• Tidak ada hasil yang ditemukan

Visi Pendidikan dalam Al Quran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Visi Pendidikan dalam Al Quran"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Visi Pendidikan dalam al-Qur’an

Dewi Anggraeni

A. Pendahuluan

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup (way of life) bagi segenap umat manusia yang bersifat absolut dan universal. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing zaman dan hadir secara fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Absolusitas dan universalitas isi al-Qur’an inilah yang menjadikan Islam sebagai solusi kehidupan.

Salah satu tema pokok yang menjadi perhatian al-Qur’an adalah masalah pendidikan1. Pendidikan sangat urgen dalam pengembangan sumber daya manusia

(human resources) menuju terbentuknya manusia sempurna (al-insān al- kāmil). Manusia memang telah dikarunia kemampuan dasar, tetapi kemampuan tersebut tidak akan banyak artinya apabila tidak dikembangkan dan diarahkan melalui proses kependidikan.

Al-Qur’an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting. Al-Qur’an telah memaparkan beberapa prinsip dasar pendidikan yang dapat dijadikan dasar membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan2. Hal ini antara lain dapat dilihat pada apa

yang ditegaskan dalam al-Qur’an, dan pada apa yang secara empiris dapat dalam sejarah. Secara normatif-teologis, sumber ajaran al-Qur’an dan As Sunnah yang diakui sebagai pedoman yang dapat menjamin keselamatan hidup di dunia dan akhirat, amat memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan. Demikian pula secara historis empiris, umat Islam telah memainkan peran yang sangat signifikan dan menentukan dalam bidang pendidikan hal ini dapat dibuktikan dengan lima ayat yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah Saw. merupakan ayat holistik terhadap pendidikan manusia. Al Qur’an memandang pendidikan sebagai sarana yang sangat strategis dan ampuh dalam mengangkat

1 . Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta:Kalam Mulia, 2015), h. 3.

(2)

harkat dan martabat manusia dari keterpurukan sebagaimana yang terjadi di abad Jahiliyah.

Secara normatif, konsep pendidikan yang di dasarkan kepada paradigma Qurani selalu berupaya mengembangkan potensi diri manusia secara maksimal untuk menjadi manusia yang sempurna sebagai makhluk individual (abd) dan makhluk sosial (khalifah); disamping itu pendidikan berbasis al-Qur’an menekankan kepada dua dimensi, yakni lahir (fisik) dan batin (spiritual) sehingga tujuannya adalah pembentukan moral manusia yang di dasarkan kepada nilai-nilai agama. Secara konseptual, pendidikan yang didasarkan kepada paradigma Qurani begitu ideal dimana ranah yang dibahas tidak hanya berbicara tentang aspek

antophosentrisme tetapi juga theosentrisme sebagai upaya membentuk manusia yang utuh3.

Oleh karenanya, Pendidikan dalam Islam tidak terlepas dari sumber pokok ajaran, yaitu al Qur’an. Dalam perspektif al-Quran, pengembangan pendidikan merupakan keniscayaan yang tidak boleh terlepas dari tata nilai al-Qur’an. Karena itu, konsep pendidikan yang nyata, terarah dan terukur, menjadi jembatan untuk memahami hakikat ketuhanan. Hal ini sejalan dengan risalah nubuwah diutusnya nabi Muhammad Saw. untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dengan kata lain pembentukan moral manusia merupakan bagian dari pada visioner dakhwan nabi Muhammad Saw. Konsep dasar pendidikan bertumpu pada landasan epistemologis ketuhanan yang mengajarkan kepada manusia bagaimana cara menjadi hamba seutuhnya.

Sejalan dengan hal itu, al-Qur’an menegaskan tentang visi pendidikan yang didasarkan kepada ayat-ayat rabaniyah dan pembentukan manusia parpipurna atau insan kamil4. Quraish Shihab menjelaskan bahwa tujuan

pendidikan adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah swt 5. Manusia yang dibina

adalah makhluk yang memiliki unsur material (jasmani) dan immaterial (akal dan

3 . Abduddin Natta, Metodologi Studi Islam,( Jakarta:Rajawali, 2013), 95.

4 . Shalih Abdul Aziz, Tarbiyah al Haditsiyah,(Mesir:Dar al Ma’arif)h.10

(3)

jiwa). Pembinaan akal manusia akan menghasilkan ilmu. Pembinaan jiwanya menghasilkan kesucian dan etika, sedangkan pembinaan jasmaninya menghasilkan keterampilan.

Kehilangan visi keilahian dalam pendidikan ini bisa mengakibatkan timbulnya gejala psikologis, yakni adanya kehampaan spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta filsafat rasionalisme tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai-nilai transenden, satu kebutuhan vital yang hanya bisa digali dari sumber wahyu ilahi.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan yang didasarkan pada visi ketuhanan atau rabaniyah sebagaimana yang tertuang dalam ayat-ayat al Qur’an merupakan mata rantai yang tak bisa dilepaskan, artinya bahwa pendidikan yang gagasan, konsep dan landasannya tidak berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan maka misi, tujuan serta capaiannya tidak akan menjadikan manusia-manusia yang universal secara moral dan spiritual.

B. Paradigma Pendidikan dalam al-Qur’an

Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan (life is education and education is life), seluruh proses hidup dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan. Dalam perspektif al-Qur’an, pendidikan bertujuan mengembangkan potensi dasar yang dimiliki manusia agar memiliki kemampuan memahami hidup dan kehidupan. Istilah pendidikan dalam Alquran memakai kata at-tarbiyah

(pendidikan), at-ta’lim (pengajaran)6, dan at- ta’dib (kesopanan).

Dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata at-tarbiyah, tetapi yang ada adalah istilah yang senada yaitu; ar-rabb, rabbayāni, murabbi, rabbiyūn, rabbāni. Semua fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda7. Ahmad Tafsir

menjelaskan bahwa pendidikan merupakan arti dari kata tarbiyah. Kata tersebut berasal dari tiga kata yaitu; rabba-yarbu yang berarti bertambah atau tumbuh, dan

6. Dalam pandangan al-Quran, sebuah transformasi baik ilmu maupun nilai secara substansial tidak dibedakan. Pengajaran dalam bahasa Indonesia; Istilah pendidikan dan pengajaran bukan merupakan dikotomik yang memisahkan kedua substansi tersebut, melainkan sebuah nilai yang harus menjadi dasar bagi segala aktifitas proses tansformasi.Terminologi tarbiyah merupakan bentuk translitasi dan menjadi istilah baku dan populer dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam pada sebuah kegiatan atau proses transformasi baik ilmu maupun nilai.

7 . Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam: Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat

(4)

rabbiya-yarbaa yang berarti menjadi besar, serta rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara8.

Dalam al-Qur’an kata tarbiyah dengan segala bentuk derivasinya terulang sebanyak 952 kali, terbagi menjadi dua bentuk; (1) bentuk isim fail rabbāni9 اوننوكن

اوننوكن ننككلللول هكللللا نكودن ننمك يلك اددابلعك ننيييينيابينرن

بلاتلككلنا نلومنللكعلتن منتنننكن املبك (Q.S Ali-Imran [2]:79),

terulang sebanyak 3 kali dan semuanya berbentuk jamak (plural) yang mempunyai relasi dengan kata mengajar (ta’līm) dan kata belajar (tadrīs); (2) Bentuk mashdar (rabb), terulang dalam al-Qur’an sebanyak 947 kali, empat kali berbentuk jamak

arbāb, satu kali berbentuk tunggal, dan selebihnya diidiomatikkan dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata at-tarbiyah, tetapi yang ada adalah istilah yang senada yaitu; ar-rabb, rabbayāni, murabbi, rabbiyūn, rabbāni.

Semua fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda. Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa pendidikan merupakan arti dari kata tarbiyah.

Dengan isim (kata benda) sebanyak 141 kali; (3) Berbentuk kata kerja (rabba), terulang sebanyak 2 kali, yaitu terdapat dalam surat al-Isrā ayat 24 املكل ارديغكصل ينكايلبللرل, dan surat al-Syu’arā ayat 18 ادديلكول انليفك كلبلكرلنن منللأل للاقل .

Para ahli memberikan definisi kata tarbiyah, bila diidentikan dengan ar-rabb sebagai berikut: Menurut al-Qurtubī, bahwa arti ar-rabb adalah pemilik, memperbaiki, pengatur, mengubah. Menurut Louis al-Ma’luf, ar-rabb berarti tuan, pemilik, menjaga, dan merawat. Menurut Fahrur Rāzī, ar-rabb merupakan fonem yang seakar dengan al-tarbiyah, yang mempunyai arti sama dengan at tanwiyah (pertumbuhan dan perkembangan). Al- Jauhari memberi arti at-tarbiyah, dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh10.

Kata kedua yang memiliki hubungan dengan aspek pendidikan adalah kata

ta’lim. Kata ini merupakan bentuk masdar dari kata ‘allama yang kata dasarnya ‘alima yang berarti mengetahui. Kata tersebut menunjukkan proses transformasi

8. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam, (Cet. VII; Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 45.

9. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di

Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 71.

10. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di

(5)

ilmu yang rutin dan terus menerus sehingga memberi pengaruh pada muta’allim

(pelajar). Secara teoritis, kata ta’lim memberi dua konsekuensi pemahaman, yaitu; 1. ilmu atau pengetahuan yang diajarkan kepada manusia hanya merupakan pengulangan kembali tentang apa yang telah dilakukan Allah swt. Pemahaman ini sebagaimana diungkapkan dalam surat al-Maidah ayat 41; dan

2. menunjukkan suatu perbuatan yang tidak mungkin dilakukan, sebagamana dilihat fenomenanya dalam surat at Taha ayat 71.

Dua bentuk interpretasi inilah yang melahirkan kesimpulan bahwa kata

ta’lim,11 merupakan proses pengajaran yang dilakukan seseorang guru kepada

peserta didik secara rutin, maka harus memberikan pengaruh terhadap perubahan intelektualnya. Perubahan intelektual tersebut tidak berhenti pada penguasaan materi, tetapi juga mempengaruhi terhadap perilaku belajar peserta didik, dari malas menjadi rajin, atau dari yang tidak kreatif menjadi kreatif.12

Selanjutnya kata ketiga yang berhubungan dengan pendidikan adalah kata

ta’dib yang berasal dari kata addaba yang berarti perilaku dan sikap sopan. Kata ini juga berarti do’a. Kata tersebut dalam berbagai konteksnya mencakup arti ilmu dan ma’rifat, baik secara umun maupun dalam kondisi tertentu, dan kadang-kadang dipakai untuk mengungkapkan sesuatu yang dianggap cocok dan serasi dengan selera individu tertentu.

Kata ta’dib merupakan bentuk masdar kata addaba yang berarti mendidik atau memberi adab, dan ada yang memahami arti kata tersebut sebagai proses atau cara Tuhan mengajari para Nabi-nya. Naquib al-Attas mengatakan bahwa adab telah banyak terlihat dalam sunnah nabi, dan secara konseptual menyatu bersama ilmu dan amal. Karenanya, istilah ta’dib dalam pendidikan Islam digunakan untuk menjelaskan proses penanaman adab kepada manusia.

Melalui proses penanaman ini, Naquib al-Attas menggarisbawahi adanya dua proses pendidikan, yaitu pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud itu bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan berbagai tingkatan dan derajat mereka dengan kapasitas dan potensi jasmaniah, intelektual

11. Said Aqil Husein al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2006), h. 82.

12 Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam: Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat

(6)

serta ruhaniah seseorang. Makna adab, menunjukkan kepada beberapa sifat yang baik, antara lain, adalah kesopanan kepedulian dan kehalusan budi.

Kata tersebut terambil dari bahasa Arab yang maknanya antara lain adalah pengetahuan dan pendidikan, sifat-sifat terpuji dan indah, ketepatan dan kelakuan yang baik. Dalam lieratur agama banyak ditemukan uraian tentang adab. Salah satu di antaranya adalah sabda Nabi saw., “Addabanī Rabbī fa ahsana ta’dībī”.

Meskipun kata ta’dib13 tidak disebut dalam al-Quran, tetapi ditemukan pujian

menyangkut akhlak nabi Muhammad saw., yang terdapat dalam surat al-Qalam ayat 4 yang artinya, “Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada di atas budi pekerti yang agung”.

Memerhatikan pandangan para ahli pendidikan terhadap tiga istilah di atas, di mana masing-masing memiliki argumentasi meyakinkan, maka sulit memilih salah satu dari ketiga istilah tersebut yang bisa diterima semua pihak. Karena itu polemik pemakaian istilah-istilah tarbīyah, ta’līm dan ta’dīb memang tidak harus diperuncing dengan memilih mana yang tepat dan mana yang tidak. Istilah al-tarbīyah yang sudah mentradisi sebagai sebutan pendidikan selama ini tetap saja digunakan, asal isinya mencakup dari ketiga istilah tarbīyah, ta’līm dan ta’dīb

sebagai sebuah paradigma dalam pendidikan Islam. C. Defenisi Visi Pendidikan

Kata visi berasal dari bahasa inggris, vision yang dapat berarti penglihatan, daya lihat, pandangan, impian atau bayangan. Dalam bahasa Arab, kata visi dapat diwakili oleh kata nadzr, jamaknya indzâr, yang berarti pandangan, pemikiran, peninjauan, pertimbangan, ugkapan pemikiran, perenungan yang bersifat mendalam dan filosofis14.

Dalam Ma’ani kata visi dalam al-Qur’an diistilahkan dengan ruya-ىؤر yakni yang bermakna pandangan jarak jauh. Dalam konteks ini ayat-ayat yang digunakan adalah pengetahuan langsung dari Tuhan. ينلكأل مكانلمللنا يفك ىرلأل ينلكإك يللنلبنايل كلحنبلذنأل secara bahasa dapat difahami dengan mimpi akan, pemaknaan dari konteks

13 . Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren ditengah Arus

Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 91.

(7)

ayat tersebut bermakna pandangan yang jauh tentang sebuah ayat atau tanda-tanda kenabian Yusuf15.

Dalam Mujam Washt kata ruya bermakna pandangan yang jelas atau pandangan yang benar hal ini dilandaskan kepada wahyu yang diterima Rasulullah Saw يلايلؤنرن لنيوكأنتل اذلهل ayat tersebut menunjukan penglihatan (visi) kenabian Muahmmad Saw. yang diperolehnya lewat wahyu ilahiyah16.

Sementara itu, menurut Adkon visi merupakan gambaran tentang masa depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Visi adalah pernyataan yang diucapkan atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang menjangkau masa yang akan datang17.

Secara terminologi, visi yaitu tujuan jangka panjang, cita-cita masa depan, keinginan besar yang hendak diwujudkan, angan-angan, khayalan, dan impian ideal tentang sesuatu yang hendak diwujudkan18. Jadi sebuah visi adalah suatu

pandangan yang sifatnya sangat umum tetapi mengandung suatu arti yang cukup dalam sehingga didalam membuat suatu uraian mengenai visi harus benar benar dipikirkan artinya yang lebih filosofis tetapi terungkap dalam kata yang sederhana.

Visi pendidikan Islam sesungguhnya melekat pada cita-cita dan tujuan jangka panjang itu sendiri, yaitu mewujudkan rahmat bagi seluruh umat manusia, sesuai dengan firman Allah swt. ”Tidaklah kami utus engkau (Muhammad) melaikan agar menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S al-Anbiya:107).

Menurut Maroghiy ayat tersebut dimaknai bahwa ; nabi Muhammad tidak diutus dengan Al-Qur’an ini, serta berbagai perumpamaan dari ajaran agama dan hukum yang menjadi dasar rujukan untuk mencapai bahagia dunia dan akhirat, melainkan agar menjadi rahmat dan petunjuk bagi mereka dalam segala urusan dunia dan akhiratnya19.

15 . Selain contoh di atas banyak ayat-ayat serupa yang bermakana visi ابدكلونكل ىألرللنينللللا هكينللعل نللجل امللللفل lihat http://www.almaany.com/ar/dict/

16 lihat penjelasan ayat-ayat terkait dalam aplikasi kamus mujam washat http://www.almaany.com/ar/dict/

17 . Akdon, Strategic Managemen for Educational Management. (Bandung: Alfabeta,2006). h.95 18 . Yusutria, Visi dan Misi Pendidikan dalam Islam, Journal Pendidikan,h.3

(8)

Sedangkan menurut al Qurtubi bahwa diutusnya nabi Muhammad sebagai

rahmatan lil alamin yakni mencakup orang muslim dan non-muslim merupakan visi diutusnya nabi Muhammad bi’tsah yang kemudian hal tersebut senada dalam hadits yang berbunyi 20قلخلا مراكم ممتل تثعب امنإ.

Dari beberapa terminologi di atas, bahawa pendidikan visi pendidikan berdasarkan al-Qur’an menggunakan paradigma Rabani21. Yang selanjutnya visi

tersebut terealisasikan dalam bentuk kata Islam itu sendiri. Kata Islam berasal dari kata salm atau silm. Yang memiliki makna damai22. Orang-orang muslim ialah

orang yang berdamai dengan Allah dan berdamai dengan manusia. Damai dengan Allah artinya berserah diri sepenuhnya kepada kehendakNya, dan damai dengan manusia memiliki definisi berbuat baik kepada sesama manusia sesuai dengan fitrah kemanusiaannya. Sebagaimana yang terdapat dalam surat al Baqarah ayat 112. نلوننزلحنيل منهن اللول منهكينللعل ففونخل اللول هكبلكرل دلننعك هنرنجنأل هنللفل نفسكحنمن ولهنول هكللللك هنهلجنولملللسنأل ننمل ىلللبل

Visi Pendidikan dari kata Islam sendiri, yakni memberikan perdamaian, dengan dua landasana ajaran pokok yaitu, tauhid dan persaudaraan atau kesatuan umat manusia sehingga definisi tentang Islam dapat diwarnai dalam pendidikan yang berdasarkan paradigma qur’ani23. Islam merupakan agama yang kaya akan

wacana dan khazanah dalam mengatur berbagai dimensi kehidupan manusia. Selain itu, Islam merupakan agama yang mengandung ajaran dan norma untuk dijadikan dasar kehidupan bagi umatnya seperti kasih sayang (rahman dan

rahim), perdamaian (salam), persaudaraan (ukhuwah), persamaan (musawat), toleransi (tasamuh), keadilan (‘adalah), keseimbangan (tawazun) dan kebebasan (hurriyah)24.

Berdasarkan ajaran dan norma Islam tersebut, telah memberikan gambaran bahwa dalam agama Islam, penerapan ajaran dan norma itu tidak hanya

20 . Lihat Tafsir Jami al Ahkam al Qur’an, Surat An Anbiya ayat 107 http://www.altafsir.com/

21. Salih Abdul Aziz, At Tarbiyah Al Haditsiyah, (Mesir: Dal al Ma’arif),h.14 bahawa perintah pertama atau wahyu yang turun pertama kali kepada rasulullah adalah perintah untuk membaca. Dimana kunci untuk mengetahui ayat-ayat tuhan yang maqru dan mandur adalah lanjutan ayat selanjutnya bahawa dengan membaca makan akan mengenal Tuhannya inilah yang kemudian dikatakan sebagai paradigama Rabani.

22 . Dua kontek kata ini terdapat dalam surat al Baqarah ayat 208. “ Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam”

23 . Maulana Muhammad Ali, Islamologi(din Islam),(Jakarta: Ichtar Baru, 1980),h. 2. Lihat juga Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2014),h.98.

(9)

berorientasi pada hubungan vertikal kepada Allah (hablun min- Allah) semata, tetapi juga mencakupi wilayah yang lebih luas yakni berorientasi pada hubungan horizontal ke sesama manusia (hablun min al-nas). Dalam hal ini, Islam sebagai sebuah ajaran ilahiyah yang berisi tata nilai kehidupan akan hanya menjadi sebuah konsep yang melangit jika tidak teraplikasikan dalam kehidupan nyata.

Dengan demikian, pendidikan dengan paradigma rabani sebagai visinya seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui pelatihan spiritual, kecerdasan, rasio, perasaan, dan panca indera. Oleh karena itu, pendidikan Islam seharusnya pelayanan bagi pertumbuhan bagi manusia dalam segala aspeknya yang meliputi aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, linguistik, baik secara individu, maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek tersebut kepada kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan bertumpu pada terealisasinya ketundukan kepada Allah baik dalam level individu, komunitas, dan manusia secara luas. D. Visi Pendidikan Menurut Al Quran

Visi Pendidikan dalam al Quran terdapat dalam beberapa suarat diantaranya, al Alaq ayat 1-5, al Ghasiyah 17-20, Al Imran 190-191, al Ankabut 19-20, at Taubah ayat 122.

Adapun kandungan dari surat al Alaq ayat 1-5 adalah sebagai berikut:

Petama ; . قلللخل يذكلللا كلبلكرل مكسنابك أنرلقنا Ayat yang pertama berisikan perintah untuk membaca أرقا. Membaca merupakan salah satu aktifitas dalam pendidikan yang tidak dapat diabaikan baik membaca yang tersurat (teks Al- Qur’an) maupun membaca alam dan fenomena yang tersirat. Membaca merupakan materi pertama yang disebutkan di dalam surat al- ‘Alaq. Hal ini sesuai dengan potensi dasar manusia (Q.S an-Nahl 16: 78) yang dianugerahi tiga potensi, yaitu pendengaran, penglihatan dan perasaan.

Secara harfiah kata iqra yang terdapat pada ayat tersebut berarti menghimpun huruf-huruf dan kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya dan bentuk suatu bacaan25. Sedangkan menurut al- Maragi secara harfiah ayat tersebut

dapat diartikan jadilah engkau seorang yang dapat membaca berkat kekuasaan

25 . Quraish Shihab lebih cenderung mengartikan kata tersebut sebagai aktifitas menghimpun, yaitu menelaah, mendalami, meneliti, dan sebagainya. Lihat M. Quraish Shihab, Mujizat Alquran,

(10)

dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu, walau pun engkau sebelumnya engkau tidak dapat melakukannya26. Menurut Muhammad Abduh, memahami

perintah membaca sebagai amar takwīnī, yakni mewujudkan kemampuan membaca pada diri nabi Muhammad saw27. Quraish Shihab sebagai mufasir

kontemporer lebih cenderung memahami dalam pengertian yang luas, bahwa “kata tidak disebutkan obyeknya maka obyek yang dimaksud bersifat umum, mencakup segala yang dapat dijangkau oleh kata tersebut”28. Dalam surat al-‘Alaq

ayat 1, obyek bacaan tidak disebut secara khusus. Karena itu, perintah membaca yang dimaksud berkonotasi umum yakni membaca apa saja yang dapat dibaca, baik yang tersurat (nash) maupun yang tersirat (gejala alam).

Hasan Langgulung menyatakan "seakan-akan permulaan ayat yang pertama kali turun ini sebagai pemberitahuan bahwa kitab ini mengajak kepada pengembangan ilmu, ajaran yang dibawanya tidak akan tegak kecuali dengan dasar ilmu29. al-Nahlawī, dalam uraiannya tentang surat al-‘Alaq berpendapat

“seolah-olah Tuhan berkata hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan pencipta manusia (dari segumpal darah), selanjutnya memperkokoh keyakinannya melalui pendidikan dan pengajaran”30.

Kedua;.ققللعل ننمك نلاسلننإكلنا قلللخل Surat al-‘Alaq pada ayat kedua, secara harfiah kata قلع yang terdapat pada ayat tersebut menurut al- Asfahānī berarti مد اج ةدم berarti darah yang beku. Sementara al- Marāghi melihat ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah swt. Yang menjadikan manusia dari segumpal darah menjadi makhluk yang paling mulia, dan memberi potensi (al-Qudrah) untuk berasimilasi dengan segala sesuatu yang ada di alam jagad raya yang selanjutnya bergerak dengan kekuasaan-Nya, sehingga manusia dapat menguasai bumi dengan segala isinya. Kekuasaan Allah swt. Itu dapat diperlihatkan ketika nabi Muhammad saw. dapat membaca sekalipun sebelum itu ia belum pernah membaca.

26 Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar al- Mushthafa, 1984), h. 79.

27. Muhammad Abduh, Keutamaan Ilmu Agama,

http://rumaysho.com/amalan/keutamaan-ilmu-agama-3314 , diakses tanggal 22 Februari 2017

28. M. Quraish Shihab, MTafsir Al-Mishbah , Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran, Jilid II, (Jakarta: Lentera Hati, 2004),h. 55.

29 . Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1995), h. 99.

30 . Abdurrahman al-Nahlawi, Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah

(11)

Menurut Abuddin Nata, pemahaman yang komprehensif tentang manusia ini sebagai hal yang sangat penting dan urgen dalam rangka merumuskan berbagai kebijakan berkaitan dengan rumusan tujuan pendidikan, dan metode pendidikan31.

Dengan demikian dipahami bahwa 5 ayat pertama surah al-‘Alaq memberikan inspirasi kepada umat manusia untuk merumuskan tujuan pendidikan yang ideal, kontekstual dan komprehensif. Artinya, konsep dasar al- Qur’an, menjelaskan bahwa pendidikan adalah upaya membina jasmani dan rohani manusia dengan segenap potensi dasar yang dimiliki manusia secara seimbang, sehingga dapat melahirkan manusia seutuhnya. Kekuasaan Allah SWT itu telah diperlihatkan ketika Dia memberikan kemampuan membaca kepada Nabi Muhammad SAW, sekalipun sebelum itu ia belum pernah belajar membaca.32 Dengan demikian ayat

ini memberikan informasi tentang pentingnya memahami asal usul dan proses kejadian manusia dengan segenap potensi yang ada dalam dirinya.

Ketiga; منرلكنأللنا كلبلنرلول أنرلقنا Menurut al- Marāghi bahwa pengulangan kata أرقا pada ayat ke tiga didasarkan pada alasan bahwa membaca itu tidak akan membekas dalam jiwa kecuali dengan pengulangan atau pembiasaan33.

Perintah Allah swt. untuk mengulang membaca berarti pula mengulangi apa yang dibaca. Dengan cara demikian, bacaan tersebut mejadi milik orang yang membacanya. Kata أرقا sebagaimana telah diungkapkan di atas mengandung arti yang sangat luas (dalam) yakni mencakup segala aktifitas yang berkaitan dengan kegiatan membaca, misalnya usaha mengenali, mengidentifikasi, mengklasifikasi, membandingkan, menganalisa, dan menyimpulkan serta membuktikan. Semua pengertian ini secara keseluruhan sangat terkait dengan proses mendapatkan dan memindahkan ilmu pengetahuan34. Keempat;مكللقللنابك مللللعل يذكلللا kata ملقلا menurut al-Asfahānī berarti potongan dari suatu yang agak keras seperti kuku dan kayu, serta secara khusus digunakan

31 . Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 55.

32. Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar al- Mushthafa, 1984), h. 89.

33 . Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar al-Mushthafa,1984), h. 104.

(12)

untuk menulis (pena)35. Secara linguistik, ayat tersebut memberikan isyarat bahwa

untuk mendapatkan ilmu, dibutuhkan keinginan atau motivasi yang kuat yang senantiasa harus ditumbuhkan sebagaimana kuku dan kayu itu selalu tumbuh dan berkembang. Sedangkan menurut tafsir al-Marāghī ayat tersebut menjelaskan bahwa Dia-lah Allah yang menjadikan kalam sebagai media yang digunakan manusia untuk memahami sesuatu, sebagaimana mereka memahaminya melalui ucapan.

Pada perkembangan selanjutnya, pengertian ملقلا ini tidak terbatas hanya pada alat tulis, namun secara subtansial ملقلا ini dapat menampung seluruh pengertian yang berkaitan dengan segala sesuatu sebagai alat penyimpan, merekam, dan sebagainya. Berbagai peralatan ini selanjutnya terkait dengan bidang teknologi pendidikan36. Konsep pembelajaran dalam surat al-‘Alaq ayat

1-5, adalah keinginan Allah swt. mengajarkan ilmu pengetahuan kepada nabi Muhammad saw., kemudian di kembangkan umatnya dimuka bumi ini. Dengan alat yaitu qalam sebagai alat untuk menulis supaya ilmu yang telah diberikan tidak akan punah dan dapat terus dikembangkan sebagaimana tujuan Allah mencitakan manusia dimuka bumi ini agar menjadi khalifah dijalan yang benar dan meyakini bahwa segala sesuatu yang ada dimuka alam raya ini adalah ciptaan Allah37.

Kelima; منللعنيل منلل امل نلاسلننإكلنا مللللعل pola pendidikan harus menerapkan kegiatan pembiasan dalam diri manusia untuk selalu belajar tidak hanya satu kali tetapi terus menerus agar ia dapat belajar dengan baik dan ilmu yang didapatkan lebih melekat dihati, dimaknai, dihayati, serta dapat mengubah prilakunya supaya mereka sadar bahwasannya ilmu itu dari Allah swt., dalam setiap aktivitas yang dilakukannya itu karena ikhlas mencari keridhoan Allah swt. Kemudian Allah akan menganugeragkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman- pemahaman, wawasan-wawasan baru yang bermanfaat serta kemuliaan baginya di banding mahluk Allah yang lain38.

35 . Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar al-Mushthafa,1984), h. 105.

36 . M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah , Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran, Jilid II, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h.

37 . Abdul Aziz Abdul Majid, Tarbiyah wa Turuq at Tadris,( Kairo: Dar Al Ma’arif),h.25.

(13)

Dari uraian surah al-‘Alaq di atas memberikan penjelasan kepada manusia agar menjadi manusia (hamba) yang rajin membaca atau belajar, bahwa membaca adalah pintu pertama yang dilalui oleh ilmu untuk masuk ke dalam otak dan hati manusia. Dalam kerangka bismi rab- bika, maka sampai pada percaya, pengenalan, pengabdian pada Allah SWT. Dalam konteks filsafat Islam, adalah signifikan bahwa para filosof Muslim sering sekali menyamakan filsafat dengan hikmah. Ini menun- jukkan bahwa filsafat yang melahirkan ilmu dalam konteks Islam tidaklah bersifat sekuler tetapi selalu terhubungan dengan sesuatu yang ilahiah. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa hikmah sebagaimana disebutkan alquran akan diajarkan oleh Allah kepada hambanya yang ia kehendaki.

Dari kandungan surat al Alaq ayat 1-5 sehingga diperolehlah simpulan visi pendidikan berdasarkan sural al Alaq adalah:

1. Visi Rabani ; Berfikir dengan menggunakan paradigma Rabani atau ketauhidan. Pendidikan tauhid sudah terkandung secara jelas pada 5 ayat surah al-‘Alaq yang pertama kali diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw. pada malam 17 Ramadhan 610 M. surah al-‘Alaq ayat 1-5 sebagai wahyu pertama, karena kelima ayat ini sangat sarat akan nilai-nilai yang fundamental, baik secara ontologis, epistemologis maupun aksiologis. Kelima ayat tersebut menyentuh tiga aspek utama dari kehidupan, yaitu Tuhan, manusia dan alam semesta, di mana ketika aspek ini juga menjadi jiwa zaman dalam sejarah perkembangan pemikiran manusia. Hal ini sangat nampak pada era Yunani kuno pola berfikir manusia yang polytheistik dan kosmosentris (berpusat pada alam).

Sedangkan surah al-‘Alaq ayat 1-5, konsep yang mengejawantah adalah konsep Ma’rifatu al-Rabb, Ma’rifatu al- Insān dan Ma’rifatu al-‘Ālam. Ketiga konsep inilah inti pendidikan tauhid surah Al-‘Alaq 1-5. Pendidikan tauhid ini bertujuan untuk liberasi (membebaskan) manusia dari ketergantungan kepada selain Allah swt.

2. Visi Akhlak Kenabian; menciptakan generasi Nubuwah

(14)

membina manusia guna mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah yang sekaligus sebagai khalifah-Nya dimuka bumi. Tuntunan tersebut sudah tercontoh dalam kepribadian Rasulullah serta potensi manusia yang telah dibekali dengan akal, hati dan fikiran. Oleh karena itu dalam pendidikan Alquran, manusia sebagai fokus pendidikan dibina unsur materialnya (jasmani) untuk menjadi manusia yang memiliki skill keterampilan dan unsur imaterialnya (akal dan jiwa) dengan ilmu pengetahuan, kesucian jiwa dan etika (akhlak).

Visi pendidikan selanjutnya dalam al Quran adalah; 3. Berfikir secara Filosofis

Visi pendidikan surat al Ghasiyah ayat 17-20, dari kata ربدت melihat sesuatu dengan pandangan yang komprehensip. Berfikir secara filosofis sehingga dapat menemukan hakikat sesuatu39. Ayat tersebut secara kognitif menekankan

kepada komunikasi. Yang memberikan dorongan kepada manusia untuk berfkir secara filosofis. Secara substansi ayat tersebut membangun peradaban baru yang elegan dipercaturan dunia iptek dan informasi. Budaya dan transformasi nilai-nilai sosial harus lebih baik dengan didukung oleh teknologi informasi yang sedemikian pesat. Melalui pendidikan Islam tercipta sebuah peradaban baru yang etis dan humanis yang menjunjung tinggi nilai-nilai fitrah kemanusian sesuai dengan aturan illahi40

Hal serupa yang memerintahkan berfikir dan berdzikir terdapat dalam surat al Imran ayat 190-191 sehingga dapat membentuk manusia yang memiliki spiritualitas, berwawasan luas dan global41, profesionalitas dan berakhlak mulia.

بكابللنأللنا يلكوأنلك تقايلآلل ركاهلنلللاول لكينللللا فكاللتكخناول ضكرنأللناول تكاولاملسلللا قكلنخل يفك نللإك Kata ) al-Albab adalah bentuk jamak dari ) lubb yaitu “saripati” Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni. Orang yang

39 . Said Aqil Husein al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2006), h. 80

40 . Rifa’I, Moh. 1978. Ilmu Fiqh Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra.

(15)

merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT42.

Kandungan surat al Imran ayat 190-191diantaranya adalah sebagai berikut;

Pertama; Pada ayat tersebut terlihat bahwa orang yang berakal (Ulu al- bab adalah orang yang melakukan dua hal yaitu tazakkkur yakni mengingat (Allah), dan

tafakkur, memikirkan (ciptaan Allah). Ulu al- Abab adalah orang-orang yang akalnya sempurna dan bersih yang dengannya dapat ditemukan berbagai keistemewaan dan keagungan mengenai sesuatu, tidak seperti orang yang buta dan gagu yang tidak dapat berfikir. Dengan melakukan dua hal tersebut ia sampai kepada hikmah yang berada di balik proses mengingat (tazakkur) dan berpikir (tafakkur), yaitu mengetahui, memahami dan menghayati bahwa di balik fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya menunjukkan adanya Sang Pencipta, Allah SWT43. Kedua; Akal manusia berdiri atas berbagai dimensi manusia, dimensi luar yang disebut ‘aql/qalb, dimensi dalam yang disebut lubb, yang dapat menangkap dan menggali makna tersembunyi dibalik sesuatu yang konkrit, berakal sempurna. Tingkat akal paling sempurna yakni fu’ad44 yang menunjuk kepada pengertian

‘nurani’ yang berasal dari Allah. Hati nurani yang suci yang mendapat bimbingan lansung dari Allah.

Ketiga fitrah potensi tadi akan memancarkan nur Ilahiyah ke seluruh tubuh. Selain tiga fitrah potensi tadi manusia punya juga nafsu, rasa (untuk nilai keindahan),

ruh. Ruh sering berhubungan dengan Allah semakin sering seseorang beribadah/berdzikir maka semakin sering pula ruh berhubungan dengan Allah dan Allah pun menjadi sering menurunkan hidayah-Nya kedalam hati manusia. Sebaliknya semakin jarang orang beribadah/berdzikir maka semakin jarang pula ruh berhubungan dengan Tuhan, sehingga Allah tidak/jarang menu- runkan hidayah-Nya kedalam hatinya, hati menjadi gersang, gelisah, kurang ingin bermakna dalam hidup.

42 . M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah , Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran, Jilid II, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 370.

43 . Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar al-Mushthafa,1984), h. 99.

(16)

Sementara itu, posisi hati yang mendapat hidayah Allah akan menjadi sopir bagi

nafsu, rasa, akal, qalb, lubb, fuad untuk mengarah kepada kebajikan, kepada rasa ingin bermanfaat dan bermakna dalam hidup.

4. Menjadi manusia-manusia cerdas secara intelektual dan spiritual

Surah at-Taubah ayat 122 memiliki pandangan yang universal tentang pendidikan dimana visi pendidikan dalam surat at Taubah tersurat dalam kata

“Tafaqahu” yakni menjadikan manusia-manusia yang cerdas dalam pengertian cerdas intelektual dan spiritual. Kata fiqh di sini bukan terbatas pada apa yang di istilahkan dalam disiplin ilmu agama dengan ilmu agama dengan ilmu fiqh, yakni pengetahuan tentang hukum-hukum agama Islam yang bersifat praktis dan yang diperoleh melalui penalaran terhadap dalil-dalil yang rinci45. Tetapi kata itu

mencakup segala macam pengetahuan mendalam. Pengaitan taffaquh

(pendalaman pengetahuan itu) dengan Agama, menggaris bawahi tujuan pendalaman itu, bukan dalam arti pengetahuan tentang ilmu agama46. Pembagian

disiplin ilmu-ilmu agama dan ilmu umum belum dikenal pada masa turunnya al-Quran bahkan tidak diperkenalkan oleh Allah swt. yang diperkenalkannya adalah ilmu yang diperoleh dengan usaha manusia kasby (acquired knowledge) dan ilmu yang merupakan anugerah Allah tanpa usaha manusia (ladunny / perennial)47.

Tuhan telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik secara ringan ataupun secara berat. Maka dengan ayat ini, Tuhan pun menentukan hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihat memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang agama. Jika yang pergi ke medan pe- rang itu bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tinggal di garis belakang memperdalam pengertian (fiqih) tentang Agama. Ilmu agama wajib diperdalam. Dan tidak semua orang akan sanggup mempelajari seluruh agama itu secara ilmiah. Ada pahlawan di medan perang, dengan pedang di tangan dan ada pula pahlawan di garis belakang merenung kitab. Keduanya penting dan keduanya isi-mengisi. Dari ayat ini kita dapat melihat bahwa berperang/jihad dan belajar

45 . Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2014),h.295.

46. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam, (Cet. VII; Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 60.

(17)

agama adalah sesuatu yang penting. Dan keduanya saling mengisi. Tetapi tidak semua kaum muslimin yang harus ikut berperang, akan tetapi ada juga dari sebagian mereka yang harus memperdalam ilmu agama48.

5. Unggul dalam bidang IPTEK

نقاطللنسنبك الللإك نلوذنفنننتل الل اوذنفنننافل ضكرنأللناول تكاولاملسلللا ركاطلقنأل ننمك اوذنفنننتل ننأل منتنعنطلتلسنا نكإك سكننإكلناول نلكجكلنا رلشلعنمل ايل Dalam ayat di atas Tuhan seakan-akan berbicara kepada manusia untuk mencoba meningkatkan kemampuannya sepuaya dapat menjelajahi jarak-jarak yang sangat jauh, termasuk ke dalam langit sekalipun. Oleh karenanya untuk mengakses itu semua, diperlukan sebuah ilmu dan teknologi49.

Dalam ayat tersebut terdapat kata sulthan para mufasir berbeda oendapat terkait pemkanaan kata shulton. Menurut al Qurtubi shultan yang dimaksud dalam ayat diatas adalah al kudrah atau kekuasaaan50. Sementara menurut at Thabari

dalam Fazlur Rahman shultan yakni otoritas dan kekuasaan yang bersumber dari pengetahuan51. Yang secara definisi makna mengalami perluasan dari argumentasi

atau bukti. Dengan kata lain dalam tafsirnya Thabiari lebih cenderung mendefenisikan kata shultan dengan memampuan yang dimiliki oleh manusia berupa ilmu. Dari sanalah lahir sebuah pengetahuan dan teknologi sehingga kemampuan manusia yang di miliki bisa melewati ruang angkasa52.

Dalam pendidikan Sains dan teknologi menjadi satu kesatuan yang tidak karena saling mendukung satu sama lain. Teknologi merupakan bagian dari sains yang berkembang secara mandiri, menciptakan dunia tersendiri. Akan tetapi teknologi tidak mungkin berkembang tanpa didasari sains yang kokoh. Maka sains dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan53.

Dari kandungan ayat tersebut, visi pendidikan yang ada dalam surat Ar Rahman terletak pada kata كناطللنسن. Kemampuan manusia untuk memperoleh berbagai macam pengetahuan dan teknologi harus memilki Ilmu. Menjadi

48 . Hamka, Jilid XII, Tafsir Al-Azhar Juz IV, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983), h. 745

49 . A.Baiquni, Islam Untuk Disiplin Ilmu dan Teknologi,( Kemenag,1995),h.85

50 . Al Qurtubi, Jami al Ahkam al Quran,

51 . Fazlur Rahman, Tema-tema Pokok Dalam Al Qur’an,( Bandung: Pustaka, 1983). H. 108.

52 . Fazlur Rahman, Tema-tema Pokok Dalam Al Qur’an,( Bandung: Pustaka, 1983). H. 200. Penjelasan Fazlur Rahman terkait pendafat at Thabari.

(18)

manusia yang memilki daya saing dengan penguasaan IPTEK yang diiringi dengan keimanan yang kuat.

J. Kesimpulan

Pendidikan tauhid dengan visi rabani pada dasarnya adalah usaha sadar yang diarahkan untuk mematangkan potensi fitrah manusia sebagai hamba Allah, agar setelah tercapai kematangan tauhid, manusia mampun memerankan diri sesuai dengan amarah yang disandangnya, serta mampu mempertanggung jawabkan pelaksanaan kepada Sang Pencipta. Kematangan di sini dimaksudkan sebagai gambaran dari tingkat perkembangan optimal yang sudah dicapai oleh setiap potensi fitrah manusia yang memahami eksistensinya sebagai hamba. Untuk memperoleh kematangan tersebut salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pendidikan. Konsep dan gagasan yang berdasarkan paradigma qurani yan kemudian mengantarkan manusia menujua kematangan fitrah sebagai khalifah

dan abdullah.

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Al-Quran memuat visinya sendiri yang berkaitan dengan pendidikan. Ini membuktikan bahwa Islam memiliki dimensi yang luas di luar kepercayaan dan ritual ibadah. Pendidikan berkaitan erat dengan keinginan memiliki wawasan luas dan kehausan mencari ilmu pengetahuan, yang tujuannya tentu saja bagi seorang muslim, adalah demi kebaikan duniawi dan sebagai ladang amal ibadah. Unsur-unsur pendidikan tersebut disebutkan secara tidak langsung dalam beberapa surat dalam Al-Quran, berupa dorongan untuk berilmu dan berpendidikan.

(19)

dengan kata undur mengajak manusia untuk menggunakan potensi akalnya bertadabur, bertaakul dan bertafakur. Dorongan untuk mencari pengetahuan dan wawasan juga diserukan dalam ayat 19-20 surat al-Ankabut yang mengajak manusia “berjalan” di muka bumi untuk mengetahui rahasia-rahasia penciptaan. Tidak hanya wawasan tentang bumi dan seisinya, tetapi AL-Quran juga mengajak manusia untuk mencari tahu dahsyatnya penciptaan Allah di balik langit atau angkasa luar, seperti yang tertera dalam ayat 33 surat ar-Rahman.

Ayat-ayat tersebut secara tidak langsung memberikan pandangan mengenai urgensi pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Ayat-ayat tersebut kemungkinan kuat menjadi landasan utama para ilmuan Muslim awal dalam menggeluti ilmu pengetahuan yang datang dari seantero dunia lalu menghasilkan ciptaan karya pengetahuan dan teknologi terapan yang bermanfaat bagi umat Muslim khususnya dan seluruh umat manusia secara umum. Meskipun warisan ilmu pengetahuan didapati dari tradisi dan kebudayaan asing seperti Greko-Romawi, India, Persia, namun para ilmuan Muslim juga terinspirasi dari dorongan ayat-ayat Al-Quran sendiri yang berulang kali menyebut penciptaan langit dan bumi.

Di samping dorongan untuk memperdalam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penciptaan langit dan bumi, Al-Quran juga memberikan seruan agar umat Islam tergugah untuk ber-tafaqquh dalam ilmu agama. Untuk memahami agama Islam dan Al-Quran, tentu saja dibutuhkan seperangkat ilmu-ilmu yang harus dikuasai sehingga mendapatkan pemahaman yang baik dan benar seperti ilmu Tafsir, ilmu Hadis, Fiqih, Ushul Fiqih dan lain sebagainya. Di sini, Al-Quran seakan menggabungkan dua dimensi pengetahuan yang berbeda, yaitu pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu alam, juga pengetahuan tentang keagamaan dan instrumen untuk memahami ajaran agama itu sendiri.

(20)

(umum) dan ilmu agama. Visi rabani, tadabur, tafaquh, tasyiru, tafakar, ta’aqul

tersebut berhasil melahirkan ulama-ulama ensiklopedik seperti Abu Ishaq al-Kindi yang tidak saja piawai dalam ilmu-ilmu alam seperti fisika dan kedokteran, tetapi juga mempelajari ilmu agama seperti Tafsir al-Quran dan fiqih. Ibnu Sina juga menjadi contoh dari implementasi visi Al-Quran tersebut. Ibnu Sina terkenal sebagai ilmuan kedokteran juga sebagai ahli fiqih dan ilmu keagamaan lainnya. Hal tersebut semakin menegaskan akan keluhuran visi pendidikan dalam Al-Quran sebagai Kitab Suci pedoman Umat Islam.

Daftar Pustaka

Abduddin Natta, Metodologi Studi Islam,( Jakarta:Rajawali, 2013).

Abduddin Natta, Filsafat Pendidikan Islam,( Jakarta:Logos, 1997).

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group)

Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001)

A.Baiquni, Islam Untuk Disiplin Ilmu dan Teknologi,( Kemenag,1995)

Al Qurtubi, Jami al Ahkam al Quran. Kairo: Dar As Syuab tt)

Al Alusy, Ruhul Ma’ani, (Bairut: Dar Ihya At Turats Al Arabi tt)

Ar Razi, Tafsir Al Kabir,(Bairut: Dar Kutub Al Ilmiyah,2000).

At Thabari, Tafsir At Thabari,(Bairut: Dar Al Fikr. 1045H)

Abdurrahman al-Nahlawi, Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung: Diponegoro, 1992).

Akdon, Strategic Managemen for Educational Management. (Bandung: Alfabeta,2006).

(21)

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam, (Cet. VII; Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2003)

Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid XII, (Kairo: Dar al-Mushthafa, 1984).

Bryson, John M : Perencanaan Strategis bagi Organisasi sosial. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2001).

Daud Yahya,Nilai-Nilai Pendidikan dalam al Qur’an,( Banjarmasin:antasari perss, 2015).

Fazlur Rahman, Tema-tema Pokok Dalam Al Qur’an,( Bandung: Pustaka, 1983)

Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1995)

Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz IV, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983).

Said Aqil Husein al-Munawwar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2006).

M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah Volume 11, (Jakarta; Lentera Hati, 2003).

M.Quraish Shihab, Mujizat Alquran, (Bandung: Mizan, 1997.).

M.Hashem,Kekaguman Dunia Terhadap Islam,( Bandung: Pustaka,1983)

Maulana Muhammad Ali, Islamologi(din Islam),(Jakarta: Ichtar Baru, 1980)

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002).

Muhammad Abduh, Keutamaan Ilmu Agama,

(22)

Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam: Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Mizan, 1997).

Nidhal Guessoum, Islam dan Sains Moderen,(Bandung:Mizan, 2011).

Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren ditengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta:Kalam Mulia, 2015).

Rifa’I, Moh. 1978. Ilmu Fiqh Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra.

Shalih Abdul Aziz, Tarbiyah al Haditsiyah,(Mesir:Dar al Ma’arif).

Salenda, Kasjim. 2009. Terorisme dan Jihad Dalam Perspektif Hukum Islam.

Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI.

Sayyid Quthub, fi Zhilal al-Qur’an, (Kairo: Dar-al-Syuruq, 1989).

Wehr, Hans. Mu’jâm al-Lughah al-Arabiyah al-Mu’ashara.( Beirut: Librarie Du Liban,1974).

Referensi

Dokumen terkait

Manusia pada dasarnya diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang sempurna yang diberikan berbagai kelebihan seperti dianugrahi aspek jasmani yang paling sempurna daripada

Perintah membaca dan menulis adalah wahyu pertama dalam Islam, Kunci dalam menuntut ilmu, Meminta pertolongan kepada Allah dalam Membaca dan Menulis, Membaca dan

membedakan derajat manusia di sisi Allah adalah ketakwaan kepada Allah SWT bukan keturunan, suku atau bangsa.Imam Ibnu Katsir juga menegaskan bahwa di dalam ayat

Sebagaimana pembahasan terdahulu, bahwa tujuan pendidikan dalam al-Qur’an adalah mengabdikan diri kepada Allah SWT, agar tugas- tugas tersebut dapat dilaksanakan

mereka berikan juga senang dengan pemberian (ilmu dari Allah) yang mereka sembunyikan. 16 Dengan mengetahui ini kita juga akan memahami konteks suatu ayat

Bukankah mereka sudah mengikat perjanjian dalam kitab (Taurat) bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah, kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa

akan hal itu dalam satu bidang ilmu tersendiri, yaitu Ilmu Tajwid. Melalui ilmu inilah diberikan tuntunan dalam melantunkan ayat-ayat al-.. Quran agar dapat mencapai

Menurut al-Ghazali, pendekatan diri kepada Allah merupakan tujuan pendidikan. Orang dapat mendekatkan diri kepada Allah hanya setelah memperoleh ilmu pengetahuan. Ilmu