• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) DALAM PENDIDIKAN KESETARAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSISTENSI KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL) DALAM PENDIDIKAN KESETARAAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

(LIFE SKILL) DALAM PENDIDIKAN KESETARAAN

Oleh

Dr. Wahyudi, M.Pd.

A. Pendahuluan

Era revolusi industri 4.0 ditandai dengan kecepatan komunikasi, kecerdasan buatan menggantikan manusia (robotic technology), pertumbuhan eksponensial komputer (computing power) yang sedang terjadi pada saat ini diperlukan paradigma baru dalam sistem pendidikan dunia dalam rangka mencerdaskan umat manusia dan tetap dalam ikatan persaudaraan. Pemikiran ini direspon oleh UNESCO yang merekomendasikan “empat pilar pendidikan” yaitu

learning to do, learning to know, learning to be, dan learning to live together.

Konsep dari empat pilar pendidikan menaruh perhatian pada pemberdayaan warga belajar agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya. Dalam proses pendidikan hendaknya bahan belajar yang dipilih mampu memberikan suatu pekerjaan alternatif kepada peserta didiknya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia sekitarnya (learning to know). Diharapkan hasil interaksi dengan lingkungannya itu dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be). Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang bervariasi akan membentuk kepribadian untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup karena itu pembelajaran tidak cukup hanya diberikan dalam bentuk keterampilan untuk dirinya sendiri, tetapi juga keterampilan untuk hidup bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan hidup dalam pergaulan antar bangsa dengan semangat kesamaan dan kesejajaran (learning to

life together). Keempat pilar tersebut merupakan pilar-pilar belajar yang dijadikan

salah satu rujukan dalam pelak-sanaan pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal yang bertujuan pada hasil belajar aktual yang diperlukan dalam kehidupan nyata di masyarakat.

(2)

Berkaitan dengan pemahaman peserta didik terhadap lingkungannya, paham konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan mutakhir menganggap semua peserta didik mulai dari pendidikan usia dini sampai perguruan tinggi memiliki gagasan/pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa/gejala lingkungan di sekitarnya meskipun pengetahuan ini sering kali miskonsepsi. Para ahli pendidikan berpendapat bahwa inti kegiatan pendidikan adalah memulai pelajaran dari “apa yang diketahui peserta didik”. Guru atau tutor tidak dapat mengindoktrinasi gagasan ilmiah supaya peserta didik mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non-ilmiah menjadi gagasan/pengetahuan ilmiah. Dengan demikian, arsitek pengubah gagasan peserta didik adalah peserta didik itu sendiri dan guru/tutor hanya berperan sebagai fasilitator dan menciptakan kondisi belajar yang dialogis dan interaktif.

Menyikapi gagasan konstruktivisme dimaksud, kurikulum 1994 menaruh perhatian pada sejumlah mata pelajaran muatan lokal yang berfungsi memberikan pelu-ang untuk mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Satuan pendidikan dasar dapat menambah mata pelajaran sesuai dengan keadaan lingkungan dan ciri khas pendidikan yang bersangkutan dengan tidak me-ngurangi kurikulum yang berlaku secara nasional. Muatan lokal dapat berupa bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, kerajian daerah, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal lain yang dianggap perlu oleh sekolah atau daerah yang bersangkutan (Depdiknas, 1994).

Perkembangan selanjutnya diberlakukan kurikulum 2004 yang dikenal dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yaitu semua kegiatan dan pengalaman belajar siswa dibawah tanggung jawab sekolah agar siswa memiliki kemampuan tertentu secara bulat/utuh yang merupakan perpaduan pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan di ukur. Kurikulum berbasis kompetensi dikembangkan dengan prinsip, (1) mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan (berisi prinsip-prinsip pokok, bersifat fleksibel sesuai dengan perkembangan jaman dan iptek), (2) pengem-bangannya melalui proses akreditasi yang memungkinkan mata pelajaran dimodif-ikasi.

(3)

Belum lama kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dilaksanakan, selanjutnya diberlakukan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (PP 19 tahun 2005). Sedangkan prinsip-prinsip pengembangan meliputi; (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (2) beragam dan terpadu, (3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) relevan dengan kebutuhan kehidupan, (5) menyeluruh dan berkesinambungan, (6) belajar sepanjang hayat, (7) seimbang antara kepentingan na-sional dan kepentingan daerah. Dalam Struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tercantum secara tegas pendidikan kecakapan hidup.

B. Pengertian Kecakapan Hidup (life skills)

Kecakapan hidup (life skills) sering disalah artikan sebagai keterampilan ta-ngan (vocational skills) atau kemampuan psikomotorik saja, padahal life skills mem-punyai makna lebih luas dari sekedar vocational skills. Sebagaimana dikemukakan oleh Anwar (2004: 20) bahwa program pendidikan life skills, pendidikan yang dapat memberikan bekal keterampilan yang praktis, terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha dan potensi ekonomi atau industri yang ada di masyara-kat. Dengan demikian life skills memiliki cakupan yang luas dapat dinyatakan seba-gai kecakapan untuk hidup. Istilah hidup tidak semata-mata memiliki keterampilan tertentu (vocational job) namun ia harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional yaitu, membaca, menulis, menghitung, merumuskan, dan meme-cahkan masalah, mengelola sumberdaya, dan terus berupaya meningkatkan kemam-puan diri sesuai dengan tuntutan dunia kerja.

Life skills mengacu pada berbagai ragam kemampuan yang diperlukan seseo-rang untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat di masyarakat. Seseorang yang mempunyai kecakapan hidup memiliki keberanian dalam menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mam-pu mengatasinya. Depdiknas (2003)

(4)

mengklasifikasi ciri-ciri pembelajaran life skills sebagai berikut, (1) terjadi proses identifikasi kebutuhan belajar, (2) terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama, (3) terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk me-ngembangkan diri, belajar, usaha mandiri, usaha bersama, (4) terjadi proses pengua-saan kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik, manajerial, kewirausahaan, (5) terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan dengan benar, menghasilkan produk bermutu, (6) terjadi proses interaksi saling belajar dari ahli, (7) terjadi proses penilaian kompetensi, dan (8) terjadi pendampingan teknis untuk be-kerja atau membentuk usaha bersama. Program pembelajaran jalur pendidikan for-mal maupun pendidikan non-formal wajib memberikan keterampilan pilihan

life skill oleh nara sumber teknis, sehingga keterampilan yang dikuasai peserta

didik dapat dijadikan bekal untuk bekerja dan berusaha untuk mendukung pencapaian taraf hidup yang lebih baik.

C. Life Skill Dalam Sistem Pendidikan Nasional

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah pada Departemen Pen-didikan Nasional mengkalsifikasi life skills (kecakapan hidup) menjadi empat kom-ponen utama yaitu; (1) kecakapan personal (Personal skills) yang mencakup keca-kapan mengenal diri (self awareness) dan kecakapan berpikir rasional (thinking skills), (2) kecakapan sosial (Social skills), (3) kecakapan akademik (Academic skills), dan (4) kecakapan vokasional (Vocational skills). Ilustrasi kecakapan hidup dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut:

(5)

Gambar: Klasifikasi Kecakapan Hidup (Life Skills)

Kecakapan mengenal diri, pada dasarnya merupakan penghayatan diri seba-gai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya. Kecakapan berfikir

rasional mencakup kecakapan menggali dan menemukan informasi, kecakapan

mengolah informasi dan mengambil keputusan serta kecakapan memecahkan masalah secara kreatif. Untuk membelajarkan masyarakat, perlu adanya dorongan dari pihak luar atau pengkondisian untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri masing-masing individu dalam arti bahwa keterampilan yang diberikan harus dilandasi keterampilan belajar (learning skills).

Keterampilan personal, seperti pengambilan keputusan, problem-solving, ke-terampilan ini paling utama menentukan seseorang dapat berkembang. Sebagai con-toh, pemeliharaan kesehatan diri dan keluarga meliputi kebiasaan hidup sehat, meng-hindari penyakit, olah raga, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan kemampuan mengakses dan menggunakan jasa medis sewajarnya. Keterampilan

Konsep Kecakapan Hidup

Personal

skill

Sosial skill

Academic

skill

Vocational

skill

Berpikir rasional Mengenal diri

Lif

e skills

Generic life skill

(6)

menelepon meliputi memperoleh nomor telepon, mencari informasi melalui telepon, dan sopan santun telepon dengan orang lain.

Kecakapan sosial atau kecakapan antar personal (interpersonal skills) men-cakup kecakapan berkomunikasi dengan melakukan empati, dan kecakapan bekerja sama. Empati sikap penuh pengertian dan melakukan berkomunikasi dua arah. Me-nyampaikan pesan dengan menggunakan bahasa yang jelas dan santun dalam me-nyampaikannya.

Dua kecakapan hidup yang diuraikan di atas biasanya disebut sebagai keca-kapan yang bersifat umum (kecakapan hidup generik = general life

skills/GLS). GLS diperlukan oleh siapapun, baik mereka yang telah bekerja,

mereka yang tidak beker-ja/penganggur, dan mereka yang sedang menempuh pendidikan. Selain itu perlu di-tambah dengan akhlak yang mulia, artinya semua kecakapan itu harus didasari oleh akhlaq mulia.

Kecakapan hidup yang bersifat spesifik (specific life skills/SLS) diperlukan seseorang untuk menghadapi problema bidang tertentu. Life skills yang bersifat khusus biasanya disebut juga sebagai kompetensi teknis (technical competencies) yang terkait dengan materi mata pelajaran atau mata-diklat tertentu dan pendekatan pembelajarannya. SLS mencakup kecakapan pengembangan akademik (kecakapan akademik) dan kecakapan fungsional yang terkait dengan pekerjaan tertentu.

Kecakapan akademik (academic skills/AS) seringkali disebut kemampuan berfikir ilmiah, pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berfikir rasional masih bersifat umum, kecakapan akademk sudah lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat akademik/keilmuan. Kecakapan akademik mencakup antara lain melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu, merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian, serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan sesuatu gagasan.

Kecakapan vokasional (vocational skills/VS) seringkali disebut dengan “kecakapan kejuruan”, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdpat di masyarakat. Perlu disadari bahwa di alam kehidupan nyata, antara general life skills (GLS) dan specific life skills (SLS) tidak berfungsi

(7)

secara terpisah. Hal yang terjadi adalah peleburan kecakapan-kecakapan tersebut sehingga menyatu menjadi sebuah tindakan individu yang melibatkan aspek fisik, mental, emosional dan intelektual. Derajat kualitas tindakan individu dalam banyak hal di-pengaruhi oleh kualitas kematangan berbagai aspek pendukung tersebut di atas.

D. Kecakapan hidup (life skills) dalam Kurikulum Pendidikan Kesetaraan Gagasan untuk memasukkan muatan kecakapan hidup dalam kurikulum pendidikan di sekolah sudah mulai dirintis sejak diberlakukannya kurikulum tahun 1994 dengan memberikan keleluasaan pada sekolah untuk menambah mata pelajaran muatan lokal yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional. Muatan lokal diidentifikasi dari kearifan lokal dapat berupa bahasa daerah, kesenian daerah, kerajian daerah, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal lain yang dianggap perlu oleh sekolah atau daerah yang bersangkutan (Depdikbud, 1994). Gagasan awal tersebut kemudian dilanjutkan pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yaitu semua kegiatan dan pengalaman belajar siswa dibawah tanggung jawab sekolah agar siswa memiliki kemampuan tertentu secara bulat/utuh yang merupakan perpaduan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat diamati dan di ukur. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) membekali berbagai kompetensi kepada siswa yang tidak dapat melanjutkan pendidikan agar dapat bekerja se-cara mandiri ataupun bekerja untuk orang lain.

Muatan kecakapan hidup secara tegas dikembangkan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dengan prinsip-prinsip (1) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (2) bera-gam dan terpadu, (3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) relevan dengan kebutuhan kehidupan, (5) menyeluruh dan berkesinambungan, (6) belajar sepanjang hayat, (7) seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Kurikulum pendidikan kesetaraan yang meliputi kelompok belajar paket “A”, Kejar Paket “B” dan Kejar Paket “C”, tentunya memberikan bobot yang

(8)

lebih besar pada muatan kecakapan akademik dibandingkan dengan program keaksaraan fungsional, programn kursus, ataupun program yang sejenis.

Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Kimia, Biologi, Matematika, Mata pelajaran Sains, Mata pelajaran teknlogi informasi dan komunikasi tentunya mendapat prioritas dalam mengembangkan kecakapan akademik (academic skills). Mengembangkan kecakapan akademik dengan mengkaji pokok-pokok bahasan dalam mata pelajaran yang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai kecakapan hidup.

Specific life skill dan Generic life skill berjalan seiring dalam pembelajaran

program pendidikan kesetaraan namun penekanan secara proporsional pada aspek

Vocational skill yaitu kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu

yang terdapat di masyarakat. Sedangkan praktek pembelajaran program pendidikan kesetaraan tetap pada program pembelajaran abad ke XXI sebagai pilar pembelajaran yaitu (a) program pembelajaran yang diberikan hendaknya mampu memberikan kesadaran kepada masyarakat sehingga mau dan mampu belajar (learning how to learn), (b) bahan belajar yang dipilih hendaknya mampu memberikan suatu pekerjaan alternatif kepada peserta didiknya (learning to do), (c) pembelajaran hendaknya mampu memberikan memotivasi untuk hidup dalam era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan (learning to be), dan (d) pembelajaran tidak cukup hanya diberikan dalam bentuk keterampilan untuk dirinya sendiri, tetapi juga keterampilan untuk hidup bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan hidup dalam pergaulan antar bangsa dengan semangat kesamaan dan kesejajaran (learning to life together).

Penulis berharap kepada pembaca yang kompeten dapat menelaah kecakapan hidup pada pendidikan kesetaraan sehingga mempunyai arah yang jelas dan pada akhirnya dapat memberikan bekal kepada warga belajar agar sukses hidup di masyarakat.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. 2004. Pendidikan Kecakapan Hidup (life Skills Education). Bandung: Alfa-beta

Depdiknas. 2004. Standar Kompetensi: Bahan Kajian dan Peta Kompetensi Mata

Pelajaran. Jakarta: Balitbang Depdiknas.

Depdiknas. 1994. Kurikulum Tahun 1994. Jakarta: Depdikbud

Depdiknas 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004. Jakarta: Ba-litbang Depdiknas

Depdiknas. 2005. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Balit-bang Depdiknas.

Djati Sidi, I. 2003. Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta: Penerbit Paramadina. Zamroni. 2003. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Jakarta: Bigraf Publishing

Referensi

Dokumen terkait

Peta Ancaman Tanah Longsor Metode SNI Dari hasil pemetaan ancaman SNI, diperoleh sebesar 70,495% dari wilayah Kabupaten Banjarnegara memiliki tingkat ancaman tinggi,

Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau bisa dikatakan dengan suatu

Hasil monitoring yang ditampilkan pada layar LCD pada KWH Meter mempunyai hasil yang sama dengan yang dipancarkan melalui modul WiFi ESP 8266, dan jarak modul WiFi ESP8266 dengan

Dengan kata lain, energi detektor mendeteksi throughput di suatu kanal dengan inputan uncertain noise lebih lambat dikarenakan tidak tahannya energy detektor dengan noise

Salah satu teknologi yang dapat memaksimalkan resource pada jaringan yaitu jaringan Metro Ethernet yang dimana merupakan jaringan yang di implemntasikan pada area Metropolitan

Penelitian ini menyajikan analisis SWOT pada sebuah perusahaan agroindustri kopi yaitu Kadatuan Koffie yang melakukan proses bisnis agroindustri kopi dari hulu hingga

Kelompok II (perlakuan), terdiri 3 sampel luka dari 3 ekor tikus putih dengan 1 luka eksisi pada punggung sebelah kanan selanjutnya diberi minyak biji bunga matahari secara

Hal-hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk mengangkat judul Analisis Musikal dan Makna Tekstual Hoho Dalam Tari Faluaya Pada Masyarakat Nias Di