BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Tanah
Analisis tanah merupakan salah satu pengamatan selintas untuk mengetahui karakteristik tanah sebelum maupun setelah dilakukan penelitian. Analisis tanah dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor.
Analisis dilakukan dua kali yaitu analisis tanah awal dalam Tabel 4.1 dan analisis tanah setelah penelitian dalam Tabel 4.2 sehingga hasil analisis dapat menggambarkan kondisi tanah penelitian.
4.1.1. Karakteristik Tanah
Tabel 4.1. Analisis Tanah Awal Lahan Penelitian
Sifat Tanah
Hasil Analisis
Tanah
Kriteria
Tekstur
Pasir (%) 6
Liat
Debu (%) 30
liat (%) 64
pH
H2O 5.86 Agak Masam
Bahan Organik
C-Organik (%) 1,39 Rendah
N-total (%) 0,45 Sedang
C/N 3,15 Sangat rendah
Ekstrak HCl 25%
P2O5 (mg/100 g) 82,92 Sangat tinggi
K2O (mg/100 g) 6,09 Sangat rendah
Bray 1 (mg P2O5/kg) 26,25 Sangat tinggi
Ekstrak CH3COONH4 1 M pH 7
Ca (cmol(+)/kg) 32,29 Sangat tinggi
Mg (cmol(+)/kg) 6,70 Tinggi
K (cmol(+)/kg) 0,10 Rendah
Na (cmol(+)/kg) 0,26 Rendah
KTK (cmol(+)/kg) 34,31 Tinggi
18 N. Kadar P total (HCl 25%) sangat tinggi dan P tersedia (Bray 1) tinggi. Tanah jenuh oleh hara P sehingga pemberian hara P dilakukan hanya untuk mengembalikan hara yang terangkut saat panen. Jamil dkk. (2014) menyatakan hara P tinggi disebabkan pemberian hara P yang relatif tinggi sejak lama pada lahan sawah di Jawa. Kadar K (HCl 25% dan Ekstrak NH4OAc 1 N pH 7) rendah sehingga diperlukan pemupukan K untuk menyediakan hara K bagi tanaman dan memperbaiki hara K dalam tanah. Kadar bahan organik tanah rendah dan rasio C/N sangat rendah pula. Kondisi tersebut menyebabkan kesuburan tanah rendah yang disebabkan berkurangnya aktivitas mikroorganisme. Salah satu penyebab rendahnya bahan organik tanah adalah tidak dilakukannya pengembalian jerami panen oleh petani.
Kapasitas tukar kation (KTK) pada pada lahan penelitian berstatus tinggi menurut Hardjowigeno (2010) tanah dalam dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah. Terdapat hubungan linier antara peningkatan Ca dan Mg terhadap KTK tanah sehingga kadar Ca dan Mg yang tinggi diikuti oleh KTK tinggi.
Berdasarkan analisis tanah awal (Tabel 4.1.) pada lokasi penelitian dapat dinyatakan lokasi metode petak omisi memiliki kendala utama pada hara N dan K dan tanah jenuh terhadap hara P serta bahan organik menjadi kendala selanjutnya. Dari hasil analisis tanah awal Balai Penelitian Tanah Bogor menetapkan dosis pemupukan 250 kg urea ha-1, 50 kg SP-36 ha-1 dan 100 kg KCl ha-1 atau 112,5 kg N ha-1, 18 kg P ha-1, dan 60 kg K ha-1.
Tabel 4.2. Analisis Tanah setelah Penelitian di Lahan Penelitian
Perlakuan N-total (%) P2O5 (mg/100g) K2O (mg/100g)
Kontrol 0,09aSR 48,12aT 2,52aSR
PK (-N) 0,09aSR 54,06abT 5,17aSR
NP (-K) 0,07aSR 49,19abT 1,61aSR
NK (-P) 0,11aR 49,53abT 2,37aSR
N (-PK) 0,11aR 51,23abT 1,63aSR
NPK 0,09aSR 60,41bST 5,24aSR
19 Hasil analisis tanah setelah penelitian pada Tabel 4.2 menunjukkan penurunan kadar hara nitrogen dalam tanah dari sebelumnya, hara N yang awalnya berkriteria sedang menjadi rendah dan sangat rendah. Kehilangan nitrogen dapat terjadi dari (1) pencucian hara N oleh air hujan, (2) terangkut saat panen, (3) terikat oleh mineral tanah, (4) dimanfaakan oleh organisme.
Dari analisis hara fosfor setelah penelitian, terjadi perubahan kriteria dari sangat tinggi pada pengamatan analisis tanah awal menjadi tinggi dan perlakuan NPK menunjukkan hara P yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa hara P digunakan oleh tanaman dan terangkut saat panen. Menurut Goswami (1986) Pergantian kondisi kering dan basah yang berkepanjangan akan menurunkan persentase P disebabkan oleh fiksasi oleh Al pada keadaan tanah masam (kering) dan fiksai oleh Fe pada keadaan masam (tergenang) serta fiksasi oleh Ca pada keadaan tanah alkalis. Demikian pula pada hara kalium, kehilangan kalium terlihat dari jumlah hara K pada analisi tanah awal rendah dan setelah penelitian menjadi sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa hara K telah dimanfaatkan oleh tanaman atau terikat oleh mineral tanah.
Pada analisis uji DMRT yang ditunjukkan pada Tabel 4.2 menyatakan bahwa pengamatan kadar nitrogen dan kalium pada setiap perlakuan petak omisi tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa permberian 250 kg N ha-1 dan 100 kg K ha-1 tidak meningkatkan hara N dan K yang tersedia oleh tanah setelah panen. Pada analisis P, perlakuan pupuk lengkap yaitu NPK memiliki perbedaan secara nyata dengan kontrol. Perlakuan NPK memiliki kadar hara dalam tanah tertinggi yaitu 60.41 mg/100g. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk P bersamaan dengan pupuk lain (N dan K) akan meningkatkan kadar hara dalam tanah. Dobermann dan Fairhurst (2000) mengatakan bahwa respon tanaman terhadap pupuk nitrogen dan fosfor akan rendah apabila terjadi kekurangan unsur kalium. Pemupukan berimbang terjadi apabila dilakukan pengelolahan hara yang tepat.
4.2.Analisis Jaringan Tanaman
20 salah satu pengamatan selintas yang ditetapkan, untuk mendukung pengamatan utama. Hasil Analisis jaringan tanaman merupakan gabungan antara analisis jaringan gabah dan jerami padi. Nitrogen, Fosfor, dan Kalium merupakan unsur hara yang dianalisis untuk mengetahui kadar hara tersebut pada tanaman padi lahan penelitian.
Tabel 4.3. Hasil Analisis Jaringan Tanaman
Perlakuan N (%) P (%) K (%)
Jerami Gabah Jerami Gabah Jerami Gabah
Kontrol 0,44D 0,55D 0,04D 0,55S 1,51S 0,63S PK (-N) 0,32D 0,60D 0,07S 0,77S 1,69S 0,61S NP (-K) 0,34D 0,65D 0,04D 1,11S 0,89S 0,55S NK (-P) 0,43D 0,65D 0,06D 0,99S 1,56S 0,55S N (-PK) 0,31D 0,59D 0,04D 1,19S 1,87S 0,28S NPK 0,46D 0,67D 0,09S 0,50S 1,58S 0,48S Keterangan : kriterian hasil analisis jaringan tanaman defisiensi dan safisien (klasifikasi menurut
Dobermann dan Fairhurst (2000)) D= Defisiensi dan S= Safisien.
Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), tanaman padi yang mengalami defisiensi unsur hara N, P, dan K apabila hasil analisis jaringan yang terdapat di tanaman setelah panen baik gabah dan jerami yaitu nitogen <0,93% pada gabah dan <0,51% pada jerami, Fosfor < 0,18% pada gabah dan 0,07% pada jerami, Kalium < 1,17% pada gabah dan <0,22% pada jerami. Pada hasil analisis jaringan tanaman tabel 4.3 diketahui bahwa terjadi defisiensi hara nitrogen pada setiap perlakuan baik pada gabah maupun jerami. Perlakuan dengan N (NP, NK, N, dan NPK) dan tanpa N (PK dan Kontrol) menghasilkan kadar N yang minim bagi tanaman. Menurut Abdulrachman dan Sembiring (2008) dalam Purwanto (2011) rendahnya penggunaan pupuk N pada tanaman padi terbesar disebabkan oleh nitrifikasi-denitrifikasi, volatilisasi dan leaching. Hara N menjadi hara yang sangat dibutuhkan dalam lokasi penelitian. Kadar hara N tertinggi pada perlakuan NPK. Menurut Munawar (2011) gejala kekahatan N adalah batangnya pendek, anakan berkurang,daun-daunnya kecil dan tampak pucat berwarna kekunangan pada awal pertumbuhannya. Rendahnya hara N yang diserap oleh tanaman juga akan menurunkan produksi padi.
21 (Basah), berhenti saat pada kondisi kering pada lahan sawah tadah hujan. Terjadinya penggenangan pada saat fase generatif menyebabkan hara P dalam gabah cukup. Hara kalium pada lahan penelitian cukup untuk proses pertumbuhan tanaman dengan hasil analisis berkriteria safisien, baik pada gabah maupun jerami. Tercukupinya hara K disebabkan kerena perubahan Kdd dalam tanah menjadi K larut yang mensuplai hara K untuk tanaman.
4.3. Pengaruh Pupuk N, P, dan K terhadap Pertumbuhan Padi.
22
4.3.1.Tinggi Tanaman
Gambar 4.1. Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Penelitian Petak Omisi.
Data grafik pertumbuhan tanaman pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada perlakuan NK (-P) lebih tinggi dari pada setiap perlakuan. Perlakuan terendah yaitu tanpa pupuk. Perlakuan NPK memiliki nilai tinggi tanaman lebih rendah dari pada perlakuan NK (-P). Lebih rendahnya tanaman dalam perlakuan lengkap (NPK) disebabkan karena kadar P total maupun tersedia dalam tanah hasil analisis awal sangat tinggi sehingga pemupukan P akan mengakibatkan penekanan terhadap unsur hara lainnya yang berdampak terhadap tinggi tanaman padi.
Tabel 4.4. Data Tinggi Tanaman Penelitian Petak Omisi
Perlakuan Tinggi Tanaman
S1 (Tanpa Pupuk) 60,18a
S2 (PK (-N)) 62,07a
S3 (NP (-K)) 77,67bc
S4 (NK (-P)) 81,80d
S5 (N (-PK)) 75,75b
S6 (NPK) 80,30cd
Keterangan: angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 5%
23 dilaporkan oleh Soplanit dan Nukuhaly (2012) menyatakan bahwa perlakuan pupuk N (NP, NK, dan NPK) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi.
Dalam pengamatan selanjutnya perlakuan pemupukan NK tidak berpengaruh nyata dibandingkan dengan perlakuan pupuk lengkap (NPK). Analisis tersebut menunjukkan bahwa tinggi tanaman tidak respon terhadap pemberian pupuk P pada lokasi penelitian sehingga penggunaan pupuk P dapat dikurangi. Pengurangan penggunaan pupuk P akan meningkatkan efisiensi pemupukan. Tetapi pada perlakuan NP berbeda secara signifikan dengan perlakua PK, yang menunjukkan bahwa pemberian N dan P secara bersamaan akan meningkatkan tinggi tanaman pada lahan penelitian.
Dalam pemberian pupuk N saja tidak efektif dalam penelitian ini terbukti dari data yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara nyata pada perlakuan N(-PK) dibandingkan dengan perlakuan pupuk NK dan NPK. Data tersebut menunjukkan bahwa pemupukan K dibutuhkan dalam pertumbuhan. Sehingga N dan K merupakan pembatas hara dalam pertumbuhan tanaman padi dilokasi penelitian pemupukan N,P, dan K dengan metode petak omisi.
Dari Tabel 4.4 juga menunjukkan bahwa perlakuan PK tidak berbeda nyata terhadap perlakuan Kontrol. Sehingga pemberian PK tanpa N akan menurunkan tinggi tanaman dan jumlah anakan. Wihardjaka dan Wade (2005) melaporkan hal yang sama bahwa pemberian PK saja tidak memiliki respon yang nyata pada lahan sawah tadah hujan.
24
Gambar 4.2. Laju pertumbuhan jumlah anakan pada setiap hari pengamatan Jumlah anakan dihitung jumlah tanaman dalam satu rumpun.
Pada Gambar 4.2 menunjukkan bahwa puncak jumlah anakan tertinggi terjadi pada 30 hari setelah tanaman pada setiap pelakuan dan berangsur menurun hingga pengukuran saat panen. Perlakuan NPK memiliki jumlah anakan tertinggi pada 30 hari setelah tanam tetapi pengukuran saat panen jumlah anakan produktif NPK hampir sama dengan jumlah anakan perlakuan N (-PK) dan NK (-P) tetapi secara keseluruhan jumlah anakan dengan pemupukan N memiliki perbedaan yang sangat mencolok dengan perlakuan tanpa pemupukan N.
Tabel 4.5. Data Jumlah Anakan Penelitian Petak Omisi
Perlakuan Jumlah Anakan
S1 (Tanpa Pupuk) 7.73a
S2 (PK (-N)) 8,13a
S3 (NP (-K)) 12,73b
S4 (NK (-P)) 13,90b
S5 (N (-PK)) 13,13b
S6 (NPK) 13,63b
Keterangan: angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 5%.
Dari hasil analisis statistik pada Tabel 4.5 juga menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemupukan N ( NP, NK, N , dan NPK) berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan dibandingkan perlakuan tanpa pemupukan N. Sehingga hara N sangat berperan penting dalam pembentukkan jumlah anakan dalam setiap rumpun. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa perlakuan N (-PK) tidak berbeda nyata dengan perlakuan NP, NK, dan NPK. Hal ini menyatakan bahwa penggunaan pupuk P dan K tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah anakan rumpun-1.
4.4. Pengaruh Pemupukan N, P, dan K terhadap Komponen Hasil Padi.
25
Tabel 4.6. Hasil Analisis Komponen Hasil Padi Penelitian Metode Petak Omisi Perlakuan
Jumlah Malai rumpun-1
Jumlah gabah total
malai-1
Jumlah gabah isi
malai-1 1000 butir
tangkai Butir butir % g
S1 (Tanpa Pupuk) 7,13a 71,94a 59,91a 83,3 24,38
S2 (PK (-N)) 7,50a 74,28a 60,34a 81,2 25,60
S3 (NP (-K)) 11,67b 86,22bc 74,46b 86,4 24,67
S4 (NK (-P)) 12,80b 89,78c 73,42b 81,8 25,92
S5 (N (-PK)) 12,90b 82,27b 71,06b 86,4 25,04
S6 (NPK) 12,77b 82,3b 68,05b 82,7 26,51
Keterangan: angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 5%
Dari analisis statistika pada Tabel 4.6 dengan uji DMRT menyatakan bahwa perlakuan dengan pupuk N (NP, NK, N dan NPK) secara signifikan mampu meningkatkan jumlah malai rumpun-1, jumlah gabah total malai-1 dan jumlah gabah isi malai-1. Sehingga hara Nitrogen sangat dibutuhkan dalam meningkatkan beberapa komponen hasil padi. Hasil penelitian Nath et al. (2012) menunjukkan hal yang sama bahwa tanpa pemberian pupuk nitrogen akan menghasilkan jumlah malai dan jumlah gabah malai-1 terendah.
Hara nitrogen memiliki peran yang penting dalam pembentukkan malai padi karena jumlah malai memiliki hubungan linier dengan jumlah anakan. Pada perlakuan N (-PK) tidak berbeda secara signifikan terhadap perlakuan N (NP, NK, dan NPK) sehingga pada perlakuan ini menunjukkan bahwa pemberian hara nitrogen saja cukup meningkatkan jumlah malai rumpun-1. Hara K merupakan pembatas hara kedua dalam penentuan jumlah malai rumpun-1 ditunjukkan dari perbandingan perlakuan NP (-K) dan NPK yaitu 11,67 butir dan 12,77 butir. Peranan P dalam penelitian tidak begitu terlihat karena lokasi penelitian memiliki kadar P yang tinggi sehingga tanaman tidak respon terhadap pemberian pupuk P.
Jumlah gabah malai-1 terdiri dari beberapa komponen yang dihitung yaitu Jumlah gabah total malai-1 dan jumlah gabah isi malai-1. Jumlah gabah total malai -1
26 cenderung berbeda nyata. Hasil analisis menunjukkan penggunaan hara N dengan K dapat meningkatkan jumlah gabah total pada lahan penelitian dengan status hara P pada lokasi tinggi. Setelah dilanjutkan pengamatan gabah isi malai-1, didapatkan hasil analisis bahwa antara perlakuan NP, NK, N dan NPK tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa P dalam tanah cukup dalam proses pengisian biji
Menurut Munawar (2011) menyatakan bahwa kecukupan P dapat memacu kemasakan tanaman, terutama pada biji-bijian dan mengurangi masa untuk pemasakan biji. Kadar P total maupun tersedia yang tinggi dalam tanah berperan penting dalam pengisian biji dilokasi, terlihat pada perlakuan N (-PK) yang memiliki hasil gabah isi tidak berbeda nyata dengan perlakuan NP (-K), NK (-P), dan NPK.
Pada berat 1000 butir menujukkan peranan K dalam peningkatan berat isi gabah. Pada pengukuran berat 1000 butir diketahui bahwa perlakuan tanpa K (kontrol, NP , dan N ) merupakan perlakuan dengan berat terendah yaitu 24,38 gram, 24,67 gram, dan 25,04 gram. Hara K sangat berperan dalam pengisian biji pada serelia. Selain itu, juga K terlibat dalam pengangkutan hasil-hasil fotosintesis (assimilate) dari daun ke jaringan organ reproduksi dan penyimpanan (Munawar, 2011). Sehingga kahat K akan menurunkan berat 1000 butir. Rosmarkam dan Yuwono (2002) menegaskan kekurangan hara kalium menyebabkan produksi merosot karena organ penyimpanan memiliki berat yang rendah.
Dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pemupukan NPK memiliki berat 1000 butir paling berat yaitu 26,51 gram dan diikuti oleh pemupukan NK(-P) yaitu 25,92 gram. Hasil analisis statistik NPK dan NK (-P) tidak menunjukkan perbedaan secara nyata terhadap berat 1000 butir. Sehingga pemupukan P yang diaplikasikan tidak berpengaruh nyata mampu meningkatkan berat 1000 butir gabah pada lokasi penelitian.
4.5. Pengaruh Pemupukan N, P, dan K terhadap Hasil Padi.
27 merupakan pengamatan utama yang menentukan respon pemupukan berupa gabah panen.
Tabel 4.7. Hasil Gabah Panen Padi pada Penelitian Metode Petak Omisi.
Perlakuan Gabah Panen (t ha
-1 )
GKP GKG
S1 (Tanpa Pupuk) 4,21a 3,05a
S2 (PK (-N)) 4,33a 3,12a
S3 (NP (-K)) 7,10b 5,08b
S4 (NK (-P)) 7,53b 5,38b
S5 (N (-PK)) 7,30b 5,21b
S6 (NPK) 7,24b 5,19b
Keterangan: angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada kepercayaan 5%
Data gabah kering panen dan gabah kering giling Tabel 4.7 menunjukkan pemberian pupuk N (NP, NK, N dan NPK) berbeda nyata jika dibandingkan tanpa pupuk N (Kontrol dan PK). Hal ini menunjukkan bahwa N sangat berpengaruh terhadap hasil panen padi. Oleh karena itu perlakuan tanpa pupuk N terbukti menekan produktivitas padi sehingga nitrogen merupakan pembatas hara produksi. Amin et al. (2013) melaporkan hal yang sama bahwa nitrogen merupakan pembatas hara yang paling membatasi hasil panen.
28 NPK, dan NP tidak dibenarkan penerapannya di lapangan karena apabila tidak ada input dari luar, hara dalam tanah saja yang akan berperan, sehingga pemupukan berimbang sesuai setatus hara perlu diterapkan.
Dari analisis data, hara nitrogen merupakan pembatas hara produksi utama dalam penelitian disusul hara kalium yang merupakan pembatas hara produksi kedua. Hara fosfor bukan merupakan pembatas hara produksi karena sudah tersedia cukup di dalam tanah.
4.6. Hara Terangkut Saat Panen
Tabel 4.8. Data Jumlah Hara yang Terangkut Saat Panen
Perlakuan Gabah Jerami Gabah + Jerami
N P K N P K N P K
kg ha-1
Kontrol 16,7 16,7 24,3 17,3 1,7 45,7 33,9 18,4 70,0 PK (-N) 18,8 23,1 27,3 13,9 3,0 51,9 32,7 26,1 79,2 NP (-K) 33,1 57,6 37,9 23,4 3,0 44,9 56,4 60,6 82,8 NK (-P) 35,2 53,9 43,3 32,4 4,8 85,7 67,6 58,7 129,0 N (-PK) 30,6 61,9 18,3 20,1 2,6 57,2 50,7 64,5 75,5
NPK 34,9 26,3 35,0 34,4 6,6 84,3 69,3 32,9 119,3 Menurut Linquist dan Sengxua (2001) kehilangan unsur hara dari tanah dapat disebabkan oleh terangkut saat panen, leaching, runoff, erosi, dan berubah menjadi gas hilang ke atmosfir. Unsur hara makro umumnya hilang melalui terangkut saat panen. Hara yang terangkut saat panen menunjukkan jumlah serapan hara yang diserap oleh tanaman. Dari Tabel 4.8 diketahui jumlah hara yang terangkut pada gabah dan jerami padi saat panen yang di laksankan pada sawah tadah hujan.
29 Dari total hara yang terangkut (gabah dan jerami), hara K yang paling banyak diserap oleh tanaman dibandingkan dengan hara lain pada sawah tadah hujan. Percobaan Linquist dan Sengxua (2001) menyatakan dari hasil panen 2,4 ton diketahui hara yang terangkut yaitu 29,8 kg N ha-1, 5,9 kg P ha-1, dan 34,4 kg K ha-1. Sehingga percobaan tersebut menyatakan hara K lebih banyak dibutuhkan oleh tanman pada sawah tadah hujan. Pada setiap perlakuan menunjukkan bahwa semakin tinggi hasil produksi yang dihasilkan, semakin tinggi pula hara yang harus diberikan. Sebab bila tanah tidak dicukupi dengan hara yang berasal pupuk, maka hara yang berasal dari tanah saja yang akan menentukan tingkat hasil (Abdulrachman et al., 2009).
Pengembalian jerami setelah panen ke lahan sawah sangat jarang dilakukan oleh petani. Petani cenderung menggunakannya sebagai bahan makan ternak ataupun dilakukan pembakaran. Padahal pengembalian jerami dapat dimanfaatkan sebagai pembenah kandungan bahan organik dalam tanah. Kandungan hara pada jerami pada Tabel 4.8 juga dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000) sekitar 40 % nitrogen, 30-35% fosfor, 80-85% kalium, dan 40-50% sulfur terangkut saat panen dan saat dilakukan pembakaran jerami, hara N hampir semua hilang, 25% P hilang, 20% K hilang, dan 5-60% sulfur hilang pada jerami panen. Oleh karena itu pengembalian jerami sangat membantu dalam perbaikan lahan pertanian.
30
Gambar 4.3. Hubungan Serapan N Gabah dengan Hasil Gabah (GKG) (kiri), dan Hubungan Serapan P Gabah dengan Hasil Gabah (GKG) (kanan). Peningkatan produktivitas padi juga dipengaruhi oleh serapan hara N oleh tanaman sehingga pemberian pupuk N sangat dibutuhkan. Menurut Soplanit dan Nukuhaly 2012 menyatakan bahwa perlakuan pupuk N berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman. Data korelasi antara serapan N dengan berat gabah juga memiliki hubungan yang sangat kuat dengan nilai 0,94. Grafik bagian kiri pada Gambar 4.3. menunjukkan hubungan antara serapan N baik pada gabah maupun gabah dan Jerami. Dari grafik hubungan antara serapan N gabah dengan berat gabah dinyatakan dengan persamaan y = -0,0042x2 + 0,3488x – 1,7257 (R² = 0,9443; n=18; y= berat gabah t GKG ha-1; x= serapan N gabah kg ha-1).
Serapan P sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah dan jumlah hujan selama masa tanam. Serapan P gabah dan berat gabah pada lahan sawah tadah hujan memiliki hubungan yang kuat dengan niai korelasi 0,77. Grafik bagian kanan pada Gambar 4.3. menunjukkan hubungan serapan P gabah dengan berat gabah dinyatakan persamaan y = -0,0029x2 + 0,2744x – 0,8236 (R² = 0,7537; n=6; y= berat gabah t GKG ha-1; x= serapan P gabah kg ha-1). Sedangkan Hubungan serapan K dengan berat gabah berbeda dengan hara N maupun P. Hubungan serapan K memiliki hubungan yang lebih rendah dalam peningkatan berat gabah. Serapan K gabah dengan berat gabah memiliki hubungan yang lemah dengan nilai korelasi 0,27.
4.8. Efisiensi Agronomi N, P dan K
Efisiensi pemberian pupuk pada lahan penelitian dapat dilakukan dengan mengetahui Efisiensi agronomi. Fairhurst et al. (2007) menyatakan bahwa penggunaan pupuk akan menjadi efisiensi apabila (1) sebagian besar pupuk yang diberikan dapat diserap oleh tanman dan (2) terdapat peningkatan hasil untuk setiap pupuk yang diberikan.
Tabel 4.9. Nilai Efisiensi Agronomis N,P dan K
Unsur Hara Nitrogen Fosfor Kalium
Efisiensi Agronomis
31 Pada nilai efisiensi agronomi (Tabel 4.8) pada lahan penelitian diketahui bahwa nilai efisiens pupuk N adalah 18,4 kg kg-1 hal ini menunjukkan bahwa setiap kg pupuk N yang ditambahkan mampu memberikan tambahan hasil gabah sebanyak 18,4 kg. Hasil penelitian Doberman et al (2004) menyatakan bahwa nilai optimal efisiensi agronomi N ditingkat petani berkisar antara 18-25 kg kg-1. Nilai maksimum 25 dapat dicapai dengan pengelolahan tanaman yang maksimal dan kondisi iklim yang mendukung ( radiasi matahari yang tinggi). Pada nilai efisiensi agronomi pupuk kalium terjadi peningkatan hasil gabah 1,83 kg gabah untuk setiap penambahan kg pupuk kalium. Peningkatan hasil yang terjadi karena penambahan hara K tidak terjadi peningkatan hasil yang besar. Selain itu menurut Roberts (2008) menyatakan pemberian pupuk tepat jumlah, waktu, dan tempat akan meningkatkan efisiensi pemupukan.
Sedangkan nilai efisiensi untuk pupuk fosfor memliki nilai -10,5 kg kg-1, yang berarti bahwa penambahan pupuk akan menurunkan hasil panen gabah pada lahan penelitian. Hal ini menujukkan bahwa tanah memiliki kadar P yang cukup atau jenuh sehingga penambahan pupuk fosfor tidak terlalu diperlukan karena penambahan akan mengakibatkan penekanan terhadap unsur hara lain. Menurut Haefele et al. (2000) dalam Susanto (2013) Masih rendahnya efisiensi penggunaan pupuk dan penyeragaman takaran pemupukan akan berdampak pada penurunan produktivitas dan keuntungan usaha tani padi.