• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN KEMASYARAKATAN DESA NGARIP KECAMATAN ULU BELU KABUPATEN TANGGAMUS SUSNI HERWANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN KEMASYARAKATAN DESA NGARIP KECAMATAN ULU BELU KABUPATEN TANGGAMUS SUSNI HERWANTI"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

KEMASYARAKATAN DESA NGARIP KECAMATAN

ULU BELU KABUPATEN TANGGAMUS

SUSNI HERWANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Kemasyarakatan Desa Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012

Susni Herwanti

(4)
(5)

SUSNI HERWANTI. Optimization of Land Utilization of Community Forestry in Ngarip Village, Ulu Belu Sub Distric, Tanggamus. Under the Supervision of M. BUCE SALEH and BAHRUNI

Poverty has been considered as one of factors which caused forest degradation in rural area. About 63% of poor communities live in rural area and most of them are farmer. This study aims to identify cropping patterns, formulate optimal cropping pattern based on social, economic, and ecological aspects, and then identify development prospect of community forestry based on farmer’s perspective. This research was conducted in Desa Ngarip, Lampung province for 2 months. Data were analyzed by linear programming and descriptive method. The result showed that agroforestry system in this area were grouped into 16 cropping patterns. Based on economic and ecological consideration, all optimal cropping patterns achieved ecological criteria but not all profitable. The patterns consisted of commercial plants: 150 plants per hectare for high strata, 1.600 plants per hectare for middle strata and 2.400 plants per hectare for lower strata. With such an approach, it was revealed that the best result was found at cropping pattern 15.The profit was Rp 36.300.000 which was highest profit of all optimal cropping pattern types and could support a life worth living. Furthermore, through descriptive analysis, community forestry had good prospect to be develoved based on farmer’s perspective.

(6)
(7)

SUSNI HERWANTI. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Kemasyarakatan Desa Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus. Dibimbing oleh M. BUCE SALEH dan BAHRUNI.

Masalah kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan kerusakan hutan merupakan isu penting yang terjadi di Indonesia sejak dahulu sampai sekarang. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 32 juta orang atau sekitar 14% dan sebanyak 20 juta orang berada di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung yang berada di perdesaan adalah 1,2 juta orang atau sekitar 22% dari total penduduk Lampung. Luas kawasan hutan yang mengalami kerusakan khususnya di Provinsi Lampung mencapai 52% dari total luas kawasan hutan dan salah satunya disebabkan oleh kemiskinan di perdesaan. Penelitian mengenai pemanfaatan lahan optimal perlu dilakukan untuk mendapatkan pola tanam optimal yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola tanam yang ada di lahan HKm Desa Ngarip, merumuskan pola tanam optimal berdasarkan aspek sosial, ekonomi dan ekologi dan mengidentifikasi prospek pengembangan HKm berdasarkan perspektif petani. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur dan studi literatur. Sampel diambil secara purposive terhadap petani HKm dan petani yang memiliki pola tanam berbeda. Analisis dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Pola tanam optimal dirumuskan dengan menggunakan linear programming. Pola tanam optimal adalah pola tanam hasil optimalisasi yang mampu memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL) tertinggi. Standar KHL dapat dipenuhi dengan menambah luas lahan atau tidak menambah luas lahan tergantung dari keuntungan pola tanam hasil optimalisasi. Prospek pengembangan HKm dalam penelitian ini dinilai secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga puluh enam pola tanam yang ada di lapangan dan enam belas pola tanam yang direncanakan petani. Enam belas pola tanam yang direncanakan kemudian dioptimalkan sehingga dihasilkan enam belas pola tanam hasil optimalisasi. Pola tanam hasil optimalisasi terdiri dari sepuluh jenis tanaman pilihan masyarakat, yaitu tanaman kopi, lada, cengkeh, kakao, pala, alpukat, durian, pisang, cabe dan tanaman kayu-kayuan. Analisis optimalisasi menemukan bahwa pola tanam yang memberikan keuntungan tertinggi terdapat pada pola tanam 15. Pola tanam ini memiliki keuntungan sebesar Rp 36.300.000 per hektar per tahun dan terdiri dari jenis tanaman komersial. Komposisi tanaman tajuk tinggi mencapai 150 batang per hektar, tajuk sedang 1.600 batang per hektar dan tajuk rendah 2.400 batang per hektar.

Ada beberapa faktor penting yang menentukan keberhasilan penerapan pola tanam optimal, yaitu ketersediaan modal, ketersediaan HOK, ketersediaan pasar komoditas dan ketersediaan sarana penyuluhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah modal yang dimiliki petani tidak cukup untuk membangun pola tanam optimal, sehingga petani perlu mencari sumber-sumber modal. Sumber-sumber modal bisa berasal dari dalam dan luar usahatani. Sumber dari dalam berasal dari kelebihan waktu kerja, tabungan dan kekayaan yang dapat diuangkan seperti ternak dan emas. Sumber dari luar berasal dari pinjaman atau kredit kepada

(8)

ketersediaan HOK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah HOK yang tersedia di Desa Ngarip adalah 300 HOK, sedangkan target HOK yang dibutuhkan untuk membangun pola tanam optimal adalah 148 HOK per hektar. Petani bisa bekerja sendiri mengelola lahan HKm dan masih mampu mengelola lahan maksimal seluas 2 hektar berdasarkan potensi kerja yang ada. Faktor lain yang menjadi penentu penerapan pola tanam optimal adalah ketersediaan pasar komoditas dan sarana penyuluhan. Komoditas yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat seperti kopi, lada, kakao dan alpukat lebih mudah dipasarkan daripada komoditas yang baru akan dkembangkan. Komoditas yang menjadi pilihan masyarakat Desa Ngarip adalah komoditas komersial yang memiliki permintaan dan harga jual yang tinggi sehingga petani tidak merasa kesulitan dalam memasarkan produknya. Ketersediaan sarana penyuluhan juga sangat menentukan keberhasilan penerapan pola tanam optimal. Dukungan dari pemerintah untuk memberikan bantuan barang modal dan memberikan fasilitas pelayanan kredit dan dukungan dari LSM, perguruan tinggi dan pihak terkait lainnya untuk memberikan penyuluhan sangat diharapkan untuk mempercepat penerapan pola tanam optimal.

Hasil perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL) berdasarkan standar Bank Dunia US$2 adalah Rp 64.080.000 per kepala keluarga (KK) per tahun dengan jumlah keluarga rata-rata sebanyak 4 orang dalam satu KK. Hasil perhitungan KHL aktual diperoleh KHL sebesar Rp 3.800.000 per kapita per tahun atau Rp 15.000.000 per KK per tahun. KHL di wilayah penelitian lebih banyak dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan pokok. KHL lainnya dihabiskan untuk kebutuhan pendidikan, tabungan, sosial dan pakaian. KHL di wilayah penelitian adalah 4,7 kali KFM untuk mencapai standar KHL. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat Desa Ngarip sangat rendah sehingga petani harus menyesuaikan kebutuhan mereka dengan pendapatan. Pola tanam hasil optimalisasi mampu memenuhi KHL dengan mengelola lahan seluas 1,8 – 10 hektar. Pola tanam 15 adalah pola tanam yang dapat memenuhi KHL dengan mengelola lahan dengan luas paling minimal, yaitu 1,8 hektar.

Analisis deskriptif mengenai prospek pengembangan HKm menunjukkan bahwa HKm memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Prospek pengembangan HKm ditentukan berdasarkan persepsi dan perspektif petani. Data menunjukan bahwa HKm memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar terhadap total pendapatan petani. Sebesar 53% pendapatan petani berasal dari usaha HKm. Petani memiliki keinginan-keinginan untuk mengembangkan HKm berdasarkan perspektif petani terhadap 5 hal, yaitu perpektif ekonomi, lingkungan, pengetahuan dan ketrampilan, kepentingan investasi dan keberlanjutan izin HKm. Kata kunci : hutan kemasyarakatan, pola tanam optimal, kebutuhan hidup layak

(9)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(10)

KEMASYARAKATAN DESA NGARIP KECAMATAN

ULU BELU KABUPATEN TANGGAMUS

SUSNI HERWANTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(11)
(12)

Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus

Nama : Susni Herwanti

NRP : E151090041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS.

Ketua Anggota

Dr. Ir. Bahruni, MS.

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengelolaan Hutan

Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(13)

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya tesis dengan judul “Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan

Kemasyarakatan Desa Ngarip, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus”

dapat diselesaikan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dua isu penting yang terjadi di Indonesia, yaitu isu kemiskinan dan kerusakan hutan. Hutan kemasyarakatan merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kecenderungan masyarakat untuk menanam berbagai jenis tanpa memperhatikan kemampuan lahan untuk menumbuhkan tanaman membuat produksi tanaman tidak optimal. Penelitian ini berusaha merumuskan model pemanfaatan lahan optimal yang bisa mempertemukan kedua tujuan.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis optimalisasi dengan menggunakan linear programming, analisis ukuran garis kemiskinan, analisis KHL, analisis luas lahan minimal yang dibutuhkan berdasarkan standar KHL tertinggi dan analisis prospek pengembangan HKm.

Peneliti menemukan tiga puluh enam pola tanam aktual di lapangan dan enam belas rencana pola tanam yang ingin dikembangkan petani. Enam belas pola tanam yang direncanakan kemudian dioptimalkan sehingga diperoleh enam belas pola tanam hasil optimalisasi. Pola tanam 15 adalah pola tanam yang memberikan keuntungan tertinggi. Pola tanam dikatakan optimal apabila keuntungan pola tanam hasil optimalisasi mampu memenuhi standar KHL. Standar KHL mampu dipenuhi petani dengan mengelola lahan seluas 1,8 - 10 hektar. Persepsi yang baik dan adanya keinginan dan dorongan untuk mengembangkan HKm berdasarkan perspektif petani menunjukkan bahwa HKm memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS dan Bapak Dr. Ir. Bahruni, MS selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan masukan dan saran yang sangat berarti mulai dari penulisan rencana penelitian hingga penulisan tesis. Demikian pula penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi. Ucapan terima

(14)

angkatan 2009 yang selalu mendukung, memberikan semangat, dan membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

Tak lupa pula ucapan terima kasih dipersembahkan penulis kepada Bapak, Ibu (almarhumah), kakak beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan, doa, dorongan, motivasi dan kasih sayangnya hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Terima kasih pula kepada rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan semua pihak, atas segala dukungan, bantuan dan kerjasamanya. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya. Amin.

Bogor, Januari 2012

(15)

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, 27 September 1981 dari Bapak H. Suharman dan Ibu almarhumah Hj. Amawati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada dan lulus pada pada tahun 2004. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Dikti. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Universitas Lampung sejak tahun 2006. Penulis aktif melakukan beberapa kegiatan penelitian, pengabdian masyarakat dan pendampingan selama menjadi dosen. Pada tahun 2006 penulis menjadi pendamping mahasiswa S3 dari Jepang untuk melakukan penelitian di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur. Pengabdian masyarakat dilakukan penulis di Kabupaten Tanggamus pada tahun 2006. Pada tahun 2007 penulis melakukan penelitian tentang total pengelolaan kualitas (TQM) sebagai fokus perbaikan kinerja Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman dan penulis bertindak sebagai ketua. Pada tahun yang sama penulis melakukan penelitian tentang analisis penutupan lahan pada daerah tangkapan air waduk batu tegi di Provinsi Lampung bersama tim peneliti dari Universitas Lampung dan penulis bertindak sebagai anggota. Penulis juga melakukan pendampingan mahasiswa S2 dari Perancis pada tahun 2007 di Sumber Jaya, Lampung Barat dengan topik pengelolaan lahan di Sumber Jaya.

(16)
(17)

xvii Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 3 Tujuan Penelitian ... 3 Manfaat Penelitian ... 4 Hipotesis ... 4

Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kemasyarakatan ... 7

Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi Lahan ... 9

Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi HKm ... 9

Agroforestry ... 10

Pola Tanam ... 14

Perencanaan Tanaman ... 15

Kebutuhan Tenaga Kerja ... 16

Perencanaan Linear Programming untuk Usahatani ... 18

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

Jenis dan Sumber Data... 21

Teknik Pengambilan Sampel ... 22

Analisis Pola Tanam ... 22

Analisis Ukuran Garis Kemiskinan ... 26

Analisis Kebutuhan Hidup Layak ... 26

Analisis Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL ... 27

Analisis Prospek Pengembangan HKm ... 27

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Desa Ngarip ... 29

Karakteristik Sosial Ekonomi Desa Ngarip ... 30

(18)

xviii

Pola tanam Aktual ... 33

Jenis-Jenis Tanaman Pilihan Petani ... 36

Pola Tanam Optimal ... 44

Faktor Penentu Implementasi Pola Tanam Optimal ... 51

Ukuran Garis Kemiskinan ... 54

Kebutuhan Hidup Layak ... 55

Kebutuhan Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL ... 56

Pendapatan Petani berdasarkan Luas HKm ... 57

Prospek Pengembangan HKm... 58

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 61

Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(19)

Halaman

1 Hasil penelitian terdahulu tentang optimalisasi lahan ... 9

2 Hasil penelitian terdahulu tentang HKm ... 9

3 Jumlah hari kerja yang dicurahkan per hektar tanaman di Maluku ... 17

4 Sasaran, metode dan kegunaan Data ... 22

5 Luas penggunaan dan produktivitas lahan Desa Ngarip ... 29

6 Data sosial ekonomi Desa Ngarip ... 30

7 Data sosial ekonomi responden ... 31

8 Pola tanam aktual dan dominasi tanaman ... 35

9 Jenis tanaman pilihan masyarakat ... 38

10 Produksi biji kakao dengan beberapa jenis tanaman penaung ... 40

11 Pola tanam yang direncanakan di wilayah penelitian ... 45

12 Jumlah tanaman aktual dan hasil optimalisasi setiap strata ... 46

13 Harga relatif komoditas yang dikembangkan ... 48

14 Komposisi jenis pola tanam hasil optimalisasi ... 49

15 Kebutuhan luas lahan setiap pola tanam berdasarkan standar KHL ... 56

16 Pendapatan petani berdasarkan luas lahan ... 57

(20)
(21)

Halaman

1 Kerangka pemikiran optimalisasi pola tanam HKm ... 5

2 Pola tanam dengan dominasi satu jenis tanaman kopi ... 33

3 Kombinasi tanaman kopi dan cabai ... 34

4 Kombinasi tanaman kopi, alpukat, pisang dan cabai ... 34

5 Kombinasi tanaman kopi dan pisang ... 34

6 Perbandingan keuntungan pola tanam aktual dan hasil optimalisasi ... 47

7 Perbandingan ukuran garis kemiskinan Sajogyo, BPS dan Bank Dunia terhadap total pendapatan aktual ... 55

(22)
(23)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Karakteristik responden per pola tanam ... 68 2 Rencana perubahan pola tanam aktual ... 75 3 Rata-rata pendapatan petani per pola tanam ... 76 4 Rata-rata pengeluaran petani per pola tanam ... 77 5 Komponen kebutuhan hidup layak per pola tanam ... 78 6 Arus uang tunai per pola tanam ... 79 7 Hasil optimalisasi pola tanam 1 ... 80 8 Hasil optimalisasi pola tanam 2 ... 81 9 Hasil optimalisasi pola tanam 3 ... 82 10 Hasil optimalisasi pola tanam 4 ... 83 11 Hasil optimalisasi pola tanam 5 ... 84 12 Hasil optimalisasi pola tanam 6 ... 85 13 Hasil optimalisasi pola tanam 7 ... 86 14 Hasil optimalisasi pola tanam 8 ... 87 15 Hasil optimalisasi pola tanam 9 ... 88 16 Hasil optimalisasi pola tanam 10 ... 89 17 Hasil optimalisasi pola tanam 11 ... 90 18 Hasil optimalisasi pola tanam 12 ... 91 19 Hasil optimalisasi pola tanam 13 ... 92 20 Hasil optimalisasi pola tanam 14 ... 93 21 Hasil optimalisasi pola tanam 15 ... 94 22 Hasil optimalisasi pola tanam 16 ... 95 23 Persepsi petani terhadap peranan HKm ... 96 24 Peta areal kerja HKm Desa Ngarip ... 97

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan kerusakan hutan merupakan isu penting yang terjadi di Indonesia sejak dahulu sampai sekarang. Pertumbuhan penduduk yang pesat, kebutuhan yang semakin meningkat, sementara luas lahan relatif tetap menyebabkan masyarakat terpaksa mengalihfungsikan kawasan hutan untuk dijadikan areal pertanian dan perkebunan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 32 juta orang atau sekitar 14% dan sebanyak 20 juta orang berada di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung yang berada di perdesaan adalah 1,2 juta orang atau sekitar 22% dari total penduduk Lampung (BPS 2010). Peran sektor kehutanan sangat besar dalam menanggulangi kemiskinan karena sekitar 63% penduduk miskin di Indonesia berada di perdesaan dan sebagian besar bermatapencaharian petani.

Luas kawasan hutan yang mengalami kerusakan khususnya di Provinsi Lampung mencapai 52% dari total luas kawasan hutan (Wulandari 2009). Kerusakan hutan salah satunya disebabkan oleh kemiskinan di perdesaan. Program-program penanggulangan kemiskinan yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan hutan diperlukan untuk mengatasi isu kemiskinan dan kerusakan hutan tersebut.

Pendekatan yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan salah satunya dengan mengembangkan hutan kemasyarakatan yang merupakan skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat. HKm memberikan peluang kepada masyarakat untuk memanfaatkan hutan secara optimal berdasarkan prinsip ekonomi, ekologi dan sosial. HKm memberikan kepastian hak kelola lahan dan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pengelolaan hutan.

Permenhut Nomor 37 Tahun 2007 tentang HKm menyatakan bahwa kawasan hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai areal kerja HKm adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Pemanfaatan kawasan hutan

(25)

dilakukan dalam pola wanatani (agroforestry) dengan stratifikasi tajuk yaitu, tajuk tinggi, sedang dan rendah.

Jenis tanaman yang diarahkan untuk ditanam di lahan HKm adalah Multi

Purpose Tree Species (MPTS), pohon-pohon penaung, tanaman kayu keras dan

tanaman pakan ternak. Jenis-jenis tersebut diperoleh dari swadaya masyarakat, pemerintah maupun dari kebun bibit rakyat (KBR).

Desa Ngarip yang terletak di Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus memiliki areal kerja HKm di kawasan hutan lindung seluas 1.446 hektar. Masyarakat di Desa Ngarip membuka kawasan hutan menjadi areal perkebunan sejak tahun 1980-an. Masyarakat berkebun kopi secara monokultur karena ketidakpastian hak kelola. Masyarakat beralih ke sistem budidaya agroforestry kopi sejak mendapat izin HKm.

Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh melalui agroforestry, yaitu manfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial budaya (Utami 2003). Agroforestry dapat menciptakan iklim mikro dan melindungi tanah dan air dengan lebih baik. Kombinasi antara tanaman semusim dan tanaman kayu-kayuan dapat mengurangi serangan hama penyakit. Agroforestry juga memberikan kesinambungan vegetasi sehingga tidak pernah terjadi pembukaan tanah yang ekstrim yang dapat mengganggu keseimbangan ekologinya. Penanaman lebih dari satu jenis (diversifikasi jenis) akan meningkatkan ketahanan terhadap fluktuasi harga dan jumlah permintaan pasar yang tidak menentu berdasarkan aspek ekonomi. Petani bisa mengurangi risiko kerugian yang lebih besar ketika salah satu produknya mengalami kegagalan pasar dengan memusatkan perhatian pada produk lain yang kondisi harganya lebih stabil. Filosofi budidaya yang efisien, yaitu memperoleh hasil yang relatif besar dengan biaya atau pengorbanan yang relatif kecil memberikan makna bahwa agroforestry memperhatikan aspek sosial budaya. Berbudidaya agroforestry sama dengan melakukan investasi jangka panjang yang menguntungkan. Penanaman pohon yang bernilai ekonomi tinggi berarti menabung untuk masa depan karena produksinya baru dinikmati beberapa tahun lagi (Hairiah et al. 2000). Penelitian mengenai pemanfaatan lahan HKm yang optimal perlu dilakukan karena banyak manfaat yang bisa diperoleh dari

(26)

pemanfaatan lahan secara agroforestry. Kecenderungan petani menanam semua jenis memungkinkan terjadi pemanfaatan lahan yang tidak optimal.

Program HKm harus terdesentralisasi dengan melibatkan dan memperhatikan keinginan masyarakat setempat agar program berhasil dan tujuan HKm tercapai. Pemilihan jenis yang secara sosial diterima petani dan secara teknis dikenal oleh masyarakat dan bisa diterapkan di lapangan diharapkan dapat mendukung keberhasilan program HKm dalam mengembalikan fungsi hutan. Kombinasi optimal dicapai bila kemungkinan-kemungkinan pola tanam yang ada di lapangan mampu memberikan manfaat ekonomi dan ekologi.

Perumusan Masalah

Pola tanam agroforestry yang diterapkan oleh masyarakat di Desa Ngarip Kabupaten Tanggamus sebagian besar didominasi oleh tanaman kopi. Pola tanam tersebut harus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan manfaat ekologi bagi lingkungan. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sistem agroforestry memberikan manfaat ekonomi dan ekologi yang baik terutama dalam meningkatkan pendapatan penduduk dan memperbaiki kualitas lahan (Budidarsono & Wijaya 2000; Lyngbæk et al. 2001; Subagyono, Marwanto, Kurnia 2003; Buana, Suyanto dan Hairiah 2005; Utomo 2005; Arsyad 2006; Rajati et al. 2006; Banuwa 2008; Marwah 2008; Payan et al. 2009; Helton et al. 2010). Meskipun demikian, seberapa besar sistem agroforestry kopi mampu mencukupi kebutuhan hidup petani Desa Ngarip? Berdasarkan uraian di atas, permasalahan-permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah pola tanam di Desa Ngarip sudah optimal sesuai dengan tujuan HKm? 2) Bagaimanakah pola tanam yang optimal?

3) Bagaimanakah prospek pengembangan HKm dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani?

Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu: 1) Mengidentifikasi pola tanam yang ada di lahan HKm

2) Merumuskan pola tanam optimal berdasarkan kebutuhan hidup layak petani 3) Mengidentifikasi prospek pengembangan HKm berdasarkan perspektif petani

(27)

Manfaat

Penelitian mengenai optimalisasi pemanfaatan lahan HKm dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi dan sosial diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar hutan dan masukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan untuk mewujudkan hutan lestari dan masyarakat sejahtera.

Hipotesis

1) Pola tanam berdasarkan preferensi petani dan secara teknis bisa diterapkan di lapangan akan memberikan hasil optimal

2) Pengembangan HKm dengan pola tanam optimal dan dukungan potensi sosial ekonomi masyarakat akan meningkatkan peran HKm dalam mensejahterakan masyarakat

Kerangka Pemikiran

HKm bertujuan melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui pemanfaatan lahan optimal. Pemanfaatan lahan optimal mempertimbangkan tiga aspek penting, yaitu sosial, ekonomi dan ekologi. Aspek sosial melibatkan petani dalam pemilihan jenis berdasarkan preferensi petani. Jenis-jenis tanaman yang dipilih adalah jenis-jenis yang sudah dikenal dan disukai petani termasuk jenis-jenis yang sudah ada dan yang akan dikembangkan. Pemilihan jenis berdasarkan preferensi merupakan dasar dalam penentuan pola tanam yang akan dikembangkan.

Petani menghadapi beberapa kendala dalam mengembangkan pola tanam yaitu kendala ekonomi dan ekologi. Kendala ekonomi yang dihadapi petani adalah ketersediaan modal dan HOK. Kendala ekologi yang dihadapi petani adalah jumlah tanaman maksimal yang dapat tumbuh optimal di lahan HKm. Berdasarkan dua kendala tersebut, pola tanam yang akan dikembangkan dioptimalkan menggunakan linear programming dengan tujuan memaksimalkan keuntungan pola tanam. Hasil analisis optimalisasi ini menghasilkan pola tanam optimal secara ruang, tetapi pola tanam ini perlu dievaluasi terhadap pemenuhan kebutuhan hidup layak (KHL) petani. Pola tanam optimal adalah pola tanam hasil optimalisasi yang mampu memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL)

(28)

tertinggi. KHL petani bisa dipenuhi petani dengan menambah luas lahan atau tidak menambah luas lahan tergantung dari keuntungan pola tanam hasil optimalisasi. Petani tidak memerlukan tambahan luas lahan apabila keuntungan pola tanam hasil optimalisasi memenuhi KHL sebaliknya petani memerlukan tambahan luas lahan apabila keuntungan pola tanam hasil optimalisasi tidak memenuhi KHL. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran optimalisasi pola tanam HKm. Keuntungan ≥ KHL

Tidak perlu menambah luas lahan Perlu menambah

luas lahan

tidak

ya

Linear programming

Pola tanam optimal

Ekonomi Ekologi

Pemanfaatan lahan HKm belum optimal

Pemilihan jenis berdasarkan preferensi petani (sosial)

(29)
(30)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Kemasyarakatan

Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan masyarakat setempat), tanpa mengganggu fungsi pokoknya (meningkatkan fungsi hutan dan kawasan hutan, pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dengan tetap menjaga fungsi kawasan hutan (Cahyaningsih et

al. 2006).

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 menyatakan bahwa hutan kemasyarakatan adalah hutan yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat dan hanya diperuntukkan pada kawasan lindung dan kawasan hutan produksi. Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat. Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi.

Hutan kemasyarakatan memiliki manfaat untuk masyarakat, pemerintah maupun manfaat terhadap fungsi hutan dan restorasi habitat. Manfaat HKm untuk masyarakat adalah: (1) pemberian izin kelola HKm memberikan kepastian hak akses untuk turut mengelola kawasan hutan; (2) masyarakat atau kelompok tani HKm menjadi pasti untuk berinvestasi dalam kawasan hutan melalui reboisasi swadaya mereka. HKm menjadi sumber mata pencaharian dengan memanfaatkan hasil dari kawasan hutan. Keanekaragaman tanaman yang diwajibkan dalam kegiatan HKm menjadikan kalender musim panen petani menjadi padat dan dapat

(31)

menutupi kebutuhan sehari-hari rumah tangga petani HKm; (3) kegiatan pengelolaan HKm yang juga menjaga sumber-sumber mata air dengan prinsip lindung, berdampak pada terjaganya ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan rumah tangga dan kebutuhan pertanian lainnya; (4) terjalinnya hubungan dialogis dan harmonis dengan pemerintah dan pihak terkait lainnya. Diskusi-diskusi dan komunikasi yang dibangun dan dilakukan melalui kegiatan HKm telah menghasilkan komunikasi yang baik dan harmonis antar para pihak yang dulu merupakan sesuatu hal yang jarang ditemukan; (5) adanya peningkatan pendapatan non tunai (innatura atau berbentuk barang) dalam bentuk pangan dan papan. Manfaat HKm untuk pemerintah adalah: (1) kegiatan HKm memberikan sumbangan tidak langsung oleh masyarakat kepada pemerintah melalui rehabilitasi yang dilakukan secara swadaya dan swadana; (2) adanya peningkatan pendapatan pemerintah daerah untuk pembangunan hutan lestari masyarakat sejahtera; (3) kegiatan teknis di lahan HKm yang mewajibkan kelompok melakukan penerapan pengolahan lahan berwawasan konservasi (menerapkan terasering, guludan, rorak, dll) dan melakukan penanaman melalui sistem MPTS membawa perbaikan pada fungsi hutan; (4) kegiatan HKm berdampak kepada pengamanan hutan (menurunkan penebangan liar), kebakaran hutan, dan perambah hutan. Kegiatan pengamanan hutan tersebut tercantum dan merupakan bagian dari program kerja masing-masing kelompok HKm; (5) terlaksananya tertib hukum di lahan HKm (berdasarkan aturan dan mekanisme kerja kelompok). Manfaat HKm terhadap fungsi hutan dan restorasi hábitat adalah: (1) terbentuknya keanekaragaman tanaman (tajuk rendah, sedang, dan tinggi); (2) terjaganya fungsí ekologis dan hidrologis, melalui pola tanam campuran dan teknis konservasi lahan yang diterapkan; (3) terjaganya blok perlindungan yang dikelola oleh kelompok pemegang izin HKm, yang diatur melalui aturan main kelompok; (4) kegiatan HKm juga menjaga kekayaan alam flora dan fauna yang telah ada sebelumnya beserta habitatnya (Cahyaningsih et al. 2006).

(32)

Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi Lahan

Penelitian mengenai optimalisasi lahan sistem agroforestry telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya disajikan pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Hasil penelitian terdahulu tentang optimalisasi lahan

Nama (tahun) Lokasi Metode análisis Hasil Rauf (2004) Kabupaten Langkat Sumatera Utara Goal programming

Tipe agrosilvopastural dengan kombinasi pepohonan/hutan, tanaman pertanian dan rumput pakan ternak memberikan hasil optimal

Arunglangi (2005)

Tana Toraja Goal

programming

Pola tanam optimal adalah pola yang memiliki keragaman tertinggi

Mandagi (2005) Kecamatan Bintauna Provinsi Sulawesi Utara Linear programming

Pola tanam optimal berdasarkan pertimbangan musim, unsur hara, hama penyakit dan sumberdaya yang tersedia memberikan pendapatan optimal.

Rajati (2006) Hutan Cipadayungan, Kabupaten Sumedang Goal programming dan USLE

Pola tanam yang memberikan hasil optimal adalah pola tanam berdasarkan pilihan masyarakat

Hasil-Hasil Penelitian Hkm

Beberapa hasil penelitian tentang HKm telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang HKm Nama (tahun) Lokasi Metode análisis Hasil Zulfarina (2003) Lampung Barat

Statistik Terdapat hubungan yang positif antara persepsi dan partisipasi petani terhadap usaha pertanian konservasi Susilawati (2009) Lampung Barat Statistik deskriptif dan inferensia

1) Semakin luas lahan yang dikelola petani, semakin besar daya dukung gizi yang diperoleh untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. 2) Semakin beranekaragam jenis tanaman,

ketersediaan energi yang dihasilkan semakin besar

(33)

Agroforestry

Sistem agroforestry adalah sistem penggunaan lahan yang mengintegrasikan tanaman pangan, pepohonan dan atau ternak secara terus-menerus ataupun periodik, yang secara sosial dan ekologis layak dikerjakan oleh petani untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan tingkat masukan dan teknologi rendah (Nair 1993). King (1979) diacu dalam Watanabe (1999) mendefinisikan bahwa

agroforestry adalah sistem pengelolaan lahan berkelanjutan yang mampu

meningkatkan produktivitas lahan secara total, mengkombinasikan tanaman pangan (termasuk tanaman tahunan), tanaman hutan dan atau ternak secara terus-menerus atau periodik pada lahan yang sama, mengaplikasikan tingkat pengelolaan yang bersaing dengan kebudayaan masyarakat di sekitarnya. Semua definisi agroforestry di atas mengimplikasikan bahwa:

1) Terdapat interaksi yang kuat, baik kompetitif maupun komplementer antara komponen pohon-pohonan dan bukan pepohonan

2) Terdapat perbedaan yang nyata antara masing-masing komponen agroforestry dalam dimensi fisik, umur dan penampilan fisiologi

3) Agroforestry umumnya mengintegrasikan dua atau lebih jenis tanaman (atau tanaman dan ternak), dimana paling tidak salah satunya merupakan tanaman berkayu

4) Agroforestry selalu mempunyai dua atau lebih hasil 5) Siklus agroforestry selalu lebih dari satu tahun

6) Walaupun dalam bentuk sederhana, secara ekologi dan ekonomi agroforestry lebih kompleks dibandingkan dengan usahatani monokultur

7) Agroforestry dapat diterapkan pada lahan-lahan yang berlereng curam, berbatu-batu, berawa-rawa, ataupun tanah marjinal dimana sistem usahatani lainnya kurang cocok.

Pada saat ini dikenal empat jenis agroforestry, yaitu tanaman sela, talun, kebun campuran, pekarangan, tanaman pelindung dan pagar hidup. Empat jenis

agroforestry itu adalah (Santoso et al. 2004): Tanaman sela

Ada dua model pertanaman sela, yaitu pertanaman sela terus menerus dan pertanaman sela periodik dilihat dari perkembangan tajuk tanaman tahunan.

(34)

Pertanaman sela terus-menerus adalah penanaman tanaman semusim atau menahun, palawija, atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang sudah menghasilkan. Tajuk tanaman tahunan tidak rapat sehingga memungkinkan untuk membudidayakan tanaman lainnya yang memiliki tajuk lebih rendah dari tanaman tahunan. Pengaturan tanaman dilakukan sedemikian rupa, sehingga interaksi antar tanaman tidak saling merugikan. Penanaman kakao, pisang, ubi kayu, padi gogo, nanas, atau jagung diantara barisan kelapa adalah salah satu contoh pertanaman sela terus-menerus.

Tanaman sela sementara adalah penanaman tanaman pangan semusim, palawija atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang tajuknya belum menutupi seluruh permukaan tanah. Tanaman semusim tidak dapat dibudidayakan lagi jika tajuk tanaman tahunan sudah menutupi seluruh permukaan tanah.

Teknik tanaman sela berkembang pesat di daerah perkebunan dengan tujuan untuk memberikan penghasilan yang cepat kepada petani selama menunggu tanaman perkebunan menghasilkan atau memberikan pendapatan tambahan dari tanaman tahunan yang tajuknya tidak menutupi seluruh permukaan tanah. Beberapa keuntungan dari pertanaman sela adalah memberikan pendapatan dalam waktu singkat kepada petani pengelola kebun, mencegah pertumbuhan gulma yang dapat merugikan tanaman tahunan dan meringankan pemeliharaan tanaman tahunan karena pemberian pupuk dan pengendalian hama/penyakit tanaman sela meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi gangguan hama/penyakit bagi tanaman tahunan. Kekurangan dari sistem tanaman sela adalah tanaman semusim atau tanaman bertajuk rendah dapat menjadi inang hama/penyakit yang menyerang tanaman tahunan. Tanaman sela dengan tanaman semusim hanya cocok diterapkan pada lahan dengan lereng < 30% karena pada lereng yang lebih curam akan mempercepat erosi dan memerlukan banyak tenaga dan biaya.

Talun

Talun adalah lahan di luar areal pemukiman yang ditumbuhi oleh tanaman hutan dan tanaman tahunan lainnya. Komponen tanamannya tumbuh sendiri sehingga proporsi jarak tanamnya tidak teratur. Sistem ini lebih menyerupai hutan sekunder yang tumbuh setelah hutan primer dibuka, ditanami tanaman pangan dan setelah beberapa tahun ditinggalkan karena produktivitas lahannya rendah. Talun

(35)

berasosiasi erat dengan perladangan berpindah di daerah Sumatera dan Kalimantan yang pada umumnya menumbuhkan hutan karet rakyat.

Kebun campuran

Kebun campuran mirip dengan talun, tetapi komponen tanaman hutan dan tanaman tahunan lainnya sengaja ditanam. Jenis tanaman tahunan yang sengaja ditanam antara lain petai, jengkol, aren, melinjo, sengon, dan buah-buahan. Sebagian lahan kadang-kadang ditanami dengan tanaman pangan semusim tetapi komponen tanaman tahunan dalam sistem kebun campuran lebih dominan dibandingkan dengan tanaman semusim. Kebun campuran dikenal dengan istilah

Taungya di Filipina, India dan Kenya, yang berarti sehamparan lahan di daerah

pegunungan. Sistem ini disebut tegalan jika proporsi tanaman semusim lebih luas daripada tanaman tahunan.

Pekarangan

Pekarangan adalah penanaman tanaman tahunan dan tanaman pangan semusim atau menahun serta sering dikombinasikan dengan pemeliharaan ternak terutama jenis ruminansia dan unggas di sekitar rumah. Sistem ini berkembang baik di daerah transmigrasi, dimana untuk setiap rumah tangga disediakan lahan pekarangan sekitar 0,25 hektar untuk ditanami tanaman tahunan, tanaman pangan, tanaman obat-obatan, dan sering diiringi dengan pembuatan kandang ternak ruminansia dan unggas.

Tanaman pelindung

Tanaman pelindung adalah tanaman tahunan bertajuk tinggi yang sengaja ditanam dengan tujuan untuk melindungi tanaman semusim atau tanaman perkebunan bertajuk rendah (perdu) dari kelebihan intensitas sinar matahari dan pengaruh buruk dari angin dingin. Proporsi tanaman pelindung lebih sedikit daripada tanaman yang dilindungi dan dipilih tanaman jenis leguminosa berkayu untuk mengurangi persaingan unsur hara dengan tanaman yang dilindungi. Tanaman Erythrina sp. yang ditanam di sela-sela barisan tanaman kopi merupakan salah satu contoh tanaman pelindung. Persyaratan tanaman pelindung adalah:

(36)

1) Memiliki tajuk tinggi

2) Memiliki perakaran yang dalam sehingga dapat mendaur ulang unsur hara dari lapisan tanah yang dalam, dan mengurangi persaingan dengan tanaman pokok 3) Termasuk jenis legume berkayu, sehingga dapat memfiksasi nitrogen dari

udara untuk tanaman pokok

4) Tidak mudah rebah atau patah sehingga tanaman pokok tidak mengalami kerusakan

5) Mampu mengurangi kerusakan tanaman pokok dari pengaruh jelek angin terutama di daerah beriklim kering dan kena pengaruh angin dingin dari Benua Australia

Pagar hidup

Pagar hidup adalah barisan tanaman tahunan jenis perdu atau pohon sepanjang batas pemilikan lahan yang ditanam dengan jarak tanam rapat, dipangkas pada ketinggian 1,5 - 2 m. Pagar hidup dapat berfungsi sebagai pencegah orang, ternak pemakan rumput/tanaman masuk ke lahan dan merusak tanaman, sumber pakan ternak serta menahan erosi selain sebagai batas pemilikan lahan. Persyaratan yang diperlukan untuk tanaman pagar hidup adalah:

1) Berperakaran dalam, sehingga dapat mendaur ulang unsur hara dari lapisan tanah yang dalam, mengurangi persaingan dengan tanaman pokok, dan mampu mencegah erosi

2) Tahan dipangkas secara periodik

3) Menghasilkan banyak bahan hijauan segar untuk pakan ternak atau menghasilkan banyak bahan kayu bakar

4) Bukan sebagai inang hama/penyakit bagi tanaman pokok

5) Untuk daerah beriklim kering seperti di Nusa Tenggara, dipilih tanaman yang tahan kering, sehingga tidak mati selama kemarau panjang

6) Diusahakan dari jenis legume perdu karena kualitas pakan ternak akan lebih baik dan dapat memfiksasi nitrogen dari udara untuk tanaman pokok.

Klasifikasi agroforestry

Klasifikasi pola agroforestry dapat dilakukan berdasarkan struktur, fungsi, sosial ekonomi, dan ekologi (Watanabe 1999). Klasifikasi berdasarkan struktur menunjukkan komponen-komponen yang menyusun pola tersebut, misalnya

(37)

tanaman pertanian, tanaman kehutanan dan ternak, sedangkan klasifikasi berdasarkan fungsi menunjukkan peranan dari pola agroforestry yang meliputi peranan produksi atau peranan proteksi. Klasifikasi agroforestry menunjukkan tingkat input yang digunakan (input rendah, input tinggi) atau intensitas pengelolaan dan tujuan komersil (subsisten, komersil atau setengah komersil) berdasarkan sosial ekonomi, sedangkan berdasarkan ekologi menunjukkan kondisi lingkungan dan kesesuaian ekologis dari pola tersebut, misalnya suatu kelompok pola agroforestry yang sesuai untuk dataran tinggi tropis, wilayah semi-arid dan lain-lain. Agroforestry dapat dibagi berdasarkan struktur atau komponen-komponen yang menyusunnya sebagai berikut (Sukandi et al. 2002):

a. Kombinasi antara pohon-pohonan dan tanaman pertanian disebut

agrisilviculture

b. Kombinasi antara pohon-pohonan dengan tanaman pakan ternak dan atau ternak disebut silvopasture

c. Kombinasi antara pohon-pohonan, tanaman pertanian, tanaman pakan ternak dan atau ternak disebut agrosilvopasture

d. Kombinasi yang lain, diantaranya adalah pohon-pohonan dengan kegiatan perikanan (silvofishery) atau pohon-pohonan dengan kegiatan perlebahan.

Pola Tanam

Pola tanam dalam agroforestry sangat spesifik karena menyangkut berbagai komponen yang berbeda di dalamnya. Prinsip pola tanam dalam sistem

agroforestry adalah bagaimana memanfaatkan ruang dan waktu secara optimal

sehingga unsur-unsur hara, air dan cahaya dapat dimanfaatkan secara optimal pula. Usaha pemanfaatan ruang secara optimal dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya pengaturan jarak tanam, tata letak tanaman, perkembangan lapisan tajuk dan perakaran. Optimalisasi pemanfaatan unsur waktu dilakukan antara lain dengan pengaturan waktu tanam dan panen. Pengaturan ruang dan waktu yang optimal diharapkan komponen yang satu tidak akan menekan komponen yang lain, malah sebaliknya terjadi saling menunjang antar komponen.

Pola tanam dalam sistem agroforestry diatur sedemikian rupa sehingga pada tahap awal (faktor naungan belum menjadi masalah) beberapa komponen dapat

(38)

tumbuh bersamaan dalam satu lapisan tajuk. Sistem agroforestry akan menyerupai ekosistem hutan pada tahap lanjut yang terdiri dari banyak lapisan tajuk (multistrata). Lapisan tajuk atas ditempati oleh jenis-jenis dominan, di bawahnya ditempati oleh jenis-jenis yang kurang dominan yang tahan setengah naungan, kemudian lapisan bawah ditempati oleh jenis-jenis tahan naungan. Pola tanam adalah sistem pengaturan pertanaman berdasarkan distribusi curah hujan, baik pola tanam monokultur maupun tumpang sari pada tanaman seumur pada sebidang tanah sebagai salah satu strategi untuk menjamin keberhasilan usaha tani lahan kering (Santoso et al. 2004).

Perencanaan Tanaman

Banyak usahatani yang disusun berdasarkan pengalaman. Kebanyakan dari petani yang menggunakan cara ini dibesarkan di daerah tempat ia berusahatani sekarang. Praktek-praktek usahataninya tidak berbeda dengan praktek-praktek yang berlaku di daerah tersebut. Perencanaan tanaman dilakukan untuk menentukan jenis tanaman yang akan diusahakan. Beberapa syarat yang harus dipenuhi tanaman tersebut adalah (Soeharjo dan Patong 1973):

1) Dapat menambah atau mempertahankan kesuburan tanah

Tiap unit tanah harus dipertahankan kesuburannya. Salah satu jalan adalah dengan rotasi, baik yang sifatnya pendek maupun lama. Pergiliran tanaman yang baik akan memperbaiki struktur dan menjaga kesuburan tanah. Tanaman-tanaman yang dipilih sebagai tanaman kedua adalah tanaman yang memang sifatnya menambah kesuburan tanah. Tanaman-tanaman jenis leguminosa seperti kacang tanah, kedele adalah tanaman-tanaman yang dapat menambah kesuburan tanah. Pergiliran tanaman juga bisa didasarkan atas tanaman yang intensif dan ekstensif.

2) Komplementer dan suplementer satu sama lain

Tanaman-tanaman yang diusahakan hendaknya saling meninggikan hasil antara satu dengan lainnya atau sekurang-kurangnya tidak mengurangi hasil tanaman lainnya, terutama penggunaan alat-alat dan tenaga kerja. Tanaman yang intensif dapat diusahakan bersama-sama dengan tanaman yang ekstensif, sehingga penggunaan tenaga kerja dan alat-alat tidak saling bersaing.

(39)

Absorpsi tenaga kerja pada saat-saat tertentu tidak selalu harus oleh tanaman. Ternak dapat juga mengabsorpsi tenaga kerja.

3) Menggunakan kerja keluarga dengan efisien

Salah satu tujuan dari penyusunan rencana tanaman adalah menghitung jumlah kerja produktif. Tembakau dan kentang misalnya, memerlukan lebih banyak kerja per hektar daripada jagung. Jumlah jam yang diperlukan per hektar menjadi sangat berkurang setelah penemuan mesin-mesin pertanian, terutama mesin-mesin serbaguna.

4) Dalam permintaan pasar

Syarat ini berlaku terutama bagi usahatani-usahatani yang bertujuan menjual hasilnya ke pasar. Faktor harga sangat berkaitan erat dengan permintaan. Seorang pengusaha harus dapat membedakan antara perubahan-perubahan harga yang sifatnya sementara dan yang relatif kekal.

Perencanaan tanaman memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan ternak yang dapat diusahakan. Hasil tanaman tertentu mencerminkan jernis ternak tertentu pula.

Perencanaan tanaman harus disertai dengan anggaran biaya atas tindakan-tindakan dan hasil yang akan diterima karena tindakan-tindakan tersebut. Anggaran biaya ini menggambarkan taksiran pengeluaran total dan taksiran penerimaan total dari usahatani. Anggaran biaya ini dihitung berdasarkan analisis ekonomi sehingga dalam beberapa hal nilai total biaya bisa menjadi lebih besar dari total penerimaan. Taksiran pengeluaran total dimulai dari perhitungan penggunaan bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, penyusutan alat dan pajak. Taksiran penerimaan total dihitung berdasarkan taksiran produksi tanaman jika tanaman tersebut sudah menghasilkan dengan memperhatikan variasi harga apakah harga untuk jangka pendek atau untuk jangka panjang.

Kebutuhan Tenaga Kerja

Jumlah kerja yang dibutuhkan pada usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Soeharjo dan Patong 1973):

1) Tingkat perkembangan usahatani

Jumlah kerja yang dicurahkan untuk operasi usahataninya relatif kecil pada usahatani yang tujuannya mencukupi kebutuhan keluarga. Tambahan kerja

(40)

diperlukan lebih banyak pada usaha tani yang telah banyak menggunakan input modern. Hasil yang lebih baik diperoleh dengan melakukan pemeliharaan, penyiangan, pengaturan air, pemberantasan hama penyakit, pemupukan dan sebagainya.

2) Jenis tanaman yang diusahakan

Setiap jenis tanaman memerlukan kerja yang berbeda. Berdasarkan kebutuhan kerja yang berbeda, tanaman dapat digolongkan dalam:

a) Tanaman yang memerlukan kerja intensif, terutama terdiri dari tanaman-tanaman semusim

b) Tanaman yang tidak memerlukan kerja yang banyak terutama terdiri dari tanaman tahunan.

Setiap jenis tanaman dari setiap golongan juga memerlukan kerja yang berbeda, misalnya tanaman padi memerlukan kerja yang lebih banyak daripada tanaman palawija. Tanaman keras juga membutuhkan hari kerja yang berbeda dalam satu tahun. Tabel 3 menunjukkan perbedaan jumlah kerja yang dibutuhkan untuk pekerjaan membersihkan tanaman, menyiang, peremajaan dan panen. Tabel 3 Jumlah hari kerja yang dicurahkan per hektar tanaman jangka panjang di

Maluku tahun 1972

No Desa (HKP) Kelapa (HKP) Eugenia aromatica (HKP) Tanaman campuran (HKP) 1 Jailolo 47 - - 2 Oba 34,9 - - 3 Wahai 58,1 - - 4 Tanimbar 50,4 - - 5 Makian - 13,9 - 6 Saparna - 36,3 - 7 Tiharu - 96,1 - 8 P. Ambon - - 94,7

HKP = Hari kerja pria

Sumber : Masalah usahatani kelapa dan Eugenia aromatica, lokakarya dalam metode penelitian ilmu-ilmu sosial perdesaan, Departemen Sosek IPB

3) Topografi dan jenis tanah

Pengusahaan tanah miring dan bergunung lebih berat daripada tanah datar. Pengusahaan tanah liat lebih berat dari pada tanah-tanah pasir.

(41)

Perencanaan Linear Programming untuk Usahatani

Perencana harus menyusun perencanaan tanaman yang memenuhi beberapa persyaratan. Kegiatan pertanaman merupakan kegiatan proses produksi yang tergantung atau banyak dipengaruhi oleh faktor eksogenous di luar kontrol pengelola dengan demikian aspek ketidakpastian perlu diperhitungkan. Kegiatan pertanaman ini juga melibatkan banyak orang yang tidak terstandarkan, memiliki banyak produsen dan tersebar dan sebagian besar produkya adalah perishable (Soeharjo dan Patong 1973).

Linear programming pada dasarnya menentukan penggunaan yang paling menguntungkan dari sumber-sumber pertanian dengan kendala keterbatasan faktor atau sumber itu sendiri dan mampu menunjukkan pendugaan pendapatan dari alternatif yang dipilih. Hubungan produk-produk input-input dan input produk muncul dalam masalah perencanaan usahatani (Soekartawi 1992).

Ilmu usahatani adalah ilmu eknomi yang mempelajari bagaimana sumberdaya yang terbatas dapat memenuhi kehendak yang tidak terbatas. Keputusan ekonomi atau pilihan akan melibatkan tujuan, sumberdaya atau faktor dengan pembatasnya atau kendalanya untuk dapat menjangkau tujuan dan kemungkinan alternatif penggunaan sumber daya itu untuk mencapai tujuan (Hernanto 1996).

Linear programming adalah salah satu pendekatan matematika yang paling

sering digunakan dan diterapkan dalam keputusan-keputusan manajerial. Tujuan dari linear programming adalah untuk menyusun suatu model yang dapat dipergunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi yang optimal dari sumber daya perusahaan ke berbagai alternatif (Muslich 2009).

Model adalah penggambaran atau tiruan dunia nyata. Keputusan optimal dari sebuah model mungkin merupakan keputusan terbaik bagi keadaan nyata, namun mungkin juga bukan. Hal itu sangat tergantung kepada kemampuan model untuk mewakili persoalan atau sistem yang sedang dianalisis. Penyelesaian optimal yang dihasilkan oleh sebuah model adalah penyelesaian matematis sehingga hasil tersebut hendaknya ditafsirkan dan kebijaksanaan dapat dibuat berdasar hasil-hasil perhitungan tersebut. Langkah untuk membuat peralihan dari realita ke model kuantitatif dinamakan perumusan model. Perumusan model

(42)

merupakan hal pertama yang tidaklah mudah dilakukan. Pemahaman terhadap unsur-unsur model akan sangat membantu mengatasi kesulitan ini. Unsur-unsur tersebut adalah (Siswanto 2007):

1) Variabel keputusan

Variabel keputusan adalah variabel persoalan yang akan mempengaruhi nilai tujuan yang hendak dicapai. Penemuan variabel keputusan tersebut harus dilakukan terlebih dahulu sebelum merumuskan fungsi tujuan dan kendala-kendalanya di dalam proses permodelan.

2) Fungsi tujuan

Tujuan yang hendak dicapai harus diwujudkan ke dalam sebuah fungsi matematika linear dalam linear programming. Fungsi itu dimaksimumkan atau diminimumkan terhadap kendala-kendala yang ada.

3) Fungsi kendala

Manajemen menghadapi berbagai kendala untuk mewujudkan tujuan-tujuannya. Kenyataan tentang eksistensi kendala-kendala tersebut selalu ada. Kendala dapat diumpamakan sebagai suatu pembatas terhadap kumpulan keputusan yang mungkin dibuat dan harus dituangkan ke dalam fungsi matematika. Ada tiga macam kendala sesuai dengan dengan dalil matematika yaitu:

1. Kendala berupa pembatas 2. Kendala berupa syarat 3. Kendala berupa keharusan

Ketiga macam kendala tersebut akan selalu dijumpai di dalam setiap susunan kendala kasus pemrograman linear, baik yang sejenis maupun gabungan dari ketiganya. Linear programming adalah sebuah metode matematis yang berkarakteristik linear untuk menemukan suatu penyelesaian optimal dengan cara memaksimukan atau meminimumkan fungsi tujuan terhadap satu susunan kendala.

(43)
(44)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Ngarip, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung selama dua bulan yaitu dari bulan Juli sampai dengan Agustus 2011. Desa ini dipilih secara sengaja menjadi wilayah penelitian karena beberapa pertimbangan, yaitu berada di Kabupaten Tanggamus yang merupakan wilayah pengembangan HKm, memiliki kelengkapan data pendukung yang baik dan desa ini telah mendapatkan izin HKm pada tahun 2007.

Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan terdiri dari data primer dan data sekunder yang meliputi data biofisik dan sosial ekonomi. Data primer terdiri dari data vegetasi dan data sosial ekonomi dalam kondisi aktual dan kondisi yang direncanakan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara terstruktur dan semi terstruktur dan studi literatur. Data sekunder meliputi data iklim (curah hujan, suhu, ketinggian tempat) dan jenis tanah. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu Kecamatan Ulu Belu, Pekon Ngarip, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, BPS, BPDAS Provinsi Lampung, literatur-literatur dan institusi yang terkait.

Data biofisik yang dperlukan dalam penelitian ini adalah data vegetasi meliputi jenis dan jumlah tanaman. Data sosial ekonomi meliputi: (1) jumlah anggota keluarga (jenis kelamin, usia, pekerjaan dan tingkat pendidikan), (2) luas lahan (lahan HKm dan lahan milik), (3) status kepemilikan, (4) produksi usahatani, biaya dan pendapatan dari seluruh komponen usahatani aktual per tahun, (5) pendapatan dan biaya dari usahatani yang direncanakan per tahun (6) input produksi meliputi bibit, pupuk, pestisida, peralatan dan jumlah tenaga kerja (HOK) yang digunakan, (7) total pendapatan petani dan (8) total pengeluaran petani. (9) persepsi dan perspektif petani terhadap HKm. Sasaran, metode dan kegunaan data disajikan pada Tabel 4.

(45)

Tabel 4 Sasaran, metode dan kegunaan data

No Sasaran pengumpulan data Metode pengumpulan

data Kegunaan data

1 Jenis tanaman dan pola tanam di lahan HKm (aktual)

Pengamatan langsung secara deskriptif

Untuk mengetahui jenis pola tanam aktual

2 Jenis tanaman dan pola tanam yang direncanakan

Wawancara terstruktur (kuisioner)

Untuk mengetahui jenis pola tanam yang direncanakan 3 Sosial dan ekonomi

(produksi, biaya, pendapatan dan pengeluaran) dari usahatani aktual dan luar usahatani

Wawancara terstruktur (kuisioner)

Untuk menentukan

karakteristik sosial ekonomi, ukuran garis kemiskinan, kebutuhan hidup layak, kebutuhan luas lahan dan modal yang tersedia 4 Sosial dan ekonomi

(produksi, biaya dan pendapatan) dari usahatani yang direncanakan

Wawancara terstruktur (kuisioner)

Untuk menentukan pola tanam optimal dan kebutuhan luas lahan

5 Persepsi dan perspektif petani Wawancara semi terstruktur (kuisioner)

Untuk mengetahui prospek pengembangan HKm

Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pola tanam dilakukan secara purposive sampling. Responden yang diambil sebagai sampel adalah petani yang memiliki lahan HKm dan memiliki pola tanam yang berbeda. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian minimal sebanyak 30 sampel (Sugiyono 2009). Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 66 responden dan tersebar di berbagai pola tanam.

Analisis Pola tanam

Analisis pola tanam dilakukan terhadap pola tanam aktual dan pola tanam yang direncanakan. Analisis pola tanam aktual dilakukan dengan mengamati jenis tanaman, jumlah setiap jenis dan pola tanam secara langsung di lapangan. Analisis pola tanam yang direncanakan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

1) Identifikasi jenis tanaman yang ingin dikembangkan

Identifikasi jenis tanaman dilakukan terhadap jenis-jenis tanaman yang ingin dikembangkan oleh petani secara deskriptif. Jenis tanaman tersebut dikelompokkan berdasarkan kelompok tanaman tajuk tinggi, sedang dan rendah. 2) Identifikasi pola tanam yang direncanakan

Hasil identifikasi jenis digunakan untuk mengidentifikasi pola tanam yang direncanakan petani.

(46)

3) Analisis keuntungan pola tanam yang direncanakan

Analisis keuntungan merupakan taksiran keuntungan yang akan diterima petani dari pola tanam-pola tanam yang direncanakan pada saat semua tanaman telah berproduksi. Analisis keuntungan dilakukan terhadap jenis tanaman yang ingin dikembangkan petani menggunakan analisis anggaran arus uang tunai (cash

flow analysis) yang terdiri dari penerimaan, biaya dan pendapatan (Soeharjo dan

Patong 1973, Newnan 1990, Sinaga 1992, Brigham dan Gapenski 1991, Mulyadi 1992, Soekartawi 2002, Umar 2003). Perhitungan keuntungan per jenis tanaman ditentukan dengan struktur sebagai berikut:

1. Total penerimaan per jenis tanaman (TR) merupakan perkalian antara produksi tanaman dengan harga produk yang akan diterima ketika sudah menghasilkan dan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

TR = YP Keterangan:

TR= penerimaan per jenis tanaman (Rp/btg) Y = jumlah produksi tanaman (kg/btg) P = harga komoditas tanaman (Rp/btg)

2. Total biaya per jenis tanaman (TC) merupakan semua rencana biaya yang dikeluarkan oleh petani selama proses produksi baik langsung maupun tidak langsung untuk setiap jenis tanaman. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap meliputi pajak lahan, iuran kelompok dan lain-lain. Biaya tidak tetap meliputi biaya bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, pengangkutan dan lain-lain. Total biaya per jenis tanaman dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

TC = FC + VC Keterangan:

TC = total biaya per jenis tanaman (Rp/btg) FC = biaya tetap (Rp/btg)

VC = biaya tidak tetap (Rp/btg) 3. Keuntungan per jenis tanaman

Keuntungan per jenis tanaman adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya yang dapat dirumuskan dengan persamaan berikut:

(47)

Π = TR – TC Keterangan:

Π = keuntungan per jenis tanaman (Rp/btg)

Harga komoditas dan produktivitas tanaman menggunakan data-data yang berlaku di lapangan pada saat penelitian. Harga komoditas menggunakan harga-harga yang berlaku di tingkat petani. Harga komoditas diperoleh melalui literatur, wawancara atau menggunakan harga di tempat lain yang terdekat jika tanaman belum berproduksi. Data produktivitas tanaman diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan literatur.

4) Analisis optimalisasi

Analisis optimalisasi dilakukan terhadap masing-masing pola tanam yang direncanakan petani dengan beberapa pendekatan dan asumsi sebagai berikut: a) Hubungan antar variabel penentu adalah linear untuk fungsi yang

dioptimalkan dan kendala-kendala

b) Produktivitas dan harga dianggap konstan c) Selera petani terhadap jenis dianggap tetap

d) Modal usaha tani yang dibutuhkan menggunakan pendekatan biaya yang digunakan selama proses produksi yang direncanakan petani

e) Perhitungan optimalisasi dinilai pada tahun ke-7, yaitu ketika semua jenis tanaman telah berproduksi dan diasumsikan semua tanaman dapat hidup

f) Ketentuan jumlah tanaman tajuk rendah yang dapat hidup di bawah naungan kopi dianggap sama di bawah semua jenis tanaman tajuk sedang lainnya. g) Jarak tanam semua tanaman tajuk sedang diasumsikan sama

Analisis optimalisasi menggunakan linear programming dengan dua kelompok persamaan, yaitu persamaan fungsi tujuan dan persamaan kendala fungsional dengan struktur data sebagai berikut (Bungiorno dan Gilles 2003): a) Variabel keputusan (decision variable)

Variabel keputusan adalah jumlah tanaman ke-i yang dinotasikan dalam Xi dalam satuan batang per hektar.

b) Fungsi tujuan

Fungsi tujuan dalam model ini adalah memaksimumkan keuntungan (Z) dengan rumus sebagai berikut:

(48)

� Πi𝑋𝑋i ≥ Z 𝑛𝑛

𝑖𝑖=1 Keterangan:

Πi = keuntungan tanaman ke-i (Rp/btg)

Xi = jumlah tanaman ke-i (Btg/ha)

Z = jumlah keuntungan seluruh tanaman (Rp/ha/th) c) Kendala Fungsional

Kendala-kendala fungsional pada model ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1 Ketersediaan modal

Perhitungan modal menggunakan pendekatan biaya (cost approach). Perhitungan modal dalam penelitian ini meliputi biaya-biaya yang digunakan selama proses produksi seperti biaya bibit, pupuk, obat-obatan, upah tenaga kerja, alat-alat pertanian, pajak lahan dan lain-lain. Pola tanam yang direncanakan tidak melebihi jumlah modal yang dimiliki petani (Mi ≤ M). 2 Ketersediaan HOK

Ketersediaan HOK adalah jumlah hari kerja yang tersedia untuk mengelola usahatani tertentu dengan satuan hari orang kerja (HOK). Ketersediaan HOK setiap jenis dihitung sehingga diperoleh total kebutuhan HOK setiap pola

agroforestry. Jumlah HOK pola tanam yang direncanakan harus melebihi

jumlah HOK yang tersedia agar pola tanam terbentuk (HOKi ≥ HOK). 3 Kendala jumlah tanaman per hektar

Jumlah tanaman harus disesuaikan dengan kapasitas lahan menumbuhkan tanaman yang optimal. Jumlah tanaman minimal ditentukan berdasarkan jumlah tanaman aktual yang ada di lahan petani maupun dari studi literatur. Jumlah minimal tanaman tajuk sedang adalah 1.300 tanaman per hektar dan jumlah maksimal adalah 1.600 tanaman per hektar. Penentuan jumlah ini berdasarkan jarak tanam yang dianjurkan oleh Dirjen Perkebunan 2006 untuk tanaman kopi. Jumlah maksimal tanaman tajuk tinggi adalah 150 batang per hektar. Penentuan ini berdasarkan tabel tegakan jenis kayu industri pada akhir daur (Suharlan et al. 1975). Komposisi MPTS dan kayu-kayuan menggunakan perbandingan 70% dan 30%. Jumlah maksimal tanaman tajuk rendah adalah 3.200 batang per hektar. Penentuan jumlah ini berdasarkan hasil wawancara

(49)

dengan petani yang mengemukakan bahwa penanaman tumpang sari tanaman tajuk rendah yang baik dilakukan dengan perbandingan 2 : 1 terhadap tanaman kopi, artinya dua tanaman tajuk rendah dinaungi oleh satu tanaman kopi. Penaung tidak hanya tanaman kopi, tetapi semua tanaman tajuk sedang.

Analisis Ukuran Garis kemiskinan

Ada tiga metode yang sering digunakan dalam melihat standar kemiskinan suatu rumah tangga atau seseorang. Pertama, ukuran garis kemiskinan menurut Sajogyo; kedua, ukuran garis kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS); ketiga, ukuran garis kemiskinan menurut Bank Dunia. Ukuran garis kemiskinan atau ukuran kebutuhan fisik minimum (KFM) menurut Sajogyo dihitung berdasarkan nilai tukar beras per kapita per tahun, yaitu 240 - 320 kilogram × harga beras (Rp/kg). Harga beras yang berlaku di daerah penelitian pada tahun 2011 adalah Rp 6.500 sehingga ukuran garis kemiskinan menurut Sajogyo adalah Rp 130.000 - Rp 173.000. Ukuran garis kemiskinan menurut BPS (2010) yaitu Rp 189.000. Ukuran ini dinilai untuk tahun 2011 (future value) dengan mempertimbangkan tingkat inflasi rata-rata, dalam penelitian ini rata-rata diambil selama 3 tahun terakhir (tahun 2009, 2010 dan 2011). Tingkat inflasi rata-rata sebesar 4,5 (BPS 2011). Ukuran garis kemiskinan menurut Bank Dunia US$1 dan Bank Dunia US$2 per kapita per hari adalah Rp 8.900 dan Rp 17.800. US$1 sama dengan Rp 8.900 pada bulan November 2011 (Kemendag 2011). Ukuran-ukuran garis kemiskinan tersebut akan dibandingkan dengan total pendapatan aktual petani untuk mengetahui standar garis kemiskinan di wilayah penelitian. Total pendapatan aktual petani terdiri dari pendapatan dari lahan HKm, lahan milik, usaha ternak, tukang, buruh tani, penjualan kayu bakar, jasa transportasi, pembantu rumah tangga dan usaha lainnya. Satuan yang digunakan disamakan dalam rupiah per kapita per bulan pada tahun 2011.

Analisis Kebutuhan Hidup Layak

Kebutuhan hidup layak (KHL) petani adalah kebutuhan petani meliputi pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, keagamaan, rekreasi, kegiatan sosial dan tabungan hari tua. KHL aktual diukur pada setiap pola tanam

(50)

berdasarkan biaya yang dikeluarkan petani untuk memenuhi kebutuhan pangan, pendidikan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, keagamaan, rekreasi, tabungan dan kegiatan sosial. KHL aktual akan dibandingkan dengan standar KHL. Standar KHL adalah 250% dari ukuran garis kemiskinan tertinggi. KHL tertinggi dijadikan dasar dalam penentuan kebutuhan luas lahan yang seharusnya dimiliki petani. Penggunaan standar KHL tertinggi bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Desa Ngarip.

Analisis Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL

Analisis kebutuhan luas lahan dilakukan terhadap pola tanam aktual dan pola tanam hasil optimalisasi. Pola tanam optimal adalah pola tanam hasil optimalisasi yang mampu memenuhi standar KHL. Standar KHL dipenuhi dengan menambah luas lahan atau tidak menambah luas lahan tergantung dari keuntungan pola tanam hasil optimalisasi. Petani perlu menambah luas lahan apabila keuntungan pola tanam aktual dan hasil optimalisasi tidak memenuhi standar KHL tertinggi ( KHL

π ≥ 1). Analisis kebutuhan luas lahan dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Lm =KHLπ × 1 hektar

Keterangan:

KHL = Kebutuhan hidup layak (Rp/KK/tahun) Lm = Luas lahan minimal (ha)

π = Keuntungan dari lahan HKm (Rp)

Analisis Prospek Pengembangan HKm

Analisis mengenai prospek pengembangan HKm dilakukan secara deskriptif. Penilaian persepsi petani terhadap peranan HKm dalam meningkatkan kesejahteraan dilakukan sebagai dasar untuk melihat prospek pengembangan HKm ke depan. Persepsi petani terhadap HKm muncul dari pengalaman-pengalaman petani. Petani akan menilai baik atau buruk HKm berdasarkan pengalaman mereka selama mengelola lahan HKm. Kontribusi pendapatan dari lahan HKm terhadap total pendapatan petani perlu diketahui. Kontribusi pendapatan yang tinggi akan memberikan pandangan positif terhadap HKm,

(51)

sebaliknya kontribusi yang rendah akan menimbulkan pandangan negatif terhadap HKm. Persepsi positif akan memunculkan harapan-harapan, keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan untuk mengembangkan HKm berdasarkan perspektif mereka.

(52)

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Kondisi Umum Desa Ngarip

Batas Administrasi Wilayah

Desa Ngarip merupakan wilayah penelitian yang berada di Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung dengan luas wilayah 3.600 ha. Adapun batas administrasi wilayah meliputi:

1. Sebelah utara berbatasan dengan hutan lindung register 32 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukamaju

3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Muara Dua/Pagar Alam 4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Penantian

Iklim

Wilayah penelitian sebagian besar merupakan dataran tinggi dan berada pada ketinggian antara 850 – 1.200 meter di atas permukaan laut. Jumlah curah hujan berkisar antara 1.500 -2.300 mili meter dengan jumlah bulan basah sebanyak 6 bulan dan suhu rata-rata adalah 22oC (Pekon Ngarip 2010).

Jenis Tanah

Tanah di daerah penelitian terdiri dari tanah dystropepts, humitropepts, hapludults, tropaquepts, dystrandepts dan tropofluvents. Tekstur tanah di dominasi oleh lempung dengan warna tanah sebagian besar berwarna merah kehitaman (BPKH 2010).

Luas Penggunaan Lahan

Lahan di Desa Ngarip terdiri dari lahan perkebunan, lahan pertanian dan hutan. Data penggunaan lahan beserta luasnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Luas Penggunaan dan produktivitas lahan Desa Ngarip

Keterangan Luas (ha) Produktivitas (ton/ha)

Kopi 1400 0,8 Lada 2,5 0,5 Kakao 10 0,6 Sawah 62 3 Hutan 1837 - HKm 1446,88 Belum tercatat

(53)

Karakteristik Sosial Ekonomi Desa Ngarip

Desa Ngarip memiliki jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Ulu Belu. Mata pencaharian sebagian besar adalah petani lahan kering. Data sosial ekonomi selengkapnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Data sosial ekonomi Desa Ngarip

Keterangan Jumlah

Orang Persen (%)

Jumlah penduduk (jiwa) 4.798

Laki-laki (jiwa) 2.509 52

Perempuan (jiwa) 2.289 48

Jumlah keluarga (KK) 1.015

Kepadatan penduduk (jiwa/km2) 133,28

Jumlah angkatan kerja usia produktif

(orang) 2.580 53,77 Suku (orang) Jawa 3.260 68 Semendo 1.500 31 Sunda 37 1 Agama islam 4.798 100

Jumlah petani pemilik lahan (orang) 1.000 99

Jumlah petani penggarap (orang) 15 1

Jumlah petani HKm 735 72

Pemukiman penduduk (ha) 108

Pekarangan (ha) 108

Keluarga pra sejahtera (orang) 253 24,9

Keluarga sejahtera I (orang) 232 22,86

Keluarga sejahtera II (orang) 242 23,84

Keluarga sejahtera III (orang) 279 27,49

Keluarga sejahtera III plus 9 0,009

Jarak ke ibukota kecamatan (km) 0,5

Jarak ke ibukota kabupaten (km) 65

Sumber: Pekon Ngarip 2010

Karakteristik Sosial Ekonomi Responden

Desa Ngarip memiliki satu Gabungan Kelompok HKm (GAPOKTAN) yang diberi nama Kelompok HKm Margo Rukun. Kelompok HKm Margo Rukun memiliki jumlah anggota sebanyak 735 penggarap. Luas areal kelola HKm adalah 1.446 hektar yang terdiri dari 1.081 hektar blok budi daya dan 365 hektar blok lindung. Jumlah petani sampel yang diambil sebanyak 66 responden. Data mengenai karakteristik responden disajikan pada Tabel 7.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran optimalisasi pola tanam HKm.
Tabel 1 Hasil penelitian terdahulu tentang optimalisasi lahan
Tabel 3 Jumlah hari kerja yang dicurahkan per hektar tanaman jangka panjang di  Maluku tahun 1972
Tabel 4 Sasaran, metode dan kegunaan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada 3 tipe yang berbeda berdasarkan penggunaannya yaitu : a) Embung penampung air ( storage dams ).. adalah embung yang digunakan untuk menyimpan air pada masa surplus dan

1. Populasi, Sampel, Teknik dan Instrumen Penelitian. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh kader yang berjumlah 25 orang di 5 Posyandu Desa Jambuwok

E-Zakat merupakan satu sistem maklumat bagi pembayaran zakat berasaskan web yang berpenman untuk mengira jumlah zakat harta yang wajib dikeluarkan dan bukannya zakat

Para pihak, dari tekad bersama mereka menuju pengembangan hubungan persahabatan melalui pembangunan saling percaya dan saling pengertian, didasarkan atas prinsip-prinsip

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian kompensasi, interaksi sosial, program pengembangan karyawan dan kondisi kerja berpengaruh terhadap kepuasan

Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosional dan kualitas hubungan persahabatan pada remaja.. Subjek

Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2, bahwa deskripsi varietas yang menjadi informasi produk merupakan suatu atribut untuk dipertimbangkan petani untuk mengetahui

Analisis statistik menggunakan independent t-test menunjukkan ada perbedaan signifikan (P&lt;0,05) kadar kalsium pada kuda pacu dan kuda pekerja namun tidak