• Tidak ada hasil yang ditemukan

Miskonsepsi IPA fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se- Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Miskonsepsi IPA fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se- Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman."

Copied!
321
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN SLEMAN

Pungky Gupitawati (121134191) Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini dilatarbelakangi dari prestasi siswa pada mata pelajaran IPA rendah, hal tersebut dikarenakan rendahnya pemahaman konsep yang dimiliki siswa, sehingga menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Penyebab miskonsepsi salah satunya adalah kemampuan siswa dalam memahami konsep dilihat dari perbedaan jenis kelamin karena antara siswa laki-laki dan perempuan memiliki tingkat kemampuan dan inteligensi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan miskonsepsi siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman (2) mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode pengambilan data survei. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman yang menggunakan kurikulum KTSP yaitu sebanyak 656 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah 242 siswa yang ditetapkan menggunakan ketentuan tabel Krejcie dan Morgan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif berupa data miskonsepsi dari jawaban siswa dan data tentang jenis kelamin siswa. Analisis untuk melihat perbedaan miskonsepsi siswa kelas V SD dilihat dari jenis kelamin siswa dilakukan dengan menggunakan Two Independent Samples Test dengan uji Mann Whitney pada SPSS versi 20.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman pada konsep gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, proses pembentukan tanah karena pelapukan, dan struktur bumi. Hasil analisis data yang kedua diketahui tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA fisika dilihat dari jenis kelamin siswa. Terbukti dari hasil uji Mann-Whitney Test menunjukkan bahwa harga sig(2-tailed) pada instrumen soal pilihan ganda adalah 0,517 serta pada soal uraian memperoleh harga sig(2-.tailed) 0,223, karena kedua harga sig(2-.tailed) yang didapatkan lebih dari 0,05 maka artinya tidak ada perbedaan Miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman dilihat dari jenis kelamin baik pada instrumen soal pilihan ganda maupun uraian.

(2)

ABSTRACT

PHYSICS SUBJECT MISCONCEPTIONS BY FIFTH GRADE ON SECOND SEMESTER OF STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN PRAMBANAN

DISTRICT, SLEMAN

Pungky Gupitawati (121134191) Sanata Dharma University

2016

The background of this research is students’ low achievement on physics subject because of the students’ low concept-understanding, so it causes the misconception. One of the causes of misconception is students’ understanding is based on the different gender, because male and female students have different understanding and intelligence. The objectives of this research are: (1) to describe the misconceptions by fifth grade students in all Prambanan district state elementary schools, (2) to know the different physics subject misconceptions

based on students’ gender.

This research is descriptive quantitative research by using survey-data-taking. The population of this research are 656 fifth grade students on second semester of state elementary schools in Prambanan district, Sleman which use KTSP curriculum. The samples of this research are 242 students which are chosen by using Krejcie and Morgan table. The data analysis in this research is

using descriptive analysis in form of misconception data from students’ answer and students’ gender data. The analysis uses Two Independent Samples Test with

Mann Whitney test in SPSS 20 version, to see the different misconception by fifth grade students, seen from students’ gender.

The result of this analysis shows that there is physics subject misconception by fifth grade students on second semester of state elementary schools in Prambanan district, Sleman on the force, simple device, light characteristics, ground-making process because of corrosion, and earth structure concepts; and there is no physics subject misconception that is seen from

students’ gender. This can be seen from Mann-Whitney Test that shows sig point (2-tailed) in the multiple choices instrument is 0,517 and also the sig point in the essay instruments (2-tailed) 0,223. Because of both sig point (2-tailed) are more than 0,05, it means there is no physics subject misconception in both multiple choices and essay instrument by fifth grade of state elementary schools in

Prambanan district, Sleman, which is seen from student’s gender.

(3)

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI

SE-KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

PUNGKY GUPITAWATI

NIM: 121134191

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI

SE-KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

PUNGKY GUPITAWATI

NIM: 121134191

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur Alhamdulilah aku persembahkan karya sederhana ini kepada Allah SWT yang selalu memberikan kesehatan, keselamatan,

kemudahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

Ibu dan Bapakku tercinta

Ibu Tri Ambarwati dan Bapak Suharji yang senantiasa memberikan doa dan dukungan dalam bentuk moril maupun material

Adekku tersayang

Arsha Devi Pradilawati yang selalu memberikan semangat dan dukungan

M. Rizka Kusuma Wardhana, Ibu Warjini, dan Bapak Usman Haris

Terimakasih atas doa, perhatian, semangat serta kasih sayangnya

Teman-teman satu payung skripsi miskonsepsi IPA Fisika terimakasih atas kebersamaan dan solidaritas dalam proses pengerjaan

skripsi ini

Teman-teman PPL SD Negeri Nogopuro (Ardi, Anas, Tina, Ones, dan Vero) terimakasih atas motivasi dan dukungannya

(8)

v

MOTTO

Semakin keras usaha seseorang akan semakin kuat

pendirian untuk meraih keberhasilan.

Sesulit apapun pekerjaan, akan mudah bila dipelajari

dengan sungguh-sungguh.

Waktu yang tepat tidak akan pernah datang bila kau hanya

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 8 Agustus 2016 Peneliti

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Pungky Gupitawati

Nomor Mahasiswa : 121134191

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD

NEGERI SE-KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN SLEMAN”

Beserta perangkat yang diperlukan (Bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 8 Agustus 2016 Yang menyatakan,

(11)

viii ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN PRAMBANAN KABUPATEN SLEMAN

Pungky Gupitawati (121134191) Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini dilatarbelakangi dari prestasi siswa pada mata pelajaran IPA rendah, hal tersebut dikarenakan rendahnya pemahaman konsep yang dimiliki siswa, sehingga menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Penyebab miskonsepsi salah satunya adalah kemampuan siswa dalam memahami konsep dilihat dari perbedaan jenis kelamin karena antara siswa laki-laki dan perempuan memiliki tingkat kemampuan dan inteligensi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan miskonsepsi siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman (2) mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode pengambilan data survei. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman yang menggunakan kurikulum KTSP yaitu sebanyak 656 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah 242 siswa yang ditetapkan menggunakan ketentuan tabel Krejcie dan Morgan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif berupa data miskonsepsi dari jawaban siswa dan data tentang jenis kelamin siswa. Analisis untuk melihat perbedaan miskonsepsi siswa kelas V SD dilihat dari jenis kelamin siswa dilakukan dengan menggunakan Two Independent Samples Test dengan uji Mann Whitney pada SPSS versi 20.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman pada konsep gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, proses pembentukan tanah karena pelapukan, dan struktur bumi. Hasil analisis data yang kedua diketahui tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA fisika dilihat dari jenis kelamin siswa. Terbukti dari hasil uji Mann-Whitney Test menunjukkan bahwa harga sig(2-tailed) pada instrumen soal pilihan ganda adalah 0,517 serta pada soal uraian memperoleh harga sig(2-.tailed) 0,223, karena kedua harga sig(2-.tailed) yang didapatkan lebih dari 0,05 maka artinya tidak ada perbedaan Miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman dilihat dari jenis kelamin baik pada instrumen soal pilihan ganda maupun uraian.

(12)

ix

ABSTRACT

PHYSICS SUBJECT MISCONCEPTIONS BY FIFTH GRADE ON SECOND SEMESTER OF STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN PRAMBANAN

DISTRICT, SLEMAN

Pungky Gupitawati (121134191) Sanata Dharma University

2016

The background of this research is students’ low achievement on physics subject because of the students’ low concept-understanding, so it causes the misconception. One of the causes of misconception is students’ understanding is based on the different gender, because male and female students have different understanding and intelligence. The objectives of this research are: (1) to describe the misconceptions by fifth grade students in all Prambanan district state elementary schools, (2) to know the different physics subject misconceptions based on students’ gender.

This research is descriptive quantitative research by using survey-data-taking. The population of this research are 656 fifth grade students on second semester of state elementary schools in Prambanan district, Sleman which use KTSP curriculum. The samples of this research are 242 students which are chosen by using Krejcie and Morgan table. The data analysis in this research is using descriptive analysis in form of misconception data from students’ answer and students’ gender data. The analysis uses Two Independent Samples Test with Mann Whitney test in SPSS 20 version, to see the different misconception by fifth grade students, seen from students’ gender.

The result of this analysis shows that there is physics subject misconception by fifth grade students on second semester of state elementary schools in Prambanan district, Sleman on the force, simple device, light characteristics, ground-making process because of corrosion, and earth structure concepts; and there is no physics subject misconception that is seen from students’ gender. This can be seen from Mann-Whitney Test that shows sig point (2-tailed) in the multiple choices instrument is 0,517 and also the sig point in the essay instruments (2-tailed) 0,223. Because of both sig point (2-tailed) are more than 0,05, it means there is no physics subject misconception in both multiple choices and essay instrument by fifth grade of state elementary schools in Prambanan district, Sleman, which is seen from student’s gender.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman”.

Skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar (S.Pd) di Universitas Sanata Dharma. Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Karena itu dengan segala kerendahan hati, peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan izin penelitian.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

4. Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan, dorongan serta motivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

(14)

xi

6. Prof. Dr. Paulus Suparno, SJ, M.ST., Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si., Ari Trisnawati, S.Pd., dan Agustinus Tarmadi, S.Pd., yang telah membantu peneliti dalam melakukan uji validasi sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

7. Seluruh dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan seluruh staf karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ilmu dan pelayanan selama peneliti menjadi mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

8. UPT Pelayanan Pendidikan Kecamatan Prambanan Sleman atas bantuan dan kerjasamanya.

9. Kepala sekolah dan guru SD Negeri Kelas V se-Kecamatan Prambanan Sleman, yang telah memberikan ijin penelitian dan berpartisipasi dalam penelitian ini.

10. Seluruh siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Sleman tahun ajaran 2014/2015 yang telah membantu selama penelitian berlangsung.

11. Lima siswa kelas V SD Negeri Candiroto 1, Temanggung yang telah membantu penelitian.

12. Kedua orang tuaku Tri Ambarwati dan Suharji yang selalu memberikan doa dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Adikku Arsha Devi Pradilawati yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

14. M. Rizka Kusuma Wardhana, Ibu Warjini, dan Bapak Usman Haris yang selalu memberikan doa, motivasi, dan semangat.

(15)

xii

16. Teman-teman PPL SD Negeri Nogopuro (Ardy, Anas, Tina, Ones, dan Vero) atas dukungan dan motivasinya.

17. Bapak Ibu guru SD Negeri Nogopuro atas bimbingan dan motivasi yang diberikan.

18. Teman-teman prodi PGSD angkatan 2012 yang senantiasa bekerjasama selama menempuh perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.

19. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah memberikan doa, semangat, dukungan dan bantuan kepada peneliti.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terimakasih.

(16)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ...xvi

DAFTAR GAMBAR ...xviii

DAFTAR LAMPIRAN ...xxi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Identifikasi Masalah ...6

C. Batasan Masalah ...6

D. Rumusan Masalah ...7

E. Tujuan Penelitian ...7

F. Manfaat Penelitian ...8

G. Definisi Operasional ...9

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka ...11

1. Konsep ... 11

2. Konsepsi ... 13

3. Miskonsepsi ...14

(17)

xiv

5. Pembelajaran IPA di SD Kelas V Semester 2 ... 27

6. Jenis Kelamin ...43

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 45

C. Kerangka Berpikir ...50

D. Hipotesis ... 51

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...52

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 54

1. Waktu Penelitian ...54

2. Tempat Penelitian ...54

C. Populasi dan Sampel ...55

1. Populasi ... 55

2. Sampel ... 56

D. Variabel Penelitian ...61

E. Teknik Pengambilan Data ... 62

F. Instrumen Penelitian ...63

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 68

1. Validitas ... 68

2. Reliabilitas ...81

H. Teknik Analisis Data ...83

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...90

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ...90

2. Deskripsi Responden Penelitian ...91

3. Deskripsi Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri se-Kecamatan Prambanan ... 93

4. Perbedaan Miskonsepsi Siswa Kelas V SD dilihat dari Jenis Kelamin...132

5. Uji Hipotesis ...137

B. Pembahasan ...139

(18)

xv

B. Keterbatasan Penelitian ...145

C. Saran ... 145

DAFTAR REFERENSI ...147

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 151

(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Populasi Penelitian ...56

Tabel 3.2 Krejcie dan Morgan ...57

Tabel 3.3 Data Sampel Penelitian ...58

Tabel 3.4 Kisi-kisi Soal Pilihan Ganda dan Uraian ...64

Tabel 3.5 Pedoman Wawancara ...67

Tabel 3.6 Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ...70

Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Validasi Isi Soal Pilihan Ganda ...72

Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Validasi Isi Soal Uraian ...74

Tabel 3.9 Hasil Validasi Muka Soal Pilihan Ganda ...76

Tabel 3.10 Hasil Validasi Muka Soal Uraian ...76

Tabel 3.11 Hasil Validitas Soal Pilihan Ganda ...79

Tabel 3.12 Hasil Validitas Soal Uraian ...80

Tabel 3.13 Koefisien Reliabilitas ...81

Tabel 3.14 Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 82

Tabel 3.15 Reliabilitas Soal Uraian ...82

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Siswa ...92

Tabel 4.2 KD dan Nomor Item Soal pada Instrumen Pilihan Ganda ...94

Tabel 4.3 Jawaban Soal untuk Item 1 ...115

Tabel 4.4 Jawaban Soal untuk Item 4 ...118

Tabel 4.5 Jawaban Soal untuk Item 2 ...120

Tabel 4.6 Jawaban Soal untuk Item 3 ...123

Tabel 4.7 Jawaban Soal untuk Item 5 ...127

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Jenis Kelamin dan Skor pada Instrumen Soal Pilihan Ganda ...132

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Jenis Kelamin dan Skor pada Instrumen Soal Uraian ...134

(20)

xvii

Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Jenis Kelamin dan Skor pada Instrumen Soal

(21)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penerapan Gaya Gesek ...29

Gambar 2.2 Penerapan Gaya Gesek ...29

Gambar 2.3 Penerapan Gaya Gravitasi ...30

Gambar 2.4 Penerapan Gaya Magnet ...31

Gambar 2.5 Alat-alat yang Termasuk Pengungkit ...31

Gambar 2.6 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 1 ...32

Gambar 2.7 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 2 ...32

Gambar 2.8 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan 3 ...33

Gambar 2.9 Prinsip Kerja Bidang Miring ...34

Gambar 2.10 Macam-macam Katrol ...34

Gambar 2.11 Roda berporos ...35

Gambar 2.12 Contoh cahaya merambat lurus ...36

Gambar 2.13 Contoh cahaya dapat menembus benda bening ...36

Gambar 2.14 Contoh pemantulan cahaya ...37

Gambar 2.15 Contoh pembiasan cahaya ...38

Gambar 2.16 Contoh penguraian cahaya ...39

Gambar 2.17 Lapisan-lapisan bumi ...42

Gambar 2.18 Skema Penelitian yang Relevan ...49

Gambar 4.1 Pie Chart Jenis Kelamin Siswa ...92

Gambar 4.2 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Prambanan pada Seluruh KD ...95

Gambar 4.3 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Prambanan pada Item 1 ...96

Gambar 4.4 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Prambanan pada Item 2 ...97

Gambar 4.5 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Prambanan pada Item 3 ...98

(22)

Se-xix

Kecamatan Prambanan pada Item 5 ...100 Gambar 4.8 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 6 ...101 Gambar 4.9 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 7 ...101 Gambar 4.10 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 8 ...102 Gambar 4.11 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 9 ...103 Gambar 4.12 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 10 ...104 Gambar 4.13 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 11 ...105 Gambar 4.14 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 12 ...106 Gambar 4.15 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 13 ...106 Gambar 4.16 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 14 ...107 Gambar 4.17 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 15 ...108 Gambar 4.18 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 16 ...109 Gambar 4.19 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 17 ...110 Gambar 4.20 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 18 ...111 Gambar 4.21 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

Se-Kecamatan Prambanan pada Item 19 ...112 Gambar 4.22 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa kelas V SD Negeri

(23)

xx

Kompetensi Dasar ...114 Gambar 4.24 Histogram Jenis Kelamin Siswa pada Instrumen Soal Pilihan

(24)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat-surat ...151 Lampiran 1.1 Surat Izin Penelitian dari Universitas Sanata Dharma ...152 Lampiran 1.2 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Kantor Kesatuan

Bangsa ...153 Lampiran 1.3 Surat Izin Penelitian dari BAPPEDA Kab. Sleman 154 Lampiran 1.4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari UPTD

Kecamatan Prambanan ...155 Lampiran 2 Data Penelitian ...156 Lampiran 2.1 Rangkuman Data SD Negeri di Kecamatan Prambanan,

Kabupaten Sleman ...157 Lampiran 2.2 Data Hasil Tes Siswa Kelas V pada Soal Pilihan Ganda ...159 Lampiran 2.3 Data Hasil Tes Siswa Kelas V pada Soal Uraian ...165 Lampiran 2.4 Data Sekolah dan Jenis Kelamin Siswa ...171 Lampiran 2.5 Hasil Validitas Isi Instrumen Pilihan Ganda dan Uraian ...177 Lampiran 2.6 Rekapan Data Miskonsepsi Untuk Instrumen Soal

Pilihan Ganda ...184 Lampiran 2.7 Rekapan Data Miskonsepsi Untuk Instrumen Soal

Uraian ...190 Lampiran 3 Instrumen Penelitian ... 196 Lampiran 3.1 Kisi-kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda untuk Expert

Judgment ...197 Lampiran 3.2 Kisi-kisi Instrumen Soal Uraian untuk Expert Judgment ...219 Lampiran 3.3 Pedoman Penskoran Soal Uraian ...222 Lampiran 3.4 Petunjuk Pengisian Soal dan Identitas ...230 Lampiran 3.5 Soal Pilihan Ganda Uji Empiris ...232 Lampiran 3.6 Soal Uraian Uji Empiris ...243 Lampiran 3.7 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa Instrumen Soal Pilihan

(25)

xxii

Lampiran 3.10 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa Instrumen Soal Pilihan

Ganda dan Uraian Penelitian ...265 Lampiran 4 Hasil Validasi Ahli ...271 Lampiran 4.1 Permohonan Izin Validasi Ahli ...272 Lampiran 4.2 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Pilihan

Ganda ...273 Lampiran 4.3 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Uraian ...280 Lampiran 5 Uji Validitas dan Reliabilitas ...282 Lampiran 5.1 Hasil Validitas Instrumen Soal Pilihan Ganda Uji Empiris ...283 Lampiran 5.2 Hasil Reliabilitas Instrumen Soal Pilihan Ganda Uji

Empiris ...286 Lampiran 5.3 Hasil Validitas Instrumen Soal Uraian Uji Empiris ...287 Lampiran 5.4 Hasil Reliabilitas Instrumen Soal Uraian Uji Empiris ...288 Lampiran 6 Uji Asumsi Dasar Penelitian ...289 Lampiran 6.1 Hasil Uji Normalitas pada Instrumen Soal Pilihan Ganda ...290 Lampiran 6.2 Hasil Uji Homogenitas pada Instrumen Soal Pilihan

(26)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab I memberikan gambaran kepada pembaca mengenai landasan penelitian ini. Pada bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang

(27)

masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang”. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab (Triwiyanto, 2014: 24.).

(28)

untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Norika (2014: 1) yang mengemukakan bahwa IPA Fisika adalah hubungan yang tak terpisahkan dari hasil keilmuan berupa konsep-konsep fisis, prinsip, hukum, dan teori, proses keilmuan, dan sikap keilmuan, maka mengajar fisika adalah menanamkan konsep, hukum, dan teori, menanamkan pengetahuan tentang proses keilmuan, dan kemampuan melakukanya, dan menanamkan sikap keilmuan. Konsep-konsep yang ada pada IPA fisika tersebut berkaitan erat dengan konsep yang sering ditemukan siswa dalam kehidupan sehari-hari, maka setiap siswa perlu memahami konsep dengan baik. Semakin baik pemahaman konsep fisika maka akan baik pula hasil belajarnya. Hasil belajar siswa pada pelajaran IPA fisika yang kurang baik, disebabkan karena siswa kurang memahami konsep fisika sehingga siswa mengalami kesalahan konsep atau miskonsepsi.

(29)

konsep atau miskonsepsi. Hal tersebut diketahui dari hasil tanya jawab dengan siswa dan hasil evaluasi belajar siswa. Rendahnya prestasi siswa pada mata pelajaran IPA diperkuat dengan penelitian dari lembaga yang bernama Trends Internasional in Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme for International Student Assessment (PISA).

Hasil studi TIMSS pada tahun 2011 memperlihatkan bahwa prestasi IPA (sains) Indonesia berada pada peringkat 40 dari 42 peserta dengan skor rata-rata 406. Indonesia memiliki hasil yang terpaut sangat jauh dengan negara tetangga yaitu Singapura. Singapura berada diperingkat pertama dengan skor rata-rata 590 (Baswedan, 2014: 18). Hasil studi oleh PISA pada tahun 2012 tentang tingkat literasi IPA (sains) Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 peserta dengan skor di bawah angka 400 (Baswedan, 2014: 19-20).

Literasi IPA (sains) menurut National Science Education Standards (dalam Zuriyani, 2011) adalah “suatu ilmu pengetahuan dan

(30)

(Suparno, 2005: 40). Apabila siswa kurang mampu untuk mempelajari suatu konsep maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep yang dipelajarinya.

Setiap siswa memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa adalah jenis kelamin. Hal ini disampaikan oleh Mufida (2013: 3) yang menyatakan bahwa tingkat kemampuan atau kecerdasan siswa baik laki-laki dan perempuan itu berbeda. Pendapat tersebut diperkuat oleh Hamalik (2007: 91) yang menyatakan bahwa secara psikologis tingkat inteligensi antara siswa laki-laki dan perempuan berbeda. Anak laki-laki (sebagai suatu kelompok) memperlihatkan variabilitas yang lebih besar daripada anak perempuan dalam penyebaran inteligensi, artinya anak laki-laki tingkat inteligensinya lebih lemah atau rendah daripada anak perempuan. Berdasarkan dua pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa perbedaan tingkat inteligensi berpengaruh pada tingkat kemampuan siswa dalam memahami konsep. Sehingga dapat dikatakan bahwa miskonsepsi pada siswa dipengaruhi oleh jenis kelamin, karena laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan tingkat inteligensi.

(31)

se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman”. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa serta perbedaan miskonsepsi dilihat dari jenis kelamin, sehingga nantinya dapat dilakukan penanganan-penanganan agar miskonsepsi tersebut tidak berkelanjutan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka peneliti mengungkapkan beberapa masalah yang mendasari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Prestasi siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman masih rendah.

2. Penguasaan konsep IPA Fisika siswa yang rendah berpotensi mengakibatkan terjadinya miskonsepsi pada mata pelajaran IPA Fisika.

3. Tingkat kecerdasan yang berbeda antara siswa laki-laki dan perempuan.

C. Batasan Masalah

Peneliti membatasi lingkup permasalahan penelitian. Peneliti hanya sebatas meneliti miskonsepsi IPA Fisika kelas V SD semester 2 serta perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa. Peneliti juga membatasi ruang lingkup penelitian yaitu khusus SD Negeri se-Prambanan Kabupaten Sleman yang menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

(32)

antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet), 5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat, 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya, 6.2 Membuat suatu karya/ model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana menerapkan sifat-sifat cahaya, 7.1 Mendeskripsikan proses pembuatan tanah karena pelapukan, 7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah, 7.3 Mendeskripsikan struktur bumi.

D. Rumusan Masalah

Latar belakang masalah dan batasan masalah yang dikemukakan melandasi rumusan masalah dalam penelitian ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman?

2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman.

(33)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang bermakna, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis:

Melalui penelitian ini dapat menambah pengetahuan bidang pendidikan dasar terutama pada miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas V SD terutama pada pelajaran IPA Fisika, sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi bagi guru.

2. Manfaat praktis: a. Bagi Guru

Memberikan gambaran tentang tingkat pemahaman yang dimiliki oleh para siswanya pada mata pelajaran IPA dan mengetahui letak miskonsepsi serta faktor yang mempengaruhi miskonsepsi tersebut sehingga dapat dilakukan penanganan untuk miskonsepsinya.

Guru akan lebih mudah dan sistematis dalam memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran supaya tidak terjadi kesalahan konsep atau miskonsepsi IPA pada siswa.

b. Bagi Sekolah

Dengan adanya pelaksanaan penelitian ini sekolah dapat mengetahui kekurangan atau kelemahan yang harus diperbaiki agar dapat meningkatkan kualitas, mutu, serta prestasi sekolah tersebut.

c. Bagi Peneliti

(34)

guru sehingga tidak menyebabkan miskonsepsi dan dapat digunakan untuk mendesain pengajaran-pengajaran yang menarik.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional berisi tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Miskonsepsi adalah kesalahan, ketidakakuratan, kekacauan akan konsep yang dimiliki (konsep awal) dengan konsep ilmiah atau yang diterima oleh para ahli, ilmuwan pada umumnya. Miskonsepsi pada penelitian ini ditinjau dari jawaban siswa yang salah namun siswa meyakini bahwa jawaban yang mereka pilih yakin benar pada soal tes. 2. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pembelajaran tentang alam atau

ilmu tentang alam, dengan menggunakan cara atau metode tertentu yang bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu prespektif yang baru tentang objek yang diamatinya.

3. Miskonsepsi IPA adalah kesalahan, ketidakakuratan, kekacauan akan konsep yang terjadi pada pembelajaran IPA.

(35)

5. Siswa Kelas V SD adalah sejumlah siswa yang berada pada tingkat kelas V di SD Negeri yang berada di wilayah Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman dengan rata-rata umur 10-11 tahun.

6. Kecamatan Prambanan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kecamatan Prambanan berada di sebelah Tenggara dari Kabupaten Sleman, dan berdampingan dengan kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten sehingga termasuk kecamatan paling Timur di Kabupaten Sleman. 7. Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara

(36)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II memberikan gambaran kepada pembaca mengenai landasan teori. Pada bab ini membahas mengenai kajian pustaka; hasil penelitian yang relevan; kerangka berpikir; dan hipotesis tindakan. Uraian pembahasan bab landasan teori adalah sebagai berikut.

A. Kajian Pustaka

1. Konsep

Rosser (dalam Dahar, 2006: 63) menjelaskan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Setiap orang mengalami stimulus yang berbeda dan membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus dengan cara tertentu. Konsep merupakan abstraksi-abstraksi yang berdasarkan pengalaman dan tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman yang sama, sehingga konsep yang dibentuk orang mungkin juga berbeda.

(37)

pengetahuan yang berasal dari semua konsep yang diterima. Semakin lengkap, terpadu, tepat dan kuat hubungan antara konsep-konsep dalam kepala seseorang, maka akan semakin pandai orang itu. Kelengkapan jaringan konsep di dalam kepala seseorang mempengaruhi seberapa keahlian seseorang pada bidang studi tertentu.

Mertodiharjo dan Mulyono (dalam Suha, 2015: 8) menjelaskan bahwa konsep adalah abstraksi dari kejadian atau hal-hal yang memiliki ciri-ciri yang sama atau merupakan ide tentang sesuatu di dalam pikiran. Konsep mengandung penafsiran dan penilaian, bukan hanya fakta, dan membantu dalam mengadakan pembedaan, penggolongan atau penggabungan fakta di lingkungan sekitar. Konsep tidak dapat dipelajari tanpa pengetahuan yang relevan dengan gejala/kejadian yang akan di“konsepkan”.

Konsep tentang suatu objek dapat diperoleh siswa sejak ia masih kecil. Konsep tersebut akan mengalami modifikasi atau perubahan sejalan dengan pengalaman baru yang diperoleh anak, dalam kehidupan sehari-hari. Semakin luas pengetahuan dan pengalaman yang relevan terhadap suatu objek, semakin berkembanglah konsep yang diperoleh tentang objek tersebut Sund dan Trowbridge (dalam Suryanto dan Hewindati, 2002: 8).

(38)

diperoleh. Konsep tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling berhubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain. Konsep yang dimiliki seseorang dapat mengalami modifikasi dan perkembangan seiring pengetahuan dan pengalaman baru yang diperoleh.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah tafsiran seseorang tentang suatu konsep. Seseorang yang akan memasuki bangku sekolah sudah memiliki konsepsi dalam pikirannya yang terbangun dari pengalaman kehidupan sehari-harinya. Tidak semua konsepsi yang dimiliki siswa salah, namun banyak konsepsi yang dimiliki siswa tersebut tidak sesuai dengan konsep yang dimiliki para ahli atau konsep ilmiah (Dewi, 2008: 7).

Kurniawan (dalam Hamdani, 2013: 2) menjelaskan bahwa konsepsi siswa merupakan hasil dari pengalamannya sehari-hari pada berbagai aspek kehidupannya, misalnya melalui pembicaraan dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya, dan melalui media seperti surat kabar, televisi, radio, dsb. Siswa tidak dapat diibaratkan sebagai kertas kosong yang bersih, yang kemudian ditulisi oleh guru dalam proses pembelajaran, namun setiap siswa memiliki konsep awal yang kemudian mereka bawa.

(39)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsepsi merupakan hasil pentafsiran seseorang terhadap suatu konsep atau suatu objek, berdasarkan pengalamannya sehari-hari pada berbagai aspek kehidupan yang kemudian mereka bawa.

3. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi atau salah konsep merujuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar dalam bidang itu (Suparno, 2005: 4). Bentuk-bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang naif.

Fowler (dalam Suparno, 2005: 5) memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.

(40)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi merupakan kesalahan, ketidakakuratan, kekacauan akan konsep yang dimiliki (konsep awal) dengan konsep ilmiah atau yang diterima oleh para ahli, ilmuwan pada umumnya.

b. Penyebab Miskonsepsi

Miskonsepsi sering terjadi pada siswa di semua jenjang pendidikan, mulai dari siswa SD, SMP, SMA, dan mahasiswa di perguruan tinggi, bahkan miskonsepsi dapat terjadi pada seseorang yang sudah bekerja. Penyebab miskonsepsi pada siswa paling banyak berasal dari konsep awal (prakonsepsi) yang kemudian dibawa ke pendidikan formal, sehingga miskonsepsi paling sering terjadi pada siswa SD. Sejak kecil, seseorang sudah mengkonstruksi konsep-konsep melalui pengalaman sehari-hari, dengan demikian seseorang dapat dikatakan sudah mengalami proses belajar sejak awal (Yuliati, 2006: 249).

Berg (dalam Rahmawati, dkk, 2013: 2) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi miskonsepsi adalah, siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Apabila miskonsepsi yang terjadi pada siswa tidak diperhatikan oleh guru, akan berdampak pada hasil belajar siswa, karena semakin bertambahnya materi yang tidak mampu dipahami oleh siswa dengan tuntas, akan menyebabkan hasil belajar siswa rendah.

(41)

lima kelompok, yaitu: siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar (Suparno, 2005: 29-54). Untuk lebih jelasnya peneliti akan menguraikannya sebagai berikut:

1. Siswa

Diri sendiri dalam hal ini adalah diri siswa merupakan penyebab terbesar terjadinya miskonsepsi dalam bidang fisika. Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam beberapa hal, antara lain:

a. Prakonsepsi atau Konsep Awal Siswa

Sebelum siswa mengikuti pelajaran formal atau mendapat bimbingan guru, banyak siswa yang sudah memiliki konsep sendiri tentang suatu bahan. Prakonsepsi siswa biasanya diperoleh dari orangtua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di lingkungan siswa. Konsep awal yang dimiliki siswa sering mengandung miskonsepsi. Contoh konsep awal siswa yang mengandung miskonsepsi adalah peristiwa matahari mengelilingi bumi, berdasarkan pengalaman sehari-hari siswa yang setiap sehari-hari mengamati matasehari-hari terbit dari sebelah timur kemudian mengitari bumi dan tenggelam di sebelah barat.

b. Pemikiran Asosiatif Siswa

(42)

gerakan. Apabila mendorong benda dan benda yang didorong tersebut tidak bergerak maka tidak terjadi gaya pada benda tersebut. Hal tersebut sudah menunjukkan adanya miskonsepsi pada siswa, karena benda yang didorong kemudian benda tersebut tetap diam (tidak bergerak), tetap dapat dikatakan adanya gaya yang bekerja hanya saja gaya tersebut tidak cukup kuat untuk menggerakkan benda. c. Pemikiran Humanistik

Pemikiran humanistik adalah pemikiran atau pandangan terhadap semua benda dari pandangan manusiawi (Gilbert dalam Suparno, 2005: 36). Tingkah laku benda dipahami seperti tingkah laku manusia yang hidup, sehingga tidak cocok. Contohnya miskonsepsi siswa pada kekekalan energi. Apabila manusia disepanjang harinya bekerja tanpa istirahat pasti akan merasa lelah dan lapar. Berdasarkan pengalaman tersebut siswa beranggapan bahwa kekekalan energi tidak mungkin terjadi. Energi yang dimiliki pasti berkurang dan pada akhirnya akan lenyap.

d. Reasoning yang Tidak Lengkap atau Salah

Reasoning adalah penalaran. Miskonsepsi dapat disebabkan

(43)

dari miskonsepsi yang disebabkan karena penalaran siswa adalah ketika siswa mengetahui bahwa bumi termasuk di dalam sistem tata surya, maka siswa menganggap bahwa pada planet-planet yang lain sama seperti bumi ada tumbuhan, air, dsb.

e. Intuisi yang Salah

Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang, yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasan tentang sesuatu sebelum secara obyektif dan rasional diteliti (Suparno, 2005: 38). Pemikiran intuitif biasanya berasal dari pengamatan pada kejadian yang dilihat secara terus-menerus atau sering. Contohnya adalah siswa sering mengetahui bahwa benda padat yang dimasukkan ke dalam air selalu tenggelam. Berdasarkan kejadian tersebut maka apabila siswa secara spontan dihadapkan pada persoalan apakah gabus akan tenggelam, secara spontan siswa menjawab “ya”,

karena gabus merupakan benda padat. Melalui uji coba siswa akan mengetahui bahwa, apabila gabus dimasukkan ke dalam air akan mengapung.

f. Tahap Perkembangan Kognitif Siswa

(44)

abstrak sulit menangkap dan sering salah mengerti tentang konsep bahan tersebut. Siswa baru dapat berpikir berdasarkan hal-hal yang konkret atau nyata dan dapat dilihat dengan indra (Suparno, 2005: 39).

g. Kemampuan Siswa.

Siswa yang kurang berbakat fisika, kurang mampu dalam mempelajari fisika, IQ yang dimiliki rendah akan mudah melakukan miskonsepsi karena tidak dapat mengkonstruksi pengetahuan fisika secara lengkap dan utuh (Suparno, 2005: 40).

h. Minat Belajar.

Siswa yang berminat pada fisika cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah daripada siswa yang tidak berminat pada fisika (Suparno, 2005: 41). Seorang siswa yang tidak berminat pada fisika apabila ada kesalahan dalam menangkap suatu bahan maka tidak akan berusaha mencari kebenaran dan mengubah konsep yang salah tersebut.

2. Guru atau Pengajar

(45)

3. Buku Teks

Buku teks merupakan sumber belajar bagi siswa. Buku teks juga dapat menyebabkan miskonsepsi pada siswa (Suparno, 2005: 44). Miskonsepsi pada buku teks biasa terjadi karena: a. Bahasanya yang sulit atau karena penjelasan yang tidak

benar, dan miskonsepsi tersebut tetap diteruskan.

b. Banyak penerbit buku menerbitkan buku teks berupa fiksi, misalnya saja buku fiksi sains dengan tujuan menarik anak-anak menyukai bidang sains, termasuk fisika, namun banyak hal yang mengakibatkan terjadi miskonsepsi. Contohnya adalah gerakan tokoh fiksi di udara yang terkadang tidak mengindahkan hukum fisika, sehingga tertanam konsep yang tidak benar pada diri siswa (Suparno, 2005: 46).

4. Konteks

a. Pengalaman Siswa

Pengalaman yang dimiliki siswa dapat menyebabkan miskonsepsi. Contohnya adalah pada hukum kekekalan energi bahwa siswa akan merasa lelah setelah bekerja keras, hal tersebut menunjukkan bahwa energi hilang dan tidak kekal.

b. Bahasa Sehari-hari

(46)

Suparno, 2005: 48). Misalnya dalam bahasa sehari-hari suhu dan panas itu sama, sedangkan dalam fisika kedua pengertian tersebut berbeda.

c. Teman Lain

Apabila siswa tidak kritis terhadap kesalahan teman akan menyebabkan miskonsepsi pada diri siswa sendiri. Karena konsep yang dimiliki teman terkadang tidak sesuai dengan konsep yang sebenarnya.

d. Keyakinan dan Ajaran Agama

Keyakinan ataupun ajaran agama yang diyakini secara kurang tepat sering membuat siswa tidak dapat menerima penjelasan ilmu pengetahuan sehingga terjadi miskonsepsi. Contohnya: Berkenaan dengan penciptaan alam. Beberapa siswa di Universitas Maine (AS) memandang penciptaan alam ini dibuat dalam 6 hari, bahwa lubang hitam itu digunakan untuk menyedot roh-roh jahat; bahwa bumi ini datar, dan lain-lain. Dualisme gagasan yang dimiliki siswa yaitu gagasan menurut ilmu dan gagasan menurut agama, sehingga terjadi miskonsepsi pada siswa.

5. Metode mengajar

(47)

kesempatan untuk mengetahui apakah konsep yang didapat sudah benar atau tidak.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab miskonsepsi adalah siswa/mahasiswa, guru/pengajar, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Miskonsepsi pada siswa disebabkan oleh pengetahuan awal siswa (prakonsepsi), pemikiran siswa, pemahaman siswa yang berbeda, cara berpikir yang berbeda, serta minat belajar yang ada dalam diri siswa. Miskonsepsi yang terjadi pada guru/pengajar terjadi karena guru kurang menguasai bahan atau materi. Buku teks, buku fiksi, kartun dapat menyebabkan miskonsepsi karena bahasa yang digunakan sulit dan penjelasan tidak benar atau tidak sesuai dengan kaedah ilmu (teori-teori fisika yang berlaku). Konteks menjadi penyebab miskonsepsi karena pengalaman, bahasa, teman, serta keyakinan dan ajaran agama yang dimiliki setiap siswa berbeda-beda. Kemudian minimnya metode yang digunakan guru dalam mengajar sehingga siswa tidak memilliki kesempatan besar untuk mengungkapkan gagasan yang dimiliki.

c. Mendeteksi Miskonsepsi

(48)

1) Peta Konsep (Concept Maps)

Melalui peta konsep miskonsepsi siswa dapat diidentifikasi dengan melihat apakah hubungan antara konsep-konsep itu benar atau salah, yang kemudian digabungkan dengan wawancara untuk mengungkapkan gagasan yang dimiliki. Menurut Feldsine (dalam Suparno, 2005: 122), miskonsepsi siswa dapat diidentifikasi dengan mudah oleh guru dari peta konsep siswa dan dapat dibantu dengan interviu.

2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Tes Multiple Choice mampu mendeteksi miskonsepsi yang terjadi pada siswa dengan pertanyaan terbuka didalamnya, dimana siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban tersebut (Amir dkk dalam Suparno, 2005: 123). Penelitian ini menggunakan tes Multiple Choice melalui instrumen soal pilihan ganda dengan dua pilihan keyakinan siswa terhadap jawaban yang dipilih, siswa yakin benar atau tidak yakin benar. Melalui tes tersebut dapat diketahui apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak. Siswa dikatakan mengalami miskonsepsi apabila jawaban yang dipilih salah namun siswa yakin benar terhadap jawaban yang dipilih tersebut.

3) Tes Esai Tertulis

(49)

tertulis, yang terdiri dari 5 item soal untuk mendeteksi apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak. Siswa yang mengalami miskonsepsi dapat dilihat dari jawaban siswa yang tidak sesuai dengan jawaban para ahli.

4) Wawancara Diagnosis

Melalui kegiatan wawancara dengan memilih konsep-konsep yang diperkirakan sulit dimengerti oleh siswa atau konsep-konsep pokok yang akan diajarkan pada siswa, dengan begitu siswa mampu mengekspresikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep yang mereka ketahui sehingga dapat diketahui ada tidaknya miskonsepsi pada konsep yang dimiliki siswa.

5) Diskusi dalam Kelas

Jumlah siswa yang banyak sulit bagi guru untuk mendeteksi adanya miskonsepsi pada siswa, sehingga diskusi dalam kelas cocok untuk digunakan (Suparno, 2005: 127). Cara yang dilakukan adalah siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan, berdasarkan jawaban siswa tersebut dapat diketahui apakah gagasan yang dimiliki siswa tepat atau tidak.

6) Praktikum dengan Tanya Jawab

(50)

(Suparno, 2005: 128). Melalui praktikum siswa akan mengerti apakah konsep yang dimiliki benar atau salah.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ada enam cara untuk mendeteksi adanya miskonsepsi, yang pertama melalui peta konsep dengan melihat apakah hubungan antara konsep-konsep yang dimiliki siswa benar atau salah dan biasanya disertai dengan wawancara supaya hasilnya lebih akurat. Kedua adalah dengan tes multiple choice dengan pertanyaan terbuka, dimana siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban tersebut. Ketiga adalah tes esai tertulis yang kemudian dapat dilakukan wawancara pada siswa untuk mengetahui lebih jelas gagasan siswa. Keempat adalah wawancara diagnosis dengan memberikan konsep yang diperkirakan sulit dimengerti oleh siswa atau konsep pokok yang akan diajarkan pada siswa, supaya siswa mampu mengekspresikan gagasan mereka. Kelima adalah diskusi dalam kelas dengan meminta siswa untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Keenam adalah praktikum yang disertai dengan tanya jawab.

4. Hakikat Pembelajaran IPA

a. Pengertian IPA

(51)

alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.

Nash (dalam Samatowa, 2010: 3), menjelaskan bahwa IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu prespektif yang baru tentang objek yang diamatinya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA adalah pembelajaran tentang alam atau ilmu tentang alam, dengan menggunakan cara atau metode tertentu yang bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu prespektif yang baru tentang objek yang diamatinya.

b. Perlunya IPA Diajarkan di Sekolah

(52)

Misalnya seseorang bisa menjadi insinyur elektronika dan dokter yang baik tidak lepas dari adanya ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam secara luas. 2) IPA adalah suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpikir lebih kritis, misalnya siswa diberikan suatu masalah, siswa akan memecahkan masalahnya itu sendiri dengan cara mencari dan menyelidiki, sehingga siswa dapat mengetahui suatu pengetahuan yang didapatkannya sendiri. 3) IPA diajarkan kepada siswa melalui kegiatan percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri, sehingga IPA bukan mata pelajaran yang bersifat hafalan. 4) Pada mata pelajaran IPA mempunyai nilai pendidikan karena adanya potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa IPA merupakan dasar teknologi dan sebagai tolak ukur kemajuan suatu bangsa, sehingga IPA sangat perlu diajarkan di sekolah dasar demi menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan dapat membentuk kepribadian anak untuk peduli terhadap alam.

5. Pembelajaran IPA di SD Kelas V Semester 2

(53)

Ruang lingkup mata pelajaran IPA SD/MI secara garis besar terinci menjadi empat (4) kelompok yaitu:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat,

dan gas;

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana;

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

(Depdiknas Ditjen Manajemen Dikdasmen Ditjen Pembinaan TK dan SD, 2007: 14).

Beberapa materi yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

a. Gaya

Gaya dapat menyebabkan benda yang semula diam menjadi bergerak (Rositawaty dan Muharam, 2008: 78). Selain itu gaya juga dapat mengubah bentuk dan ukuran benda serta mengubah arah gerakan benda. Beberapa macam gaya yang dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari antara lain:

1) Gaya Gesek

(54)

lama dipakai akan aus atau gundul. Hal ini terjadi karena ban selalu bersentuhan dengan permukaan jalan. Selama ban bergerak terdapat gaya yang berlawanan arah dengan arah gaya gerak kendaraan. Gaya inilah disebut gaya gesek.

Gambar 2.1 Ban mobil yang digunakan sehari-hari terjadi gaya

gesek

Sumber : Azmiyati, C., dkk (2008: 87)

Gambar 2.2 Peristiwa mendorong kardus terjadi gaya gesek Sumber: Azmiyawati, C., dkk (2008: 84)

(55)

gesekan yang terjadi juga kecil. Akibatnya, benda itu semakin mudah bergerak pada permukaan tersebut.

2) Gaya Gravitasi

Gaya gravitasi adalah gaya tarik-menarik yang terjadi antara semua partikel yang mempunyai massa di alam semesta. Gaya gravitasi bumi menyebabkan benda-benda yang ada di bumi tidak terlempar ke angkasa luar.

Gambar 2.3 Seorang anak yang melempar bola ke atas Sumber : Sulistyanto dan Wiyono (2008: 98)

Gambar 2.3 merupakan contoh peristiwa akibat adanya gaya gravitasi. Benda-benda yang jatuh ke bawah merupakan akibat dari adanya gravitasi (Azmiyawati, C., dkk, 2008: 84). 3) Gaya Magnet

(56)

Gambar 2.4 Gaya magnet dapat menyebabkan benda yang terbuat

dari besi tertarik dan menempel

Sumber : Rositawaty dan Muharam (2008: 82)

Magnet dibedakan menjadi dua macam berdasarkan cara terbentuknya yaitu magnet alam dan magnet buatan. Magnet alam terjadi secara alami, contohnya magnet bumi. Magnet buatan merupakan magnet yang sengaja dibuat oleh manusia.

b. Pesawat Sederhana

Pesawat sederhana adalah alat-alat yang dapat memudahkan pekerjaan manusia (Azmiyawati, C., dkk, 2008: 98). Pada prinsipnya, pesawat sederhana terbagi menjadi empat macam, yaitu pengungkit, bidang miring, katrol, dan roda berporos.

1) Pengungkit atau Tuas

Pengungkit atau tuas termasuk pesawat sederhana yang digunakan untuk mengungkit benda yang berat (Yousnelly, P., dkk, 2010: 93).

(57)

Gambar 2.5 merupakan contoh alat-alat yang termasuk pengungkit. Tuas atau pengungkit ada 3 jenis atau golongan, yaitu tuas jenis pertama, tuas jenis kedua, dan tuas jenis ketiga. Tiga golongan tersebut didasarkan pada tiga macam posisi dari titik kuasa, beban, dan tumpu.

1) Tuas Jenis Pertama atau Golongan Pertama

Gambar 2.6 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan I Sumber: Azmiyawati, C., dkk (2008: 99)

Pada tuas golongan pertama, kedudukan titik tumpu terletak di antara beban dan kuasa. Contoh tuas golongan pertama ini di antaranya adalah gunting, linggis, jungkat-jungkit, dan alat pencabut paku (Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 111).

2) Tuas Jenis Kedua atau Golongan Kedua

Gambar 2.7 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan II Sumber: Azmiyawati, C., dkk (2008: 99)

(58)

Contohnya: pembuka tutup botol, pemecah buah kenari, dan gerobak dorong beroda satu yang biasa digunakan untuk mengangkut batu atau pasir (Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 111).

3) Tuas Jenis Ketiga atau Golongan Ketiga

Gambar 2.8 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan III Sumber: Azmiyawati, C., dkk (2008: 100)

Pada tuas golongan ketiga, kedudukan kuasa terletak di antara titik tumpu dan beban. Contoh tuas golongan ketiga ini adalah sekop yang biasa digunakan untuk memindahkan pasir, pinset, dan penjepit es (Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 111).

2) Bidang Miring

(59)

Gambar 2.9 Penggunaan prinsip bidang miring Sumber: Rositawaty dan Muharam (2008: 90).

Gambar 2.9 merupakan contoh penggunaan prinsip bidang miring, sehingga dapat menghemat tenaga. Peristiwa sehari-hari yang memanfaatkan prinsip kerja bidang miring adalah jalan di pegunungan yang berliku-liku, papan yang dimiringkan, baji, sekrup, pisau, pahat, dan lain sebagainya.

3) Katrol

Sulistyanto dan Wiyono (2008: 117) menyampaikan bahwa katrol merupakan roda yang berputar pada porosnya. Menggunakan katrol benda-benda berat dapat terangkat dengan mudah.

(60)

Gambar 2.10 merupakan macam-macam katrol. Katrol memiliki beberapa jenis yaitu katrol tetap, katrol bebas, dan katrol majemuk. Katrol merupakan prinsip kerja pengungkit golongan ketiga.

4) Roda Berporos

(Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 119) mengatakan bahwa adanya roda memungkinkan manusia untuk bergerak lebih cepat dan mudah. Roda berporos merupakan roda yang dihubungkan dengan sebuah poros yang dapat berputar bersama-sama.

Gambar 2.11 Roda berporos pada sepeda Sumber: Sulistyanto dan Wiyono (2008: 119)

Gambar 2.11 merupakan contoh dari roda berporos. Contoh lainnya yaitu kursi roda, roda gerobak, dan lain sebagainya. c. Cahaya dan sifat-sifatnya

(61)

lampu, senter, dan bintang. Cahaya memiliki sifat merambat lurus, menembus benda bening, dan dapat dipantulkan.

1) Cahaya Merambat Lurus

Gambar 2.12 Cahaya lilin yang masuk melalui celah-celah

kertas karton yang berlubang

Sumber: Rositawaty dan Muharam (2008: 100).

Gambar 2.12 merupakan bukti bahwa cahaya merambat lurus. Bukti bahwa cahaya merambat lurus yang lainnya adalah cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah jendela. Sifat cahaya yang merambat lurus ini dimanfaatkan manusia pada lampu senter dan lampu kendaraan bermotor (Sulistyanto dan Wiyono, 2008: 125);

2) Cahaya dapat Menembus Benda Bening

Gambar 2.13 Cahaya lampu senter yang menembus piring

jernih

Sumber:

https://asrimaharanni.wordpress.com/kelas-viii/optika/sifat-sifat-cahaya/

(62)

air yang ada pada gelas bening maka cahaya akan menembus air;

3) Cahaya dapat dipantulkan

Gambar 2.14 Pemantulan teratur dan pemantulan baur Sumber: Rositawaty dan Muharam (2008: 103).

Gambar 2.14 merupakan contoh dari pemantulan cahaya. Contoh dari peristiwa pemantulan cahaya adalah sinar senter diarahkan ke cermin dan diarahkan ke dinding, cahaya tersebut akan terlihat memantul ke dinding. Pemantulan baur terjadi apabila cahaya mengenai permukaan yang kasar atau tidak rata. Pada pemantulan ini, sinar pantul arahnya tidak beraturan. Sementara itu, pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang rata, licin, dan mengkilap. Permukaan yang mempunyai sifat seperti ini misalnya cermin. Macam-macam cermin:

a. Cermin datar, yaitu cermin yang permukaan bidang pantulnya datar dan tidak melengkung. Cermin datar biasa digunakan untuk bercermin. b. Cermin cembung, yaitu cermin yang permukaan

(63)

Cermin cembung biasa digunakan untuk spion pada kendaraan bermotor. Bayangan pada cermin cembung bersifat maya, tegak, dan lebih kecil (diperkecil) daripada benda yang sesungguhnya.

c. Cermin cekung, yaitu cermin yang bidang pantulnya melengkung ke arah dalam. Cermin cekung biasanya digunakan sebagai reflektor pada lampu mobil dan lampu senter. Sifat bayangan benda yang dibentuk oleh cermin cekung sangat bergantung pada letak benda terhadap cermin. Jika benda dekat dengan cermin cekung, bayangan benda bersifat tegak, lebih besar, dan semu (maya). Jika benda jauh dari cermin cekung, bayangan benda bersifat nyata (sejati) dan terbalik (Azmiyawati, C., dkk, 2008: 112-114).

4) Cahaya dapat Dibiaskan

(64)

Gambar 2.15 merupakan contoh dari sifat cahaya dapat dibiaskan. Apabila cahaya merambat melalui dua zat yang kerapatannya berbeda, cahaya tersebut akan dibelokkan. Peristiwa pembelokan arah rambatan cahaya setelah melewati medium rambatan yang berbeda disebut pembiasan.

Peristiwa pensil dimasukan kedalam gelas yang terisi air akan terlihat patah tersebut terjadi karena cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih rapat kemudian cahaya dibiaskan mendekati garis normal;

5) Cahaya dapat Diuraikan

Gambar 2.16 Pelangi

Sumber: (Azmiyawati, C., dkk, 2008: 112-115).

(65)

Sifat-sifat cahaya di atas dapat dimanfaatkan untuk alat-alat optik. Berikut ini akan diuraikan contoh pemanfaatan dari sifat-sifat cahaya menurut Azmiyawati, C., dkk (2008: 117).

1) Periskop adalah sejenis teropong yang biasanya terdapat pada kapal selam untuk mengamati keadaan di permukaan laut;

2) Kaca pembesar sederhana (lup) merupakan alat yang digunakan untuk melihat benda-benda atau tulisan yang berukuran kecil. Alat ini biasanya digunakan oleh tukang arloji/jam untuk memperbaiki arloji/jam tersebut.

3) Mikroskop adalah alat optik yang digunakan untuk mengamati benda-benda renik;

4) Teropong adalah alat optik yang digunakan untuk mengamati benda-benda yang letaknya jauh.

d. Proses Terbentuknya Tanah

Sebenarnya, tanah berasal dari batuan. Batuan akan mengalami pelapukan menjadi butiran-butiran yang sangat halus. Lama-kelamaan butiran-butiran halus ini bertambah banyak dan terbentuklah tanah. Macam-macam batuan menurut Azmiyawati, C., dkk (2008: 125-127): 1) Batuan Beku

(66)

bumi disebut larva. Ada empat jenis batuan beku yaitu batu apung, batu granit, batu opsidian, dan batu basalt.

2) Batuan Sedimen (Batuan Endapan)

Batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari endapan hasil pelapukan batuan. Batuan ini dapat pula terbentuk dari batuan yang terkikis atau dari endapan sisa-sisa binatang dan tumbuhan. Ada lima contoh batuan sedimen yaitu batu konglomerat, batu pasir, batu serpih, batu gamping (kapur), dan breksi.

3) Batuan Metamorf

Batuan metamorf atau disebut dengan batu malihan adalah batuan yang berasal dari batuan sedimen dan batuan beku yang mengalami perubahan karena panas dan tekanan. Ada lima contoh batuan metamorf yaitu batu marmer, batu kuarsa, batu tulis, batu sabak, dan batu gneiss.

(67)

e. Struktur Bumi

Gambar 2.17 Lapisan-lapisan bumi Sumber: (Azmiyawati, C., dkk, 2008: 140).

Gambar 2.17 merupakan lapisan penyusun bumi. Struktur bumi terdiri dari lapisan paling dalam hingga paling luar. Berikut ini struktur bumi dari bagian dalam sampai luar:

a) Lapisan inti dalam ini memiliki ketebalan 2.740 km, suhu ±4.500oC, kemudian lapisan ini terbentuk dari nikel dan besi;

b) Lapisan inti bumi luar ini memiliki ketebalan 2.000 km, ±2.200 oC, kemudian lapisan ini terbentuk dari besi, nikel, dan zat lain;

c) Lapisan mantel bumi ini memiliki ketebalan 2.900 km, suhu ±3.700 oC, kemudian lapisan ini terbentuk dari mineral silikat;

(68)

e) Lapisan atmosfer memiliki ketebalan 640 km serta tersusun dari lapisan troposfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer.

6. Jenis Kelamin

Secara biologis jenis kelamin adalah pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu, seks merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan sehingga bersifat permanen dan universal. Ada dua jenis kelamin di dunia ini yaitu laki-laki dan perempuan (Sundari, 2009). Jenis kelamin mengacu pada ciri organ biologis, seperti payudara, rahim, vagina, dan ovum untuk perempuan; dan memiliki penis dan sperma untuk laki-laki Echols dan Shadily (dalam Marzuki, 2013: 2)

Gambar

Gambar 2.1 Ban mobil yang digunakan sehari-hari terjadi gaya gesek
Gambar 2.3 Seorang anak yang melempar bola ke atas Sumber : Sulistyanto dan Wiyono (2008: 98)
Gambar 2.4 Gaya magnet dapat menyebabkan benda yang terbuat dari besi tertarik dan menempel
Gambar 2.6 Prinsip Kerja Pengungkit Golongan I Sumber: Azmiyawati, C., dkk (2008: 99)
+7

Referensi

Dokumen terkait

In terms of influencing factors, members of cluster 2 show no significant factors that influence them to watch art performances. However, they tend to be more influenced by the

Pndiio hi etuj@.

Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini telah berkembang begitu pesat dalam segala aspek kehidupan, khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Salah satunya

[r]

sMdsu@gedld tumfdin!.

yang berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan dalam kesekretariatan.. Di dalam lingkup aktivitasnya, unit sekretariat diharuskan untuk

EKONOMICS FACULTY ANDALAS UNIVERSITV. OTVNERSHIP CONCENTL{TION AND DIVIDEND

Siswa yang memiliki keterampilan komunikasi yang baik tentu akan dapat menyampaikan pendapat dan suara mereka yang dapat diterima oleh individu lain dengan baik