yang perlu dilakukan di dalam tahap pelaksanaan program ialah :

1. Melakukan konsultasi kepada masyarakat

Melakukan konsultasi kepada masyarakat agar bisa memperoleh masukan antara lain mengenai kondisi masyarakat, saran-saran atau mungkin juga bantuan dari pemuka masyarakat untuk pelaksanaan program. 2. Berkomunikasi dengan sasaran

Dalam berkomunikasi menggunakan materi, metode dan tekhnik serta waktu dan tempat sebagaimana telah diuraikan dalam tahapam persiapan. 3. Menjelaskan manfaat

Penjelasan disampaikan dengan menarik perhatian, menggugah hati, membangkitkan keinginan, meyakinkan, dan melaksanakan pesan dalam upaya memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan program.

4. Mencatat sasaran dan peristiwa

Adanya daftar yang telah dipersiapkan mengenai sasaran atau peserta didik, hal tersebut digunakan untuk mencatat kejadian-kejadian yang dianggap penting sewaktu berlangsungnya program. Sudjana (2000:221). c. Tahap Evaluasi

(68)

pengambilan keputusan. Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam evaluasi :

1. Menetapkan tujuan

Bertujuan untuk mengetahui tercapainya tujuan, proses, dampat, dan/atau faktor-faktor pendukung.

2. Menyusun instrumen penilaian

Instrumen terdiri atas pedoman wawancara, pedoman observasi, dan/atau angket yang digunakan untuk menghimpun data/informasi dari berbagai pihak yang terkait.

3. Mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data

Data dan informasi yang telah terkumpul kemudian diolah dengan tekhnik yang cocok, dan kemudian disajikan baik secara tertulis maupun secara visual.

4. Penggunaan hasil penillaian

Data atau informasi yang telah disajikan digunakan sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan. Produk pengambilan keputusan itu bisa upaya penghentian atau tindak lanjutnya seperti perluasan, modifikasi, atau peningkatan motivasi. Sudjana (2000:221-222)

2. Penelitian Relevan

(69)

Hasil dari penelitian tersebut antara lain : 1) Anak jalanan muncul dari berbagai faktor mulai dari faktor ekonomi, lingkungan hingga keberadaan keluarga yang tidak harmonis, 2) Dari berbagai faktor itu menjadikan anak jalanan dibagi menjadi 3 kelompok (Children at high risk, Children on the street, Children of the street).3) Penanganan anak jalanan sebaiknya ditujukan bukan hanya tertuju pada anak jalanan saja melainkan keluarga anak jalanan juga perlu disentuh, ditangani melalui program pemberdayaan. Sedangkan dalam penelitian ini , penelitian akan mendeskripsikan tentang Pelaksanaan Program Kewirausahaan Dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Anak Jalanan Di Rumah Singgah Hafara Yogyakarta.

3. Kerangka Berpikir

Fenomena anak jalanan sebetulnya sudah berkembang lama, tetapi saat ini semakin menjadi perhatian dunia, seiring dengan meningkatnya jumlah anak jalanan di berbagai kota besar di dunia. Kehidupan yang keras, keharusan untuk hidup mandiri, perhatian yang kurang dari orang tua, lingkungan tempat tinggal yang tidak kondusif, minimnya kesempatan untuk bersekolah merupakan faktor yang mempengaruhi konsep diri pada anak jalanan.

(70)

mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya.

Terdapat pula kondisi dimana fungsi keluarga tidak berjalan dengan semestinya sehingga anak tidak merasa terpenuhi secara kebutuhan yang semestinya di dapat dari keluarga seperti rasa aman,nyaman,kasih sayang bahkan nilai eksistensinya sehingga dia mencarinya segala pemenuhan tersebut di jalanan bersama teman sebayanya.

Anak jalanan sebenarnya termasuk kelompok masyarakat yang membutuhkan perlindungan baik perlindungan dari pemerintah, masyarakat, maupun keluarganya. Terdapat beberapa pihak yang menyadari dan meliki sikap kepedulian bahwa sesungguhnya permasalahan sosial anak jalanan sangat memerluka perhatian

Gambar

Tabel. 1 Kisi-Kisi Pedoman Observasi
Tabel. 3 Kisi-Kisi Pedoman Dokumentasi
Gambar 1. Struktur Organisasi Rumah Singgah HAFARA

Referensi

Dokumen terkait

I. di ka\\asan scbelah selatan Jl. l'gaglik dan tcnnasuk kcdalam Kclurahan Tambal..sari dan bcrbatasan dengan Kelurahan Kapasari dan Kclurahan Tambal.rejo.

Salah satu teknologi yang dapat memaksimalkan resource pada jaringan yaitu jaringan Metro Ethernet yang dimana merupakan jaringan yang di implemntasikan pada area Metropolitan

Kriteria tentang Komisaris Independen menurut Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI) dan peraturan BEJ, 1 Juli 2000, adalah sebagai berikut: l) Komisaris

Menurut Soemitro, (dalam Mardiasmo, 2003) yang dimaksud dengan pajak adalah “Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

Peneliti : Bagaimana cara penemuan kembali arsip dinamis pada Kantor Dirjen Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO) Yogyakarta kaitannya dengan

Nilai manfaat tumbuhan paku epifit selain untuk keperluan media pembelajaran yang dapat diteliti dan dipelajari, nilai manfaat tumbuhan paku epifit juga dapat

Peta Ancaman Tanah Longsor Metode SNI Dari hasil pemetaan ancaman SNI, diperoleh sebesar 70,495% dari wilayah Kabupaten Banjarnegara memiliki tingkat ancaman tinggi,

Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau bisa dikatakan dengan suatu