~6iID
Piki'8an Rakyat
e
·
Senin0
Selasa0
Rabu
0
Kamis0
Jumat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1., 18 19 20 21 22 23 24
@
26_0
Jan0
PebG
Mar0
Apr _Mei
0 Jun 0 Jul 0 Ags
OS:!btu
12 13
27 28
OSgp OOkt
-.Bila Militer J{embali
k~ Gelanggang Politik--Nasiond!.
---T
IM sukses ketiga kandidatcapres-cawapres dalarn Pemilu 2009 dirarnaikan jenderal purnawirawan TNI. Timsukses pasangan Yudhoyono-Boe-diono dipimpin Marsekal (Pum.) Djoko Suyanto, mantan Panglima TNI; tim pasangan Kalla-Wiranto dipimpin Mayjen (Purn) Fachrul Razi, mantan Wakil Panglima ABRI; sedangkan pasangan Megawati-Prabowo dipimpin May-jen (Pum) Theo Sjafei, mantan Pangdarn Udayana
Reformasi yang digelorakan ma-hasiswa tahoo 1997-1998 bernu-ansa ingin mengembalikan pemer-intah ke dalam supremasi sipil. Na-mun kenyataannya, kurang dari sepuluh tahun dari reformasi, pen-guasaan militer terhadap pemerin-tahan harnpir sempuma.
MURADI.
*
Susunan Tim Sukses dari Militer
YlIdhoyono-Boediono
1. Marsekal (Purn.) Djoko Suyanto, mantan Panglima TNI 2. Letjen (Purn.) Suyono, mantan Kasum TNI
3. Letjen (Purn.) Agus Wijoyo, mantan Kaster TNI
4. Mayjen (Purn.) Abikusno, mantan Asisten Logistik Panglima TNI
5. Mayjen(Purn.)SardanMarbun
KetuaTim Sukses:Hatta Radjasa
Kalla-Wlranto
1. Mayjen (Purn) Fachrul Razi, mantan Wakil Panglima ABRI 2. Letjen (Purn) Suady Marasabessy, mantan Kasum TNI 3. Laksda (Purn) Abu Hartono, mantan Ketua Fraksi ABRI 4. Marsda (Purn) Basri Sidehabi, mantan Komandan Sesko ABRI 5. Letjen (Purn) Ary Mardjono, mantan Sekjen Partai Golkar 6. Letjen (Purn) Soemarsono, Sekjen Golkar
Ketua Tim Sukses: Fahmi Idris
Megawati-Prabowo
1. Mayjen (Purn.) Theo Sjafei, mantan Pangdam Udayana
2. Mayjen (purn.) Muchdi Purwoprandjono, mantan Deputi Kepala BIN 3. Mayjen (Purn.) Kivlan zen, mantan Pangdiv Kostrad
4. Letjen (Purn.) Hartoyo PS, mantan Kasospol ABRI 5. Letjen (Purn.) Farid Zainudin, mantan Kepala BAIS 6. Letjen (Purn.) Yogi Supardi
7. Mayjen (Purn.) Glenny Kairupan
Ketua Tim Sukses: Theo Sjafei
\
~
--
--
.
Gejalan seperti apakah ini, beri-kut petikan wawancara "PR" den-gan Muradi, dosen lImu Pemerinta-han FISIP Unpad yang kini sedang " studi doktoral di Flinders Asia Cen- I' tre School of Political and Interna-tional Studies Flinders University,
Australia. .
Kehadiranpara mantanjender-
;.al dalam kancah politik,
inifenom-ena dan gejala apa?
f
Kehadiran para mantanjenderal'l baiksebagai capres (Yudhoyono), wapres (W'lrallto dan Prabowo),
maupun tim suksesnya harus dilihat ~I dari dua sisi. Pertama, keterlibatan
'I
mereka merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari partisipasi politik dalarn ruang demokrasi. Ini sangat positif, mengingat kehadiran mereka sebagai elemen bangsa yang tidak putus mengabdi bagi
kepen-tingan negara, terlepas partai mana
,yangmenjadikendaraanpolitik,
·ataupoo calon mana yang mereka dukung.
Fenomena yang satu ini banyak teIjadi di negara-negara dengan tra-disi demokrasi yang tengah berkem-bang. Sebut saja misalnya Filipina, Nigeria, ataupoo Venezuela, di mana ada hasrat politik dari para jenderal dan mantan tantara untuk diaktualisasikan dalarn kanal demo-krasi yang tersedia. Salah satunya melalui pemilu atau pilkada, baik sebagai kandidat atau tim sukses. Sekadar garnbaran, misalnya Fidel Ramos mantan Presiden Filipina dan mantan jenderal, serta Oba-sanyo, mantan presiden Nigeria tim suksesnya banyak dari mantan kole-ga di militer.
Kedua, fenomena ini bisa dia-sumsikan sebagai upaya kem-balinya kiprah tentara ke gelang-gang politik. Bedanya, pada masa Orde Barn, keterlibatan tentara dalarn berpolitik itu melekat dalarn konteks Dwi Fungsi ABRI, sekarang mereka mencoba peruntungan dalarn berbagai kontestasi politik, baik lokal maupun nasional, pileg,
'.
I
Kllplng
Humas
Unpad
2009
-
-
._ ._
-pilpres, pilkada, ataupun hanya se-bagai tirn sukses. Langkah ini tidak bertentangan dengan esensi demo-krasi, namun hams dilihat sebagai peringatan bagi elite politik sipil.
Dalam konteks ini juga makin kental asumsi bahwa tentara atau-pun mantan tantara itu memiliki berbagai keahlian yang tidak dimili-ki politikus sipil, baik soal disiplin, strategi, dan dalam menjalankan visi-misi serta program. Hams disa-dari hal tersebut diakui masyarakat. Sekadar ilustrasi bila dibandingkan dengan Habibie, Gus Dur dan Mega, Yudhoyono dianggap paling mumpuni oleh masyarakat, sebagai presiden pasca-Soeharto. Indika-tornya adalah naiknya perolehan kursi Partai Demokrat sebesar 300% pada pemilu legislatif. ltu se-mata-mata pengakuan masyarakat atas kepemimpinan Yudhoyono, bukan karena mesin politik PD yang bekeIja.
Dampaknya terhadap proses pilpres?
Secara teoretik, hampir tidak ber-dampak terhadap proses pilpres, kecuali mungkin secara praktis akan teIjadi perang strategi. Tapi, ini justru "menggairahkan" secara politik. Ketiganya memilOO ahli strategi yang mungkin berpengaruh dalam menarik dukungan, dengan berbagai cara. Hanya saja, ini yang hams digarisbawahi, dampak negatif yang akan muncul bagi sipil adalah mereka akan cenderung menjadi operator di lapangan, sedangkan yang men-drive ya para mantan tentara tersebut. Mungkin I yang lebih parah adalah sipil akan
hanyajadi penonton.
Bagi saya, ini anomali, satu sisi pelembagaan demokrasi beIjalan sangat baik. Di sisi yang lain, ada "pengerdilan" sipil secara politik. Karena, yang muncul adalah aktor "sipil" yang mantan tentara, dengan membawa gerbong, kolega dan kul-tur militer dalam gelanggang poli-tik. lni kurang baik bagi penguatan
demokrasi di Indonesia.
Dampaknya terhadap demokrasi?
Seperti penjelasan saya di awal, ada dua sisi mata uang terkait ke-hadiran mantan tantara dalam poli-tik. Meski keberadaan mereka bukan ancaman bagi demokrasi, tapi ancaman bagi sipil. lni tampar-an bagi sipil. Sebab setelah penye-lenggaraan pemilu yang ketiga, cuma pada Pilpres 1999 yang be-nar-benar hajat sipil. Dna pilpres terakhir sipil justru sibuk dengan berbagai konflik internal partainya. Ini sangat menyedihkan, dan ma-syarakat melihat sebagai generali-sasi ketidakmampuan sipil untuk memimpin negara, bagaimana bisa mengurus negara, mengurus par-tainya saja tidak heeus, penuh kon-tlik. Tak heran bila kemudian aktor politik mantan jenderal melihatnya sebagai peluang. Kenyataannya, ke-menangan Yudhoyono pada Pilpres 2004 adalah titik pijak pembangun-an kepercayapembangun-an tpembangun-antara untuk come
back ke gelanggang politik.
Parah-nya, itu diakui oleh dua calon lain. Mereka mencoba peruntungan den-gan memasang cawapresnya dari kalangan mantan tentara.
Namun hams digarisbawahi ju-ga, hal itu juga segaris lurus dengan budaya politik masyarakat yang masih dipengaruhi oleh karisma, pencitraan politik, dan lain seba-gainya. Masyarakat masih melihat pemimpin sebagai figur yang enak dilihat, hams menjaga image atau jaim, dan lain sebagainya. Mereka hampir tidak perduli dengan
plat-form partai, ideologi, dan bahkan
program. lni bagian yang hams dil-ihat oleh sipil sebagai tantangan untuk melakukan pendidikan
poli-tik ke masyarakat. Bisajadi orang
.
seperti Yudhoyono, dan para man-tan man-tantara tersebut masuk dalam kriteria yang dilihat dan diharapkan masyarakat.
Mengingat tidak sedikitjuga dari mereka yang piawai
berin-
--telije;:;;;;;nkahnantiberpen-I
garuh terhadap proses kampanye dan pendulangan sllara?
Pasti akan berpengaruh. Sekadar ilustrasi, kegagalan Mega dalam Pilpres putaran ke-2 tah4n 2004, karena strategi mengooptasi masyarakat dengan berbagai hal yang berbau calon yang didukung oleh para mantan jenderal tersebut. Hams diakui, waktu itu tirn sukses Yudhoyono banyak diisi kolega dan mantan tentara. Dalam Pilpres 2009 ini saya pikir, para ahli strate-gi dan intelijen ketiganya berim-bang, masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan. Tapi catatan penting yang hams digaris-bawahi adalah tim sukses dari kalangan mantan tentara di kubu Yudhoyono tidak sesolid tahun 2004. Mereka menyebar ke calon yang lainnya.